Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban
ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang belum terselesaikan, dilain pihak terjadi peningkatan kasus
penyakit tidak menular seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung, stroke, dan
lain-lain akibat gaya hidup dan modernisasi (Depkes, 2006 dalam Hiroh, 2012).
Salah satu penyakit kardiovaskuler tersebut adalah Hipertensi, hipertensi
atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal (Yeni dkk,
2010). Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena
jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang
berbahaya.
Menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun
2016 kasus hipertensi pada laki-laki 34,1% dan pada perempuan 32,7%. World
Health Organization (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2025 nanti akan
ada sekitar 29% atau sekitar 1 milyar penduduk dunia akan menderita
hipertensi. Semakin besar prevalensi penderita hipertensi maka akan semakin
besar risiko terkena penyakit kardiovaskular (WHO, 2015).
Data yang diperoleh dari Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) pada tahun 2016, semakin tinggi kelompok umur maka akan semakin
besar pula prevalensi hipertensi. Menurut data yang ada prevalensi hipertensi
2
terbesar pada kelompok umur ≥75 dengan prevalensi pada laki-laki berjumlah
66,7% dan pada perempuan 78,5%. Hal ini disebabkan karena semakin
bertambahnya umur maka kemampuan fungsi organ pun akan menurun. (CDC,
2016).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, penyakit tidak
menular untuk prevalensi hipertensi, selain berdasarkan hasil wawancara, ditentukan
juga berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan. Prevalensi hipertensi di
Indonesia berdasarkan pengukuran pada umur ≥18 tahun adalah sebesar 25,8
persen. Terbanyak di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan
(30,8%), dan Jawa Barat (29,4%). Begitupula di Sulawesi Tenggara masing tinggi
prevalensi hipertensi sebesar 22,5%. Prevalensi hipertensi juga jika didasarkan
pada terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat adanya
peningkatandengan bertambahnya umur. Prevalensi hipertensi cenderung lebih
tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja,
kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik (Kemenkes RI,
2013).
Di Indonesia, pada usia 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%,
pada usia 45-64 tahun sebesar 51% dan pada usia >65 tahun sebesar 65%.
Dibandingkan usia 55-59 tahun, pada usia 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko
hipertensi sebesar 2,18 kali, usia 65-69 tahun 2,45 kali dan usia >70 tahun
2,97 kali (Rahajeng & Tuminah, 2009 dalam Arifin, Weta, Ratnawati, 2016).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara bahwa
hipertensi merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit terbesar di Sulawesi
Tenggara. Berdasarkan data surveilans terpadu penyakit berbasis puskesmas
3
(STP) dari dinas kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016
menyebutkan bahwa pada tahun 2013 jumlah kasus hipertensi sebanyak 46.656
kasus, pada tahun 2014 jumlah kasus penyakit hipertensi sebanyak 24.419
kasus dan pada tahun 2015 jumlah kasus penyakit hipertensi sebanyak 19.743
kasus dan tahun 2016 di Sulawesi Tenggara hipertensi menduduki peringkat
pertama dari 10 besar penyakit sebanyak 18.054 kasus (Dinkes Prov, 2017).
Berdasarkan data dari Puskesmas Kolaka, penyakit Hipertensi pada tahun 2017
sebesar 458 kunjungan, mengalami peningkatan pada tahun 2018 periode Januari-
Oktober sebesar 460 kunjungan.
Hipertensi sebagai sebuah penyakit kronis dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor risiko terjadinya hipertensi terbagi dalam faktor risiko yang dapat di ubah
yaitu obesitas, kurang berolahraga atau aktivitas, merokok, alkoholisme, stress dan
pola makan. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu keturunan, jenis
kelamin, ras dan usia (Adriaansz, Rottie, Lolong, 2016). American Heart
Association (2004) menyatakan bahwa hipertensi dapat dikontrol dengan gaya hidup
sehat dan pengendalian fator risiko (Rustiana, 2014).
Selain aktifitas fisik, asupan zat gizi juga berpengaruh pada peningkatan
tekanan darah. Salah satu zat gizi mikro yang berperan penting dalam peningkatan
tekanan darah adalah natrium. Asupan natrium yang meningkat menyebabkan
tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Jantung harus memompa
keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang makin
sempit yang akibatnya adalah hipertensi (Muliyati, Syam, dan Sirajuddin, 2011
dalam Widyaningrum, 2014).
4
Berbagai penelitian telah membuktikan berbagai faktor risiko yang
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Begitupula hasil penelitian yang
dilakukan Rotinsulu, Malonda, Punuh tahun 2015 di Desa Sinuian Kecamatan
Romboken di temukan bahwa asupan natrium sebanyak 56,5 % kategori lebih dan
43,5 % kategori kurang. Sebagian besar responden yang menjadi sampel dalam
penelitan ini kebanyakan menyukai makanan yang terasa asin atau mengandung
natrium tinggi terutama garam dapur. Menderita hipertensi sebanyak 70,2 %.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Gambaran Konsumsi Natrium Pada Penderita Hipertensi di Puskesmas
Kolaka Kabupaten Kolaka”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran konsumsi natrium pada penderita Hipertensi di
Puskesmas Kolaka Kabupaten Kolaka?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran konsumsi natrium pada penderita Hipertensi di
Puskesmas Kolaka Kabupaten Kolaka.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran umur pada pasien hipertensi di Puskesmas Kolaka
b. Mengetahui gambaran jenis kelamin pada pasien hipertensi di Puskesmas
Kolaka
c. Mengetahui gambaran pekerjaan pada pasien hipertensi di Puskesmas
Kolaka
5
d. Mengetahui gambaran konsumsi natrium pada pasien hipertensi di
Puskesmas Kolaka.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi instansi pelayanan kesehatan
Dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
terutama dalam upaya preventif untuk mengendalikan faktor risiko demi
menurunkan angka kejadian hipertensi melalui edukasi dan promosi kesehatan.
2. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terutama responden
dalam mengetahui angka kejadian hipertensi dan faktor risiko yang
mempengaruhinya.
3. Bagi peneliti lain
Diharapkan dari peneltian ini, peneliti selanjutnya melakukan penelitian
tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi dan/atau
motivasi masyarakat terhadap pengendalian faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian hipertensi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas). Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia
lanjut. Sejalan dengan brtambahnuya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun
dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis (Triyanto, 2014).
Hipertensi dikaitkan dengan risiko lebih tinggi mengalami serangan sakit
jantung. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal (Nuraif & Kusuma, 2016).
2. Etiologi
Menurut Nuraif & Kusuma (2015) penyebab hpertensi di bagi menjadi 2
golongan :
a. Hipertensi primer (esensial) disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhi yaitu genetik,
lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin. Angiotensin dan
7
peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko
yaitu obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
b. Hipertensi sekunder penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit
ginjal, sindrom cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut di bedakan atas :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rndah dari 90 mmHg.
3. Patofisiologi
Meningkat tekanan darah di dalam darah arteri bisa terjadi melalui
beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih
bayak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan
menjadi kaku sehingga darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut
jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang teradi pada usia lanjut dimana
dinding arterinya telah menebal dan kaku karena Aterosklerosis (Triyanto,
2014).
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam
dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal.
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan mengasilkan enim yang
disebut renin, yang memicu pelepasan hormon angiotensi, yang selanjutnya
akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting
dalam mengendalikan tekanan darah karena itu berbagai penyakit dan kelainan
8
pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya
penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa
menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua
ginjal juga bisa menyebabkan naikknya tekanan darah (Triyanto, 2014).
4. Klasifikasi hipertensi
Tabel 1
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII, 2003 dalam Kemenkes, 2013
Klasifikasi tekanan darah Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 160 atau > 160 100 atau >100
Sumber : Kemnekes RI (2013)
5. Gejala klinis hipertensi
Menurut Nurarif & Kusuma (2016) tanda dan gejala pada hipertensi
dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak aan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bawa gejala terlaim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlaim mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
9
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Epistaksis
8) Kesadaran menurun
6. Faktor risiko kejadian hipertensi
a. Faktor risiko yang tidak dapat di ubah
1) Umur
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena
dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko
hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya
usia. Ini seing disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang
mempengaruhi jantung, pembulu darah dan hormon. Hipertensi pada
yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit
arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005 dalam Triyanto,
2014).
Dalam penelitian yang dilakukan Sigalargi (2006) dalam
Artiyaningrum (2015), menemukan insidensi hipertensi pada usia 41-55
sebesar 24,52% dan pada usia lebih dari 55 tahun sebesar 65,68%.
Penelitian Aris (2007) menyatakan bahwa umur lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Pertambahan usia menyebabkan
10
elastisitas arteri berkurang dan jantung harus memompa darah lebih kuat
sehingga meningkatkan tekanan darah (Chobanian et al, 2003 dalam
Artiyaningrum, 2015).
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya
hipertensi dimans pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit
hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55
tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause (Triyanto, 2014).
Perbandingan antara pria dan wanitta, ternyata wanita lebih
banyak menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan
dari Sumatra Barat menunjukkan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di
daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada
wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta di dapatkan 14,6% pada
Pria dan 13,7% pada wanita (Triyanto, 2014).
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi
daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula
dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh
perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi, dan
rendahnya status pekerjaan.Sedangkan pada pria lebih berhubungan
dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan
dan pengangguran. Namun, penelitian lain mengatakan bahwa laki-laki
dan perempuan mempunyai peluang yang relative sama menderita
hipertensi (Pical, 2011).
11
3) Keturunan (Genetik)
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat
hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi di dapatkan
pada kedua orangtua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.
Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu
telur), apabila sala satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong
bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah
terjadinya hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika
seorang dari orangtua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang
hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Triyanto,
2014).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sapitri
tahun 2016, menunjukkan bahwa mayoritas responden hipertensi
memiliki riwayat hipertensi keluarga sebanyak 71,8%. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi
2 sampai 5 kali lipat (Sapitri, 2016 dalam Pramana, 2016).
4) Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam
daripada yang berkulit putih, serta lebih besar tingkat morbiditas maupun
mortalitasnya. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa terdapat kelainan
pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifak
poligenik (Gray, 2005 dalam Artiyaningrum, 2015).
12
Berbagai golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan makan,
susunan genetika, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan angka
kesakitan dan kematian. Salah satu contoh dari pengaruh pola makan
yaitu angka tertinggi hipertensi di Indonesia tahun 2000 adalah suku
Minang. Hal ini dikarenakan suku Minang atau orang yang tinggal di
pantai, biasanya mengkonsumsi garam lebih banyak dan menyukai
makanan asin (Cahyono, 2008 dalam Artiyaningrum, 2015).
b. Faktor risiko yang dapat diubah
1) Obesitas
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari
populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini maempunyai kaitan
yang erat dengan terjadinya hipertensi di kemudian hai. Walaupun belum
dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi
penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal
(Triyanto, 2014). Hasil penelitian ini juga didukung oleh Sugiharto
(2007) dalam Rahayu (2012) yang dalam penelitian diperoleh hasil
bahwa orang dengan obesitas akan berisiko 4,02 kali menderita
hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas.
Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar 20%
atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi positif
dengan hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan
cenderung mengalami hipertensi. Ada dugaan bahwa meningkatnya berat
13
badan normal relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan darah
7 mmHg. Penyelidikan epidemiologi membuktikan bahwa obesitas
merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Curah jantung dan
volume darah pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal
dengan tekanan darah yang setara. Akibat obesitas, para penderita
cenderung menderita penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes
mellitus (Rohaendi, 2008 dalam Irza, 2009).
2) Konsumsi Natrium
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah.
Yang dimaksud garam adalah garam natrium seperti yang terdapat dalam
garam dapur (NaCl), soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium
benzoat, dan vetsin (mono sodium glutamat). Dalam keadaan normal,
jumlah natrium yang dikeluarkan tubuh melalui urin harus sama dengan
jumlah yang dikonsumsi, sehingga terdapat keseimbangan (Almatsier,
2001).
Garam merupakan faktor penting dalam pathogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
asupan garam rendah. Apabila asupan garam 5-15 gr/hari prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20%.
Pengaruh asupan garam terdapat hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah,.Konsumsi
14
garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gr/hari yang setara dengan 110
mmol natrium atau 2400 mg/hari. Asupan natrium yang tinggi dapat
menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga meningkatkan volume
darah (Triyanto, 2014).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Raihan tahun 2014, menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara pola asupan garam dengan kedadian hipertensi (Raihan, 2014
dalam Pramana, 2016).
3) Stres
Stress adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara
tututan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem
biologis, psikologis dan social dari seseorang. Stres adalah yang kita
rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau
melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif.
Namun harus dipahami bahwa stress bukanlah pengaru-pengaruh yang
dating dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap pegaruh-pengaruh
dari luar itu (Pical, 2011).
Faktor lingkungan seperti stres berpengaruh terhadap timbulnya
hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga
melalui aktivitas saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja
pada saat kita beraktifitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja
pada saat kita tidak beraktifitas. Peningkatan aktifitas sara simpatis dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apa bila
15
stres berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.
Bahkan pada kasus yang sudah tegak diagnosisnya, sangat berfluktuasi
sebagai akibat dari respon teradap stres emosional dan aktivitas fisik
(Triyanto, 2014).
4) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi,sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin terserapoleh pembuluh darah kecil dalam paru-
paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan
memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau
adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi
(Sagala, 2011 dalam Kartikasari, 2012).
Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan
darah karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
Kandungan bahan kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding
pembuluh darah (Sianturi, 2004 dalam Kartikasari, 2012).
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan
oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah
meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan
oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya (Sagala,
2011 dalam Kartikasari, 2012).
16
Merokok juga diketahui dapat memberikan efek perubahan
metabolik berupa peningkatan asam lemak bebas, gliserol, dan laktat
yang menyebabkan penurunan kolesterol High Density Lipid (HDL),
serta peningkatan Low Density Lipid (LDL) dan trigliserida dalam darah.
Hal tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dan penyakit
jantung koroner (Sianturi, 2004 dalam Kartikasari, 2012).
Penggolongan perokok berdasarkan jumlah rokok yang
dikonsuksi sehari :
a) Perokok Berat : > 20 batang/hari
b) Perokok Sedang : 11-20 batang/hari
c) Perokok Ringan : ≤ 10 batang/hari
d) Bukan Perokok : Tidak pernah sama sekali merokok, pernah
merokok dahulu, telah berhenti merokok ≥ 6 bulan (Nurkhalida,
2003dalam Artiyaningrum, 2015).
5) Konsumsi Alkohol
Alkohol termasuk salah satu subtansi berbahaya yang jika
dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek negative bagi tubuh.
Black dan Izzo (1999) dalam Rahayu (2012) menyatakan bahwa konsumsi
alkohol dapat meningkatkan angka kejadian hipertensi, penurunan
sensitivitas tubuh terhadap obat antihipertensi, dan hipertensi yang sulit
disembuhkan. Penurunan konsumsi alcohol dapat menurunkan 4-8 mmHg
tekanan darah sistolik dan sedikit tekanan darah diastolik.
17
6) Kebiasaan Minum Kopi
Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi saat ini masih
kontroversial. Kopi mempengaruhi tekanan darah karena mengandung
polifenol, kalium, dan kafein. Kafein memiliki efek yang antagonis
kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator
yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini
berdampak pada vasokonstriksi dan meningkatkan total resistensi perifer,
yang akan menyebabkan tekanan darah. Kandunagan kafein pada secangkir
kopi sekitar 80-125 mg (Uiterwaal C, et al, 2007 dalam Artiyaningrum,
2015).
Orang yang tidak mengkonsumsi kopi memiliki tekanan darah yang
lebih rendah dibandingkan orang yang mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari.
Dan pria yang mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari memiliki tekanan
darah lebih tinggi dibanding pria yang mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari
(Uiterwaal C, et al, 2007dalam Artiyaningrum, 2015).
7) Kebiasaan Olahraga
Olahraga dihubungkan dengan pengelolaan tekanan darah.
Olahraga yang teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Kurang olahraga akan meningkatkan
kemungkinan obesitas dan asupan garam dalam tubuh. Kurang olahraga
memiliki risiko 30-50% lebih besar mengalami hipertensi (Mac Mahon S. et
al, 2004 dalam Artiyaningrum, 2015).
Olahraga yang teratur yaitu rata-rata selama 30 menit per hari. Dan
akan lebih baik apabila dilakukan rutin setiap hari. Diperkirakan sebanyak
18
17% kelompok usia produktif memiliki aktifitas fisik yang kurang. Dari
angka prevalensi tersebut, antara 31% sampai dengan 51% hanya melakukan
aktifitas fisik < 2 jam/minggu (WHO, 2005 dalam Artiyaningrum,
2015).Aktivitas olahraga dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a) Baik, jika dilakukan 30 menit, 3 kali per minggu.
b) Cukup, jika dilakukan 30 menit, < 3 kali per minggu.
c) Kurang, jika dilakukan < 30 menit, < 3 kali per minggu (WHO,
2005dalam Artiyaningrum, 2015).
8) Sosial Ekonomi
a) Status Sosial Ekonomi
Di Negara-negara yang di tahap pasca peralihan perubahan
ekonomi dan transisi epidemiologi, selalu terlibat adanya aras tekanan
darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi pada masyarakat
sosioekonomi rendah. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan,
penghasilan, dan pekerjaan. Kondisi yang berbeda justru terjadi pada
kelompok sosioekonomi tinggi dengan prevalensi hipertensi yang lebih
tinggi, dalam masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra
peralihan. Hal ini kemungkinan dapat menggambarkan tahap awal
epidemik kardiovaskular. Berdasarkan pengalaman sebagian masyarakat,
menunjukkan bahwa peningkatan epidemic berpengaruh pada golongan
sosial ini (Pical, 2011).
b) Status Pasangan
Status pasangan didefinisikan sebagai keadaan responden
berdasarkan ada dan tidaknya pendamping hidup (suami/istri) dalam
19
kehidupan sehari-hari. Status pasangan memiliki hubungan 69,2%
dengan kejadian hipertensi tidak terkendali. Status pasangan dibedakan
dalam dua kelompok, yaitu ada pasangan (menikah, nikah siri, dan
kohabitasi atau kumpul kebo) dan status tidak ada pasangan (lajang,
cerai, berpisah, tidak menikah, dan janda). Pada kelompok tidak ada
pasangan memiliki risiko lebih tinggi untuk hipertensi tidak terkendali
(Dina T et al, 2013 dalam Artiyaningrum, 2015).
Studi penelitian di Eropa mengevaluasi bahwa status pasangan
berhubungan dengan kejadian hipertensi. Pasien tanpa pasangan
memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi dan laki-laki yang
tidak ada pasangan memiliki risiko lebih besar menderita hipertensi tidak
terkendali karena tidak menyadari dan tidak ada perawatan pada
hipertensi yang sudah ada (Van Rossum et al, 2000 dalam
Artiyaningrum, 2015).
7. Jenis makanan yang mengandung natrium
Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat (MSG),
kecap, dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur.Di antara makanan
yang belum diolah, sayuran, dan buah mengandung paling sedikit natrium.
Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan
tubuh, seperti yang tercantum dalam tabel berikut:
20
Tabel.2
Kandungan Natrium Beberapa Bahan Makanan (mg/100)
Bahan makanan Kandungan
natrium (mg)
Bahan makanan Kandungan
natrium (mg)
Daging sapi 93 Bihun goreng
instan
928
Hati sapi 110 Mentega 780
Ginjal sapi 200 Margarin 950
Telur bebek 191 Roti cokelat 500
Telur ayam 158 Roti putih 530
Ikan ekor kuning 59 Jambu
monyet,biji
26
Sardin 131 Pisang 18
Udang segar 185 Manga manalagi 70
Teri kering 885 The 50
Cakalang,perut 230 Ragi 610
Sumber :Tabel Komposisi Pangan, Indonesia (2009) dalam Widyaningrum
(2012)
B. Kerangka Teori
Hipertensi sebagai sebuah penyakit kronis dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor risiko terjadinya hipertensi terbagi dalam faktor risiko yang dapat di ubah
yaitu obesitas, kurang berolahraga atau aktivitas, merokok, alkoholisme, stress dan
pola makan (asupan natrium, konsumsi kopi). Sedangkan aktor risiko yang tidak
dapat diubah yaitu keturunan, jenis kelamin, ras dan usia (Gray (2005), Aswar
(2008), Susanto (2010), Rohendi (2008), dalam Pramana, 2016).
21
Gambar 1
Kerangka Teori
Sumber :Gray (2005), Aswar (2008), Susanto (2010), Rohendi (2008), dalam
Pramana (2016)
Faktor risiko hipertensi
yang tidak dapat diubah
Jenis kelamin
Umur
Keturunan (genetik)
Etnis
Faktor risiko hipertensi
yang dapat diubah
Obesitas
Kurang olahraga
Merokok
Alkoholisme
Konsumsi natrium
Konsumsi kafein
Stress
Keturunan Hipertensi
Hipertensi
Curah jantung
Isi sekuncup Tahanan perifer Kecepatan denyut
jantung
System renin
angiotensin
Hiperkoagulasi
System saraf otonom
Disfungsi endotelium
Subtansi vasoaktif
Disfungsi diastolik
Merokok
Jumlah rokok
Lama
menghisap
rokok
22
C. Kerangka Konsep
Gambar 2
Kerangka Konsep
Konsumsi natrium Hipertensi
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survei.
B. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 02 Mei – 15 Juni 2019 di
Puskesmas Kolaka Kabupaten Kolaka.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian yaitu semua pasien rawat jalan penderita
hipertensi di Puskesmas Kolaka sebanyak 460 orang pada tahun 2018.
2. Sampel
a. Besar sampel
Besar sampel minimum ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow
(1997) yaitu sebagai berikut :
n = Z2 1−∝/2 P(1−P)N
d2 (N−1)+ Z2 1−∝/2 P(1−P)
Ket : n = besar sampel
N = jumlah populasi
Z 1-α/2 = nilai standar distribusi normal yang dipilih (1,96)
P = perkiraan variabel yang diteliti (0,5)
1- P (0,5)
d= derajat ketelitian (0,10)
perhitungan :
n = Z2 1−∝/2 P(1−P)N
d2 (N−1)+ Z2 1−∝/2 P(1−P)
24
= (1,96)2 x 0,5 (1−0,5).460
(0,10)2 .(460−1)+ 3,846 .0,5 (1−0,5)
= 3,846 x 0,25 x 460
4,59+ 0,9615
= 442,29
5,5515= 79 orang
b. Tehnik sampling
Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Purposive sampling yaitu peneliti menentukan pengambilan sampel dengan
cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian.
1) Kriteria inklusi
a) Pasien menderita hipertensi
b) Dapat berkomunikasi dengan baik dan benar
c) Bersedia menjadi responden
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu konsumsi natrium.
E. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data
1. Data primer
a. Data karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) sampel
diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner.
b. Data konsumsi natrium diperoleh dari hasil Food Frequency Quetion (FFQ).
2. Data sekunder
Data gambaran umum Puskesmas Kolaka yang diperoleh dari dokumen
Kepala Tata Usaha Puskesmas Kolaka.
F. Pengolahan Dan Analisis Data
1. Pengolahan data
25
a. Umur diperoleh dari kuesioner kemudian diolah menggunakan SPSS dengan
cara dikategorikan kelompok umur hipertensi pada dewasa yaitu 1 (18-40
tahun), dan 2 (>40 tahun) (Chobanian, 2003 dalam Artiyaningrum, 2015).
b. Jenis kelamin diperoleh dari kuesioner diolah menggunakan SPSS dengan
cara dikategorikan jika 1 (laki-laki) dan 2 (perempuan).
c. Pekerjaan diperoleh dari kuesioner diolah menggunakan SPSS dengan cara
dikategorikan jika bekerja dan tidak bekerja.
d. Konsumsi natrium yang di hasilkan dari formulir semi kuantitatif FFQ
kemudian hasil di hitung nilai natrium rata-rata perhari kemudian
dikategorikan tinggi (jika asupan garam (Na) sehari ≥6 gram atau >3 sendok
teh), dan normal (jika asupan garam (Na) <6 gram atau ≤3 sendok teh)
(Depkes, 2006 dalam Artiyaningrum, 2015).
2. Analisis data
a. Analisi univariat
Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran variabel
penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan analisa secara
deskriftif.
G. Definisi Operasional
1. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi berlaku apabila tekanan darah sistolik >
140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90 mmHg (JNC VII, 2003 dalam
Kemenkes RI, 2013.
2. Konsumsi garam (natrium) yaitu banyaknya asupan natrium yang dikonsumsi
sehari-hari.
Kriteria objektif menurut Depkes (2006) dalam Artiyaningrum (2015) yaitu:
26
a. Lebih (jika asupan garam (Na) sehari ≥6 gram atau >3 sendok teh)
b. Cukup (jika asupan garam (Na) <6 gram atau ≤3 sendok teh)
3. Umur adalah umur responden dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir yang
telah dijalani saat penelitian.
Kriteria objektif menurut Chobanian et al (2003) dalam Artiyaningrum (2015)
1. 18-40 tahun
2. >40 tahun
4. Jenis kelamin adalah penggolongan responden yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan.
1. Laki-laki
2. Perempuan
5. Pekerjaan adalah pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden
atau pekerjaan memberikan pengasilan terbesar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
A. Hasil
1. Gambaran lokasi penelitian
a. Keadaan geografis
Puskesmas Kolaka mempunyai wilayah kerja di sebagian Kecamatan
Kolaka yang membawahi 7 Kelurahan dengan luas wilayah 218,38 km.
Kondisi geografis berupa dataran rendah dengan ketinggian 76 m dari
permukaan laut dan suhu 23–31°C yang merupakan tanah persawahan,
tegalan dan pekarangan sehingga mudah dijangkau dengan kendaraan mobil
atau pun motor sampai ke dusun.
Batas wilayah kerja Puskemas Kolaka yaitu:
Sebelah Utara : Kecamatan Latambaga
Sebelah Selatan : Kecamatan Wundulako
Sebelah Timur : Kecamatan Mowewe
Sebelah Barat : Teluk Bone
Luas gedung puskesmas induk sebesar 200 m2 pada lahan seluas
2400 m2, d i b a n g u n pada tahun 2010. Luas bangunan pustu Tahoa
sebesar 135 m2 pada lahan seluas 150 m2 dengan kondisi bangunan Rusak
Sedang karena Gedung yang sudah Lama dan luas gedung Pustu Pasar
Mekongga sebesar 180 m2 pada lahan seluas 300 m2 juga dengan
kondisi yang Rusak Berat. Pustu Pemda Kolaka dengan luas 45 m2 kondisi
baik .
b. Ketenagaan
28
Situasi ketenagaan di Puskesmas Kolaka terjadi perubahan dari tahun
ke tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Kolaka per 31
Desember 2017.
Tabel 3
Jenis Ketenagaan di Puskesmas Kolaka
No Jenis Ketenagaan PNS HONORER
1 Kepala Puskesmas 1
2 Kepala Tata Usaha 1
3 Dokter Umum 3
4 Dokter Gigi 2
5 Dokter Gigi PTT 0
6 Perawat kesehatan 23 21
7 Perawat Gigi 2
8 Bidan Puskesmas 6 45
9 Bidan Desa 7
10 Bendahara Puskesmas 3
11 Petugas Gizi 3 1
12 Petugas Farmasi 4 1
13 Petugas Laboratorium 1 3
14 Petugas Kesehatan Lingkungan 3 1
15 Supir Ambulans 0 1
16 Tenaga Tata Usaha 1 2
17 Jaga Malam (Honorer)
12
18 Petugas Kebersihan (Honorer)
2
Jumlah
JUMLAH
60 92
Sumber : Bagian Kepegawaian Puskesmas Kolaka
Dari Tabel di atas ketersediaan SDM di Puskesmas sebesar 152
orang.
29
2. Gambaran karakteristik sampel
a. Umur
Umur sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Umur (tahun) n %
25-35 5 6,3
36-44 7 8,9
45-59 28 35,4
60+ 39 39,4
Total 79 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa umur sampel sebagian
besar (39,4%) 60+ tahun.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin n %
Perempuan 53 67,1
Laki-laki 26 32,9
Total 79 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jenis kelamin sampel
sebagian besar (67,1%) perempuan
30
c. Pendidikan
Pendidikan sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 6
Distribusi Sampel Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan n %
Tinggi 48 60,8
Rendah 31 39,2
Total 79 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pendididkan sampel sebagian
besar (60,8%) pendidikan tinggi (SMA dan perguruan tinggi).
d. Pekerjaan
Pekerjaan sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 7
Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan n %
Honorer 1 1,3
IRT 30 38
Nelayan 1 1,3
Pensiunan 15 19
Petani 6 7,6
PNS/ABRI 15 19
Wiraswasta 11 13,9
Total 79 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerjaan sampel sebagian
besar (38%) ibu rumah tangga.
31
3. Gambaran asupan natrium
Asupan natrium sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 8
Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Natrium
Asupan Natrium n % min±max Mean
Cukup (<6 gr) 28 35,4
2,4±18,9 8,14 Lebih (≥6 gr) 51 64,6
Total 79 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa asupan natrium sampel
sebagian besar (64,6%) lebih.
Tabel 9
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Dengan Asupan Natrium
Umur (tahun)
Asupan Natrium Total
Cukup Lebih
n % n % n %
<45 2 7,1 10 19,6 12 15,2
≥45 26 92,9 41 80,4 67 84,8
Total 28 100 51 100 79 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa asupan natrium cukup
sebagian besar (92,9%) umur ≥45 tahun dan asupan natrium lebih sebagian
besar (80,4%) umur ≥45 tahun.
Tabel 10
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Dengan Asupan Natrium
Jenis Kelamin
Asupan Natrium Total
Cukup Lebih
n % n % n %
Perempuan 18 64,3 35 68,6 53 67,1
Laki-laki 10 35,7 16 31,4 26 32,9
Total 28 100 51 100 79 100
32
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa asupan natrium cukup
sebagian besar (64,3%) perempuan dan asupan natrium lebih sebagian besar
(68,6%) laki-laki.
Tabel 11
Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan Dengan Asupan Natrium
Pekerjaan
Asupan Natrium Total
Cukup Lebih
n % n % n %
Bekerja 16 57,1 32 62,7 48 60,6
Tidak bekerja 12 42,9 19 37,3 31 39,2
Total 28 100 51 100 79 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa asupan natrium cukup
sebagian besar (57,1%) bekerja dan asupan natrium lebih sebagian besar
(37,3%) bekerja.
B. Pembahasan
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa umur sampel sebagian
besar (39,4%) 60+ tahun. Insiden hipertensi yang makin meningkat dengan
bertambahnya usia. Arteri akan kehilangan elastisitas atau kelenturan sehingga
pembuluh darah akan berangsur angsur menyempit dan menjadi kaku. Di
samping itu, pada usia lanjut sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks
baroreseptor mulai berkurang. Hal ini mengakibatkan tekanan darah meningkat
seiring dengan bertambahnya usia (Irza, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Anderson, ditemukan bahwa tekanan
darah sistolik dan diatolik meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Anderson juga meneliti hubungan usia dengan kadar renin plasma, norepinefrin,
indeks massa tubuh, dan keadaan hipertensi sekunder. Kesimpulan penelitian
33
Anderson adalah bahwa dengan meningkatnya usia maka kadar renin plasma
akan berkurang, sedangkan kadar norepinefrin, indeks massa tubuh, dan
prevalensi hipertensi sekunder akan meningkat. Bertambahnya indeks massa
tubuh menyebabkan kadar creatinin clearence meningkat yang mengakibatkan
retensi natrium sehingga terjadi peningkatan tekanan darah (Anderson, 2009
dalam Kartikasari, 2012).
2. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis kelamin sampel
sebagian besar (67,1%) perempuan. Survei yang dilakukan oleh badan kesehatan
nasional dan penelitian nutrisi melaporkan hipertensi lebih mempengaruhi
wanita dibanding pria.8 Adanya faktor obesitas dan usia menopause pada
responden wanita, kemungkinan juga dapat mempengaruhi hasil analisis
variabel jenis kelamin menjadi tidak signifikan terhadap terjadinya hipertensi
(Sanif, 2009 dalam Kartikasari, 2012).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati,
Junaid, Ibrahim tahun 2017 ditemukan bahwa jenis kelamin di Wilayah Kerja
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017 dapat diketahui bahwa dari 58
(100,0%) responden yang paling banyak adalah kelompok perempuan yaitu
terdapat 19 orang laki-laki (32,8%) dan 39 (67,21) perempuan..
3. Asupan natrium
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa asupan natrium sampel
sebagian besar (64,6%) lebih. Hal ini disebabkan karena sebgaian besar
mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium sehingga dalam
34
mengkonsumsi dalam sehari berlebihan, sehingga ini yang menyebabkan
konsumsi natrium tinggi.
Natrium atau sodium mengatur keseimbangan air di dalam sistem
pembuluh darah. Sebagian natrium dalam diit datang dari makanan dalam
bentuk garam dapur, MSG (Mono Sodium Glutamate), kecap, dan soda pembuat
roti. Mengkonsumsi garam dapat meningkatkan volume darah di dalam tubuh,
yang berarti jantung harus memompa lebih giat sehingga tekanan darah naik
(Soeharto, 2004 dalam Widyaningrum, 2012). Natrium memang bukan
penyebab utama terjadinya hipertensi. Tetapi, menjadi penunjang kejadian
apabila konsumsi lemak dan karbohidrat melebihi dari apa yang dianjurkan,
Apabila pembatasan konsumsi natrium tidak dihiraukan, makanan mempercepat
terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh penyakit hipertensi.
Hubungan antara tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi
adalah saat terjadi kelebihan kandungan garam yang ada di dalam tubuh, maka
akan diserap kembali secara tidak proporsional sekitar 20% melalui proses yang
dikenal sebagai osmosis, sehingga air garam tetap stabil. Kandungan garam
yang berlebihan secara terus menerus mengakibatkan volume di dalam
peredaran darah menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya, akibatnya kelebihan
cairan tersebut meningkatkan tekanan pada dinding pembuluh darah. Dinding ini
bereaksi dengan cara penebalan dan penyempitan, menyediakan ruang yang
lebih sempit di kapiler darah, dan meningkatkan “resistensi” yang pada akhirnya
membutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk memindahkan darah ke organ
(Fadem, 2009 dalam Widyaningrum, 2012).
35
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zainuddin & Yunawati tahun 2018 ditemukan bahwa sebagian besar asupan
natrium tinggi pada penderita hipertensi sebesar 95,5%.
4. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pekerjaan sampel
sebagian besar (38%) ibu rumah tangga. Dalam hal ini pekerjaan mengurus
rumah tangga sangat membutuhkan tenaga dan pikiran karena guna untuk
menyediakan makanan, mengurus anak dan suami, mengurus anggaran belanja,
membersihkan rumah dan sebagainya, sehingga hal ini memicu terjadinya stress
dan sering beraktifitas.
Faktor lingkungan seperti stres berpengaruh terhadap timbulnya
hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga melalui
aktivitas saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita
beraktifitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak
beraktifitas. Peningkatan aktifitas sara simpatis dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermitten (tidak menentu). Apa bila stres berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi (Triyanto, 2014).
Penelitian ini sejalan dengan teori Noor (2008) dalam Azhari (2017)
yang menyatakan bahwa pekerjaan yang lebih banyak dilihat dari kemungkinan
keterpaparan khusus dan tingkat atau derajat keterpaparan tersebut serta
besarnya risiko menurut sifat pekerjaan, lingkungan kerja, dan sifat
sosioekonomi pada pekerjaan tertentu. Pekerjaan juga mempunyai hubungan
yang erat dengan status sosial ekonomi, sedangkan berbagai jenis penyakit yang
36
timbul dalam keluarga sering berkaitan dengan jenis pekerjaan yang
mempengaruhi pendapatan keluarga.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Umur sampel sebagian besar (39,4%) 60+ tahun.
2. Jenis kelamin sampel sebagian besar (67,1%) perempuan
3. Pendididkan sampel sebagian besar (60,8%) pendidikan tinggi (SMA dan
perguruan tinggi).
4. Pekerjaan sampel sebagian besar (38%) ibu rumah tangga.
5. Asupan natrium sampel sebagian besar (64,6%) lebih.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan
adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan variabel bebas yang berbeda, sampel
penelitian yang lebih besar, dan lokasi penelitian di daerah pantai lainnya
sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan faktor risiko hipertensi di daerah
pantai dengan daerah darat.
2. Upaya promotif dan preventif seperti melakukan penyuluhan tentang hipertensi
dan penyediaanan leaflet dan poster mengenai faktor risiko hipertensi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Adriaansz, N. P, Rottie, J, Lolong, J. 2016. Hubungan Konsumsi Makanan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmasranomuut Kota Manado. E
Jurnal Keperawatan, Vol. 4, No. 1, Edisi Mei 2016
Almatsier, S. (2001). Prinsip Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal : 230-
236
Arifin, M. H. B. M, Weta, I. W, Ratnawati, N. L. K. A. 2016.Faktor – Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Kelompok Lanjut Usia Di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Petang I Kabupaten Badung Tahun 2016. E
Jurnal Medika. Vol. 5, No. 7, Edisi Juli
Artiyaningrum, B. 2015. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin Di Puskesmas Kedung Mundu Kota Semarang yahun 2014. Universitas
Negeri Semarang. Skripsi
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2017. Profil Kesehatan Sulawesi
Tenggara Tahun 2016. Kendari
Fatmawati, S, Junaid, H, Ibrahim, K. Hubungan Life Styledengan Kejadian Hipertensi
Pada Usia Dewasa (20-44 Tahun) Di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Maysyarakat. Vol.2,
No. 6, Edisi Mei 2017
Hiroh, A. 2012. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi Pada
Pasien Rawat JalanDi RSUD Kabupaten Karanganyar.Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Skripsi
Irza, S. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo
Tanjung Sumatra Barat. Universitas Sumatra Utara. Medan. Skripsi
Kartikasari, A. N. 2012. Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Di Desa Kabongan
Kidul, Kabupaten Rembang. Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Media
Medika Muda
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Hipertensi. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta
Lameshow, S. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Universitas Gadjah
Mada Press. Yogyakarta.
Nurarif, A. H, Kusuma, H. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarakan Diagnosis Medis
Dan NANDA (North American Nurcing Diagnosis Association). Penerbit
Mediaction Jogja. Yogyakarta
39
Rahayu, H. 2012. Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat RW 01 Srengseng Sawah
Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan.Universitas Indonesia.Depok. Skripsi
Rotinsulu, H, Malonda, N. S. H, Punuh, M. I. 2015. Hubungan Antara Asupan Natrium
Dan Asupan Lemak Dengan Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Di Desa
Sinuian Kecamatan Remboken Tahun 2015. Universitas Samratulangi Menado.
Artikel Penelitian
Rustiana. 2014. Gambaran Faktor Risiko Pada Penderita Hipertensi Pada Puskesmas
Ciputat Timur Tahun 2014. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi
Triyanto, E. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pramana, L. D. Y. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Demak II.Universitas Muhammadiyah Semarang.
Skripsi
Pical, F. I. 2011.Prevalensi Dan Determinan Hipertensi Di Posyandu Lansia Wilayah
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2010.Universitas
Indonesia.Depok.Skripsi
Yeni, Y, Djannah, S. N, Solikhah. 2010. Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Umbulharjo I
Yogyakarta Tahun 2009. Kesmas Vol. 4, No. 2, Hal : 76 – 143
WHO. 2015. Q And As On Hypertension. World Health Organizatio. (online).
(http://www.who.int/features/qa/82/en/_diakses tanggal 9 Januari 2018)
Widyaningrum, S. 2012. Hubungan Antara Konsumsi Makanan DenganKejadian
Hipertensi Pada Lansia(Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember).
Universitas Jember. Skripsi
Widyaningrum, A.T. 2014. Hubungan Asupan Natrium, Kalium, Magnesium Dan
Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Kelurahan Makamhaji
Kecamatan Kartasura. Universitas Muhamadiyah. Surakarta. Skripsi
Zainuddin, A, Yunawati, I. 2018. Asupan Natrium Dan Lemak Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Poasia Kota Kendari. Universitas
Haluoleo. Kendari. Artikel Penelitian