3

Click here to load reader

BAB I tht 1

  • Upload
    diki

  • View
    215

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kellainan tht

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa, kognitif dan kemampuan akademik. Bila gangguan pendengaran dan ketulian terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi akan lebih besar lagi. Dampak yang merugikan tersebut harus dicegah atau dibatasi melalui program deteksi dini ketulian. Gangguan pendengaran dan ketulian yang dapat dideteksi lebih awal kemudian mendapat habilitasi pendengaran yang memadai akan membuka kesempatan bagi penderita untuk mencapai kemampuan berkomunikasi yang lebih optimal sehingga lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan dan diharapkan mampu mengikuti jalur pendidikan biasa. 1Anak yang terlalu kecil bukan halangan untuk melakukan penilaian definitif gangguan pendengaran terhadap status fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea serta jalur suara. Kecurigaan terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus dilakukan secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics adalah pemeriksaan yang disesuaikan dengan umur anak, anak harus merasa nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan harus dilakukan pada tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio yang minimal. Salah satu uji pendengaran dalam rangka deteksi dini gangguan pendengaran yang sudah lazim sesuai rekomendasi JCIH (The Joint Commitee on Infant Hearing) tahun 2000 adalah dengan pemeriksaan OAE (Otoacoustic Emission).1

1.1. Epidemiologi Gangguan Pendengaran

Pendengaran memegang peranan yang sangat penting bagi anak dalam mempelajari bicara dan bahasa, sosialisasi dan perkembangan kognitif. Anak belajar berbicara berdasarkan pada apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran yang dialami anak sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan berbicara dan berbahasa. Suzuki (2004) mengatakan bahwa gangguan pendengaran adalah kecacatan yang tidak kelihatan. Berlainan dengan cacat kelahiran yang lain, gangguan pendengaran mempunyai kesulitan dalam deteksi. Di Amerika Serikat pada kasus gangguan pendengaran yang sedang sampai berat rata-rata dideteksi pada usia 20-24 bulan. Pada kasus gangguan pendengaran yang ringan ditemukan pada usia rata-rata 48 bulan. Bahkan pada kasus gangguan pendengaran yang unilateral baru dapat diidentifikasi pada usia sekolah. 1

Intervensi dini pada gangguan pendengaran dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Penanganan gangguan pendengaran yang dini terbaik dilakukan dibawah usia 6 bulan karena akan memberikan hasil intervensi yang optimal. Gangguan pendengaran adalah kasus kelainan bawaan tersering dengan angka kejadian berkisar antara 1 sampai 3 kejadian setiap 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat meningkat 10 hingga 50 kali lipat bila dilakukan survei pada kelompok dengan risiko tinggi.Angka kejadian gangguan pendengaran pada neonatus yang diobservasi ketat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah 2,5 setiap 100 bayi risiko tinggi. Suwento (2004) mencatat pada Survey Kesehatan Mata dan Telinga (1994-1996) di Indonesia didapatkan prevalensi gangguan pendengaran adalah 16,8%, tuli 0,4% dan tuli kongenital 0.1%.Selanjutnya data WHO menyebutkan bayi lahir tuli (tuli kongenital) berkisar 0,1-0,2% dengan risiko gangguan komunikasi dan akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan bangsa. Dengan angka kelahiran di Indonesia sekitar 2,6% maka setiap tahunnya akan ada 5200 bayi tuli di Indonesia.1

1.2. Prinsip Dasar Pemeriksaan Pendengaran Pada Bayi Dan AnakPemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak harus dapat menentukan :1a. Jenis gangguan pendengaran (sensorineural, konduktif, campur)

b. Derajat gangguan pendengaran (ringan sampai sangat berat)

Lokasi kelainan (telinga luar, tengah, dalam, kokle