Upload
vuongmien
View
219
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Messier, et. al.(2006:7) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori
agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of
contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent)
yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Hubungan
keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu: terjadinya informasi
asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki
lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi
operasi entitas dari pemilik; dan terjadinya konflik kepentingan (conflict of
interest) akibat ketidak samaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak
sesuai dengan kepentingan pemilik.
Menurut Messier, et. al. (2006:11) dalam upaya mengatasi atau mengurangi
masalah keagenan ini menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang akan
ditanggung baik oleh principal maupun agent. Biaya keagenan ini menjadi
monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya
yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu
untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Bonding cost
merupakan biaya yang ditangung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi
mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan
12
principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa
berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan
agent dan keputusan principal.
Menurut Woods, et. al.(2008:81) penerapan manajemen risiko dapat
menurunkan biaya keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen
risiko perusahaan juga dapat dijadikan mekanisme pengawasan dalam
menurunkan informasi asimetris dan berkontribusi untuk menghindari perilaku
oportunis dari manajer. Dalam kaitannya dengan masalah keagenan ini, positif
accounting theory mengajukan tiga hipotesis, yaitu bonusplan hypothesis,
debt/equity hypothesis dan political cost hypothesis, yang secara implisit
mengakui tiga bentuk keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen, antara
kreditor dengan manajemen, dan antara pemerintah dengan manajemen. Sehingga
secara luas, principal bukan hanya pemilik perusahaan, tetapi juga bisa berupa
pemegang saham, kreditur, maupun pemerintah.
2.1.2 Pengertian Akuntan Publik
Dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (Nomor:
43/KMK.017/1997; Bab I; Pasal 1; Poin a), dinyatakan bahwa Akuntan Publik
adalah akuntan yang memiliki izin dari menteri keuangan untuk menjalankan
pekerjaan Akuntan Publik.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 2011 Tentang
Akuntan Publik menyatakan bahwa Akuntan Publik adalah seseorang yang telah
memperoleh izin untuk memberikan jasa asuransi, yang meliputi jasa audit atas
13
informasi keuangan historis, jasa review atas informasi keuangan historis dan jasa
asuransi lainnya.
Menurut Alwi (2003:69), Akuntan Publik adalah akuntan yang sesuai
dengan ketentuan undang-undang terdaftar pada register negara dan mempunyai
izin dari menteri keuangan untuk membuka kantor akuntan (swasta) yang bertugas
memberikan pelayanan jasa akuntansi kepada masyarakat atas pembayaran
tertentu.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Akuntan Publik merupakan
seorang akuntan yang telah menempuh dan lulus Ujian Sertifikasi Akuntan
Publik, memenuhi persyaratan profesional untuk menjadi Akuntan Publik, dan
telah mendapatkan izin dari menteri keuangan untuk menjalankan pekerjaan
Akuntan Publik.
2.1.3 Pengertian Kantor Akuntan Publik
Dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai profesional, Akuntan Publik
wajib memiliki Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai suatu wadah.Hal tersebut
diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (No:470/KMK.017/1997; Pasal 9,
Poin 1-2), yang menyatakan sebagai berikut:
1) Untuk menjalankan pekerjaannya Akuntan Publik wajib mempunyai Kantor
Akuntan Publik (KAP).
2) Apabila dalam waktu paling lama satu (1) tahun setelah izin sebagai Akuntan
Publik diterbitkan ternyata Akuntan Publik yang bersangkutan tidak
14
mengindahkan ketentuan untuk memiliki Kantor Akuntan Publik (KAP), izin
Akuntan Publiknya dicabut.
Berikut ini adalah beberapa pengertian Kantor Akuntan Publik. Dalam
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (Nomor: 43/KMK.017/1997;
Pasal 1, Poin b) menjelaskan pengertian Kantor Akuntan Publik adalah lembaga
yang memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan Publik
dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publik (2001:20000.1) didefinisikan Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu
bentuk organisasi Akuntan Publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam
praktek Akuntan Publik.
Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 2011 Tentang Akuntan
Publik menyatakan bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat berbentuk usaha
perseorangan, persekutuan perdata, firma atau bentuk usaha lain yang sesuai
dengan karakteristik profesi Akuntan Publik, yang diatur dalam Undang-Undang.
Dengan demikian Kantor Akuntan Publik dapat diintepretasikan sebagai
suatu wadah yang sah secara hukum dan perundang-undangan yang berlaku bagi
Akuntan Publik, untuk memberikan jasa profesional dalam praktek Akuntan
Publik.
2.1.4 Pengertian dan Jenis Auditor
Auditor merupakan orang atau tim yang melakukan tugas audit. Menurut
Halim (2008:11) terdapat tiga jenis auditor. Ketiga jenis auditor dipaparkan
sebagai berikut.
15
1) Auditor Internal
Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan atau entitas usaha
tempat mereka melakukan audit. Pekerjaan auditor internal dapat mendukung
audit atas laporan keuangan yang dilakukan auditor independen.
2) Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di instansi pemerintah
dimana tugas utamanya adalah melakukan audit atas laporan
pertanggungjawaban keuangan dari berbagai unit organisasi dalam
pemerintahan.
3) Auditor Independen
Auditor independen adalah para praktisi individual atau anggota Kantor
Akuntan Publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien.
Auditor independen bekerja dan memperoleh penghasilan yang dapat berupa
fee.
2.1.5 Independensi Akuntan Publik
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam
sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Independen ialah sikap yang tidak
mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum (dibedakan dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern).
Auditor tidak dibenarkan memihak pada kepentingan siapapun, sebab bagaimana
pun sempurnanya keahlian teknis yang dimilikinya, ia akan kehilangan sifat tidak
memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan
pendapatnya (SA Seksi 220 dalam SPAP, 2011).
16
Independensi merupakan dasar dari profesi auditing. Auditor bersikap netral
pada entitas, objektif publik dapat mempercayai fungsi audit karena auditor
bersifat tidak memihak serta mengakui adanya kewajiban untuk bersifat adil.
Menurut Mulyadi (2002:26), independensi berarti sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.
Menurut Arens, et al. (2006:111), independensi juga berarti adanya
kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya. Nilai auditing sangat bergantung pada persepsi
publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil
sudut pandang yang tidak bias.
Arens dan Loebbeckey (1995) mendefinisikan independensi dalam auditing
berarti auditor tidak memihak di dalam pelaksanaan program audit, evaluasi hasil
pemeriksaan, serta penyusunan laporan audit. Sikap independen ini dibentuk
dalam dua sudut pandang.
1) Independensi dalam sikap mental (independence in fact)
Independensi sikap mental berarti akuntan dapat menjaga sikap yang tidak
memihak dalam melaksanakan pemeriksaan. Independensi dalam sikap
mental ditetentukan oleh pikiran akuntan publik untuk bertindak independen.
2) Independensi dalam penampilan (independence in appearance)
Independensi dalam penampilan artinya akuntan bersikap tidak memihak
menurut persepsi pemakai laporan keuangan. Independensi penampilan ini
ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap diri auditor baik secara individu
maupun secara keseluruhan.
17
Sedangkan Halim (2008:50) mengklasifikasikan aspek independensi
seorang auditor menjadi 3 aspek :
1) Independensi senyatanya (independent in fact), yaitu suatu keadaan di mana
auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi.
2) Independensi dalam penampilan (independent in appeareance), yaitu
pandangan pihak luar terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan
audit.
3) Independensi dari sudut keahlian atau kompetensi (independent in
competence), hal ini berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuam
auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.
Bazerman dan Loewenstein (2001) menjelaskan berdasarkan bukti-bukti
penelitian psikologis sangat susah untuk mencapai independensi karena auditor
tidak luput dari adanya bias (uncocsious bias) yang tidak disadari. Hal itulah yang
menyebabkan auditor dipengaruhi unsur subjektif dan tidak mencapai objektifitas
yang sempurna.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa
independensi merupakan sikap tidak memihak, tidak terpengaruh, jujur, dan
hasil akhir yang dilaporkan adalah berdasarkan temuan-temuan dari bukti-bukti
yang ada atau secara objektif bukan secara subjektif.
2.1.6 Ikatan Kepentingan Keuangan
Menurut Mulyadi (2002:32), ikatan kepentingan keuangan dan hubungan
usaha dengan klien adalah sebagai berikut.
18
1) Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektifitas auditor
serta dapat menimbulkan kesan orang ketiga bahwa objektifitas auditor tidak
dapat dipertahankan, contoh hubungan keuangan adalah sebagai berikut.
(1) Kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung dengan klien.
(2) Saling melakukan pinjaman pribadi atau adanya pinjaman dari atau oleh
pihak klien, karyawan, direktur, pemegang saham utama dalam
perusahaan klien.
(3) Adanya kepentingan keuangan mencakup kepentingan oleh suami,
isteri, keluarga sedarah, semenda, sampai garis kedu auditor yang
bersangkutan.
2) Adanya kepentingan keuangan, seseorang auditor atas laporan audit yang
akan diterbitkan.
3) Adanya keterlibatan oleh auditor terhadap usaha klien. Mencakup
kepemilikan saham secara langsung atau tidak langsung, masuknya auditor
kedalam susunan kepengurusan perusahaan, atau hubungan keluarga, adanya
pengalihan kepemilikan atau pelimpahan saham kepada auditor.
Dalam penelitian Minanda (2011) Departemen Keuangan Republik
Indonesia (DEPKEU RI) melalui Panitia Antar Departemen Penyusunan RUU
Akuntan Publik dalam Substansi Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik
mengatur masalah ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan
klien. Pada bagian independensi, dijelaskan bahwa akuntan publik dan kantor
akuntan publik tidak independen bila mempunyai kepentingan keuangan baik
19
langsung maupun tidak langsung yang materian dengan akuntan publik.
Dinyatakan mempunyai kepentingan bila: (DEPKEU RI, 2006)
1) Akuntan Publik (AP) atau Kantor Akuntan Publik (KAP) atau pihak
terasosiasi mempunyai saham lebih besar dari 5% atau memgang kendali
pada klien.
2) Mayoritas pendapatan Kantor Akuntan Publik (KAP) dari jasa non-audit
selain jasa non-audit tertentu dalam satu tahun buku sebelum dimulainya
pekerjaan audit berasal dari klien dan atau entitas sepengendali klien yang
akan di audit.
2.1.7 Fee Audit
Akuntan publik tidak perlu membuat tarif standar karena sudah ada Surat
Keputusan No. KEP.024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit
yang diterbitkan oleh Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
dengan tujuan sebagai panduan bagi seluruh Anggota Institut Akuntan Publik
Indonesia yang menjalankan praktek sebagai akuntan publik maupun Kantor
Akuntan Publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar sesuai dengan
martabat profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat
memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar professional akuntan publik yang
berlaku. Menurut Poi (2014) menyatakan terdapat beberapa indikator dari fee
audit, yaitu:
1. Resiko penugasan
2. Kompleksitas jasa yang diperlukan
20
3. Struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesi lainnya.
4. Ukuran KAP.
Dalam menetapkan imbalan jasa (fee) audit, Akuntan Publik harus
memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan audit, sebagai berikut.
1) Tahap perencanaan audit
Pendahuluan perencanaan, pemahaman bisnis klien, pemahaman proses
akuntansi, pemahaman struktur pengendalian internal, penetapan risiko
pengendalian, melakukan analisis awal, menentukan tingkat materialitas,
membuat program audit, risk assessment atas akun, dan fraud discussion
dengan manajemen.
2) Tahap pelaksanaan audit
Pengujian pengendalian internal, pengujian substantif transaksi, prosedur
analitis, dan pengujian detail transaksi.
3) Tahap pelaporan
Review kewajiban kontijensi, review atas kejadian setelah tanggal neraca,
pengujian bukti final, evaluasi dan kesimpulan, komunikasi dengan klien,
penerbitan laporan audit, dan capital commitment.
Dalam menetapkan tarif audit, Akuntan Publik harus juga
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1) Kebutuhan klien
2) Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties)
3) Independensi
21
4) Tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada
pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan
5) Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan
Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan
6) Basis penetapan fee yang disepakati.
2.1.8 Sifat Machiavellian
Sifat Machiavellian diperkenalkan oleh seorang ahli filsuf politik dari Itali
bernama Niccolo Machiavellian (1469-1527). Nama Machiavellian, kemudian
diasosiasikan dengan hal yang buruk untuk menghalalkan cara dalam mencapai
tujuan. Sifat Machiavellian merupakan suatu keyakinan atau persepsi yang
diyakini tentang hubungan antar personal. Persepsi ini akan membentuk suatu
kepribadian yang mendasari perilaku dalam berhubungan dengan orang lain.
Ghosh dan Crain (1996) mengemukakan bahwa individu dengan sifat
Machiavellian tinggi cenderung memanfatkan situasi untuk mendapatkan
keuntungan pribadi dan lebih memiliki keinginan untuk tidak taat pada aturan.
Penelitian Puspitasari (2012) menjelaskan bahwa ketika seorang auditor
memiliki sifat Machiavellian yang tinggi maka memiliki independensi yang
rendah. Sifat Machiavellian ini memiliki dampak yang buruk bagi profesi
akuntan. Profesi akuntan dituntut untuk mempunyai tanggung jawab etis yang
bahkan lebih daripada tanggung jawab lainnya. Sifat Machiavellian dapat di ukur
dengan menggunakan skala Mach IV yang di kembangkan oleh Christie dan Geis
22
(1970). Skala Mach IV terdiri dari 20 pertanyaan. Semakin tinggi skor Mach IV,
maka semakin besar sifat machiavellian.
2.1.9 Definisi Etika
Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif
tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan
akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan-permasalahan
dunia nyata. Etika berkaitan erat dengan prinsip-prinsip yang memandu perilaku
manusia. Etika merupakan pembelajaran tentang norma-norma dan nilai-nilai
yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, apa yang harus kita
lakukan dan tindakan apa yang dihindari. Keputusan berasal dari kepercayaan
terhadap apa yang diharapkan oleh norma-norma, nilai-nilai, dan pencapaian,
serta bahwa penghargaan dan sanksi diberikan untuk tindakan tertentu. Dilema
etika muncul ketika norma-norma dan nilai-nilai mengalami konflik, dan terdapat
beberapa tindakan alternatif yang dapat dilakukan.Hal ini berarti pengambil
keputusan harus membuat sebuah pilihan. Tidak seperti keputusan yang jelas,
dilema etika tidak memiliki standar objektif. Oleh karena itu, kita harus
menggunakan kode etik yang bersifat subjektif (Brooks & Dunn,2012)
Para filsuf telah melakukan penelitian etika perilaku selama berabad-abad.
Berbagai ide, konsep, maupun prinsip etika telah banyak dikembangkan, namun
belum ada tindakan korporasi yang jelas. Konsekuensinya, para direktur,
eksekutif, dan akuntan profesional memerlukan kewaspadaan terhadap parameter
etika yang diharapkan, dan harus menggabungkannya ke dalam budaya organisasi
23
mereka. Etika berkaitan erat dengan prinsip-prinsip yang memandu perilaku
manusia. Etika merupakan pembelajaran tentang norma-norma dan nilai-nilai
yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, apa yang harus kita
lakukan dan tindakan apa yang dihindari. Tidak seperti keputusan yang jelas,
dilema etika tidak memiliki standar objektif (Brooks & Dunn, 2012). Maka dari
itu, dalam menjalankan tugas profesinya, akuntan memerlukan pedoman kode etik
yang digunakan sebagai patokan benar atau salah. Kode etik ini berisikan pola
umum, cara, seperangkat aturan perilaku dan norma-norma yang harus dipatuhi.
Seorang auditor harus memiliki pemahaman yang baik mengenai kode etik
tersebut, untuk mampu menerapkannya serta menjalankan tugas sesuai dengan
kode etik tersebut. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Pemahaman
adalah sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Oleh karena
itu, dengan pemahaman seseorang diharapkan untuk dapat membuktikan bahwa ia
dapat memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep.
Prinsip etika merupakan kerangka dasarbagi aturan etika yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa professional oleh anggota. Dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia terdapat delapan prinsip etika, yaitu:
1) Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai professional setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang digunakan.
24
2) Kepentingan publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.
3) Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
4) Objektifitas
Setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5) Kompetensi dan kehati-hatian professional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya denga kehati-hatian,
kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tindakan
yang di perlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
mendapatkan manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
6) Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa professional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak
atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
25
7) Perilaku profesional
Setiap anggota berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi.
8) Standar teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan.
2.1.10 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini diperoleh dari
jurnal nasional maupun internasional dapat diuraikan secara ringkas sebagai
berikut:
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Hasil Penelitian
1
Wati dan
Subroto
(2003)
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Independensi
Penampilan
Akuntan Publik.
(Survei pada
Kantor Akuntan
Publik dan
Pemakai Laporan
Keuangan di
Surabaya).
Penelitian mendapatkan hasil
bahwa Ikatan Kepentingan
Keuangan dan Hubungan Usaha
Dengan Klien, Lamanya
Hubungan Audit, dan Fee Audit
dapat mempengaruhi Independensi
Penampilan Akuntan Publik,
namun Pemberian Jasa Lain,
Persaingan Antar Kantor Akuntan
Publik dan Ukuran Kantor
Akuntan Publik tidak
mempengaruhi Independensi
Penampilan Akuntan Publik.
26
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Hasil Penelitian
2 Purnamasari
(2006)
Sifat Machiavellian
dan Pertimbangan
Etis: Anteseden
Independensi dan
Perilaku Etis
Auditor.
Penelitian diketahui bahwa sifat
Machiavellian berhubungan
negatif dengan independensi dan
perilaku etis auditor. Artinya
auditor yang memiliki sifat
Machiavellian tinggi akan
cenderung lebih menyetujui
penyimpangan terhadap
independensi dan cenderung
berperilaku tidak etis.
3 Chapple
(2007)
Tanggapan
Peraturan Sebuah
Dilema
Independensi
Auditor - Siapa
pada Posisi yang
Lebih Kuat?
Penelitian diperoleh bahwa bagian
penting dari reformasi tata kelola
perusahaan di Australia,
menyampaikan keprihatinan atas
fungsi audit dan peran auditor
independen dalam memantau
manajer dan memberikan
informasi yang berguna kepada
para pemangku kepentingan
tentang posisi keuangan
perusahaan.
4 Kasidi (2007)
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Independensi
Auditor Persepsi
Manajer Keuangan
Perusahaan
Manufaktur di
Jawa Tengah.
Pengujian hipotesis diketahui
bahwa: tidak terdapat pengaruh
antara ukuran kantor akuntan
publik (KAP) dengan independensi
auditor, tidak terdapat pengaruh
antara lamanya hubungan audit
dengan independensi auditor, tidak
terdapat pengaruh antara audit fee
dengan independensi auditor, tidak
terdapat pengaruh antara
pelayanan konsultasi manajemen
dengan independensi auditor, dan
terdapat pengaruh yang positif
antara keberadaan komite audit
pada perusahaan klien dengan
independensi auditor.
27
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Hasil Penelitian
5 Suryaningtyas
(2007)
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Independensi
Akuntan Publik
(Studi Kasus pada
Kantor Akuntan
Publik di
Bandung).
Penelitian diketahui faktor yang
mempengaruhi independensi
Akuntan Publik adalah hubungan
keluarga, hubungan usaha dan
keuangan dengan klien,
keuntungan dan kerugian terkait
usaha dengan klien, dan
keterlibatan dalam usaha yang
tidak sesuai.
6
Adeyemi dan
Akinniyi
(2009)
Persepsi
Stakeholders pada
Independensi
Auditor Secara
Hukum di Nigeria.
Penelitian menunjukkan biaya
audit sebagai faktor yang paling
mempengaruhi, mampu
menghalangi independensi auditor
di Nigeria.
7 Sunasti (2009)
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Independensi
Penampilan
Akuntan Publik
(Survei Pada
Kantor Akuntan
Publik di
Pekanbaru dan
Padang).
Variabel ikatan kepentingan
keuangan dan hubungan usaha
klien, pemberian jasa lain selain
jasa audit, lamanya hubungan
audit, persaingan antar kantor
akuntan publik, ukuran kantor
akuntan publik, dan besarnya fee
audit secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap independensi
penampilan Akuntan Publik.
8 Chen (2009)
Apakah
Kompensasi
berbasis insentif
mengganggu
Independensi
Auditor Internal?
Bukti dari Biaya
Audit.
Penelitian ditemukan bahwa
hubungan antara biaya audit akan
lebih parah untuk IBC yang
diberikan dibandingkan dengan
bonus tunai. Hasil ini memberikan
dampak negatif sehingga auditor
lebih mementingkan melayani diri
sendiri sebagai perilaku
oportunistik.
28
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Hasil Penelitian
9 Salehi (2009)
Layanan Non-
Audit dan
Independensi
Audit: Bukti dari
Iran.
Penelitian ini menunjukkan bahwa
pemegang saham sangat setuju
bahwa menyediakan NAS oleh
auditor eksternal untuk klien yang
sama berpengaruh kuat dan negatif
terhadap independensi audit.
10 Salehi (2009)
Gap Independensi
Auditdan Harapan:
Bukti Empiris di
Iran.
Penelitian diketahui bahwa
independensi merupakan dasar
untuk keandalan laporan auditor.
Independensi auditor merupakan
elemen kunci dari gap audit
dengan harapan, jika auditor
independen maka akan
mengurangi kesenjangan harapan.
11 Ali (2010)
Independensi
Auditor Ditinjau
dari Hubungan
Auditor dengan
Klien, Keahlian
dan Kualitas
Auditor (Studi
Empiris pada
Kantor Akuntan
Publik di
Surabaya).
Penelitian yang telah dilakukan
didapatkan bahwa ada hubungan
antara hubungan auditor dengan
klien dengan independensi auditor,
tidak ada hubungan antara keahlian
auditor dengan independensi
auditor dan ada hubungan antara
kualitas auditor dengan
independensi auditor.
12 Cousin dan Ika
S (2010)
Pengaruh Faktor
Internal dan
Eksternal Terhadap
Independensi dan
Kualitas Audit
Auditor di Jawa
Tengah.
Berdasarkan uji F didapatkan hasil
variabel idealisme, audit fee,
persaingan antar KAP dan
relativisme secara bersama-sama
berpengaruh terhadap
independensi. Uji F terhadap
variabel kualitas audit didapat
variabel idealisme, relativisme dan
independensi secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit.
29
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Hasil Penelitian
13 Rapina (2010)
Pengaruh
Independensi
Eksternal Auditor
Terhadap Kualitas
Pelaksanaan Audit
(Studi Kasus pada
Beberapa Kantor
Akuntan Publik di
Bandung).
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa independensi eksternal
auditor memiliki pengaruh yang
signifikan sebesar 14,8%
sedangkan sisanya sebesar 85,2%
adalah pengaruh dari faktor lain
yang tidak diamati oleh peneliti.
14 Setiawan
(2011)
Pengaruh Sifat
Machiavellian dan
Perkembangan
Moral Terhadap
Dysfunctional
Behavior (Studi
Kasus pada
Mahasiswa
Akuntansi S1
Universitas
Diponegoro
Semarang).
Penelitian ini menunjukkan bahwa
persepsi mahasiswa tentang sifat
Machiavellian memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap
dysfunctional behavior, dan
perkembangan moral memiliki
pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap dysfunctional
behavior.
15 Rimawati
(2011)
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Independensi
Auditor.
Penelitian ini menunjukkan
bahwa intervensi manajemen
klien, pemutusan hubungan kerja
dan penggantian auditor, lamanya
hubungan audit berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
independensi auditor. High fee
audit, sanksi atas audit over
timebudget berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
independensi auditor. Sedangkan
tight audit time budget
berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap independensi
auditor.
30
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Hasil Penelitian
16 Al-Bawab
(2012)
Faktor yang
Mempengaruhi
Pemilihan Auditor
Eksternal pada
Bank di Yordania
Ditinjau dari
Perspektif Auditor
Eksternal di
Yordania (Studi
Empiris).
Studi ini mencapai beberapa
kesimpulan, yaitu: ada alasan yang
berkaitan dengan penerapan
standar auditing untuk mengubah
eksternal auditor, ada alasan yang
berkaitan dengan kantor audit
untuk mengubah auditor eksternal.
17 Al-Sawalqa
(2012)
Persepsi Ekuitas
Jordania Terhadap
Independensi
Auditor Secara
Eksternal.
Penelitian menunjukkan bahwa
menerima hadiah, keberadaan non-
komite audit, kerangka peraturan
Yordania, biaya audit, jasa
konsultasi, pemeriksaan kompetisi
pasar profesi, perusahaan audit
yang lebih kecil, melayani klien
yang diberikan selama lebih dari
durasi yang lebih lama dan
penunjukan kembali auditor
eksternal yang sama masing-
masing merupakan faktor utama
yang berpengaruh secara negatif
terhadap independensi auditor
negatif.
18 Puspitasari
(2012)
Sifat Machiavellian
dan Pertimbangan
Etis : Anteseden
Independensi dan
Perilaku Etis
Auditor.
Variabel machiavellian
berpengaruh pada independensi
auditor. Hasil ini menjelaskan
bahwa ketika seorang auditor
memiliki sifat Machiavellian yang
tinggi maka memiliki independensi
yang rendah. Sifat Machiavellian
ini memiliki dampak yang buruk
bagi profesi akuntan.
31
Sumber: Penelitian terdahulu.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Ikatan Kepentingan Keuangan Terhadap Independensi
Penampilan Auditor
Menurut Mulyadi (2002:32), ikatan kepentingan keuangan dan hubungan
usaha dengan klien dapat mempengaruhi independensipenampilan auditor serta
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Hasil Penelitian
19 Saat (2012)
Faktor yang
Mempengaruhi
Efektivitas
Anggota Komite
Audit Independen -
Kasus Perusahaan
Terdaftar di Bursa
Malaysia.
Penelitian menunjukkan bahwa
komite audit yang mengatur
kinerja perusahaan dapat
ditingkatkan bila ada proporsi
yang tinggi dari anggota komite
audit independen dan perusahaan
sesuai dengan peraturan.
20 Cahyadi
(2013)
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Independensi
Akuntan Publik
(Survei pada
Mahasiswa Jurusan
Akuntansi
Universitas di
Jakarta).
Penelitian menunjukan bahwa
lama hubungan audit dengan klien,
besarnya ukuran KAP, persaingan
antar KAP, hubungan sosial
dengan klien, pelaksanaan jasa non
audit, dan audit fee secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap
independensi akuntan publik,
tetapi secara parsial hanya
besarnya ukuran KAP, persaingan
antar KAP, hubungan sosial
dengan klien, dan audit fee saja
yang secara signifikan dapat
mempengaruhi independensi
akuntan publik, sedangkan lama
hubungan audit dengan klien dan
pelaksanaan jasa non audit
terhadap klien tidak terdapat
pengaruh signifikan terhadap
independensi akuntan publik
32
dapat menimbulkan kesan orang ketiga bahwa objektifitas auditor tidak dapat
dipertahankan. Penelitian oleh Ardiani (2011) diperoleh bahwa ikatan
kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien berpengaruh negatif dan
signifikan terhadapindependensipenampilan auditor. Supriyono (1988) melakukan
penelitian mengenai pengaruh ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha
dengan klien terhadap independensi auditor di Indonesia dan memperoleh hasil
bahwa ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien
mempengaruhi rusaknya independensi. Cahyadi (2013) menyatakan bahwa
hubungan sosial dengan klien mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
independensi akuntan publik. Jika akuntan publik memiliki hubungan sosial denga
klien, maka akuntan publik akan mengeluarkan opini yang tidak independen. Hal
ini dikarenakan akuntan publik tersebut tidak mau usahanya dengan klien
mendapat opini yang buruk yang akan membuat usahanya menjadi tidak baik di
mata investor dan masyarakat. Sehingga akuntan publik akan mengeluarkan opini
yang salah walaupun harus kehilangan independensinya sebagai akuntan publik.
Sedangkan dalam penelitian Shockley (1981) menyatakan bahwa hubungan usaha
dengan klien tidak berpengaruh secara signifikan terhadap independensi akuntan
publik.
Semakin tingginya kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan
klien, menyebabkan hubungan emosional atau kedekatan emosional yang dapat
berpengaruh terhadap independensi auditor.Adanya hubungan istimewa ini,
cenderung berdampak pada hubungan kerjasama untuk memanipulasi hasil audit.
33
Maka berdasarkan landasan teori yang ada, dapat disusun hipotesis sebagai
berikut:
H1: Ikatan kepentingan keuangan berpengaruh negatif terhadap independensi
penampilan auditor
2.2.2 Pengaruh Fee Audit Terhadap Independensi Penampilan Auditor
IFAC (International Federation of Accountant, 1996, 8.7) dan EFAAb
(European Federation of Accountants and Auditor, 1998) menyatakan, bahwa
ukuran atau besarnya perusahaan klien (yang diukur dari besarnya biaya audit)
dapat meningkatkan perhatian terhadap independensi auditor, namun tidak
menyebutkan berapa total biaya yang dapat diterima oleh auditor. EFFA (1998,4)
dengan jelas menyatakan, bahwa total biaya dari seorang klien kepada auditor
sebaiknya tidak melebihi persentase total perputaran uang dalam Kantor Akuntan
Publik.
Suyatmini (2002), berpendapat bahwa biaya jasa (fee) audit yang besar
dapat mempengaruhi independensi auditor, dengan alasan: (1) Kantor Akuntan
Publik yang menerima fee audit yang besar merasa tergantung pada klien,
meskipun laporan keuangan klien mungkin tidak sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum; (2) Kantor Akuntan Publik yang menerima fee audit yang besar
dari seorang klien takut kehilangan klien tersebut, karena akan kehilangan
sebagian besar pendapatanya, sehingga perilaku mereka cenderung tidak
independen.
34
Rinaldi (2012) mendapatkan hasil dari penelitiannya bahwa besarnya fee
audit berpengaruh secara negatif terhadap independensi auditor. Dan dalam
penelitian Barizah (2005) menyatakan bahwa besarnya biaya audit beresiko tinggi
atas hilangnya independensi auditor.
Sebaliknya, dalam penelitian Janti (2005) di dapatkan hasil bahwa terdapat
pengaruh positif antara audit fee terhadap independensi auditor dalam penampilan.
Hal ini di sebabkan semakin tinggi audit fee yang di terima maka semakin tinggi
pula independensi dalam penampilan.
Tidak adanya standar khusus yang mengatur mengenai tarif tetap fee audit,
menyebabkan ketidakseragaman fee antara satu perusahaan yang diaudit (klien)
dengan perusahaan lain, atau antar kantor akuntan publik. Meskipun terdapat
pedoman yang digunakan dalam menentukan besaran fee audit, namun pedoman
tersebut belum bersifat pasti. Maka besar kecilnya fee audit dapat mempengaruhi
independensi auditor. Semakin tinggi fee audit, auditor akan cenderung
memberikan hasil positif, atau cenderung mengikuti permintaan klien. Hal ini
dapat menurunkan independensi auditor.
Berdasarkan landasan teori yang ada, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
H2: Fee audit berpengaruh negatif terhadap independensi penampilan auditor
2.2.3 Pengaruh Sifat Machiavellian Terhadap Independensi Penampilan
Auditor
35
Menurut Bass, et. al.(1999), sifat Machiavellian yang tinggi bias membuat
seseorang menggunakan perilaku yang manipulatif, persuasif, dan curang dalam
meraih tujuan akhir. Secara teoritis, individual Machiavellian yang tidak peduli
dengan penilaian moralitas dari tindakan ambigu secara etika dan lebih mungkin
bertindak dengan caraetis atau tidak etis untuk mencapai tujuan akhirnya.
Richmond (2001) menyatakan bahwa kecenderungan sifat Machiavellian
yang semakin tinggi maka seseorang akan cenderung untuk berperilaku tidak etis.
Sebaliknya, jika kecenderungan sifat Machiavellian rendah maka seseorang akan
cenderung untuk berperilaku etis.
Pradnya (2013) semakin tinggi sifat Machiavellian maka semakin rendah
independensi auditor dalam mengaudit laporan keuangan.Sebaliknya, apabila
semakin rendah sifat Machiavellian maka semakin tinggi independensi auditor
dalam audit atas laporan keuangan. Profesi akuntan dituntut untuk mempunyai
tanggung jawab etis yang bahkan lebih daripada tanggung jawab lainnya. Jadi jika
seorang auditor memiliki sifat Machiavellian, maka tidak tertutup kemungkinan
auditor tersebut akan memanipulasi hasil atau temuan audit baik untuk
kepentingan pribadi ataupun permintaan klien yang tentunya mencerminkan
rendahnya independensi seorang auditor tersebut.
Berdasarkan landasan teori yang ada, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
H3: Sifat Machiavellian berpengaruh negatif terhadap independensi penampilan
auditor.
36
2.2.4 Pengaruh Pemahaman Etika Terhadap Independensi Penampilan
Auditor
Etika merupakan pembelajaran tentang norma-norma dan nilai-nilai yang
berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, apa yang harus kita lakukan
dan tindakan apa yang dihindari. Tidak seperti keputusan yang jelas, dilema etika
tidak memiliki standar objektif. Oleh karena itu, kita harus menggunakan kode
etik yang bersifat subjektif (Brooks & Dunn, 2012)
Etika professional meliputi standar sikap para anggota profesi yang
dirancang agar praktis dan realistis, tetapi sedapat mungkin idealistis. Tuntunan
etika profesi harus di atas hokum tetapi dibawah standar ideal (absolut) agar etika
mempunyai arti dan berfungsi sebagaimana mestinya (Halim, 2008:29).
Winda (2014) menyatakan bahwa semakin tingginya etika yang dimiliki
oleh auditor, semakin berkualitas audit yang dihasilkan. Etika merupakan faktor
yang diperlukan oleh auditor untuk menjalankan prinsip audit dengan baik. Alim
dkk (2007) berpendapat bahwa kualitas audit yang dipengaruhi oleh independensi
dan etika dalam melakukan tugas audit masih terkait dengan perilaku klien
terhadap auditor. Klien yang menginginkan hasil audit yang sesuai dengan
kebutuhannya tentu akan memperlakukan auditor dengan lebih baik dimana
auditor harus bersikap tegas apabila dihadapkan pada situasi yang demikian.
Dalam penelitian Hasbullah dkk (2014) yang mendapatkan hasil bahwa
etika profesi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hal ini berarti bahwa
37
etika profesi yang ditunjukkan sebagai seorang auditor dalam melaksanakan tugas
audit, dapat meningkatkan kualitas audit yang dihasilkan.
Semakin tinggi pemahaman etika auditor, maka akan semakin tinggi pula
tingkat independensi yang dimiliki oleh auditor tersebut.
Berdasarkan landasan teori yang ada, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
H4: Pemahaman etika berpengaruh positif terhadap independensi penampilan
auditor.