13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi tanah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik dari geologi, geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun keteknikan. Tanah dari sudut pandang geomorfologi merupakan akumulasi tubuh alam yang memiliki sifat lepas-lepas yang menempati hampir seluruh bagian bumi, hasil lapukan bahan induk sebagai akibat dari pengaruh organisme dan iklim pada relief tertentu dan dalam jangka waktu yang panjang serta mampu untuk menumbuhkan tanaman (Jamulya & Suratman 1993). Perkembangan tanah di permukaan bumi sangat bervariasi di setiap satuan bentuklahan (Malo dkk, 1974). Menurut Webb (1994) dalam Webb & Burgham (1997), pemetaan tanah seringkali menggunakan dasar batasan bentuklahan. Variasi perkembangan tanah tersebut muncul sebagai fungsi dari aspek relief, batuan induk dan asal proses bentuklahan. Aspek relief yang dicerminkan melalui lereng merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan pembentukan tanah, khususnya variasi kedalaman tanah. Informasi kedalaman tanah sangat penting untuk diketahui terutama untuk pertanian, konservasi, perencanaan pembuatan jalan atau keteknikan lainnya. Faktor kedalaman tanah menentukan perencanaan konservasi tanah (Arsyad, 1989). Sebagai salah satu ciri morfologi tanah, faktor kedalaman tanah sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Tanaman akan sulit tumbuh jika kedalaman tanahnya dangkal terutama tanaman tanaman keras yang memiliki akar tunggang. Kedalaman tanah dari sisi kebencanaan merupakan salah satu faktor penentu proses longsor, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pemetaan potensi longsor (Hardiyatmo, 2006). Informasi data kedalaman tanah tersebut sangat penting, namun hingga saat ini ketersediaannya masih sangat kurang. Distribusi kedalaman tanah secara spasial ditentukan oleh sudut lereng (Gessler dkk, 2000). Sudut lereng dapat diidentifikasi berdasarkan klas sudut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64991/potongan/S1-2013... · Perkembangan tanah di permukaan bumi sangat bervariasi di setiap satuan bentuklahan

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Definisi tanah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik dari

geologi, geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun keteknikan. Tanah dari

sudut pandang geomorfologi merupakan akumulasi tubuh alam yang memiliki

sifat lepas-lepas yang menempati hampir seluruh bagian bumi, hasil lapukan

bahan induk sebagai akibat dari pengaruh organisme dan iklim pada relief

tertentu dan dalam jangka waktu yang panjang serta mampu untuk

menumbuhkan tanaman (Jamulya & Suratman 1993).

Perkembangan tanah di permukaan bumi sangat bervariasi di setiap

satuan bentuklahan (Malo dkk, 1974). Menurut Webb (1994) dalam Webb &

Burgham (1997), pemetaan tanah seringkali menggunakan dasar batasan

bentuklahan. Variasi perkembangan tanah tersebut muncul sebagai fungsi dari

aspek relief, batuan induk dan asal proses bentuklahan. Aspek relief yang

dicerminkan melalui lereng merupakan salah satu faktor penting dalam

menentukan pembentukan tanah, khususnya variasi kedalaman tanah.

Informasi kedalaman tanah sangat penting untuk diketahui terutama

untuk pertanian, konservasi, perencanaan pembuatan jalan atau keteknikan

lainnya. Faktor kedalaman tanah menentukan perencanaan konservasi tanah

(Arsyad, 1989). Sebagai salah satu ciri morfologi tanah, faktor kedalaman tanah

sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Tanaman akan sulit tumbuh jika

kedalaman tanahnya dangkal terutama tanaman – tanaman keras yang memiliki

akar tunggang. Kedalaman tanah dari sisi kebencanaan merupakan salah satu

faktor penentu proses longsor, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam

pemetaan potensi longsor (Hardiyatmo, 2006). Informasi data kedalaman tanah

tersebut sangat penting, namun hingga saat ini ketersediaannya masih sangat

kurang.

Distribusi kedalaman tanah secara spasial ditentukan oleh sudut lereng

(Gessler dkk, 2000). Sudut lereng dapat diidentifikasi berdasarkan klas sudut

2

lereng. Semakin besar sudut lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin

tinggi sehingga mampu memindahkan material permukaan termasuk tanah

menuju area yang ada dibawahnya yang lebih datar. Material tanah yang

terangkut dari lereng atas dengan sudut lereng besar diendapkan pada area yang

datar. Pengendapan material tanah pada area yang datar atau sudut lereng yang

kecil terjadi karena kecepatan aliran permukaan rendah sehingga tanahnya

menjadi tebal. Akibat proses itulah sudut lereng dapat menentukan kedalaman

tanah. Maka perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kedalaman tanah dan

hubungannya dengan sudut lereng.

Salah satu lokasi yang menarik untuk dikaji tentang hubungan

kedalaman tanah dengan sudut lereng adalah pada bentuklahan lereng bawah

vulkanik. Bentuklahan lereng bawah vulkanik merupakan bentuklahan hasil

proses vulkanisme baik berupa intrusi maupun ekstrusi. Bentuklahan lereng

bawah vulkanik menghasilkan detail toposekuen yang cukup jelas dari mulai

puncak bukit, lereng atas, lereng tengah, lereng bawah hingga lembah.

Perbedaan lereng yang cukup tegas pada bentuklahan lereng bawah vulkanik

memudahkan dalam melakukan analisis sudut lereng. Kajian kedalaman tanah

pada litologi material vulkanik Gunungapi muda juga masih sangat jarang

dilakukan.

Lokasi bentuklahan lereng bawah vulkanik yang representatif untuk

dikaji terletak di Sub DAS Kodil. Perkembangan bentuklahan lereng bawah

vulkanik di Sub DAS Kodil sangat intensif yang ditandai dengan adanya

material Gunungapi Sumbing muda yang tersebar diseluruh lokasi penelitian.

Keragaman topografi pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS

kodil mencakup sudut lereng, morfologi, bentuk dan arah hadap lereng.

Berdasarkan latar belakang ini, penelitian ini mengangkat tema

“Analisis Hubungan antara Kedalaman Tanah dengan Sudut Lereng pada

Bentuklahan Lereng Bawah Vulkanik di Sub DAS Kodil, Provinsi Jawa

Tengah”.

3

1.2. Perumusan Masalah

Studi geomorfologi yang mencakup bentuklahan menjadi dasar analisis

dalam ilmu geografi. Bentuklahan dikontrol oleh faktor morfologi, struktur,

stadium dan morfoaransemen. Manfaat pendekatan bentuklahan yang

berdasarkan pada morfologi, struktur, stadium dan morfoaransemen bagi ilmu

geografi dapat digunakan sebagai landasan manajemen lahan (Sartohadi dkk,

2012). Pendekatan bentuklahan dapat menjelaskan tentang besaran sudut lereng,

elevasi, proses yang terjadi, litologi dan umur batuan, material permukaan serta

pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan sekitar. Semua penjelasan inilah yang

digunakan sebagai dasar untuk manajemen lahan yang didapat dari pendekatan

bentuklahan. Manfaat lain pendekatan bentuklahan adalah untuk pemetaan tanah

terutama kedalaman tanah karena proses geomorfologi yang bekerja pada

bentuklahan melibatkan tanah yang menutup permukaan bumi.

Studi eksplanatif tentang soil-landscape relationship telah berkembang

hampir di seluruh dunia. Parameter yang digunakan untuk studi ini juga

bermacam – macam, diantaranya kedalaman tanah dengan sudut lereng, sifat

fisik tanah dengan morfologi dan yang paling sering digunakan adalah sifat –

sifat tanah dengan bentuklahan. Studi pembuktian teori terutama untuk

hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng di Indonesia masih

sangat sedikit terutama di daerah penelitian. Maka perlu dilakukan penelitian

tentang hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng dan bagaimana

distribusi kedalaman tanah pada tiap perbedaan klas lereng.

Tanah dan lereng dalam hal ini klas sudut lereng memiliki hubungan

yang cukup kuat (Richard dkk, 1984). Analisis hubungan antara dua variabel

yaitu kedalaman tanah dengan klas sudut lereng dapat dilakukan secara

kuantitatif (statistik) maupun kualitatif deskriptif. Keunggulan analisis

kuantitatif yaitu dapat menjelaskan angka besaran angka pengaruh variabel klas

sudut lereng terhadap kedalaman tanah misalnya 0 sampai 100%. Kelemahan

analisis kuantitatif jika ada data yang tidak wajar (outlier) akan tetap

diperhitungkan jika belum dihilangkan serta jumlah data harus sesuai dengan

statistik minimal 30 data. Keunggulan analisis kualitatif deskriptif adalah dapat

4

digunakan dengan jumlah data yang terbatas dan dapat mewakili. Kelemahan

analisis kualitatif deskripitf tidak dapat menjelaskan besaran angka pengaruh

variabel sudut lereng terhadap kedalaman tanah. Penelitian ini berupaya

menggunakan metode analisa sederhana yang mampu menjelaskan secara logis

dan informatif tentang hubungan antara bentuklahan, sudut lereng dan

kedalaman tanah dengan data kedalaman tanah yang terbatas, yaitu metode

kualitatif deskriptif.

Masalah dalam penelitian tentang hubungan kedalaman tanah dengan

sudut lereng dari uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana distribusi sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah

vulkanik di Sub DAS Kodil?

2. Bagaimana distribusi kedalaman tanah pada bentuklahan lereng bawah

vulkanik di Sub DAS kodil?

3. Bagaimana hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng

pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS Kodil?

4. Bagaimana pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan kedalaman

tanah di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik yang

terdapat di daerah penelitian

2. Mengkaji distribusi kedalaman tanah pada bentuklahan lereng bawah

vulkanik di daerah penelitian

3. Mengkaji keterkaitan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng di

daerah penelitian

4. Evaluasi deskriptif pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan

kedalaman tanah

1.4. Manfaat Penelitian

1. Pembuktian faktor relief (lereng) sebagai salah satu faktor pengontrol

pembentukan tanah.

5

2. Sebagai kajian awal dalam perkembangan fungsi model prediksi

distribusi kedalaman tanah melalui faktor sudut lereng pada

bentuklahan lereng bawah vulkanik.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Geomorfologi

Geomorfologi dicerminkan melalui studi bentanglahan (Landscape).

Ilmu geografi yang mengkaji fisik permukaan bumi memiliki objek utama

yaitu bentanglahan yang didalamnya mencakup studi bentuklahan

(Landform). Sartohadi (2006) menyatakan bahwa bentuklahan dipengaruhi

oleh faktor – faktor struktur, proses dan stadia. Struktur dikontrol oleh

batuan dan relief. Proses dipengaruhi oleh iklim sehingga proses

geomorfologi maupun proses pedogenesis dapat terjadi. Stadia merupakan

faktor waktu yang berjalan selama proses geomorfologi berlangsung.

Proses geomorfologi yang bekerja dalam waktu tertentu dapat

berupa proses endogen dan proses eksogen (Ritter dkk, 1995). Proses –

proses eksogen yang bekerja dipengaruhi oleh aktivitas air, es, vulkanisme,

gerak massa serta angin. Proses endogen dan eksogen bekerja membentuk

konfigurasi nyata yang berbeda – beda di permukaan bumi. Perbedaan

konfigurasi yang nyata ini dikontrol oleh adanya struktur atau batuan serta

proses geomorfologi yang bekerja (Ritter dkk, 1995). Kesan yang terlihat di

permukaan dapat berupa kesan topografi atau relief. Ketiga faktor yang

telah disebutkan yaitu batuan, proses pembentukan dan relief merupakan

faktor penentu dari bentuklahan (Landform).

1.5.2. Lereng

Lereng merupakan representasi dari morfologi. Morfologi

merupakan cerminan dari bentuklahan dan termasuk didalamnya adalah

proses geomorfologi yang bekerja. Menurut Linden (1980), lereng

dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (o). Sudut lereng berpengaruh

terhadap limpasan permukaan dan infiltrasi (Sartohadi dkk, 2012).

6

Kecepatan limpasan permukaan lebih kecil pada lereng yang datar

dibandingkan area dengan sudut lereng yang berombak. Selain itu, sudut

lereng juga mempengaruhi besarnya erosi atau longsor. Topografi miring

memperbesar berbagai proses erosi maupun longsor, sehingga membatasi

perkembangan tanah yang direpresentasikan melalui kedalaman tanah.

Hasil material erosi atau longsor dapat sebagai bahan induk tanah karena

bahan induk tanah tidak selalu dari hasil pelapukan batuan induk yang ada

dibawahnya. Tanah yang berkembang pada kondisi seperti ini disebut

sebagai tanah tertimbun (Burried Soil) (Sartohadi dkk, 2012). Interpretasi

aspek morfoaransemen dapat digunakan untuk mengetahui asal bahan

induk tanah di suatu wilayah.

Pemetaan sudut lereng dapat diperoleh melalui interpretasi garis

kontur dari peta RBI. Pembuatan peta sudut lereng dapat dilakukan secara

manual dan langsung menggunakan software. Cara manual dapat dilakukan

dengan metode Wenth-Worth dengan rumus:

Pembuatan peta sudut lereng secara langsung dengan menggunakan

software pemetaan ArcGIS. Pemetaan sudut lereng dengan menggunakan

ArcGIS dapat dilakukan dengan metode tin ataupun topo to raster.

Pengukuran sudut lereng dilapangan dapat dilakukan dengan

menggunakan alat – alat geomorfologi seperti abney level dan kompas

geologi brunton. Hasil pengukuran yang didapat kemudian dijadikan

sebagai data untuk pembuatan peta sudut lereng.

𝛼 = 𝑁 − 1 𝑥 𝐶𝑖

𝐿 𝑥 𝑆 𝑥 100%

Keterangan:

α = sudut sudut lereng (%)

N = jumlah kontur yang melewati

garis diagonal

Ci = kontur interval

L = panjang diagonal

S = penyebut skala

7

1.5.3. Tanah

Survei tanah sangat diperlukan dalam manajemen dan pengelolaan

lahan (Young & Hammer, 2000). Faktor – faktor pembentuk tanah ada 5

(Jenny, 1941, dalam Sartohadi dkk, 2012), yaitu iklim, organisme, bahan

induk tanah, relief dan waktu. Tanah dapat dirumuskan sebagai:

S = f (C, O, P, R, T, …)

S = Tanah (Soil)

f = Fungsi (Function)

C = Iklim (Climate)

O = Organisme (Organism)

P = Bahan Induk Tanah (Soil Parent Materials)

R = Relief (Relief)

T = Waktu (Time)

… = Faktor Lokal

Menurut Jenny (1941, dalam Sartohadi dkk, 2012) pembentukan

tanah dimulai dari bahan induk tanah yang dipengaruhi oleh faktor iklim

dan organisme (faktor pembentuk tanah aktif) serta relief dan waktu (faktor

pembentuk tanah pasif). Faktor perkembangan atau pembentukan tanah

juga dipengaruhi faktor lokal daerah setempat yang terkadang tidak berlaku

di daerah lain. Faktor lokal misalnya bencana alam dan faktor manusia.

Menurut Dudal (2004, dalam Sartohadi dkk, 2012), faktor lokal manusia

sebagai faktor pembentuk tanah yang ke enam. Tidak dapat dipungkiri

bahwa manusia berperan aktif dalam pembentukan tanah. Aktivitas

manusia memanfaatkan lahan dapat mempengaruhi perkembangan tanah

baik agradasi maupun degradasi.

Pemetaan kedalaman tanah dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan sudut lereng (Young dan Hammer, 2000). Kedalaman tanah

diukur dari permukaan sampai pada batuan dasar lapuk atau zona padas

lainnya yang tidak bisa ditembus oleh akar (Stocking dan Murnaghan,

2000). Pengukuran kedalaman tanah dilakukan dengan mencari profil pada

perpotongan lereng.

8

1.5.4. Geomorfologi dan Tanah

Geomorfologi dan tanah memiliki hubungan yang erat.

Perkembangan tanah di permukaan bumi pada dasarnya berhimpitan

dengan batas bentuklahan yang ada (Webb & Burgham, 1997). Tanah dapat

digunakan untuk menjelaskan proses dan evolusi dari morfologi permukaan

(Richards dkk, 1984). Menurut Richards (1984), ada 2 perspektif yang

menjelaskan hubungan antara geomorfologi dengan tanah, yaitu statis dan

dinamis. Hubungan dinamis antara geomorfologi dan tanah dicerminkan

melalui kesetimbangan, kondisi dan proses yang berkelanjutan diantara

keduanya. Hubungan statis muncul dari hasil korespondensi spasial antara

bentuklahan dengan tanah. Hubungan statis yang paling sederhana dan

umum antara bentuklahan dengan tanah adalah toposekuen (Richards dkk,

1984). Toposekuen yaitu sekuen perubahan sifat – sifat tanah dengan faktor

pengontrol utama adalah relief atau topografi.

Posisi bentanglahan termasuk lereng dan sifat – sifat tanah

sangatlah berhubungan (Malo dkk, 1974). Menurut Malo, proses geomorfik

yaitu erosi dan sedimentasi dapat digunakan sebagai analisis untuk

mengukur sifat – sifat pada tanah. Malo juga mengatakan bahwa variasi

tekstur dalam profil tanah lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas erosi dan

sedimentasi aktual pada lereng bukit daripada aktivitas pedologik. Pola

perkembangan tanah dan bentanglahan merupakan hasil dari integrasi

proses pedogeomorfik dalam kondisi singkat maupun kondisi yang panjang

(Gessler dkk, 2000). Gessler dkk menyatakan bahwa kedalaman tanah pada

lereng bukit berbentuk cembung lebih dangkal daripada kedalaman tanah di

lereng bukit berbentuk cekung. Hal ini berarti bentuk lereng juga

mempengaruhi perkembangan tanah. Hasil penelitian lain yang dilakukan

oleh Young dan Hammer (2000) menunjukkan bahwa kebanyakan sifat –

sifat tanah - termasuk kedalaman tanah - memiliki persamaan pada posisi

punggungan dan bahu lereng. Banjar lereng dan arah hadap lereng juga

menentukan atribut dan sifat – sifat tanah termasuk kedalaman tanah.

Banjar lereng pada bagian cembung (convex) memiliki proses geomorfologi

9

yang berbeda dibandingkan dengan lereng cekung (concave) ataupun datar

(flat). Arah hadap lereng berpengaruh terhadap intensitas penyinaran

matahari. Penyinaran matahari berperan dalam pelapukan batuan induk

menjadi bahan induk tanah. Intensitas penyinaran yang tinggi ditambah

dengan curah hujan yang tinggi akan mempercepat perkembangan tanah.

1.5.5. Pemetaan Bentuklahan

Pemetaan bentuklahan termasuk kedalam pemetaan geomorfologi.

Pemetaan bentuklahan menggunakan dasar dari aspek kajian bentuklahan

yaitu morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen.

Pemetaan bentuklahan dengan memperhatikan empat aspek kajian tersebut

dapat dilakukan dengan pendekatan survai analitik dalam pemetaan

geomorfologi (Dibyosaputro, 2010). Klasifikasi dalam pemetaan

bentuklahan berpedoman pada beberapa prinsip yang dikemukakan oleh

Verstappen (1983). Prinsip – prinsip klasifikasi bentuklahan menurut

Verstappen (1983) diantaranya 1) karakteristik dari berbagai tingkat

bervariasi tergantung pada objek yang diklasifikasikan, 2) harus

mencerminkan aspek kuantitatif dan kualitatif suatu objek, 3) unit utama

pemetaan harus memiliki karakteristik yang tegas dan seragam, dan 4)

harus bersifat historikal dan genetikal (asal proses).

Pemetaan bentuklahan dilakukan dengan melakukan interpretasi

melalui peta dasar seperti peta topografi, peta geologi maupun foto udara

(Dibyosaputro, 2010). Peta – peta dasar tersebut memberikan informasi

pola aliran, pola kontur dan litologi yang digunakan sebagai dasar

pembuatan peta bentuklahan. Pola aliran merupakan hasil proses erosi air

yang mencerminkan karakteristik batuan dan struktur geologi

(Dibyosaputro, 2010). Pola kontur mencerminkan proses geomorfologi

yang bekerja sehingga dapat diketahui genesanya (Dibyosaputro, 2010).

Skala pemetaan bentuklahan tergantung pada kedetilan pemetaan.

Skala pemetaan bentuklahan mengacu pada skala pemetaan berdasarkan

kaidah kartografi. Skala pemetaan menentukan luasan poligon terkecil yang

10

akan dipetakan. Berdasarkan kaidah kartografi luasan poligon terkecil yang

dipetakan adalah 0.4 cm2 pada peta (Schoeneberger, P.J dkk, 2002).

1.5.6. Analisis Tabulasi

Analisis tabulasi biasa digunakan untuk menjelaskan data dalam

bentuk tabel. Tabulasi merupakan salah satu cara yang paling mudah

digunakan untuk melakukan analisis data (Tika, 2005). Data yang

dimasukkan kedalam tabel dapat dilihat tidak hanya frekuensinya

melainkan persebaran datanya. Pembuatan tabel yang akan digunakan

untuk analisis sangat bergantung dari tujuan penelitian. Analisis tabulasi

memiliki beberapa metode dalam pembuatan tabulasi, diantaranya tabulasi

langsung, kartu tabulasi, lembaran data, sorting strips, dan komputer (Tika,

2005).

Metode pembuatan tabulasi yang paling mudah tentunya dengan

menggunakan program komputer. Data yang akan diinput dan dilakukan

analisis dapat dibuat menggunakan tabulasi sederhana, tabulasi silang,

analisis korelasi, analisis faktor dan berbagai tes statistik (Tika, 2005).

Data kedalaman tanah dan sudut lereng dapat dianalisis korelasinya.

Hubungan atau korelasi antar dua variabel tersebut dapat dinalisis melalui

tabel silang. Tabel silang yang merupakan analisis kualitatif deskriptif

dipilih karena keterbatasan data kedalaman tanah di daerah penelitian.

Keunggulan menggunakan metode komputer diantaranya dapat

memasukkan jumlah sampel dan variabel sebanyak mungkin serta

menghemat waktu dan tenaga (Tika, 2005). Penelitian ini menggunakan

program komputer dalam pembuatan tabel. Data yang akan diinput dan

dilakukan analisis dapat dibuat menggunakan tabel silang. Tabel silang

(crosstab) termasuk kedalam tabel analisis. Tabel silang digunakan untuk

menganalisis secara kualitatif hubungan antara kedalaman tanah dengan

sudut lereng.

11

1.6. Kerangka Pemikiran

Geomorfologi mengkaji tentang bentanglahan yang mencakup

beberapa satuan bentuklahan. Aspek kajian geomorfologi meliputi morfologi,

morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen. Keempat aspek kajian ini

digunakan untuk analisis bentuklahan. Morfologi terdiri atas morfometri, yaitu

kenampakan permukaan bumi ditinjau secara kuantitatif dan morfografi, yaitu

kenampakan permukaan bumi ditinjau secara kualitatif. Morfogenesa terdiri atas

morfostruktur aktif, yaitu dinamika endogen, morfostruktur pasif termasuk

struktur litologi dan morfodinamika mencakup dinamika eksogen.

Morfokronologi merupakan urutan kejadian waktu terbentuknya suatu

bentuklahan ditinjau dari segi umur absolut dan umur relatif. Morfoaransemen

berkaitan dengan susunan keruangan dan hubungan bentuklahan dengan proses

yang terjadi.

Morfometri meliputi sudut lereng, ketinggian dan panjang lereng.

Sudut lereng sebagai bagian relief merupakan salah satu faktor pembentuk tanah

selain waktu, iklim, organisme dan bahan induk. Adanya keterkaitan antara

sudut lereng sebagai salah satu aspek bentuk lahan dan faktor pembentuk tanah

dapat digunakan sebagai dasar analisis hubungan antara sudut lereng dengan

kedalaman tanah. Analisis hubungan keduanya dilakukan dengan menggunakan

parameter kedalaman tanah dan sudut lereng. Analisis hubungan antara

kedalaman tanah dengan sudut lereng menggunakan metode tabel silang

(Crosstab). Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.1.

12

Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran

1.7. Batasan Istilah

Bentuklahan

Konfigurasi nyata permukaan bumi yang memiliki ciri khas yang

ditentukan oleh proses dan struktur batuan/geologi, topografi, proses

eksogenik dalam jangka waktu yang sangat panjang (Verstappen,

1983).

Sudut lereng

Sudut lereng merupakan ukuran dari beda tinggi dengan jarak yang

diukur dari kerapatan kontur dan merupakan tempat dimana proses

terjadinya erosi, transportasi dan deposisi (Finlayson dkk., 1980).

Kedalaman

Tanah Tanah Analisis Hubungan

Sudut

Lereng

Sudut Lereng/Relief Iklim Organisme Bahan Induk Waktu

Pelapukan

Struktur Pasif

Struktur Aktif

Dinamik

Morfometri

Morfografi

Absolut

Relatif

Morfologi

Morfogenesa

Morfokronologi

Morfoaransemen

Bentuklahan

13

Tanah

Tubuh alam bersifat gembur dan lepas – lepas yang menutupi sebagian

besar permukaan bumi dan memiliki sifat dan penciri fisik, kimia dan

biologi yang khas akibat dari proses yang bekerja pada batuan induk,

seperti iklim dan organisme dalam waktu yang panjang (Sartohadi dkk.

2012)

Kedalaman Tanah

Kedalaman tanah diukur dari permukaan ke bawah hingga zona

perakaran atau hingga tidak tembus akar atau sampai batuan keras

lapuk atau sampai batas impermeabel lainnya seperti padas. (Stocking

dan Murnaghan, 2000).

Klas Sudut Lereng

Klas sudut lereng merupakan turunan dari analisis DEM yang

digeneralisasi sesuai dengan skala pemetaan.dengan poligon terkecil

pada peta lebih dari 0.4 cm2 (Schoeneberger dkk, 2002)

Tabel Silang

Tabel yang dibuat dengan memecah tiap kesatuan data dalam tiap

kategori menjadi dua, tiga atau lebih kedalam subkesatuan yang

dihubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya (Tika,

2005)