33
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU A. Tinjauan Studi Terdahulu Banyak penelitian tentang pragmatik yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, baik tentang tindak tutur, pelanggaran maksim, dan lain sebagainya. Penelitian tentang tindak tutur telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, baik tindak tutur lisan maupun tindak tutur tertulis. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis akan menjadi referensi untuk penulis. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan peneliti terdahulu dan memiliki relevansi dalam penelitian kali ini. Skripsi Rahmad Tri Hidayat (2014) yang berjudul “Tindak Tutur dan Kesantunan Berbahasa dalam Acara Olahraga Barclays Premier League di Global TV dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara olahraga Barclays Premier League di Global TV dan MNCTV, yaitu tindak tutur asertif atau representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur komisif; (2) bentuk kesantunan berbahasa yang terdapat dalam acara olahraga Barclays Premier League di Global TV dan MNCTV ini terjadi karena mematuhi maksim kesantunan Leech yang terdiri dari 6 maksim, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Skripsi Ririn Linda Tunggal Sari (2011) yang berjudul “Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU

A. Tinjauan Studi Terdahulu

Banyak penelitian tentang pragmatik yang dilakukan oleh peneliti-peneliti

terdahulu, baik tentang tindak tutur, pelanggaran maksim, dan lain sebagainya.

Penelitian tentang tindak tutur telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu,

baik tindak tutur lisan maupun tindak tutur tertulis. Beberapa penelitian terdahulu

yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis akan menjadi

referensi untuk penulis. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang pernah

dilakukan peneliti terdahulu dan memiliki relevansi dalam penelitian kali ini.

Skripsi Rahmad Tri Hidayat (2014) yang berjudul “Tindak Tutur dan

Kesantunan Berbahasa dalam Acara Olahraga Barclays Premier League di Global

TV dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil

penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

olahraga Barclays Premier League di Global TV dan MNCTV, yaitu tindak tutur

asertif atau representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak

tutur komisif; (2) bentuk kesantunan berbahasa yang terdapat dalam acara

olahraga Barclays Premier League di Global TV dan MNCTV ini terjadi karena

mematuhi maksim kesantunan Leech yang terdiri dari 6 maksim, yaitu maksim

kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati,

maksim kesepakatan, dan maksim simpati.

Skripsi Ririn Linda Tunggal Sari (2011) yang berjudul “Tindak Tutur

Direktif dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

12

Citra Televisi Indonesia, mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1)

wujud tindak tutur yang terdapat pada RSMT sebanyak 7 jenis tindak tutur direktif

yang digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya. Tindak tutur direktif

tersebut meliputi tindak tutur meminta, menasihati, melarang, menyarankan,

memperingati, mengingatkan, dan membujuk. Dari hasil analisis data, tindak tutur

membujuk paling sering digunakan oleh A untuk mengutarakan maksudnya; (2)

wujud realisasi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT sebanyak lima

bentuk kesantunan negatif yang digunakan A, untuk mengurangi potensi ancaman

muka negatif B1.

Kelima straregi itu yaitu (a) strategi 1, yaitu menggunakan ungkapan yang

tidak langsung, (b) strategi 2, yaitu pertanyaan berpagar, (c) strategi 4, yaitu

meminimalkan paksaan, (d) strategi 5, yaitu memberi penghormatan, (e) strategi

7, yaitu menghindari penyebutan penutur dan lawan tutur. Dalam RSMT juga

ditemukan lima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif yang digunakan

oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima kominasi

strategi itu yaitu (a) strategi 1 dan strategi 5, yaitu menggunakan ungkapan secara

tidak langsung dan memberi penghormatan, (b) strategi 1 dan strategi 7, yaitu

menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan menghindari penyebutan

penutur dan lawan tutur, (c) strategi 2 dan strategi 5, yaitu menggunakan

pertanyaan berpagar dan memberi penghormatan, (d) strategi 4 dan 5, yaitu

meminimalkan paksaan dan memerikan penghormatan, serta (e) strategi 1,

strategi 4, dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung,

meminimalkan paksaan dan menghindari penyebutan penutur dan lawan tutur.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

13

Skripsi Jamilatun (2011) yang berjudul “Tindak Tutur Direktif dan

Ekspresif Pada Rubrik Kriiing Solopos (Sebuah Tinjauan Pragmatik)”

mendeskripsikan penelitiannya sebagai berikut : (1) wujud tindak tutur direktif

yang terdapat dalam RKS sebanyak 12 jenis tinda ktutur. Tindak tutur direktif itu

meliputi tindak tutur ‘mengajak’, ‘mengingatkan’, ‘melarang’, ‘menasihati’,

‘meminta’, ‘memohon’, ‘menyarankan’, ‘menyuruh’, ‘mengharap’,

‘mengusulkan’, ‘memperingatkan’, dan ‘mempertanyakan’. Wujud tindak tutur

direktif yang paling banyak ditemui adalah tindak tutur ‘meminta’ dan

‘memohon’; (2) wujud tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam RKS sebanyak

43 jenis tindak tutur. Tindak tutur ekspresif itu meliputi tindak tutur ‘memprotes’,

‘mengkritik’, ‘mendukung’, ‘menyetujui’, ‘menyindir’, ‘menyayangkan’,

‘berterima kasih’, ‘mengeluh’, ‘membenarkan’, ‘memuji’, ‘mencurigai’, ‘meminta

maaf’, ‘mengklarifikasi’, ‘mengungkapkan rasa iba’, ‘mengungkapkan rasa

bangga’, ‘mengungkapkan rasa salut’, ‘mengungkapkan rasa malu’,

‘mengungkapkan rasa kecewa’, ‘mengungkapkan rasa jengkel’, ‘mengungkapkan

rasa prihatin’, ‘mengungkapkan ketidaksetujuan’, ‘mengungkapkan rasa heran’,

‘mengungkapkan rasa khawatir’, ‘mengungkapkan rasa ketidakpedulian’,

‘mengungkapkan rasa yakin’, ‘mengungkapkan rasa bingung’, ‘mengungkapkan

rasa sakit hati’, ‘mengungkapkan rasa senang’, ‘mengungkapkan rasa simpati’,

‘mengungkapkan rasa marah’, ‘mengungkapkan rasa muak’, ‘mengungkapkan

rasa resah’, ‘mengungkapkan rasa ngeri’, ‘mengungkapkan rasa sedih’,

‘mengungkapkan rasa syukur’, ‘mengucapkan selamat’, ‘mengejek’, ‘menghina’,

‘menyesal’, ‘menolak’, ‘mengevaluasi’, ‘mengungkapkan rasa berduka cita’, dan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

14

‘mengumpat’. Wujud tindak tutur ekspresif yang paling banyak ditemui adalah

tindak tutur ‘berterima kasih’ dan ‘mengkritik’.

Penelitian-penelitian terdahulu membahas tentang tindak tutur ekspresif dan

direktif, kesantunan berahasa. Walaupun penelitian terdahulu membahas tentang

tindak tutur direktif dan kesantunan berbahasa, tetapi penelitian yang akan

dilakukan oleh penulis kali ini berbeda dengan penelitian terdahulu di atas.

Perbedaan-perbedaan itu adalah sumber data yang akan menjadi bahan untuk

dilakukan penelitian dan fokus pembahasan atau analisisnya. Penelitian tindak

tutur yang dilakukan oleh peneliti terdahulu berkaitan dengan percakapan lisan,

dan salah satunya membahas tindak tutur tertulis. penelitian kali ini penulis fokus

pada tindak tutur direktif pada papan-papan informasi dan himbbauan yang ada di

wilayah Surakarta, dan kesantunan imperatif yang ada pada papan-papan

informasi dan himbauan yang ada di wilayah Surakarta.

B. Landasan Teori

1. Pragmatik

Pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang membahas

tentang penggunaan bahasa beserta konteks yang menyertainya. Pada awalnya

pragmatik tidak menjadi topik penting dalam penelitian linguistik, karena

penelitian linguistik fokus pada struktural bahasa saja dan tidak membahas

konteks yang menyertai bahasa ketika dituturkan atau diaplikasikan sebagai alat

komunikasi.

Pragmatik sebagai salah satu cabang ilmu linguistik mulai dikenal dalam

bidang linguistik Amerika pada tahun 1970-an. Istilah pragmatik sudah dikenal

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

15

sejak masa hidupnya oleh seorang filsuf terkenal bernama Charles Morris, dan

membagi ilmu tanda dan ilmu lambang itu ke dalam tiga cabang ilmu, yaitu (1)

sintaktika ‘studi relasi formal tanda-tanda’, (2) semantika ‘studi relasi tanda-tanda

dengan objeknya’, dan (3) pragmatika ‘studi relasi antara tanda-tanda dengan

penafsirannya’ (dalam Kunjana Rahardi, 2005: 47).

Leech sebagai salah satu ahli linguis memberikan definisi dan batasan pada

penelitian tentang pragmatik untuk tujuan-tujuan linguistik. Definisi pragmatik

menurut Leech adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-

situasi ujar (speech situations) (Leech edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka, 1993:

8).

Pragmatik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang membahas tentang

ujaran atau tuturan baik lisan ataupun tertulis. Harimurti Kridalaksana dalam

Kamus Linguistik menyebutkan bahwa pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian

bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna

ujaran (2008: 198). Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa

pragmatik tidak hanya membahas tentang bahasa dalam tuturan saja tetapi juga

membahas mengenai konteks yang melingkupi ketika tuturan/ ujaran disampaikan

oleh penutur kepada mitra tutur.

Levinson (dalam Kunjana Rahardi, 2005: 48) mendefinisikan pragmatik

sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks

yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan

dari struktur bahasanya.

Definisi lain tentang pragmatik diberikan oleh Parker (dalam Kunjana

Rahardi, 2005: 48) menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

16

yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud

dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam

komunikasi yang sebenarnya. Parker memedakan pragmatik dengan studi tata

bahasa yang dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal.

Menurutnya, studi ahasa tidak perlu dikaitkan dengan konteks, sedangkan studi

pragmatik mutlak dikaitkan dengan konteks.

George Yule (1996: 3) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics

memberikan definisinya mengenai pragmatik. Pragmatics is concerned with the

study of meaning as communicated by a speaker (or writer) and interpreted by a

listener (or reader). “pragmatik adalah studi tentang makna dalam komunikasi

dari seorang penutur (atau penulis) dan diinterpretasikan oleh mitra tutur (atau

pembaca)’.

Berdasarkan pada definisi-definisi yang telah disampaikan oleh ahli bahasa

di atas maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah adalah cabang ilmu

bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana

satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik tidak hanya

membahas bahasa yang diucapkan secara lisan atau tertulis, tetapi membahas

bahasa dan konteks yang menyertainya ketika tuturan itu diucapkan secara lisan

atau tertulis.

2. Situasi Tutur

Sesuai dengan definisi tentang pragmatik, situasi tutur merupakan

komponen penting dalam penelitian pragmatik. Situasi tutur menjadi poin dimana

makna yang diutarakan atau dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur dapat

dipahami dengan jelas. Leech (edisi terjemahan M. D. D. Oka, 1993: 19-21)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

17

membagi aspek-aspek situasi ujar untuk mengetahui apakah suatu percakapan

tersebut merupakan fenomena pragmatis atau semantis. Aspekaspek situasi ujar

tersebut sebagai berikut:

a) Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)

Orang yang menyapa diberi simbol n (penutur) dan orang yang disapa

disimbolkan dengan t (petutur). Simbol-simbol ini merupakan singkatan untuk

‘penutur/ penulis’ dan ‘petutur/pembaca’. Jadi penggunaan n dan t tidak

membatasi pragmatik pada bahasa lisan saja. Aspek-aspek yang berkaitan dengan

penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban.

b) Konteks sebuah tuturan

Konteks merupakan aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang

terkait-mengait dengan ujaran tertentu. Pengetahuan yang sama-sama dimiliki

pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksudkan

pembicara. Konteks adalah pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki

oleh n dan t yang membantu t menafsirkan makna tuturan.

c) Tujuan sebuah tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang disampaikan penutur kepada mitra petutur

dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah salah satu

hal yang ingin dicapai oleh penutur dalam berkomunikasi.

d) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar

Tindak tutur merupakan suatu aktivitas. Menuturkan sebuah tuturan

dapat dilihat sebagai melakukan tindakan (act). Tindak tutur sebagai suatu

tindakan itu sama dengan tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

18

tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan bertutur bagian tubuh yang berperan

adalah alat ucap.

e) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi

dalam situasi tertentu. Tuturan tercipta melalui tindakan verbal, mtuturan itu

merupakan hasil tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindakan mengekspresikan

kata-kata atau bahasa.

3. Tindak Tutur

Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam

konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Dalam

berkomunikasi setiap penutur akan melakukan kegiatan mengujarkan tuturan.

George Yule berpendapat bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

ditampilkan lewat tuturan. Setiap tindak tutur yang diucapkan oleh seorang

penutur mempunyai makna tertentu. Tindak tutur dapat berwujud permohonan,

permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan atau janji.

Austin adalah orang yang pertama kali mengungkapkan gagasan bahwa

bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui peredaan antara ujaran

konstantif dan ujaran performatif. Ujaran konstantif mendeskripsikan atau

melaporkan peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan di dunia. Dengan demikian,

ujaran konstantif dapat dikatakan benar atau salah. Ujaran performatif tidak

mendeskripsikan atau melaporkan atau menyatakan apapun, tidak benar atau salah.

Selanjutnya pengujaran kalimat merupakan, atau merupakan bagian dari

melakukan tindakan , yang sekali lagi biasanya tidak dideskripsikan sebagai atau

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

19

hanya sebagai tindak untuk mengatakan sesuatu (Austin dalam Louise Cumings,

2007: 8).

Austin (dalam Geoffrey Leech edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka, 1993:

280) berkesimpulan bahwa dengan atau tanpa adanya verba performatif, dalam

semua tuturan biasa terdapat unsur berbuat (doing) dan unsur berkata (saying).

Kesimpulan tersebut membawa Austin untuk membedakan antara tindak lokusi

(tindak ini kurang lebih dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang

mengandung makna dan acuan) dengan tindak ilokusi (tuturan yang mempunyai

daya konvensional tertentu), dan kemudian melengkapinya dengan menambah

tindak perlokusi (tindak yang mengacu pada apa yang kita hasilkan atau kita capai

dengan mengatakan sesuatu).

Austin dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with The Words

(1962) lebih jelas mendeskripsikan tentang tindak tutur performatif yaitu, lokusi,

ilokusi, dan perlokusi.

a) Tindak lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan

sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang

bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying

Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak

bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan

dengan makna.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

20

b) Tindak ilokusi (illocutionary act)

Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu (the act of to do

something). Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang

mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.

c) Tindak perlokusi (perlocutionary act)

Sebuah tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memilki efek atau

daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan

sesuatu itulah yang oleh Austin (162:101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau

daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara

tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk

mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi.

Selanjutnya Austin membagi tindak ilokusi menjadi lima kategori, yaitu:

a) Tindak Tutur Verdiktif

Tindak tutur verdiktif dilambangkan dengan pemberian keputusan

misalnya, keputusan juri atau wasit. Contoh verba tindak tutur verdiktif antara lain,

perkiraan, perhitungan, penilaian,menempatkan,menguraikan, dan menganalisis.

b) Tindak Tutur Eksersitif

Tindak tutur eksersitif adalah tindak tutur yang menggunakan kekuatan,

hak, atau pengaruh. Contoh verba tindak tutur eksersitif antara lain, penetapan,

permintaan, menasehati, memperingatkan.

c) Tindak Tutur Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yanmg dilambangkan dengan

kalimat perjanjian atau harapan. Menjanjikan untuk melakukan sesuatu,

mendeklarasikan, atau memberitahukan. Contoh verba tindak tutur komisif

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

21

misalnya, berjanji, mengambil-alih atau tanggungjawab, mengajukan, menjamin,

bersumpah, menyetujui.

d) Tindak Tutur Behabitif

Tindak tutur behabitif adalah reaksi-reaksi terhadap kebiasaan dan

keberuntungan orang lain dan merupakan sikap serta ekspresi seseorang terhadap

kebiasaan orang lain, misalnya meminta maaf, berterima kasih, bersimpati,

menantang, mengucapkan salam, mengucapkan selamat.

e) Tindak Tutur Ekspositif

Tindak tutur ekspositif merupakan tindak tutur yang memberi penjelasan,

keterangan, atau perincian kepada seseorang, misalnya menyangkal, menguraikan,

menyebutkan, menginformasikan, mengabarkan, bersaksi.

Searle (dalam Geoffrey Leech edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka, 1993:

164) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis tindak tutur

ilokusi, yaitu:

a) Asertif

Tindak tutur ini terikat pada kebnaran proposisi yang diungkapkan,

misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan

pendapat, melaporkan.

b) Direktif

Tindak tutur ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang

dilakukan oleh petutur (mitra tutur). Contoh verba tindak tutur direktif antara lain,

memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasehat.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

22

c) Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya pada

suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan melaksanakan

segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Misalnya tuturan berjanji, bersumpah,

berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan mengancam.

d) Ekspresif

Tindak tutur ekspresif merupakan salah satu tindak ilokusi yang

bermaksud untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur

terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi. Contoh verba tindak tutur ekspresif

misalnya, mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, memberi maaf,

mengecam, memuji, dan mengucapkan belasungkawa.

e) Deklarasi

tindak tutur deklarasi merupakan salah satu jenis tindak tutur ilokusi yang

khusus, karena akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan

realitas, dan biasanya digunakan oleh penutur yang memiliki wewenang untuk

melakukannya. Contoh verba tindak tutur deklarasi misalnya, mengundurkan diri,

membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/

membuang, mengangkat (pegawai).

Berbeda dengan Leech, Leech (edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka, 1993:

327-329) membedakan tindak tutur ilokusi menjadi 6 jenis, yaitu:

a) Asertif

Tindak tutur asertif merupakan salah satu jenis tindak tutur ilokusi yang

mengacu pada kebenaran proposisi yang dituturkan, misalmya menguatkan,

menduga, menegaskan, meramalkan, memprediksi, mengumumkan, dan mendesak.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

23

b) Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang mengandung perintah atau

membuat mitra tutur melakukan suatu tindakan sesuai dengan apa yang

dikehendaki penutur, misalnya, meminta, meminta dengan sangat, memohon

dengan sangat, memberi perintah, menuntut, melarang, menganjurkan, dan

memohon.

c) Komisif

Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang menyatakan janji atau

penawaran, misalnya menawarkan, menawarkan diri, menjanjikan, berkaul,

bersumpah.

d) Ekspresif

Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk

menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang sedang dialami

oleh mitra tutur, misalnya mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih,

merasa ikut bersimpati, meminta maaf

e) Deklarasi

Tindak tutur deklaratif merupakan tindak tutur yang menghubungkan isi

tuturan dengan kenyataannya, misalnya memecat, membaptis, menikahkan,

mengangkat, menghukum, memutuskan.

f) Rogatif

Tindak tutur rogatif merupakan salah satu tindak tutur khusus untuk

mengawali pertanyaan taklangsung sebagai komplemen. Contoh verba dalam

tindak tutur rogatif adalah meminta, bertanya, menyangsikan, dan

mempertanyakan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

24

Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics juga memberikan lima

klasifikasi mengenai tindak tutur performatif yang hampir sama dengan klasifikasi

tindak tutur ilokusi menurut Leech, Austin, dan Searle, klasifikasi tersebut yaitu:

a) Deklarasi

Tindak tutur deklarasi adalah salah satu jenis tindak tutur yang mampu

merubah dunia melalui tuturan dari penutur. Contohnya adalah ucapan dari

seorang pendeta,keputusan juri, dan keputusan dari wasit pertandingan.

b) Representatif

Tindak tutur representatif merupakan salah satu tindak tutur yang

disampaikan oleh penutur, dan bias dipercaya atau tidak dipercaya oleh mitra tutur.

Contohnya adalah pernyataan tentang kenyataan atau fakta, tuntutan, kesimpulan,

dan deskripsi atau pemaparan.

c) Ekspresif

Tindak tutur ekspresif merupakan salah satu tindak tutur yang berkaitan

dengan apa yang sedang dirasakan oleh penutur. Penutur mengekspresikan

keadaan psikologinya ketika melakukan pembicaraan dengan mitra tutur. Contoh

tindak tutur ini adalah memberikan pernyataan tentang kesenangan, kegembiraan,

suka dan tidak suka, dan berbelasungkawa.

d) Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang digunakan untuk

mempengaruhi mitra tutur melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan oleh

penutur. Contoh verba tindak tutur direktif adalah perintah, memesan, meminta,

dan saran atau anjuran.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

25

e) Komisif

Tindak tutur komisif merupakan salah satu tindak tutur yang dilakukan

oleh penutur yang berdampak pada tindakan pada mitra tutur atau berdampak

tindakan untuk penutur dan mitra tutur. Bisa dikatakan bahwa tindak tutur komisif

merupakan tindak tutur yang menyatakan janji antara penutur dan mitra tutur.

Contoh verba tindak tutur komisif yaitu berjanji, ancaman atau mengancam, dan

penolakan.

Fraser (dalam F.X. Nadar 2009: 16-17) membuat taksonomi tentang tindak

ilokusi dan membagi menjadi delapan macam, sebagai berikut:

a) Acts of Asserting (tindakan menyatakan)

b) Acts of Evaluating (tindakan mengevaluasi)

c) Acts of Reflecting Speaker Attitude (tindakan yang mencerminkan sikap

penutur)

d) Acts of Stipulating (tindakan menetapkan)

e) Acts of Requesting (tindakan meminta)

f) Acts of Suggesting (tindakan mengusulkan)

g) Acts of Exercising Authority (tindakan yang menggunakan kekuasaan)

h) Acts of Commiting (tindakan melakukan)

4. Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung

Selain tindak tutur terbagi menjadi tindak tutur lokusi, ilokusi, dan

perlokusi, tindak tutur juga terbagi menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur

tidak langsung. Tindak tutur langsung adalah tuturan yang sesuai dengan modus

kalimatnya, misalnya kalimat berita untuk memberitakan, kalimat perintah untuk

menyuruh, mengajak ataupun memohon, dan kalimat Tanya untuk menanyakan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

26

sesuatu. Sedangkan tindak tutur tidak langsung adalah tuturan yang berbeda

dengan modus kalimatnya, maka maksud dari tindak tutur tidak langsung dapat

beragam dan tergantung pada konteksnya (F.X. Nadar, 2009: 18-19).

Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics (1996) memberikan

definisi tentang tindak tutur langsung (direct speech act) dan tindak tutur tidak

langsung (indirect speech act). Tindak tutur langsung (direct speech act) terjadi

ketika ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi. Sedangkan pada

tindak tutur tidak langsung (indirect speech act) terjadi ketika ada hubungan tidak

langsung antara struktur dengan fungsi. Jika bentuk deklaratif digunakan sebagai

sebuah pernyataan, maka bisa dikatan bahwa tuturan itu berupa tindak tutur

langsung. Tetapi jika bentuk deklaratif digunakan sebagai sebuah permintaan,

maka tuturan tersebut dikatakan sebagai tindak tutur tidak langsung.

Selain tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, ada sejumlah

tindak tutur yang mempunyai tuturan sesuai denhandan tidak sesuai dengan kata-

kata yang menyusunnya. Misalnya seseorang yang memakan tiga piring nasi

dengan lauknya dan kemudian orang tersebut mengatakan “saya kenyang” maka

dapat dikatakan orang tersebut benar-benar mengatakan demikian. Tindak tutur

tersebut dinamakan dengan tindak tutur literal (F.X. Nadar, 2009:19).

Wijana (dalam F.X. Nadar, 2009:19) menjelaskan mengenai tindak tutur

literal dan tindak tutur tidak literal. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang

maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Tindak tutur tidak

literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan

dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

27

5. Imperatif

Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah

atau keharusan atau larangan untuk melaksanakan suatu perbuatan (Harimurti

Kridalaksana, 2008: 91). Definisi lain dari imperatif adalah bersifat memerintah

atau memberi komando, mempunyai hak memberi komando, dan bersifat

mengharuskan (KBBI).

Moeliono (dalam Kunjana Rahardi, 2005:2) menyatakan bahwa bila

didasarkan pada nilai komunikatifnya, kalimat dalam bahasa Indonesia dapat

dibedakan menjadi lima, yakni (1) kalimat berita atau deklaratif, (2) kalimat

perintah atau imperative, (3) kalimat Tanya atau interogatif, (4) kalimat seruan

atau eksklamatif, (5) kalimat penegas atau emfatik. Sesuai dengan sebutannya,

kalimat perintah atau imperatif

Berbeda dengan Moeliono, Ramlan (dalam Kunjana Rahardi, 2005:2)

menyatakan bahwa berdasarkan fungsinya dalam hubungannya dengan situasi,

kalimat dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) kalimat berita, (2) kalimat tanya,

(3) kalimat suruh. Kalimat berita berfungsi untuk memberi tahu sesuatu kepada

orang lain sehingga tanggapan yang diberikan berupa perhatian. Kalimat tanya

berfungsi untuk menanyakan sesuatu, sedangkan kalimat suruh mengharapkan

tanggapan yang berupa tindakan tertentu dari orang yang diajak berbicara.

Keraf (dalam Kunjana Rahardi, 2005:2) juga memberikan definisi kalimat

perintah sebagai kalimat yang digunakan untuk menyuruh orang lain melakukan

sesuatu, kalimat berita adalah kalimat yang mendukung suatu pengungkapan

peristiwa atau kejadian, dan kalimat tanya adalah kalimat yang mengandung

permintaan agar diberitahu orang sesuatu karena ia tidak mengetahui hal tertentu.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

28

Selain itu, sosok perintah, suruh, dan direktif sesungguhnya adalah

pembicaraan dalam kategori linguistik yang tidak sama. Bentuk yang pertama

berada dalam lingkup gramatik, bentuk kedua berada dalam lingkup situasional,

dan bentuk ketida berada dalam lingkup wacana (Kunjana Rahardi, 2005:3).

Kenyataan ini menunjukan bahwa dalam praktik komunikasi interpersonal

sesungguhnya, makna imeratif dalam bahasa Indonesia tidak hanya diungkapkan

dengan onstruksi lainnya. Makna pragmatik imperatif sebuah tuturan tidak selalu

sejalan dengan wujud konstruksinya, melainkan ditentukan oleh konteks situasi

tutur yang menyertai, melingkupi, dan melatarinya (Kunjana Rahardi, 2002:5).

Bisa dikatakan bahwa dalam melakukan penelitian imperatif bahasa

Indonesia, harus melihat konteks situasi yang melatari munculnya sebuah tuturan

agar bisa menjelaskan berbagai kemungkinan makna pragmatik imperatif bahasa

Indonesia. Imperatif dan tindak tutur saling berkaitan erat dalam hubungannya,

sebagai tindak lokusioner tuturan imperatif merupakan pernyataan makna dasar

dari konstruksi imperatif. Sebagai tindak ilokusioner makna imperatif pada

dasarnya merupakan maksud yang disampaikan penutur dalam menyampaikan

tuturan imperatif. Selanjutnya sebagai tindak perlokusioner, sosok imperatif yang

berkaitan dengan dampak yang timbul sebagai akibat dari tindak tutur.

Alisjahbana (dalam Kunjana Rahardi, 2005:19) mengartikan sosok

kalimat perintah sebagai ucapan yang isinya memerintah, memaksa, menyuruh,

mengajak, meminta agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang

dimaksudkan dalam perintah itu. Berdasarkan pada maknanya, yang dimaksud

dengan aktivitas memerintah adalah praktik memberitahukan kepada mitra tutur

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

29

bahwa penutur menghendaki orang yang diajak bertutur itu melakukan apa yang

sedang diberitahukannya.

Menurut Alisjahbana (dalam Kunjana Rahardi, 2005: 21), sosok kalimat

perintah dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu, (1) perintah yang

menunjuk pada suatu kewajiban, (2) perintah yang bermakna mengejek, (3)

perintah yang bermaksud memanggil, (4) perintah yang merupakan permintaan.

Selain menunjukan macam makna dan wujud imperatif, Alisjahbana juga

memberikan contoh kalimat perintah yang didalamnya memanfaatkan ungkapan

penanda kesantunan seperti, mudah-mudahan, moga-moga, coba, tolong, mari,

baiklah, hendaklah, kiranya, dan silakan.

Mess (dalam Kunjana Rahardi, 2005:23) sekilas menyhinggung tentang

kalimat pentah dalam pembicaraan kKalimat Verbal Fungsi Finit. Bentuk finit

mencakup dua macam hal, yaitu cara peintah dan bentuk pesona. Cara perintah

tidk dapat disubstantifkan dan selamanya berfungsi predikat dalam kalimat

tunggal. Kata kerja transitif maupun kata kerja intransitif di dalam bahasa

Indonesia, dapat berfungsi sebagai pembentuk kalimat perintah.

Slametmuljana (dalam Kunjana Rahardi, 2005:24) menyatakan bahwa

disamping kalimat berita, dalam pemakaian bahasa Indonesia itu masih terdapat

kalimat yang lainnya, yakninkalimattanya dan suruh. Slametmuljana juga

menyebutkan adanya kalimat suuh yang menggunakan penanda khusus

kesantunan mudah-mudahan, moga-moga, hendaklah, dan sudi kiranya. Kalimat

suruh yang demikian dapat dikatakan sebagai kalimat suruh harapan, karena

mengandung makna pragmatik harapan.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

30

Fokker (dalam Kunjana Rahardi, 2005:25) menyebutkan bahwa seperti

juga pada kalimat-kalimat yang lain, sosok kalimat perintah itu lazimnya dapat

dikenali dari lagu kalimat atau intonasinya. Selain dari lagu kalimat atau

intonasinya, kalimat perintah juga dapat dikenali dari pemakaian bentuk-bentuk

tata bahasanya, misalnya tidak digunakannya bentuk awalan Men-, dan sering

digunakannya partikel –lah pada kalimat imperatif.

Gorys Keraf (dalam Kunjana Rahardi, 2005:27) mendefinisikan kalimat

perintah sebagai kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang

lain melakukan sesuatu, seperti yang diinginkan oleh orang yang memerintahkan

itu. Menurutnya kalimat perintah itu dapat berkisar antara suruhan yang sangat

kasar sampai dengan permintaan yang sangat halus. Lebih lanjut Keraf

menyatakan bahwa kalimatperintah lazimnya dapat mengandung ciri-ciri berikut:

(1) mengunakan intonasi keras, terutama perintah biasa dan larangan, (2) kata

kerja yang mendukung isi perintah itu, biasanya kata dasar, dan (3) menggunakan

partikel pengeras –lah.

Keraf juga menguraikan bahwa kalimat perintah dalam bahasa Indonesia

itu sedikitnya dapat dibedakan menjadi sembilan macam, yakni (1) perintah biasa,

(2) permintaan, (3) perintah mengizinkan, (4) perintah ajakan, (5) perintah

bersyarat, (6) perintah sindiran, (7) perintah larangan, (8) perintah harapan, (9)

seru.

Kunjana Rahardi (2005: 29) mengatakan bahwa ada beberapa hal

mendasar yang perlu diperhatikan dari pernyataan beberapa ahli tata bahasa

Indonesia yang telah disampaikan sebelumnya, dan dapat disebutkan satu demi

satu sebagai berikut. Pertama, kajian ihwal tuturan imperatif berfokus pada aspek

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

31

struktural saja memang belum cukup untuk studi linguistik, karena kajian yang

berancangan struktural tidak mampu mengungkap secara jelas masalah-masalah

yang berada di luar lingkup struktural satuan lingual imperatif tersebut.

Kedua, tuturan imperatif yang disampaikan oleh penutur dan diterima

mitra tutur itu menuntut reaksi atau tanggapan. Reaksi yang diharapkan lazimnya

dapat berupa tanggapan verbal maupun tanggapan nonverbal, atau gabungan dari

keduannya yang kesemuanya berwujud tindakan.

Ketiga, untuk menyatakan maksud tertentu, sosok imperatif di dalam

bahasa Indonesia dapat pula diwujudkan dengan bentuk pasif. Pemasifan tuturan

imperatif lazimnya mengandung makna lebih formal dan lebih santun

dibandingkan dengan tuturan imperatif yang tidak berbentuk pasif.

Keempat, kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat juga berbentuk

negatif, kalimat imperatif yang demikian itu lazim disebut dengan kalimat

larangan. Kelima, untuk memperhalus maksud tuturan imperatif di dalam bahasa

Indonesia, sosok kalimat imperatif itu dapat pula dinyatakan dengan

membubuhkan awalan Men-.

Keenam, imperatif di dalam bahasa Indonesia biasanya juga digunakan

bersama dengan kata-kata atau ungkapan tertentu yang lazim disebut penanda-

penanda kesantunan misalnya, yakni, ayo, biar, coba, harap, hendaklah,

hendaknya, lah, mari, mohon, silakan, dan tolong. Penggunaan penanda

kesantunan yang demikian pada tuturan imperatif akan dapat dengan jelas

menunjukan apakan tuturan imperatif itu merupakan tuturan imperatif permintaan,

harapan, dan sebagainya.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

32

Kunjana Rahardi (2005: 79) mengklasifikasikan kalimat imperatif bahasa

Indonesia secara formal menjadi lima macam, yakni (1) kalimat imperatif biasa,

(2) kalimat imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat

imperatif ajakan, dan (5) kalimat imperatif suruhan.

a) Kalimat Imperatif Biasa

Di dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif biasa lazimnya memiliki

ciri-ciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, dan

(3) berpatikel pengeras –lah. Kalimat imperatif jenis ini dapat berkisar antara

imperatif yang sangat halus sampai dengan imperatif yang sangat kasar.

b) Kalimat Imperatif Permintaan

Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar

suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan

sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada

waktu menuturkan kalimat imperatif biasa. Kalimat imperatif permintaan ditandai

dengan pemakaian penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon, sudilah

kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan

sangat.

c) Kalimat Imperatif Pemberian Izin

Kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin ditandai

dengan pemakaian penanda kesantunan silakan, biarlah, diperkenankan,

dipersilakan, dan diizinkan.

d) Kalimat Imperatif Ajakan

Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan

ayo, biar, mari, harap, hendaknya, dan hendaklah.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

33

e) Kalimat Imperatif Suruhan

Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda

kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon, silakan, dan

tolong.

Kunjana Rahardi (2002) menjelaskan bahwa wujud imperatif mencakup

dua macam hal, yaitu (1) wujud imperatif formal atau struktural, (2) wujud

imperatif pragmatik atau nonstruktural.

a) Wujud Formal Imperatif

Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa

Indonesia menurut ciri struktural atau formalnya. Secara formal, tuturan imperatif

dalam bahasa Indonesia meliputi dua macam perwujudan, yakni (1) imperatif

aktif dan (2) imperatif pasif.

i. Imperatif Aktif

Imperatif aktif dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan berdasarkan

penggolongan verbanya menjadi dua macam, yakni imperatif aktif yang berciri

tidak transitif dan imperatif aktif yang berciri transitif.

a. Imperatif Aktif Tidak Transitif

Imperatif aktif di dalam bahasa Indonesia dapat berciri tidak transitif.

Imperatif yang demikian dapat dengan mudah dibentuk dari tuturan deklaratif,

yakni dengan menerapkan ketentuan (1) menghilangkan subjek yang lazimnya

persona kedua seperti Anda, Saudara, kamu, kalian, Anda sekalian, Saudara

sekalian, kamu sekalian, dan kalian-kalian; (2) mempertahankan bentuk verba

yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya; dan (3)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

34

menambahkan partikel –lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud

imperatif aktif tersebut.

b. Imperatif Aktif Transitif

Untuk membentuk tuturan imperatif aktif transitif, tuturan imperatif aktif

tidak transitif tetap berlaku. Perbedaannya adalah untuk membentuk imperatif

aktif transitif, verbanya harus dibuat tanpa berawalan me-N.

ii. Imperatif Pasif

Di dalam komunikasi keseharian, maksud tutran imperatif lazim

dinyatakan dalam tuturan yang berdiatesis pasif. Digunakan bentuk tuturan yang

demikian dalam menyatakan maksud imperatif karena pada pemakaian imperatif

pasif itu, kadar suruhan yang dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah.

Kadar permintaan dan kadar suruhan yang terdapat di dalam imperatif itu tidak

terlalu tinggi karena tuturan itu tidak secara langsung tertuju kepada orang yang

bersangkutan. Dalam pemakaian tuturan imperatif pasif terdapat maksud

penyelamatan muka yang melibatkan muka si penutur maupun diri si mitra tutur.

b) Wujud Pragmatik Imperatif

Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa

Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang

melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu

sangat ditentukan oleh konteksnya. Konteksyang dimaksud dapat bersifat

ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik. Ada tujuh belas macam

makna pragmatik imperatif di dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:

a. Tuturan yang Mengandung Mkana Pragmatik Imperatif Perintah

b. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imoeratif Suruhan (coba)

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

35

c. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan

(tolong, minta, mohon)

d. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan

(mohon, -lah)

e. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan (ayo,

mari, harap, harus)

f. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan (ayo,

mari, tolong)

g. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Imbauan (-lah,

harap, mohon)

h. Tuturan Yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Persilaan (silakan,

dipersilakan)

i. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Ajakan (mari,

ayo)

j. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan Izin

(mari, boleh)

k. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Mengizinkan

(silakan)

l. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Larangan (jangan)

m. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Harapan (harapan,

semoga)

n. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Umpatan

o. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Pemberian

Ucapan Selamat

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

36

p. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Anjuran

(hendaknya, sebaiknya)

q. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif ‘ngelulu’.

6. Kesantunan Imperatif

Kunjana Rahardi (2005: 119) mengatakan bahwa dalam tuturan imperatif

terdapat dua hal mendasar, yaitu adanya tuturan langsung dan tuturan tidak

langsung. Tingkat kelangsungan tuturan itu dapat diukur berdasar jarak ilokusi

penutur dan mitra tutur. Semakin dekat jarak ilokusi antara penutur dengan mitra

tutur, akan semakin langsung tuturan tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin

jauh jarak ilokusi penutur dengan mitra tutur, semakin tidak langsung tuturan

tersebut.

Tuturan imperatif langsung dan tidak langsung, mempunyai dampak yang

sangat kuat dalam hal kadar kesantunan sebuah tuturan. Semakin tidak langsung

tuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur, semakin santun tuturan

yang disampaikan, tetapi semakin langsung tuturan yang disampaikan oleh

penutur kepada mitra tutur, semakin tidak santun pula tuturan tersebut.

Kadar kesantunan berkaitan langsung dengan langsung atau tidaknya

tuturan penutur kepada mitra tutur. Hal ini terkait dalam hal tuturan yang

mengandung perintah yang disampaikan penutur kepada mitra tutur. Semakin

langsung atau semakin jelasnya perintah yang diberikan kepada mitra tutur,

semakin tidak santun tuturan tersebut, dan begitu juga sebaliknya.

Kesantunan dalam berbicara banyak dijelaskan oleh para ahli bahasa di

dunia, diantaranya adalah Fraser, Leech, Brown Levinson, dan Robin Lakof.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

37

Empat ahli bahasa tersebut mengkaji masalah kesantunan dalam berbahasa sesuai

dengan pandangan masing-masing.

Fraser (dalam Kunjana Rahardi, 2005:38) mengatakan bahwa ada empat

pandangan yang digunakan untuk mengkaji masalah kesantunan dalam bertutur.

Pertama, pandangan kesantunan berkaitan dengan norma-norma sosial.

Kesantunan dalam bertutur ditentukan berdasarkan norma sosial dan kultural yang

berlaku di dalam masyarakat bahasa itu.

Kedua, pandangan melihat kesantunan sebagai sebuah maksim percakapan,

dan sebagai upaya penyelamatan muka. Kesantunan dalam bertutur dianggap

sebagai kontrak percakapan. Prinsip kesantunan ini mengatur tujuan relasional

yang berkaitan erat dengan upaya pengurangan friksi dalam interaksi personal

antarmanusia pada masyarakat tertentu.

Pandangan ketiga, kesantunan sebagai tindakan untuk emmenugi

persyaratan terpenuhinya kontrak percakapan. Kontak percakapan itu sangat

ditentukan oleh hak dan kewajiban peserta tutur yang terlibat di dalam kegiatan

bertutur itu. Fraser memandang bertindak santun itu sejajar dengan bertutur yang

penuh pertimbangan etiket berbahasa. Pandangan kesantunan yang keempat

berkaitan dengan penelitian sosiolinguistik. Kesantunan dipandang sebagai sebuah

indeks sosial.

Lakoff (dalam Kunjana Rahardi, 2005:41) berpendapat bahwa terdapat

tiga kaidah yang harus dipatuhi agar tuturan memiliki ciri santun, yaitu formalitas,

ketidaktegasan, dan kesamaan atau kesekawanan. Lakoff memandang suatu

tuturan akan dapat dikatakan santun apabila tuturan itu bersifat formal, tidak

memaksa, dan tidak berkesan angkuh, terdapat pilihan tindakan bagi mitra tutur,

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

38

dan tuturan tersebut hendaknya mampu membuat mitra tutur merasa sama, merasa

memiliki sahabat, merasa gembira, dan sejajar dengan si penutur.

Leech (dalam edisi terjemahan M. D. D. Oka, 1993: 170) menggambarkan

kesantunan sebagai “usaha untuk membuat kemungkinan adanya keyakinan-

keyakinan dan pendapat-pendapat tidak sopan menjadi sekecil mungkin”. Leech

membagi maksim kesantunan menjadi enam maksim, yaitu (1) maksim kearifan

atau kebijaksanaan (tact maxim), (2) maksim kedermawanan (generosity maxim),

(3) maksim pujian (approbation maxim), (4) maksim kerendahan hati (modesty

maxim), (5) maksim kesepakatan (agreement maxim), (6) maksim simpati

(sympathy maxim).

Kunjana Rahardi (2005: 118) menyebutkan ada dua wujud kesantunan

yang berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia.

Wujud pertama menyangkut ciri linguistik yang selanjutnya mewujudkan

kesantunan lnguistik. Wujud kedua, menyangkut ciri nonlinguistik tuturan

imperatif yang selanjutnya mewujudkan kesantunan pragmatik.

1) Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif

Kesantunan linguistik tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia terbagi

menjadi empat faktor, yaitu (1) panjang-pendeknya tuturan, (2) urutan tuturan, (3)

intonasi tuturan dan isyarat kinesik, (4) pemakaian ungkapan penanda. Faktor

pertama adalah panjang-pendeknya tuturan. Panjang-pendeknya sebuah tuturan

merupakan faktor pertama dalam hal kesantunan dalam berbicara antara penutur

kepada mitra tutur. Semakin panjang tuturan yang disampaikan oleh penutur

kepada mitra tutur, maka semakin santun pula tuturan itu. Hal ini maksudnya

adalah, penutur menyampaikan maksud tuturannya dengan menggunakan unsur

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

39

basa-basi. Semakin banyak basa-basi yang digunakan, semakin santun pula

tuturan tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit atau semakin pendek

tuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur, semakin tidaksantun tuturan

tersebut.

Faktor yang kedua adalah urutan tutur. Banyak orang yang ingin

mengutarakan maksud tertentu dengan berbagai pertimbangan, apakah tuturan

yang ingin disampaikan akan menyakiti mitra tuturnya atau tidak, maka penutur

akan menata kembali urutannya. Untuk mengutarakan maksud tertentu, kadang

orang merubah tuturannya agar menjadi semakin tegas, keras, dan bahkan

mungkin kasar. Bisa dikatakan bahwa urutan tutur mempengaruhi tinggi-

rendahnya peringkat kesantunan.

Faktor ketiga adalah intonasi dan isyarat kinesik. Intonasi sangat

mempengaruhi tinggi rendahnya kesantunan sebuah tuturan. Hal ini sedikit

bertolak belakang dengan faktor pertama yaitu panjang-rendahnya tuturan. Jika

tuturan yang disampaiakan kepada mitra tutur panjang, tetatpi menggunakan

intonasi tinggi, maka tuturan tersebut dikatakan tidak santun. Tetapi jika tuturan

itu sangat singkat dan menggunakan indonasi yang rendah, maka bisa dikatakan

tuturan itu memiliki tingkat kesantunan yang tinggi. Jadi dalam hal ini,semakin

rendah, semakin lembut intonasi yang digunakan, maka tuturan tersebut memiliki

tingkat kesantunan yang tinggi.

Selanjutnya adalah isyarat kinesik. Isyarat kinesik merupakan bahasa

tubuh yang digunakan berdampingan ketika penutur menyampaikan maksudnya

kepada mitra tutur. Isyarat kinesik tersebut antara lain (1) ekspresi wajah, (2)

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

40

sikap tubuh, (3) gerakan jari, (4) gerakan tangan, (5) ayunan lengan, (6) gerakan

pundak, (7) goyangan pinggul, (8) gelengan kepala.

Faktor keempat adalah ungkapan penanda kesantunan. Secara linguistik

kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia sangat

ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan penanda kesantunan.

Adapun bebrapa penanda kesantunan itu sebagai berikut; tolong, mohon, silakan,

mari, ayo, biar, coba, harap, hendaknya, hendaklah, -lah, sudi kiranya, sudilah

kiranya, sudi apalah kiranya.

2) Kesantunan Pragmatik Tuturan Imperatif dalam Bahaa Indonesia

Makna pragmatik imperatif banyak yang diwujudkan dengan tidak

menggunakan tuturan imperatif melainkan dengan tuturan nonimperatif. Banyak

didapatkan bahwa makna pragmatik imperatif banyak digunakan dalam tuturan

deklaratif dan tuturan interogatif. Tuturan nonimperatif untuk menyatakan makna

pragmatik imperatif biasanya mengandung unsur ketidaklangsungan. Dengan

demikian dalam tuturan nonimperatif terkandung aspek kesantunan pragmatik

imperatif.

a. Kesantunan Pragmatik Imperatif dalam Tuturan Deklaratif

Ada beberapa macam kesantunan pragmatik imperatif dalam bahasa

Indonesia yaitu, (1) kesantunan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik

impeartif, (2) tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif

ajakan, biasanya menggunakan penanda lingual mari, ayo, (3) tuturan deklaratif

yang menyatakan makna pragmatik imperatif permohonan, biasanya ditandai

dengan mohon, dimohon, (4) tuturan deklaratif yang menyatakan makna

pragmatik imperatif persilaan, (5) tuturan deklaratif yang menyatakan makna

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

41

pragmatif imperatif larangan, biasanya ditandai dengan penanda lingual jangan,

dilarang, tidak diperkenankan, dan tidak diperbolehkan.

b. Kesantunan Pragmatik Imperatif dalam Tuturan Interogatif

Kesantunan pragmatik tidak hanya terdapat pada tuturan deklaratif, tetapi

juga terdapat dalam tuturan interogatif. Tuturan pragmatik imperatif dalam tuturan

interogatif mengandung makna ketidaklangsungan yang besar, dan hal itu

berkaitan erat dengan tingkat kesantunan dalam bertutur. Kesantunan pragmatik

imperatif dalm tuturan interogatif terbagi menjadilima macam yaitu, (1) tuturan

interogatif yang memyatakan makna pragmatik larangan, (2) tuturan interogatif

yang menyatakan makna pagmatik imperatif ajakan, (3) tuturan interogatif yang

menyatakan makna pragmatik imperatif permohonan, (4) tuturan interogatif yang

menyatakan makna pragmatik imperatif persilaan, (5)tuturan interogatif yang

menyatakan maknapragmatik imperatif larangan.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah cara kerja yang dilakukan peneliti untuk

menyelesaikan masalah yang akan diteliti. Kerangka pikir yang terkait dengan

penelitian ini digambarkan pada bagan di bawah ini.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

42

Bagan Kerangka pikir

Papan Pengumuman dan Informasi di

Wilayah Surakarta

Tindak Tutur Leech

Tindak Tutur pada Papan

Pengumuman dan Informasi di

Wilayah Surakarta

Kesantunan Leech

Imperatif pada Papan

Pengumuman dan

Informasi di Wilayah

Surakarta

Tuturan pada Papan

Pengumuman dan Informasi di

Wilayah Surakarta

Hasil Analisis:

Tindak tutur direktif yang ada pada

papan pengumuman dan informasi di

wilayah Surakarta

Kesantunan imperatif yang ada pada

papan pengumuman dan informasi di

wilayah Surakarta

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN … dan MNCTV: Suatu Tinjauan Pragmatik” mendeskripsikan hasil penelitiannya sebagai berikut: (1) terdapat empat jenis tindak tutur dalam acara

43

Sumber data dalampenelitian ini adalah papan pengumuman dan informasi

di wilayah Surakarta. Penelitian ini mendasarkan analisisnya pada teori tindak

tutur direktif dan kesantunan Leech. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini

adalah bentuk tindak tutur direktif dan kesantunan imperatif pada papan

pengumuman dan informasi.

Pragmatik menempatkan tindak tutur sebagai objek kajian dengan

memperhitungkan konteks pemakaiannya, sehingga tuturan yang terdapat pada

papan pengumuman dan informasi di wilayah Surakarta dianalisis dengan

mendasar, memperhitungkan dan mengaitkan dengan konteks yang ada.