13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri besi di Indonesia telah memasuki tahap majurity dimana setiap aspek pembangunan membutuhkan bahan baku besi, tidak terkecuali pertambangan yang sangat bergantung terhadap besi tidak hanya membangun infrastruktur namun juga kepada safety tools (alat perlindungan). Seperti pernyataan Gernot Ringling, Direktur Messe Dusseldorf Asia, “Permintaan terhadap besi baja di Indonesia akan terus meningkat menyusul program konektivitas infrastruktur ekonomi nasional”. PT. Primasource Asia (PSA) merupakan industri pembuat safety tools untuk pertambangan bawah tanah dan untuk pembangunan pabrik (tidak menyediakan besi konstruksi) yakni wire mesh, rock bolt, cable bolt, plate, dan sebagainya. PSA memerlukan bahan baku besi berupa koil (gulungan) yang disediakan oleh vendor dan selanjutnya akan diproduksi di pabrik PSA menjadi barang siap pakai. PSA yang telah berdiri selama 8 tahun, memiliki sepak terjang yang bagus dimata para customer dikarenakan kualitas barang yang setara dengan barang import bahkan mencapai kategori memuaskan dengan harga yang masih terjangkau dalam cashflow perusahaan mereka. Kualitas barang yang dimiliki 1

BAB I-SIT (edited).doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I-SIT (edited).doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri besi di Indonesia telah memasuki tahap majurity dimana

setiap aspek pembangunan membutuhkan bahan baku besi, tidak terkecuali pertambangan

yang sangat bergantung terhadap besi tidak hanya membangun infrastruktur namun juga

kepada safety tools (alat perlindungan). Seperti pernyataan Gernot Ringling, Direktur

Messe Dusseldorf Asia, “Permintaan terhadap besi baja di Indonesia akan terus

meningkat menyusul program konektivitas infrastruktur ekonomi nasional”. PT.

Primasource Asia (PSA) merupakan industri pembuat safety tools untuk pertambangan

bawah tanah dan untuk pembangunan pabrik (tidak menyediakan besi konstruksi) yakni

wire mesh, rock bolt, cable bolt, plate, dan sebagainya. PSA memerlukan bahan baku besi

berupa koil (gulungan) yang disediakan oleh vendor dan selanjutnya akan diproduksi di

pabrik PSA menjadi barang siap pakai.

PSA yang telah berdiri selama 8 tahun, memiliki sepak terjang yang bagus dimata

para customer dikarenakan kualitas barang yang setara dengan barang import bahkan

mencapai kategori memuaskan dengan harga yang masih terjangkau dalam cashflow

perusahaan mereka. Kualitas barang yang dimiliki oleh PSA sangat ditentukan oleh

bahan baku yang disediakan oleh para vendor. Bahan baku tersebut harus sesuai dengan

standard produksi PSA. Sampai tahun 2013, pabrik penghasil bahan baku besi dalam

bentuk koil sudah banyak pilihan baik yang mereka olah sendiri dengan sumber daya

yang ada di Indonesia ataupun yang mereka import dari negara luar.

Pengadaan barang dan jasa merupakan aktivitas pemerintah yang paling

signifikan, tidak hanya dalam hal jumlah aktivitas namun juga dana yang dialokasikan

(Moon, 2005). Dalam APBN 2009 tercatat total nilai belanja yang melalui proses

pengadaan barang dan jasa adalah 347 triliun atau 33,4 % dari total APBN, yang terdiri

dari 180 triliun yang merupakan bagian dari Belanja Pemerintah Pusat dan Rp 167 triliun

1

Page 2: BAB I-SIT (edited).doc

adalah Belanja Daerah (Depkeu, 2010). Sayangnya besarnya dana yang dialokasikan

belum diimbangi dengan pengelolaan yang baik. Dari hasil pemeriksaan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II tahun 2008 untuk Belanja Pemerintah Pusat yang

berkaitan dengan pengadaan barang/jasa ditemukan 115 kasus kerugian negara, 6 kasus

yang berpotensi kerugian negara, 50 kasus kekurangan penerimaan, 27 kasus administrasi

dan 38 kasus ketidakhematan (BPK, 2010).

Pengadaan barang dan jasa secara konvensional memiliki beberapa kelemahan

(LKPP, 2009) yaitu: Pengadaan barang secara arisan dan adanya kickback selama proses

pengadaan, melakukan suap untuk memenangkan pengadaaan, proses pengadaan yang

tidak transparan, pengelola proyek tidak mengumumkan rencana pengadaan, pemasok

memasang harga yang lebih tinggi (mark-up), memenangkan perusahaan kerabat, saudara

atau kelompok tertentu tidak membuka akses bagi peserta dari derah sekitarnya,

mencantumkan spesifikasi teknis yang hanya dapat dipenuhi satu pelaku usaha tertentu,

adanya pemasok yang tidak memenuhi kelengkapan administrasi namun tetap dapat

mengikuti proses tender dan menggunakan metoda pemilihan penyedia barang/jasa

pemerintah yang tidak seharusnya untuk mencapai maksud tertentu seperti menggunakan

metoda penunjukkan langsung dengan tidak menghiraukan ketentuan yang ada. Masalah

akuntabilitas publik terhadap proses pengadaan barang secara konvensional juga menjadi

masalah etis tersendiri (Matthews,2005).

Untuk mengatasi berbagai kelemahan yang ada dalam proses pengadaan barang

dan jasa secara konvensional, maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan

sebuah inovasi dalam pengadaan barang dan jasa di sektor publik yaitu e-Procurement.

Kemauan politik pemerintah akan pentingnya e-Procurement secara eksplisit dinyatakan

oleh pemerintah semenjak dikeluarkannya Inpres No 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan

Strategi Nasional Pengembangan e-Government. E-Procurement atau pengadaan barang

dan jasa secara elektronik sebenarnya sudah lama diterapkan di sektor swasta.

Implementasi e-Procuremet di sektor swasta memberikan dampak positif bagi organisasi

membuat banyak organisasi sektor publik dan organisasi pemerintah di berbagai negara

mulai mengadopsi sistem ini (Reddick, 2004).

2

Page 3: BAB I-SIT (edited).doc

E-Procurement dapat menjadi instrumen untuk mengurangi tindakan KKN karena

melalui E-Procurement lelang menjadi terbuka sehingga akan muncul tawaran-tawaran

yanglebih rasional. Bahkan mereka juga yang tidak berada dalam jaringan pun bisa

terlibat. Meskipun menurut Fathur Wahid tidak terhindari adanya ‘permainan-permainan’

puladalam praktik E-Procurement. Penggunaan E-Procurement secara rasional dapat

menghemat anggaran 20-40%. Selain itu, E-Procurement dapat menghemat 50%

anggaran untuk kontrak kecil dan 23% untuk kontrak besar (Republika, 21 Juni 2009).

Kebijakan implementasi E-Procurement dilakukan dengan cara mengoptimalkan

pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mewujudkan good governance melalui

pengadaan barang dan jasa yang bebas KKN. Penerapan E-Procurement dikembangkan

untuk membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah secara

terpadu dengan pihak-pihak yang menjadi kerjasama dalam proses pengadaan barang dan

jasa. E-Procurement juga memberikan rasa aman dan nyaman. Rasa aman karena proses

pengadaan mengikuti ketentuan yang diatur secara elektronik dengan mengedepankan

transparansi dan akuntabilitas, sehingga pemenang adalah penyedia barang dan jasa yang

telah mengikuti kompetisi dengan adil dan terbuka. Jumlah peserta pengadaan yang

bertambah akan meningkatkan persaingan yang mengakibatkan penawaran mencapai

harga pasar yang sesungguhnya. Risiko panitia menjadi berkurang karena teknologi

membantu mengurangi memungkinan kesalahan prosedur baik yang disengaja maupun

tidak. Pada akhirnya, masing-masing pihak merasa nyaman berkat bantuan E-

Procurement. Kenyamanan yang diberikan juga dapat dilihat dari menurunnya jumlah

sanggah sejak digunakannya E-Procurement.

Sifat E-Procurement yang lintas sektor menuntut penyediaan fasilitas TI yang

mencukupi kebutuhan setiap unit organisasi dalam menyelenggarakan proses pengadaan.

Ketika sistem yang ada tidak dapat digunakan oleh pihak yang terkait dengan proses

pengadaan, tentunya akan menimbulkan keluhan. Dari sisi panitia pengadaan,

ketidaktersediaan sistem akan mengganggu proses pencantuman pengadaan beserta

dokumen penunjangnya. Dari sisi pelaku usaha, ketidaktersediaan sistem akan

mengganggu proses pengunduhan dokumen pengadaan, dan pengunggahan dokumen

penawaran. Oleh karena itu, E-Procurement menuntut organisasi untuk meningkatkan

3

Page 4: BAB I-SIT (edited).doc

kapasitas dan kemampuan dalam pengelolaan sistem TI. E-Procurement juga mengajak

pihak yang terlibat untuk lebih mengenal dan mengerti TI. Panitia pengadaan dituntut

mampu menggunakan teknologi TI dalam mengoperasikan sistem E-procurement. Pelaku

usaha wajib menggunakan teknologi yang ada jika ingin berpartisipasi dalam kegiatan

pengadaan.

1.2 Permasalahan

Pelelangan Elektronik di Indonesia memiliki banyak manfaat, namun

penerapannya ternyata masih sangat kurang, hal ini diakibatkan karena pelaksanaan e-

procurement juga memiliki banyak hambatan, contohnya investasi teknologi yang masih

tergolong mahal. Penelitian yang dilakukan sebelumnya di Indonesia sebatas kajian e-

procurement pada suatu perusahaan kontruksi tertentu. Tentu saja daftar hambatan yang

didapat dari studi tersebut sangat subyektif, hanya sebatas kendala yang dihadapi

perusahaan yang diteliti tersebut. Penelitian ini akan memanfaatkan Hambatan (barrier)

pelaksanaan e-procurement dari sudut pandang penyedia jasa konsultasi pada

pelaksanaan jasa konsultasi secara elektronik, literature telah didapat melalui penelitian

di Eropa, diharapkan dapat dijadikan sumber acuan penelitian di Indonesia agar didapat

gambaran umum hambatan pelaksanaan pelelangan elektronik yang terjadi di Indonesia.

Penelitian ini lebih lanut akan mendata persiapan apa saja yang diperlukan untuk

dapat melaksanakan e-procurement melalui pendapat pakar, lalu dianalisa pengaruh

hambatan tersebut pada pelaksanaan e-procurement tersebut terhadap penerapannya pada

penyedia jasa konsultasi dan memberikan rekomendasi tindakan untuk mengatasi

hambatan-hambatan tersebut.

Rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu :

1. Hambatan apa yang terjadi pada proses pengadaan barang/jasa secara

elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa.

2. Bagaimana mengatasi hambatan yang kuat berpengaruh pada proses

pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) terhadap penyedia

jasa.

4

Page 5: BAB I-SIT (edited).doc

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi hambatan pada proses pengadaan barang/jasa konsultasi secara

elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa.

2. Merekomendasikan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yang

kuat berpengaruh pada proses pengadaan baarang/jasa konsultasi secara eletronik (e-

procurement) terhadap penyadia jasa.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi :

1. Pemerintah sebagai penentu kebijakan pelaksanaan e-procurement, agar menjadi

acuan pada saat pembuatan Undang-Undang dan teknis pelaksaan mengenai e-

procurement di Indonesia.

2. Perusahaan konsultasi, sebagai pedoman dalam mempersiapkan perusahaan ketika

akan mengeikuti pelelangan elektronik (e-procurement)

3. Perusahaan swasta lainnya sebagai acuan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa

secara elektronik baik internal maupun external perusahaan.

5

Page 6: BAB I-SIT (edited).doc

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Pengadaan

Pengadaan barang/jasa di Indonesia dilaksanakan dengan pedoman Keppres RI

No.80 Tahun 2003 beserta perubahannya. Dalam pelaksanaannya, proses pemilihan

penyedia jasa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pemilihan/seleksi

antara lain :

1. Pelelangan/seleksi umum yaitu suatu metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang

dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media

massa.

2. Pelelangan/seleksi terbatas yaitu suatu metode pemilihan penyedia barang/jasa

terbatas dalam hal jumlah penyedia jasa yang mampu melaksanakan di yakini

terbatas.

3. Pelelangan/seleksi langsung adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan

membandingkan sekurang-kurangnnya 3 (tiga) penawaran.

4. Penunjukkan langsung adalah metode pemilihan penyedia jasa untuk pekerjaan

yang memenuhi kriteria keadaan tertentu dan keadaan khusus, dengan cara

penunjukkan langsung terhadap 1 (satu) penyedia jasa.

2.2 Definisi, Tujuan, dan Manfaat E-Procurement

Beberapa ahli memiliki pemahaman yang hampir sama mengenai

e-procurement. Croom dan Jones (2007) menjelaskan bahwa e-procurement

merujuk pada penggunaan penggabungan sistem teknologi informasi untuk fungsi

pengadaan, meliputi pencarian sumber daya, negosiasi, pemesanan, dan

pembelian. Selain itu Tatsis et al., (2006) juga mendefinisikan e-procurement sebagai

penggabungan manajemen, otomtisasi, dan optimisasi dari suatu proses pengadaan

organisasi dengan menggunakan sistem elektronik berbasis web. Davila et al.,

6

Page 7: BAB I-SIT (edited).doc

(2003) menambahkan definisi tentang e-procurement yaitu sebuah teknologi

yang dirancang untuk memfasilitasi pengadaan barang melalui internet.

Secara umum tujuan dari diterapkannya e-procurement yaitu untuk

menciptakan transparansi, efisiensi dan efektifitas serta akuntabilitas dalam pengadaan

barang dan jasa melalui media elektronik antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Demin (2002) menambahkan mengenai tujuan e-procurement yaitu untuk memperbaiki

tingkat layanan kepada para users, dan mengembangkan sebuah pendekatan pengadaan

yang lebih terintegrasi melalui rantai suplai perusahaan tersebut, serta untuk

mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam proses pengadaan.

Dari penerapan e-procurement telah diperoleh beberapa manfaat seperti yang

dijelaskan oleh Teo et al., (2009) membagi keuntungan dari e-procurement menjadi

2 yaitu keuntungan langsung (meningkatkan akurasi data, meningkatkan efisiensi dalam

operasi, proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya administrasi dan

mengurangi biaya operasi) dan keuntungan tidak langsung (e-procurement

membuat pengadaan lebih kompetitif, meningkatkan customer services, dan

meningkatkan hubungan dengan mitra kerja). Selain itu Panayitou et al., (2004) juga

menambahkan yaitu e-procurement dapat mengurangi supply cost (rata-rata sebesar 1

%), mengurangi Cost per tender (rata-rata 20% cost per tender), dapat memberikan

lead time savings (untuk open tender rata-rata 6,8 bulan - 4,1 bulan dan untuk

tender terbatas rata-rata 11,8 bualan-7,7 bulan), peningkatan proses (pemesanan

yang simpel, mengurangi pekerjaan kertas, mengurangi pemborosan, mempersingkat

birokrasi, standarisasi proses dan dokumentasi.

2.3 Hipotesis

7

Page 8: BAB I-SIT (edited).doc

3 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang dipilih guna mendekati

suatu masalah dan menemukan jawaban permasalahan.

Ada berbagai macam penelitian tergantung dari sudut mana seorang melihatnya.

Penelitian desktriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin.

Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu didalam

memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangkan menyusun teori-teori baru. Dalam

penelitian ini, penulis memandang bahwa penelitian yang akan dilakukan penulis adalah

penelitian deskriptif. Apabila pengetahuan tentang suatu masalah sudah cukup, maka

dilakukan pengujian ekplanatoris yang dimaksudkan untuk menguji hipotesa-hipotesa

tertentu. Penulis dalam hal ini akan menguji mengenai kesiapan penyedia jasa dalam

menghadapi pelaksanaan lelang elektronik.

Penulis menggilongkan penelitian ini sebagai penelitian yang berbentuk

diagnostic (penyelesaian yang dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengenai

sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala).

8