17
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis Provinsi Bengkulu terletak pada posisi 101° 1- 103° 46BT dan 2° 16- 5° 13LS, membujur sejajar dengan Bukit Barisan dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia dengan panjang garis pantai ± 525 km dan luas teritorial 48.075 Km 2 , memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai ke perbatasan Provinsi Lampung (BPS, 2008). Posisi Provinsi Bengkulu diapit oleh zona subduksi (penunjaman) antara lempeng Hindia-Australia dan Euro-Asia di sebelah barat dan zona Sesar Sumatra di sebelah timur (Gambar 1.1). Gambar 1.1. Zona Subduksi Hindia-Australia dan Eurasia di wilayah P. Sumatra bagian barat (Lubis, Hashima, and Sato, 2012)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ′ ′ LS, membujur …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72061/potongan/S3-2014... · terjadi di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu

Embed Size (px)

Citation preview

1  

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Secara geografis Provinsi Bengkulu terletak pada posisi 101° 1′ - 103° 46′ BT

dan 2° 16′ - 5° 13′ LS, membujur sejajar dengan Bukit Barisan dan berhadapan

langsung dengan Samudra Hindia dengan panjang garis pantai ± 525 km dan luas

teritorial 48.075 Km2, memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat

sampai ke perbatasan Provinsi Lampung (BPS, 2008). Posisi Provinsi Bengkulu

diapit oleh zona subduksi (penunjaman) antara lempeng Hindia-Australia dan

Euro-Asia di sebelah barat dan zona Sesar Sumatra di sebelah timur (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Zona Subduksi Hindia-Australia dan Eurasia di wilayah P. Sumatra bagian barat (Lubis, Hashima, and Sato, 2012)

2  

  

Sebagai dampaknya, Provinsi Bengkulu berada dalam wilayah rawan gempabumi.

Jumlah kejadian gempabumi cukup tinggi rata-rata 13 kali per bulan untuk

gempabumi berkekuatan di atas 4 SR (BMKG Bengkulu, 2011).

Dari catatan terjadinya gempabumi tektonik sejak tahun 1900 sampai dengan

2010 sekitar 95% sumber gempa berada di bawah Samudra Hindia (BMKG

Bengkulu, 2010). Dengan jarak yang relatif lebih dekat ke arah sumber

gempabumi, wilayah pantai merupakan zona yang lebih besar kemungkinan

menerima energi gempabumi dan akan berimplikasi pada kerusakan yang lebih

besar dibandingkan dengan daratan yang menuju ke arah timur.

Dari peta sebaran pusat gempabumi di Pulau Sumatra dari tahun 1990 sampai

dengan 2009 (lihat Gambar 1.2) ada kecenderungan konsentrasi pusat gempabumi

lebih banyak di wilayah lepas pantai.

3  

  

Gambar 1.2. Sebaran pusat gempabumi di P. Sumatra dari 1990 sampai 2009 (USGS, 2009)

Dari sisi kerapatan penduduk, berdasarkan sensus penduduk 2010, jumlah

penduduk Provinsi Bengkulu sebanyak 1.721.534 jiwa, dari jumlah tersebut

terkonsentrasi di wilayah pesisir sejumlah 926.456 jiwa, di tengah kota 532.651

jiwa dan di wilayah hulu sejumlah 262.427 orang. Nampak ada kecenderungan

kepadatan penduduk yang semakin rapat di wilayah hilir (wilayah pesisir).

Kerapatan jumlah penduduk yang semakin tinggi di wilayah pesisir merupakan

kekhawatiran tersendiri mengingat wilayah yang ditempatinya sebagian besar

rawan gempabumi dan rentan terhadap bahaya erosi (Carsadi, 2010).

Banyaknya pusat gempabumi dan tingginya laju erosi di wilayah Pantai

Bengkulu menaraik untuk dikaji. Untuk dapat melakukan pengkajian tentang

4  

  

dampak tingginya sebaran pusat gempabumi ini perlu diketahui indikator-

indikator yang berkaitan dengan kejadian gempabumi. Indikator umum yang

penting untuk diketahui adalah Indeks Kerentanan Seismik (IKS), Peak Ground

Acceleration (PGA) dan Ground Shear Strain (GSS). Indeks Kerentanan Seismik

didefinisikan sebagai indeks yang menggambarkan tingkat kerentanan lapisan

tanah permukaan terhadap deformasi saat terjadi gempabumi (Nakamura, 2000).

Peak Ground Acceleration merupakan getaran tanah maksimum yang pernah

terjadi di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu (Campbell dan Bozorgnia,

2003). Ground Shear Strain adalah  kemampuan material lapisan tanah untuk saling

meregang atau bergeser saat terjadi gempabumi (Nakamura, 2000).

Ketiga indikator tersebut merupakan suatu fungsi yang nilainya bergantung

pada variabel yang menentukannya. Indeks Kerentanan Seismik (IKS) nilainya

sangat bergantung pada frekuensi resonansi (fo) dan faktor amplifikasi (A) yang

dihitung dari spektrum getarn tanah. Peak Ground Acceleration (PGA) nilainya

bergantung pada besarnya Magnitudo Momen (Mw) dan jarak dari pusat

gempabumi ke stasiun (R), sedangkan Ground Shear Strain (GSS), nilainya

bergantung pada nilai IKS dan PGA. Ketiga fungsi tersebut akan dikaji dan

dihubungkan dengan perubahan garispantai. Untuk dapat melakukan pengkajian

tentang perubahan garis pantai juga harus diketahui indikator yang berkaitan

dengan perubahan garis pantai. Beberapa penyebab terjadinya perubahan garis

pantai adalah erosi dan longsoran dinding pantai (Malamud, et al, 2004).

Banyaknya titik erosi di sepanjang Pantai Provinsi Bengkulu diduga karena

kondisi kerentanan tanah yang tinggi. Tingginya kerentanan tanah ini diduga

karena wilayah ini berada dalam kondisi tanah yang lunak (Peta Vs30 USGS,

2011). Dari pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa laju perubahan garis

pantai sangat bervariasi bergantung pada tipe pantai, seperti pantai datar dan

pantai curam.

Baik Indeks Kerentanan Seismik (IKS), Peak Ground Acceleration (PGA),

Ground Shear Strain (GSS) dan Laju Perubahan Garis pantai (v) semuanya

merupakan besaran fisik yang ada pada tanah. Akan tetapi kalau diperhatikan

IKS, PGA dan GSS memiliki sifat sebagai penyebab, sedangkan v lebih bersifat

5  

  

sebagai akibat. Perlu dibuktikan apakah IKS, PGA dan GSS merupakan sebab

yang mengakibatkan terjadinya v. Untuk membuktikannya perlu dilakukan suatu

studi yang menghubungkan ke empat variabel tersebut.

Studi tentang mikroseismik dengan indikator Indeks Kerentanan Seismik,

Peak ground Acceleration dan Ground Shear Strain untuk mendeteksi Laju

Perubahan Garis Pantai akan memberikan jawaban akan ada/tidaknya hubungan

tersebut dan merupakan salah satu topik penelitian bidang mitigasi gempabumi

yang menarik. Berdasarkan studi pustaka, hingga saat ini belum ada penelitian

yang mengkaji tentang indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik

yang dihubungkan dengan laju perubahan garis pantai. Dengan mengetahui indeks

kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik pada setiap tipe pantai, diharapkan

dapat mengetahui respon dari setiap tipe pantai terhadap datangnya gelombang

seismik, sehingga dapat menjelaskan hubungan antara indeks kerentanan seismik

dengan laju perubahan garis pantai akibat gempabumi.

Pantai Provinsi Bengkulu secara tektonik merupakan salah satu kawasan

aktif gempabumi di Indonesia. Kondisi ini disebabkan oleh lokasi pantai Provinsi

Bengkulu diapit oleh zona subduksi Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng

Eurasia di Samudra Hindia dan Sesar Besar Sumatera di tengah Pulau Sumatera.

Di samping sangat rawan gempabumi akibat aktivitas subduksi lempeng, pantai

Provinsi Bengkulu juga sangat rawan gempabumi akibat aktivitas sesar-sesar di

sekitar pantai baik di darat maupun di laut, seperti Gambar 1.3.

6  

  

Gambar 1.3. Distribusi Patahan di Wilayah Sumatra, termasuk Bengkulu (Natawijaya, and Sieh, 1994)

Selama ini perhatian pemerintah daerah Provinsi Bengkulu dalam menyikapi

permasalahan pantai dan pesisir lebih terkonsentrasi pada upaya-upaya

pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat

di wilayah pesisir. Hal ini tertuang dalam kegiatan tahunan yang dilaksanakan

oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi maupun Kab/Kota khususnya melalui

APBD nya yang lebih mengarah pada persoalan sosial ekonomi masyarakat

tersebut. Kehadiran masyarakat hampir seluruhnya menempati areal wilayah

pesisir yang sudah dihuni bertahun-tahun dan bahkan sudah turun-temurun.

Segala macam ancaman yang datang dari laut seperti ombak pasang, erosi pantai,

gempabumi dan bahkan tsunami bagi mereka tidak menjadi persoalan yang serius

mengingat kondisi ekonomi yang mereka hadapi.

Bengkulu 

7  

  

Di waktu yang akan datang seiring dengan program pembangunan dari

pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengelolaan pantai, baik untuk

pelabuhan, perdagangan, pariwisata, perikanan dan pemukiman, maka

permasalahan yang dihadapai akan semakin kompleks. Hasil riset dari Perguruan

Tinggi yang mengambil tema tentang pemberdayaan pantai di wilayah rawan

gempabumi belum banyak dilakukan sehingga belum ada rujukan yang bersifat

ilmiah dan dapat dipertanggung-jawabkan. Gempabumi yang sering terjadi, erosi

pantai yang berjalan cepat, ombak laut yang cukup tinggi merupakan fenomena

alam yang harus menjadi perhatian dan seyogyanya menjadi bahan kajian dalam

pengelolaan dan pemanfaatan pantai. Pemerintah tentunya harus tetap menjaga

nilai keseimbangan dalam memberikan kebijakan buat mereka, karena ancaman

yang akhir-akhir ini sangat kuat justru keberadaan rumah-rumah mereka yang

sebagian sudah roboh akibat dari perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh

erosi pantai yang sangat cepat (Fadilah, et al, 2013).

Rentannya kawasan pesisir dari bahaya erosi di sepanjang wilayah pantai

Provinsi Bengkulu ditunjukkan dengan banyaknya titik erosi dan rapatnya jumlah

penduduk di wilayah ini yang merupakan kendala dari pihak pemerintah daerah

untuk merencanakan pembangunan dan pengembangan wilayah pantai.

Pemerintah Kab/Kota maupun Provinsi yang sedang merencanakan pembangunan

di wilayah pantai tentunya harus memperhatikan kondisi wilayah yang akan

mereka bangun dari ancaman gempabumi yang diduga banyak mempengaruhi

perubahan garis pantai. Sampai saat ini kesulitan yang dialami oleh pemerintah

daerah tersebut adalah belum adanya referensi yang dapat dipertanggung-

jawabkan secara ilmiah perihal wilayah mana saja yang memiliki indeks

kerentanan seeismik tinggi di wilayah pesisir Provinsi Bengkulu.

Permasalahan banyaknya kerusakan pantai yang disebabkan karena erosi,

longsoran serta runtuhan batu, yang menyebabkan garis pantai bergerak sangat

cepat inilah yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian tentang Studi

Mikroseismik untuk Mendete ksi Perubahan Garis Pantai dengan Indikator

Indeks Kerentanan Seismik, Peak Ground Acceleration dan Ground Shear

Strain di Provinsi Bengkulu.

8  

  

1.2. Perumusan Masalah 

Memperhatikan gempabumi besar pada 4 Juni tahun 2000 dengan pusat

gempa terletak pada koordinat 4,3o LS - 102,8o BT dengan Mw = 7,9 dan

gempabumi besar 12 September tahun 2007 yang terjadi pada koordinat 2,7o LS –

99,6o BT dengan Mw = 8,4 (Gambar 1.4), lokasi gempabumi tahun 2000 lebih

dekat dengan pantai di Kabupaten Bengkulu Selatan, sedangkan gempabumi

tahun 2007 lebih dekat dengan Kabupaten Mukomuko.

Gambar 1.4. Lokasi Pusat Gempabumi tahun 2000 dan 2007

9  

  

Jika dihubungkan dengan jumlah wilayah pantai yang terkena erosi, maka wilayah

Mukomuko dan Bengkulu Utara lebih banyak mengalami erosi dibandingkan

dengan wilayah Bengkulu Selatan dan Kaur. Akan tetapi jika diamati secara

menyeluruh jumlah gempabumi berdasarkan seismisitas (Gambar 1.2), jumlah

gempabumi yang terjadi selama kurun waktu 20 tahun lebih banyak terjadi di

wilayah utara dibandingkan dengan wilayah selatan. Kondisi ini menarik untuk

dikaji karena menurut teori probabilitas disebutkan semakin banyak jumlah

gempabumi yang terjadi di suatu wilayah, maka akan semakin banyak kerusakan

insfrastruktur yang terjadi di wilayah tersebut (Henny, 2007).

Survei pengukuran mikroseismik perlu dilakukan untuk menjawab keunikan

perubahan garis pantai yang diduga ada kaitannya dengan kejadian gempabumi.

Perubahan garispantai yang terjadi di Provinsi Bengkulu terdapat pada segmen

pantai dengan jenis yang berbeda-beda seperti jenis pantai berpasir, berbatu,

berlumpur dan berlempung. Jenis-jenis pantai ini mencirikan adanya tipe pantai.

Dari data mikroseismik dapat diketahui indeks kerentanan seismik pada setiap

satuan tipe pantai yang berbasis pada kondisi geologi setempat. Setiap tipe pantai

dengan segala karakteristiknya tentunya memiliki kondisi batuan yang berbeda-

beda, sehingga akan berbeda pula dalam merespon gelombang seismik yang

melewatinya. Adanya variasi topografi dan jenis material penyusun batuan dapat

mempengaruhi karakteristik kerentanan seismik pada setiap tipe pantai tersebut,

sehingga diyakini dapat memberi informasi penting dalam analisis kerentanan

seismik.

  Kajian indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik pada setiap tipe

pantai dapat menggambarkan secara empiris tingkat kerentanan seismik saat

terjadi gempabumi. Tingkat kerentanan seismik ini akan lebih bermakna jika

dipadukan dengan tingkat kerawanan bahaya gempabumi di wilayah tersebut.

Tingkat kerawanan bahaya gempabumi sering diungkapkan dalam bentuk

percepatan getaran tanah maksimum (Peak Ground Acceleration) selama periode

tertentu. Perkalian antara Peak Ground Acceleration (PGA) dengan Indeks

Kerentanan Seismik akan menghasilkan Ground Shear Strain (GSS), sebagai

10  

  

besaran yang menggambarkan kemampuan material lapisan tanah untuk saling

meregang atau bergeser saat terjadi gempabumi (Nakamura, 2000).

Ditinjau dari sisi penduduk, wilayah pesisir Provinsi Bengkulu mempunyai

tingkat risiko yang tinggi terhadap bencana gempabumi, karena memiliki

kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan wilayah tengah dan

wilayah hulu. Kajian indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik pada

setiap tipe pantai bermanfaat untuk keperluan mitigasi, terutama untuk

kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempabumi. Kajian kerentanan seismik

yang didasari pada pengukuran lapangan, analisis peta, dan data sekunder

menghasilkan peta kerentanan seismik di wilayah pesisir Provinsi Bengkulu. Peta

indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik dapat dimanfaatkan bagi

masyarakat Bengkulu untuk menyesuaikan pola kehidupannya. Peta ini juga dapat

dijadikan sebagai rujukan dalam pengembangan wilayah yang aman terhadap

bahaya gempabumi.

Penelitian Indeks Kerentanan Seismik berdasarkan mikroseismik pada setiap

tipe pantai di peisir Provinsi Bengkulu, merupakan salah satu penelitian bidang

ilmu geofisika dalam perspektif geofisika lingkungan. Analisis spasial dalam

penelitian ini ditujukan untuk semua unsur dan proses fisik terbentuknya variasi

indeks kerentanan seismik di wilayah pesisir Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka perlu dilakukan kajian indeks

kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik pada setiap tipe pantai di wilayah

pesisir Provinsi Bengkulu, serta hubungannya dengan laju erosi garis pantai yang

dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana karakteristik Indeks Kerentanan Seismik, Peak Ground

Acceleration dan Ground Shear Strain pada setiap tipe pantai di wilayah

pesisir Provinsi Bengkulu ?

b. Bagaimana korelasi antara laju perubahan garis pantai dengan Indeks

Kerentanan Seismik, Peak Ground Acceleration dan Ground Shear Strain ?

1.3. Tujuan Penelitian

11  

  

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah diuraikan di atas, maka penelitian

ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui karakteristik Indeks Kerentanan Seismik (Kg), Peak Ground

Accelereration (α) dan Ground Shear Strain (ϓ) pada setiap tipe pantai di

sepanjang wilayah pantai Provinsi Bengkulu.

b. Mengetahui korelasi antara Indeks Kerentanan Seismik dan laju perubahan

garis pantai.

c. Mengetahui korelasi antara Peak Ground Acceleration dengan laju perubahan

garispantai.

d. Mengetahui korelasi antara Ground Shear Strain dengan laju perubahan garis

pantai.

1.4. Kebaruan Penelitian

Penelitian yang langsung mengkorelasikan antara Indeks Kerentanan

Seismik, Peak Ground Acceleration dan Ground Shear Strain dengan perubahan

garis pantai belum pernah dilakukan, khususnya di lokasi Pantai Provinsi

Bengkulu. Beberapa penelitian sejenis telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu

(Nakamura, 2008; Saita et al., 2004; Nakamura, 2000; Gurler et al., 2000).

Penelitian ini memiliki beberapa kesamaan dalam hal tema dengan penelitian

yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu, namun juga memiliki perbedaan

dalam hal tujuan, metode, analisis, pendekatan, dan objek kajian yang digunakan.

Nakamura (2008) melakukan pengukuran mikroseismik untuk mengkaji

indeks kerentanan seismik di distrik Marina, San Francisco yang merupakan

daerah kerusakan parah akibat gempabumi Loma Prieta 1989. Nilai indeks

kerentanan seismik di daerah pantai hingga kawasan perbukitan menunjukkan

adanya perbedaan. Daerah pantai yang merupakan dataran aluvial dan reklamasi

memiliki indeks kerentanan seismik tinggi, ternyata mengalami kerusakan yang

parah. Indeks kerentanan seismik mengecil begitu memasuki kawasan perbukitan

yang tidak mengalami kerusakan bangunan saat gempabumi.

Saita et al. (2004) melakukan kajian indeks kerentanan seismik di distrik

Intramuros, Manila, Filipina, tepatnya pada kawasan yang pernah mengalami

12  

  

kerusakan akibat gempabumi Luzon 1990. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

daerah yang mengalami kerusakan parah ternyata terletak pada daerah indeks

kerentanan seismik tinggi berdasarkan mikroseismik. Gurler et al. (2000)

melakukan pengukuran mikroseismik pada 200 lokasi di Mexico City yang

berulangkali dilanda kerusakan akibat gempabumi tahun 1957, 1979 dan 1985.

Jalur pengukuran mikroseismik memotong perbukitan, daerah transisi, dan rawa

yang sudah direklamasi. Hasil penelitian dapat mengidentifikasi ”zona lemah”

yang ditandai dengan indeks kerentanan seismik tinggi di zona bekas rawa. Indeks

kerentanan seismik berubah semakin kecil setelah memasuki zona transisi dan

zona perbukitan. Kawasan bekas rawa yang direklamasi ternyata merupakan zona

indeks kerentanan tinggi dan selalu mengalami kerusakan parah setiap terjadi

gempabumi kuat.

Seluruh penelitian indeks kerentanan seismik berdasarkan pengukuran

mikroseismik yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu lebih spesifik meneliti

tentang indeks kerentanan seismik yang dihubungkan dengan data kerusakan

rumah serta menghubungkannya dengan satuan jenis lahan serta melakukan

analisis spasial. Penelitian ini lebih spesifik karena memilih wilayah pesisir yang

didalamnya terdapat penduduk dan pantai. Penelitian ini lebih mengarah pada

dampak gempabumi terhadap perubahan garis pantai yang bergerak ke arah

daratan. Diduga bahwa dampak yang diakibatkan oleh kekuatan gempabumi

adalah bergesernya garis pantai ke arah daratan akibat dari erosi yang bergerak

relatif cepat di setiap tipe pantai tersebut. Variabel yang ditinjau dari setiap tipe

pantai adalah geologi dan morfologi pantai.

Dalam upaya untuk menemukan sesuatu yang sebelumnya belum ada,

penelitian ini menjadikan tipe pantai dengan basis kondisi geologi dan morfologi

sebagai objek kajian untuk mengetahui karakteristik indeks kerentanan seismik

pada setiap tipe pantai tersebut. Penjelasan tentang beberapa penelitian yang

terkait indeks kerentanan seismik yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu

disajikan pada Tabel 1.1.

1.5. Kegunaan Penelitian

13  

  

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang sudah dijabarkan,

maka penelitian ini diharapkan berguna untuk:

a. Pengembangan ilmu pengetahuan secara lintas sektoral dalam pengkajian

bahaya gempabumi, Indeks Kerentananan Seismik, Peak Ground

Acceleration dan Ground Shear Strain berdasarkan mikroseismik.;

b. Penelitian akan menghasilkan suatu inovasi kebijakan pengelolaan

pantai/pesisir yang efektif dan berkelanjutan serta melibatkan pemangku

kepentingan secara menyeluruh sebagai literatur pendukung dalam

perencanaan pembangunan khususnya pembangunan fisik pantai.

c. Dapat digunakan untuk sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka

mitigasi gempabumi.

d. Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Pekerjaan Umum dalam rangka

merencanakan pembangunan fisik di wilayah pantai.

e. Untuk referensi bagi Dinas Pariwisata dalam merencanakan lokasi wisata

pantai.

f. Sebagai bahan kajian dan literatur untuk penelitian sejenis dan satu ruang

lingkup.

g. Sebagai data tambahan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan dalam

merencanakan stasiun penangkapan ikan.

h. Sebagai masukan bagi Dinas Tata Kota dalam merencanakan

pengembangan kota.

14  

  

Tabel 1.1. Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini

Peneliti Tahun Daerah Penelitian

Judul Penelitian Tujuan Penelitian

Metode/ Pendekatan

Sumber Data Metode Analisis

Hasil Penelitian

Daryono

2011

Bantul-Yogyakarta

Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikroseismik Pada Setiap Satuan Bentuklahan Di Zona Graben Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta

1.Mengetahui karakteristik indeks kerentanan seismik pada setiap satuan bentuklahan. 2.Mengetahui persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan pendekatan satuan bentuklahan di zona Graben Bantul.

1. Survei lapangan 2.Pendekatan spasial 3.Pendekatan satuan bentuklahan

1. Survei mikroseismik 2. Peta dasar 3. Data bor 4. Data geolistrik 5. Data parameter gempabumi 6. Data rasio kerusakan

1. HVSR. 2. Kuantitatif dan kualitatif

1.Karakteristik indeks kerentanan seismik, ground shear-strain, dan rasio kerusakan rumah berubah mengikuti satuan bentuklahan. 2.Persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan pendekatan satuan bentuklahan menunjukkan bahwa variasi indeks kerentanan seismik dipengaruhi oleh jenis material penyusun, ketebalan sedimen, dan kedalaman muka airtanah.

Nakamura 2008 California, USA

On The H/V Spectrum Mengkaji prinsip dasar metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) dan aplikasinya untuk indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik

Survei lapangan

1. Pengamatan 2. Data sekunder

1. HVSR 2. Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik dengan kerusakan rumah.

Dataran aluvial dan kawasan reklamasi yang memiliki indeks kerentanan seismik tinggi, mengalami kerusakan parah. Indeks kerentanan seismik mengecil di daerah transisi hingga kawasan perbukitan

Saita et al.

2004 Intramuros, Manila

On Relationship Between the Estimated Strong Motion Characteristics of Surface Layer and the Earthquake Damage.

Menganalisis hubungan antara tingkat kerusakan gempabumi pada masa lampau

Survei lapangan

1. Pengamatan 2. Data sekunder

1.HVSR 2.Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik

1.Pengukuran mikroseismik memberi hasil stabil dan konsisten untuk jangka panjang. 2.Indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik dapat mengestimasi kawasan yang

15  

  

Case Study at Intramuros, Manila

dengan indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik

berdasarkan mikroseismik dengan kerusakan rumah.

mengalami kerusakan akibat gempabumi pada masa lalu dan masa yang akan datang.

Huang dan Tseng

2002 Yuan-Lin, Taiwan

Characteristics of Soil Liquefaction Using H/V of Mikroseismiks in Yuan-Lin Area, Taiwan

Mengestimasi daerah yang berpotensi terjadi likuefaksi di daerah Yuan-Lin, Taiwan menggunakan indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik

Survei lapangan

1. Pengamatan 2. Data sekunder

1.HVSR 2.Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan kerusakan rumah.

Di dataran aluvial Yuan-Lin yang merupakan kawasan kerusakan parah dan terjadi likuefaksi ternyata merupakan zona indeks kerentanan seismik tinggi dibanding daerah sekitarnya.

Nakamura et al.

2000 Kobe, Jepang Local Site Effect of Kobe Based on Mikroseismik Measurement

Menganalisis hubungan antara tingkat kerusakan gempabumi Kobe 1995 dengan indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik

Survei lapangan

1. Pengamatan 2. Data sekunder

1. HVSR. 2. Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan kerusakan rumah.

1. Indeks kerentanan seismik berbanding lurus dengan rasio kerusakan. 2. Daerah dengan indeks kerentanan seismik tinggi mengalami rasio kerusakan yang tinggi.

Gurler et al.

2000 Mexico City, Mexico

Local Site Effect of Mexico City Based on Mikroseismik Measurement

Menganalisis hubungan antara indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik

Survei lapangan

1. Pengamatan 2. Data sekunder

1.HVSR 2.Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan kerusakan rumah.

1. Zona lemah merupakan zona indeks kerentanan seismik tinggi. 2. Zona indeks kerentanan seismik tinggi yang sering terjadi kerusakan terletak di zona bekas rawa.

16  

  

dengan data kerusakan akibat gempabumi pada masa lalu

Farid M 2013 Bengkulu-Indonesia

Indeks Kerentanan Seismik, Peak Ground Acceleration dan Ground Shear Strain berdasarkan mikroseismik dan korelasinya dengan laju perubahan garis pantai di Provinsi Bengkulu

a. Mengetahui karakteristik Indeks Kerentanan Seismik (Kg) pada setiap tipe pantai berdasarkan data mikroseismik di sepanjang wilayah pantai Provinsi Bengkulu.

b. Mengetahui korelasi antara nilai Indeks Kerentanan Seismik dengan laju perubahan garis pantai.

1. Survei lapangan 2.Pendekatan perubahan garis pantai 3.Pendekatan tipe pantai

1. Survei mikroseismik 2. Peta dasar 3. Peta geologi 4. Peta kerusakan pantai 5. Data parameter gempabumi 6. Data kerapatan penduduk 7. Data perubahan garis pantai

1. HVSR. 2. Analisis hubungan antara Ground Shear Strain dengan laju perubahan garis pantai 3. Analisis kuantitatif dan kualitatif tipe pantai dan hubungannya dengan kerentanan seismik.

1. Karakteristik indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik, peak ground acceleration dan ground shear-strain berubah mengikuti tipe pantai

2. Pola persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan mikroseismik memiliki kecenderungan mengikuti perbandingan terbalik dengan koefisien atenuasi.

3. Indeks kerentanan seismik dan ground shear strain bernilai besar untuk tipe pantai yang mengalami erosi, landslide dan rockfall.

4. Ada kecenderungan

hubungan antara Indeks Kerntanan Seismik dengan laju perubahan garis pantai dengan pendekatan persamaan: Ѵ = 0,11 Kg+4,1

 

17  

  

c. Mengetahui korelasi antara nilai Peak ground acceleration dengan laju perubahan garis pantai.

d. Mengetahui korelasi antara nilai Ground Shear Strain dengan laju perubahan garis pantai.

5. Ada kecenderungan hubungan antara Ground Shear Strain dengan laju perubahan garis pantai dengan pendekatan persamaan:

yaitu V = 998,1 ϓ + 4,0

6. Tidak ada hubungan antara Peak Ground Acceleration dengan laju perubahan garis pantai