Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Narkoba
1. Definisi Narkoba
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, alkohol, dan obat-
obatan berbahaya. Selain narkoba istilah lain dikenal dengan NAPZA
yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya. Istilah NAPZA sebenarnya dirasa lebih tepat karena
didalamnya mengandung diksi psikotropika yaitu obat yang digunakan
untuk mengatasi keadaan gangguan kesehatan jiwa, namun obat ini
termasuk obat yang sering disalahgunakan dan dapat menimbulkan
adiksi (ketagihan) (Rizali & Putra, 2000: 46).
Narkoba atau Napza adalah obat, bahan, dan zat bukan makanan,
yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan
berpengaruh pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering
menyebabkan ketergantungan.Akibatnya, kerja otak berubah
(meningkat atau menurun); demikian pula fungsi vital organ tubuh lain
(jantung, peredaran darah, pernafasan, dan lain-lain) (Martono &
Joewana. 2008: 5).
Narkoba dapat menyebabkan ketagihan, gangguan pada bagian saraf
atau mampu tidak sadarkan diri.Pengertian Narkotika secara umum
adalah obat-obatan yang mampu membius. Dengan kata lain, narkotika
adalah obat-obatan yang mampu menggangu sistem kerja saraf tubuh
untuk tidak merasakan sakit atau rangsangan. Narkotika pada awalnya
10
ada tiga yang terbuat dari bahan organik, yaitu Candu (Papaper
Somniferum), kokain (Erythroxyion coca) dan ganja (Cannabis sativa).
Sekarang narkoba jenis narkotika adalah Opium atau Opioid atau Opiat
atau Candu, Codein, Methadone (MTD), LSD, PC, mescalin,
barbiturat, demerol, petidin, dan lainnya (Partodiharjo, 2000: 11).
Karena ketidaktahuan akan narkoba, pada awalnya seseorang akan
memakai akan memakai narkoba karena mengharapkan kenikmatan
seperti:
a) Nikmat bebas dari rasa kesal, kecewa, stress, takut, frustasi
b) Nikmat bebas dari rasa sakit, pusing
c) Nikmat rasa tenang, tentram dan damai (Subagyo, 2015).
Selain ketidaktahuan, alasan lain seseorang menggunakan narkoba
adalah rasa kecewa, frustasi, atau kesal. Seseorang yang merasa
kecewa, frustasi akan melampiaskan atau mengendalikan suatu
emosinya dengan beralih ke narkoba atau mengkonsumsi narkoba.
Penggunaan narkoba pada kelompok ini bertujuan untuk sesaat
meluapkan kekecewaan, kekesalan dan frustasi. Menurut merka yang
mengkonsumsi, narkoba dapat digunakan untuk meluapkan kegagalan
hanya sesaat, tetapi tidak untuk mengatasi masalah yang sesungguhnya
(Subagyo, 2015).
2. Jenis-Jenis Narkoba
Secara umum narkoba dibagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke
dalam beberapa kelompok, yaitu:
11
a) Narkotika
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, narkotika memiliki daya
adiksi (ketagihan) yang sangat berat, juga memiliki daya toleran
(penyesuaian) dan daya habitual, kebiasaan ketiga sifat inilah yang
menyebabkan pemakai narkotika sulit untuk melepaskan
ketergantungannya. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :
1) Narkotika Golongan I, adalah narkotika yang paling
berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya
tidak diperbolehkan penggunaannya untuk terapi pengobatan,
kecuali penelitian dan pengembangan pengetahuan. Narkotika
yang termasuk golongan ini adalah ganja, heroin, opium,
tanaman papaver somniferum L, tanaman koka, kokain dan
lain sebagainya.
2) Narkotika Golongan II , adalah narkotika yang memiliki
daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Meskipun demikian penggunaan narkotika
golongan II untuk terapi atau pengobatan sebagai pilihan
terakhir jika tidak ada pilihan lain. Contoh dari narkotika
golongan II ini adalah metamfetamin, benzetidin, betametadol,
petidin dan turunannya, morfin metobromida dan turunan
morfina nitrogen pentafalent lainnya, morfina N-oksida, dan
lain-lain
12
3) Narkotika Golongan III, adalah jenis narkotika yang
memiliki daya adiktif atau potensi ketergantungan ringan dan
dapat dipergunakan secara luas untuk terapi atau pengobatan
dan penelitian. Adapun jenis narkoba yang termasuk dalam
golongan III adalah asetildihidrokodeina, etilmorfina,
nikokodina, dan lain-lain
b) Psikotropika
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika mencantumkan bahwa psikotropika dibagi menjadi 4
golongan, yaitu :
1) Psikotropika Golongan I, psikotropika golongan ini hanya
dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan
2) Psikotropika Golongan II, psikotropika golongan II adalah
psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan, contohnya : amfetamin, metilfenidat, atau
ritalin.
3) Psikotropika Golongan III, psikotropika Golongan III adalah
psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan ketergantungan,
13
contohnya: lumibal, pentobarbital, buprenorsina, dan
sebagainya
4) Psikotropika Golongan IV, psikotropika Golongan IV adalah
psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan, contohnya : BK, mogadon, dumolid, dan lain
sebagainya
c) dan Bahan Adiktif lainnya
Bahan Adiktif merupakan zat-zat yang tidak termasuk dalam
narkotika dan psikotropika, tetapi memiliki daya adiktif atau dapat
menimbulkan ketergantungan. Biasanya ketergantungan seseorang
terhadap zat atau bahan adiktif ini merupakan pintu gerbang
kemungkinan adiksi mereka terhadap narkotika dan psikotropika.
Adapun zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan
adiktif adalah :
1) Rokok, pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat
luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di
masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada
remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena
rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan
NAPZA lain lebih berbahaya.
2) Kelompok Alkohol, pemakaian tembakau yang mengandung
nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan
14
NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama
pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan,
karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain lebih berbahaya.
3) Thineer, dan zat-zat lain yang jika dihirup dapat memabukkan,
seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, bensin dan lain
sebagainya (www.bnn.go.id).
B. Korban Penyalahgunaan Narkoba
Korban penyalahgunaan narkotika, menurut penjelasan Pasal 54 UU
No. 35 Tahun 2009, adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan
narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam
untuk menggunakan narkotika. Dengan demikian seorang korban
penyalahgunaan narkotika harus terbukti tidak mempunyai unsur
kesengajaan mempergunakan narkotika secara melawan hukum
dikarenakan adanya keadaan (seperti dipaksa atau diancam) yang membuat
ia mau tidak mau menggunakan narkotika atau karena ketidaktahuan yang
bersangkutan kalau yang digunakannya adalah narkotika (seperti ditipu,
dibujuk, atau diperdaya) (Nugroho, 2014, p. 22).
Terjadinya kecemasan ditengah masyarakat akibat penyalahgunaan
narkoba berdampak terhadap meningkatnya angka kriminal, seperti
perampokan, pemerkosaan, pembunuhan sadis, tawuran dan lain-lain
membuat bangsa ini seolah-olah tak bertuan. Ironisnya wabah yang akan
menjerumuskan manusia ini telah memasuki lingkungan lembaga
15
pendidikan. Sasaran utama menjadi prioritas adalah siswa-siswi, mahasiswa
yang berprestasi disekolah maupun kampus.
Ketika kemudian siswa/mahasiswa telah terperangkap oleh bujukan
manusia itu maka satu persatu temannya di kelas akan terbawa arus. Inilah
asal mula mereka memasuki alam bencana yang membawa mereka ke
malapetaka. Fenomena ini terjadi dikarenakan dasar agama yang sangat
lemah dan pengawasan orang tua yang tidak ada (Tanjung, 2006: 4-5)
1. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba
a) Faktor Individu
1) Pernah minum obat-obatan
2) Perokok
3) Remaja pemberontak
4) Toleransi terhadap penyimpangan
5) Tidak peduli soal agama
6) Adanya jarak antara anak dan orang tua
7) Alienasi (keterasingan) dari nilai-nilai masyarakat
8) Orang tua tidak punya kendali terhadap anak
9) Mempunyai teman-teman sebaya pengguna narkoba
b) Faktor Keluarga
1) Kurangnya kontrol keluarga. Orang tua terlalu sibuk sehingga
jarang mempunyai waktu mengontrol anggota keluarga. Anak
yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung mencari
perhatian diluar, biasanya mereka juga mencari kesibukan
bersama teman-temanya.
16
2) Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung jawab. Tidak
semua penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja
dimulai dari keluarga yang broken home, semua anak
mempunyai potensi yang sama untuk terlibat dalam
penyalahgunaan narkoba. Penerapan disiplin dan tanggung
jawab kepada anak akan mengurangi resiko anak terjebak ke
dalam penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai
tanggung jawab terhadap dirinya, orang tua dan masyarakat
akan mempertimbangkan beberapa hal sebelum mencoba-
coba menggunakan narkoba.
c) Faktor Lingkungan
Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu masyarakat juga
berpengaruh, misalnya :
1) Masyarakat yang individualis, Lingkungan yang
individualistik dalam kehidupan kota besar cenderung kurang
peduli dengan orang lain, sehingga setiap orang hanya
memikirkan permasalahan dirinya tanpa peduli dengan orang
sekitarnya.
2) Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang kumuh,
kepadatan penduduk yang tinggi, mobilitas penduduk yang
tinggi, rasa kebersamaan lingkungan yang rendah, dapat
meningkatkan kecenderungan menjadi pengguna narkoba
(Alatas & Madiyono, 2001 : 51-52).
d) Faktor Pendidikan
17
Faktor pendidikan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di
sekolah-sekolah juga merupakan salah satu bentuk kampanye anti
penyalahgunaan narkoba. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa-siswi akan bahaya narkoba juga dapat memberikan
andil terhadap meluasnya penyalahgunaan narkoba di kalangan
pelajar.
2. Dampak Penyalahgunaan Narkoba
Dampak dari obat-obatan sangat beragam dan bergantung pada
beberapa faktor, yaitu usia, jenis zat yang digunakan, cara
menggunakan, dan lama penggunaan. Dampak obat-obatan beragam
karena zat yang terkandung di dalam setiap obat atau narkoba juga
berbeda, dan masinng-masinng zat tersebut memiliki efek dan
dampaknya masing-masing terhadap bagian atau organ tubuh serta
susunan syaraf kita. Adiksi terhadap narkoba berdampak tidak hanya
pada aspek fisik dan mental seseorang, tetapi juga pada keadaan
emosional dan spiritual yang bersangkutan (Subagyo, 2015). Adapun
beberapa dampak yang di peroleh dari penyalahgunaan obat, sebagai
berikut :
a) Dampak terhadap Fisik
Pemakaian narkoba dapat mengalami kerusakan organ tubuh dan
menjadi sakit sebagai akibat langsung adanya narkoba dalam
darah, misalnya kerusakan paru-paru, ginjal, hati, otak, jantung,
usus, dan sebagainya. Kerusakan jaringan pada organ tubuh akan
merusak fungsi organ tubuh tersebut sehingga berbagai penyakit
18
timbul. Pemakai narkoba juga dapat terkena penyakit infeksi,
seperti hepatitis, HIV/AIDS, sifilis, dan sebagainya. Kuman atau
virus masuk ke tubuh pemakai karena cara pemakaian narkoba.
b) Dampak terhadap Mental dan Moral
Pemakaian narkoba menyebabkan kerusakan pada sel-sel
otak, syaraf, pembuluh darah, darah, tulang, dan seluruh jaringan
pada tubuh manusia. Kerusakan jaringan itu kemudian
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel organ tubuh dan
kerusakan organ menyebabkan terjadinya gangguan fungsi organ
yang dapat mendatangkan stress sehingga pelaku dapat mengalami
kematian akibat serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan lain-
lain. Semua penyakit tersebut dapat mendatangkan suatu
perubahan sikap, sifat, dan perilaku.
Pemakai narkoba berubah menjadi tertutup karena malu akan
dirinya, takut mati, atau takut perbuatannya diketahui. Karena
menyadari buruknya perbuatan yang di lakukan, pemakai narkoba
berubah menjadi pemalu, rendah diri, dan sering merasa sebagai
pecundang, tidak berguna, dan menganggap dirinya sebagai
sampah masyarakat.
Sebagai akibat dari adanya sifat jahat narkoba yang khas,
pemakai narkoba berubah menjadi orang yang egois, eksklusif,
paranoid (selalu curiga dan bermusuhan), jahat (psikosis), bahkan
tidak peduli terhadap orang lain (asosial).
c) Dampak terhadap Keluarga, dan Masyarakat
19
Pemakai narkoba tidak hanya mengalami gangguan
kesehatan fisik, dan banyaknya penyakit akibat kerusakan fungsi
organ.Selain itu, kerusakan yang tidak kalah bahayanya adalah
gangguan psikologis serta kerusakan mental dan moral.
Jika dari sudut pandang masalah psikologi, yaitu gangguan
keharmonisan rumah tangga karena munculnya rasa malu pada diri
ayah, ibu, dan saudarasaudaranya kepada tetangga dan masyarakat.
Masalah ekonomi atau keuangan yaitu banyak uang terbuang untuk
berobat dalam jangka waktu lama. Banyak uang dan barang yang
hilang karena dicuri atau dijual oleh pemakai untuk membeli
narkoba.
Kemudian masalah kekerasan dan kriminalitas, yaitu
munculnya kekerasan dalam keluarga: perkelahian, pemaksaan,
penganiayaan, bahkan pembunuhan sesama anggota keluarga.
Kejahatan seperti itu dapat menyebar ke tetangga, lalu ke
masyarakat luas. Dimulai dari masalah narkoba hingga akhirnya
dapat memicu masalah-masalah lain yang lebih luas dan
berbahaya, seperti kriminalitas, prostitusi,korupsi, kolusi,
nepotisme, dan lain lain.
d) Dampak Emosional
Emosi seorang pecandu narkoba sangat labil dan bisa
berubah kapan saja. Satu saat tampakn baik-baik saja, tetapi di
bawah pengaruh narkoba ia bisa berubah menjadi orang seperti
20
kesetanan, mengamuk, melempar barang-barang, dan bahkan
memukuli siapapun yang ada di dekatnya.
Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan
kendali terhadap emosinya. Seorang pecandu seringkali bertindak
secara impuls, mengikuti dorongan emosi apapun yang muncul
dalam dirinya.Perubahan yang muncul ini bukan perubahan ringan,
karena pecandu adalah orang-orang yang memiliki perasaan dan
emosi yang sangat mendalam.Para pecandu seringkali diselimuti
oleh perasaan bersalah, perasaan tidak berguna, dan depresi
mendalam yang seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan
tindakan bunuh diri (Amir, 44: 2013).
e) Dampak Spiritual
Secara spiritual, narkoba adalah pusat hidupnya dan bisa dikatakan
menggantikan posisi Tuhan. Tidak menganggap Tuhan itu ada, jadi
lebih memilih untuk berbuat yang dilarang oleh tuhan daripada
harus mengikuti ajaran Tuhan, karena narkotika dapat memberikan
efek yang sangat cepat di bandingkan dengan beribadah kepada
tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat pengguna narkoba
menjadi jauh lebih penting daripada keselamatan dirinya sendiri.
Mereka yang menjadi pecandu narkoba tidak lagi memikirkan soal
makan, tertular penyakit bila sharing needle, tertangkap polisi, dan
lain-lain. Adiksi adalah penyakit yang mempengaruhi semua aspek
hidup seorang manusia, dan karenanya harus disadari bahwa
21
pemulihan bagi seorang pecandu tidak hanya bersifat fisik saja,
tetapi juga agama, psikologi dan sosial (Amir, 44: 2013).
3. Aspek-Aspek Penyalahgunaan Narkoba
Pemulihan penyalahgunaan narkoba umumnya mencakup tiga aspek
terapi, habilitasi, rehabilitasi yang mencakup proses berkesinambungan.
Selain itu, pendekatannya pun harus secara holistik dengan
memperhatikan aspek organobilogik, psikoedukatif, dan sosiokultural
dari yang bersangkutan atau penyalahgunaan narkoba. Tahap utama
proses perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan narkoba,
yaitu :
a) Tahap Detoksifikasi
Terapi lepas narkoba (withdrawal syndrome), dan terapi fisik yang
ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan racun dari tubuh.
b) Tahap Habilitasi
Ditujukan untuk stabilitasi suasana mental dan emosional
penderita, sehingga gangguan jiwa yang menyebabkan perbuatan
penyalahgunaan narkoba dapat diatasi.
c) Tahap rehabilitasi atau pemulihan keberfungsian fisik, mental dan
sosial penderita, seperti bersekolah, belajar, bekerja, serta bergaul
secara normal.
C. Rehabilitasi
1. Definisi Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang
ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program
22
kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit
ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Seperti yang
tertulis pada pasal 54 UU Narkotika No.35 tahun 2009 yang berisikan
bahwa pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Sedangkan rehabilitasi menurut KUHAP adalah terdapat dalam bab
I mengenai Ketentuan Umum, tertera dalam pasal 1 butir 23 yang
berbunyi : “Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan
haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya
yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan
karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya
atau hukum yang diterapkan menurut acara yang diatur undang-undang
ini” (Hanafi, 1990 : 44).
Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses
pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan, dan
masa menjalani rehabilitasi diperhitungkan sebagai masa menjalani
hukuman. Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga merupakan
suatu bentuk perlindungan sosial yang mengintegrasikan pecandu
narkotika kedalam tertib sosial agar dia tidak lagi melakukan
penyalahgunaan narkotika.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
narkotika, yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika terdapat setidaknya dua jenis
23
rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial : Pasal 1 ayat
16 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa:
Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
Pasal 1 ayat 17 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 menyatakan
bahwa: Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan
secara terpadu baik fisik, mental, maupun sosial, agar mantan pecandu
narkotika dapatkembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat.
Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa upaya
pemulihan (rehabilitasi) tidak bermanfaat. Setelah sembuh, masih
banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif tersebut
sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai narkotika ketika sudah
sadar malah mengalami putus asa, kemudian bunuh diri. Cara bunuh
diri pemakai narkoba yang terbanyak adalah dengan menyuntik dirinya
sendiri dengan narkoba dosis berlebihan sehingga mengalami overdosis
(Partodiharjo, 2000: 105-106).
2. Tujuan Rehabilitasi
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 dijelaskan bahwa
rehabilitasi diarahkan untuk mengfungsikan kembali dan
mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang
cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai
dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Tujuan utama
rehabilitasi adalah membantu mencapai kemandirian optimal secara
24
fisik, mental, sosial, vokasional dan ekonomi sesuai dengan
kemampuannya (Martono & Joewana, 2008 : 93). Sedangkan tujuan
khususnya adalah :
a) Menumbuhkan rasa tanggung jawab mantan pecandu narkoba
terhadap diri dan keluarga.
b) Terhindarnya korban dari institusi dan penetrasi pengedar.
c) Terbebas dari dorongan narkoba
d) Terhindarnya korban-korban baru akibat penularan penyakit
seperti hepatitis, HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
e) Terwujudnya penanganan hukum yang selaras dengan pelayanan
rehabilitasi medis/sosial.
f) Korban penyalahgunaan narkotika dapat hidup secara wajar di
tengah-tengah masyarakat (keluarga, tempat kerja, sekolah dan
masyarakat lingkungannya).
g) Terwujudnya proses pengembangan penanganan korban narkotika
dan aspek ilmiah, serta keilmuan yang dinamis, sesuai dengan
perkembangan zaman sebagai pusat jaringan informasi terpadu dan
mewujudkan teknis penanganan penyalahgunaan narkotika dan
obatobatan terlarang bagi daerah sekitarnya maupun nasional
3. Fungsi Rehabilitasi
`Pada umumnya, rehabilitasi yang diberikan pada peserta didik
berkelainan berfungsi untuk pencegahan, penyembuhan atau pemulihan
dan pemeliharaan.
25
a) Fungsi pencegahan, melalui pogram dan pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi peserta didik dapat menghindari hal-hal yang dapat
menambah kecacatan yang lebih berat/lebih parah. Misalnya
melalui terapi, penyebaran kecacatan dapat dicegah dan dibatasi.
b) Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi
peserta didik dapat sembuh dari sakit, organ tubuh yang semula
tidak kuat menjadi kuat, yang tadinya tidak berfungsi menjadi
berfungsi, dan sebagainya. Dengan demikian fungsi penyembuhan
dapat berarti pemulihan atau pengembalian atau penyegaran
kembali.
c) Fungsi pemeliharaan/penjagaan, bagi peserta didik yang pernah
memperoleh layanan rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medis,
sosial, dan keterampilan organ gerak/keterampilan vokasional
tertentu yang sudah dimiliki dapat tetap terpelihara atau tetap terjadi
melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi yang dilakukan. Ditinjau dari
bidang pelayanan, rehabilitasi memiliki fungsi medis,
sosial dan keterampilan :
a) Fungsi medis, kegiatan yang dilakukan oleh petugas rehabilitasi
medik memiliki fungsi untuk mencegah penyakit, menyembuhkan
dan meningkatkan serta memelihara status kesehatan individu/
peserta didik.
b) Fungsi sosial, peserta didik yang cacat pada umumnya memiliki
masalah sosial, baik yang bersifat primer (mislanya : rendah diri,
isolasi diri, dan sebagainya). Melalui upaya rehabilitasi dapat
26
berfungsi memupuk kemampuan anak dalambersosialisasi dengan
lingkungannya.
c) Fungsi keterampilan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik
akan memiliki dasar-dasar keterampilan kerja yang akan menjadi
fondasi dalam memilih dan menekuni keterampilan profesional
tertentu di masa depan.
4. Tahapan Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi
Agar ketergantungan terhadap narkotika tersebut dapat disembuhkan,
maka perlu dilakukan terapi dan rehabilitasi. Tujuan terapi dan
rehabilitasi merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang
diberikan kepada pecandu untuk melepaskannya dari ketergantungan
pada narkotika, sampai ia dapat menikmati kehidupan bebas tanpa
narkotika. Adapun tahap-tahap dalam rehabilitasi :
a) Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)
Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan
mental oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah
pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala
putus zat (sakaw) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari
jenis narkoba dan berat ringannya gejala putus zat. Dalam hal ini
dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna
mendeteksi gejala kecanduan narkotika tersebut.
b) Tahap rehabilitasi nonmedis
Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia
sudah dibangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di
27
bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus
Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat
rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya
program Therapeutic Communities (TC), 12 steps (dua belas
langkah), pendekatan keagamaan, dan lain-lain
c) Tahap bina lanjut (after care)
Tahap ini pecandu narkotika diberikan kegiatan sesuai dengan
minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat
kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada dibawah
pengawasan.
5. Rehabilitasi Narkoba
Rehabilitasi narkoba adalah sebuah tindakan represif yang
dilakukan bagi pecandu narkoba. Tindakan rehabilitasi ditujukan
kepada korban dari penyalahgunaan narkoba untuk memulihkan atau
mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang
bersangkutan. Selain untuk memulihkan, rehabilitasi juga sebagai
pengobatan atau perawatan bagi para pecandu narkotika, agar para
pecandu dapat sembuh dari kecanduannya terhadap narkotika.
Bagi pecandu narkoba yang memperoleh keputusan dari hakim
untuk menjalanihukuman penjara atau kurungan akan mendapatkan
pembinaan maupun pengobatan dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Dengan semakin meningkatnya bahaya narkotika yang meluas ke
seluruh pelosok dunia, maka timbul bermacam-macam cara pembinaan
untuk penyembuhan terhadap korban penyalahgunaan narkotika.
28
D. Dukungan Sosial Keluarga
1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga
Dukungan sosial sangat diperlukan oleh siapa saja dalam
berhubungan dengan orang lain demi melangsungkan kehidupannya di
tengah-tengah masyarakat. Ada banyak definisi dukungan sosial yang
diberikan oleh para ahli. Namun, pada dasarnya definisi yang diberikan
oleh para ahli memiliki kesamaan dalam pengertiannya. Dukungan
sosial terdiri dari informasi atau nasihat verbal dan non verbal, bantuan
yang nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang lain didapat karena
hubungan mereka dengan lingkungan dan manfaat emosional atau efek
perilaku bagi dirinya (Gottleb dalam Smet, 1994). Sarafino dalam Smet
(1994) mengatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan
yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian atau membantu orang
menerima dari orang-orang atau kelompok lain.
Johnson dan Johnson (dalam Utami, 2013: 14) juga mengemukakan
bahwa dukungan sosial adalah suatu usaha pemberian bantuan kepada
individu dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental,
meningkatkan rasa percaya diri, doa, semangat atau dorongan, nasihat
serta sebuah penerimaan.
Hobfoll dalam Smet (1994) mengatakan bahwa satu atau dua
hubungan yang akrab penting dalam masalah hubungan sosial, dan
hanya mereka yang tidak terjalin dalam suatu keakraban berada dalam
resiko. Sama yang diungkapkan oleh Hobfoll, House dalam Taylor
(1995) juga mengungkapkan bahwa dukungan sosial dapat digunakan
29
untuk mengurangi resiko kematian dan penyakit yang serius. Dukungan
sosial bisa berasal dari beberapa sumber, yaitu pasangan hidup,
keluarga, teman, dokter atau kelompok (Sarafino, 2008: 351).
Perkawinan dan keluarga barang kali merupakan suatu dukungan sosial
yang paling penting (Rodin dan Salovery dalam Smet, 1994). Seseorang
yang sudah menikah atau memiliki teman pendamping yang dapat
dipastikan akan memberikan dukungan sosial ketika seseorang
dihadapkan pada situasi-situasi yang menekan. Keluarga merupakan
sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta
hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga
akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita,
tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana
individu sedang mengalami permasalahan. Sehingga, keluarga
merupakan salah satu sumber dukungan keluarga yang paling penting.
Remaja membutuhkan dukungan dari orang lain saat dia memasuki
masa krisis yaitu pada usia 15 – 17 tahun. Menurut Remplein
(Widanarti, 2002: 114) masa krisis adalah suatu masa dengan gejala-
gejala krisis yang menunjukkan adanya pembelokan dalam
perkembangan. Krisis yang dialami oleh remaja terutama berkaitan
dengan prestasi akademik atau prestasi di sekolah. Untuk dapat
mengatasi masa krisis ini remaja membutuhkan pengertian dan bantuan
dari orang-orang disekitarnya baik secara langsung maupun tidak
langsung.
30
Dukungan yang paling diharapkan oleh remaja dalam menghadapi
krisis di bidang akademik ini adalah dukungan dari keluarganya,
terutama dari orangtua dan saudara (Hurlock dalam Widanarti, 2002:
114). Dukungan sosial keluarga adalah dukungan atau aktifitas yang
memberikan penguatan positif pada jaringan sosial informal di dalam
suatu strategi atau bentuk yang terintegrasi. Strategi itu adalah
kombinasi dari hal yang tidak melanggar undang-undang, sukarela, ada
komunitas dan bentuk dukungan yang terdapat di dalam komunitas
rumah. Fokus di dalam dukungan sosial keluarga ini adalah melindungi
kesehatan, kesejahteraan, hak-hak individu di dalam keluarga, serta
menjamin anak agar mendapatkan proses pendidikan yang baik. Fokus
dari dukungan keluarga adalah mendukung kehidupan anak baik dalam
bidang sosial, psikologis, perkembangan pendidikan.
Menurut Audit Commission (dalam Canavan & Dolan, 2000),
dukungan keluarga adalah segala macam aktifitas maupun fasilitas
yang diterima dari komunitas grup atau individu lain, dimana di
dalamnya terdapat arahan dan dukungan orang tua untuk meningkatkan
pengembangan anak. Dukungan keluarga dapat meningkatkan
perkembangan keamanan yaitu dengan mengurangi sumber stres pada
anak di dalam kehidupan keluarga, meningkatkan sikap kompetensi,
dan merupakan penghubung dengan lingkungan luar yang disesuaikan
dengan tahap perkembangan anak.
Berdasarkan beberapa pengertian dukungan sosial keluarga di atas,
penulis dapat mendefinisikan dukungan sosial keluarga sebagai
31
dorongan dan kepedulian yang diberikan kepada orang-orang di sekitar
individu. Dukungan sosial ini berbentuk informasi verbal dan non
verbal.
2. Jenis-Jenis Dukungan Keluarga
Ada banyak jenis dari dukungan sosial keluarga. Menurut House
(dalam Smet, 1994) membedakan empat jenis dukungan sosial, yaitu:
a. Dukungan Emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
b. Dukungan Penghargaan Terjadi lewat ungkapan hormat
(penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju, persetujuan
dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif
orang itu dengan orang lain.
c. Dukungan Instrumen Mencakup bantuan secara langsung, meliputi
penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain
sebagai contohnya antara lain peralatan, perlengkapan, dan sarana
pendukung lain dan termasuk di dalamnya memberikan peluang
waktu.
d. Dukungan Informatif Mencakup memberi nasihat, petunjuk-
petunjuk, saran-saran, atau umpan balik.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa dukungan sosial terdiri dari empat jenis, yaitu:
a. Dukungan Emosional Mencakup ungkapan empati, perhatian, rasa
kekeluargaan, dan kebersamaan terhadap individu.
b. Dukungan Penghargaan Mencakup usaha yang positif, penilaian
atas usaha-usaha yang dilakukan, dorongan untuk maju, dan peran
32
sosial yang terdiri atas umpan balik.
c. Dukungan Informasional Mencakup nasihat, pengarahan, saran-
saran untuk mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.
d. Dukungan Instrumental Mencakup bantuan benda atau uang,
program imbalan, peralatan atau sarana guna menunjang aktifitas.
Dukungan sosial yang diterima individu pada saat dan waktu yang
tepat dapat memberikan motivasi atau semangat pada individu tersebut
dalam menjalani kehidupan dengan semangat karena ada orang-orang
yang memperhatikan dan mendukungnya. Jenis dukungan yang
diterima dan diperlukan orang berbeda-beda, tergantung kepada
masalah yang sedang dihadapi orang tersebut.