42
BAB I PENDAHULUAN Henti jantung (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung merupakan kegawatan medik yang paling akut yang dihadapi oleh staf medik yang sering tidak menunjukkan tanda-tanda awal sebelumnya. Henti nafas terjadi bila nafas berhenti (apnea). Kedua keadaan ini saling terkait. 1 Henti jantung merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Pada banyak kasus sebenarnya kematian mendadak dapat dicegah bila tindakan resusitasi dilakukan secara tepat. Setiap tenaga kesehatan harus menguasai teknik resusitasi jantung paru otak (RJPO). Setiap tahun hampir 330.000 warga Amerika meninggal karena penyakit jantung. Setengahnya meninggal secara mendadak, karena serangan jantung (cardiac arrest). 2 Resusitasi jantung paru otak merupakan metode untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti nafas dan henti jantung serta menghindari kerusakan otak akibat hipoksia yang disebabkan karena henti sirkulasi. 1

bab i yeyen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aa

Citation preview

Page 1: bab i yeyen

BAB I

PENDAHULUAN

Henti jantung (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah jantung

untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara

mendadak dan dapat balik normal jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan

menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung merupakan kegawatan

medik yang paling akut yang dihadapi oleh staf medik yang sering tidak

menunjukkan tanda-tanda awal sebelumnya. Henti nafas terjadi bila nafas berhenti

(apnea). Kedua keadaan ini saling terkait.1

Henti jantung merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Pada banyak

kasus sebenarnya kematian mendadak dapat dicegah bila tindakan resusitasi

dilakukan secara tepat. Setiap tenaga kesehatan harus menguasai teknik resusitasi

jantung paru otak (RJPO). Setiap tahun hampir 330.000 warga Amerika

meninggal karena penyakit jantung. Setengahnya meninggal secara mendadak,

karena serangan jantung (cardiac arrest).2

Resusitasi jantung paru otak merupakan metode untuk mengembalikan

fungsi pernafasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti nafas dan henti

jantung serta menghindari kerusakan otak akibat hipoksia yang disebabkan karena

henti sirkulasi.

Pendekatan optimal dalam RJP dapat bervariasi, tergantung dari penolong,

penderita, dan sumber yang tersedia, namun tantangan yang muncul tetap, yaitu

bagaimana untuk mencapai RJP yang dini dan efektif. Keberhasilan RJP

dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati klinis dan mati biologis,

yaitu sekitar 4-6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak

yang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan

perfusi serebral merupakan tujuan utama RJP.

Resusitasi terdiri dari empat mata rantai yakni segera menjangkau

pelayanan gawat darurat, segera bantuan hidup dasar, segera defibrilasi dan segera

bantuan hidup lanjut. Bantuan hidup dasar yang diberikan dini terbukti

bermanfaat meningkatkan kualitas dan kuantitas survival. Jika henti jantung

1

Page 2: bab i yeyen

disebabkan fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel, kunci keberhasilan utama

adalah defibrilasi dini. Bantuan hidup lanjut sangat penting jika defibrilasi gagal

mengembalikan sirkulasi. Hasil penelitian Bresus menunjukkan fibrilasi ventrikel

merupakan irama yang ditemui pada hampir 50% pasien henti jantung. Survival

dini sesudah henti jantung di dalam rumah sakit adalah 40%. Penelitian dari

Gwinott atas 1500 henti jantung tahun 1997, menunjukkan kejadian fibrilasi

ventrikel sebagai irama awal telah menurun hingga 37% dimana 40% diantaranya

pulang hidup. Survival keseluruhan adalah 17,6%.2

Tahun 2015 American Heart Association (AHA), dalam Jurnal

Circulation yang diterbitkan 3 November 2015, mempublikasikan Pedoman

Cardiopulmonary Resucitation (CPR) dan Perawatan Darurat Kardiovaskular

2015. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa pedoman

sebelumnya tidak aman atau tidak efektif, melainkan untuk menyempurnakan

rekomendasi terdahulu.

2

Page 3: bab i yeyen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Henti jantung (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah jantung

untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara

mendadak dan dapat balik normal jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan

menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia

lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti jantung.5

Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau

takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol

(+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti

jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan

pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas

jantung menghilang.2,4

Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis,

femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan

berhenti atau satu-satu (gasping, apnue), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap

rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.6

Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin

(Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit

pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun

setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.4

Resusitasi Jantung Paru Otak yang bias kita kenal dengan nama RJPO atau

Cardiopulmonary Resuscitation adalah usaha untuk mengembalikan fungsi

pernafasan dan atau sirkulasi akibat terhentinya fungsi dan atau denyut jntung.

Resusitasi sendiri berarti menghidupkan kembali, dimaksudkan sebagai

usaha-usaha untuk mencegah berlanjutnya episode henti jntung menjadi

kematian biologis. Dapat diartikan pula sebagai usaha untuk mengembalikan

fungsi pernafasn dan atau sirkulasi yang kemudian memungkinkan untuk hidup

normal kembali setelah fungsi pernafasan dan atau sirkulasi gagal.

3

Page 4: bab i yeyen

Henti nafas adalah tidak adanya pergerakan dada dan aliran udara

pernafasan dari pasien. Bisa diakibatkan karena tenggelam, penyakiat staroke,

obstruksi jalan nafas, epiglotitis, overdosis obat-obatan, infark miokardium,

tersengat listrik, dan lain sebagainya.

Sedangkan henti jantung itu sendiri bisa didefinisikan sebagai

ketidaksanggupan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan O2 ke otak dan

organ vital lainnya secara mendadak dan dapat kembali normal jika dilakukan

tindakan pertolongan yang cepat dan tepat. Hal ini berarti henti jantung bisa

disebabkan oleh berbagai hal misalnya penyakit yang sebelumnya diderita, bisa

juga tanpa adanya penyakit yng mendahului, namun keduanya sama-sama

terjadi mendadak dan masih bersifat reversible.

Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernafasan

dan atau sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas dan atau henti jantung,

yang mana fungsi tersebut gagal total oleh sebab yang memungkinkan untuk

hidup normal.

2.2. Etiologi

1. Sebab-sebab henti nafas:

a. sumbatan jalan nafas: bisa disebabkan karena adanya benda asing,

aspirasi, lidah yang jatuh kebelakang

b. depresi pernafasan:

Sentral: obat, intoksikasi, tenggelam, setelah henti jantung, dan lain-lain.

Perifer: obat pelumpuh otot, penyakit myastenia gravis, dan lain-lain.

2. Sebab-sebab henti jantung:

a. penyakit kardiovaskular: fibrilasi atrium, infark myokard akut, emboli

paru

b. kekurangan oksigen akut : benda asing saluran nafas, hipoksia

4

Page 5: bab i yeyen

c. kelebihan dosis obat: digitalis, anti depresan trisiklik

d. anastesi dan pembedahan

e. gangguan asam basa: hipokalemia atau hiperkalemia

f. dan lain-lain.

2.3. Indikasi

RJP diindikasikan untuk setiap orang yang tidak sadar, yang tidak bernafas

atau hanya tergagap (gasping), sebagaimana yang sering terjadi pada henti jantung

1. Tanda-tanda henti jantung:

a. Hilangnya kesadaran dalam waktu 10-20 detik setelah henti jantung

b. Henti nafas (apnea) yang muncul setelah 15-20 detik henti jantung

c. Terlihat seperti mati, yang ditandai warna kulit pucat sampai kelabu

d. Pupil dilatasi dalam waktu 45 detik setelah henti jantung

e. Tidak teraba denyut arteri yang muncul setelah henti jantung

2. Tanda-tanda henti nafas

Indikasi RJPO untuk orang awam adalah henti nafas, bahkan hilangnya

kesadaran dapat langsung dilakukan RJPO. Bila terjadi henti nafas primer, jntung

dapat terus memompa darah selama beberapa menit selama ada sisa oksigen

dalam paru yang beredar ke otak dan organ lain. Penanganan dini pada pasien

henti nafas dapat mencegah henti jantung.

a. Aliran udara di hidung atau mulut tidak dapat didengar atau dirasakan

b. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta

tidak ada pengembangan dada saat inspirasi

c. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan

d. Bisa disertai bunyi nafas tambahan: snoring, wheezing

5

Page 6: bab i yeyen

e. Dapat disertai retraksi

f. Pada keadaan klinis dapat diketahui:

- hiperkarbia: penurunan kesadaran, peningktan CO2 arteri

- hipoksemia: takikardi, gelisah, berkeringat, sianosis.

2.4. RESUSITASI JANTUNG PARU

Resusitasi yang berhasil setelah terjadinya henti jantung membutuhkan

gabungan dari tindakan yang terkoordinasi yang ditunjukkan dalam Chain of

Survival, yang meliputi :

RJP secara tradisional telah menggabungkan kompresi dan nafas buatan

dengan tujuan untuk mengoptimalkan sirkulasi dan oksigenasi. Karakteristik

penolong dan penderita dapat mempengaruhi aplikasi yang optimal dari

komponen RJP.

Semua orang dapat menjadi penolong untuk penderita henti jantung.

Kompresi dada merupakan dasar dari RJP. Semua penolong, tanpa melihat telah

mendapat pelatihan atau tidak, harus memberikan kompresi dada pada setiap

penderita henti jantung. Karena sangat penting, kompresi dada harus menjadi

tindakan awal pada RJP untuk setiap penderita pada semua usia. Penolong yang

telah terlatih harus berkoordinasi dalam melakukan kompresi dada bersamaan

dengan ventilasi, sebagai suatu tim.

6

Page 7: bab i yeyen

Sebagian besar henti jantung pada dewasa terjadi secara tiba-tiba, sebagai

akibat dari kelainan jantung, sehingga sirkulasi yang dihasilkan dari kompresi

dada menjadi sangat penting. Berlawanan dengan hal itu, henti jantung pada anak-

anak seringkali karena asfiksia, dimana membutuhkan baik ventilasi maupun

kompresi dada untuk hasil yang optimal. Dengan demikian nafas buatan pada

henti jantung menjadi lebih penting untuk anak-anak daripada untuk dewasa.

2.5. BASIC LIFE SUPPORT

Algoritma Adult Basic Life Support yang secara luas dikenal adalah suatu

konsep kerangka untuk semua tingkatan penolong pada setiap kondisi. Aspek

dasar dalam BLS meliputi pengenalan (recognition) secara cepat henti jantung

yang tiba-tiba dan aktivasi emergency response system (activation), resusitasi

jantung paru yang dini (resuscitation), dan defibrilasi yang cepat (defibrillation)

dengan Automated External Defibrillator (AED). Pengenalan dan respon yang

dini terhadap serangan jantung dan stroke juga termasuk bagian dari BLS.

a. Pengenalan henti jantung secara cepat dan aktivasi emergency response

system

Ketika menjumpai seorang penderita yang mengalami henti jantung

secara tiba-tiba, penolong yang seorang diri harus pertama kali mengenali

bahwa penderita telah mengalami henti jantung, berdasarkan pada tidak

adanya atau berkurangnya respon nafas.

Setelah memastikan bahwa lokasi sekitar aman, penolong harus

memeriksa respon penderita dengan cara menepuk pundak penderita dan

memanggil penderita. Setelah itu baik penolong yang terlatih maupun yang

tidak terlatih harus segera mengaktifkan emergency response system (dengan

menghubungi nomor darurat yang tersedia). Setelah mengaktifkan emergency

response system semua penolong harus segera memulai RJP.

b. Pengecekan nadi

Penolong harus memeriksa nadi dalam waktu kurang dari 10 detik.

Dilakukan dengan menilai denyut arteri besar (arteri karotis, arteri femoralis)

dan harus segera melakukan kompresi dada jika tidak menemukannya. Bagi

7

Page 8: bab i yeyen

penolong yang tidak terlatih, pijat jantung dimulai jika pasien tidak responsif

dan napas tidak normal, tanpa meraba adanya denyut karotis atau tidak.

c. Resusitasi Jantung Paru yang dini

Kompresi Dada

Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan yang ritmis dan

bertenaga pada setengah bawah sternum. Kompresi ini akan menciptakan

aliran darah dengan cara meningkatkan tekanan intrathorakal dan secara

langsung menekan jantung. Hal ini menimbulkan aliran darah dan oksigen

menuju miokardium dan otak. Kompresi dada yang efektif penting untuk

menyediakan aliran darah selama RJP. Karena alasan ini semua penderita

henti jantung harus mendapatkan kompresi dada.

Untuk memperoleh kompresi dada yang efektif, tekan secara kuat dan

cepat (push hard and push fast). Kecepatan kompresi harus mencapai paling

sedikit 100 x/menit hingga 120/menit dengan kedalaman kompresi paling

sedikit 2 inchi (5 cm), namun tidak lebih besar dari 2,4 inci (6 cm). Penolong

harus memberi kesempatan agar daya rekoil paru dapat terjadi sempurna

setiap kali sehabis kompresi, untuk memberi kesempatan jantung mengisi

kembali secara penuh sebelum kompresi berikutnya. Penolong seharusnya

mencoba untuk mengurangi frekuensi dan durasi gangguan yang terjadi

selama kompresi untuk memaksimalkan jumlah kompresi yang diberikan tiap

menit dan mencegah ventilasi yang berlebihan.

8

Page 9: bab i yeyen

Kompresi dada pada anak dipakai satu tangan, sedangkan untuk bayi

hanya dipakai ujung jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bayi dan anak kecil

terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan harus dilakukan di

bagian tengah tulang dada. Pada bayi kedalaman kompresi adalah 1,5 inchi.

Penyelamatan pernafasan

RJP dimulai dengan 30 kompresi daripada memulai dengan 2 ventilasi

yang menunjukkan hasil yang lebih baik, namun jelas bahwa aliran darah

tergantung dari kompresi dada. Oleh sebab itu, penundaan dan interupsi dari

kompresi dada harus diminimalkan selama seluruh proses resusitasi.

Selain itu, kompresi dada dapat dimulai sesegera mungkin, sedangkan

memposisikan kepala, mengambil penutup untuk pertolongan nafas dari

mulut-ke mulut, dan mengambil alat bag-mask memakan banyak waktu.

Memulai RJP dengan 30 kompresi daripada 2 ventilasi menghasilkan

penundaan yang lebih singkat.

9

Page 10: bab i yeyen

Begitu kompresi dada telah dimulai, seorang penolong yang terlatih

harus memberikan nafas buatan dengan cara dari mulut ke mulut atau melalui

bag-mask untuk memberikan oksigenasi dan ventilasi, sebagai berikut:

- Memberikan setiap nafas buatan selama satu detik

- Berikan volume tidal yang cukup untuk menghasilkan

pengembangan dada yang terlihat (visible chest rise)

- Melakukan rasio kompresi dan ventilasi sebanyak 30:2

- Ketika jalan nafas buatan (misalnya endotracheal tube, combitu,

atau laryngeal mask airway [LMA]) telah dipasang selama RJP

dengan dua orang penyelamat, berikan nafas setiap 6-8 detik tanpa

menyesuaikan nafas dengan kompresi. Kompresi dada tidak boleh

berhenti untuk memberikan ventilasi.

d. Defibrilasi dini dengan AED

Setelah mengaktifkan emergency response system, penolong yang

seorang diri harus mencari AED (Automated External Defibrilation) (bila

AED dekat dan mudah didapatkan) dan kemudian kembali ke penderita untuk

memasang dan menggunakan AED. Penolong lalu memberikan CPR

berkualitas tinggi.

Bila terdapat dua atau lebih penolong, seorang penolong harus segera

memberikan kompresi dada sedangkan penolong kedua mengaktifkan

emergency response system dan mengambil AED (atau defibrillator manual

pada kebanyakan rumah sakit). AED harus digunakan secepat mungkin dan

kedua penyelamat harus memberikan RJP dengan kompresi dada dan

ventilasi.

10

Page 11: bab i yeyen

Tahapan defibrilasi :

- Nyalakan AED

- Ikuti petunjuk

- Lanjutkan kompresi dada segera setelah syok (meminimalkan

gangguan)

11

Page 12: bab i yeyen

Tabel perbandingan dasar BLS pada dewasa, anak-anak dan bayi (termasuk RJP

pada neonatus).

FASE RJP

FASE 1 : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support)

Ini adalah prosedur pertolongan darurat untuk mengatasi obstruksi jalan nafas,

henti nafas dan henti jantung.

C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru

12

Page 13: bab i yeyen

A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka

B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat.

FASE II: Tunjangan Hidup Lanjutan (Advance Life Support)

Ini adalah prosedur setelah tunjangan hidup dasar yang ditambah dengan:

D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.

E (EKG) : diagnosis elektrokardiografi secepat mungkin untuk mengetahui

fibrilasi ventrikel.

1. FASE III : Tunjangan Hidup Terus-menerus (Prolonged Life

Support)

G (Gauge) : Pengukuran dari pemeriksaan untuk memonitoring penderita

secara terus menerus, di nilai, di cari penyebabnya dan kemudian

mengobatinya.

H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem saraf

dari kerusakan lebih lanjtu akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat

dicegah terjadinya kerusakan neurologic yang permanen.

I (Intensive Care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi:

trakeostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran

pH, pC02 bila diperlukan dan tunjangan sirkulasi mengendalikan jika

terjadinya kejang.

2.6. KEPUTUSAN UNTUK MENGAKHIRI UPAYA RESUSITASI

Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu

dari berikut ini : telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif;

ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab; penolong terlalu capek

sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi; pasien dinyatakan mati; setelah

dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam

13

Page 14: bab i yeyen

stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir

dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah 30 menit – 1 jam

terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJPO.

Pasien dinyatakan mati bila telah terbukti terjadi kematian batang otak,

fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti/irreversible.

Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada

pernafasan spontan dan reflek muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap

selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, dibawah efek

barbiturat, atau dalam anestesi umum. Sedangkan mati jantung ditandai oleh tidak

adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling sedikit 30 menit walaupun

dilakukan upaya RJPO dan terapi obat yang optimal. Tanda kematian jantung

adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya

resusitasi.

2.7. Bantuan Hidup Lanjut

Drugs

Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk

memperbaiki ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi

gangguan irama utama selama henti jantung. Bantuan hidup dasar memerlukan

peralatan khusus dan penggunaan obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti

jantung atau henti nafas dibuat dan harus diteruskan sampai bantuan hidup lanjut

diberikan. Setelah dilakukan CBA RJP dan belum timbul denyut jantung spontan,

maka resusitasi diteruskan dengan langkah DEF. 7 Bantuan hidup kardiovaskular

lanjut meliputi intervensi untuk mencegah henti jantung, menangani henti jantung,

dan meningkatkan luaran pasien yang mencapai kembalinya sirkulasi yang

spontan setelah henti jantung.5 Setelah dilakukan CAB RJP dan belum timbul

denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan seperti langkah berikut :7

1. Disability

Menjelang akhir primary survey, dilakukan evaluasi terhadap keadaan

neurologis secara cepat, yang dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran

14

Page 15: bab i yeyen

dan reaksi pupil. Satu cara sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah

metode AVPU.8

A : Alert (sadar)

V : Respon terhadap rangsangan vokal (suara)

P : Respon terhadap rangsangan nyeri (pain)

U : Unresponsive (tidak ada respon)

Cara lain yang digunakan sebagai pengganti AVPU yaitu GCS (Glasgow

Coma Scale) yang merupakan sistem scoring yang sederhana yang dapat

meramal kesudahan atau outcome penderita.8

Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan atau

penurunan perfusi ke otak atau disebabkan trauma langsung pada otak.

Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan

oksigenasi ventilasi dan perfusi.8

Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita.

Walaupun demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia atau

hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka trauma capitis

dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran dan bukan alkoholisme

sampai terbukti sebaliknya.8

2. Exposure (kontrol lingkungan)

Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara

menggunting guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian

dibuka, penting agar penderita tidak kedinginan (mencegah hipotermi), harus

dipakaikan selimut hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan

intravena yang sudah dihangatkan.8

Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,

1. Penting, yaitu : Adrenalin

Natrium bikarbonat

Sulfat Atropin

Lidokain

15

Page 16: bab i yeyen

2. Berguna, yaitu : Isoproterenol

Propanolol

Kortikosteroid. (5)

Natrium bikarbonat

Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1

mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10

menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif

tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis,

takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka

ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.

Adrenalin

 Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada anak- anak.

Cara pemberian : iv, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin diencerkan

dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg

adrenalin). Jika keduanya tidak mungkin : lakukan intrakardial (hanya oleh

tenaga yang sudah terlatih).  

Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut spontan atau mati

jantung. Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta dan yang perlu

diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi

ventrikel.

Lidokain

Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara

meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis

terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard,

tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif

menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah

defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang

16

Page 17: bab i yeyen

mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv

sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan

infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa

lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).

Sulfat Artopin

Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan

mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna

dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark

miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv.

Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi >

60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler

derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.

Isoproterenol

Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena

complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20

mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur

untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna

untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.

Propranolol

Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk

kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang

dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya

adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

Kortikosteroid

17

Page 18: bab i yeyen

Sekarangg lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon

sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok

kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak

setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam

akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi,

maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

EKG

Diagnosis elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring.

Fibrillation Treatment

18

Page 19: bab i yeyen

19

Page 20: bab i yeyen

Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang

sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.

Keputusan untuk mengakhiri resusitasi

Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis,

tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler

penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi

pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan

tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30

menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi

selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila

tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10

menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat. (5)

2.7 Bantuan Hidup Jangka Lama

Bantuan hidup jangka lama merupakan pengelolaan pasca resusitasi yang

terdiri dari:

1. Gauging

Gauging merupakan cara untuk menentukan dan memberi terapi penyebab

kematian dan menilai sampai sejauh mana pasien dapat diselamatkan.7,9

2. Human Mentation

Sistem saraf pusat diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang baru.7

3. Intensive care

Intensive care merupakan resusitasi jangka panjang. Jenis pengelolaan yang

diperlukan pasien yang telah mendapat resusitasi bergantung kepada hasil

resusitasi. Pasien yang tidak mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah

terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pantauan intensif dan

observasi terus-menerus terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi otak, ginjal dan

hati. Pasien yang mempunyai kegagalan satu atau lebih dari satu sistem,

memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis dan

resusitasi otak.7,9

20

Page 21: bab i yeyen

Organ yang paling terpengaruh oleh kerusakan hipoksemia dan iskemik

selama henti jantung adalah otak. Bila pasien tetap tidak sadar hendaknya

dilakukan upaya untuk memelihara perfusi dan oksigenasi otak. Tindakan-

tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan

darah sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sebab otak

dan penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan intra kranial. Oksigen

tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajat sedang juga

membantu (Pa CO2 = 25-30 mmHg).7

2.8 Penanganan pada pasien henti jantung di Rumah Sakit

21

Page 22: bab i yeyen

22

Page 23: bab i yeyen

23

Page 24: bab i yeyen

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Contoh kasus

Pasien, usia 40 tahun, BB 50 tahun datang ke UGD dengan cardiact arrest, pasien sudah dilakukan RJPO dan ROSC tetapi di UGD kembali cardiac arrest.

a) Rencanakan perencanaan RJPO :

24

Page 25: bab i yeyen

b) Manajemen Cardiac Arrest

Berdasarkan pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC didasarkan pada :

Bantuan Hidup Dasar Dewasa dan Kualitas CPR berupa

1. Pengenalan dan pengaktifan cepat system tanggapan darurat : operatpr

harus dapat menilai pernapasan dan denyut secara bersamaan sebelum

benar-benar mengaktifkan system tanggapan darurat

2. Early CPR

25

Page 26: bab i yeyen

26

Page 27: bab i yeyen

27

Page 28: bab i yeyen

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien dengan Cardiac Arrest berdasarkan Pedoman AHA 2015

untuk CPR dan ECC pada pasien dengan henti jantung di rumah sakit dilakukan

penatalaksanaan berupa bantuan hidup dasar serta perawatan pasca serangan

jantung jika telah terjadi ROSC guna menindak lanjuti komplikasi yang dapat

terjadi pasca serangan jantung.

Berdasarkan bantuan hidup dasar pada pasien di rumah sakit AHA 2015

telah mengeluarkan algoritma berupa pengenalan dan pengaktifan cepat system

tanggapan darurat, setelah itu melakukan siklus kompresi dada dan ventilasi

berdasarkan algoritma CPR

Jika telah terjadi ROSC dilakukan perwatan pasca serangan jantung berdasarkan

algoritma

28

Page 29: bab i yeyen

29

Page 30: bab i yeyen

BAB VKESIMPULAN

5.1 Resusitasi Jantung Paru Otak

American Heart Association tahun 2015 pada tanggal 3 November

2015 telah mengeluarkan pedoman tentang pembaruan pedoman untuk

CPR dan ECC, tidak dapat banyak perubaharan dari pedoman sebelumnya

pada tahun 2010. Pada pedoman 2015 lebih ditekankan tentang kedalaman

kompresi dada dengan minimum 2 inci (5 cm) , dengan kecepatan 100 –

120/menit, serta membolehkan recoil penuh setelah setiap kali kompresi,

meminimalkan jeda dalam kompresi , dan memberikan ventilasi yang

cukup ( dengan siklus 30 kompresi : 2 napas buatan, dengan napas buatan

diberikan 1 detik, setiap kali diberikan dada terangkat)

Untuk penatalaksanaan serangan jantung bagi pasien dirumah sakit

penatalaksanaan pada saat serangan jantung berupa bantuan hidup dasar

yang didahului dengan pengenalan dan pengaktifan cepat system

tanggapan darurat dan dilakukan tindakan resusitasi berdasarkan algoritma

Setelah terjadi ROSC penatalaksanaan dilan

30

Page 31: bab i yeyen

jutkan dengan perawatan pasca serangan jantung berdasarkan algoritma

31