Upload
dinhnguyet
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi di
dunia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit
menular ke penyakit tidak menular yang merupakan faktor utama masalah
morbiditas dan mortalitas. Pada abad ke-21 ini diperkirakan
terjadi peningkatan insiden dan prevalensi penyakit tidak menular secara
cepat, yangmerupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang
akan datang. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular
akan menyebabkan 73% mortalitas dan 60% seluruh morbiditas di dunia
(Balitbangkes Depkes RI, 2006 dalam Rahajeng dan Tuminah, 2009).
Hipertensi merupakan salah satu faktor penting sebagai pemicu penyakit
tidak menular (Non Communicable Disease = NCD).Peningkatan tekanan
darah atau biasa disebut hipertensi sampai saat ini merupakan penyebab
utama dan faktor resiko yang penting terhadap penyakit kardiovaskular,
serebovaskular, penyakit ginjal, stroke, penyakit jantungkoroner, gagal
jantung dan gagal ginjal (Purba, 2016).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar melaporkan bahwa hipertensi
berada pada peringkat tertinggi dari 5 penyakit tidak menular di Indonesia
dengan prevalensi sebesar 31,7% pada Riskesda tahun 2007, kemudian
menurun pada tahun2013 sebesar 25,8% (Balitbangkes RI, 2013 dalam
Purba, 2016). Dimana prevalensi tertinggi terdapat diKepulauan Bangka
Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar (16,8%).
Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi
hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Hipertensi yang
tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan komplikasi seperti
stroke,PJK, Diabetes,Gagal Ginjal dan kebutaan. Stroke (51%) dan penyakit
jantung koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi. Hipertensi
banyak terjadi pada umur 35 - 44 tahun (6,3%), umur 45-54 tahun (11,9%),
2
dan umur 55-64 tahun (17,2%). Sedangkan menurut status ekonomi proporsi
hipertensi terbanyak pada tingkat menengah bawah 27,2% dan menengah
25,9% (Kemenkes RI, 2015).
Salah satu upaya pelayanan yang di harapkan mampu mewujudkan
tujuan dari pembangunan kesehatan adalah pelayanan gizi. Pelayanan gizi
merupakan salah satu pelayanan yang memiliki peranan sangat penting
dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, banyak faktor yang
mempengaruhi masalah gizi di rumah sakit dan status gizi akan menjadi
optimal bila tubuh memperoleh cukup zat gizi dan digunakan secara efisien
(Kemenkes RI, 2013).
Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
hipertensi dan meningkatkan perilaku diet hipertensi yaitu dengan pemberian
pendidikan kesehatan. Hal ini sesuai dengan teori Pender yang
mempromosikan gaya hidup sehat melalui health promotion model(HPM)
atau model promosi kesehatan (MPK), (Pender,Murdaugh & Person,2011
dalam Firmawati, 2013).
Metode pemberian pendidikan kesehatan konseling gizi merupakan
salah satu bentuk peran pelayanan gizi dalam perawatan pasien yang dapat
membantu mempercepat proses penyembuhan pasien. Konseling gizi yang
dimaksud adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah
yang dilaksanakan oleh ahli gizi/Dietisien untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap dan prilaku pasien dalam mengenali dan
mengatasi masalah gizi sehingga pasien dapat memutuskan apa yang akan
dilakukannya (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmawati (2013), di
wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan, Yogyakarta mengenai pengaruh blog
edukatif tentang hipertensi terhadap pengetahuan tentang hipertensi dan
perilaku diet hipertensi pada pasien hipertensi menunjukan adanya
perbedaan yang signifikan pemberian blok edukatif terhadap peningkatan
pengetahuan pasien tentang hipertensi. Sedangkan dari hasil penelitian
Dewifianita (2017), di Puskesmas Sentolo I Kabupaten Kulonprogo terhadap
3
pengaruh konseling diet DASH (Dietery Approach To Stop Hypertension)
terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi peserta
Prolanis menunjukan bahwa berdasarkan hasil pre test dan post test
diketahui bahwa terdapat peningkatan pengetahuan penderita hipertensi
setelah diberikan konseling.
Menurut Helen, et al (2013) dalam Kurniawati (2016), pemberian
intervensi merupakan faktor penting dalam perubahan sikap kepatuhan
dalam pengobatan penyakit kronik seperti perubahan sikap dalam kepatuhan
minum obat, kepatuhan diet dan kepatuhan aktivitas sehari-hari. Salah satu
kepatuhan yang harus di taati penderita hipertensi adalah makanan
(kepatuhan diet). Faktor makanan (kepatuhan diet) merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan pada penderita hipertensi. Penderita hipertensi
sebaiknya patuh menjalankan diet hipertensi agar dapat mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Upaya mengubah suatu perilaku
pemeliharaan yang terus menerus diperlukan suatu pendidikan kesehatan,
salah satu upaya yang bisa diberikan untuk meningkatkan kepatuhan adalah
dengan memberikan pendidikan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian Kurniawati (2016), ada pengaruh yang
signifikan dari pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada penderita
hipertensi di Desa Tambar Kecamatan Jogoroso Kabupaten Jombang.
Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumantri(2014) di
Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati bahwa pendidikan kesehatan hipertensi
pada keluarga berpengaruh terhadap kepatuhan diet rendah garam pada
lansia hipertensi
Penyakit hipertensidi Rumah sakit Bahteramas masuk dalam 10 penyakit
terbanyak rawat inap pada tahun 2012 s/d 2015 penyakit hipertensi berada
di urutan 1 penyakit terbanyak rawat inap untuk golongan umur 45 – 64
tahun sedangkan pada tahun 2016 menempati urutan 3. Untuk golongan
umur ≥ 65 tahun 2012 menjadi urutan 3, tahun 2013 menjadi urutan 1, tahun
2014 urutan 1, tahun 2015 urutan 2 dan tahun 2016 berada di urutan 7
penyakit terbanyak pasien rawat inap (Profil RSUD Bahteramas, 2016).
4
Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan di RSUD Bahteramas
terhadap 6 pasien hipertensi yang menjalani rawat inap terdapat 3 pasien
diantaranya memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan 2 diantara pasien
yang memiliki pengetahuan kurang memilki kepatuhan terhadap diet dalam
kategori kurang.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Konseling
Dengan Menggunakan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan
Kepatuhan Diet Pada Pasien Hipertensi Rawat Inap Kelas III Di RSUD
Bahteramas”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh pemberian konseling dengan menggunakan media
leaflet terhadap pengetahuan diet pada pasien hipertensi rawat inap kelas
III di RSUD Bahteramas?
2. Apakah ada pengaruh pemberian konseling dengan menggunakan media
leaflet terhadap kepatuhan diet pada pasien hipertensi rawat inap kelas III
di RSUD Bahteramas?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling dengan
menggunakan media leaflet terhadap pengetahuan dan kepatuhan diet
pada pasien hipertensi rawat inap kelas III di RSUD Bahteramas
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan pasien hipertensi rawat inap kelas III di
RSUD Bahteramas sebelum mendapatkan konseling dengan media
leaflet.
b. Mengetahui pengetahuan pasien hipertensi rawat inap kelas III di
RSUD Bahteramas sesudah mendapatkan konseling dengan media
leaflet
5
c. Mengetahui kepatuhan diet pasien hipertensi rawat Inap Kelas III di
RSUD Bahteramas sebelum mendapatkan konseling dengan media
leaflet.
d. Mengetahui kepatuhan diet pasien hipertensi Rawat Inap Kelas III di
RSUD Bahteramas sesudah mendapatkan konseling dengan media
leaflet.
e. Mengetahui pengaruh konseling dengan menggunakan media leaflet
terhadap pengetahuan pasien hipertensi rawat inap kelas III di RSUD
Bahteramas.
f. Mengetahui pengaruh konseling dengan menggunakan media leaflet
terhadap kepatuhan diet pasien hipertensi rawat inap kelas III di
RSUD Bahteramas.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan tentang kesehatan terutama konseling diet hipertensi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Instansi
Dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi instansi terkait
khususnya RSUD Bahteramas dalam meningkatkan kualitas
pelayanan, khususnya pelayanan asuhan gizi pasien, sekaligus
sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja petugas gizi ruangan.
b. Bagi Pembaca
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan
masyarakat tentang diet hipertensi guna mencegah komplikasi dan
meningkatnya penyakit kardiovaskular.
c. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk
membuat penelitian sejenis
6
d. Bagi Peneliti
Merupakan suatu pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh selama proses perkuliahan.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1 Keaslian Penelitian
Nama Judul Metode Hasil Penelitian
Erfin Firmawati (2013) Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta
Pengaruh Blok Edukatif Tentang Hipertensi Terhadap Pengetahuan tentang Hipertensi dan Perilaku Diet hipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta
Quasy Experiment dengan one group pre-post test design
Ada perubahan yang signifikan pemberian blok edukatif terhadap peningkatan pengetahuan pasien tentang hipertensi
Rezky Dewifianita (2017) Puskesmas Sentolo I Kabupaten Kulonprogo
Pengaruh Pemberian Konseling Diet DASH (Dietery Approach To Stop Hypertension) Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Peserta Prolanis Di Puskesmas Sentolo I Kabupaten Kulonprogo
Quasy Experiment
Dengan One Group Pre-Post
Test Design
Terdapat peningkatan pengetahuan penderita hipertensi setelah diberikan konseling
Kurniawati (2016) Desa Tambar Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Diet Pada Penderita Hipertensi
Pra Eksperimen
Dengan Pendekatan One Group Pra-Post Design.
Terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pada penderita hipertensi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konseling Gizi
1. Pengertian
Salah satu cara untuk menyadarkan masyarakat tentang gizi adalah
melalui konseling gizi. Beberapa definisi yang diungkapkan oleh pakar
konseling gizi pada prinsipnya diarahkan agar klien mengenali
masalahnya dan dapat menentukan alternatif pemecahan masalahnya.
Secara umum definisi konseling adalah suatu proses komunikasi
interpersonal/dua arah antara konselor dan klien untuk membantu klien
untuk mengatasi dan membuat keputusan yang benar dalam menghadapi
masalah gizi yang di hadapi. Dalam definisi ini ada dua uneur yang
terlibat yaitu konselor dan klien. Konselor gizi adalah ahli gizi yang
bekerja untuk membantu orang lain (klien) mengenali dan mengatasi
masalah gizi yang dihadapi serta mendorong klien untuk mencari dan
memilih cara pemecahan masalah gizi secara efektif dan efisien. Klien
adalah seorang yang ingin mendapat bantuan dari seorang konselor
dalam hal mengenali, mengatasi, dan membuat keputusan yang benar
dalam mengatasi masalah yang dihadapi (Supariasa, 2012).
Lebih lanjut Supariasa (2012), menyatakan bahwa dalam kamus gizi
(2009), yang dikeluarkan oleh Persagi, dinyatakan bahwa konseling gizi
adalah suatu proses komunikasi dua arah antara konselor dan
pasien/klien untuk membantu pasien/klien mengenali dan mengatasi
masalah gizi. Persagi (2010), mendefinisikan konseling gizi adalah suatu
bentuk pendekatan yang digunakan dalam asuhan gizi untuk
menolongindividu dan keluarga memperoleh pengertian yang lebih baik
tentang dirinya dan permasalahan yang dihadapi, setelah konseling
diharapkan individu dan keluarga mampu mngambil langkah-langkah
untuk mengatasi masalah gizi termasuk perubahan pola makan serta
pemecahan masalah terkait gizi kearah kebiasaan hidup sehat.
8
2. Tujuan Konseling
Secara umum tujuan konseling adalah membantu klien dalam
upaya mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi, sehingga status
gizi dan kesehatan klien menjadi lebih baik. Perilaku yang diubah
meliputi, ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan di
bidang gizi . Perilaku negatif di bidang gizi diubah menjadi perilaku positif.
Perilaku negiatif di bidang gizi antara lain tidak membiasakan sarapan
pagi, tidakmenerapkan gizi seimbang dalam menu sehari hari, tidak
menggunakan garam beryodium, dan beberapa pantangan/takhayul yang
merugikan gizi. Contoh perilaku positif di bidang gizi, antara lain
penerapan gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari, minum air putih
yang sehat dan aman, dan berolahraga secara teratur.
3. Manfaat Konseling Gizi
Menurut Supariasa (2012), Pada dasarnya klien yang datang ke
konselor bertujuan agar masalah yang mereka hadapi dapat dipecahkan
secara tepat sesuai dengan kondisi sosial dan budaya klien. Proses
konseling akan bermanfaat dan bermakna apabila terjadi hubungan yang
baik antara konselor dan klien. Menurut Persagi (2010) dalam Supariasa
(2012), manfaat konseling gizi adalah sebagai berikut:
a. Membantu klien untuk mengenali masalah kesehatan dan gizi yang di
hadapi.
b. Membantu klien memahami penyebab terjadinya masalah.
c. Membantu klien untuk mencari alternatif pemecahan masalah.
d. Membantu klien untuk memilih cara pemecahan masalah yang paling
sesuai baginya.
e. Membantu proses penyembuhan penyakit melalui perbaikan gizi klien.
4. Sasaran Konseling
Sasaran konseling dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang.
Dari sudut pandang siklus dalam daur kehidupan atau umur, sasaran
konseling adalah anak, remaja, orang dewasa, dan orang lanjut usia.
Ditinjau dari kasus gizi yang di derita klien, sasarannya adalah gizi pada
9
diet rendah energi, diet rendah garam, diet rendah purin, diet hepatitis,
diet sirosis hepatis, diet diabetes mellitus, diet tinggi energi dan protein,
dan diet penyakit kanker. Perlu disadari bahwa yang memerlukan
konseling gizi bukan hanya individu yang mempunyai masalah gizi, tetapi
juga individu yang sehat atau individu yang mempunyai berat ideal agar
kesehatan optimal tetap dapat dipertahankan atau berat badan ideal tetap
dapat dipertahankan serta bagaimana mencegah penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan gizi. Persagi (2010) dalam Supariasa (2012),
menyatakan bahwa sasaran konseling gizi adalah:
a. Klien yang mempunyai masalah kesehatan yang terkait dengan gizi
b. Klien yang ingin melakukan tindakan pencegahan
c. Klien yang ingin mempertahankan dan mencapai status gizi optimal.
5. Alur Konseling Gizi
Dalam alur konseling gizi menurut Persagi (2010), dalam
Supariasa (2012), terdiri dari beberapa langkah yaitu :
a. Membangun dasar-dasar konseling
Cara untuk membangun dasar-dasar konseling, antara lain
mengucapkan salam, memperkenalkan diri, mengenal klien,
membangun hubungan, dan menjelaskan tujuan.
b. Menggali permasalahan
Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi klien, perlu
dilakukan pengumpulan data-data untuk dasar diagnosis dari semua
aspek dengan metode assesmen.
c. Memilih solusi dengan menegakkan diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu menentukan masalah (problem), menentukan
etiologi (penyebab masalah), dan menentukan tanda dan gejala
masalah tersebut. Untuk mendeskripsikan masalah gizi sering
disingkat “PES”, singkatan dari Problem (masalah), Etiology
(penyebab), Sign and Symtoms (tanda dan gejala).
10
d. Memilih Rencana
Konselor bekerja sama dengan klien untuk melihat alternatif
dalam memilih upaya diet dan perubahan perilaku yang dapat
diimplementasikan.
e. Memperoleh komitmen
Setelah dilaksanakan proses konseling perlu adanya
kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk komitmen untuk
melaksanakan preskripsi diet dan aturan lainnya. Konselor harus
memberikan dukungan, motivasi dan meyakinkan klien bahwa
perubahan yang dilakukan untuk kebaikan kondisi klien.
f. Monitoring dan evaluasi.
Tujuan monitoring dan evaluasi adalah mengetahui
pelaksanaan intervensi sesuai komitmen dan mengetahui tingkat
keberhasilannya, yang terdiri dari empat langkah yaitu:
1) Monitoring perkembangan, meliputi :
a) Pemahaman dan ketaatan diet pasien
b) Apakah intervensi dilakukan sesuai rencana
c) Bagaimana perubahan status klien, membaik, tetap, atau
memburuk.
d) Identifikasi hasil (positif dan negatif).
e) Mengumpulkan informasi mengapa tidak ada perkembangan ke
arah yang lebih baik.
2) Mengukur hasil.
Pencapaian konseling dapat dilihat dan diukur dari berbagai
indikator, seperti perubahan status gizi, perubahan nilai biokimia,
perubahan fisik, dan perubahan pola makan.
3) Evaluasi hasil.
Evaluasi bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan
bahkan juga tingkat kegagalan. Evaluasi ini dibagi dua, yaitu :
11
a) Evaluasi proses, yaitu bagaimana proses konseling itu sendiri,
pola interaksi antara konselor dan klien, waktu pelaksanaan,
metode, dan tingkat partisipasi klien.
b) Evaluasi dampak, untuk melihat keberhasilan konselor antara
lain ketepatan asupan gizi, perubahan berat badan, perubahan
biokimia, perubahan fisik, dan perubahan perilaku.
4) Dokumentasi monitoring dan evaluasi.
Semua data yang telah dikumpulkan oleh konselor harus
terdokumentasikan dengan baik. Hal ini sangat penting untuk
melihat terjadinya perubahan-perubahan selama proses konseling.
B. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya
(Notoatmodjo, 2007 dalam Martini, 2017).
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
ini terjadi melalui panca indera manusia antara lain indera pengelihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba sendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian
besar pengetahuan manusia dipengaruhi oleh mata dan telinga
(Notoadmojo, 2003 dalam Martini, 2017).
2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Notoadmojo (2007) dalam Martini
(2017), berkaitan dengan domainon kognitif pengetahuan yang bersifat
intelektual (cara berpikir, berinteraksi, analisa, memecahkan masalah,
dan lain-lain) terbagi 6 tingkat yaitu:
12
a. Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar
c. Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya)
d. Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk meletakkan/menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain kearah cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan akan
mempengaruhi perilaku seseorang terutama dalam memotivasi
dalam bersikap dan merespon sesuatu (Wawan dan Dewi, 2011
dalam Martini, 2017).
13
Semkin tinggi pendidikan formal yang dicapai, maka
semakin baik pula proses pemahaman seseorang dalam
menerima informasi baru. Pengetahuan sangat berhubungan
dengan pendidikan , sedangkan pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk mengembangkan
diri, semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi, dan akan
berdampak pada persepsi dan perilaku, penerima perilaku baru
atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif (Notoatmodjo, 2014).
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam
memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.
Orang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta
terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan
dan juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai
perubahan.
2) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan
dalam kehidupannya sendiri maupun keluarga sehingga akan
mempengaruhi dalam kehidupannya. Masa kerja biasanya
dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, pengalaman kerja
menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa kerja keahlian
akan lebih baik kare na sudah menyesuaikan diri dengan
pekerjaannya. Lamanya bekerja berkaitan dengan pengalaman-
pengalaman yang telah didapat selama menjalankan tugas.
Mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam
melaksanakan tugas, makin lama masa kerja seseorang
kecakapan seseorang semakin lebih baik, hal ini menunjukan
hubungan yang positif dan produktifitas kerja (Wawan dan Dewi,
2011 dalam Martini, 2017).
14
3) Umur
Umur adalah umur individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun. Umur dapat menentukan tingkat
kedewasaan dan kematangan seseorang dalam berfikir dan
bekerja.
Secara fisiologi pertumbuhan dan perkembangan
seseorang dapat digambarkan cengan pertambahan umur,
peningkatan umur diharapkan terjadi pertambahan kemampuan
motorik sesuai dengan tumbuh kembangnya, akan tetapi
pertumbuhan dan perkembangan seseorang pada titik tertentu
akan mengalami kemunduran akibat faktor degeneratif (Wawan
dan Dewi, 2011 dalam Martini, 2017).
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
manusia
2) Sumber Informasi.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (Immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam
media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-
lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan
kepercayaan orang. Sumber informasi lain dapat juga dari tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan. Dalam penyampaian
informasi sebagai tugas pokonya, media massa membawa pula
pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
15
terhadap hal tersebut (Wawan dan Dewi, 2011 dalam Martini,
2017).
3) Sosial budaya atau sistem budaya yang ada di dalam masyarakat
dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan
dan Dewi, 2011 dalam Martini, 2017).
4. Kriteria tingkat pengetahuan
Kategori pengetahuan gizi dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu,
baik, sedang, kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan
menetapkan cut of point dari skor yang telah dijadikan persen.
Tabel 2 Pengetahuan Gizi
Kategori Pengetahuan Gizi Skor
Baik >80%
Sedang 60-80%
Kurang <60%
Sumber : Khomsan, 2004 dalam Martini, 2017
C. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu kondisi ketika terjadi peningkatan tekanan
darah secara kronis, dan dalam jangka panjang yang menyebabkan
kerusakan organ, serta akhirnya meningkatkan angka kesakitan (morbiditas)
dan angka kematian (mortilitas). Peningkatan tekanan darah atau biasa
disebut hipertensi sampai saat ini masih merupakan penyebab utama dan
faktor resiko yang penting terhadap penyakit kardiovaskular, serebovaskular,
penyakit ginjal, stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan gagal
ginjal (Purba, 2016).
Hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi primer/esensial dan
sekunder/non esensial. Hipertensi primer kira-kira sepertiganya tidak
menunjukan gejala sesuatupun selama 10 atau 20 tahun baru diketahui
ketika melakukan pemeriksaan ke dokter sedangkan dua pertiganya gejala
yang timbul agak samar-samar dan berubah serta banyak gejalanya tidak
disebabkan karena kenaikan tekanan darahnya. Hipertensi sekunder adalah
16
sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan (Siaw,1994 dalam
Saga, 2011).
Seseorang dengan prehipertensi mempunyai kecenderungan yang
tinggi menjadi hipertensi dan mempunyai yang lebih menderita penyakit
kardiovaskuler dan serebovaskular serta penyakit ginjal dibanding dengan
mereka yang mempunyai tekanan darah normal (sistolik<120 mmHg dan
diastolik <80 mmHg). Ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan
hipertensi yaitu menurut World Health Oerganization (WHO) dan
International Society of Hypertension (ISH), dari European Society of
Hipertension (ESH), bersama European Society of Cardiology, British
Hypertension (Purba, 2016).
Tabel 3 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Orang Dewasa Menurut JNC-7
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Stadium II ≥160 Atau ≥100
Sumber:Chobanian dkk,2004 dalam Purba, 2016
Penyebab hipertensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang
dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat
diubah antara lain, usia, jenis kelamin atau gender, suku/ras.
Peningkatan darah sistolik terjadi pada umur di atas 50 atau 60 tahun
dan tekanan darah diastolik mulai menurun. Berbagai data menunjukan
bahwa sebelum usia 45 tahun, rata-rata tekanan darah pada laki-laki
cenderung lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Pada usia 45-64
tahun rata-rata tekanan darah laki-laki dan perempuan cendrung sama,
setelah umur 64 tahun rata-rata tekanan darah perempuan cenderung
lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Penyebab hipertensi yang dapat diubah, antara lain berat badan,
aktivitas fisik, stres, kebiasaan merokok, minum alkohol dan asupan
17
makanan tidak sehat seperti makanan tinggi garam tetapi kurang
sayuran dan buah buahan (Purba,dkk,1999 dalam Purba,2016)
Dampak hipertensi baik berupa peningkatan tekanan darah
sistolik dan atau penurunan tekanan darah diastolik sangat berbahaya
bagi kesehatan. Kejadian hipertensi terutama pada penuaan menunjukan
sirkulasi dan elastisitas arteri yang kaku. Tekanan darah sistolik yang
tinggi pada orang yang lebih tua merupakan faktor resiko utama untuk
terjadinya penyakit jantung,stroke, dan penyakit ginjal.
D. Diet Rendah Garam
Yang dimaksud dengan garam dalam diet rendah garam adalah
natrium seperti yang terdapat di dalam garam dapur (NaCl), soda kue
(NaHCO3), baking powder, natrium benzoat, dan vetsin (Mononatrium
glutamat). Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular tubuh
yang mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa
tubuh, serta berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Asupan
makanan sehari-hari umumnya mengandung lebih banyak natrium dari pada
yang dibutuhkan. Dalam keadaan normal, jumlah natrium yang dikeluarkan
tubuh melalui urin sama dengan jumlah yang dikonsumsi, sehingga terdapat
keseimbangan. Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium
yang dibutuhkan sehingga tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari.
WHO (1990), menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6
gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium (Almatsier,2004)
Tujuan Diet rendah garam adalah membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi. Adapun syarat dietnya adalah :
a. Cukup energi, protein, mineral dan vitamin.
b. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.
c. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air
dan/atau hipertensi.
18
Macam diet dan indikasi Pemberian
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau
asites dan./atau hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit
dekompensasio kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, toksemia
pada kehamilan, dan hipertensi essensial. Diet ini mengandung cukup
zat-zat gizi, sesuai dengan keadaan penyakit dapat diberikan berbagai
tingkat diet rendah garam.
a. Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na)
Diet rendah garam I diberikan kepada pasien dengan edema,
asites dan atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak
ditambahkan garam dapur.Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar
natrium.
b. Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na)
Diet rendah garam II diberikan kepada pasien dengan edema,
asites dan atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan
sehari sama dengan diet rendah garam I. Pada pengolahan
makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur (2gr). Dihindari
bahan makanan yang tinggi natriumnya.
c. Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)
Diet Rendah Garam III diberikan kepada pasien dengan edema
dan/atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan
diet Rendah Garam I. Pada pengolahan makanannya boleh
menggunakan 1 sdt (4gr) garam dapur.
Tabel 4. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Bahan Makanan
Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber Karbohidrat
Beras, kentang, singkong, terigu, tapioka, hunkwe, gula, makanan yang diolah dari bahan makanan tersebut di atas tanpa garam dapur dan soda seperti: makaroni, mi, bihun, roti, biskuit, kue kering
Roti, biskuit dan kue-kue yang dimasak dengan garam dapur dan/atau baking powder dan soda
19
Sumber Protein Hewani
Daging dan ikan maksimal 100 gr sehari, telur maksimal 1 butir sehari
Otak, ginjal, lidah, sardin, daging, ikan ,susu da telur yang diawet dengan garam dapur seperti daging asap, ham, bacon, dendeng, abon, keju, ikan asin, ikan kaleng, kornet, ebi, udang kering, telur asin, dan telur pindang.
Sumber Protein Nabati
Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang diolah dan dimasak tanpa garam dapur
Keju kacang tanah dan semua kacang-kacangan dan hasilnya yang dimasak dengan garam dapur dan lain ikatan natrium
Sayuran Semua sayuran segar; sayuran yang diawet tanpa garam dapur dan nstrium benzoat
Sayuran yang dimasak dan diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan, dan acar
Buah-buahan Semua buah-buahan segar; buah yang diawet tanpa garam dapur dan natrium benzoat
Buah-buahan yang diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti buah dalam kaleng
Lemak Minyak goreng, margarin , dan mentega tanpa garam
Margatin dan mentega biasa
Minuman Teh, kopi Minuman Ringan
Bumbu Semua bumbu-bumbu kering yang tidak mengandung garam dapur dan lain ikatan natrium. Garam dapur sesuai ketentuan untuk diet rendah garam II dan III
Garam dapur untuk diet rendah garam I, bakong powder, soda kue, ve tsin, dan bumbu-bumbu yang mengandung garam dapur sepertyi: kecap, terasi, maggi, tomato ketchup, petis dan tauco
Sumber:Almatsier,2004
20
E. Kepatuhan
1. Pengertian
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap
interaksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang
ditemukan, baik diet, latihan, pengobatan dan menepati janji pertemuan
dengan dokter. Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku
dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati
peraturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan
suatu aturan dan perilaku yang disarankan. Kepatuhan (Complience atau
adherence)menggambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk
melaksanakan aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan
oleh tenaga kesehatan (Smet Bart,1994 dalam Novian, 2013)
2. Faktor Yang mempengaruhi kepatuhan
Menurut Notoatmodjo (2007), faktor yang mempengaruhi
kepatuhan terbagi menjadi :
a. Faktor predisposisi (faktor pendorong)
1) Kepercayaan atau agama yang di anut
Kepercayaan atau agama merupakan dimensi spiritual yan
dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh
terhadap agamanya akan memilki jiwa yang tabah dan tidak
mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya, demikian
juga cara akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan kontrol
penyakitnya dapat dipengaruhi oleh kepercayaan penderita dimana
penderita yang memilki kepercayaan yang kuat akan lebih patuh
terhadap anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya.
2) Faktor Geografis
Lingkungan yang jauh atau jarak yang jauh dari pelayanan
kesehatan memberikan kontribusi rendahnya kepatuhan.
21
3) Individu
a) Sikap individu yang ingin sembuh
Sikap merupakan hal yang paling kuat dalam diri individu
sendiri. Keinginan untuk tetap mempertahankan kesehatannya
sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya..
b) Pengetahuan.
Penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka
yang tidak teridentifikasi mempunyai gejala sakit. Mereka
berfikir bahwa dirinya sembuh dan sehat sehingga tidak perlu
melakukan kontrol terhadap kesehatannya.
b. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)
1) Dukungan Petugas
Dukungan dari petugas sangatlah besar artinya bagi
penderita sebab petugas adalah pengelola penderita yang paling
sering berinteraksi sehingga pemahaman terhadap kondisi fisik
maupun psikis lebih baik, dengan sering berinteraksi, sangatlah
mempengaruhi rasa percaya dan selalu menerima kehadiran
petugas kesehatan termasuk anjuran-anjuran yang diberikan.
2) Dukungan Keluarga.
Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling
dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang
dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari
keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan
menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau
mengelola penyakitnya dengan baik, serta penderita mau menuruti
saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang
pengelolaan penyakitnya.
c. Faktor Enabling (Faktor Pemungkin)
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam
memberikan penyuluhan terhadap penderita yang diharapkan dengan
22
prasarana kesehatan yang lengkap dan mudah terjangkau oleh
penderita dapat lebih mendorong kepatuhan penderita.
F. Tinjauan Tentang Leaflet
Menurut Supariasa (2012), leaflet adalah selembar kertas yang dilipat
sehingga dapat terdiri atas beberapa halaman. Kadang-kadang leaflet
didefinisikan sebagai selembar kertas yang berisi tulisan tentang sesuatu
masalah untuk suatu saran dan tujuan tertentu. Tulisan umumnya terdiri atas
200-400 kata dan leaflet harus dapat ditangkap/dimengerti isinya dengan
sekali baca. Beberapa keuntungan leaflet antara lain :
1. Dapat disimpan dalam waktu lama.
2. Lebih informatif dibandingkan poster
3. Dapat dijadikan sumber pustaka/referensi
4. Dapat dipercaya, karena dicetak oleh lembaga resmi.
5. Jangkauan dapat lebih luas, karena satu leaflet mungkin dibaca oleh
beberapa orang.
6. Penggunaan dapat dikombinasikan cengan media lain.
7. Mudah dibawa kemana-mana.
G. Landasan Teori
Kepatuhan diet hipertensi adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju
terhadap interaksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun
yang ditemukan, baik diet, latihan, pengobatan dan menepati janji pertemuan
dengan dokter. Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari
perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan.
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan
perilaku yang disarankan. Kepatuhan (Complience atau adherence)
menggambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk melaksanakan
aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga
kesehatan (Smet Bart,1994 dalam Novian,2013). Beberapa variabel yang
mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang yaitu, demografi penyakit,
pengetahuan, program terapeutik, psikososial dan dukungan keluarga.
23
H. Kerangka Teori
Gambar 1 : Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan dan Kepatuhan diet pasien hipertensi (Wawan dan Dewi,
2011 dalam Martini, 2017).
Faktor Internal
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Umur
- Pengetahuan
- Sikap
Faktor Eksternal
- Lingkungan
- Sumber
Informasi
- Konseling
- Demografi
penyakit
- Dukungan
keluarga
Kepatuhan
diet
24
I. Kerangka Konsep
Pengetahuan
diet hipertensi
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
J. Hipotesis
Ha :Ada pengaruh konseling dengan menggunakan media leaflet
terhadap pengetahuan diet pasien hipertensi rawat inap kelas III di
RSUD Bahteramas.
:Ada pengaruh konseling dengan menggunakan media leaflet
terhadap kepatuhan diet pasien hipertensi rawat inap kelas III di
RSUD Bahteramas.
Konseling Gizi
(Diet Hipertensi)
Kepatuhan Diet
hipertensi
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Desain Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah Quasy Experiment dengan desain one
group pre test-post test yang bertujuan untuk mencari hubungan atau
pengaruh dari variabel dependent terhadap variabel independent sebelum
dan setelah intervensi.
O1,O2 X O1,ꞌO2ꞌ
Keterangan :
O1 : Pengetahuan tentang diet hipertensi sebelum diberikan intervensi
konseling dengan media leaflet (Pre-test)
O2 :Kepatuhan dietsebelum diberikan intervensi konseling dengan
media leaflet (Pre-test)
O1ꞌ : Pengetahuan tentang diet hipertensi sesudah diberikan intervensi
konseling dengan media leaflet (Post-test).
O2ꞌ : Kepatuhan diet sesudah diberikan intervensi konseling dengan
media leaflet (post-test)
X : Konseling ( 2 kali dalam 3 hari)
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi
yang menjalani dirawat inap kelas III di Rumah Sakit Umum Bahteramas
yang berjumlah 52 orang yang diperoleh dari rata-rata jumlah pasien
hipertensi bulan Januari sampai dengan Desember 2017.
2. Sampel
a. Besar sampel
Besar sampel minimum ditentukan dengan menggunakan
rumus Notoadmojo (2005) yaitu sebagai berikut :
26
n = N
1+N ( d² )
n = 52
1+52 ( 0,1² )= 34,2
Keterangan :
n = Sampel
N = Besar Populasi
d = Tingkat kepercayaan 0,1 (10%)
Berdasarkan perhitungan di atas maka besar sampel yang digunakan
adalah 34 orang
b. Cara Pengambilan sampel.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling.
c. Kriteria sampel
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kriteria Inklusi:
1) Pasien menjalani rawat inap kelas III minimal 1x24 jam
2) Mendapatkan diet hipertensi
3) Berusia 18 – 85 tahun
4) Dapat membaca dan menulis
5) Dapat berkomunikasi dengan baik
6) Bersedia menjadi responden.
Kriteria Ekslusi
1) Pasien menjalani rawat inap kelas III kurang dari 1x24 jam
2) Pasien berusia <18 tahun dan > 85 tahun
3) Pasien tidak bersedia menjadi responden
27
C. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 20 April – 20 Juni 2018
di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Bahteramas Sulawesi
Tenggara
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent variabel)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konseling gizi dengan
media leaflet tentang diet hipertensi.
2. Variabel Terikat (dependent)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan diet
hipertensi dan kepatuhan diet pasien hipertensi
E. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
1. Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi interpersonal/dua arah
antara konselor dan klien untuk membantu klien untuk mengatasi dan
membuat keputusan yang benar dalam menghadapi masalah gizi yang di
hadapi (Supariasa, 2012)
2. Leaflet diet hipertensi adalah selembar kertas yang dilipat sehingga
dapat terdiri atas beberapa halaman, yang berisi tulisan tentang diet
hipertensi (Supariasa,2012)
3. Pengetahuan adalah pemahaman tentang diet hipertensi yang diukur
menggunakan pendekatan skala Guttman dengan skala skor 0 – 1
dimana pembobotan nilai (0) untuk jawaban salah dan nilai (1) untuk
jawaban benar, dengan kriteria:
a. Cukup : ≥ 60 – 100% total jawaba benar
b. Kurang : < 60% total jawaban benar
(Khomsan, 2004 dalam Martini, 2017)
4. Kepatuhan Diet hipertensi adalah tindakan atau perilaku kepatuhan
untuk mentaati diet hipertensi pada penderita hipertensi, diukur
28
menggunakan skala Likert yang terdiri dari 3 tingkatan, dimana
responden diminta untuk memilih isi pernyataan dengan pilihan S
(sering), KD (kadang-kadang), TP (Tidak pernah) dengan 2 jenis
pernyataan yaitu :
a. Pernyataan Favorable yang berisi pernyataan hal-hal positif atau
mendukung objek penelitian yang diberi skor :
- Sering : 3
- Kadang-kadang : 2
- Tidak puas :1
b. Pernyataan Unfavorable yang berisi pernyataan negatif atau kontra
terhadap objek penelitian, yang diberi skor :
- Tidak puas : 3
- Kadang-kadang : 2,
- Sering : 1
Dengan kategori sebagai berikut:
1) Patuh : ≥ 60% jawaban benar dari total skor
2) Tidak Patuh : < 60%jawaban benar dari total skor
F. Jenis dan Tekhnik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
1) Identitas Sampel : Umur,Jenis kelamin, Pendidikan, Pekerjaan
diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner
kepada responden
2) Pengetahuan tentang diet hipertensi diperoleh dengan wawancara
menggunakan kuesioner.
3) Kepatuhan diet pasien hipertensi diperoleh dengan wawancara
menggunakan kuesioner.
29
b. Data Sekunder
Data mengenai demografi Rumah Sakit Umum Bahteramas
diperoleh dengan pendekatan dokumentasi.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan leaflet.
H. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Persiapan perizinan di lokasi penelitian
b. Persiapan instrumen penelitian seperti kuesioner pengetahuan,
kuesioner kepatuhan diet dan leaflet tentang diet hipertensi.
2. Tahap Perlakuan
a. Meminta kesediaan sampel untuk dilibatkan dalam penelitian.
b. Pengambilan sampel
c. Melakukan pre test seperti pengetahuan dan kepatuhan diet
hipertensi pada sampel
d. Melakukan konseling gizi tentang diet hipertensi menggunakan media
leaflet (2 kali konseling)
e. Melakukan post test terhadap pengetahuan dan kepatuhan diet pada
sampel setelah diberikan konseling.
3. Tahap Akhir.
a. Melakukan pengolahan dan analisis data
b. Membuat hasil dan pembahasan penelitian
30
I. Pengolahan Dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah secara manual dan komputerisasi
kemudian ditabulasikan dan diuraikan secara deskriptif.
a. Identitas sampel yang terkumpul diolah dan dinarasikan
b. Data pengetahuan sampel yang diperoleh dari hasil wawancara
selanjutnya dilakukan skoring menggunakan skala Gutman.Skor 1
untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah,
kemudian dijumlahkan, selanjutnya dibagi dengan total skor dan dikali
100%.
c. Data kepatuhan diet sampel yang diperoleh dari hasil wawancara
selanjutnya dilakukan skoring. Skor 3 untuk jawaban yang paling
benar dan skor 1 untuk jawaban yang salah, kemudian dijumlahkan,
selanjutnya dibagi dengan total skor tertinggi yang paling benar dan
dikali 100%.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel
penelitian yakni pengetahuan dan kepatuhan diet pasien hipertensi
rawat inap kelas III di Rumah Sakit Bahteramas yang dibuat dengan
tabel distribusi frekuensi.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menguji pengaruh sebelum
dan sesudah perlakuan. Setelah dilakukan uji normalitas
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov ternyata data sebelum dan
sesudah konseling berdistribusi normal. Oleh karena itu analisis data
dilakukan dengan uji paired t-test. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan komputerisasi keputusan uji statistik menggunakan
taraf signifikan p<0,05. Interpretasi tingkat kemaknaan (signifikan)
hasil uji statistik :
31
1) Jika nilai p<α 0,05, berarti ada pengaruh konseling dengan
menggunakan media leaflet terhadap pengetahuan dan kepatuhan
diet pasien hipertensi.
2) Jika nilai p≥α 0,05, berarti tidak ada pengaruh konseling dengan
menggunakan media leaflet terhadap pengetahuan dan kepatuhan
diet pasien hipertensi.
3. Penyajian Data
Data yang telah diolah disajikan secara deskriptif dalam bentuk
narasi dan tabulasi.