19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang We make friends, we make foes, and God makes the neighbor next door. Gilbert Keith Chesterton Pembangunan sebagai bagian dari modernitas salah satunya menumbuhkan pusat-pusat perekonomian. Perekonomian di Yogyakarta utamanya bukan berasal dari perindustrian, karena wilayahnya tidak termasuk daerah yang subur. Namun keberadaan Yogyakarta sebagai kota budaya dan pelajar mendapatkan sumbangan perekonomiannya salah satunya dari keberadaan perguruan tinggi yang hadir di Yogyakarta. Hal ini nampak dari perkembangan daerah Yogyakarta ke arah Utara dan Timur (Faturochman, 1990). Wilayah itu adalah perbatasan antara kota Yogyakarta dengan kabupaten sleman. Dikatakan bahwa tiga Kecamatan dengan penduduk paling padat di wilayah Kabupaten Sleman adalah Depok, Mlati, dan Gamping dengan rata-rata kepadatan penduduk 3480,47 perkilometer persegi (km 2 ) (Badan Pusat Statistik [BPS] Kabupaten Sleman, 2012; Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013b). Hal inilah yang mengakibatkan perubahan banyak daerah rural di Yogyakarta menjadi urban. Dalam rentang 20 tahun (1980 2000) terdapat 36 wilayah rural di Yogyakarta berubah menjadi wilayah urban. Tentunya hal ini juga disertai pertambahan penduduk yang besar yaitu dengan tingkat persebaran penduduk dari 24,63% menjadi 28,89% (Widhyharto, 2009). Kepadatan penduduk ini salah satunya menimbulkan permasalahan pemukiman. Salah satu solusinya adalah membangun hunian yang semakin jauh dari pusat perekonomian, yang tentunya akan menambah biaya operasional 1 Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa X CORNELIUS SUHERWANTO Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109398/potongan/S2-2012-342853...berdasarkan tarif sewa Rusunawa X, minimal mereka harus mampu menyisihkan

  • Upload
    lelien

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

We make friends, we make foes, and God makes the neighbor next door. —Gilbert Keith Chesterton

Pembangunan sebagai bagian dari modernitas salah satunya

menumbuhkan pusat-pusat perekonomian. Perekonomian di Yogyakarta

utamanya bukan berasal dari perindustrian, karena wilayahnya tidak termasuk

daerah yang subur. Namun keberadaan Yogyakarta sebagai kota budaya dan

pelajar mendapatkan sumbangan perekonomiannya salah satunya dari

keberadaan perguruan tinggi yang hadir di Yogyakarta. Hal ini nampak dari

perkembangan daerah Yogyakarta ke arah Utara dan Timur (Faturochman,

1990). Wilayah itu adalah perbatasan antara kota Yogyakarta dengan kabupaten

sleman. Dikatakan bahwa tiga Kecamatan dengan penduduk paling padat di

wilayah Kabupaten Sleman adalah Depok, Mlati, dan Gamping dengan rata-rata

kepadatan penduduk 3480,47 perkilometer persegi (km2) (Badan Pusat Statistik

[BPS] Kabupaten Sleman, 2012; Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013b). Hal

inilah yang mengakibatkan perubahan banyak daerah rural di Yogyakarta

menjadi urban. Dalam rentang 20 tahun (1980 – 2000) terdapat 36 wilayah rural

di Yogyakarta berubah menjadi wilayah urban. Tentunya hal ini juga disertai

pertambahan penduduk yang besar yaitu dengan tingkat persebaran penduduk

dari 24,63% menjadi 28,89% (Widhyharto, 2009).

Kepadatan penduduk ini salah satunya menimbulkan permasalahan

pemukiman. Salah satu solusinya adalah membangun hunian yang semakin jauh

dari pusat perekonomian, yang tentunya akan menambah biaya operasional

1

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2

penduduk untuk melakukan kegiatan ekonominya. Maka solusi lain adalah

membuat hunian yang disusun vertikal. Undang-undang Nomer 20 tahun 2011

tentang Rumah Susun menyatakan bahwa:

Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Dengan landasan itu maka semua hunian bertingkat disebut sebagai

Rumah Susun, entah itu yang disebut sebagai apartemen, condominium, flat,

dan sebagainya. Namun demikian sebutan Rumah Susun kemudian lebih dikenal

untuk menyebut hunian bertingkat untuk warga berpenghasilan rendah. Dalam

kategori ini pemerintah membangun dua macam Rumah Susun untuk warga

berpenghasilan rendah yaitu Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) dan

Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik).

Rusunawa adalah salah satu solusi yang dipilih oleh pemerintah daerah

untuk mengatasi permasalahan pemukiman di daerah kota, bagi warga dengan

penghasilan rendah. Harapannya Rusunawa mampu memberikan dampak

positif, yang salah satunya adalah memberikan alternatif hunian bagi warga

dengan penghasilan rendah. Seperti halnya Rusunawa yang didirikan oleh

Pemerintah Daerah Sleman bersama dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan

Kemementrian Perumahan Rakyat, Rusunawa X yang dibangun oleh

Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2011/2012 adalah Rusunawa paling

baru yang dibangun di Sleman untuk masyarakat berpenghasilan rendah

(Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013a). Kriteria masyarakat berpenghasilan

rendah adalah memiliki penghasilan per bulan paling banyak 3 (tiga) kali upah

minimum regional (UMR) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta per bulan (Bupati

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3

Sleman, 2014). Jika upah minimum kabupaten (UMK) Sleman tahun 2015 adalah

Rp 1.200.000,- (Widiyanto, 2014), maka kriteria masyarakat berpenghasilan

rendah adalah berpenghasilan di bawah Rp 3.600.000,- per bulan. Pembatasan

penghasilan maksimal memberikan pembatasan mengenai kelompok

masyarakat yang tinggal di Rusunawa. Dengan penghasilan sedemikian itu,

berdasarkan tarif sewa Rusunawa X, minimal mereka harus mampu menyisihkan

uang untuk membayar retribusi pemakaian unit tempat tinggal sebesar Rp

193.000,- per bulan (untuk mereka yang tinggal di lantai 5) belum ditambah biaya

pemakaian listrik dan air.

Dari sebaran jenis pekerjaan juga menampakkan kelas sosial penduduk

yang tinggal di Rusunawa. Di Rusunawa X misalnya, dari hasil pengamatan

peneliti ketika melakukan penelitian awal pada bulan desember 2014 sampai

dengan September 2015, di Blok B terlihat bahwa jenis pekerjaan antara lain,

satpam, karyawan swasta, sales, guru, polisi, buruh, penjual makanan pagi, dan

sebagainya. Dari jenis-jenis pekerjaan ini, menampakkan keanekaragaman

dinamika kerja masyarakat penghuni Rusunawa. Sehingga nampak memberikan

sedikit peluang bagi penghuni Rusunawa untuk bertemu dan berkumpul. Kontak

antar penghuni biasanya terjadi di tangga dan di tempat parkir motor, karena

merupakan tempat yang selalu diakses oleh penghuni Rusunawa ketika mereka

keluar-masuk kompleks Rusunawa.

Gambaran kegiatan di dalam Rusunawa, dari pengamatan peneliti pada

bulan januari hingga maret 2015, yang nampak rutin setiap hari antara lain: pagi

hari, kebanyakan aktivitas di dalam unit hunian (kamar), yaitu aktivitas keluarga

pada umumnya. Kemudian jam anak sekolah mulai ada kegiatan keluar,

misalnya mengantar anak sekolah, belanja, berangkat kerja bagi sebagian

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4

warga, dan sebgainya. Biasanya ada beberapa tukang sayur yang datang ke

Rusunawa untuk menawarkan dagangan, namun karena letak pasar tidak

sampai 500 meter dari Rusunawa, maka kebanyakan warga lebih memilih untuk

belanja di pasar. Namun aktivitas belanja di pagi hari ini juga merupakan peluang

bagi warga untuk melakukan kontak.

Pada saat jam anak-anak sekolah dan ketika para bapak sudah

berangkat bekerja, beberapa ibu-ibu rumah tangga yang memiliki anak balita

mulai berkumpul untuk menemani anak-anak mereka bermain bersama. Aktivitas

ini terutama nampak di Blok B lantai 3, karena di lantai ini paling banyak terdapat

anak-anak balita. Setelah sekitar 1-2 jam anak-anak bermain, terutama ketika

sudah nampak ada anak yang lelah, maka perkumpulan itu mulai bubar karena

sudah saatnya anak-anak istirahat di dalam unit huniannya masing-masing, juga

karena sudah waktunya ibu-ibu melakukan aktivitas rumah tangga, salah satunya

memasak untuk makan siang. Siang hari, pada saat jam istirahat kerja,

Rusunawa mulai cukup ramai karena beberapa anak-anak sudah pulang dari

sekolah mereka dan bermain di lorong-lorong Rusunawa. Beberapa orang tua

juga mulai ada yang sudah pulang atau hanya istirahat makan siang karena

tempat kerja mereka tidak begitu jauh dari Rusunawa.

Jam anak-anak bermain di sore hari adalah situasi paling ramai di

Rusunawa, karena aktivitas anak-anak yang bermain di lorong-lorong dan di

halaman, serta memuncaknya lalulintas orang pulang kerja pada jam-jam ini.

Kadang-kadang pada jam-jam ini anak-anak bermain di halaman dan di taman

bermain dengan ada beberapa orang tua yang menemani anak-anaknya. Para

orang tua, terutama pada bapak lebih banyak menghabiskan waktu mereka

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5

ketika di Rusunawa adalah di dalam unit hunian mereka sendiri, salah satu

alasanya adalah bahwa di sanalah mereka mendapatkan privasinya.

Peluang kontak lain yang terjadi antar warga adalah kegiatan rutin

bulanan yaitu pengajian yang dilakukan bersama antara Blok A dan Blok B.

Namun hingga saat ini belum ada seperempat dari jumlah warga yang mau

terlibat dalam pengajian rutin tersebut. Selain itu di Blok B juga mengadakan

pengajian tiap hari jumat, namun juga belum ada seperempat dari jumlah ibu-ibu

di Blok B yang terlibat dalam pengajian tiap jumat itu. Serta pengajian anak-anak

tiap senin, rabu, dan jumat di Musola Blok B. Di samping itu juga ada kegiatan

perkumpulan ibu-ibu blok B berupa arisan tiap bulan yang diadakan oleh warga

di Blok B untuk warga sendiri. Sedikitnya jumlah peserta dalam beberapa

kegiatan ini mungkin karena kegiatan ini tidak diadakan dari kebutuhan warga

sendiri melainkan dari inisiatif pengelola yang menggerakkan beberapa warga

untuk mengadakan kegiatan tersebut. Sehingga warga sendiri tidak merasa

butuh yang mengakibatkan keengganan untuk terlibat.

Beberapa penghuni mencoba mendapatkan penghasilan tambahan

dengan beberapa usaha kecil-kecilan, yaitu antara lain, membuka jasa seterika

pakaian, jual pulsa, jual sembako, jual air galon, jual es lilin, jual jajanan dan

makanan instan. Mereka menargetkan pembelinya adalah sesama warga di

Rusunawa ini. Bahkan di Blok B lantai 5, beberapa warga bekerjasama

mengerjakan borongan catering. Hal ini karena relasi yang dimiliki oleh seorang

warga sebelum tinggal di Rusunawa, dan ketika tinggal di Rusunawa dia

mengajak warga lain untuk mengerjakan “orderan” yang ia dapatkan.

Beberapa fasilitas yang didapatkan oleh penghuni Rusunawa dari

Pengelola nampak memudahkan hidup di Rusunawa. Mereka tidak perlu

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6

memikirkan tentang kebersihan dan keamanan karena semuanya telah

disediakan oleh pengelola. Ada tiga petugas kebersihan yang setiap hari datang

ke rusunawa pada jam kerja (08.00 – 16.00), dan mereka bertugas untuk

membersihkan seluruh wilayah rusunawa kecuali unit hunian yang ditempati

warga. Seminggu sekali, pada hari minggu pagi ada petugas sampah yang

mengangkut sampah yang bertumpuk di tempat pembuangan sampah.

Mengenai keamanan, telah disediakan satuan pengamanan yang

ditugaskan untuk siaga 24 jam menjaga wilayah Rusunawa. Mereka bekerja

secara bergiliran dengan sekali waktu giliran jaga ada 2 orang. Bahkan petugas

keamanan ini tidak hanya menjaga dari ancaman gangguan dari luar, tetapi juga

bertugas menjaga kenyamanan warga yang tinggal di Rusunawa. Misalnya

ketika ada warga merasa terganggu oleh aktivitas tetangganya, warga itu tinggal

melaporkannya ke petugas keamanan, karena ini juga menjadi kewajiban

petugas keamanan untuk menjaga ketertiban dan dan kenyamanan warga, maka

petugas keamanan itu yang akan menegur orang yang melalukan tindakan yang

dianggap mengganggu yang lain tersebut.

Dengan demikian dalam relasi antar warga sendiri tidak ada tingkatan-

tingkatan yang mengatur kehidupan bersama, seperti halnya perangkat-

perangkat kerukunan warga di perkampungan, misalnya RT, RW, dan

sebagainya. Semua warga di sini hanya memiliki kesamaan bahwa mereka

memiliki hak tinggal di Unit yang mereka sewa, di luar unit yang mereka sewa

adalah milik pemerintah yang dalam hal ini dikelola oleh UPT (Unit Pelaksana

Teknis) yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah untuk mengelola Rusunawa.

Semua hal tersebut telah diatur dalam peraturan yang tertuang dalam perjanjian

sewa yang telah ditandatangani oleh masing-masing warga di awal mereka

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7

membuat kontrak untuk menyewa unit di Rusunawa. Segala pelanggaran akan

mendapatkan sangsi dari pengelola. Demikian pula segala tindakan warga yang

sesuai dengan peraturan yang ada, tidak akan mampu diganggu oleh warga

yang lain.

Bila dilihat struktur relasi di dalam relasi antar warga yang tinggal di

Rusunawa tidak nampak bentuk relasi yang heirarkis, yang menempatkan

seseorang lebih tinggi secara moral dibandingkan yang lain. Hal ini nampak dari

ketiadaan struktur kerukunan warga yang dipegang oleh warga, yaitu bahwa

semua hal telah menjadi tanggungjawab pengelola. Setiap permasalahan

tentang fasilitas dilaporkan ke pengelola dan pengelola yang akan menindak

lanjuti. Namun kemudian warga merasakan kebutuhan akan adanya organisasi

yang kemudian dalam perkembangannya melahirkan suatu “guyub warga” yang

diharapkan mampu menampung aspirasi warga untuk dapat dikomunikasikan

kepada pengelola. Maka mulai dari itulah ada suatu struktur organisasi yang

mengharuskan adanya kepengurusan karena perlunya pembagian

tanggungjawab. Dengan demikian relasi hierarkis antar warga hanya nampak

dalam organisasi ini.

Setiap warga memiliki hak yang sama terhadap fasilitas yang disediakan

oleh pengelola dan mereka dikenakan aturan yang sama yang tertera dalam

perjanjian sewa. Setiap warga memiliki hak untuk diperlakukan sama di dalam

kehidupan di Rusunawa. Beberapa kali beberapa warga berinisiatif untuk

membuat acara kumpul warga, dengan harapan agar antar warga bisa saling

mengenal, sehingga ketika mereka saling mengenal, maka mereka dapat dengan

lebih mudah mendapatkan bantuan dari warga lain ketika butuh dibantu, dan hal

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

8

ini berlaku hal yang sama bagi yang lain. Ketika seseorang membantu satu hal,

maka dia berharap suatu saat yang lain akan membantu hal yang sama.

Dalam sebuah pembicaraan yang terjadi pada 31 Desember 2014, dalam

perayaan tahun baru yang diadakan secara swadaya oleh beberapa warga di

Rusunawa X Blok B terungkap bahwa alasan mereka membuat pertemuan itu

adalah untuk mengumpulkan warga agar dapat saling kenal sehingga dapat

saling bekerjasama dan saling membantu. “Kita sebagai sesama warga

hendaknya bisa saling mengenal sehingga dapat saling membantu.” Demikian

sebagian dari sambutan seorang warga yang ditunjuk untuk memberi sambutan

diacara malam itu. “Jangan sampai terulang kejadian bahwa ketika salah

seorang dari kita mendapat kesusahan, yaitu sripah seorang anaknya, banyak

dari kita tidak ada yang tahu dan tidak mau peduli ketika dimintai sumbangan.”

Demikian bapak itu menambahkan dalam sambutannya. Dengan demikian

nampak bahwa motivasi mereka untuk bergerak mengumpulkan warga adalah

sebuah harapan bahwa ketika suatu saat mereka mengalami kesulitan ada yang

lain yang mau membantu mereka. Dalam kata lain seseorang berbuat baik pada

orang lain, agar orang lain juga berbuat baik padanya.

Melihat konteks budaya Jawa, sebuah keluarga di dalam relasi sosialnya

dengan keluarga lain dipandang bagai seorang individu (Geertz, 1961). Anggota

dari sebuah keluarga bila berada dalam lingkungan sosial, ia dipandang sebagai

representasi dari keluarga tersebut. Demikian seringkali anak adalah pintu untuk

berelasi dengan tetangga, karena anak-anak sering kali merasa jenuh bila hanya

di dalam ruangan dengan luas hanya 24 meterpersegi tersebut. Ketika

seseorang memberikan salamnya kepada seorang anak kecil di dekat orang

tuanya, maka orang tua dari anak tersebut juga ikut tersapa. Karena orang tua

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

9

anak tersebut akan menjawabkan sapaan ketika sang anak belum mampu

menjawab sapaan dengan tepat. Namun meski nampaknya relasi hanya sebatas

sapaan saja, tetapi bahasa sapaan menunjukkan tinggat kedekatan mereka.

Misalkan seorang anak disapa, “Mau kemana Mbak Gelis?” orang tuanya akan

menjawabkan untuk anaknya yang baru berumur sekitar 2 tahun itu “mau jalan-

jalan Bu De.” Dari hal ini nampak bahwa anak kecil itu dianggap lebih tua dari

anaknya, namun orang tuanya menempatkan si penyapa sebagai lebih tua dari

dirinya. Hal ini juga dapat bermakna rasa hormat. Demikianlah sapaan tersebut

salah satunya menunjukkan kesadaran pada orang lain bahwa ada orang ini

yang tinggal sebagai tetangga di Rusunawa, juga menunjukan tingkat relasi

mereka.

Karakteristik kebudayaan suatu masyarakat memang terus berkembang

seiring dengan perkembangan jaman. Namun sesuatu yang asli tentunya terus

terbawa karena telah mengakar selama berabad-abad (Koentjaraningrat, 1988).

Dengan demikian budaya yang terbentuk di Rusunawa tentunya tetap diwarnai

dengan budaya lokal yang mereka hidupi selama ini dan telah turun-temurun

selama berabad-abad. Bangsa Indonesia yang cenderung kolektivis tentunya

memberikan dinamikan yang unik dalam suasana di Rusunawa.

Salah satu budaya yang mungkin dihidupi oleh masyarakat yang tinggal

di Rusunawa adalah budaya hidup dalam lingkungan perumahan yang mengakar

di tanah (landed house). Kebanyakan dari masyarakat yang tinggal di Rusunawa

mengalami peralihan dari tinggal di landed house ke rumah susun. Peralihan ini

tidak serta-merta mengubah cara hidup masyarakat di sini. Kebiasaan-kebiasaan

yang mungkin dilakukan di landed house beberapa masih dibawa di sini. Salah

satu contohnya adalah memelihara burung. Karena keterbatasan ruang,

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

10

sebenarnya kebiasaan ini susah dilakukan di Rusunawa ini, namun beberapa

orang tetap melakukannya meski harus sedikit melanggar aturan, yaitu

meletakan sangkar burung di wilayah umum.

Dari perilaku tersebut pun dapat dilihat salah satunya mengenai

kesadaran mengenai tetangga bagi masyarakat di Rusunawa. Kesadaran dalam

arti bahwa ketika seseorang mengambil keputusan, entah itu saat hendak

menggunakan ruang umum, apakah dia mempertimbangkan adanya orang lain

yang juga memiliki akses dan hak untuk menggunakannya juga. Kesadaran yang

mempertimbangkan bahwa ada orang yang akan terganggu dengan pilihannya

mengunakan ruang umum.

Dinamika semacam ini dapat menggambarkan bagaimana kehidupan

masyarakat yang tinggal di Rusunawa ini dalam hubungannya dengan tetangga.

Tetangga dapat berarti semua orang yang juga merupakan penghuni Rusunawa,

dapat juga sebagai orang yang tinggal di sekitar Rusunawa, ataupun lingkup

yang lebih kecil adalah orang-orang yang tinggal di unit hunian yang berdekatan

dengan hunian yang disewanya. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

makna kata tetangga adalah orang yang tempat tinggalnya berdekatan (Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016).

Kesadaran bahwa seseorang memiliki tetangga tidak serta-merta

membawa kepada kesadaran untuk membangun relasi dengan tetangganya.

Dari hal ini, salah satu hal yang dapat dilihat adalah mengenai kebutuhan mereka

untuk membangun relasi dengan tentangganya. Apakah seseorang memang

membutuhkan untuk berelasi dengan tetangga? Kebutuhan tersebut bila ditelaah

dapat memiliki berbagai alasan, salah satunya adalah alasan bahwa suatu saat

mereka akan membutuhkan bantuan dari orang lain. alasan seperti ini adalah hal

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

11

yang umum sebagai dasar seseorang berelasi dengan yang lain. Namun hal ini

mengandaikan bahwa orang lain tersebut akan tetap berelasi dengannya dalam

waktu yang lama (Völker & Flap, 2007). Dalam kaitanya dengan ketetanggaan,

hal ini menjadi hal yang susah untuk menjamin bahwa tetangganya akan tetap

menjadi tetangganya dalam waktu yang lama. Untuk pemukiman yang

penghuninya adalah juga pemiliknya akan menjadi lebih mudah untuk lebih

memastikan bahwa tetangganya akan tetap menjadi tetangga untuk waktu yang

lama.

Pandangan mengenai relasi dengan tetangga sebagai semacam investasi

di masa depan akan menjadi lebih sulit untuk ketetanggaan yang jelas hanya

sementara seperti di Rusunawa. Dikatakan bahwa lama tinggal di Rusunawa

maksimal adalah enam tahun dengan pengandaian bahwa tiap tahun penghuni

Rusunawa melakukan pembaharuan perjanjian sewa. Apabila penghuni tidak

melakukan pembaharuan perjanjian, maka kemungkinan mereka hanya akan

tinggal di Rusunawa selama satu tahun. Kenyataan ini memberikan kesadaran

bahwa tetangga di rusunawa hanyalah sementara, sehingga sebagai jaminan di

masa depan menjadi sesuatu yang lemah.

Selain bahwa harapan adanya timbal-balik dari usaha untuk membangun

relasi dengan tetangga, entah itu langsung maupun tidak langsung, seseorang

juga memiliki kebutuhan untuk berelasi dengan yang lain karena ia butuh untuk

terikat dengan yang lain. Adanya interaksi yang berkelanjutan mungkin bisa

diadakan di Rusunawa, misalnya dengan adanya pertemuan rutin seperti

pengajian sebulan sekali.

Di Rusunawa ini nampak bahwa berbagai kegiatan bersama yang

dilakukan disini lebih banyak merupakan program dari pengelola untuk

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

12

mengadakan kegiatan, contohnya pengadaan pengajian ibu-ibu dan kegiatan lain

untuk mengakrabkan warga seperti gerak jalan dan bazaar. Mungkin ini menjadi

salah satu penyebab kurangnya dorongan bagi warga untuk terlibat dalam

berbagai kegiatan tersebut, yaitu bahwa mereka kurang merasakan manfaat dari

berbagai kegiatan itu bagi diri mereka sendiri. Sebagai contoh ketika beberapa

hari setelah hari raya Idul Fitri diadakan acara halalbihalal warga oleh pengelola,

namun yang hadir dalam acara itu hanya sekitar lima puluhan orang, meski saat

itu banyak warga ada di rusunawa.

Beberapa warga yang berusaha selalu ikut dalam tiap kegiatan

berkomentar bahwa alasan mereka ikut adalah agar mereka dapat saling

mengenal satu sama lain, sehingga suatu saat bila membutuhkan bisa saling

bantu-membantu. Beberapa yang lain juga berkomentar bahwa mereka ikut

karena tidak enak dengan tetangga sebelahnya yang ikut. Dalam relasi yang

cenderung komunal, rasa perasaan menjadi lebih sering digunakan sebagai

dorongan untuk berelasi (Kloos,et.al., 2012).

Dalam suasana Rusunawa dengan berbagai kegiatan kebersamaan yang

dibuat oleh pengelola demikian ini, tentu membawa perubahan dinamika yang

dialami oleh warga yang sebelumnya terbiasa untuk terlibat dalam berbagai

kegiatan dengan tetangganya. Arisan ibu-ibu, yang diadakan oleh inisiatif warga,

di Blok B Rusunawa ini bisa jadi merupakan salah satu wujud gerakan warga

yang ingin berkomunitas dengan tetangganya. Berawal dari kumpulan beberapa

ibu-ibu yang sering ngrumpi di sore hari sambil menunggui anaknya yang

bermain dan menunggui kepulangan suami mereka dari kerja, maka terbentuklah

ide untuk mengadakan arisan agar para ibu-ibu di satu blok sering bertemu,

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

13

minimal satu bulan sekali. Demikian pernyataan seorang ibu yang merupakan

salah satu orang yang jadi pengurus arisan itu.

Beberapa orang yang sempat ditemui oleh peneliti ada yang berkomentar

bahwa dia sering tidak ikut acara di rusunawa ini karena ada acara di tempat

asalnya. Hal ini karena di Rusunawa ini tidak memiliki kepengurusan seperti

halnya di perumahan atau perkampungan, sehingga setiap warga yang tinggal di

Rusunawa tetap memiliki alamat KTP sesuai dengan daerah asal mereka.

Mungkin kesementaraan tinggal di Rusunawa yang membuat hal ini, seperti

dinyatakan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Rusunawa, Dinas Pekerjaan

Umum dan Perumahan Sleman Ahmad Sarbini, bahwa tiap penghuni

diperbolehkan menyewa rusunawa selama 3 tahun dan boleh memperpanjang

masa sewa sebanyak dua kali (dengan lama masa perpanjangan satu tahun),

bila belum memiliki rumah (Radar Jogja, 2014).

Dari berbagai hal diatas, nampak bahwa dorongan untuk berelasi dengan

tetangga di Rusunawa menjadi sangat kecil karena salah satunya adalah

kesementaraan tinggal di Rusunawa. Meskipun beberapa orang berharap untuk

dapat tinggal selamanya di rusunawa, salah satunya karena biaya yang ringan,

namun aturan membatasi mereka untuk dapat tinggal lama di rusunawa. Lalu

apakah hal itu menjadi penghalang bagi masyarakat yang tinggal di sana untuk

berelasi dengan tetangganya? Relasi macam apa yang kemudian berkembang

dalam keunikan Rusunawa?

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

14

B. Pertanyaan Penelitian

Dari berbagai latar belakang di atas, dirumuskan beberapa pertanyaan

yang hendak dikaji dan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah individu membangun relasi antar tetangga di

Rusunawa?

2. Bagaimanakah relasi tersebut berkembang dan terjaga?

3. Bagaimanakah karakteristik Rusunawa memberi warna dalam

dinamika relasi ketetanggaan?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pola dan

dinamika pembentukan relasi yang mampu bertahan dalam jangka panjang antar

tetangga yang tinggal di Rusunawa ini.

Manfaat penelitian:

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan praktis

maupun teoretis. Secara teoretis diharapkan penelitian ini mampu memberikan

penjelasan mengenai dinamika ketetanggaan yang terjadi di Rusunawa,

sehingga secara umum mampu memberikan gambaran bagaimana individu di

dalam budaya urban membangun relasi mereka satu sama lain dalam tingkat

ketetanggaan. Juga diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai

pengaruh Rusunawa dalam pembentukan relasi, terutama dalam hal

ketetanggaan.

Secara praktis, temuan-temuan yang nanti muncul di dalam penelitian ini

diharapkan mampu memberikan sumbangan kesadaran bagi pemegang

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

15

keputusan dalam penentuan kebijakan mengenai hunian bagi masyarakat,

khususnya masyarakat Sleman yang masuk dalam wilayah urban. Kebijakan itu

diharapkan mampu memberikan ruang bagi individu untuk tetap menjaga budaya

serta relasi dengan sesamanya dengan lebih baik, meskipun berbagai

keterbatasan menjadi penghalang kearah itu.

D. Penelitian yang Terdahulu

Telah banyak penelitian yang membahas mengenai ketetanggaan di luar

negeri, salah satunya membahas tentang terbentuknya komunitas dalam relasi

ketetanggaan di Belanda (Volker, Flap, & Lindenberg, 2007). Namun selebihnya

banyak membahas mengenai lemahnya ikatan sosial dalam wilayah

ketetanggaan.

Völker dan Flap (2001) menjelaskan tentang gagalnya negara komunis

membentuk ikatan sosial. Sedangkan Guest dan Wierzbicki (1999) menunjukan

dengan hasil General Social Survey (GSS) tahun 1974-1996 yang menyatakan

penurunan dalam relasi ketetanggaan, namun peningkatan relasi di luar

ketetanggaan. Völker bersama rekannya juga meneliti mengenai pengaruh

tetangga bagi jaringan personal di masyarakat Belanda (Völker & Flap, 2007).

Penelitian di Perth, Australia, menemukan bahwa rasa komunitas berkembang

kuat pada lingkungan ketetanggaan yang nyaman bagi pejalan kaki (French,

et.al., 2014). Dalam studi mengenai kepuasan warga terhadap ruang bersama,

ditemukan bahwa kepuasan terhadap ruang bersama mampu meningkatkan rasa

komunitas, sehingga penggunaannya mampu mengembangkan ikatan sosial

antar tetangga (Karacor & Şenik, 2016).

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

16

Nieuwenhuis, Volker dan Flap (2013) membahas mengenai kemunculan

relasi yang buruk dalam kehidupan ketetanggaan. Hal ini adalah salah satunya

karena ikatan antar tetangga yang lemah. Hal ini juga banyak diteliti salah

satunya dengan menyebut ketetanggaan sebagai “loss-community” (Campbell &

Lee, 1992; Guest & Wierzbicki, 1999; Putnam, 2000). Relasi buruk juga mungkin

terjadi karena kekurangan rasa percaya antar tetangga yang salah satunya

muncul karena keberagaman etnik yang ada dalam lingkungan ketetanggaan,

yaitu bahwa keberagaman tersebut secara luas mengabaikan peran penting

kontak antar kelompok (Schmid, Ramiah, & Hewstone, 2014).

Ketetanggaan juga dibahas dalam hubungannya dengan kesejahteraan.

Friedman, Parikh, Giunta, Fahs, dan Gallo (2012) meneliti tentang pengaruh

ketetanggaan dan kedekatan sosial pada kualitas hidup di New York. Dalam

penelitian itu salah satunya ditemukan bahwa persepsi bahwa ketetanggaannya

aman, membuat seseorang lebih merasa sejahtera hidupnya.

Dalam sisi kesehatan mental dan perilaku orang dewasa, salah satunya

dibahas mengenai pengaruh perpindahan dari lingkungan kemiskinan tinggi ke

lingkungan kemiskinan rendah terhadap orang dewasa (Byck, et.al., 2015).

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa perpindahan dari lingkungan kemiskinan

tinggi ke rendah tidak begitu saja meningkatkan kesejahteraan mental, namun

stress karena perpindahan itu sendiri lebih memperburuk kesehatan mental

orang dewasa.

Kesehatan mental anak-anak juga menjadi perhatian dalam kaitannya

dengan kualitas fisik lingkungan perumahan (Rollings, Wells, Evans, Bednarz, &

Yang, 2017). Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada kaitan tentang rendahnya

kualitas lingkungan perumahan dengan rendahnya kesehatan mental, namun

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

17

ketika dikontrol mengenai pendapatan, tidak ada keterkaitan kualitas

ketetanggaan dan kualitas perumahan terhadap kesehatan mental. Kaitan

karakteristik ketetangaan dengan kesejahteraan anak sudah banyak diteliti,

namun kombinasinya dengan karakteristik keluarga juga perlu ditelaah lebih

lanjut (Delany-Brumsey, Mays, & Cochran, 2014). Dalam penelitian ini

dikemukakan bahwa hidup di lingkungan ketetanggaan dengan modal sosial

tinggi meningkatkan ekspektasi bahwa peningkatan kesehatan anak tergantung

tidak hanya pada keluarga, namun juga tergantung pada tempat di mana

keluarga itu hidup. Relasi sosial yang terjadi di dalam wilayah ketetanggaan juga

merupakan hal penting dalam perkembangan bahasa anak di masa awal sekolah

(Froiland, Powell, & Diamond, 2014).

Pada penelitian tentang kemiskinan, pengaruh lingkungan ketetanggaan

pada kesehatan anak banyak berfokus pada kemiskinan namun kurang

memperhatikan faktor sosial dan lingkungan dari ketetanggan pada masyarakat

berpenghasilan rendah (Zuberi & Teixeira, 2017). Kesehatan mental anak-anak

dalam berbagai studi dikenali bahwa psikopatologi dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang dekat dengan anak. Berbagai faktor di dalam wilayah ketetanggaan

menjadi sumber tekanan bagi relasi ibu dan anak (Kemp, Langer, & Tompson,

2016). Ketakutan orang tua tentang ketidakberesan dalam lingkungan

ketetanggan salah satunya menghasilkan pola asuh yang keras pada

masyarakat Mexican-American dan European-American, namun tidak berlaku

pada masyarakat Afro-American (Barajas-Gonzalez & Brooks-Gunn, 2014).

Masih berkaitam dengan perkembangan remaja, penelitian mengenai relasi

kesalahan ketetanggaan dan urusan rumah dengan pola pengasuhan

menyatakan bahwa kesalahan dalam urusan rumah memberikan pengaruh yang

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

18

jauh lebih besar bagi distress orang tua dibanding kesalahan yang ada dalam

ketetanggaan, sedangkan kesalahan dalam lingkungan ketetanggaan lebih

banyak mempengaruhi perkembangan remaja dalam pengungkapan perilaku

(Jocson & McLoyd, 2015). Stres dalam pengasuhan karena kesalahan yang ada

dalam ketetanggaan mampu dimoderasi oleh kesejahteraan eksistensial dan

religius, yaitu bahwa adanya kesejahteraan eksistensial dan religius yang tinggi

pada wanita afro-american mampu memoderasi stress karena kesalahan yang

ada dalam lingkungan ketetanggaa (Lamis, Wilson, Tarantino, Lansford, &

Kaslow, 2014).

Masih berkaitan dengan kesehatan, kualitas ketetanggaan juga diteliti

dalam kaitannya dengan penilaian diri terhadap kesehatan (Ko, Jang, Park,

Rhew, & Chiriboga, 2014). Dari penelitian ini ditemukan bahwa konteks

ketetangaan sangat penting bagi kesehatan orang dewasa tua, namun

implikasinya berbeda di tiap ketetanggaan tertentu berdasarkan sebaran

kelompok ras/etnik. Dalam perspektif perkembangan, penelitian juga dilakukan

untuk melihat pengaruh kemakmuran dan kemiskinan bagi achievement anak-

anak dan permasalahan perilaku pada dewasa (Anderson, Leventhal, & Dupéré,

2014).

Pembaruan di wilayah urban juga memberikan dampaknya bagi

komposisi sosial dan kesehatan penduduk. Penelitian pada lingkungan

ketetanggaan masyarakat afro-amerika menunjukkan bahwa relasi sosial

melindungi masyarakat dari distress psikologis (Florez et al., 2016). Lee dan

Campbell (1999) membandingkan aktivitas ketetanggaan orang kulit hitam dan

kulit putih di Nashville. Dalam penelitian itu salah satunya ditunjukkan pengaruh

kebijakan tentang pemukiman bagi relasi antar tetangga. Dalam lingkungan

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

19

ketetanggan yang rendah persepsi tentang keadaan lingkungan memiliki korelasi

dengan rasa takut akan terjadinya tindakan kriiminal di lingkungannya, yaitu

bahwa semakin tinggi persepsi seseorang tentang kualitas ketetanggaannya

maka semakin tinggi pula kepercayaannya bahwa di lingkungannya tidak akan

terjadi tindak kriminal (Hur & Nasar, 2014). Namun di dalam wilayah

ketetanggaan dalam masyarakat urban, ikatan yang kuat dalam relasi

ketetanggaan mampu mengurangi stress yang timbul dari ketidaksetaraan

ekonomi-sosial yang ada (Erdem, Lenthe, Prins, Voorham, & Burdorf, 2016).

Namun dari sekian penelitian yang telah diketemukan oleh peneliti tidak

banyak yang membahas ketetanggaan di hunian vertikal dari sudut pandang

psikologi. Kebanyakan penelitian relasi ketetanggaan yang telah diketemukan

oleh peneliti ada di wilayah kajian sosiologi. Demikianlah peneliti dalam hal ini

hendak memberikan sumbangan kajian tentang ketetanggaan dari ilmu psikologi

dan memfokuskan pada ketetanggaan pada hunian vertikal, yaitu rumah susun

sederhana sewa (rusunawa).

Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/