25
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil Belajar Siswa - Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduanya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Oleh karena itu, hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil Belajar Siswa - Belajar dan mengajar merupakan konsep

yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus

dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar

merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai

pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan

guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduanya itu terjadi interaksi

dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar

mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas

seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Oleh

karena itu, hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan

dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil belajar

adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart

Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar

mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan

pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di

atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan

keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia

menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat

mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

10

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

11

2.1.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor

yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana,

1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam

diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang

dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa

di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi

oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni

lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana,

2002 : 39). "Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi

dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 204 : 14). Perubahan perilaku

dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan.

Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar

dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu.

Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar

tidak dikatakan berhasil. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan

siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah

profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik

di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku

(psikomotorik). Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa

dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan

personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan.

Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh

siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan

dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat

dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu

penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar

yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri

individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

12

2.1.2 Konsep pengajaran Bahasa Indonesia dalam KTSP

Bahasa berperan sangat penting dalam berkomunikasi dalam

kehidupan yakni sebagai sarana menyampaikan dan memperoleh

informasi, penyesuaian terhadap lingkungan, saling berinteraksi serta

sebagai sarana hubungan sosial. Bahkan siswa komunikasi sangat penting

dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maupun kegiatan di rumah.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis kompetensi tentulah harus

memberikan berbagai kecakapan bahasa, baik dalam mendengar,

berbicara, membaca, dan menulis. Unsur pertama yang perlu diperhatikan

dalam penyusunan pembelajaran adalah kompetensi dasar yang diuraikan.

Adapun standar kompetensi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas

V semester II yang disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) antara lain sebagai berikut:

Mendengarkan : Memahami tentang suatu peritiwa dan cerita pendek

anak yang disampaikan secara lisan.

Berbicara : Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan

dalam diskusi dan bermain drama.

Membaca : memahami teks dengan membaca sekilas, membaca

memindai, dan membaca cerita anak.

Menulis : mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta

secara tertulis dalam bentuk ringkasan, laporan, dan puisi

bebas.

Berdasarkan aspek keterampilan yang telah disebutkan dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa pembelajaran

Bahasa Indonesia kelas V meliputi empat keterampilan berbahasa dengan

kemampuan siswa dapat memahami sesuatu yang disampaikan secara

lisan, mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi,

memahami teks dalam keterampilan membaca serta dapat mengungkapkan

pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

13

2.1.3 Metode Bermain Peran

2.1.3.1 Pengertian Metode

Dalam suatu proses pembelajaran, agar guru dapat membantu siswa

memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, dan

mengekspresikan dirinya, guru perlu menyusun suatu rencana mengajar

yang memfasilitasi terjadinya konsep perubahan pada siswa. Perwujudan

rencana pengajaran dapat diungkapkan dalam bentuk metode

pembelajaran.

Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, model dapat diartikan

sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman melakukan

kegiatan. Sedangkan menurut Sagala (2003: 175), metode pembelajaran

dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan

melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, dan

berfungsi, sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru

dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Metode pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat

melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil

pembelajaran. Dalam penerapannya, metode pembelajaran harus dilakukan

sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing metode

pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-

beda (Aunnurahman,2010).

Jadi, berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa metode pembelajaran adalah suatu pola yang mendeskripsikan

urutan prosedur dalam mengorganisasikan pembelajaran yang digunakan

sebagai pedoman atau petunjuk oleh guru dalam melaksanakan aktivitas

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Salah satu yang membedakan metode pembelajaran yang satu

dengan yang lain adalah tingkah laku mengajar (sintaks) yang digunakan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

14

masing-masing metode pembelajaran. Sintaks inilah yang menjadi ciri

khas dari suatu metode pembelajaran. Masing-masing metode

pembelajaran memiliki sintaks yang berbeda-beda meskipun memiliki

tujuan pembelajaran yang sama.

2.1.3.2 Metode Bermain Peran

Menurut Andang (2006: 50) bermain khayal atau bermain peran

termasuk salah satu jenis bermain aktif. Permainan ini juga disebut

permainan drama, sebab merupakan kegiatan yang dilakukan dengan

berpura-pura. Menurut Hamalik (2003: 214) bermain peran merupakan

penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman karena siswa dapat

bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran

mendapat sanksi.

Kenneth (1986) dalam artikel yang ditulis Ratri sumber peran

(role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan

situasi tertentu. Bermain peran sebagai suatu metode mengajar merupakan

tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam

kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat

sehingga murid-murid bisa mengenali tokohnya.

Metode pembelajaran bermain peran ini merupakan metode

pembelajaran yang menjadi wahana siswa untuk meningkatkan kecerdasan

linguistiknya . Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa metode bermain peran adalah suatu metode mengajar berdasarkan

pengalaman karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan

dan pendapat dengan memperagakannya.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

15

2.1.3.3 Tahapan Pelaksanaan Metode Bermain Peran

Menurut Sharfel dan Shaftel (1967) yang dibahas kembali oleh

Sumantri dan Permana mengemukakan sembilan tahap bermain peran

yang dapat dijadikan pedoman pembelajaran:

1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, dapat

dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah,

menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan

peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan

perserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan

mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah

yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta

didik, menarik, dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta

memungkinkan berbagai alternatif pemecahan. Tahap ini lebih banyak

dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada

masalah. Oleh karena itu, tahap ini sangat penting dalam bermaian

peran dan paling menentukan keberhasilan. Beramain peran akan

berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan

masalah yang diajukan guru.

2. Memilih partisipan/peran, tahap ini peserta didik dan guru

mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka,

bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan,

kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk

menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran

tersebut, dan guru dapat menunjukkan salah seseorang peserta didik

yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.

3. Menyusun tahap-tahap peran, pada tahap ini para pemeran menyusun

garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak

perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

16

bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik

menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya

di mana pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan

sebagainya. Persiapan ini penting untuk mencipatakan suasana yang

menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan mereka siap untuk

memainkannya.

4. Menyiapkan pengamatan, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara

matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua

peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan

dan aktif mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shafel (1967), agar

pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai

apakah peran yang dimainkan sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya? Bagaimana keefektifan perilaku yang ditunjukkan

pemeran? Apakah dapat mengahayati peran yang dimainkan?

5. Pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara

spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha

memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin

proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik

ragu dengan apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Sharfel dan

Shafel (1967) mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan

secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah

yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, tak perlu

memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat berhenti apabila

para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya

mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para peserta didik

keasyikkan bermain peran sehingga tanpa disadarai telah memakan

waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan

bermain peran dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

17

terjadinya pertentangan agar memancing permasalahan untuk

didikusikan.

6. Diskusi dan evaluasi, diskusi akan mudah jika pemeran dan pengamat

telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun

secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para

peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin

dimulai dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran yang

dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang

ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang

sedang dihadapi.

7. Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi

mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak

yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan

baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan

mempengaruhi peran lainnya.

8. Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini

sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk

menganalisis hasil pemeranan ulang dan pemecahan masalah pada

tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui

cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan

adanya peserta didik yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat

tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam menghadapi

masalah kehidupan.

9. Mengambil pengalaman dan mengambil kesimpulan, tahap ini tidak

harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama

bermain peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh

pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional

dengan temannya. Mereka bercermin pada orang lain untuk lebih

memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

18

penting dalam bermain peran ialah terjadinya saling tukar

pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan bermain peran,

yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta

didik saling mengemukakan hidupnya dalam berhadapan dengan

orang tua, guru, teman, dan sebagainya. Semua pengalaman peserta

didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.

2.1.4 Hakikat Kecerdasan

2.1.4.1 Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan (inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni :

1) Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi

yang membentuk pengetahuan dan kesadaran.

2) Kecerdasan kemampuan untuk memproses informasi sehingga

masalah-masalah yang kita hadapi dapat di pecahkan (problem solved)

dan dengan demikian pengetahuanpun bertambah.

Gardner dalam Campell, dkk (2002: 2) mengemukakan bahwa

kecerdasan adalah “bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan

sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan dimana ia dilahirkan. Merupakan

alat untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua hal

yang bisa digunakan manusia”.

Sedangkan menurut Kartono (1995: 1) dalam Putranti (2007: 1)

kecerdasan merupakan “salah satu aspek yang penting, dan sangat

menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid

mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara

potensi ia dapat mencapai prestasi yang tinggi.”

Kecerdasan mempunyai arti yang berbeda-beda, tapi pada umumya

kecerdasan mempunyai peran yang penting bagi seseorang. Terutama

dalam kehidupan sesorang, baik dalam memperoleh informasi, dalam

memecahkan masalah yang dihadapi, dan terkait dengan bahasa yang

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

19

sangat berpengaruh terhadap suatu kebudayaan. Selain itu merupakan

salah satu yang dapat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang.

Bawasannya setiap orang mempunyai kecerdasan dan itu berbeda-beda

dan tergantung orang itu mengembangkan kecerdasannya. Oleh sebab itu,

melalui pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik dalam penelitian

tindakan kelas ini diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan linguistik

siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Dari beberapa pendapat yang diuraikan di atas dapat disimpulkan

bahwa kecerdasan adalah kemampuan berfikir dan bertindak secara terarah

untuk memproses informasi, memecahkan masalah, menciptakan sesuatu,

yang membentuk pengetahuan yang bernilai dan dapat digunakan oleh

manusia.

2.1.4.2 Jenis-jenis kecerdasan

Ada delapan jenis-jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh

Gardner dalam Amstrong (2004: 2-4). Jenis-jenis kecerdasan majemuk

tersebut antara lain: Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk

menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis,

kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan menggunakan angka

dengan baik dan melakukan penalaran yang benar, kecerdasan spasial

adalah kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat dan

mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut, kecerdasan

kinestetis-jasmani adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk

mengekspresikan ide dan perasaan dan keterampilan menggunakan tangan

untuk menciptakan atau mengubah sesuatu, kecerdasan musical adalah

kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi,

mengubah, dan mengekpresikan, kecerdasan interpersonal adalah

kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud,

motivasi, serta perasaan orang lain, kecerdasan intrapersonal adalah

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

20

kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman

tersebut, kecerdasan naturalis merupakan keahlian mengenali dan

mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar.

Gardner dalam Armstrong (2004: 250) juga mengungkapkan

kemungkinan adanya kecerdasan yang kesembilan yaitu kecerdasan

eksistensial. Gardner mendefinisikan kecerdasan eksistensial sebagai

minat pada masalah-masalah pokok dalam kehidupan.

Ngermanto (2003) dalam Putranti (2007: 3) menjelaskan bahwa

kecerdasan dapat dikembangkan berdasarkan pengelompokkan IQ

(intelligence quentiont), EQ (emotional quetiont), dan SQ (spiritual

quetion) lainnya sebagai berikut: Untuk mengembangkan IQ perlu

percepatan pembelajaran accelerated learning) yaitu belajar bagaimana

belajar (learn how to learn) termasuk dalam kategori ini adalah belajar

cara menbaca cepat dan paham, penghafal cepat, mencatat efektif, serta

berhitung cepat. Untuk mengembangkan EQ ada dua langkah :

1.menyadari dan menyakini bahwa emosi itu benar-benar ada dan

riil.mengelola emosi menjadi kekuatan untuk mencapai prestasi terbaik.

Ada dua macam emosi 1. Emosi positif semangat, gembira dan bahagia.2.

Emosi negatif; mabuk karena frustasi. Untuk mengembangkan emosi SQ:

mengenalkan benda alam dihalaman rumah (serangga, burung, tanaman)

meminta anak untuk menceritakan apa yang diketahui tentang alam,

membuat catatan dari tanyangan di TV yang berkaitan dengan flora dan

fauna dan sebagainya. Pengembangan Q lainnya (Musik: menbaca atau

ucapan dalam musik dan kemudian dilanjutkan dengan pemanasan untuk

menyanyi bahkan membaca not musik dan bila dibutuhkan mengikuti

kursus dan Body: mengelola konflik, belajar melayani, menghargai

perbedaan, mengasihi diri sendiri yang didalamnya perlu menolong siswa

untuk membangun dan menetapkan tujuan melalui survei minat siswa, apa

yang menjadi cita-cita dan motivasi berprestasi).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

21

Berdasarkan jenis-jenis kecerdasan yang di kemukakan oleh

Gardner dalam Armstrong (2004: 250) dan Ngermanto dalam Putranti

(2003: 3), dapat disimpulkan bahwa adanya kesamaan jenis-jenis

kecerdasan manusia yang telah dikemukakan keduanya. Ini dapat dilihat

bahwa kecerdasan linguistik dan kecerdasan logis-matematis masuk dalam

kelompok kecerdasan IQ, kecerdasan eksistensial masuk dalam kecerdasan

EQ, kecerdasan spasial, kinestetis-jasmani dan kecerdasan naturalis masuk

dalam kecerdasan SQ. Sedangkan kecerdasan musikal, kecerdasan

intrapersonal dan kecerdasan interpersonal masuk dalam kecerdasan Q

lainnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan lagi, teori kecerdasan yang

dikemukakan oleh Gardner lebih spesifik bila dibandingkan dengan

kecerdasan yang dikemukakan oleh Ngermanto. Ngermanto

mengelompokan beberapa kecerdasan dalam kelompok-kelompok tertentu.

Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti akan mengembangkan

keterampilan kecerdasan lingusitik yang telah ada pada siswa melalui

kegiatan pembelajaran melalui strategi dalam mengembangkan

keterampilan dalam aspek berbahasa.

2.1.5 Hakikat Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Linguistik

2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Linguistik

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh

karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan pembelajaran dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis

Depdikbud (1995) dalam Utami (2009: 5). Hal ini bahwa kompetensi

pembelajaran bahasa diarahkan ke dalam empat aspek, yaitu membaca,

berbicara, menyimak, dan mendengarkan.

Degeng (1997: 47) dalam Utami (2009: 5) menyatakan pembelajaran

merupakan “upaya membelajarkan siswa”.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

22

Carey (1986: 7) dalam Utami (2009: 5) menyatakan “pembelajaran adalah

suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola

memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-

kondisi khusus/dihasilkan respon terhadap situasi tertentu”.

Hamalik (1995: 78) dalam Utami (2009: 5) menyatakan bahwa

pembelajaran merupakan “proses komunikatif-interaktif antara sumber

belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi dalam suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,

fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai

tujuan pembelajaran”.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran merupakan suatu proses mengatur lingkungan agar terjadi

interaksi antara siswa dan media belajar. Dimana suatu lingkungan yang

dapat membentuk dan memancing respon siswa terhadap suatu kegiatan

pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh informasi melalui

interaksinya.

Menurut Campbell, dkk (2002: 2) menyatakan bahwa kecerdasan

linguistik adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan

menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang

kompleks.

Menurut English (2005: 24) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik

adalah kemampuan untuk menggunakan inti operasional bahasa dengan

jelas.

Menurut Suparno (2004: 26) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik

adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara

efektif baik secara oral maupun tertulis.

Menurut Julia (2007: 16) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik

merupakan kecerdasan yang diwujudkan dalam kata-kata baik secara

tertulis maupun lisan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

23

Kecerdasan linguistik berkaitan dengan kemampuan penggunaan

bahasa secara umum. Jadi berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan

diatas maka kecerdasan linguisik merupakan kemampuan untuk

menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis dengan

menggunakan inti operasional bahasa dengan jelas untuk mengekspresikan

dan menghargai makna yang kompleks..

Menurut Gardner dalam Campbell, ddk (2002 : 12) mengemukakan

kecerdasan linguistik ini meliputi yaitu: Kemampuan mendengar dan

merespon setiap suara, ritme, dan berbagai ungkapan kata. Menirukan

suara, bahasa, membaca, menulis, dan diskusi. Belajar melalui menyimak,

membaca, menulis, dan diskusi. Menyimak secara efektif, memahami,

menguraikan, menafsirkan, dan mengingat apa yang telah dibaca.

Membaca secara efektif, memahami, menguraikan, meringkas,

menafsirkan atau menerangkan, dan mengingat apa yang telah dibaca.

Berbicara secara efektif kepada berbagai pendengar, berbagai tujuan, dan

mengetahui cara berbicara secara sederhana, fasih, persuasive, atau

bergairah pada waktu-waktu yang tepat. Menulis secara efektif, memahami

dan menerapkan aturan-aturan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan

menggunakan kosakata yang efektif. Memperlihatkan kemampuan untuk

mempelajari bahasa lainnya. Menggunakan keterampilan menyimak,

berbicara, menulis, dan membaca untuk mengingat, berkomunikasi,

berdiskusi, menjelaskan, mempengaruhi, menciptakan pengetahuan,

menyusun makna, dan menggambarkan bahasa itu sendiri. Berusaha untuk

mengingat pemakaian bahasanya sendiri. Menunjukan minat dalam

jurnalisme, puisi, bercerita, debat, berbicara, menulis atau menyunting.

Menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru atau karya tulis orisinil atau

komunikasi oral.

Dari uraian di atas maka pembelajaran berbasis kecerdasan

linguistik adalah suatu proses mengatur lingkungan agar terjadi interaksi

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

24

antara guru, siswa dan media belajar dalam kemampuan menggunakan

kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis. Artinya dalam proses

pembelajaran siswa ditekankan bagaimana siswa menggunakan kata secara

efektif baik secara lisan maupun tertulis dalam keterampilan berbahasa

Indonesia melalui interaksi siswa dengan materi pelajaran.

2.5.1.2 Implementasi Pembelajaran Kecerdasan Linguistik

Kecerdasan linguistik sangat berakar dalam perasaan mengenai

kompetensi dan kepercayaan diri. Makin banyak anak-anak latihan dalam

kecerdasan ini ditempat yang kondusif, makin mudah mereka

mengembangkan keterampilan-keterampilan verbal ini yang akan

bermanfaat bagi mereka sepanjang hayat. Siswa memerlukan berbagai

pengalaman dengan melibatkan kecerdasan linguistik. Latihan mendengar,

berbicara, membaca, dan menulis menimbulkan perkembangan manusia

lebih penuh dengan penguasaan keterampilan-keterampilan yang penting

bagi manusia seperti berpikir, belajar, menyelesaikan masalah,

berkomunikasi, dan menciptakan, seperti halnya membantu masyarakat.

Menurut Champell, dkk (2002: 13) ada strategi khusus dalam

pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik yaitu sebagai berikut:

Meliputi aspek dalam keterampilan a) mendengar, beberapa kegiatan

dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan

mendengar, yaitu: kunci-kunci untuk mendengar yang efektif, mendengar

cerita dan membaca nyaring, mendengar puisi, guru sebagai pembaca

cerita (pendongeng), mendengar ceramah. b) berbicara, beberapa kegiatan

dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan

berbicara yaitu siswa sebagai pembaca cerita, dikusi kelas, mengingat

laporan, wawancara. c) membaca, beberapa kegiatan dalam proses

pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan membaca yaitu

mencari bahan, kata-kata dalam kelas, membaca untuk memahami. d)

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

25

menulis, beberapa kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat

mengembangkan keterampilan menulis yaitu kategori-kategori tulisan,

menulis lintas kurikulum, mulai menulis, karya nyata tulisan, menulis

kelompok.

Samples (1992) dalam Jasmin (2007: 125) mengemukakan

kecerdasan linguistik dapat didiskusikan dan kemudian digambarkan

dengan aktivitas-aktivitas yang melibatkan seperti abjad, fonik (suara),

pengucapan atau pelafalan, dan membaca. Menulis, mendengar, berbicara,

berdiskusi, dan memberikan laporan lisan, memainkan permainan kata dan

mengerjakan teka-teki silang.

English (2005: 24) mengemukakan strategi-strategi khusus dalam

pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik sebagai berikut: Strategi-

strategi khusus dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik yaitu

seperti membaca untuk menemukan tema, membaca diantara baris-baris,

mengajukan pertanyaan waktu membaca, mendongeng, membaca untuk

bersenang-senang, menyeimbangkan tindakan, menggunakan catatan

harian untuk merespon bacaan.

Armstong (2004: 100-104) mengemukakan beberapa strategi dalam

pengajaran untuk kecerdasan linguistik seperti bercerita, curah gagasan,

merekam dengan tape recorder, menulis jurnal, dan publikasi.

Madden (2002: 217) mengemukakan strategi pengajaran dalam

pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu: Strategi pengajaran

dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik seperti mempelajari

kata-kata yang ditulis orang lain, menulis apa yang didengar, menulis atau

merekam hasil curah gagasan, menyatakan pendapat dengan kata-kata

sendiri, membaca untuk mencari ide-ide utama, dan membuat pertanyaan.

Pengajaran dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik

yang meliputi empat keterampilan berbahasa yaitu mendengar, berbicara,

menulis, dan membaca pada umunya mempunyai keterkaitan dalam setiap

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

26

keterampilan satu sama lainnya. Dalam mengembangkan keterampilan

berbahasa ada beberapa strategi dimana tidak hanya satu saja aspek

keterampilan yang dapat dikembangkan, akan tetapi melalui satu

keterampilan bahasa yang dikembangkan juga akan mengaitkan

keterampilan bahasa yang lainnya. Semakin anak mengembangkan

keterampilan semakin berkembang pula keterampilan dalam bahasanya.

Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang tepat dan

menekankan pada siswa dalam mengembangkan empat keterampilan

berbahasa.

Dari beberapa teori yang telah dikemukakan diatas maka secara

garis besar strategi dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik

dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:

1) Mengembangkan keterampilan mendengarkan pada proses

pembelajaran melalui kegiatan bercerita, mendengarkan puisi, dan

mendengarkan fonik (suara).

2) Mengembangkan keterampilan berbicara dalam proses pembelajaran

melalui kegiatan siswa sebagai pendongeng, berdiskusi dikelas,

mengingat dan memberikan laporan secara lisan, pengucapan atau

pelafalan, menyatakan pendapat dengan kata-kata sendiri atau curah

gagasan.

3) Mengembangkan keterampilan membaca dalam proses pembelajaran

melalui kegiatan mencari bahan bacaan, membaca untuk memahami,

merangkai kata-kata dalam kelas, membaca untuk menemukan tema,

membaca diantara baris-baris, dan membaca abjad.

4) Mengembangkan keterampilan menulis dalam proses pembelajaran

melalui kegiatan mengkategorikan tulisan, menulis lintas kurikulum,

membuat karya nyata tulisan, menulis dalam kegiatan kelompok,

memainkan permainan kata dan mengerjakan teka-teki silang,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

27

menyeimbangkan tindakan dalam menulis, menggunakan catatan

harian untuk merespon bacaan.

2.1.6 Pentingnya Kecerdasan Linguistik Dalam Pembelajaran

Kelas pada setiap pelajaran di setiap kelas, harus berupa

lingkungan yang kaya akan bahasa tempat siswa dapat sering berbicara,

berdiskusi dan menjelaskan dan yang terpenting mendorong rasa ingin

tahu. Minat belajar bertambah ketika siswa merasa cukup aman untuk

bertanya dan memperdebatkan sudut pandangnya. Mengungkapkan

gagasan secara verbal merupakan latihan metakognitif yang penting,

karena dengan sering mendengar diri kita berbicara, dan membaca apa

yang kita tulis, maka kita akan memperoleh wawasan mengenai apa yang

benar-benar kita pikirkan dan kita ketahui. Kepercayaan diri tumbuh ketika

siswa belajar mempertahankan posisinya dalam suatu diskusi dan debat.

Mereka memahami pelajaran lebih mendalam saat mereka memiliki

peluang untuk berdiskusi atau mengajar teman lainnya apa yang telah

dipelajari.

Observasi kelas oleh John Godlad mengungkapkan bahwa dalam

kebanyakan kasus, guru merupakan pihak yang berbicara paling banyak

sepanjang waktu terhadap siswa yang pasif. Bahkan dikelas-kelas di mana

siswa merupakan pendengar utama, keterampilan ini jarang diajarkan.

Namun melalui menyimak, seseorang dapat menggunakan ungkapan kata-

kata secara benar, efektif bahkan fasih. Keterampilan-keterampilan

menyimak yang kurang efektif menyebabkan banyak kegagalan pelajaran,

salah paham bahkan luka fisik. Keterampilan berbicara merupakan

keterampilan esensial lainnya yang tidak dapat berkembang secara efektif

tanpa banyak latihan dan dorongan. Menulis yang efektif memerlukan

latihan secara mendalam, sama halnya dengan membaca. Dalam kelas

yang berhasil di kelas apapun, keempat keterampilan ini dapat

dikembangkan dengan benar dan aktif. Perkembangan empat komponen

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

28

dari kecerdasan verbal linguistik ini memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap pembelajaran pelajaran apapun sepanjang hayat.

Pengembangkan aspek keterampilan berbahasa melalui

pembentukan lingkungan pembelajaran mempunyai peranan yang penting,

dimana seorang siswa akan terlatih kemampuan bertanya, kemampuan

dalam mengungkapkan gagasan merupakan merupakan suatu hal penting.

Dengan pembentukan lingkungan belajar yang menekankan pada aspek

keterampilan berbahasa, akan melatih siswa dengan sendirinya

memperoleh informasi melalui kegiatan mendengar dan

mengungkapkannya dalam bentuk gagasan atau pertanyaan dalam

keterampilan berbicara, siswa dapat memperoleh informasi dari kegiatan

membaca sehingga dapat mengungkapkan kembali dalam keterampilan

menulis. Keempat keterampilan ini saling terkait, siswa akan merasa

percaya diri karena meperoleh wawasan yang ditemukan sendiri sehingga

memacu siswa untuk dapat mengungkapkan dan mempertahankan

pendapatnya dalam sutu dikusi. Akan tetapi kebanyakan yang masih

terjadi adalah guru yang paling banyak berbicara dalam kelas, siswa lebih

cenderung sebagai pendengar. Sehingga siswa tidak dibiasakan terlibat

dalam kegiatan pembelajaran. Siswa menjadi tidak terbiasa dalam

mengungkapkan gagasan atau pertanyaan dikelas, melalui apa yang telah

siswa dengar. Siswa kurang terlatih menuliskan kembali informasi apa

yang telah siswa baca. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti akan

menerapkan kecerdasan linguistik dalam pembelajaran, dimana dalam

proses pembelajaran siswa akan dilatih mengungkapkan gagasan dalam

kegiatan tanya jawab dan diskusi melalui informasi apa yang siswa

temukan melalui kegiatan menyimak sebuah cerita, kemudian dapat

menuliskan kembali secara runtut dalam bentuk cerita.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berbahasa merupakan suatu keterampilan essensial yang dapat

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

29

berkembang secara efektif jika banyak latihan dan dorongan. Dengan

banyaknya latihan dan dorongan ini akan membuat anak lebih terampil

kemampuan berbahasanya dan bisa berguna sepanjang hayat. Salah

satunya melalui kegiatan pembelajaran yang dapat membentuk suatu

lingkungan belajar yang menekankan pada aspek keterampilan berbahasa

siswa, sehingga keterampilan siswa pun dapat terlatih sehingga dapat

berkembang.

2.1.7 Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Lingusitik

2.1.7.1 Pengertian Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan

Lingusitik

Metode pembelajaran bermain peran berbasis kecerdasan linguistik

merupakan metode pembelajaran yang menjadi wahana siswa untuk

meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa. Melalui metode

ini anak dapat melakukan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak,

dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada (inhern) dalam diri

anak. Dengan demikian, anak dapat mempelajari berbagai ketrampilan

dengan senang hati, tanpa merasa dipaksa ataupun terpaksa dalam kegiatan

bermain. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan

ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju pendidikan

selanjutnya. Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk

menggunakan kata secara efektif, baik lisan maupun tertulis.

Metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik merupakan

pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok

memperagakan/menampilkan cerita yang telah disiapkan guru. Siswa

diberi kebebasan berimprovisasi namun masih dalam batas-batas cerita

dari guru. Metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik adalah

suatu metode mengajar berdasarkan pengalaman karena siswa dapat

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

30

bertindak dan mengekspresikan perasaan dengan memperagakannya, baik

secara lisan maupun tertulis.

2.1.7.2 Langkah-Langkah Metode Bermain Peran Berbasis

Kecerdasan Lingusitik

Langkah-langkah metode bermain peran berbasis kecerdasan

linguistik merupakan pemaduan antara langkah-langkah metode bermain

peran dan implementasi pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu

Tabel 2.1

Langkah-Langkah Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan

Linguistik

N

o

Langkah Deskripsi Aspek kecerdasan

linguistik

1. Menghangatkan

suasana dan

memotivasi peserta

didik

Menafsirkan cerita

Menjelaskan peran yang akan

dimainkan

Membaca

Berbicara

2. Memilih partisipan Mendeskripsikan berbagai watak/

karakter

Pembagian peran di dalam kelompok

Membaca

Berbicara

3. Menyusun tahap-

tahap peran

Kelompok mempersiapkan diri

sebelum bermain peran Peserta didik

bermain peran menempatkan posisi

masing-masing

Berbicara

Mendegarkan

4. Menyiapkan

pengamatan

Peserta didik mengamati dan

menghayati jalannnya cerita

Mendengarkan dan

Menulis

5. Pemeranan Bermain peran sesuai cerita dan

perannya masing-masing

Berbicara dan

Membaca

6. Diskusi dan

evaluasi

Melakukan diskusi, tanya jawab, dan

evalusi setelah bermain peran

Berbicara dan

Menulis

7. Pemeranan ulang Melakukan pemeranan ulang sesuai

hasil yang disikusikan

Berbicara dan

Membaca

8. Diskusi dan

evaluasi tahap dua

Melakukan diskusi dan tanya jawab

dan evalusi setelah bermain peran

Berbicara dan

Menulis

9. Mengambil

pengalaman dan

kesimpulan

Menyimpulkan cerita yang

diperankan dan pengalaman dari

cerita yang diperankan

Menulis, Membaca,

Berbicara, dan

Mendegarkan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

31

2.1.2 Hubungan Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan

Linguistik dengan Hasil Belajar

Penerapan metode bermain peran berbasis kecerdasan lingusitik

merupakan suatu pembelajaran dengan tahapan-tahapan pembelajaran

yang memiliki berbagai macam aktivitas di dalamnya sehingga membuat

setiap siswa menggali berbagai kecerdasan yang dimilikinya. Berdasarkan

langkah-langkah pembelajaran yang ada pada metode ini siswa akan lebih

banyak melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman serta dapat menerapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Misalnya dalam materi cerita pendek anak tersebut sebagai

tokoh-tokoh dengan melakukan gerakan, memperkenalkan diri sebagai

salah satu tokoh dalam cerita pendek tersebut beserta wataknya, dan

memperhatikan teman yang lainnya, maka siswa menjadi paham dan dapat

menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya sehingga siswa dapat

meningkatkan hasil belajarnya.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Rahardjo (2002: 43-45) dengan tujuan untuk mengetahui hubungan

antara kecerdasan majemuk dengan prestasi belajar belajar siswa kelas II

SMU Khatolik Yos Sudarso, Batu, Malang. Kesimpulan penelitian yang

didapat: ada hubungan yang signifikan antara pada taraf signifikan 1%

antara kecerdasan bahasa dengan prestasi belajar Bahasa dan Sastra

Indonesia (r=0,5777). Kecerdasan bahasa dengan prestasi belajar bahasa

inggris (r=0,545). Kecerdasan gerak tubuh dengan prestasi belajar

pendidikan jasmani dan kesehatan (r=0,6530. Kecerdasan logik-

matematika dengan prestasi belajar matematika (r=0,299). Kecerdasan

musik prestasi belajar kesenian (r=0,379). Kecerdasan naturalis dengan

prestasi belajar biologi (r=0,507).

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

32

Hasil dari penelitian bahwa Kecerdasan Bahasa berkorelasi dengan

dengan prestasi belajar Bahasa dan Sastra Indonesia, Kecerdasan Bahasa

berkorelasi dengan prestasi belajar Bahasa Inggris, Kecerdasan Logik-

Matematik berkorelasi dengan prestasi belajar Matematika, hasil ini sesuai

deng hasil penelitian Ryue (1996) dan Kim (1999) di Korea selatan dalam

Rahardjo (2002: 47) yang menyatakan bahwa Kecerdasan Bahasa dan

Logik-Matematik, Spasial , Intrapribadi dan antar Pribadi berkorelasi

dengan prestasi belajar siswa. Kecerdasan musik berkorelasi dengan

prestasi belajar Pendidikan Seni, sesuai dengan penelitian Kim (1999)

dalam Rahardjo (2002: 480) menyatakan bahwa siswa yang berasal dari

Sekolah Menengah Musik menunjukkan signifikansi yang kuat dengan

Kecerdasan Musik. Adanya korelasi yang signifikan anatara Kecerdasan

Gerak Tubuh dengan Naturalis dengan prestasi mata pelajaran Pendidikan

Jasmani dan Kesehatan dan mata pelajaran Biologi adalah sejalan dengan

temuan untuk jenis kecerdasan yang ada dalam kecerdasan majemuk dari

Gardner (1996).

Berdasarkan penelitian yang diteliti maka dengan adanya hubungan

yang signifikan antara Kecerdasan Majemuk dengan prestasi belajar dapat

dijadikan sebagai alat untuk mengetahui prestasi belajar siswa ataupun

sebaliknya. Selain itu, dapat mengenal potensi yang terdapat pada siswa

dan membantu guru dalam mempersiapkan pelajaran bagi guru yang lebih

mendekati potensi siswa. Hasil yang diperoleh salah satunya yang sesuai

dengan Penelitian Tindakan Kelas ini yaitu ada hubungan yang signifikan

antara kecerdasan linguistik dengan prestasi belajar siswa pada mata

pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Oleh karena itu, disarankan adanya

penekanan dalam proses pembelajaran agar kecerdasan linguistik siswa

lebih berkembang. Terutama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

33

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam suatu proses pembelajaran, agar guru dapat membantu

siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, dan

mengekspresikan dirinya, guru perlu menyusun suatu rencana mengajar

yang memfasilitasi terjadinya konsep perubahan pada siswa. Salah satunya

yaitu melalui metode pembelajaran.

Pembelajaran yang menggunakan metode akan mengurangi

kondisi yang monoton dan pembelajaran yang menarik bagi siswa. Salah

satu metode yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran bahasa

Indonesia adalah metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik,

karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berperan sangat penting

dalam berkomunikasi dalam kehidupan yakni sebagai sarana

menyampaikan dan memperoleh informasi, penyesuaian terhadap

lingkungan, saling berinteraksi serta sebagai sarana hubungan sosial.

Bahkan siswa berkomunikasi sangat penting dalam kegiatan pembelajaran

di sekolah maupun kegiatan di rumah.

Dengan menggunakan metode bermain peran berbasis kecerdasan

linguistik dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa.

Sehingga dalam kegiatan belajar dapat menarik minat belajar siswa, karena

dengan metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu suatu

metode mengajar berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak

dan mengekspresikan perasaan dan pendapat dengan memperagakannya,

baik secara lisan maupun tertulis. Dengan tahapan metode bermain peran

berbasis kecerdasan linguistik, yaitu menghangatkan suasana dan

memotivasi siswa, memilih peran, menyusun tahap-tahap peran,

menyiapkan pengamatan, pemeranan, diskusi dan evaluasi, pemeranan

ulang, diskusi evaluasi tahap dua, mengambil pengalaman dan kesimpulan.

Dengan demikian pemahaman terhadap kemampuan dan keterampilan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hasil Belajar

34

berbahasa siswa dapat secara optimal, sehingga hasil belajar siswa pun

menjadi optimal.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah melalui metode

bermain peran berbasis kecerdasan linguistik dapat meningkatkan hasil

belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V di SDN 2 Panggang

Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.