25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flight Information Region (FIR) merupakan wilayah udara yang dikuasai atau dikelola oleh suatu negara dalam rangka mengatur lalu lintas udara untuk mencegah terjadinya kecelakaan penerbangan. Penguasaan wilayah udara diatas Kepulauan Riau oleh otoritas penerbangan Singapura menunjukan bahwa Singapura memiliki kepentingan mengenai teritorial mengingat total luas wilayah Singapura hanya 791 Km. Tindakan Air Traffic Control Singapura yang mengatur seluruh jenis penerbangan yang melintas di wilayah tersebut, telah menunjukkan bahwa kekuasaan Singapura melampaui wilayah kedaulatannya, padahal wilayah tersebut masuk dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengingat hal tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1946. Tindakan Air Traffic Control Singapura yang mengatur seluruh jenis penerbangan yang melintas di wilayah tersebut, telah menunjukkan bahwa kekuasaan Singapura melampaui wilayah kedaulatannya, padahal wilayah tersebut masuk dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengingat hal tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1946.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Flight Information Region (FIR) merupakan wilayah udara yang

dikuasai atau dikelola oleh suatu negara dalam rangka mengatur lalu lintas

udara untuk mencegah terjadinya kecelakaan penerbangan. Penguasaan

wilayah udara diatas Kepulauan Riau oleh otoritas penerbangan Singapura

menunjukan bahwa Singapura memiliki kepentingan mengenai teritorial

mengingat total luas wilayah Singapura hanya 791 Km. Tindakan Air Traffic

Control Singapura yang mengatur seluruh jenis penerbangan yang melintas di

wilayah tersebut, telah menunjukkan bahwa kekuasaan Singapura melampaui

wilayah kedaulatannya, padahal wilayah tersebut masuk dalam kedaulatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia mengingat hal tersebut sudah

berlangsung sejak tahun 1946.

Tindakan Air Traffic Control Singapura yang mengatur seluruh jenis

penerbangan yang melintas di wilayah tersebut, telah menunjukkan bahwa

kekuasaan Singapura melampaui wilayah kedaulatannya, padahal wilayah

tersebut masuk dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

mengingat hal tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1946.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

2

Gambar 1 Peta pengendalian wilayah udara di Kepulauan Riau & Natuna

Keputusan International Civil Aviation Organization (ICAO) pada

tahun 1946 untuk memberi kewenangan kepada Singapura yang saat itu masih

dalam kekuasaan Inggris, dikarenakan pada masa itu wilayah FIR yang

mencakupi Kepulauan Riau dan Natuna masih merupakan bagian laut bebas

dan belum masuk dalam wilayah Indonesia, maka Singapura sebagai negara

persemakmuran Inggris ditunjuk oleh ICAO untuk mengelola FIR di wilayah

tersebut. Disamping itu, Indonesia yang baru merdeka masih disibukkan

dengan kondisi dalam negerinya dan belum memiliki fasilitas dan sumber

daya manusia yang mampu mengelola wilayah udara tersebut.1 Namun saat

ini, jika mengacu pada aturan yang dihasilkan melalui Convention on

International Civil Aviation di Chicago pada tahun 1944, yakni “Setiap negara

memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara di atas

wilayahnya. Artinya, pesawat asing tidak diperbolehkan untuk melintasi

wilayah udara nasional suatu negara tanpa memperoleh izin dari negara yang

bersangkutan. Selain itu, terdapat juga perjanjian mengenai pendelegasian

1Chappy Hakim, Berdaulat Di Udara:Membangun Citra Penerbangan Nasional, (Jakarta: Kompas

Media Nusantara, 2010), Hal.72

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

3

wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the

Republic Indonesia and the Government of the Republic Singapore on the

Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information

Region and the Jakarta Flight Informaton Region pada tahun 1995, pada

artikel tujuh2 menyebutkan bahwa perjanjian akan berakhir setelah lima tahun,

namun sampai saat ini Singapura masih menguasai wilayah udara tersebut.

Dalam aspek pertahanan dan keamanan, penguasaan FIR oleh Singapura

dapat dijadikan sebuah keuntungan terhadap pertahanan dan keamanan udara

Singapura, karena penguasaan tersebut memberikan kebebasan dan

keleluasaan Singapura hingga melampaui wilayah kedaulatannya. Penguasaan

ini juga dapat dijadikan sebagai strategi operasional, seperti kegiatan intelijen,

pemotretan udara sehingga menjadi keuntungan Singapura dalam bidang

militer. Sampai pada tahun 2015, Angkatan Udara Singapura masih kerap

melakukan latihan di ruang udara Indonesia, hal itu terkait dengan perjanjian

Military Training Area yang disepakati oleh pemerintah Indonesia dan

Singapura, pesawat tempur jenis F-5 dan F-16 milik Angkatan Udara

Singapura sering melakukan latihan tempur di wilayah tersebut3. Meskipun

perjanjian tersebut telah berakhir pada tahun 2001, namun kenyataannya

Angkatan Udara Singapura masih menggunakan wilayah tersebut dan

mengatur semua penerbangan yang melintas di wilayah tersebut, termasuk

penerbangan nasional Indonesia. Selain itu, dalam perjanjian tersebut,

Singapura juga diberikan hak untuk mengajak negara mana saja untuk latihan

2 Article 7, REVIEW: This Agreement will be reviewed at the end of five years and shall be

extended by mutual consent if both parties find it benefical to do so. 3 Elza Astari Retaduari, Detiknews 7 September 2015, “Singapura Pernah Protes Saat Pesawat

Tempur RI Terbang di Langit Kepri”, https://news.detik.com/berita/3011466/singapura-pernah-protes-

saat-pesawat-tempur-ri-terbang-di-langit-kepri (Diakses pada: 17 Januari 2018 Pukul 18.00)

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

4

bersama di wilayah Indonesia. Juga, tanpa kewajiban menanggung beban

kerusakan di laut dan di darat yang mencakup wilayah sejak Provinsi

Kepulauan Riau, Bangka Belitung, sampai ke Sumatera Selatan. Perjanjian

tersebut juga tidak mengatur jenis piranti perang (termasuk rudal) mana yang

boleh digunakan Singapura dan mana yang tidak boleh dalam latihan itu.4

Selanjutnya, aspek ekonomi dapat pula menjadi alasan mengapa

Singapura mempertahankan penguasaan FIR tersebut, karena memiliki

potensi yang besar dalam meningkatkan perekonomian nasional. Terdapat

kewajiban membayar penggunaan wilayah udara untuk navigasi udara sesuai

dengan jarak yang ditempuh oleh pesawat terbang. Pada prinsipnya, setiap

penggunaan fasilitas jasa penerbangan dan pelayanan jasa terkait bandar udara

dikenakan tarif yang berlaku pada masing-masing negara.5 Hal inilah yang

membuat Singapura ingin mengatur semua penerbangan yang melintas di

wilayah FIR dengan mengatasnamakan keselamatan penerbangan (sebenarnya

adalah bisnis penerbangan) di Changi Airport untuk kepentingan Singapura

sendiri.6 Seperti yang diketahui, Changi Airport merupakan bandara terbesar

di Asia Tenggara yang melayani hampir seluruh penerbangan internasional.

Wilayah udara Kepulauan Riau dan Natuna yang termasuk dalam penguasaan

Singapura, merupakan wilayah yang memiliki potensi ekonomi dan

seharusnya Indonesia berhak untuk menerapkan larangan melintas di daerah

tersebut, karena seperti yang tertulis pada sumber hukum nasional Indonesia,

bahwa dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara,

4 Yusron Ihza, Tragedi & Strategi Pertahanan Nasional, (Bandung:Mizan,2009), Hal.41 5 Amrizal Mansur, Flight Information Region (FIR):Implikasi penguasaan Air Traffic Control

Oleh Singapura di Kepulauan Riau, (Jurnal Universitas Pertahanan Indonesia, 2011), Hal. 65 6 Op.cit ,Chappy Hakim, Hal.72

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

5

Indonesia melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang

udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan

dan keamanan negara, sosial budaya, serta lingkungan udara.7 Untuk itu,

sudah sejak lama pula Indonesia telah berupaya untuk mengambilalih Flight

Information Region yang selama ini dikuasai oleh Singapura.

Singapura memiliki potensi untuk menjadi negara terkuat di ASEAN

dengan aneka peralatan perang modern yang sedang disempurnakan.

Singapura menghabiskan sekitar enam persen GDP untuk anggaran

pertahanannya.8 Pada bulan April 2010, lima pesawat tempur (dari total 24

yang dipesan) F-15SG Eagle Combat resmi hadir di Paya Lebar Air Base

Singapura setelah melalui masa pengembangan dan pelatihan pilot selama 10

bulan di Mountain Base, Idaho AS. Pesawat tempur F-15SG merupakan

varian Eagle tercanggih.9 Untuk itu segala bentuk kegiatan militer Singapura

di wilayah udara Kepulauan Riau dan Natuna berpengaruh terhadap

peningkatan kapabilitas militer Singapura sehingga Indonesia menganggap

hal ini bukan hanya mengenai pelanggaran wilayah kedaulatan namun juga

berpotensi menimbulkan ancaman yang bersifat tradisional maupun non-

tradisional.

Penguasaan FIR oleh Singapura ini telah mendorong Indonesia untuk

semakin meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur yang

berkaitan dengan dunia penerbangan, karena dalam penggunaan ruang udara

dibutuhkan kemampuan dalam mengusai teknologi. Selanjutnya,

7 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 8 Op.cit, Hal.88 9 Evan A. Laksana, Analisis Lingkungan Strategis:Perkembangan Teknologi dan Industri

Pertahanan Kawasan, (Jurnal Analisis CSIS, Volume 39, No.2, Juni 2010), Hal.215.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

6

pertumbuhan penumpang dan barang di sektor perhubungan udara di

Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam 5-10 tahun terakhir

sebanyak 12-15% pertahunnya10 sehingga Indonesia berupaya untuk

mengelola wilayah udaranya dan bersaing dengan negara-negara lain, karena

dalam penguasaan FIR ini akan sangat menentukan kemajuan atau

kemunduran terhadap Air Power negara. Air Power bukan saja terdiri dari

kegiatan penerbangan, akan tetapi juga sejumlah kegiatan yang mendukung

seluruh kegiatan penerbangan, apakah sipil maupun militer, komersial, dalam

masa kini dan jumlah perkembangan di masa mendatang, di segala bidang,

langsung atau tidak langsung.11 Mengingat saat ini persaingan antar negara

telah membawa kepentingan negara berada di atas segalanya.

Letak geografis Singapura yang berada pada lokasi strategis yakni

menghubungkan dua benua dan dua samudera, membuat keberadaan

Singapura menjadi sangat strategis dalam banyak aspek hubungan antar

negara di dunia terutama di wilayah Pasifik. Wilayah udara Kepulauan Riau

dan Natuna yang luas dan sering digunakan untuk penerbangan internasional

menjadikan Singapura untuk terus mempertahankan penguasaan Flight

Information Region demi mencapai kepentingan nasional. Masalahnya adalah

bila Singapura diangggap tidak lagi memiliki hak untuk menguasai FIR, maka

wewenang pengaturan lalu lintas udara di atas kawasan wilayah tersebut akan

diserahkan kepada Negara lain. Dalam hal ini, beberapa negara seperti

10Chappy Hakim, 7 Desember 2012, “Mapping dan perspektif potensi dan realitas ancaman yang

berhadapan dengan kedaulatan Indonesia”, http://www.chappyhakim.com/2012/12/07/mapping-

dan-perspektif-potensi-dan-realitas-ancaman-yang-berhadapan-dengan-kedaulatan-indonesia/

(Diakses pada 27 Oktober 2015 Pukul 21.45 WIB) 11Priyatna Abdurrasyid ,(ed.) .Air Power Kekuatan Udara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000),

Hal.4

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

7

Thailand, dan Australia telah sejak lama mempersiapkan diri untuk dapat

tampil sebagai pemegang peran sentral dalam pengaturan lalu lintas udara di

kawasan ini.12

Permasalahan mengenai penguasaan Singapura terhadap FIR yang

berada di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna merupakan isu yang menarik

karena terdapat pertentangan antara sesama negara dalam kawasan yang letak

geografisnya berdekatan dan juga melibatkan peran organisasi internasional

(ICAO) sebagai lembaga yang berhak mengatur pembagian zona terbang di

seluruh dunia. Isu ini menjadi penting karena Indonesia menganggap telah

terjadi pelanggaran kedaulatan oleh Singapura atas penguasaan FIR di

wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Sudah sejak lama Indonesia

mengupayakan untuk mengambilalih penguasaan FIR di wilayah tersebut,

namun sampai saat ini Singapura tetap mempertahankan penguasaan FIR di

wilayah Kepulauan Riau dan Natuna.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik rumusan

masalah, “Bagaimana Kebijakan Singapura mempertahankan penguasaan Flight

Information Region di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna ?”

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan dari

penelitian, mengetahui dan memahami bagaimana Singapura

12 Op.cit.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

8

mempertahankan penguasaan Flight Information Region di wilayah

Kepulaun Riau dan Natuna.

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

1. Sebagai bahan informasi bagi pembaca mengenai bagaimana

Singapura mempertahankan penguasaan Flight Information

Region di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna.

2. Diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai

persoalan Flight Information Region Singapura di wilayah

Kepulauan Riau dan Natuna.

1.4 Penelitian Terdahulu

Untuk menganalisa dan menghindari kesamaan dengan peneliti lain dalam

menjawab pertanyaan yang sudah dipaparkan dalam rumusan masalah, penulis

berusaha memaparkan hasil dari beberapa penelitihan terdahulu yang memiliki

kesamaan baik dalam metode penelitian, kasus yang diteliti maupun pendekatan

konseptual. Adapun sumber acuan penelitian terdahulu, penulis menggunakan

beberapa penelitian.

Artikel berjudul “Flight Information Region (FIR): Implikasi penguasaan

Air Trafic Control oleh Singapura di Kepulauan Riau”.13 menjelaskan bahwa

penguasaan wilayah udara sejak tahun 1946 dan mengesahkan pendelegasian

ruang udara kepada Singapura pada tahun 1995 melalui perjanjian antara

13 Amrizal Mansur,”Flight Information Region (FIR):Implikasi penguasaan Air Traffic Control

Oleh Singapura di Kepulauan Riau”, (Jurnal Universitas Pertahanan Indonesia, Vol.1 No. 1,

Januari 2011)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

9

Pemerintah Indonesia dan Singapura, menimbulkan implikasi yaitu, terjadinya

pelanggaran wilayah udara Indonesia, kelemahan dalam aspek pertahanan, dan

kerugian pada bidang ekonomi. Indonesia dapat mengambilalih alih FIR jika

dianggap telah mampu.

Selanjutnya, tesis yang berjudul “Tinjauan Yuridis Upaya Pengambilalihan

Pelayanan Navigasi Penerbangan Pada Flight Information Region (FIR)

SiisngapuiuDiatas Wilayah Udara Indonesia Berdasarkan Perjanjian Indonesia

Singapura Tahun 1995”.14 Meskipun lebih menekankan pada aspek ekonomi,

namun terdapat penelitian mengenai upaya apa saja yang telah dilakukan

Indonesia untuk mengambilalih FIR Singapura serta hambatan-hambatan yang

dihadapi dalam upaya pengambilalihan FIR. saat ini pihak Indonesialah yang

lebih dirugikan atas penguasaan wilayah udara tersebut.

Artikel berjudul “Implikasi Hukum Internasional Pada Flight Information

Region (FIR) Singapura atas Wilayah Udara Indonesia Terhadap Kedaulatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.15” yang menjelaskan bahwa kedaulatan

udara suatu negara telah diatur dalam hukum internasional dan hukum nasional,

pada kasus pengusaan FIR oleh Singapura, sudah seharusnya FIR Singapura

dikembalikan kepada Indonesia karena hal tersebut telah tertulis pada sumber

hukum internasional maupun sumber hukum nasional. pendelegasian FIR kepada

Singapura juga berpengaruh pada posisi Indonesia di mata masyarakat

14 Evi Zuraida, 2012, Tinjauan Yuridis Upaya Pengambilalihan Pelayanan Navigasi Penerbangan

Pada Flight Information Region (FIR) Singapura Diatas Wilayah Udara Indonesia Berdasarkan

Perjanjian Indonesia Singapura Tahun 1995, Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas

Indonesia 15 Eco Silalahi, “Implikasi Hukum Internasional Pada Flight Information Region (FIR) Singapura

atas Wilayah Udara Indonesia Terhadap Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, (JOM

Fakultas Hukum Volume 2 No. 1 Februari 2015 Universitas Riau).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

10

internasional khususnya mengenai bidang penerbangan. Kepastian hukum

dipertanyakan dalam kasus penguasaan ruang udara Indonesia oleh Singapura

Artikel berjudul “Permasalahan Kedaulatan Wilayah Ruang Udara Di

Indonesia.16” yang menguraikan berbagai macam pelanggaran kedaulatan udara di

Indonesia oleh pesawat-pesawat asing dan juga persoalan wilayah udara di lintas

batas negara. FIR Singapura yang mencakup sebagian wilayah Riau daratan,

Kepulauan Riau, Tanjung Pinang dan Anambas telah berdampak pada kedaulatan

Indonesia dimana disebutkan dalam Annex 11 Konvensi Chicago bahwa

seharusnya pengelolaan FIR tidak mengganggu kedaulatan negara yang

mendelegasikan.

Skripsi berjudul “Analisa Peluang Dan Tantangan Indonesia Dalam Upaya

Pengambilalihan Pelayanan Navigasi Udara Pada Flight Information Region (FIR)

Singapura di atas Kepualauan Riau.17” meneliti mengenai seberapa besar peluang

Indonesia agar wilayah udara yang masuk dalam FIR Singapura dapat secara

penuh dan ekslusif menjadi kewenangan Indonesia. Dalam skripsi ini juga

menguraikan kepentingan Singapura terhadap FIR yang berada di wilayah

Kepualaun Riau dan alasan mengapa sampai saat ini wilayah tersebut masih

dikuasai Singapura meskipun sesungguhnya secara hukum wilayah tersebut

merupakan teritorial Indonesia.

16 May Lim Charity,“Permasalahan Kedaulatan Wilayah Ruang Udara Di Indonesia”, (Jurnal

Legislasi Indonesia Volume 11 No. 1 Maret 2014), Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-

undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia) 17 Ignasius Priyono, 2016, Analisa Peluang Dan Tantangan Indonesia Dalam Upaya

Pengambilalihan Pelayanan Navigasi Udara Pada Flight Information Region (FIR) Singapura

Di Atas Kepualauan Riau, Skripsi, Makasar: Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

11

Tabel 1. Posisi Penelitian

No. Judul Dan Nama

Peneliti

Jenis Penelitian Dan

Alat Analisa Hasil

1. Flight Information

Region (FIR):

Implikasi

Penguasaan Air

Trafic Control oleh

Singapura di

Kepulauan Riau.

Oleh: Amrizal

Mansur 2011, Jurnal

Universitas

Pertahanan

Indonesia.

Deskriptif

Induktif

Pendekatan:

Kepentingan nasional

Pengambilalihan FIR

sangat diperlukan, dan

memerlukan dukungan dari

semua pihak, karena

wilayah FIR tersebut

sangat bernilai strategis,

politis, dan ekonomis dan

merupakan daerah

kedaulatan NKRI.

2. Tinjauan Yuridis

Upaya

Pengambilalihan

Pelayanan Navigasi

Penerbangan Pada

Flight Information

Region (FIR)

Singapura Di atas

Wilayah Udara

Indonesia

Berdasarkan

Perjanjian Indonesia

Singapura Tahun

1995

Oleh: Evi Zuraida

2012, Tesis, Fakultas

Hukum Pascasarjana

Universitas

Indonesia.

Deskriptif Induktif

Pendekatan:

Teori Hukum Positif

Perlu adanya peningkatan

fasilitas navigasi

penerbangan,

meningkatkan dan

menambah SDM yang

memberikan pelayanan

navigasi penerbangan.

Perlu adanya pendekatan

yang diplomatis dalam

mengambilalih FIR dari

Singapura. Juga lobby

kepada ICAO

(International Civil

Aviation Organization).

3. Permasalahan

Kedaulatan Wilayah

Ruang Udara Di

Indonesia.

Oleh: May Lim

Charity 2014, Jurnal

Legislasi Indonesia,

Direktorat Jenderal

Peratuan Perundang-

undangan,

Kementerian Hukum

dan Hak Asasi

Manusia.

Deskriptif

Induktif

Pendekatan:

Teori Hukum Positif

Perlunya kerja sama antar

instansi yang terkait untuk

menyelesaikan persoalan

FIR Singapura. karena

seharusnya FIR hanya

memberikan pelayanan

navigasi penerbangan

bukan untuk memperoleh

kedaulatan udara bagi

negara yang mengelola

FIR.

4.

Implikasi Hukum

Internasional Pada

Flight Infor mation

Region (FIR)

Deskriptif

Deduktif

Impliksi pendelegasian FIR

berpengaruh terhadap

pandangan masyarakat

dunia kepada Indonesia

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

12

Singapura atas

Wilayah Udara

Indonesia Terhadap

Kedaulatan Negara

Kesatuan Republik

Indonesia.

Oleh: Eco Silalahi

, 2015, Jurnal,

Fakultas Hukum,

Universitas Riau.

Pendekatan:

Kedaulatan Nasional

khususnya di bidang

penerbangan.

Diupayakan secepatnya

untuk mengambilalih FIR

yang dikuasai Singapura

karena Indonesia memiliki

kepentingan terhadap

wilayah FIR Singapura.

5. Analisa Peluang Dan

Tantangan Indonesia

Dalam Upaya

Pengambilalihan

Pelayanan Navigasi

Udara Pada Flight

Information Region

(FIR) Singapura Di

Atas Kepualauan

Riau

Oleh :Ignasius

Priyono 2016,

Skripsi, Jurusan

Hubungan

Internasional

Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik,

Universitas

Hasanuddin.

Deskriptif

Deduktif

Pendekatan:

Kedaulatan Nasional,

Hukum Internasional,

Hukum Udara

Internasional.

Konvensi Chicago 1944

menjadi dasar hukum yang

kuat bagi Indonesia untuk

berdaulat secara lengkap

dan ekslusif atas wilayah

udara yang masuk di

dalam FIR Singapura..

Indonesia memiliki

peluang besar untuk

mengambilalih FIR jika

terlibat aktif di dalam

ICAO untuk

memperjuangkan

kepentingan di tingkat

Internasional.

1.5 Kerangka Teori

Dalam menganalisa suatu permasalahan, penulis menggunakan teori, yaitu

Two Level Game Diplomacy Theory.

1.5.1 Two Level Game Diplomacy Theory

Robert D. Putnam mengkategorikan bahwa negosiasi internasional

dengan jumlah banyak sebagai permainan dua tingkat dimana di tingkat

nasional, kelompok domestik mengejar kepentingan mereka dengan

menekan pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang menguntungkan,

dan politisi mencari kekuasaan dengan membangun koalisi di antara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

13

kelompok-kelompok itu. Di tingkat internasional, pemerintah nasional

berupaya memaksimalkan kemampuan mereka sendiri untuk memenuhi

tekanan domestik, sambil meminimalkan konsekuensi yang merugikan bagi

perkembangan hubungan luar negeri. Tak satu pun dari dua game tersebut

dapat diabaikan oleh pemangku kebijakan pusat, selama negara-negara

saling tergantung, namun berdaulat.18

Putnam memberi suatu gagasan bahwa dibutuhkan teori yang

terintegrasi dengan sudut pandang yang bisa mewakili pada dua arah. Sudut

pandang yang dapat objektif menganalisa sektor domestik dan

Internasional- secara komprehensif. Dasar skema dari gagasan ini adalah

bahwa arah aliran dari kedua perspektif tentang negara dan domestik

birokrasi selalu berbeda. Padahal untuk memahami hubungan antara kedua

sektor ini, dibutuhkan lebih dari satu sudut pandang.

Two Level Game Diplomacy Theory, menjelaskan bahwa pada

hakikatnya seorang diplomat atau negosiator akan selalu berhadapan dengan

two-level games atau permainan dua level. Pada level I, seorang negosiator

akan berhadapan dengan negara lain. Sementara pada level II, negosiator

akan berhadapan dengan wilayah domestiknya, seperti pejabat eksekutif,

legislatif, kelompok masyarakat maupun pemangku kepentingan lainnya.

Hasil dari negosiasi pada level II (domestik) akan sangat mempengaruhi

keberhasilan pada level I (internasional). Selain itu, Putnam juga

menguraikan mengenai pentingnya “win-set” atau tingkat kesepakatan pada

18 Robert D. Putnam, Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games,

(International Organization, Vol. 42, No. 3 Summer, 1988), Hal. 427

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

14

level II bagi negosiasi level I. Yang artinya semakin besar win-set akan

berpotensi menciptakan keberhasilan dalam negosiasi pada level I.19

Dalam two-level games, win-set sangat menentukan potensi

keberhasilan sebuah negara untuk mencapai kepentingannya, terdapat

3 faktor yang akan mempengaruhi win-set20, yaitu:

1. Preferensi dan koalisi (level II): ukuran win-set sangat

tergantung dari koalisi dan pilihan-pilihan yang ada pada

level II berupa tekanan dari yang mendukung atau

menentang perjanjian internasional tersebut.

2. Institusi (level II): praktik politik dalam negeri suatu negara

berpengaruh dalam win-set, jika pengaruh dalam negeri

(institusi) semakin dominan dalam level II, maka akan

semakin besar win-set. Namun, jika terlalu kuat institusi

dalam pengaruhnya untuk membuat keputusan, dapat

memperlemah posisi tawar di level I.

3. Strategi negosiator (level I): setiap negosiator dalam

mencapai kesepakatan harus menghormati win-setnya

sendiri. Namun satu sisi harus memaksimalkan win-set

pihak lain. Hal ini yang menjadi dilema tersendiri, bahwa di

lain sisi ia harus memaksimalkan win-set pihak lain, ketika

19 Ibid, Hal. 427 20 Ibid.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

15

negosiator memaksimalkan win-set pihak lain, ini akan

memperlemah win-setnya sendiri.21

Teori yang dikemukakan oleh Robert D. Putnam menjelaskan

bagaimana interaksi antara kondisi domestik sebuah negara berpengaruh

terhadap keberhasilan upaya diplomasi di arena internasional. Putnam

berpendapat bahwa dibutuhkan strategi penyesuaian faktor-faktor

domestik demi tercapainya kepentingan sebuah negara di dalam percaturan

politik internasional maka dibutuhkan dua elemen yakni yang berada pada

level domestik dan juga level internasional.22

Pada level II (domestik) Two level games diplomacy, win-set

domestik yang besar ditunjukkan oleh Singapura dengan dukungan

tinggi terhadap pembangunan pada sektor penerbangan di dalam negeri

yang terbukti dengan pembangunan fasilitas pelayanan penerbangan

standar internasional yang mengedepankan aspek keamanan dan

keselamatan penerbangan, membentuk sumber daya manusia yang

berkualitas di sektor penerbangan serta melakukan riset dan

pengembangan mengenai teknologi penerbangan juga fasilitas

pendukung penerbangan, hal itu didasari oleh keuntungan lokasi

geografis yang terletak di antara jalur pelayaran dan penerbangan

internasional. Di samping itu, minimnya sumber daya alam menjadikan

Singapura menggantungkan pendapatan ekonomi dari sektor

perdagangan dan jasa, sehingga jika Singapura tidak memiliki fasilitas

21 Ibid. 22 Ibid.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

16

pendukung yang berkualitas dalam pelayanan jasa penerbangan maka

Singapura akan kehilangan salah satu sumber pendapatan dari sektor

jasa sehingga preferensi dan koalisi pada level II yang berupa lembaga

maupun organisasi mengarah pada dukungan untuk meningkatkan

kualitas penerbangan agar menjadi negara yang mampu memberi

pelayanan penerbangan di dalam Kawasan Asia Pasifik dan memenuhi

aspek keamanan dan keselamatan.

Dominasi dari lembaga yang memiliki otoritas terhadap

penerbangan Singapura seperti Kementerian Transportasi, Civil Aviation

Authority of Singapore (CAAS), Changi Airport Group (CAG),

Singapore Aviation Academy (SAA) dalam menyediakan fasilitas

pelayanan penerbangan yang berkualitas juga membuat ICAO tetap

memberikan hak pengendalian Flight Information Region di wilayah

udara Kepulauan Riau dan Natuna kepada Singapura karena Singapura

dianggap lebih mampu melayani penerbangan yang melintas di wilayah

FIR sehingga tercipta bentuk keselamatan penerbangan yang sesuai

standar internasional, Hal tersebut menunjukan bahwa kebijakan

domestik yang dibuat oleh Singapura telah menciptakan win-set besar

berdasarkan kepentingan domestik yang kemudian berpengaruh

terhadap kebijakan luar negerinya sehingga sampai saat ini ICAO

sebagai organisasi yang berhak menentukan FIR di seluruh dunia,

menetapkan Singapura sebagai pengendali FIR di wilayah Kepulauan

Riau dan Natuna.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

17

Pernyataan kesepakatan atau kebijakan yang dijalankan pada level I

selalu memperhatikan win-set domestik, dimana win-set menjadi

pertimbangan suatu negara. Hal ini dikarenakan sektor domestik harus

memberikan beberapa bentuk dukungan pemerintah. Sehingga semakin

besar win-set, maka semakin mempermudah negosiasi di level I

(Internasional). Sebaliknya, semakin susah untuk mencapai kesepakatan

jika win-set suatu negara adalah kecil.23

Setelah menciptakan win-set besar pada level II, upaya untuk

mempertahankan FIR dilanjutkan pada level I. kebijakan Singapura

mempertahankan FIR muncul saat terdapat upaya pengambilalihan FIR

oleh Indonesia yang kemudian atas saran ICAO persoalan mengenai FIR

diselesaikan secara bilateral maka terciptalah Agreement between the

Government of the Republic Indonesia and the Government of the

Republic Singapore on the Realignment of the Boundary between the

Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight Informaton

Region melalui perjanjian tersebut Indonesia secara resmi mendelegasikan

FIR kepada Singapura.

Dikarenakan ICAO memiliki wewenang sebagai lembaga yang

berhak mengatur FIR di seluruh dunia, maka selanjutnya Singapura aktif

dalam organisasi penerbangan sipil dunia tersebut. Di dalam ICAO,

Singapura berperan sebagai Anggota Dewan ICAO dan menjadi ketua di

beberapa badan dalam struktur ICAO serta menjalankan program-program

yang dibentuk oleh ICAO. Dengan aktifnya Singapura dalam ICAO, tentu

23 Ibid, Hal. 437-438

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

18

berpengaruh terhadap hak pengelolaan wilayah udara di seluruh dunia,

karena Singapura terlibat secara langsung dalam proses pembuatan

kebijakan yang dilakukan oleh ICAO.

Untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Singapura

merupakan negara terdepan dalam pengetahuan kedirgantaraan, SAA yang

merupakan lembaga pendidikan penerbangan di Singapura, melakukan

kerja sama yang melibatkan pemangku kepentingan penerbangan dari

negara-negara lain. Dalam kerja sama tersebut SAA mengajak kampus-

kampus dari luar negeri yang memiliki program pelatihan juga program

sarjana maupun pascasarjana mengenai sektor penerbangan untuk

dijalankan di Singapura, selain itu kerja sama pelatihan juga melibatkan

negara yang tergabung dalam organisasi penerbangan regional dari

beberapa kawasan di dunia. Dengan memiliki reputasi sebagai negara

penyedia pendidikan penerbangan terbaik di dunia tentu akan menarik

perhatian dan kepercayaan masyarakat dunia bahwa Singapura merupakan

negara yang layak untuk mengelola wilayah udara dan menjamin

keamanan dan keselamatan penerbangan yang dilayani.

Inilah yang dimaksud dengan peranan yang sama dalam setiap level.

Negosiasi yang dilakukan pada level pertama hanya bersifat sementara

karena keberhasilan atau keputusan akhir berada pada level II, maka level I

dan II harus berjalan dengan baik dengan tujuan memberikan hasil yang

maksimal pada masing-masing level dan tidak memunculkan kerugian

pada salah satu level.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

19

Negosiator dalam konteks dual game akhirya mempunyai peran

penting untuk menyampaikan tawaran yang rasional dan dapat

dipertanggungjawabkan di level II. Oleh karenanya, negosiator cenderung

membatasi apa yang akan dijanjikan di level I. Karena konsekuensi

panjang dari hal yang tidak realistis; tidak sesuai dengan power berdampak

pada hubungan dalam negeri dan luar negeri. Suatu premis yang

dijanjikan di level I butuh usaha tertentu untuk mewujudkanya, sehingga

perjanjian yang tidak bisa terealisasi di level II cenderung dihindari. Inilah

yang dimaksud faktor kapabilitas negosiator mengakomodasi win-level

yang positif dalam level domestiknya dan kemampuan untuk

menyampaikanya adalah penting.24

Jika fokus pada birokrasi domestik, kenyataanya kita tidak bisa

menutup mata atas faktor-faktor tertentu antar negara bisa saling

mempengaruhi (termasuk faktor negosiasi). Atau paling tidak kita tahu

kenyataanya bahwa kebijakan yang dirumuskan dalam suatu negara, tidak

lepas dari kesesuaianya dengan dunia Internasional. Selain itu, kita akan

terjebak dalam sudut pandang yang stagnan bahwa birokrasi adalah satu-

satunya hal penting dalam hubungan internasional. Oleh karenanya,

Putnam menawarkan Two Level Game Diplomacy sebagai konsepsi yang

dapat menjembatani perspektif antara domestik dan Internasional.

24 Putnam memperkuat argumenya dengan mengutip Gilbert R. Winham, "Robert Strauss, the

MTN, and the Control of Faction," 1980.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

20

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian deskriptif karena

selain mengkaji juga menjelaskan hubungan banyak variabel seperti kontrol

Singapura terhadap aktivitas penerbangan di wilayah udara Kepulauan Riau

dan Natuna baik sipil maupun militer, kepentingan Singapura terhadap FIR di

Kepulauan Riau dan Natuna, dengan tujuan menjelaskan bagaimana

Singapura mempertahankan penguasaan Flight Information Region di wilayah

udara Kepulauan Riau dan Natuna.

1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisa

Variabel penelitian: Bagaimana Singapura Mempertahankan

Penguasaan Flight Information Region di wilayah Kepulauan Riau

dan Natuna.

Terdapat Unit Analisa yaitu: Bagaimana Singapura

mempertahankan penguasaan Flight Information Region di wilayah

Kepulauan Riau dan Natuna, serta Unit Eksplanasi yakni: Flight

Information Region Singapura yang mencakup wilayah Kepulauan

Riau dan Natuna.

Sehingga membentuk level analisa yang bersifat korelasionis

karena unit analisa yang digunakan berada pada level yang sama

dengan unit eksplanasi yaitu negara-bangsa.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian kualitatif

dengan bentuk atau model deskriptif. Data dalam penelitian ini

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

21

menggunakan data sekunder sebagai sumber utama yakni data yang

diambil dari sejumlah literatur tertulis seperti buku, jurnal, surat kabar,

majalah, artikel ilmiah, laporan penelitian, dokumen-dokumen resmi,

dan situs-situs internet (website) yang dianggap otoritatif dan

relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Kemudian,

studi kepustakaan (library research) merupakan teknik yang

digunakan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dari berbagai

sumber dan memiliki korelasi dengan permasalahan penelitian akan

diolah dan kemudian diubah dalam bentuk kalimat yang kemudian

digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab dan menjelaskan

rumusan masalah.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Penulis menggunakan teknik analisa data induktif dikarenakan

dalam melakukan penelitian peneliti mengumpulkan, memilah,

mengelompokkan data mengenai objek fenomena yang akan diteliti

kemudian dianalisa secara lengkap.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.4.1 Ruang Lingkup Materi

Sebagai upaya untuk menghindari terjadinya penulisan

dengan penjabaran yang luas, maka penelitian memerlukan

batasan masalah yang jelas. Berdasarkan dengan latar belakang

penelitian dan rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas,

pembahasan penelitian ini dibatasi hanya mengenai objek yang

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

22

diteliti. Selain itu juga dapat membantu peneliti dalam

mengumpulkan data secara efektif. Oleh karena itu dalam

penelitian ini peneliti memfokuskan pada bagaimana Singapura

mempertahankan penguasaan Flight Information Region di

wilayah Kepulauan Riau dan Natuna.

1.6.4.2 Ruang Lingkup Waktu

Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi ruang lingkup

waktu penelitian, maka untuk batasan waktu yang digunakan

dalam penelitian ini, penulis memfokuskan mulai dari selesainya

perjanjian antara Indonesia dan Singapura dalam Agreement

between the Government of the Republic Indonesia and the

Government of the Republic Singapore on the Realignment of

the Boundary between the Singapore Flight Information Region

and the Jakarta Flight Informaton Region pada tahun 2000

sampai tahun 2018 karena sejak sepuluh tahun terakhir telah

terjadi peningkatan dalam penggunaan transportasi udara.

1.7 Argumen Pokok

Kebijakan Singapura mempertahankan penguasaan Flight Information

Region di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna dilakukan melalui Two Level

Games Diplomacy Theory, yakni level II (domestik) dan level I (luar negeri). Pada

tahap level II (domestik), Singapura membangun fasilitas pelayanan penerbangan

yang sesuai dengan standar keamanan internasional dan juga mampu membentuk

sumber daya manusia yang berkualitas dalam bidang pelayanan navigasi udara,

sehingga berpengaruh terhadap reputasi Singapura di dunia internasional

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

23

mengenai sektor penerbangan. Singapura juga aktif melakukan riset dan

pengembangan yang tujuannya untuk memajukan sektor penerbangan.

Selanjutnya, pada level I (luar negeri), tingginya dukungan dalam negeri

Singapura menghasilkan win-set yang berpotensi besar bagi Singapura untuk

mempertahankan FIR melalui kebijakan luar negeri. Dengan terciptanya

perjanjian bilateral dengan Indonesia agar wilayah udara Kepulauan Riau dan

Natuna yang masuk ke dalam FIR Singapura tetap dapat dikelola oleh Singapura

untuk jangka waktu beberapa tahun. Selain itu, Singapura juga melibatkan

International Civil Aviation Organization (ICAO) untuk mempertahankan

penguasaan FIR di Kepulauan Riau dan Natuna. Hal tersebut dapat dilihat dari

posisi Singapura yang menjabat sebagai Anggota Dewan ICAO, Singapura

terlibat secara langsung dalam merumuskan semua hal yang terkait dengan

kebijakan penerbangan internasional, Singapura juga aktif dalam menjalankan

program-program yang diciptakan oleh ICAO sehingga sampai saat ini Singapura

mampu mempertahankan penguasaan FIR di wilayah Kepulauan Riau dan

Natuna. Selain itu, Singapura juga menjalin kerjasama dengan perusahaan-

perusahaan internasional yang bergerak di sektor penerbangan agar selalu

memiliki pengetahuan dan teknologi terdepan di bidang penerbangan.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I. Pendahuluan

Merupakan bab pertama yang akan membahas tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu,

kerangka teori dan pendekatan, metodelogi penelitian, variabel penelitian dan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

24

level analisa, teknik analisa data, teknik pengumpulan data, argumen pokok dan

sistematika penulisan. Diharapkan bab ini dapat memberikan gambaran yang jelas

mengenai permasalahan yang akan dibahas.

BAB II. Kepentingan Singapura Terhadap Flight Information Region di

Kepulauan Riau dan Natuna.

2.1 Kepentingan militer dalam FIR di Kepulauan Riau dan Natuna

2.2 Kepentingan ekonomi dalam FIR di Kepulauan Riau dan Natuna.

2.3 Kepentingan politik dalam FIR di Kepulauan Riau dan Natuna

2.4 Keberhasilan Singapura dalam Negosiasi dan Determinasi

BAB III. Kebijakan Domestik Singapura Dalam Mempertahankan

Flight Information Region.

3.1 Proses pembuatan kebijakan dalam Negeri Singapura mengenai sektor

penerbangan

3.2 Pemberdayaan kualitas sumberdaya manusia dalam sektor penerbangan

3.3 Membangun fasilitas penerbangan yang sesuai dengan standar

internasional

3.4 Melakukan riset dan pengembangan mengenai teknologi penerbangan

juga fasilitas pendukung penerbangan

3.5 Optimalisasi kapabilitas domestik Singapura

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/50820/3/BAB I.pdf · 2019. 8. 22. · 3 wilayah udara yang tertulis dalam Agreement between the Government of the Republic Indonesia

25

BAB IV. Kebijakan Luar Negeri Singapura Dalam Mempertahankan

Flight Information Region.

4.1 Melakukan perjanjian bilateral dengan Indonesia agar tetap

dapat mengelola wilayah udara di Kepulauan Riau dan Natuna.

4.2 Aktif di dalam International Civil Aviation Organization

(ICAO)

4.3 Menjalin kerjasama dengan pemangku kepentingan

penerbangan dari negara lain.

4.4 Singapore Win the Game’: Outcome Singapura atas

Kesuksesan Mengakomodasi Kebijakan Domestik dan

Internasional

BAB V. Penutup

Kesimpulan dari seluruh uraian pada bab-bab sebelumnya dan jawaban-

jawaban pokok mengenai bagaimana Singapura mempertahankan

penguasaan Flight Information Region di wilayah Kepulauan Riau dan

Natuna.