Upload
dwi-sutiadi
View
3
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jbkswkkn
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu keadaan yang dapat menurunkan
kualitas hidup, meningkatkan angka kesakitan dan kematian.1 Pada DM terjadi
peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh kekurangan atau bahkan tidak
adanya produksi insulin.2 Pada kebanyakan Negara berkembang, termasuk
Indonesia, angka kejadian diabetes melitus tipe 2 cenderung meningkat dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir.2,3 Salah satu penyebabnya diduga kuat karena
peningkatan jumlah obesitas pada masyarakat, hal ini berkaitan dengan kebiasaan
makan yang tidak sehat dan perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban.2,4
Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemukan,
DM ini sering menyebabkan kecacatan dan bahkan kematian. Dari penelitian
yang dilakukan oleh National Hospital Ambulatory Medical Care Survey
(NHAMCS) yang dimulai tahun 1992, didapatkan bahwa DM merupakan
diagnosis primer sebagai alasan kunjungan pasien ke rumah sakit di Amerika
Serikat pada tahun 2006.5
Hasil survey di Asia Tenggara didapatkan data bahwa Indonesia
menempati peringkat ke 4 DM dengan prevalensi 5,7% setelah Malaysia dengan
prevalensi 8,0%, Singapura dengan prevalensi 8,1% dan Thailand dengan
prevalensi 11,9%.9
Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, prevalensi
diabetes melitus di Riau mencapai 10,2% sedangkan rerata nasional hanya 5,7%.
Riau termasuk dalam 12 provinsi yang mempunyai prevalensi lebih tinggi dari
1
2
rerata nasional. Riau merupakan peringkat ketiga tertinggi prevalensi diabetes
melitus setelah Kalimantan Barat dan Maluku Utara.10 Berdasarkan data tersebut
disebutkan bahwa prevalensi DM lebih tinggi pada orang yang mempunyai berat
badan lebih dan obesitas, serta pada kelompok yang memiliki aktifitas fisik yang
kurang.10 Dari Laporan Bulanan Data Kesakitan di Kota Pekanbaru tahun 2011
didapatkan hasil total laporan penderita DM Tipe 2 selama satu tahun berjumlah
7076 laporan, baik itu laki-laki maupun wanita, hal ini meningkat dibandingkan
tahun 2010 yang hanya berjumlah 5851 laporan.11
Data tersebut, menunjukkan bahwa kejadian DM di kota Pekanbaru
cenderung meningkat. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan gaya hidup
masyarakat perkotaan yang memilih serba instan dan tidak sehat. Masyarakat
perkotaan, khususnya masyarakat yang bekerja di perkantoran memiliki resiko
lebih tinggi akibat kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan sedangkan asupan
kalori setiap harinya cukup tinggi. Hal ini dapat memicu terjadinya kelebihan
berat badan atau obesitas yang secara langsung berhubungan dengan terjadinya
diabetes melitus.
Diabetes melitus sering tidak terdiagnosa karena perjalanan penyakit ini
untuk menjadi komplikasi yang berat berlangsung cukup lama sehingga harus
dilakukan pemeriksaan gula darah untuk mendiagnosa diabetes.14
Menurut (NHANES) Third National Health and Nutrition Examination
Survey, kurang lebih sepertiga pasien diabetes tidak terdiagnosa.8 Pada tahun
2010 di Amerika diperkirakan 25,8 juta masyarakatnya mengalami diabetes
sedangkan sekitar 7 juta tidak terdiagnosa.12
3
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh departemen epidemiologi FK UI
pada tahun 2010, prevalensi DM tidak terdiagnosa di Indonesia pada usia diatas
18 tahun berjumlah 4,1% dari total 5,6% populasi diabetes di Indonesia.13
Pendiagnosaan terhadap kasus DM yang belum terdeteksi ini secara dini
harus segera dilakukan agar perkembangan dari penyakit dan komplikasinya bisa
dicegah.1
Obesitas dan kelebihan berat badan berhubungan dengan peningkatan
resiko kejadian diabetes melitus.15,16 Kontrol berat badan penting dalam
manajemen diabetes dan pencegahan perkembangan prediabetes menjadi DM.17,18
Salah satu cara sederhana untuk menentukan obesitas ini adalah dengan mengukur
Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien. Dari penelitian di Korea Selatan
menggunakan data Korean National Health and Nutrition Examination Survey
(KNHANES) tahun 2005, didapatkan hasil, derajat IMT meningkat seiring
peningkatan kadar gula darah puasa pada rentang kadar gula darah puasa < 100
mg/dl, mencapai puncaknya pada kadar gula darah puasa 100-109 mg/dl, dan
mulai tidak berpengaruh pada kadar gula darah puasa yang lebih tinggi.19
Dengan dasar teori yang telah dijabarkan peneliti tertarik untuk melakukan
pengukuran IMT dihubungkan dengan kadar gula darah pasien untuk
mendapatkan gambaran apakah ada hubungan yang signifikan dari status gizi
dengan kejadian Diabetes mellitus tidak tergantung insulin pada pegawai
pemerintahan sekretariat daerah pekanbaru.
4
1.2 Perumusan masalah
Dari latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk
merumuskan pertanyaaan penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah
puasa pada keadaan Diabetes Mellitus tidak terdiagnosa pada pegawai sekretariat
daerah Provinsi Riau pada bulan November Tahun 2012.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan Indeks massa tubuh dengan
kadar gula darah puasa pada pegawai sekretariat daerah Provinsi Riau pada bulan
November tahun 2012.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Identifikasi indeks massa tubuh pada pegawai sekretariat daerah Provinsi
Riau.
2. Identifikasi diabetes tidak terdiagnosa di pegawai sekretariat daerah
Provinsi Riau, dengan pemeriksaan kadar gula darah puasa.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya :
1. Responden mendapatkan info mengenai kadar gula darahnya dan
mengetahui factor resiko dari Diabetes Mellitus.
5
2. Memberikan informasi serta referensi bagi masyarakat luas dan
pemerintah tentang pentingnya pemeriksaan indeks massa tubuh dalam
penegakan diagnosis DM.
3. Sebagai pembanding dan masukan atau data dasar bagi peneliti lain untuk
penelitian selanjutnya.
4. Sebagai sarana belajar bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu
kedokteran yang dipelajari selama kuliah.
1.5 Hipotesis penelitian
Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula puasa.