Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Alquran diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas. Hal ini ialah hal
yang wajar karena Alquran diturunkan ke tengah-tengah umat yang
berbahasa Arab melalui nabi yang berbahasa arab pula. Masalahnya
bahara Arab itu sendiri terdiri dari berbagai rumpun dan lahjah (dialek)
yang tipikal berbeda-beda. Karena adanya berbagai macam rumpun dan
lahjah bahasa Arab itulah yang kemudian memunculkan adanya berbagai
macam qira‟at dalam membaca Alquran.
Qira‟at pada dasarnya ialah ilmu yang membahas tentang cara
membaca ayat-ayat Alquran dengan menyerahkan setiap bacaannya
kepada seorang pakar qira‟at, yang mana salah seorang qurra‟ berbeda
dengan madzhab lainnya dalam pengucapannya. Perbedaan di sini
tentunya yang disandarkan pada sanad-sanad yang sampai pada Rasulullah
saw.
Qira‟at yang dianggap mutawatir dalam pembacaan Alquran
adalah qira‟at sab‟ah yang diriwayatkan oleh tujuh imam. Bacaan yang
diriwayatkan oleh mereka telah diakui dan disepakati oleh para ulama dan
benar-benar dari Rasulullah.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini memuat beberapa rumusan masalah yaitu diantaranya
sebagai berikut:
1. Apa pengertian qira‟at?
2. Apa latar belakang terjadinya perbedaan qira‟at dalam Al-Qur‟an?
3. Apa saja macam-macam qira‟at?
4. Apa perbedaan qira’at sab’ah dan sab’atu ahruf?
5. Bagaimana pengaruh perbedaan qira‟at terhadap istinbath hukum?
4
C. Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan yaitu untuk
mengetahui:
1. Pengertian qira‟at.
2. Latar belakang terjadinya perbedaan qira‟at dalam Al-Qur‟an.
3. Macam-Macam qira‟at.
4. Perbedaan qira’at sab’ah dan sab’atu ahruf.
5. Pengaruh perbedaan qira‟at terhadap istinbath hukum
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qira’at
Qira‟at (قراءات) adalah jamak dari qira‟ah (قراءة), yang artinya
„bacaan‟, dan ia adalah masdar (verbal noun) dari qara‟a (قرأ) . Menurut
istilah ilmiah, qira‟at adalah salah satu mazhab (aliran) pengucapan Qur‟an
yang dipilih oleh salah seorang imam qurra‟ sebagai suatu madzhab yang
berbeda dengan mazhab lainnya.1 Hal ini disebabkan oleh keluasan makna
dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama-ulama dalam mengartikannya.
1. Menurut Az-Zarkasyi
Qira‟at adalah perbedaan perbedaan (cara mengucapkan)
lafadz-lafadz Al-qur‟an, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara
pengucapan huruf-huruf tersebut,seperti takhfif (meringankan) tastqil
(memberatkan),dan atau yang lainnya.2
2. Menurut As-Shabuni
Qira‟at adalah suatu madzhab pelafalan Al-Qur‟an yang dianut
salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung
kepada rasul.3
3. Menurut Al-Qasthalani
Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau
diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan
lughat,I‟rab,itsbat,fashl, dan washal yang kesemuanya diperoleh secara
periwayatan.
Perbedaan cara pendefinisian di atas sebenarnya berada pada satu
kerangka yang sama, yaitu bahwa ada beberapa cara melafalkan Al-Qur‟an
walaupun sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu Nabi Muhammad.
1 Al-Itqan, jilid 1, halaman 72-73
2 Badr Ad-din muham bin „abdillah Az-zarkasyi, Al-Burhan fi‟ulum al-qur‟an, jilid 1,halaman 395
3 Muhammad ‟Ali Al-Shabuni, Al-Tibyan fi ‟ulum Al-qur‟an.Maktabah Al-
Ghazali,Damaskus,1390.halaman223
6
Dengan demikian dari penjelasan-penjelasan di atas, maka ada tiga
pengertian qira‟at yang dapat ditangkap dari definisi di atas, yaitu:
1. Qira‟at berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur‟an yang
dilakukan salah seorang imam dan berbeda cara yang dilakukan imam-
imam lainnya.
2. Cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur‟an itu berdasarkan atas riwayat yang
bersambung kepada Nabi. Jadi bersifat tauqifi, bukan ijtihadi.
3. Ruang lingkup perbedaan qira‟at itu menyangkut persoalan lughat,
hadzaf, i‟rab, itsbat, fashl dan washl.
Qira‟at ini ditetapkan berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada
Rasulullah. Periode qurra‟ (ahli atau imam qira‟at) yang mengajarkan
bacaan Qur‟an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing
adalah dengan berpedoman kepada masa para sahabat. Di antara para
sahabat yang terkenal mengajarkan qira‟at ialah Ubai, Ali, Zaid bin Sabit,
Ibn Mas‟ud, Abu Musa Al-Asy‟ari dan lain-ain. Mereka semua itu
bersandar kepada Rasulullah.
Az-Zahabi menyebutkan di dalam Tabaqatul Qurra’, bahwa
sahabat yang terkenal sebagai guru dan ahli qira‟at Qur‟an ada tujuh
orang, yaitu : Usman, Ali, Ubaid, Zaid bin Sabit, Ibn Mas‟ud, Abu Darda‟
dan Abu Musa Al-Asy‟ari. Adapun ketujuh imam qira‟at yang masyhur
dan disebutkan secara khusus oleh Abu Bakar bin Mujahid karena, mereka
adalah ulama‟ yang terkenal hafalan, ketelitian dan cukup lama menekuni
dunia qira‟at serta telah disepakati untuk diambil dan dikembangkan
qira‟atnya, adalah :
1. Abu „Amr bin „Ala, dengan dua perawinya adalah Ad-Dauri dan As-
Susi.
2. „Abdullah bin Kasir Al-Makki (Ibn Kasir), dengan dua perawinya
adalah Al-Bazi dan Qunbul.
3. Nafi‟ Al-Madani, dengan dua orang perawinya Qalun dan Warasy.
4. Ibn „Amr Asy-Syami, dengan dua perawinya Hisyam dan Ibn Hikwan.
5. „Asim Al-Kufi, dengan dua perawinya Syu‟ban dan Hafs.
7
6. Hamzah Al-Kufi, dengan dua perawinya Khalaf dan Khalad.
7. Al-Kisa‟i Al-Kufi („Ali bin Hamzah), dengan dua perawinya Abul
Haris dan Hafs Ad-Dauri.
B. Latar Belakang Terjadinya Perbedaan Qira’at dalam Al-Qur’an
Pada masa Rasulullah SAW umat Islam memperoleh ayat-ayat al-
Quran dengan mendengarkan, membaca dan menghafalkan secara lisan
dari mulut ke mulut, al-Quran belum dibukukan. Pada masa sahabat sudah
dibukukan dalam satu mushhaf. Pembukuan Al-Quran tersebut merupakan
ikhtiar Khalifah Abu Bakar r.a. atas inisiatif Umar bin Khattab r.a.
Pada masa Khalifah Usman bin Affan r.a. mushhaf Al-Quran itu
disalin dan dibuat banyak, dan dikirim ke daerah-daerah Islam. Hal itu
dilakukan Khalifah Usman, karena pada waktu itu ada perselisihan
diantara kaum muslimin mengenai bacaan Al-Quran, mereka berlainan
dalam menerima bacaan ayat-ayat Al-Quran karena Nabi mengajarkan
cara bacaan yang relevan dengan dialek masing-masing. Tetapi karena
tidak memahami maksud dan tujuan Nabi, lalu meraka menganggap hanya
bacaan mereka sendiri yang benar, sedang bacaan yang lain salah.
Sehingga mengakibatkan perselisihan. Inilah pangkal perbedaan qira‟ah
dan tonggak sejarah timbulnya ilmu qira‟ah.4
Mushhaf-mushhaf yang ditulis atas perintah Khalifah Usman tidak
berbaris dan bertitik, sehingga mushhaf-mushhaf itu dapat dibaca dengan
berbagai qira‟ah. Rasulullah SAW bersabda:
إن هذا القرآن اوزل عل سبعة أحرف فاقراوا ما تيسر مىه
“Sesungguhnya al-Quran itu diturunkan atas tujuh huruf (cara
bacaan) maka bacalah (menurut) mana yang engkau anggap mudah”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Para sahabat tidak semuanya mengetahui semua cara baca Al-
Quran, sebagian mengambil satu cara baca Al-Quran dari Rasulullah,
sebagian mengambil dua, dan lainnya mengambil lebih sesuai dengan
kemampuan dan kesempatan masing-masing. Para sahabat ini berpencar
4 Manna Khalil Al-Qattan halaman 248
8
ke berbagai kota dan daerah dengan membawa dan mengajarkan cara baca
yang mereka ketahui sehingga cara baca tersebut menjadi populer di kota
atau daerah tempat mereka mengajarkannya.
Terjadilah perbedaan baca Al-Quran dari satu kota ke kota lain.
Kemudian para tabi‟in menerima cara baca tertentu dari sahabat tertentu.
Para tabi‟i al-tabi‟in menerimanya dari tabi‟in dan meneruskannya pula
kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian timbullah berbagai qira‟ah
yang semuanya berdasarkan riwayat, hanya saja sebagian menjadi populer
dan yang lain tidak. Riwayatnya juga sebagian mutawatir dan yang lain
tidak.
C. Macam-Macam Qira’at
a.) Macam-Macam Qiraat Dilihat dari Segi Kuantitas
1. Qiraah sab‟ah (qira‟ah tujuh)
Kata sab‟ah artinya adalah imam-imam qiraat yang tujuh.
Mereka itu adalah :
a. Abdullah bin Katsir Ad-Dari
b. Nafi bin Abdurrahman bin Abu Naim
c. Abdullah Al-Yashibi
d. Abu „Amar
e. Ya‟qub
f. Hamzah
g. Ashim Ibnu Abi Al-Najub Al-Asadi
9
2. Qiraat Asyrah (qira‟at sepuluh)
Yang dimaksud qiraat sepuluh adalah qiraat tujuh yang
telah disebutkan di atas ditambah tiga qiraat sebagai berikut :
a. Abu Ja‟far (nama lengkapnya Yazid bin Al-Qa‟qa Al-
Makhzumi Al-Madani)
b. Ya‟qub (lengkapnya Ya‟qub bin Ishaq bin Yazid bin Abdullah
bin Abu Ishaq Al-Hadrani)
c. Khallaf bin Hisyam
3. Qiraat Arba‟at Asyarh (qira‟at empat belas)
Yang dimaksud qiraat empat belas adalah qiraat sepuluh
sebagaimana yang telah disebutkan di atas ditambah dengan empat
qiraat lagi, yakni :
a. Al-Hasan Al-Bashri
b. Muhammad bin Abdurrahman
c. Yahya bin Al-Mubarak Al-Yazidi And-Nahwi Al-Baghdadi
d. Abu Al-Fajr Muhammad bin Ahmad Asy-Syambudz
b.) Macam-Macam Qiraat Dilihat dari Segi Kualitas
Berdasarkan penelitian al-Jazari, berdasarkan kualitas, qiraat
dapat dikelompokkan dalam lima bagian, yaitu:
1. Qiraat Mutawatir
Yakni yang disampaikan sekelompok orang mulai dari awal
sampai akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berbuat
dusta. Umumnya, qiraat yang ada masuk dalam bagian ini.
2. Qiraat Masyhur
Yakni qiraat yang memiliki sanad sahih dengan kaidah
bahasa arab dan tulisan Mushaf utsmani. Umpamanya, qiraat dari
tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda, sebagian
perawi, misalnya meriwayatkan dari imam tujuh tersebut,
10
sementara yang lainnya tidak, dan qiraat semacam ini banyak
digambarkan dalam kitab-kitab qiraat.
3. Qiraat Ahad
Yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan
Mushaf Utsmani dan kaidah bahasa arab, tidak memiliki
kemasyhuran dan tidak di baca sebagaimana ketentuan yang telah
di tetapkan.
4. Qiraat Syadz (menyimpang)
Yakni qiraat yang sanadnya tidak sahih. Telah banyak kitab
yang ditulis untuk jenis qiraat ini.
5. Qiraat Maudhu‟ (palsu) seperti qiraat Al-Khazzani
6. As-Suyuthi kemudian menambah qiraat yang keenam,
Yakni qiraat yang menyerupai hadits Mudraj (sisipan),
yaitu adanya sisipan pada bacaan dengan tujuan penafsiran. Seperti
qiraat Abi Waqqash.
D. Perbedaan Qira’at Sab’ah dan Sab’atu Ahruf
1. Pengertian Sab‟atu Ahruf
Tidak terdapat nas sarih yang menjelaskan maksud dari sab‟atu
ahruf. Sehingga menjadi hal yang lumrah kalau para ulama,-
berdasarkan ijtihadnya masing-masing, berbeda pendapat dalam
menafsirkan pengertiannya. Perbedaan ulama mengenai pengertian
sab‟atu ahruf ini tidak berasal dari tingkatan kualifikasi mereka atas
hadis-hadis tentang tema dimaksud. Perbedaan itu justru muncul dari
lafaz sab‟atu dan ahruf yang masuk kategori lafaz-lafaz musytarak,
yaitu lafaz-lafaz yang mempunyai banyak kemungkinan arti, sehingga
memungkinkan dan mengakomodasi segala jenis penafsiran. Selain itu
juga disebabkan adanya fenomena historis tentang periwayatan bacaan
Al-Qur‟an yang memang beragam.
11
Berikut ini sebagian dari pendapat-pendapat tersebut:
a. Pendapat dari Al-Tabari, dan jumhur ulama fiqih, dan hadist
mengartikan sab‟atu ahruf sebagai tujuh bentuk bahasa yang
berbeda lafalnya, tetapi sama maknanya.
b. Pendapat kedua, Ibn Qutaibah menafsirkan sab‟atu ahruf dengan
tujuh bentuk (awjuh) perubahan.
c. Pendapat Kelompok Arab mengatakan bahwa yang dimaksud
sab‟atu ahruf adalah tujuh bahasa bagi tujuh kabilah Arab.
2. Perbedaan Antara Qira‟at Sab‟ah dan Sab‟atu Ahruf
a) Al Ahruf ( huruf-huruf yang tujuh ) adalah lafadz-lafadz yang
bermacam-macam yang terkumpul dalam satu mushaf, sedangkan
qira‟at adalah satu lafadz yang terkadang dibaca dengan berbagai
cara dalam membacanya.
b) Hikmah dari banyaknya huruf yaitu untuk mempermudah umat,
sedangkan hikmah dari adanya ilmu qira‟at adalah bermanfaat di
setiap bacaan yang itu tidak akan tercapai kecuali dengannya.5
E. Pengaruh Perbedaan Qira’at Terhadap Istinbath Hukum
1. Pengertian Istinbath Hukum
Hukum islam yang sering kali diidentikkan dengan syari‟at,
merupakan salah satu aspek pokok ajaran Islam yang terkandung
dalam Al-Qur‟an. Karena itu, ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkenaan
dengan hukum, biasanya disebut dengan ayat-ayat hukum.
Secara etimologi, hukum berarti: menetapkan sesuatu terhadap
sesuatu atau meniadakannya (إثبات امر لامر او نفيه عنه). Jika menetapkan
atau meniadakannya melalui akal, disebut hukum „aqli, jika melalui
melalui jalan adat, disebut hukum „adi (kebiasaan), dan jika
5Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an, cet. 6, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2011), halaman 220
12
menetapkan atau meniadakannya itu dengan jalan syara‟, maka ia
disebut hukum syar‟i.
Kata Istinbath (استنباط), adalah bahasa arab yang katanya
(mufradatnya) adalah al-nabath ( النبط ), Al-nabath artinya adalah air
yang pertama kali keluar atau tampak pada saat seseorang menggali
sumur. Adapun makna istinbath ( استنباط ) menurut bahasa adalah
mengeluarkan air dari mata air / dalam tanah. Karena itu, secara umum
kata istinbath dipergunakan dalam arti istikhraj ( استخراج ) artinya
mengeluarkan.6
2. Adapun perbedaan qira‟at al-qur‟an yang menyangkut ayat-ayat
hukum, dan berpengaruh terhadap istinbath hukum misalnya pada
Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 222 :
تقربىهه ول المحيض في الىساء فاعتزلىا أذي هى قل المحيض عه ويسألىوك حت
رن فإذا يطهرن أمركم حيث مه فأتىهه تطه إن الل ابيه يحب الل ويحب التى
ريه ا لمتطه
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh
itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al- Baqarah
222).7
Berkaitan dengan ayat di atas, di antara imam qira‟at tujuh,
yaitu Abu Bakar Syu‟bah (qira‟at „Ashim riwayat Syau‟bah), Hamzah,
dan al-Kisa‟i membaca kata “yathhurna” dengan memberi syiddah
pada huruf tha‟ dan ha. Maka, bunyinya menjadi “yuththarhina”.
6 Hasanuddin. AF, Perbedaan Qiraat dan pengaruh terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur‟an,
Penerbit: PT RajaGrafindo Persada, Cet 1, tahun 1995, Jakarta-Indonesia, halaman 181-189 7 Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, halaman 158
13
Berdasarkan perbedaan qira‟at ini, para ulama fiqih berbeda
pendapat sesuai dengan banyaknya perbedaan qira‟at. Ulama yang
membaca “yathhurna” berpendapat bahwa seorang suami tidak
diperkenankan berhubungan dengan istrinya yang sedang haid, kecuali
telah suci atau telah berhenti dari keluarnya darah haid. Sementara
yang membaca “yutthahhirna” menafsirkan bahwa seorang suami tidak
boleh melakukan hubungan seksual dengan istrinya, kecuali telah
bersih.8
8 http://mukhlis11ahmad.blogspot.com/2014/11/pengaruh-perbedaan-qiraat-terhadap.html dibuka
13 November pukul 17.00
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara garis besar qira‟at ialah , qira‟at adalah salah satu mazhab
(aliran) pengucapan Qur‟an yang dipilih oleh salah seorang imam qurra‟
sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan mazhab lainnya.
Pada masa Rasulullah SAW umat Islam memperoleh ayat-ayat Al-
Quran dengan mendengarkan, membaca dan menghafalkan secara lisan
dari mulut ke mulut, Al-Quran belum dibukukan. Pada masa Khalifah
Usman bi Mushhaf-mushhaf yang ditulis atas perintah Khalifah Usman
tidak berbaris dan bertitik, sehingga mushhaf-mushhaf itu dapat dibaca
dengan berbagai qira‟ah. Para sahabat tidak semuanya mengetahui semua
cara baca Al-Quran, sebagian mengambil satu cara baca Al-Quran dari
Rasulullah, sebagian mengambil dua, dan n Affan r.a. mushhaf Al-Quran
itu disalin dan dibuat banyak, dan dikirim ke daerah-daerah Islam. lainnya
mengambil lebih sesuai dengan kemampuan dan kesempatan masing-
masing. Dan sejak itu Terjadilah perbedaan baca Al-Quran dari satu kota
ke kota lain. Kemudian para tabi‟in menerima cara baca tertentu dari
sahabat tertentu. Para tabi‟i al-tabi‟in menerimanya dari tabi‟in dan
meneruskannya pula kepada generasi selanjutnya.
Macam-Macam Qiraat Dilihat dari Segi Kuantitas
1. Qiraah sab‟ah (qira‟ah tujuh) kata sab‟ah artinya adalah imam-imam
qiraat yang tujuh. Qiraat
2. Asyrah (qira‟at sepuluh) yang dimaksud qiraat sepuluh adalah qiraat
tujuh yang telah disebutkan di atas ditambah tiga qiraat.
3. Qiraat Arba‟at Asyarh (qira‟at empat belas) yang dimaksud qiraat
empat belas adalah qiraat sepuluh sebagaimana yang telah disebutkan
di atas ditambah dengan empat qiraat lagi
15
Macam-Macam Qiraat Dilihat dari Segi Kualitas
Berdasarkan penelitian al-Jazari, berdasarkan kualitas, qiraat dapat
dikelompokkan dalam lima bagian, yaitu:
1. Qiraat Mutawatir
2. Qiraat Masyhur
3. Qiraat Ahad
4. Qiraat Syadz (menyimpang),
5. Qiraat Maudhu‟ (palsu), seperti qiraat Al-Khazzani
Perbedaan Antara Qira‟at Sab‟ah dan Sab‟atu Ahruf
1. Al Ahruf ( huruf-hurung yang tujuh ) adalah lafadz-lafadz yang
bemacam-macam yang terkumpul dalam satu mushaf, sedangkan
Qira‟ah adalah satu lafadz yang terkadang dibaca dengan berbagai cara
dalam membacanya.
2. Hikmah dari banyaknya huruf yaitu untuk mempermudah umat,
sedangkan hikmah dari adanya ilmu qira‟at adalah bermanfaat di setiap
bacaan yang itu tidak akan tercapai kecuali dengannya.9
Pengaruh Perbedaan Qira‟at terhadap Istinbath Hukum
Hukum islam yang sering kali diidentikkan dengan syari‟at,
merupakan salah satu aspek pokok ajaran Islam yang terkandung dalam
Al-Qur‟an. Karena itu, ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkenaan dengan
hukum, biasanya disebut dengan ayat-ayat hukum. Maka dapat
menguatkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah disepakati oleh para
ulama.
B. Saran
Semoga isi makalah ini dapat memberikan pemahaman kepada
para pembacanya dan makalah ini dapat dijadikan referensi dalam
penulisan makalah selanjutnya yang terkait.
9Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an, cet. 6, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2011), halaman 220