Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dapat menjelaskan bebarapa hasil penelitian yang
sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, tetapi dalam penelitian terdahulu
mempunyai perbedaan pembahasan walaupun tema yang sama dengan peneliti.
Fungsinya penelitian terdaulu adalah untuk mengetahui perbedaan isi dari
penelitian terdahulu dengan tema yang sama sehingga peneliti dapat
menemukan fenomena yang baru untuk penelitian. Pertama, Penelitian yang di
lakukan oleh Cika (2015) dengan judul Peran Komunitas Save Street Child
Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Jalanan di Malioboro Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian tersebut untuk mendeskripsikan bagaimana peran yang
di lakukan oleh Komunitas Save Street Child dalam meningkatkan kemandirian
anak jalanan di Malioboro Yogyakarta dan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi dalam proses kemandirian anak jalanan. Metode yang
digunakan penelitian tersebut adalah kualitatif dengan teknik deskriptif, yaitu
dengan menggambarkan dan menguraikan data secara sistematik dengan
menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi dan penyajian
data dalam bentuk tulisan dan meneranggkan apa adanya sesuai dengan data
yang diperoleh dari hasil penelitian. Adapun hasil penelitian tersebut adalah
menunjukan peran komunitas dalam meningkatkan kemandirian anak jalanan
meliputi peran fasilitasi, peran edukasional, peran perwakilan, dan peran teknis.
Serta faktor dalam meingkatkan kemandirian anak jalanan meliputi dua faktor
14
yaitu adanya faktor yang mempengaruhi dan faktor yang tidak mempengaruhi,
diantaranya : faktor pendidikan, faktor interaksi sosial, faktor intlegensi.
Sedangkan faktor yang kurang mempengaruhi dalam kemandirian anak jalanan
diantaranya : faktor lingkungan dan faktor pola asuh orang tua terhadap anak12.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Yanuar dan Ovi (2011) dengan judul
Perlindungan Anak Berbasis Komunitas : Sebuah Pendeketan Dengan
Mengarusutamakan Hak Anak. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengembangkan sebuah model perlindungan anak dalan rangka pemenuhan
hak anak berbasis komunitas. Adapun hasil penelitian tersebut adalah bahwa
pelanggaran pemenuhan hak anak merupakan bagian dari belum maksimalnya
implementasi atas berbagai kebijakan perlindungan anak. Hal ini dengan
adanya perlindungan anak berbasis komunitas sebagai bagian penting dalam
pemenuhan hak anak, dengan adanya model pengembangan perlindungan anak
yang berbasis komunitas dalam rangka pemenuhan hak anak hal ini dapat
mengikutsertakan keterlibatan masyarakat termasuk anak-anak untuk
mengupayakan perlindungan anak. Selain itu peran serta stakeholder khususnya
instansi terkait daam perlindungan anak dan lembga perlindungan anak maupun
tokoh masyarakat supaya menjadi bagian penting dalam upaya pemenuhan hak
anak13.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Humairoh (2017) dengan judul
Peran Komunitas Baca Pandeglang (KBP) Dalam Mengembangkan Minat Baca
12 Cika. 2015. Loc.cit. 13 Yanuar dan Ovi. 2011. Loc.cit.
15
Melalui Storytelling. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peran
komunitas Baca Pandeglang (KBP) dalam mengembengkankan minat baca
anak melalui storytelling. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut
menggunakan pendektan kualitatif dengan metode deskriptif yaitu
pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dan
dokemntasi. Penelitian deskriptif ini untuk membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diteliti. Dalam penelitian tersebut peneliti
memberikan gambaran secara umum menganai bagiamana peran komunitas
Baca Pandeglang (KBP) dalam mengembangkan minat baca anak melalui
storytelling. Adapun hasil dari penelitian tersebut KBP berperan dalam
mengembangakan minat baca melalui storytelling, anak sangat senang dengan
kegiatan tersebut dengan motede storytelling yang menggunakan alat peraga
maupun tidak menggunakan alat peraga. Hal ini dapat dilihat dari sikap anak-
anak dan intensitas kehadiran anak dalam mengikuti kegiatan serta anak
menyimak dan sangat berseangat saat kegiata berlangsung. Dengan storytelling
dapat mengetahui jenis minat baca anak terhadap informasi yang mereka
butuhkan14.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Yanuar (2012) dengan judul
Perlindungan Anak Berbasis Komunitas Di Wilayah Perbatasan: Penelitian
Aksi di Desa Entikong, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau Propinsi
Kalimantan Barat. Penelitian tersebut bertujuan untuk menggambarkan upaya
14 Humairoh. 2017. Loc.cit.
16
perlindungan sosial bagi anak, baik yang ada dilingkungan rumah, sekolah
maupun masyarakat, dengan lokasi penelitian di perbatasa. Tujuan lain
penelitian ini untuk mengembangkan sebuah model perlindungan anak berbasis
komunitas dimana masyarakat secara akktif berperan serta dalam upaya
perlindungan anak. Hasil dari penelitian tersebut adalah adanya keterlibatan
anak-anak dalam upaya pemenuhan hak anak dengan mengutamakan
kepentingan terbaik bagi anak, selanjutnya disusun rencana untuk mendorong
pemenuhan hak anak dalam upaya perlindungan anak berbasisi komunitas.
Melalui kelompok komunitas bagi masyarakat terlibat dalam perlindungan
anak, keterlibatan masyarakat diharapkan berperan aktif untuk ikut melakukan
pemantauan atas pelanggaran hak anak. Termasuk melakukan strategi dalam
menghubungkan dengan sistem sumber untuk pelayanan perlindungan dan
pemenuhan hak anak bersama komunitas15.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dkk (2016) dengan judul
Peranan Komunitas Jendela Dalam Meningkatkan Minat Belajar Anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui peranan
komunitas Jendela Lampung dalam meningkatkan minat belajar anak di Tempat
Pembuangan Akhir Bakung Teluk Betung tahun 2016. Metode yang digunakan
dalam penelitian tersebut adalah kualitatif dengan teknik deskriptif yaitu
metode penelitian dengan menggambarkan atau menguraikan data secara
sistematik melalui metode observasi, wawancara, dan dokumetasi serta
menyajikan data dalam bentuk tulisan dan menerangkan apa adanya sesusai
15 Yanuar. 2012. Loc.cit.
17
dengan data yang diperoleh dari hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut
adalah menunjukan adanya peran komunitas menjadi dominan untuk
meningkatkan minat belajar anak melalui kegiatan yang diadakan oleh
komunitas. Hal ini dilihat dari sikap anak-anal saat belajar dan prestasi yang
didapatkan disekolah. Selain itu antusias mereka saat menerima hal-hal baru
yang diberikan komunitas menunjukan bahwa minat belajar anak meningkat.
Antusias mereka saat kegiatan saat menarik berbagai macam pertanyaan yang
berkaitan dengan materi pembelajaran atau informasi-informasi lain di luar
lingkungan mereka, serta sikap partisipasi dan kemandirian anak-anak dalam
mengikuti kegiatan belajar dan mengajar yang diberikan Komunitas Jendela
Lampung16.
Dari penjelasan penelitian sebelumya di atas ada perbedaan antara
penelitian sebelumnya dengan peneliti, disini peneliti akan meneliti bagaimana
peran komunitas dalam mendukung progam Kabupaten Layak Anak walaupun
dalam konteksnya peran komunitas disini berhubungan dengan progam
pemenuhan dan perlindungan hak anak. Tetapi peniliti akan melihat lebih dalam
bagaimana komunitas dapat mendukung progam pemerintah supaya daerah
mana saja bisa menjadi daerah ramah anak melalui kegiatan berbasis komunitas.
2.2 Pengertian Anak
Anak adalah amanah, karunia dan anugerah Allah SWT yang mana harus
kita lindungi mulai dari didalam kandungan selama 9 bulan hingga dia beranjak
dewasa sebelum dia memantaskan diri menjadi orang tua. Anak merupakan aset
16 Aggraini dkk. 2016. Loc.cit.
18
bangsa dan generasi penerus bangsa merupakan sumber daya manusia bagi
pembangunan nasional ke depan. Dalam hal ini perlu adanya pembinaan secara
terus menurus demi kelangsungan hidup anak baik dari segi pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segala
kemungkinan yang membahayakan atau merusak masa depan anak. Orang tua
atau rumah adalah guru dan tempat sekolah pertama yang didapatkan oleh anak
untuk melakukan proses belajar sosialisasi hingga mengenal lingkungan yang
lebih luas.
Menurut Undang-Undang Peradilan Anak Nomor 3 tahun 1997 pasal 1 ayat
(2) anak nakal adalah anak yang dengan sengaja melakukan tindak pidana,
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, yang baik menurut
peraturan perundang-undangan meupun menurut peraturan hukum lain yang
hidup dan berlaku dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan sesuai adat
di daerah masyarakat masing-masing.
Anak adalah sesorang yang belum berusia 18 (Delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan
bahwa, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 (Delapan belas) tahun dan
termasuk anak yang masih dalam kandungan, yang berarti segala kepentingan
akan pengupayaan perlindungan terhadap anak sudah mulai sejak anak tersebut
berada didalam kandungan hingga berusia 18 tahun (Damayanti, 2008).
Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum digolongkan
menjadi kebutuhan fisik-biomedis (Asuh) yang meliputi, pangan atau gizi,
19
perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang layak, sanitasi, sandang,
kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (Asih),
pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras
antara ibu atau pengganti ibu dengan anak merupakansyarat yang mutlakuntuk
menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial.
Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah), stimulasi mental merupakan cikal
bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi
mental ini mengembangkan perkembangan mental psikososial diantaranya
kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreaktivitas, agama, kepribadian dan
sebagainya.
Anak termasuk individu yang unik dan mempunyai eksistensi sehingga
memiliki jiwa sendiri, serta mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang
secara optimal sesuai dengan iramanya masing-masing yang khas. Masa
kehidupan anak sebagian besar berada dalam lingkup keluarga. Oleh karena itu,
keluargalah yang paling menentukan terhadap masa depan anak, begitu pula
corak anak yang terlihat dari perkembangan sosial, psikis, fisik, dan religiusnya
(Hidayah, 2019 : 15).
2.3 Hak Anak
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang
telah ada sejak lahir bahkan sejak sebelum seseorang lahir, karena sejatinya hak
sudah melekat pada diri seseorang dan tidak adapat dihilangkan.
Hak anak secara universal telah diciptakan melalui sidang umum PBB pada
tanggal 20 November 1959 dengan memproklamasikan deklarasi hak-hak anak.
20
Dengan adanya deklarasi ini diharapkan seluruh lapisan masyarakat mengerti
mengenai hak-hak anak tersebut. Hak-hak tersebut antara lain :
a. Setiap anak harus menikmati semua haknya yang tercantum dalam
deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan diskriminasi.
b. Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan
kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau oleh peralatan lain,
sehingga mereka mampu berkembang secara fisik, mental, moral,
spiritual, dan sosial dalam cara yang sehat dan normal.
c. Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas
kebangsaan.
d. Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.
e. Setiap anak baik secara fisik, mental dan sosial mengalami
kecacatan harus diberikan perlakukan khusus,pendidikan dan
seimbang sesuai dengan kondisinya.
f. Setiap anak bagi perkembangan probadinya secara penuh dan
seimbang memerlukan kasih sayang dan pengertian
g. Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas
wajib dasar.
h. Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan
bantuan yang pertama.
i. Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk keterlantaran, tindak
kekerasan dan eksploitasi.
21
j. Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktik diskriminasi
berdasarkan rasial, agama, dan bentuk-bentuk lainnya.
Menurut KHA (Konvensi Hak Anak) yang diadopsi dari Majelis Umum
PBB Tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal- usul
keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat
bidang, yaitu :
a. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat
hidup yang layak dan pelayanan kesehatan.
b. Hak untuk berkembang mencakup hak atas pendidikan,
informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan
berfikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak cacar atas
pelayanan dan perlakuan dan perlindungan khusus.
c. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk
eksploitasi, pelanggaran kejahatan, dan perlakuan sewenang-
wenang dalam proses peradilan pidana.
d. Hak partisipasi meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat,
berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya (Huraerah.
2012 : 32).
Dalam Convention on the Right of the Child (CRC), yang telah diratifikasi
melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 dengan menekankan hak-
hak dasar anak sesuai penjelasannya diatas mengenai empat bidang hak-hak
22
anak. Menurut Millenium Development Goals (MDGs) yang telah
menekankan 8 tujuan, yaitu menghapus kemiskinan, memastikan pendidikan
dasar laki-laki dan perempuan, mengemangkan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, memperbaiki
kesehatan ibu hamil, memerangi HIV/AIDS, menjamin kelangsungan
lingkungan hidup dan membangun kemitraan global. Dalam hal ini pemenuhan
hak-hak anak dapat diwujudkan sesuai dengan tujuan yang ada, serta dapat
bekerjasama dengan pihak pemerintahan maupun komunitas dibidang anak.
2.4 Peran Komunitas
2.4.1 Pangertian Komunitas
Komunitas atau organisasi merupakan bentuk kerjasama antara beberapa
orang untuk mencapai suatu tujuan dengan mengadakan pembagian dan
peraturan kerja17. Organisasi mempunyai dua prinsip yang tidak boleh di
lupakan , yaitu: bertahan hidup (survive), dan berkembang (develop). Organsiasi
harus dapat mempertahankan keberadaanya dan berkembang, kalau tidak
organisasi itu akan bangkrut atau gulung tikar/berhent melakukan kegiatan. Atas
dua prinsip itulah maka teknik pengorganisasian diperlukan dalam
mempertahankan keberadaannya18.
Dalam meraih tujuan yang hendak dicapai orang membentuk organisasi
sesuai dengan minatnya, bagi mereka yang berminat dalam dakwah tergabung
dalam organisasi dakwah demikian hanya orang yang peduli dalam
17 Imam Moedjiono, Kepemimpinan dan Keorganisasian, (Yogyakarta: UII Press, 2002), hlm. 53. 18 Ibid., hlm. 135.
23
kesejahteraan sosial membentuk organisasi kesejahteraan sosial. Organisasi
pelayanan kemanusian (OPK) atau Human Service Organization adalah
organisasi yang fokus utamanya memberi pelayanan sosial. Organisasi semacam
ini memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan organisasi
lainnya. Pekerja sosial karenanya harus mengerti kekhasan agar dapat
melakukan pembangunan masyarakat secara efektif19.
Bila membahas tentang intervensi komunitas, ada satu istilah yang biasanya
muncul pada pembahasan tersebut, yaitu siapa yang biasanya muncul pada
pembahasan tersebut. Istilah komunitas menurut Mayo yang di kutip oleh
Isbandi Rukmianto Adi, mempunyai tiga tingkatan diantaranya20.
a. Grass root (pelaku perubahan melakukan intervensi terhadap
kelompok masyarakat yang berada di daerah tersebut, misalnya
dalam suatu Keluarahan ataupun Rukun Tetangga).
b. Local Agency dan inter-agency work (pelaku perubahan
melakukan intervensi terhadap organisasi paling tingkat lokal,
provinsi ataupun di tingkat lebihluas, bersama jajaran
pemerintah yang terkait serta organsisasi non pemerintah yang
bermiat terhadap hal tersebut).
c. Regional dan national community planning work (misalnya,
pelaku perubahan melakukan intervensi pada isu yang terkait
dengan pengembangan ekonomi maupun isu mengenai
19 Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, (Bandung, Alfabeta, 2009), hlm. 133. 20 Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial, (Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.
97.
24
perencanaan lingkungan yang mempunyai cakupan lebih luas
dari bahasa di tingkat lokal).
Layanan sosial sebenarnya merupakan bentuk perubahan sosial terencana
(intervensi sosial) yang dilakukan oleh relawan, sarjana kesejahteraan sosial,
pekerja sosial, dan berbagai profesi lainnya. Secara sederhana, hubungan
antara organsisasi pelayanan kemanusian (sebagai agen perubahan), layanan
sosial (sebagai salah satu bentuk intervensi sosial yang dikembangkan untuk
mencapai kondisi yang dituju), serta peningkatan kesejahteraan masyarakat
(sebagai kondisi kehidupan yang dituju baik oleh warga masyarakat maupun
agen perubahan)21.
Adanya organisasi ataupun komunitas yang berfokus pada anak dalam
mendukung Kabupaten layak Anak di Kabupaten Malang adalah sebagai
pelaku untuk ikut serta dalam peran progam Kabupaten Layak Anak. Pelaku
perubahan bisa memberikan perluasan wawasan tentang peran dan pelaku
perubahan sebagai community worker dalam suatu peran komunitas untuk
mendukung progam Kabupaten Layak Anak di Kabupaten Malang.
2.4.2 Pengertian Peran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peran adalah
bagaian seorang pemain. Peran merupakan aspek yang dinamis dan
21 Ibid., hlm. 122.
25
kedudukan (status)22. Menurut Soejono Soekamto yang dikutip oleh
Mursyid Itsnaini dalam skripsinya yang berjudul “Pemberdayaan Anak
Jalanan oleh Rumah Singgah Kawah di Kelurahan Klitren, Gundokusuman
Yogyakarta”. Unsur-unsur peranan, atau role adalah :
a. Aspek dinamis dari kedudukan
b. Perangkat hak-hak kewajiban
c. Perilaku sosial dari pemegang kedudukan
d. Bagian dari sesorang yang dimainkan.
Dengan demikian yang mengawali perilaku adalah pengambilan
peran. Sebelum seorang diri bertindak, maka dia membayangkan dirinya
dalam posisi orang lain dan mencoba untuk memahami orang lain hanya
dengan menyerasikan diri dengan harapan-harapan orang lain, maka
interaksi akan terjadi. Tugas utama seorang pengembang masyarakat
adalah mengembangkan kapasitas pelaku masyarakat sehingga mampu
mengorganisir dan menentukan sendiri upaya-upaya yang diperlukan
dalam memperbaiki kehidupan (usaha) mereka. Pengembangan
masyarakat bekerja sama-sama dengan masyarakat untuk membangun
kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan dan potensi yang
sebenrnya mereka miliki23.
Sebagai community worker, menurut Ife yang dikutip oleh Isbandi
Rukminto Adi, bahwa melihat sekurang-kurangnya ada empat peran dan
22 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.hlm.660. 23 Aziz Muslim, Metodelogi Pengembangan Masyarakat. (Yogyakarta : TERAS, 2009), hlm. 72.
26
keterampilan utama yang nantinya secara lebih spesifik akan mengarah
pada teknik dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki seorang
community worker sebagai pemberdayaan masyarakat. Keempat peran
dan keterampilan tersebut adalah24 :
a. Peran dan keterampilan fasilitatif. Peran fasilitatif meliputi peran
khusus diantaranya: animase sosial, mediasi, dan negosiasi,
pemberi dukungan, membentuk consensus, fasilitasi kelompok,
pemanfaatan sumber daya dan keterampilan, dan
mengorganisasi.
b. Peran dan keterampilan edukasional. Peran ini meliputi
meningkatkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi,
menginformasikan dan pelatihan.
c. Peran dan keterampilan perwakilan. Peran ini dijadikan oleh
pengembang masyarakat dalam interaksinya dengan lembaga
luar, atas nama masyarakat, peran ini meliputi usaha
mendapatkan sumber-sumber, melakukan advokasi atau
pembelaan masyarakat, membuat mitra atau network, sharing
pengalaman dan pengetahuan serta menjadi juru bicara
masyarakat.
d. Peran keterampilan teknis, yaitu peran pengembang masyarakat
dlam menerapkan keterampilan teknis untuk mengembangkan
masyarakat. Beberapa dimensi pekerjaan seperti pengumpulan
24 Isbandi Rukminto Adi, “Kesejahteraan Sosial”, hlm 89-106.
27
dan analisisi data, pemakaian komputer, penyajian laporan secara
lisan dan tertulis, penanganan proyek pembangunan sarana fisik,
manajemen dan pengendalian uang, yang semuanya itu sangat
membutuhkan keterampilan teknis.
Melengkapi berbagai peran pelaku perubahan sebagai
pemberdayaan masyarakat, peran dan keterampilan pelaku perubahan
yang diuraikan dibawah ini dapat memberikan perluasan wawasan
tentang tentang peran dan pelaku perubahan sebagai community worker
dalam suatu proses intervensi komunitas. Melihat sekurang-kurangnya
ada peran yang dapat dikembangkan oleh community worker, yaitu25
a. Pemercepat, perubahan yang mempunyai empat fungsi yaitu :
membantu masyarakat menyadari dan melihat kondisi mereka,
membangkitkan dan mengembangkan oraganisasi dalam
masyarakat, mengembangkan relasi interpersonal yang baik, dan
memfasilitasi perencanaan yang efektif.
b. Perantara, terkait erat dengan upaya menghubungkan individu
ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan
ataupun layanan masyarakat, tetapi tidak tahu dimana dan
bagaimana mendapatkan bantuan tersebut, dengan lembaga yang
menyediakan layanan masyarakat.
25 Ibid., hlm. 188.
28
c. Pendidik, kemampuan menyampaikan informasi dengan dengan
jelas, serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi sasaran
perubahan.
d. Tenaga ahli, peran ini dapat memberikan masukan, saran, dan
dukungan informasi dalam berbagai area.
e. Perencanaan sosial, mengumpulkan data mengenai masalah sosial
yang terdapat dalam komunitas, menganalisisnya, dan
menyajikannya alternativ tindakan yang rasional untuk menangani
masalah tersebut.
f. Advokat peran yang atif dan terarah, dimana community worker
menjalankan fungsi advokasi atau pembelaan yang mewakili
kelompok masyarakat yang membutuhkan sutau bantuan ataupun
layanan.
g. Akitivis, mencoba melakukan perubahan institusioanal yang lebih
mendasar dan sering kali tujuannya adalah pengalihan sumber daya
ataupun kekuasaan pada kelompok yang kurang mendapatkan
keuntungan.
Berdasarkan peran diatas tugas-tugas yang harus dicapai oleh
pengembangan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pendampingan
adalah sebagai berikut26 :
26 Aziz Muslim, Metodelogi Pengembangan Masyarakat, hlm. 74-75.
29
a. Mendorong motivasi dan partisipasi pelaku masyarakat dalam
pengembangan kelembagaan masyarakat.
b. Memperkuat sistem adimintrasi masyarakat.
c. Memfasilitasi pelaksanaan pelatihan.
d. Mengembangkan kemitraan dan pemasaran sosial
e. Menumbuh kembangkan kelompok usaha atau unit bersama
masyarakat.
f. Membuat laporan evaluasi
Jadi peranan menunjukan keterlibatan diri atau keikutsertaan
individu, kelompok yang melakukan suatu usaha. Untuk mencapai tujuan
tertentu atas suatu tugas atau bukti yang sudah merupakan kewajiban dan
harus dilakukan sesuai dengan kedudukannya. Peranan dalam mendukung
progam Kabupaten Layak Anak berarti menunjukan pada keterlibatan
komunitas dalam mendukung kegiatan progam Kabupaten Layak Anak.
2.5 Konsep Kabupaten Layak Anak
2.5.1 Pengertian
Kabupaten layak anak merupakan sistem pembangunan berbasis hak anak
yang mengadopsi pada Konvensi Hak Anak pada Tahun 1989 oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui pengintregrasian komitmen dan
sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana
menyelurug dan berkelanjutan dalam kebijakan, progam dan kegiatan untuk
menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak secara terencana,
menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan kebijakan progam dan kegiatan
dalam menjamin terpenuhinya hak anak (Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan
30
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun
2011 Tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak).
Dalam Pasal 208B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tertulis : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Hal ini lah yang kemudian dijadikn patokan bahwa harus ada pembangunan
dan pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak di Indonesia. Dalam judul
peneliti melalui peran komunitas anak diharapkan dapat mengembangkan dan
membangun progam Kabupaten Layak Anak berbasis komunitas secara
berkelanjutan guna untuk memenuhi hak-hak anak, sehingga pengembangan
progam Kabupetan Layak Anak terus berkembang dengan adanya peran
komunitas didalamnya. Komunitas anak diharapkan dapat dijadikan sebagai
fasilitator pengembangan progam layak anak sesuai dengan latarbelakang
adanya kabupaten layak anak.
Tujuan adanya Kabupaten Layak Anak adalah untuk mengubah konvensi
hak-hak anak dari kerangka hukum ke dalam devinisi, strategi, dan intevensi
pembangunan, dalam bentuk kebijakan, progam dan kegiatan yang berbasis
anak. Selanjutrnya, berbagai progam dan kegaiatan dirancang dan
dikembangkan oleh Kementrian ini guna mendukung terciptanya lingkungan
layak anak dengan peran komunitas dalam mendukung progam kegiatan baik
di Kabupaten maupun Kota di seluruh Indonesia dan mengatasi berbagai
macam permasalahan yang berkaitan dengan perlindungan anak. Adapaun
empat prinsisp kunci konvensi hak anak yang menjadi dasar membangun
31
progam kegiatan dalam Kabupaten layak anak berbasis peran Komunitas,
antara lain :
a. Non-diskriminasi : Kabupetan/Kota Layak Anak adalah
Kabupetan/Kota yangt layak dan inklusif untuk semua anak
kabupaten layak anak memenuhi kebutuhan dan memberikan
perhatian khusus pada setiap anak dalam mengakses hak-hak
mereka dalam berbagai cara yang berbeda.
b. Kepentingan terbaik untuk anak : Kabupaten layak anak
menjamin kepentingan yang terbaik untuk anak dan menjadikan
anak sebagai pertimbangan dalam semua tindakan yang terkait
dengan urusan anak.
c. Setiap anak mempunyai hak hidup, kelangsungan hidup dan
berkembang : Kabupaten layak anak berusaha memberikan hak
hidup dan kelangsungan hidup kepada setiap anak untuk
berkembang optimal dengan menciptakan kondisi-kondisi yang
mendukung pada masa anak-anak. Perkembangan dalam
konteks konveksi hak-hak anak berarti perkembangan fisik,
mental, spiritual, moral, dan perkembangan psikologi serta
sosial anak.
d. Mendengar dan menghormati pandangan anak : anak-anak
dilibatkan dan didengar fikiran serta pendapatnya di dalam
Kabupaten layak anak. Mereka aktif berperan serta sebagai
warga kabupaten yang memegang hak untuk mempromosikan
32
dan mendorong kebebasan mengekspresikan pendapat kepada
semua persoalan yang memepengaruhi mereka.
Disamping dari tujuan diatas ada tujuan khusus dan tujuan umum progam
Kabupaten/Kota Layak Anak sesuai dengan konvensi hak anak, sehingga
adanya tujuan Kabupetan Layak Anak dapat menjadi pengembangan dan
berkelanjutan, antara lain :
a. Tujuan Umum
Dalam membangun inisiatif pemerintah Kabupaten/kota layak anak
yang mengarah pada upaya transformasi hak-hak anak (Convention on
the Right of Child) dari kerangka hukum kedalam definisi, strategi dan
intervensi pembangunan dalam bentuk kebijakan, kelembagaan, progam
dan kegiatan pembangunan yang ditunjukan untuk pemenuhan hak-hak
anak pada suatu wilayah kabupaten/kota baik yang sudah menjadi
kabupaten/kota layak anak maupun yang masih proses untuk menjadi
daerah/wilayah layak anak sesuai dengan dasar pemenuhan hak-hak
anak.
b. Tujuan Khusus
Meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha
di kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan yang responsif
terhadap hak-hak, kebutuhan, dan kepentingan terbaik anak,
mengintegrasikan potensi sumberdaya manusia, keuangan, sarana,
prasarana, metode dan teknologi yang ada pada pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha, yang ada di kabupaten/kota dalam memenuhi hak-hak
33
anak, mengimplementasikan kebijkan kelangsungan hidup, tumbuh
kembang, perlindungan dan partisipasi anak melalui perumusan dan
perencanaan kabupaten/kota secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai
dengan indikator KLA dan memperkuat peran dan kapasitas pemerintah
kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan dibidang
kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi
anak dalam pemenuhan hak-hak anak.
2.5.2 Indikator KLA
Pemerintah Kabupaten Malang sudah meluncurkan progam
pembentukan Kabupetan Layak Anak yang bebas dari pekerja dan
kekerasan terhadap anak dan sebagai upaya melindungi hak-hak mereka.
Progam tersebut disambut baik secara antusias oleh seluruh
pemerintahan kabupaten Malang yang sudah merealisasikan progam
Kabupaten Layak Anak yang langsung di gerakan oleh DP3A kabupaten
Malang. Selama ini progam Kabpaten Layak Anak di Kabupaten Malang
sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan sesuai dengan indikator
progam KLA.
Indikator KLA dibuat dalam rangka untuk mengukur kabupaten
layak anak anak menjadi layak anak atau ramah anak. Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama seluruh
pemangku kepentingan ditingkat nasional dan daerah, menetapkan 31
(tiga puluh satu) Indikator Pemenuhan Hak Anak yang sekaligus
menerapkan indikator KLA. Suatu kabupaten/Kota dapat disebut Layak
34
Anak apabila memenuhi 31 (tiga puluh satu) indikator. Indikator KLA
dikembangkan mengacu pada Konvensi Hak Anak dan peraturan
Undang-Undang terkait Anak. Karena prinsip Kebijakan KLA adalah
mendorong Kabupaten/Kota agar menghormati hak anak. Dalam
pembagian 31 indikator diperkecil lagi sesuai dengan kelompoknya
masing-masing yaitu dalam konteks ini disebut dengan klaster, yang
mengacu berdasarkan Konvensi Hak Anak. Adapun hak anak
dikelompokan ke dalam 5 (lima) klaster yaitu :
a. Hak sipil dan Kebebasan.
b. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif.
c. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan.
d. Pendidikan dan Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya.
e. Perlindungan Khusus27
Agar lebih jelas, tabel dibawah ini akan menjelaskan mengenai 5
klaster dan indikator yang ada, sebagai berikut :
Table 1.4 Indikator Kabupaten Layak Anak
1. Klaster Hak Sipil dan Kebebasan
a. Persentase anak yang terintegrasi
dan mendapatkan kutipan akta
kelahiran
b. Tersedianya fasilitas informasi
layak anak
c. Jumlah kelompokanak, termasuk
foruma anak, yang ada di
kabupaten/kota, kecamatan dan
desa/kelurahan
2. Klaster Lingkungan Keluarga
dan Pengasuhan Alternatif
a. Persentase usia perkawinan
pertama dibawah 18 (delapan
belas tahun)
b. Tersedia lembaga konsultasi
bagi orang tua/keluarga
tentang pengasuhan dan
perawatan anak
27 Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2011, tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak.
35
c. Tersedia lembaga
kesejahteraan sosial anak
3. Klaster Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan
a. Angka kematian bayi
b. Pravelensi kekurangan gizi pada
balita
c. Persentase air susu ibu (ASI)
eksklusif
d. Jumlah pojok ASI
e. Persentase imunisasi dasar
lengkap
f. Jumlah lembaga yang
memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi dan mental
g. Jumlah anak dari keluarga miskin
yang memperoleh akses
peningkatan kesejahteraan
h. Persentase rumah tangga dengan
akses air bersih
i. Tersedianya kawasan tanpa rokok
4. Klaster Pendidikan,
Pemanfaatan Waktu Luang, dan
Kegiatan Budaya
a. Angka partisipasi pendidikan
anak usia dini
b. Persentase wajib belajar
pendidikan 12 (dua belas)
tahun
c. Persentase sekolah ramah anak
d. Jumlah sekolah yang memiliki
progam sarana dan prasarana
perjalanan anak ke dan dari
sekolah
e. Tersedianya fasilitas untuk
kegiatan kreatif dan rekreatif
yang ramah anak, di luar
sekolah, yang dapat diakses
semua anak
5. Klaster Perlindungan Khusus
a. Persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus dan memperoleh
pelayanan
b. Persentase kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diselesaikan
dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice)
c. Adanya mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan
kepentingan anak
d. Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak
Terkait dengan judul peneliti mengenai salah satu pemenuhan hak
pada anak yang tertuang pada klaster IV yaitu pendidikan, pemanfaatan
waktu luang dan kegiatan budaya yang mana adapun indikator tersebut
akan dikaitan dengan peran komunitas anak dalam mendukung progam
pemenuhan hak anak, komunitas Omah Sinau sudah mendukung progam
kabupaten layak anak khusunya di kabupaten Malang dengan kegiatan-
36
kegiatan berbasis anak yang dilakukan oleh komunitas. Di komunitas
Omah Sinau terdapat kelas-kelas literasi dan kegiatan budaya guna
mendukung kampung ramah anak. Dalam mewujudkan peran komunitas
untuk mendukung progam kabupaten layak anak khususnya dalam
bidang pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya
berbasis kegiatan komunitas, anak wajib mendapatkan hak untuk
mengakses segala sesuatu yang terkait dengan pemberian maupun
pemenuhan hak anak tanpa adanya diskriminasi dan sesuai minat serta
bakat yanga dimiliki anak. Peneliti akan mengukur kegiatan komunitas
apakah anak menikmati layanan anak yang berbasis kegiatan komunitas
untuk berperan dalam mendukung kabupaten layak anak.
Indikator tentang Kabupetan/Kota Layak Anak (KLA) seperti yang
disebutkan dalam Peratutan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Aanak Nomor 12 Tahun 2011, terkait pasal 11
mengatur indikator KLA untuk klaster pendidikan, pemanfaatan waktu
luang, dan kegiatan budaya meliputi huruf28 :
a. Angka partisiapasi pendidikan anak usia dini.
b. Persentase wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
c. Persentasi sekolah ramah anak.
28 Abd. 2013. Ciri Kota/Kabupaten Layak Anak. https://www.liputan6.com/health/read/55482/ciri-
kota-layak-anak (Diakses 8 Desember 2018)
37
d. Jumlah sekolah yang memiliki progam, sarana, dan prasarana
perjalanan anak ke dan dari sekolah, dan
e. Tersedianya fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah
anak, diluar sekolah, yang dapat diakses semua anak.
Dari indikator diatas komunitas yang akan di lakukan penelitian oleh
peneliti membuat kegiatan yang berbasis pendidikan, pemanfaatan waktu
luang dan kegiatan budaya dengan kegaiatan non formal sesuai indikator
huruf (e). Hal ini yang akan menjadi peran komunitas dalam mendukung
progam kabupetan layak anak dan pemenuhan dan perlindungan hak
anak. Dengan indikator tersebut kabupaten layak anak dapat mengetahu
pencapaian upaya pemenuhan hak anak di daerahya.