17
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengaturan narkotika berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), bertujuan untuk menjamin ketersediaan kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, pencegahan penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan peredaran gelap narkotika. Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal merebaknya peredaran perdagangan narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegak hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking industry), merupakan bagian dari kelompok kegiatan organisasi-organisasi kejahatan transnasional (Activities of Transnational Criminal Organizations) di samping jenis kejahatan lainnya, yaitu, smuggling of illegal migrants, arms trafficking, trafficking in nuclear material, transnational criminal organizations and terrorism, trafficking in body parts, theft and smuggling of vehicles, money laundering. 1 Kejahatan narkotika yang merupakan bagian dari kejahatan terorganisasi, pada dasarnya termasuk salah satu kejahatan terhadap pembangunan dan kejahatan terhadap kesejahteraan sosial yang menjadi pusat perhatian dan keprihatinan nasional dan internasional. Hal itu sangat beralasan, mengingat ruang lingkup dan dimensinya 1Prof. sudarto, S.H, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986 1

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengaturan narkotika berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), bertujuan untuk menjamin

ketersediaan kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, pencegahan

penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan peredaran gelap narkotika.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh

aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang

pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal merebaknya

peredaran perdagangan narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif

dilakukan penegak hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan

narkotika tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking industry), merupakan

bagian dari kelompok kegiatan organisasi-organisasi kejahatan transnasional

(Activities of Transnational Criminal Organizations) di samping jenis kejahatan

lainnya, yaitu, smuggling of illegal migrants, arms trafficking, trafficking in nuclear

material, transnational criminal organizations and terrorism, trafficking in body

parts, theft and smuggling of vehicles, money laundering.1

Kejahatan narkotika yang merupakan bagian dari kejahatan terorganisasi,

pada dasarnya termasuk salah satu kejahatan terhadap pembangunan dan kejahatan

terhadap kesejahteraan sosial yang menjadi pusat perhatian dan keprihatinan nasional

dan internasional. Hal itu sangat beralasan, mengingat ruang lingkup dan dimensinya

1Prof. sudarto, S.H, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

2

begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime,

white-collar crime, corporate crime, dan transnational crime. Bahkan, dengan

menggunakan sarana teknologi dapat menjadi salah satu bentuk dari cyber crime.

Berdasarkan karakteristik yang demikian, maka dampak dari Pecandu yang

ditimbulkannya juga sangat luas bagi pembangunan dan kesejahteraan

masyarakat. Bahkan dapat melemahkan ketahanan nasional.

Saat ini Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor:

143), tanggal 12 Oktober 2009, selanjutnya disebut dengan Undang-Undang

Narkotika yang menggantikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor . 22

Tahun 2007 tentang Narkotika (lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67), karena

sebagaimana pada bagian menimbang dari Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 huruf e dikemukakan: bahwa tindak pidana Narkotika telah

bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang

tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah

banyak menimbulkan Pecandu, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang

sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga

Undang-UndangNomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi

dan memberantas tindak pidana tersebut2. Oleh sebab itu, berdasarkan ketentuan

penutup pasal 153 Undang-Undang Narkotika, bahwa dengan berlakunya Undang-

2 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Page 3: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

3

Undang Narkotika, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009

tentang Narkotika yang disahkan pada 14 September 2009 merupakan revisi dari

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Pemerintah menilai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 ini

tidak dapat mencegah tindak pidana narkotika yang semakin meningkat secara

kuantitatif maupun kualitatif serta bentuk kejahatannya yang terorganisir. Namun

secara substansial, Undang-Undang Narkotika yang baru tidak mengalami perubahan

yang signifikan dibandingkan dengan Undang-Undang terdahulu.

Kalau dilihat sejarah lahirnya Undang-Undang Narkotika, bahwa kenapa

Undang-Undang ini dirubah, berarti ada sebuah kekurangan, sehingga Undang-

Undang tersebut perlu dirubah karena bermacam hal. maka perlu pengkajian tentang

hal ini, bahwa dengan lahirnya Undang-Undang ini apa dampak bagi masyarakat

Indonesia, karena hukum atau Undang-Undang sebagai mobilitas masyarakat,

pastilah sangat berdampak terhadap kehidupan baik itu berdampak positif mupun

berdampak negatif, pastilah ada pro dan kontra dari lahirnya Undang-Undang yang

baru ini sebagai perubahan dari Undang-Undang yang lama tentang narkotika yang

juga saat kegagalan dalam penerapannya.

Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan sasaran potensial

generasi muda sudah menjangkau berbagai penjuru daerah dan penyalahgunaanya

merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada dasarnya narkotika sangat diperlukan

3 Kusno Adi, Deversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, UMM Pers, Malang, 2009, Hlm.7-9

Page 4: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

4

dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi

penggunaan narkotika menjadi berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Dalam BAB

IV pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Narkotika menjamin ketersediaan narkotika guna

kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan di satu sisi, dan di sisi lain dalam BAB

XI pasal 64 ayat (1) dan pasal 70-72 Undang-Undang Narkotika mengatur mengenai

pencegahan peredaran gelap narkotika yang selalu menjurus pada terjadinya

penyalahgunaan, maka diperlukan pengaturan di bidang narkotika.

Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak

pidana narkotika sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah

satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan secara sistematis, menggunakan

modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir

(or ganizeci crime) dan sudah bersifat transnasional (transnational crime).4 Tindak

pidana narkotika berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

(Undang-Undang Narkotika), memberikan sanksi pidana cukup berat, di samping dapat

dikenakan hukuman badan dan juga dikenakan pidana denda, tapi dalam kenyataanya

para pelakunya justru semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan

sanksi pidana tidak memberikan dampak atau deterrent effect terhadap para

pelakunya. Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunan narkotika dan upaya

penanggulangannya saat ini sedang mencuat dan menjadi perdebatan para ahli

hukum. Penyalahgunaan narkotika sudah mendekati pada suatu tindakan yang sangat

membahayakan, tidak hanya menggunakan obat-obatan saja, tetapi sudah meningkat

4 Peredaran Gelap Narkotika1988 (United Nation Convention Againts IllicitTraffic on Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

5

kepada pemakaian jarum suntik. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, telah

berupaya untuk meningkatkan program pencegahan dari tingkat penyuluhan hukum

sampai kepada program pengurangan pasokan narkotika.

Dari berbagai sumber pemberitaan di media massa, biasanya para pengedar

narkotika dalam menjalankan aksinya mengedarkan narkotika untuk berbagai jenis

apapun menggunakan cara yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Misalnya

ada yang menjual narkotika secara langsung kepada pembeli, ada yang mengedarkan

Narkotika kepada anak-anak dibawah umur dengan cara memasukan bahan narkotika

ke dalam makanan atau minuman yang kemudian dijual ke lingkungan sekolah-

sekolah, ada pula pengedar yang menggunakan jasa perantara orang lain (kurir) untuk

mengedarkan narkotika kepada pemakai (USER), biasanya ini adalah seorang bandar

besar yang mampu mendapatkan narkotika dalam jumlah besar, dan hal ini dilakukan

secara terorganisir dan professional. Kemudian ada yang memanfaatkan kecanggihan

teknologi yaitu handphone dengan cara para pengedar memberikan nomor

handphone kepada para pelanggan untuk memesan Narkotika lewat telepon maupun

lewat Short Message Service (SMS). Tingkat penyalahgunaan dan peredaran

narkotika di wilayah kota Malang pada saat ini sudah sangat tinggi, dan terus

menerus mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Hal ini tentu saja sangat

meresahkan dan membuat khawatir masyarakat, terutama bagi para orang tua yang

memiliki anak pada usia remaja yang memang menjadi sasaran empuk para pengedar

narkotika.

Berikut ini adalah data yang diperoleh dari BNN Kota Malang mengenai

kasus narkotika yang terjadi pada tahun 2011-2012:.Walaupun sudah banyak kasus

Page 6: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

6

narkotika yang terungkap dan pelakunya tertangkap seperti contoh pada data di atas,

namun tetap saja tindak pidana penyalahgunaan narkotika terjadi di masyarakat,

dengan pelaku yang residivis maupun pelaku-pelaku yang baru dalam tindak pidana

penyalahgunaan narkotika. Inilah yang menjadi permasalahan hukum mengapa para

pelaku kejahatan narkotika tidak juga menjadi jera walau sudah pernah tertangkap

dan menjalani proses hukum serta hukuman penjara pidana oleh pihak yang

berwajib.5

Seperti contoh kasus yang baru-baru ini terjadi di kota Malang6 selama

periode tahun 2011-2012, 55 kasus telah ditangani. Di antaranya 46 kasus narkotika,

3 kasus psikotropika dan 6 oker baya. Dengan tersangka sebanayak 74 orang, yakni

71 tersangka laki-laki dan 3 tersangka perempuan. Berdasarkan kelompok usia

tersangka, antara 18 sampai dengan usia 25 tahun sebanyak 22 orang, antara 26

sampai dengan usia 35 tahun sebanyak 32 orang, antara 36 sampai dengan usia 45

tahun sebanyak 13 orang dan diatas usia 45 tahun sebanyak 7 orang. Jika digolongkan

menurut profesinya, mahasiswa dan wiraswasta masing-masing sebanyak 3 orang,

swasta sebanyak 63 orang, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik

Indonesia (POLRI) sebanyak 2 orang, petani sebanyak 1 orang dan pengangguran

sebanyak 2 orang. Sementara barang bukti (BB), berupa ganja seberat 1071,6 gram,

shabu-shabu seberat 69,12 gram, LL sebanyak 2188 butir dan diazepam sebanyak

5Data Survey Awal Dari Bnnk (Badan Narkotika Nasional Kota Malang), 2011/2012

6http: //www.malangraya.info/2011/07/26/204704/1121/kasus-Narkotika-di-kota-malang-meningkat / , Selasa, 26 Juli 2011 – 20:47, diakses 2 Oktober 2012.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

7

1178 butir.7 Dari kasus tersebut dapat diketahui bahwasanya penyalahgunaan

narkotika tidak hanya dilakukan oleh golongan atau kalangan tertentu melaiankan

semua bisa menyalahgunakannya. Selian itu ternyata di dalam penjara, seorang

narapidana masih dapat menyimpan dan mengkonsumsi narkotika. Hal ini diketahui

pada saat BNNK (Badan Narkotika Nasional Kota Malang) melakukan tes urin di

lingkungan LAPAS. Hal ini mengindikasikan bahwa masih lemahnya pengawasan

serta sistem birokrasi yang ada dalam lembaga pemasyarakatan.

Situasi dan kondisi wilayah hukum Polresta Malang saat ini memang perlu

diwaspadai, terutama terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Apalagi jika

melihat kondisi wilayah kota Malang yang cukup luas, dan memiliki tingkat

kepadatan penduduk yang cukup tinggi dengan berbagai latar belakang kehidupan

dan profesi yang berbeda-beda, sehingga sangat dimungkinkan untuk banyak terjadi

kasus kejahatan terutama tindak pidana penyalangunaan narkotika, baik itu pengguna

narkotika, pengedar narkotika, maupun tindakan lain yang memenuhi unsur-unsur

tindak pidana penyalahgunaan narkotika sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

Narkotika.

Tentu bukan hal mudah bagi aparat kepolisian untuk menanggulangi kejahatan

penggunaan narkotika, terutama bagi Satuan Reskriminal narkotika (RESKOBA)

polresta Kota Malang. Dibutuhkan kerjasama dan peran aktif oleh seluruh elemen

masyarakat untuk membantu kinerja aparatur baik dari pihak kepolisian maupun

lembaga non kementerian seperti BNNK (Badan Narkotika Nasional Kota Malang),

7Ibid. tabel

Page 8: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

8

Dalam Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika

(P4GN) yang sesuai dengan BAB XIII pada pasal 104-108 Undang-Undang

Narkotika dan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011, (Inpres No 12 tahun 2011)

tentang Strategi dan kebijakan Badan Narkotika Nasional. Selama ini hasil

pengungkapan kasus narkotika, hampir 100% penangkapan tersangka narkotika di

lakukan seluruhnya oleh jajaran kepolisian serta BNNK sebagai perantara informasi

dan advokasi permaslahan kasus Narkotika secara preventif, dan kebanyakan hanya

pihak polri yang aktif, sedangkan untuk penangkapan berdasarkan laporan

masyarakat masih jarang terjadi dan sangat kurang sekali.8

Untuk membantu kinerja aparat kepolisian dan BNNK (Badan Narkotika

Nasional Kota Malang) dalam Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan Dan

Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) , maka pemerintah berkomitmen membentuk

suatu lembaga baru yang khusus untuk menangani permasalahan-permasalahan

narkotika sesuai dengan Undang-Undang Narkotika yaitu BNN (Badan Narkotika

Nasional) ini berkedudukan di pusat, di ibukota Negara yaitu Jakarta. Namun untuk

memperlancar kinerja didaerah-daerah, maka dibentuk sub kelembagaan yang sama

ditingkat provinsi, kota, dan kabupaten yaitu BNNP (Badan Narkotika Nasional

Provinsi), BNNK (Badan Narkotika Nasional Kota/ Kabupaten).9

Badan Narkotika Nasional Kota Malang dalam pelaksanaan Pencegahan,

Pemberantasan, Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) yang sesuai

8Iptu Didik Suharmadi, Dialog Interaktif di Radio Mas FM Malang, 28 April 2011.www.google.com diakses tanggal 9 september 2012

9UU no 35 tahun 2009, tentang Narkotika dan lembaga BNN non kementerian.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

9

dengan pasal 70 huruf d Undang-Undang Nakotika dan Instruksi Presiden Nomor 12

tahun 2011 tentang Strategi dan kebijakan Badan Narkotika Nasional dan usaha penal

serta non penal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009

melalui tugas dan wewenang BNN, adalah sebagai tindakan alternatif yang dilakukan

atau dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional Kota Malang (BNNK).10

Untuk mengatasi masalah pecandu sesuai yang telah diatur dalam undang-

undang Narkotika pada BAB IX pasal 53 dan 54 yang masih minim pengobatan dan

rehabilitasi. Turunnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 (PP No.25 Tahun

2011) Tentang Wajib Lapor Bagi Penyalahguna Narkotika, merupakan wujud

komitmen negara untuk mengakomodir hak pecandu dalam mendapatkan layanan

terapi dan rehabililtasi, Intinya, para penyalahguna tidak perlu khawatir untuk

melaporkan dirinya ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang telah ditunjuk

pemerintah, karena dengan payung hukum pasal 54 Undang-Undang Narkotika serta

PP No.25 Tahun 2011 dan Permenkes RI No. 1305 dan 2171 tahun 2011 ini, para

penyalahguna tidak akan dijebloskan ke dalam penjara jika terbukti hanya

mengkonsumsi narkotika, namun justru akan mendapatkan layanan rehabilitasi.11

Upaya penanganan penyalahguna narkotika dipandang penting mengingat

masih banyaknya kendala dalam pelaksanaan proses rehabillitasi khususnya bagi

pecandu narkotika yang tengah menjalani proses hukum, Pasal 54 dan 56 Undang-

Undang Narkotika mengatur kewajiban pecandu untuk melakukan rehabilitasi. Baik

rehabilitasi medis maupun sosial yang harus dijalani oleh para pecandu narkotika

10 Inpres No.12 tahun 2011

11 PP no 25 tahun 2011 tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika

Page 10: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

10

diharapkan agar dapat membuat mereka kembali sehat, produktif, terbebas dari

perbuatan kriminal, dan terhindar dari ketergantungan terhadap narkotika, dan masa

menjalani rehabilitasi tersebut diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga merupakan suatu bentuk perlindungan

sosial yang mengintegrasikan pecandu narkotika ke dalam tertib sosial agar dia tidak

lagi melakukan penyalahgunaan narkotika.12

Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dalam Peraturan Pemerintah Nomor

25 tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika, salah satu hal

yang mendapat perhatian adalah terkait dengan pelaksanaan wajib lapor pecandu

narkotika yang perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah sebagai upaya

untuk memenuhi hak pecandu Narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/atau

perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Tujuan dari pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika adalah untuk

mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan

tanggung jawab terhadap Pecandu narkotika yang ada di bawah pengawasan dan

bimbingannya, selain itu pelaksanaan wajib lapor juga sebagai bahan informasi bagi

pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Sehubungan dengan hal tersebut,

Peraturan Pemerintah ini disusun untuk memberikan kejelasan serta menguraikan

secara tegas mengenai Institusi Penerima Wajib Lapor dari pecandu narkotika serta

bagaimana tata cara pelaksanaan wajib lapor, sehingga tujuan yang diharapkan dapat

12Op. cit Pasal 54 dan 56

Page 11: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

11

tercapai secara optimal untuk mendukung keberhasilan upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.13

Hal yang mendapatkan perhatian khusus dalam PeraturanPemerintah tentang

Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ini adalah terkait dengan pelaporan

serta monitoring dan evaluasi yang dimaksudkan agar pelaksanaan wajib lapor dapat

berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Selain hal tersebut di atas, Peraturan Pemerintah

tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ini juga memuat ketentuan

mengenai rehabilitasi pecandu narkotika, serta ketentuan mengenai pendanaan

kegiatan wajib lapor pecandu narkotika.

Dengan didukung oleh keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomor 1305 tahun 2011 tentang penetapan institusi penerima wajib lapor (IPWL),

serta Nomor 2171 tahun 2011 tentang tata cara wajib lapor pecandu narkotika, hal ini

diharapkan dapat mendukung kebijakan dalam penanganan kasus pengguna

narkotika, yaitu menyediakan layanan rehabilitasi medis dan sosial yang layak serta

IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) sesuai dengan keputusan menteri kesehatan

dan keputusan menteri sosial dapat dilakukan untuk menerima pecandu yang akan

melaporkan diri, dalam hal ini institusi yang di tunjuk bisa siap baik dari segi sumber

daya manusia yang menjalaninya, maupun instrumen kebijakan sesuai surat

keputusan. Pemerintah lebih serius dalam menjalankan penanganan rehabilitasi untuk

pecandu penyalahgunaan narkotika yang tersangkut masalah hukum, serta melakukan

13Kusno Adi. Diversi Sebagai upaya alternative penanggulanagan tindak pidana Narkotika oleh anak, Umm

Press, 2009, Hlm. 23

Page 12: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

12

langkah-langkah konkrit atau nyata dalam mendukung dekriminalisasi pecandu

narkotika.

.Usaha non penal dalam menanggulangi kejahatan sangat berkaitan dengan usaha

penal. Usaha non penal ini dengan sendirinya akan sangat menunjang

penyelenggaraan peradilan pidana dalam mencapai tujuannya. Pencegahan atau

menanggulangi kejahatan harus dilakukan pendekatan integral yaitu antara sarana

penal dan non penal.14 Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dan mengingat

bahwasanya upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih bersifat

tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, Dengan demikian, dilihat dari sudut

politik kriminal secara makro dan global, upaya-upaya non penal menduduki posisi

kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal, maka penulis tertarik

untuk mengangkat sebagai Skripsi dengan judul:“IMPLEMENTASI REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA DALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG NARKOTIKA SEBAGAI UPAYA NON PENAL BADAN

NARKOTIKA NASIONAL”.

(Studi Badan Narkotika Nasional Kota Malang)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana implementasi rehabilitasi pecandu Narkotika dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagai

upaya non penal Badan Narkotika Nasional?

14Sudarto, kapita selekta hukum pidana, 1981, hlm. 118

Page 13: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

13

2. Bagaimana mekanisme Badan Narkotika Nasional dalam penanganan

rehabilitasi terhadap pencandu narkotika?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui dan menganalisa hasil Implementasi rehabilitasi dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

sebagai upaya non penal Badan Narkotika Nasional dan mekanisme

penanganan rehabilitasi sesuai dengan PP no. 25 tahun 2011 dan Permenkes RI

nomor. 1305 dan 2171 tahun 2011 dalam pencegahan, pemberantasan,

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dilakukan Badan

Narkotika Nasional Kota Malang.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan apakah rehabilitasi medis dan sosial

oleh badan Narkotika nasional yang sudah dilakukan oleh Institusi Penerima

Wajib Lapor (IPWL) pecandu narkotika dalam pencegahan, pemberantasan,

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, sesuai dengan upaya non penal

dalam Undang-Undang Narkotika.

3. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan rehabilitasi medis dan sosial oleh Badan

Narkotika Nasional terhadap pecandu, serta upaya non penal dalam

penanggulangan penyalahgunaan narkotika di Badan Narkotika Nasional Kota

Malang.

D. MANFAAT PENELITIAN

Page 14: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

14

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk dapat menghasilkan konsepsi secara deskriptif tentang bagaimana

implementasi rehabilitasi pecandu narkotika dalam Undang-Undang

Narkotika sebagai upaya non penal Badan Narkotika Nasional dalam

pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Kota Malang.

b. Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu

pengetahuan di bidang hukum, khususnya dalam bidang hukum

kepidanaan.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Penulis, Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wacana dan

wawasan keilmuan bagi penulis sendiri yang berkaitan dengan tindak

pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

b. Bagi Akademisi, Untuk memperkaya wawasan pengetahuan akademisi di

bidang hukum pidana khususnya tentang bagaimana keefektifan dalam

implementasi rehabilitasi sebagai upaya non penal dalam menanggulangi

kejahatan terhadap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

c. Bagi Pihak Kepolisian, Bagi pihak kepolisian diharapkan penulis ini dapat

menjadi informasi tambahan dalam melaksanakan berbagai upaya dalam

menaggulangi tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

15

d. Bagi Pihak Badan Narkotika Nasional Kota Malang (BNNK), Diharapkan

penulisan ini dapat menjadi informasi yang berguna dalam mendukung

upaya-upaya yang dilakukan oleh BNNK Kota Malang Untuk

mencegahan, memberantasan, penyalahgunaan, peredaran gelap dan tindak

pidana kejahatan narkotika di kota Malang.

e. Bagi Masyarakat, Diharapkan penulisan skripsi ini dapat menambah

wawasan bagi masyarakat mengenai narkotika, dan bahaya yang

ditimbulkan apabila mengkonsumsi narkotika, serta ancaman hukumanya.

Sehingga dapat mengurangi jumlah tindak pidana penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika di kota Malang.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Guna memperoleh hasil penulisan yang sistematis dan mudah untuk dipahami,

maka diperlukan suatu tata penulisan yang benar. Adapun tata penulisan dalam

proposal ini akan dijabarkan dan dirinci dalam bab-bab dan sub bab sebagai

berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab 1 ini akan berisi uraian mengenai latar belakang pentingnya

permasalahan yang diangkat dalam penulisan proposal ini, memuat rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab II ini, merupakan kerangka dasar teori untuk dapat menganalisa

pada bab yang selanjutnya. Pada bab ini, penulis menguraikan mengenai kajian

Page 16: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

16

umum tentang narkotika, kajian umum mengenai Badan Narkotika Nasional,

Badan Narkotika Nasional Provinsi, dan kajian umum mengenai Badan Narkotika

Nasional Kota, Kajian Umum Mengenai Badan Narkotika Nasional Kota Malang

serta kajian umum tentang upaya non penal dan Kajian Umum mengenai Teori

Implementasi hukum.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III ini menguraikan Metode penelitian yang digunakan penulis dalam

melakukan penelitian mulai dari jenis penelitian, metode pendekatan penelitian,

alasan pemilihan lokasi penelitian, jenis dan sumber data penelitian, teknik

pengumpulan data, populasi dan sample, serta teknik analisa data penelitian yang

digunakan penulis.

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan pembahasan atas permasalahan pokok dalam

penelitian hukum ini. Dalam bagian pertama akan dibahas mengenai gambaran

secara umum tentang narkotika dan lokasi penelitian yaitu Kantor Badan

Narkotika Nasional Kota Malang. Selanjutnya akan dibahas mengenai

implementasi rehabilitasi pecandu Narkotika Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagai upaya non penal Badan

Narkotika Nasional dalam pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Kota

Malang, kesesuaian rehabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional sebagai upaya non

Page 17: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANGrepository.ub.ac.id/111553/2/BAB_I.pdf · 2 begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate

17

penal dalam melaksanakan penanggulangan penyalahgunaan narkotika tersebut,

dan solusi untuk mengatasi kendala tersebut, realita tindak pidana penyalahgunaan

narkotika di kota Malang, serta implementasi rehabilitasi sebagai upaya non penal

Badan Narkotika Nasional Kota Malang (BNNK) dalam pencegahan,

pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, sesuai dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 yang dilakukan di

Kota Malang.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab

sebelumnya sekaligus saran yang berisi beberapa masukan yang diharapkan

menjadi perimbangan bagi pihak-pihak yang terkait.