17
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Bagian kajian ini membahas mengenai pengertian belajar. Djamarah (2010:25) berpendapat bahwa belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk dapat mengembangkan semua potensi dalam diri seseorang itu. Oleh karena itu, belajar merupakan bentuk kegiatan manusia yang sadar sehingga dengan adanya kegiatan belajar tersebut dapat membawa suatu perubahan dalam diri manusia itu sendiri. Selanjutnya Nasution (2013 : 9) juga mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu hasil dari aktivitas belajar itu sendiri yang membawa perubahan positif bagi setiap orang atau individu sehingga belajar yang di lakukan akan lebih bermakna bagi kehidupan yang terus berkelangsungan. Oleh karena itu upaya yang dilakukan seseorang untuk belajar ialah melalui pendidikan yang terintegral. Hamalik (2012:45) juga menyatakan bahwa belajar merupakan serangkaian aktivitas dan kreativitas yang dilakukan seseorang sehingga menghasilkan suatu perubahan yang diperoleh, selain itu juga belajar bukan hanya terpaku pada mata pelajaran saja, tetapi pada seluruh aspek yang ada, baik itu aspek penguasaan, kebiasaan, presepsi, kesenangan, minat, penyesusaian sosial, bermacam-macam ketrampilan-ketrampilan, cita-cita, sehingga belajar mengandung pengertian yang luas seperti terjadinya perubahan tingkah laku dan perubahan prilaku termasuk juga perbaikan prilaku misalnya, pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lebih lengkap. Majid (2014:33) juga menambahkan bahwa belajar adalah di mulai dengan adanya dorongan dan keingintahuan seseorang untuk belajar. Dengan adanya dorongan dan keingintahuan seseorang tersebut dapat menumbuhkembangkan semangat dan motivasi untuk belajar sehingga dengan semangat dan motivasi belajar tersebut maka akan dapat mencapai

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11158/2/T1_292012614_BAB II...seseorang itu untuk melakukan kegiatan belajar adalah merupakan suatu

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Belajar

Bagian kajian ini membahas mengenai pengertian belajar. Djamarah

(2010:25) berpendapat bahwa belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh

seseorang untuk dapat mengembangkan semua potensi dalam diri seseorang

itu. Oleh karena itu, belajar merupakan bentuk kegiatan manusia yang sadar

sehingga dengan adanya kegiatan belajar tersebut dapat membawa suatu

perubahan dalam diri manusia itu sendiri. Selanjutnya Nasution (2013 : 9)

juga mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu hasil dari aktivitas

belajar itu sendiri yang membawa perubahan positif bagi setiap orang atau

individu sehingga belajar yang di lakukan akan lebih bermakna bagi

kehidupan yang terus berkelangsungan. Oleh karena itu upaya yang dilakukan

seseorang untuk belajar ialah melalui pendidikan yang terintegral.

Hamalik (2012:45) juga menyatakan bahwa belajar merupakan

serangkaian aktivitas dan kreativitas yang dilakukan seseorang sehingga

menghasilkan suatu perubahan yang diperoleh, selain itu juga belajar bukan

hanya terpaku pada mata pelajaran saja, tetapi pada seluruh aspek yang ada,

baik itu aspek penguasaan, kebiasaan, presepsi, kesenangan, minat,

penyesusaian sosial, bermacam-macam ketrampilan-ketrampilan, cita-cita,

sehingga belajar mengandung pengertian yang luas seperti terjadinya

perubahan tingkah laku dan perubahan prilaku termasuk juga perbaikan

prilaku misalnya, pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lebih

lengkap. Majid (2014:33) juga menambahkan bahwa belajar adalah di mulai

dengan adanya dorongan dan keingintahuan seseorang untuk belajar. Dengan

adanya dorongan dan keingintahuan seseorang tersebut dapat

menumbuhkembangkan semangat dan motivasi untuk belajar sehingga

dengan semangat dan motivasi belajar tersebut maka akan dapat mencapai

8

tujuan belajar dan hasil belajar yang baik pula. Upaya yang timbul dalam diri

seseorang itu untuk melakukan kegiatan belajar adalah merupakan suatu

dorongan dan keingintahuan dari diri seseorang tersebut untuk mengetahui

sesuatu yang dapat berguna bagi dirinya dan bagi orang banyak seperti yang

telah dilakukan para ahli pendidikan di dalam segala bidang keilmuan. Maka

belajar yang dilakukan haruslah menyesuaikan dengan tingkah lakunya dalam

upaya meningkatkan kemampuan dan potensi atau keterampilan-keterampilan

dalam diri orang atau peserta didik yang melakukan kegiatan belajar. Lain

halnya dengan Yaumi (2014:148) yang mengatakan bahwa belajar memiliki

tujuan dimana setiap tujuan-tujuan tersebut dapat dicapaikan melalui kegiatan

belajar itu sendiri. Tujuan belajar dikembangkan melalui aktivitas belajar

yang dilaksanakan dengan terintrgasi dan berkesinambungan pada pendidikan

tingkat bawah, menengah, sampai pendidikan tertinggi.

Berkaitan dengan pendapat diatas maka, belajar adalah merupakan

kegiatan mengembangkan diri melalui proses penyesuaian tingkah laku.

Dengan kata lain seseorang dapat mengalami belajar dari lingkungan dan

pengalamannya yang dapat memotivasi sehingga menumbuhkan rasa ingin

tahu yang tinggi. Jadi belajar tidak hanya dilakukan di lingkungan formal atau

sekolah, belajar juga dapat dilakukan diluar lingkungan tersebut. Misalnya,

melalui permainan lompatan dan pengalaman bermainnya seseorang tersebut

tidak secara langsung telah belajar berhitung atau belajar matematika dari

angka satu dan seterusnya. Pengalaman bermaian menghitung tersebut dapat

diterapkan di lingkungan formal atau di sebut lingkungan sekolah pada saat

belajar berhitung di kelas. pada bagian berikutnya akan membahas mengenai

pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dan karakteristik anak Sekolah Dasar

pada anak Usia 9-11 tahun.

Beberapa definisi diatas ini dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

merupakan suatu aktivitas manusia yang mengarah pada perubahan positif

baik itu perubahan tingkah laku dan prilaku seseorang itu sendiri. Pada

9

dasarnya pembelajaran IPA lebih ditekaankan pada kegiatan yang menunjang

pengalaman belajar siswa pada pembelajaran IPA agar peserta didik tersebut

lebih memahami makna dan manfaat belajar IPA di sekolah dasar. Oleh

karena itu pembelajarannya di kemas dengan semenarik mungkin agar peserta

didik lebih termotivasi untuk belajar dengan adanya kegiatan-kegitan belajar

pratikum.

2.2. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar disajikan karena dianggap

pelajaran IPA tersebut sangat dibutuhkan oleh setiap orang agar seseorang

dapat mengembangkan potensi alam di sekitar dan memanfaatkan sumber

daya alam tersebut dengan sebaik-baiknya. Hal ini senada dengan beberapa

pendapat para ahli yang menyatakan pembelajaran IPA di sekolah dasar

diantaranya ialah Sanoto, H dan Pulungan (2014-20-22) mengatakan bahwa

Belajar IPA tidak hanya pada konsep tetapi lebih ditekankan pada pratikum

dengan adanya kegiatan pratikum tersebut diharapkan dapat mendorong siswa

untuk lebih semangat dan lebih percaya diri dalam belajar IPA sehingga dapat

diterapkan dikehidupan nyata peserta didik itu sendiri. Selain itu juga,

Sanoto, H dan Pulungan (2014:22) mengatakan bahwa IPA adalah sebagai

displin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA

menjadi penting, tetapi pengajaran IPA harus terstruktur. Oleh karena struktur

kognitif anak-anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur ilmuan, pada hal

mereka perlu diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan-keterampilan

proses IPA yang perlu dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan

kognitifnya. Oleh karena itu pembelajaran IPA harus dimodifikasi,

keterampilan-keteremapilan proses IPA yang akan di latih juga harus sesuai

dengan perkembangan anak.

Trianto (2010:151-153) juga mengatakan bahwa pembelajaran IPA di

sekolah sebaiknya memberikan pengalaman pada peserta didik untuk belajar

menguji suatu pernyataan yang didapat dari pengamatan terhadap kejadian

10

sehari-hari, sehingga dari hasil pengujian tersebut mereka dapat memperoleh

jawaban sementara dari yang dilakukan. Adanya jawaban sementara yang

dibuat dapat membantu peserta didik untuk berpikir logis terhadap suatu

bentuk peristiwa alam yang terjadi karena pembelajaran IPA itu dapat

membantu menjawab berbagai masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam

yang terjadi.

Samatowa (2010:2) menyatakan bahwa belajar IPA di SD hendaknya

membuka kesempatan untuk memupuk mereka mengembangkan rasa ingin

tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu akan membantu

mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas

berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus

pembelajaran IPA di SD hendaknya ditujukkan untuk memupuk minat dan

pengembangan anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup.

Jadi pembelajaran IPA di SD hendaknya melibatkan keaktifan anak

secara penuh dan memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mencari,

menemukan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan sendiri berbagai

pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan serta membuka

kesempatan kepada anak didik untuk memperoleh pemahaman secara

mendalam dan pengalaman secara langsung untuk mempelajari diri sendiri

dan alam sekitar secara alamiah. Oleh karena itu pembelajaran IPA harus

memperhatikan karakteristik siswa pada siswa kelas 3 sekolah dasar, sama

halnya dengan Piaget dalam Yaumi (2014:122) yang mengatakan,

perkembangan intelektual anak menunjukkan bahwa perbedaan umur

menentukan adanya perbedaan perkembangan intelektual. Pada umur 0-2

tahun di sebut sebagai tahap perkembangan motor indrawi ( sensory-motor

stage), sedangkan umur 2-7 tahun di sebut sebagai masa perkembangan pra-

operasional (preoperational), untuk itu umur 7-11 tahun di sebut tahap

operasional konkret (concrete operations), dan umur 11-17 tahun disebut

tahap operasi formal

11

2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Tujuan mata pelajaran IPA menurut Permendiknas Nomor 22 tahun

2006 adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan dan teknologi,

masyarakat.

4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memilihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan.

6. Menigkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan

sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Dapat disimpulkan bahwa belajar IPA di sekolah dasar merupakan

suatu kegiatan belajar yang mendorong peserta didik untuk memahami dan

mengamati, sehingga apa yang di pahami dan apa yang di lakukan melalui

kegitan pratikum atau dalam kegiatan pengamatan tersebut dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari, selain itu juga melatih ketrampilan-kerampilan

siswa sehingga dapat melahirkan sesuatu yang baru dalam mempelajari IPA di

sekolah. Oleh karena itu pembelajaran IPA tidak hanya terfokus pada materi

saja, tetapi pembelajaran IPA lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan yang

mendorong siswa untuk dapat memahami materi-materi yang telah diajarkan,

sehingga apa yang dipelajari dapat diterapkan dengan melalui kegiatan-

kegiatan seperti, mencoba memahami, mengamati, dan melakukan kegiatan

pratikum. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut maka pembelajaran IPA

12

sangat berguna bagi kehidupan, dalam hal ini dapat meningkatkan hasil

belajar siswa sesuai yang diharapkan dalam pencapaian hasil belajar yang

baik pula. Pembelajaran IPA di SD haruslah mengacu pada kebutuhan

perserta didik. Untuk itu, pembelajaran haruslah dikemas dengan semenarik

mungkin menggunakan model belajar yang sesuai dengan perkembangan

kognitif anak pada rentan usia 7-11 tahun. Untuk mencapai hal tersebut

diperlukan model pembelajaran yang tapat, salah satunya adalah model

pembelajaran kooperatiif.

2.3 Pembelajaran Kooperatif

Definisi tentang pembelajaran kooperatif, bahwa pembelajaran

kooperatif adalah model belajar yang mengutamakan kerja sama antar siswa

dalam masing-masing kelompok kecil, sama halnya dengan Majid (2014 :

174) juga menekankan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model

belajar yang mengutamakan adanya kerja sama yang baik dalam belajar. Oleh

karena itu untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut maka para peserta

didik dapat belajar dengan adanya kerja sama yang baik pula dengan teman

sebayanya, sehingga pembelajaran yang mengutamakan kerjasama dapat

membawa perubahan yang positif bagi peserta didik, baik aspek sosial anak

itu sendiri dan aspek pengetahuannya. Pembelajaran kooperatif merupakan

bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-

kelompol kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 orang

sampai dengan 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Isjoni (2011:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berasal

dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama

dengan saling membantu satu dan yang lainnya sebagai satu kelompok atau

satu tim. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2013:54) menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah konsep lebih luas meliputi semua jenis kerja

kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh

guru.

13

2.3.1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah model belajar yang secara nyata dan

juga belajar secara kelompok antar sesama peserta didik. Dalam hal ini

pengajar dapat menghubungkan materi ajar dengan kehidupan nyata siswa

sehingga belajar tersebut akan lebih bermakna, dan diharapkan dapat

diterapkan dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu merujuk pada

pengertian model pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran kontekstual

merupakan suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan mata

pelajaran dengan situasi nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan

antara pengetahuan dan penerapannya kedalam kehidupan mereka sebgai

anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja (Al-Tabany 2014:138).

Selanjutnya menurut Trianto (2012:105) Pembelajaran kontekstual bukan

merupakan sesuatu yang baru. Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas-

kelas pertama di usulkan oleh John Dewey dan Pada tahun 1916, Dewey

mengusulkan kurikulum dan metodologi pengajaran yang di kaitkan dengan

minat dan pengalaman siswa dalam buku Trianto. Perkembangan pemahaman

yang di peroleh selama mengadakan telaah pustaka menjadi semakin jelas

bahwa pembelajaran kontekstual merupakan satuan perpaduan dari banyak “

pratikum yang baik” dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan yang di

maksud untuk memperkaya relevansi dan penggunaan fungsional pendidikan

untuk semua siswa.

Sardiman (2011:222) mengatakan bahwa model pembelajaran

kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk

menghubungkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata si-siswa, yang

dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dipelajari dengan penerepannya dalam kehidupan para siswa sebagai anggota

keluarga dan masyarakat. Sedangkan menurut Majid (2014:228-229)

mengatakan strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses

pendidikan yang holistik dan bertujuan untuk memotivasi siswa untuk

14

memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan

materi tersebut terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks

pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki

pengetahuan/keterampilan/ yang secara fleksibel yang dapat diterapkan dan

(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks permasalahan/konteks lainnya.

Menurut beberapa ahli yang menyatakan, bahwa Pembelajaran

kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

yang dikutip pada buku Rusaman yang berjudul model-model pembelajaran

(189). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi

siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa

berkerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa

oleh karena itu penerapan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, tugas

guru adalah membantu siswa untuk mencapai tujuannya dan guru lebih

banyak berurusan dengan strategi dari pada memberikan informasi. Selain itu

guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang berkerja sama untuk

menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru

datang dari menemukan sendiri bukan dari apa yang dikatakan guru.

Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan model pembelajaran

kontekstual.

Definisi yang mengatakan bahwa model belajar kontekstual adalah

model belajar yang membantu guru untuk menghubungkan materi ajar dengan

kehidupan nyata siswa sehingga belajar tersebut dapat bermakna bagi peserta

didik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model belajar kontekstual

tersebut adalah merupakan model belajar yang di tekankan secara nyata dalam

pembelajaran, maka dengan ini pengajar dapat menghubungkan materi ajar

tersebut dengan berbagai kondisi yang ada pada lingkungan kehidupan siswa,

15

agar parasiswa dapat memahamai antara materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dalam kehidupan mereka sehingga belajar tersebut tidak

terpaku pada pokok bahasan saja, atau pada konteks bacaan, tetapi lebih

menekankan pada belajar yang secara nyata dan bermakna.

2.3.2.Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual

Penekanan pada pembelajaran kontekstual terletak pada cara belajar

yang menggunakan benda nyata. Lebih lanjut dinyatakan oleh Aqib (2014 : 6)

yang mengatakan bahwa pembelajaran konteksttual dapat diterapkan dalam

kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun

keadaannya. Hal ini senada dengan Depdiknas, 2002 yang mengatakan bahwa

pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang

studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pembelajaran

kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar langkah-langkahnya

sebagai berikut ini: (a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih

bermakna dengan cara berkerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri

pengetahuan dan ketrampilan barunya, (b) Laksanakan sejauh mungkin

kegiatan inkuiri untuk semua topik, (c) Kembangkan sifat ingin tahu siswa

dengan bertanya, (d) Ciptakan masyarakat belajar, (e) Hadirkan model sebagai

contoh pembelajaran, (f) Lakukan refleksi di akhir pembelajaran, (g) Lakukan

penilian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Langkah-langkah model pembelajaran kontekstual juga dinyatakan

Trianto (2012: 111) adalah sebagai berikut: Pembelajaran kontekstual

memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivisme),

inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning

community), pemodelan (modeling), refleksi (reflecting), penilaian sebenarnya

(authentic assessment). Atas dasar defenisi tersebut maka langkah

pembelajaran yang diterapkan adalah sebagai berikut; (1) mengamati; (2)

memahami; (3) berkerja sama; (4) mengkontruksi pengetahuan baru sisiswa.

Suatu kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual jika

16

menerapakan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya. Secara garis

besar langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual atau yang dalam

kelas adalah sebagai berikut: (1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan

belajar lebih bermakna dengan cara berkerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya, (2)

Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik, (3)

Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, (4) Ciptakan masyrakat

belajar ( belajar dalam kelompok), (5) Hadirkan model sebagai contoh

pembelajaran, (6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan, (7) Lakukan penilian

yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2.4. Media Konkret

Pengertian media menurut Daryanto (2013:147) mengatakan kata

media berasal dari bahasa latin yang bentuk jamak dari medium batasan

mengenai sangat luas, namun kita membatasi pada media pendidikan saja

yakni yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran. Secara

umu dapat dikatakan media mempunyai kegunaan, natara lain:

1. Memperjelaskan pesan agar tidak terlalu verbalistis.

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.

3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan

sumber belajar.

4. Meningkatkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan

visual, auditori dan keinstitknya.

5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan

menimbulkan persepsi yang sama.

6. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, guru

(komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran siswa, (komunikan),

dan tujuan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang

dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga

17

merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan

belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2.4.1. Manfaat Media Konkret

Penggunaan media konkret dalam proses pembelajaran membawa

dampak yang positif terhadap pola pembelajaran tingkat sekolah dasar.

Sebagaian besar materi pembelajaran SD bersifat imajinatif baik rasional

maupun tidak, baik yang menyankut saintifik dan non sains. Hal tersebut

berbeda dengan pola pembelajaran sekolah kejuruan yang mutlak harus

menampilkan media asli ke dalam ruang belajar. Akan tetapi dengan luasnya

bidang pembelajaran di SD yang meliputi IPA, IPS, Matematika, Bahasa

hingga ketrampilan sehingga menyulitkan kita apabila semua pembelajaran

harus dilengkapi dengan media asli. Sehingga timbul gagasan untuk

memanipulasi benda asli agar menjadi media yang mendekati asli. Hal

tersebut akan memudahkan siswa untuk membangun struktur konsepnya di

otak. Secara rinci berikut manfaat dari media konkret:

1. Memudahkan siswa dalam membangun struktur kognitif dalam

membentuk konsep.

2. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran agar sesuai dengan

program yang sudah ditetapkan.

3. Mengefektifkan proses pembelajaran.

4. Meningkatkan interaksi komponen pembelajaran.

Seperti yang dikutip oleh Arsyad (2006:25), merinci manfaat media

pendidikan sebagai berikut:

a. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena itu

mengurangi verbalisme.

b. Memperbesar perhatian siswa.

c. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh

karena itu membuat pelajaran lebih mantap.

18

d. Memberi pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha

sendiri dikalangan siswa.

e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui

gambar hidup.

f. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan

kemampuan berbahaya.

g. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain

dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak.

Keunggualan media konkret antara lain: memudahkan siswa dalam

belajar, mudah dipahami, siswa dapat belajar secara nyata.

2.5. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut (Dimyati dan Mudjiono 2009:40-41)

mengatakan bahwa hasil merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi

yaitu siswa dan dari sisi guru. Dari siswa, hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum

belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis

ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selanjutnya Sukmadinata

(2009:102-103) mengatakan bahwa hasil belajar atau achievement merupakan

realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecapakan potensial atau kapasitas

yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari

prilakunya, baik prilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, ketrampilan

berpikir maupun ketrampilan motorik.

Sedangkan menurut Suprijono (2013:5) juga menyatakan bahwa hasil

belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-

sikap, apresisasi dan ketrampilan. Selanjutnya Purwanto (2011:46)

mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan prilaku peserta didik akibat

belajar. Perubahan prilaku disebabkan karena peserta didik mencapai

penguasaan atas jumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.

Lebih lanjutnya lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa

19

perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dari beberapa

pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah butiran tes yang

diberikan kepada peserta didik untuk mengetahui sejauh mana peserta didik

itu menguasai pengetahuan yang dimilikinya secara akademik, selain

penguasaan pengetahuan, juga ketrampilan-ketrampilan, baik sikap dan

ketrampilan proses belajarnya.

2.6. Kerangka Berpikir

Keterangan kerangka pikir, terjadi peningkatan hasil belajar siswa

dengan menggunakan suatu tindakan yang dilakukan guru selaku pengajar di

sekolah yang menerapkan model pembelajaran kontekstual dengan berbantuan

media benda konkret. Model pembelajaran kontekstual dengan berbantuan

media benda konkret adalah model belajar yang membantu guru untuk

mengaitkan materi ajar dengan kehidupan siswa yang nyata, sehingga materi

ajar tersebut dapat diserap atau diterima oleh siswa dengan mudah, serta

mengaktifkan siswa dalam belajar mandiri, dan kerja kelompok. Tindakan

dilakukan secara siklus, maksud dari tindakan siklus setelah dilakukan

tindakan pertama selesai dilakukan dapat dilakukan evaluasi, bila hasilnya

belum sesuai dengan yang diinginkan maka dapat disusun rencana untuk

melakukan tindakan yang kedua, dan seterusnya.

Adapun langkah-langkah pembelajaran kontekstual menggunakan

media konkret yang telah penulis susun dengan melakukan penyesuaian

dengan situasi subyek penelitian dan akan dipakai dalam kegiatan

pembelajaran pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru mengarahkan siswa untuk dapat mengembangkan pemikiran

mereka dalam kegiatan belajar mengajar, belajar lebih bermakna,

mengkonstruksi pengetahuan mereka, melakukan inquiri, dan

menemukan sendiri, menfasilitas siswa dalam belajar

20

2. Guru membimbing siswa dalam belajar pada saat siswa belajar

secara kelompok, dan siswa diajak untuk menemukan suatu fakta

pada gambar atau video pembelajaran yang disajikan guru.

3. Guru membentuk kelas dalam beberapa kelompok untuk

melakukan diskusi untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-

pertantaan pada lembar kerja siswa yang dibagikan oleh guru, dan

setelah itu setiap kelompok mempersentasikan hasil kerja mereka

di depan kelas, dan kelompok yang lainnya menanggapi

4. Guru memancing siswa untuk bertanya mengenai materi yang

dipelajari bersama apa bila materi tersebut belum jelas dengan

tujuan mengembangkan pengetahuan mereka

5. Guru mengkonstruksikan dan mengilustrasi/menggambarkan

bahan ajar dengan model yang diterapkan atau denagn media yang

sebenarnya

6. Guru bersama dengan siswa melakukan refleksi atas kegiatan yang

dilakukan sebelum belajar mengajar berakhir

7. Guru melakukan kegiatan evaluasi, yaitu menilai kemampuan

siswa yang sebenarnya

21

Gambar 2.2

Kerangka Pikir

Kondisi Awal Guru belum

menggunakan

model

pembelajaran

kooperatif tipe

kontekstual

berbantuan media

benda konkret.

Hasil belajar siswa

belum mencapai

KKM, karena siswa

merasa jenuh dengan

pembelajaran yang

diretapkan oleh guru

dikelas

Tindakan

Menggunakan

Model

Pembelajaran

Kooperatif Tipe

Kontekstual

dengan

berbantuan media

benda konkret.

Siklus 1

menggunakan Model

Pembelajaran

Kooperatif Tipe

Kontekstual dengan

berbantuan media

benda konkret.

Siklus 2

menggunakan Model

Pembelajaran

Kooperatif Tipe

Kontekstual dengan

berbantuan media

benda konkret.

Kondisi Akhir Melalui model pembelajaran

kooperatif tipe kontekstual dengan

berbantuan media benda konkret hasil

belajar IPA siswa dengan

menggunakan ter formatif mengingkat

mencapai KKM yang di tentukan ialah

65

22

2.7. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Tati Hendrawati (2011) dalam penelitiannya yang berjudul:

peningkatan hasil belajar IPA tentang energi panas melalui model

pembelajaran kontextual teaching and learning dan benda nyata bagi siswa

kelas IV SDN 1 Purwasari pada semester II tahun ajaran 2010/2011. Hasil

belajar siswa kelas IV tentang energi panas masih rendah dibawah kriteria

menimal (KKM) 70 karena guru dalam penyajian pembelajaran masih

konvensional dan aktivitas siswa kurang dominan. Tujuan dilakukan

penelitian untuk menigkatkan hasil belajar siswa dengan memaksimalkan

siswa melalui percobaan. Caranya peningkatan hasil belajar siswa dilakukan

dengan menerapakan model belajar kontekstual teaching and learning dan

benda nyata. Nilai hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan penelitina

adalah dari jumlah siswa 33 yang mencapai KKM 70 sebanyak 21 siswa

sedangkan yang masih dibawah KKM 12 orang siswa, setelah di lakukan

penelitian tindakan pada siklus I diperoleh 29 siswa yang tuntas dan yang

belum tuntas 4 orang siswa, sedangkan hasil tindakan siklus II diperoleh 31

siswa yang tuntas, dan 2 siswa yang tidak tuntas.

Jemikem (2010) dalam judul skripsi penelitiannya adalah:

meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia dalam menuis puisi melalui

pendekatan konstruktivime dalam CTL (contextual teaching and learning)

siswa kelas VI SDN Blengorkulum Kebumen semester II Tahun Ajaran

2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa

Indonesia dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dalam CTL

dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI. Hasil itu ditunjukan adanya

peningkatan jumlah siswa yang sudah tuntas setelah pembelajaran. Nilai siswa

pada pembelajaran bahasa Indonesia kondisi awal dengan kriteria menimal

(KKM) 65,9 siswa, 26 belum tuntas, pada siklus I, 31 siswa tuntas, 4 siswa

23

yang belum tuntas. Peningkatan itu terjadi karena saat pembelajaran bahasa

Indonesia dengan memanfaatkan lingkungan siswa lebih senang, materi

mudah dipahami, siswa termotivasi sehingga siswa mudah berpikir untuk

menemukan berbagai macam tema untuk dijadikan puisi.

2.8. Hipotesis Tindakan

Hasil refleksi landasan teori dan kerangka pikir sebagaimana telah di

uraikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah melalui

penggunaan model pembelajaran Kontekstual berbantuan media benda

konkret meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri Sidorejo Kidul

03 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun Ajaran 2016/2017?