18
1 BAB I PENDAHULUAN Tinea korporis merupakan istilah untuk menunjukkan adanya infeksi jamur golongan dermatofita pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat paha, tangan dan kaki. Sedangkan istilah tinea kruris digunakan untuk infeksi jamur dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal serta gluteus. 1,2,3 Tinea korporis dan tinea kruris dapat digolongkan menjadi tinea glabrosa karena keduanya terdapat pada kulit yang tidak berambut. Walaupun secara klinis terdapat murni tinea kruris atau korporis, namun bisa ditemukan tinea kruris et korporis bersamaan. 3 Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari data beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari 2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang). 4 Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008 terdapat 274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58 kasus (21,16%) diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah tinea kruris. Berikut dilaporkan suatu kasus tinea korporis et kruris yang kronis terjadi pada seorang perempuan berusia 55 tahun sudah menikah dan bekerja sebagai ibu rumah tangga, tinggal di Tanjung Pauh Talang Palipa Dusun Mekar Jaya, Mestong.

BAB II CRS - fix new2

  • Upload
    qyura

  • View
    26

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BAB II CRS - fix new2

Citation preview

Page 1: BAB II CRS - fix new2

1

BAB I

PENDAHULUAN

Tinea korporis merupakan istilah untuk menunjukkan adanya infeksi jamur

golongan dermatofita pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat

paha, tangan dan kaki. Sedangkan istilah tinea kruris digunakan untuk infeksi

jamur dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan

perianal serta gluteus.1,2,3

Tinea korporis dan tinea kruris dapat digolongkan

menjadi tinea glabrosa karena keduanya terdapat pada kulit yang tidak berambut.

Walaupun secara klinis terdapat murni tinea kruris atau korporis, namun bisa

ditemukan tinea kruris et korporis bersamaan.3

Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari data

beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase

dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari 2,93%

(Semarang) sampai 27,6% (Padang).4 Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar

pada tahun 2008 terdapat 274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58

kasus (21,16%) diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah

tinea kruris.

Berikut dilaporkan suatu kasus tinea korporis et kruris yang kronis terjadi

pada seorang perempuan berusia 55 tahun sudah menikah dan bekerja sebagai ibu

rumah tangga, tinggal di Tanjung Pauh Talang Palipa Dusun Mekar Jaya,

Mestong.

Page 2: BAB II CRS - fix new2

2

BAB II

LAPORAN KASUS

Autoanamnesis pada tanggal 12 Februari 2015

Seorang perempuan berusia 55 tahun sudah menikah dan bekerja sebagai

ibu rumah tangga, tinggal di Tanjung Pauh Talang Palipa Dusun Mekar Jaya,

Mestong, datang dengan keluhan ada penebalan kemerahan dan terasa gatal pada

kulit pantat, tungkai bawah kanan dan kiri sejak ± 2 tahun SMRS.

Ketika riwayat perjalanan penyakitnya ditelusuri, didapatkan ± sejak 2 tahun

SMRS, os mengeluh timbul penebalan kulit kemerahan berbentuk lingkaran kecil

sebesar koin Rp. 25,- mula-mula di tungkai bawah kanan. Penebalan tersebut

terasa gatal sehingga os menggaruk penebalan tersebut. Ketika digaruk, penebalan

tersebut semakin melebar bahkan menimbulkan penebalan-penebalan kulit baru

yang tidak beraturan. Gatal pada penebalan kulit tersebut dirasakan hilang timbul.

Ketika os merasakan gatal, os menggaruk penebalan kulitnya, gatal hilang

sebentar kemudian timbul kembali. Gatal akan semakin terasa jika os mencuci

pakaian, setelah mandi, dan di malam hari. Sebaliknya, os merasa gatalnya

berkurang jika di sekitar penebalan dalam keadaan kering. Selain itu, tidak ada

keluhan lain yang dirasakan pada penebalan merahnya, seperti panas (-), nyeri (-),

kebas (-). Os juga tidak mengeluhkan demam (-).

Dua bulan setelah timbul penebalan kemerahan di tungkai bawah kanan,

lalu timbul bercak kemerahan di pantat. Bercak timbul terlebih dahulu di pantat

sebelah kiri. Os mengatakan bahwa bercak kemerahan di pantat awalnya kecil,

berwarna lebih merah daripada yang sekarang, dan terasa gatal. Lalu, os sering

menggaruk-garuknya sehingga bercak semakin melebar dan menebal seperti

sekarang ini bahkan semakin gatal. Gatal semakin terasa jika os keringatan dan

daerah pantat sedang lembab. Untuk keluhan lainnya sama seperti keluhan pada

tungkai bawah kanannya.

Dari awal sakit sampai sekarang, os terbiasa mandi menggunakan sabun

mandi “L” batangan dan dipakai oleh seluruh keluarga. Namun, tidak ada

keluarga lain yang menderita keluhan yang sama. Selain itu, os terbiasa

mengganti pakaian dalamnya setiap kali mandi yaitu dua kali sehari (pagi dan

Page 3: BAB II CRS - fix new2

3

sore). Namun, pakaian rumahnya hanya diganti satu kali sehari. Os jarang

menjemur alat tidurnya. Untuk kebersihan rumah, os terbiasa membersihkannya

sendiri. Os terbiasa menyapu rumah satu kali sehari di pagi hari dan mengepel

satu kali seminggu. Untuk lingkungan sekitar rumahnya, os sudah jarang

membersihkannya karena sudah tidak terlalu kuat. Selain itu, os tidak ada

memelihara binatang apapun.

Os pernah menggunakan sabun khusus untuk gatal-gatal, namun tidak ada

perubahan. Oleh karena itu, os memakai salep yang ia beli sendiri (merk, warna,

dan keterangan lain os lupa). Keluhan tidak hilang sehingga os berobat ke

puskesmas dan diberikan salep (merk, warna, dan keterangan lain os lupa).

Namun, tidak ada perubahan dari pemberian salep tersebut.

Akhirnya ± 1,5 tahun SMRS, Os baru berobat ke RS. Mattaher untuk

berobat yang pertama kalinya. Os diberikan obat oleh dokter yang sama dengan

yang mengobatinya sekarang, Os diberikan obat pil minum dan salep. Setelah

minum obat, keluhan berkurang dan os tidak melakukan kontrol ulang. Beberapa

bulan kemudian, keluhan timbul lagi sehingga os berobat lagi untuk yang kedua

kalinya dengan keluhan yang sama dan diberikan obat lagi. Keluhan gatal yang os

rasakan berkurang sehingga os berhenti memakai obat dan os tidak melakukan

kontrol ulang.

± 3 bulan yang lalu, keluhan menjalar ke paha kiri dan tungkai bawah kiri.

Keluhannya yaitu timbul penebalan di tungkai bawah kiri dan bercak kemerahan

di paha kiri. Selama 3 bulan ini, os tidak menggunakan obat apapun sehingga

bercak dan penebalan semakin hari semakin gatal. Oleh karena itu, os berobat ke

RS Mattaher lagi (berobat yang ketiga kalinya).

Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, selain keluhan penyakit ini, os tidak

pernah mengalami keluhan kulit lainnya. Os mengatakan bahwa ia pernah berobat

ke RS ini dan diduga memiliki sakit gula. Os pernah mengalami keputihan

sewaktu remaja sekarang tidak lagi. Selain itu, os tidak pernah mengalami sakit

lainnya seperti alergi (-), hipertensi (-), gangguan ginjal (-).

Berdasarkan riwayat penyakit keluarga, tidak ada anggota keluarga yang

memiliki keluhan yang sama seperti os. Keluhan kulit lainnya juga tidak ada.

Page 4: BAB II CRS - fix new2

4

Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum os

tampak sakit ringan, kesadaran kompos mentis, vital sign yang didapatkan dari

pemeriksaan yaitu tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 22

x/menit dan suhu 36,5ºC. Pada pemeriksaan fisik kepala : bentuk normocephal

dan tidak terdapat efloresensi pada kepala, pada mata tidak terdapat konjungtiva

anemis maupun sklera ikterik, pupil anisokor kanan-kiri, dan tidak terdapat

efloresensi pada palpebra. THT dalam batas normal dan tidak terdapat adanya

efloresensi. Pada pemeriksaan leher tidak terdapat pembesaran KGB, namun

terdapat ruam. Pada pemeriksaan thorak anterior maupun posterior tidak tampak

efloresensi. Pemeriksaan inspeksi pulmo : tidak terdapat pelebaran sela iga kanan-

kiri, tidak terdapat retraksi ; palpasi : stemfremitus sama kiri-kanan ; perkusi :

sonor kiri-kanan ; auskultasi nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi maupun

wheezing. Pemeriksaan inspeksi jantung : iktus kordis tidak terlihat, palpasi iktus

kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, perkusi batas-batas jantung

dalam batas normal dan auskultasi bunyi jantung I/II reguler, tidak terdapat

murmur ataupun gallop. Pada pemeriksaan abdomen; Inspeksi : abdomen datar,

tidak terdapat efloresensi, palpasi teraba supel, tidak terdapat pembesaran hepar

maupun lien, perkusi terdengar timpani dan auskultasi terdengar bising usus

normal. Pada pemeriksaan ekstremitas superior kiri dan kanan akral teraba hangat,

edema (-), dan terdapat ruam pada ekstremitas inferior dekstra-sinistra.

Page 5: BAB II CRS - fix new2

5

Pemeriksaan status dermatologis pada regio gluteus sinistra terdapat plak

eritema sebagian hiperpigmentasi, jumlah solitar, bentuk polisiklik, ukuran 18 x

10 x 0,1 cm - 18 x 12 x 0,1 cm, sirkumskrip. Lesi ditutupi skuama kutikular

diatasnya warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema sebagian hiperpigmentasi,

multiple, anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama kutikular warna

putih. Pada regio 2/3 distal gluteus sinistra, intergluteus, sekitar anus, perineum,

sampai inguinalis bilateral lesi disertai likenifikasi, jumlah multiple, bentuk

polisiklik, ukuran 8 x 6 x 0,1 – 14 x 6 x 0,1 cm, konfluens, sirkumskrip ditutupi

skuama lameral diatasnya warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema sebagian

hiperpigmentasi, multiple, anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama

psoriasiformis warna putih. (Gambar 1)

Pada regio gluteus dekstra terdapat plak eritema, multiple, anular, ukuran 3

x 2 x 0,1 cm, diskret, sirkumskrip. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple,

anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama pitiriasiformis warna

putih. (gambar 1)

Gambar 1. Lesi di regio gluteus

Page 6: BAB II CRS - fix new2

6

Regio femoris posterior sinistra terdapat makula eritematosa, multiple,

anular – polisiklik, ukuran 3 x 2 cm - 10 x 8 cm, diskret, sirkumskrip, ditutupi

skuama kutikular warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple, anular

miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama pitiriasiformis warna putih.

(Gambar 2)

Gambar 2. Regio femoris

Regio cruris medial sinistra terdapat plak eritematosa, multiple, anular,

ukuran diameter 2-3 cm, diskret, sirkumskrip, tepi aktif berupa papul eritema,

multiple, anular, miliar, diskret, sirkumskrip ditutupi skuama pitiriasiformis warna

putih. (Gambar 3)

Gambar 3. Regio cruris inferior medial sinistra

Page 7: BAB II CRS - fix new2

7

Regio cruris sinistra 1/3 distal lateral terdapat makula hiperpigmentasi,

multiple, anular, ukuran diameter 1 – 2 cm, diskret, sirkumskrip. (Gambar 4)

Gambar 4. Regio cruris sinistra 1/3 distal

Regio cruris dekstra terdapat plak eritematosa, multiple, anular, ukuran 2 –

3 x 0,1 cm, diskret, sirkumskrip. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple, anular,

ukuran 0,1 cm, diskret, sirkumskrip ditutupi skuama pitiriasiformis warna putih.

(gambar 5)

Gambar 5. Regio cruris dekstra

Page 8: BAB II CRS - fix new2

8

Hasil Pemeriksaan Penunjang kerokan kulit dengan KOH 10% pada regio

gluteus ditemukan hifa (+), jamur (+). Selain itu, hasil pemeriksaan laboratorium

darah rutin dan glukosa darah dalam batas normal.

Diagnosis banding pada kasus ini adalah eritrasma, kandidiasis, psoriasis,

pitiriasis rosea, neurodermatitits sirkumskripta. Diagnosis kerja pada kasus ini

adalah tinea corporis et cruris. Penatalaksanaan umum adalah memberikan

edukasi pada os yaitu meningkatkan kebersihan badan seperti mandi pakai sabun,

ganti pakaian setiap hari, ganti sprei, ganti handuk dan cuci dengan teratur. Selain

itu, hindari keadaan lembab misalnya hindari pakaian yang tidak menyerap

keringat, hindari pakaian yang panas (karet dan nylon). Selanjutnya, hindari

sumber penularana seperti binatang (kuda, sapi, kucing, anjing) dan kontak pasien

lain (hindari menggunakan pakaian dan alat mandi yang sama dengan anggota)

keluarga lain. Lalu, hindari garukan. Penatalaksanaan secara khusus yaitu sistemik

dan topikal. Obat sistemik diberikan obat oral ketokonazol 200 mg/hari, 1 x 1,

selama 14 hari, pada pagi hari setelah makan. Untuk mengurangi rasa gatalnya

diberikan antihistamin cetirizin 10 mg, 1 x 1, selama 14 hari. Obat topikal yang

diberikan adalah salep yang terbuat dari antimikotik ketokonazol 2% dalam pot 3

x 1 selama 14 hari. Jika ditatalaksana dengan baik, prognosis pada kasus ini quo

ad vitam, fungisonam, sanationam adalah dubia ad bonam.

Page 9: BAB II CRS - fix new2

9

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis tinea korporis dan kruris pada kasus ini didapat dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dermatologis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis

diketahui bahwa seorang perempuan berusia 55 tahun sudah menikah dan

bekerja sebagai ibu rumah tangga, tinggal di Tanjung Pauh Talang Palipa Dusun

Mekar Jaya, Mestong, datang dengan keluhan ada penebalan kemerahan dan

terasa gatal pada kulit pantat, tungkai bawah kanan dan kiri sejak ± 2 tahun

SMRS.

Penebalan kulit mula-mula timbul di tungkai bawah kanan, lalu meluas

membentuk bercak di pantat yang lama kelamaan berubah menjadi penebalan, lalu

penebalan juga timbul di tungkai bawah kiri. Penebalan awalnya kecil dan gatal,

lalu digaruk dan akhirnya melebar bahkan menimbulkan penebalan-penebalan

kulit baru yang tidak beraturan. Gatal hilang timbul dan semakin terasa jika os

mencuci pakaian, setelah mandi, dan di malam hari sedangkan di daerah

pantat gatal semakin hebat jika berkeringat dan lembab.

Dari awal sakit sampai sekarang, os terbiasa mandi menggunakan sabun

mandi “L” batangan dan dipakai oleh seluruh keluarga. Selain itu, os terbiasa

mengganti pakaian dalamnya setiap kali mandi yaitu dua kali sehari (pagi dan

sore). Namun, pakaian rumahnya hanya diganti satu kali sehari. Os jarang

menjemur alat tidurnya. Untuk kebersihan rumah, os terbiasa membersihkannya

sendiri. Os terbiasa menyapu rumah satu kali sehari di pagi hari dan mengepel

satu kali seminggu. Untuk lingkungan sekitar rumahnya, os sudah jarang

membersihkannya. Selain itu, os tidak ada memelihara binatang apapun.

Os sudah pernah menggunakan salep yang dibeli sendiri dan salep yang

diberikan dari puskesmas. Selain itu, ini merupakan pengobatan yang ketiga

kalinya karena os biasanya menghentikan pengobatan dan tidak kontrol ulang

jika keluhannya telah berkurang.

Dari anamnesis ini, jika dibahas berdasarkan tinjauan pustaka, didapatkan

gejala klinis yang mengarah ke dermatofitosis yaitu penyakit pada jaringan yang

Page 10: BAB II CRS - fix new2

10

mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan

kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita.5,6

Ada banyak jenis penyakit yang tergolong dalam dermatofitosis, salah

satunya adalah tinea korporis dan tinea kruris. Tinea korporis adalah penyakit

kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita, menyerang

daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. Tinea kruris

adalah infeksi jamur dermatofita pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar

anus. 5,6,7

Penyakit pasien ini mengarah kepada tinea corporis et cruris. Hal ini

dikarenakan keluhan utama, tambahan, dan riwayat perjalanan penyakit pasien ini

sesuai dengan tinjauan pustaka gejala klinis dari tinea korporis et kruris yaitu :7

Gejala subjektif : Keluhan gatal, terutama jika berkeringat.

Gejala objektif : Makula hiperpigmentasi / plak dengan tepi

yang lebih aktif. Oleh karena gatal dan digaruk, lesi akan meluas,

terutama pada daerah kulit yang lembap. Pada perjalanan penyakit

kronik dapat dijumpai likenifikasi.

Selain itu, lokalisasi yang dikeluhkan pada pasien ini yaitu di tungkai

bawah kanan dan kiri, pantat dan sekitarnya, serta paha juga sesuai dengan

tinjauan pustaka lokalisasi tinea korporis et kruris.5,7

Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien ini memiliki karakteristik

epidemiologi untuk terkena tinea korporis et kruris. Pertama, umur pasien,

berdasarkan teori tinea korporis et kruris terjadi pada semua umur, tetapi lebih

sering menyerang orang dewasa.7 Kedua, jenis kelamin, tinea korporis et kruris

bisa menyerang wanita ataupun pria. Ketiga, pasien tinggal di daerah tropis, tinea

korporis et kruris sering terjadi di daerah tropis.7

Pasien ini juga memiliki faktor risiko terjadinya tinea korporis dan kruris.

Faktor risiko tersebut adalah kurangnya kebersihan pada pasien7

yang ditandai

dengan penggunaan alat mandi yang sama dengan anggota keluarga lainnnya, alat

tidur yang jarang dijemur, pakaian rumah yang hanya diganti satu kali sehari dan

Page 11: BAB II CRS - fix new2

11

lingkungan yang jarang dibersihkan. Selain itu, pasien ini sering menghentikan

pengobatan dan tidak kontrol ulang sehingga pengobatan tidak efektif.

Pemeriksaan fisik pada kasus ini dalam batas normal dan pemeriksaan

dermatologinya ditemukan :

Pemeriksaan status dermatologis pada regio gluteus sinistra terdapat plak

eritema sebagian hiperpigmentasi, jumlah solitar, bentuk polisiklik, ukuran 18 x

10 x 0,1 cm - 18 x 12 x 0,1 cm, sirkumskrip. Lesi ditutupi skuama kutikular

diatasnya warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema sebagian hiperpigmentasi,

multiple, anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama kutikular warna

putih. Pada regio 2/3 distal gluteus sinistra, intergluteus, sekitar anus, perineum,

sampai inguinalis bilateral lesi disertai likenifikasi, jumlah multiple, bentuk

polisiklik, ukuran 8 x 6 x 0,1 – 14 x 6 x 0,1 cm, konfluens, sirkumskrip ditutupi

skuama lameral diatasnya warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema sebagian

hiperpigmentasi, multiple, anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama

psoriasiformis warna putih. (Gambar 1)

Pada regio gluteus dekstra terdapat plak eritema, multiple, anular, ukuran 3

x 2 x 0,1 cm, diskret, sirkumskrip. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple,

anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama pitiriasiformis warna

putih. (gambar 1)

Regio femoris posterior sinistra terdapat makula eritematosa, multiple,

anular – polisiklik, ukuran 3 x 2 cm - 10 x 8 cm, diskret, sirkumskrip, ditutupi

skuama kutikular warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple, anular

miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama pitiriasiformis warna putih.

(Gambar 2)

Regio cruris medial sinistra terdapat plak eritematosa, multiple, anular,

ukuran diameter 2-3 cm, diskret, sirkumskrip, tepi aktif berupa papul eritema,

multiple, anular, miliar, diskret, sirkumskrip ditutupi skuama pitiriasiformis warna

putih. (Gambar 3)

Regio cruris sinistra 1/3 distal lateral terdapat makula hiperpigmentasi,

multiple, anular, ukuran diameter 1 – 2 cm, diskret, sirkumskrip. (Gambar 4)

Regio cruris dekstra terdapat plak eritematosa, multiple, anular, ukuran 2 –

3 x 0,1 cm, diskret, sirkumskrip. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple, anular,

Page 12: BAB II CRS - fix new2

12

ukuran 0,1 cm, diskret, sirkumskrip ditutupi skuama pitiriasiformis warna putih.

(gambar 5)

Pemeriksaan dermatologi ini sesuai dengan tinjauan pustaka efloresensi

tinea korporis et kruris yaitu :

1. Lesi dapat berbentuk makula / plak yang merah / hiperpigmentasi.

Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong

berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama kadang - kadang dengan

vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya lebih tenang. Kadang -

kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi – lesi pada

umumnya merupakan bercak – bercak terpisah satu dengan yang

lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi dengan pinggir –

pinggir yang polisiklik karena beberapa lesi kulit menjadi satu.

2. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya

tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh

dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini

disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.

3. Garukan terus-menerus dapat menimbulkan gambaran penebalan

kulit. Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak

hanya macula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi.5,6,7

Hasil Pemeriksaan penunjang kerokan kulit dengan KOH 10% pada regio

gluteus ditemukan hifa (+), jamur (+). Selain itu, hasil pemeriksaan laboratorium

darah rutin dan glukosa darah dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang

kerokan kulit dengan KOH 10% sesuai dengan tinjauan pustaka yaitu positif bila

memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. (gambar 6)

Page 13: BAB II CRS - fix new2

13

Gambar hifa panjang pada pemeriksaan mikroskopis dari bagian tepi

lesi dalam KOH 10%.8

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologi, dan pemeriksaan

penunjang dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah tinea korporis et

kruris. Pada kasus ini, diagnosis bandingnya adalah : eritrasma, kandidiasis,

psoriasis, pitiriasis rosea, neurodermatitits sirkumskripta. Untuk memastikan

diagnosis dengan pemeriksaan penunjang. Namun, untuk membedakannya secara

klinis dengan tinea korporis et kruris terlihat sebagai berikut :5,6,7

Penyakit Persamaan Perbedaan

Eritrasma Berlokalisasi di sela

paha.

Efloresensi yang sama

yaitu eritema dan

skuama.

Teraba panas seperti kena cabai.

Terkadang terdapat erosif.

Sulit dibedakan sehingga membutuhkan

sinar wood. Fluoresensi merah bata yang

khas disinari dengan sinar wood.

Kandidiasis

Berlokalisasi di sela

lipat paha.

Gatal

Memiliki konfigurasi hen and chicken.

Bisanya vesikel-vesikel atau pustul-

pustul.

Basah dan berkrusta.

Pada wanita ada flour albus.

Psoriasis Plak eritematosa

berbatas tegas ditutupi

skuama.

Lokalisasi di sela

paha.

Biasanya ada tempat predileksi lain yaitu

pada daerah ekstensor yaitu lutut, siku

dan punggung.

Lesi biasanya lebih merah.

Skuama nya lebih tebal, berlapis-lapis dan

Page 14: BAB II CRS - fix new2

14

berwarna putih mengkilat.

Terdapat tiga fenomena yaitu :

- Bila di gores dengan benda tumpul

menunjukkan tanda tetesan lilin.

- Kemudian bila skuama dikelupas satu

demi satu sampai dasarnya akan tampak

bintik-bintik perdarahan,dikenal dengan

nama Auspitz sign.

- Adanya fenomena Koebner / reaksi

isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama

dengan kelainan psoriasis akibat bekas

trauma / garukan.

Pitiriasis rosea Makula eritematosa

dengan tepi sedikit

meninggi, ada papula,

skuama

Distribusi kelainan kulitnya biasanya

simetris dan terbatas pada tubuh dan

bagian proksimal anggota badan.

Sulit dibedakan dengan tinea korporis,

adanya herald patch dapat

membedakannya dengan tinea korporis.

Diameter panjang lesi menuruti garis

kulit.

Neurodermatitis

sirkumsripta

Makula eritematosa

berbatas tegas

Ada likenifikasi

Daerah predileksinya terutama pada

daerah tengkuk, lipat lutut, dan lipat siku.

Kadang-kadang terdapat ekskoriasi.

Sulit dibedakan, mikroskopis tinea

korporis ditemukan elemen jamur.

Penatalaksanaan pada kasus ini terdiri atas penatalaksanaan umum dan

khusus. Penatalaksanaan umum adalah memberikan edukasi pada os yaitu

meningkatkan kebersihan badan seperti mandi pakai sabun, ganti pakaian setiap

hari, ganti sprei, ganti handuk dan cuci dengan teratur. Selain itu, hindari keadaan

lembab misalnya hindari pakaian yang tidak menyerap keringat, hindari pakaian

yang panas (karet dan nylon). Selanjutnya, hindari sumber penularan seperti

binatang (kuda, sapi, kucing, anjing) dan kontak pasien lain (hindari

menggunakan pakaian dan alat mandi yang sama dengan anggota) keluarga lain.

Lalu, hindari garukan. Penatalaksanaan secara khusus yaitu sistemik dan topikal.

Obat sistemik diberikan obat oral ketokonazol 200 mg/hari, 1 x 1, selama 14 hari,

pada pagi hari setelah makan. Untuk mengurangi rasa gatalnya diberikan

antihistamin cetirizin 10 mg, 1 x 1, selama 14 hari. Obat topikal yang diberikan

Page 15: BAB II CRS - fix new2

15

adalah salep yang terbuat dari antimikotik ketokonazol 2% dalam pot 3 x 1 selama

14 hari.

Obat sistemik yang diberikan pada kasus ini adalah obat oral ketokonazol

200 mg/hari, 1 x 1, selama 10 hari, pada pagi hari setelah makan. Obat sistemik

diberikan dengan alasan lesi sudah meluas dan menutupi sebagian bagian tubuh

dan terapi topikal tidak memberikan perubahan yang berarti.9 Ketokonazol dipilih

karena berdasarkan tinjauan pustaka, obat ini efektif untuk dermatofitosis dan

lebih mudah diabsorbsi dan lebih murah dibanding imidazol dan obat lainnya.10

Selain itu, jika dibandingkan dengan griseofulvin obat ini efeknya lebih baik dan

lebih terbaru.11

Diberikan cukup 14 hari karena diharapkan efek terapi telah terjadi dalam

14 hari dan mencegah terjadinya efek samping hepatotoksik jika diberikan lebih

dari 10 - 14 hari.5

Untuk mengurangi rasa gatalnya diberikan antihistamin antagonis H1

generasi kedua yaitu cetirizin 10 mg, 1 x 1, selama 14 hari. Berdasarkan teori,

untuk mengurangi rasa gatal pemberian antihistamin sangat diperlukan.

Pemberian antihistamin yang digunakan adalah antihistamin golongan antagonis

H1. Antagonis H1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitifitas atau

keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan.10

Antagonis H1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek samping

yang kadang-kadang terlihat biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Selain

itu, antagonis H1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya

pada urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek

hisatamin yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi. Antihistamin

H1 generasi pertama pada ummnya menimbulkan efek samping sedasi dan

mempunyai efek seperti senyawa kolinergik dan adrenergik yang tidak

diinginkan. Contoh anthistamin antagonis h1 generasi pertama adalah

klofeniramin maleat. Oleh karena itu, dikembangkan antagonis h1 generasi kedua,

seperti cetirizin HCl dan loratadin. Antihistamin h1 yang ideal adalah bila

memenuhi syarat sebagai berikut : 10,12

1. Senyawa mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor h1.

2. Tidak menimbulkan efek sedasi.

Page 16: BAB II CRS - fix new2

16

3. Afinistas rendah terhadap reseptor kolinergik dan adrenergik.

Generasi pertama seperti golongan kloreniramin maleat biasanya

menimbulkan rasa kantuk yang hebat serta memiliki dampak kurang nyaman pada

pasien seperti jantung berdebar-debar. Berbeda dengan antihistamin generasi

pertama, anthistamin generasi terbaru umumnya bersifat mengurangi efek sedasi

dan sebagian lagi bersifat antiinflamasi ringan. Antihistamin generasi kedua

seperti Cetirizin HCL dan loratadin lebih sedikit menimbulkan efek sedasi pada

pasien dibandingkan generasi pertama. Selain itu, antihistamin generasi kedua ini

tidak menimbulkan rasa berdebar-debar dan penggunaannya cukup sekali sehari.

Cetirizin relatif lebih aman diberikan jangka panjang, mengingat obat

antihistamin diberikan jika diperlukan saja. Cetirizin menurunkan gejala urtikaria

berupa bentol-bentol kemerahan lebih besar dibandingkan dengan Loratadin.

Pengurangan bentol-bentol dengan Cetirizin mencapai 95% dibandingkan 70%

dengan Loratadin. Sedangkan kemerahan berkurang 90% dengan pemberian

Cetirizin dibandingkan dengan 62% pemberian Loratadin.

Oleh karena itu, berdasarkan kasus, pemberian Cetirizin untuk mengurangi

rasa gatal sudah sesuai dengan tinjauan kepustakaan di atas.

Obat topikal yang diberikan pada kasus ini adalah salep yang terbuat dari

antimikotik ketokonazol 2% dalam pot. Fungsi dari pemberian obat topikal ini

adalah :

1. Memperoleh reaksi lokal dari obat ini.

2. Mempertahankan hidrasi lapisan kulit.

3. Melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi lokal.

4. Mengatasi infeksi.

Alasan diberikan salep ketokonazol adalah ketokonazol kerjanya mirip

dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi patogen berkhasiat fungisid kuat

dengan spektrum kerja lebar sekali. Selain itu, obat ini lebih aktif dan efektif

terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada fungistatika lainnya dan lebih

murah. 10

Pada kasus ini diberikan dalam bentuk salep karena lesi pada kasus ini

sifatnya kering pada prinsipnya dermatosis kering diberikan vehikulum yang

Page 17: BAB II CRS - fix new2

17

kering. Salep ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar

berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula

lanolin atau minyak. Indikasinya adalah dermatosis yang kering dan kronik,

dermatosis yang dalam dan kronik dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta.

Kontraindikasinya adalah dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada

bagian badan yang berambut, penggunaan salep tidak dianjurkan dan salep jangan

dipakai di seluruh tubuh.5

Pada kasus ini diberikan 3 kali karena berdasarkan

tinjauan pustaka efek terapi pemberian obat ini akan tercapai jika diberikan 2-4

kali per hari.10

Pada kasus ini tidak diberikan antibiotik. Hal ini dikarenakan, dari tinjauan

pustaka diketahui bahwa antibiotik hanya diberikan jika ada tanda-tanda infeksi

sekunder. Pada kulit jika timbul infeksi sekunder, maka ruam pada kulit akan

menjadi polimorf (pustul, eskoriasi, dan lain-lain) dan disertai demam ataupun

pembesaran kelenjar getah bening. Antibiotik bisa diberikan topikal ataupun oral.

Umumnya diberikan golongan penisilin dan turunannya. Oleh karena itu, pada

kasus ini tidak diberikan antibiotik sudah sesuai dengan tinjauan pustaka.

Prognosis tinea korporis dan kruris berdasarkan teori adalah Jika

ditatalaksana dengan baik, prognosis pada kasus ini quo ad vitam, fungisonam,

sanationam adalah dubia ad bonam. 7

Pada kasus ini juga berlaku hal yang sama,

jika pasiennya melakukan edukasi yang dianjurkan dan menggunakan obat

dengan tepat prognosis pada kasus ini quo ad vitam, fungisonam, sanationam

adalah dubia ad bonam.

Page 18: BAB II CRS - fix new2

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Goedadi M, Suwito PS. Tinea Korporis dan Tinea Kruris. In : Budimulja

U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, editors.

Dermatomikosis Superfisialis, 2nd Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

2004, p : 31-35

2. Adiguna MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. In : Budimulja

U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, editors.

Dermatomikosis Superfisialis, 2nd Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

2004, p : 1-6

3. Register Pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin Divisi Mikologi RS Sanglah

Denpasar 2008

4. Kuswadji, Budimulja U. Penatalaksanaan Dermatofitosis di Indonesia.

MDVI 1997;24(1):36-39

5. Djuanda A dkk.:Hamzah M dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

hal. 95-99.

6. Wolf K et.al. Fitzpatrick dermatology ini general medicine. Ed 7th

. New

York University.

7. Siregar R. S Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta:

EGC; 2004. hal. 13-15.

8. Gadithya GD. Jurnal laporan kasus tinea korporis et kruris.2013

9. Selven T. Comparative evaluation of newer topical antifungal agents in the

treatment of superficial fungal infections (tinea or dermatophytic).

International research journal of pharmacy. 2013

10. Nafrialdi, Setawati A. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI; 2007

11. Amierezza E, et al. Comparative efficiency of Itraconazole and

Griseofulvin in the treatment of tinea corporis and cruris. Scholars

research library.Iran.2012

12. Jauregui I Ferrer M, Montoro J, Davila I, Batra J, Del C A, et al.

Antihistamin in the treatment of chronic urticaria. J investig Allergolclin

Immunol. 2007; 17 Suppl 2:41-52.