Upload
dinhthien
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL
PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian tentang persepsi wisatawan terhadap sebuah destinasi pariwisata
telah banyak di lakukan oleh beberapa peneliti-peneliti sebelumnya dalam kurung
waktu lima tahun terakhir. Kajian pustaka dalam penelitian ini bersumber dari
beberapa jurnal Nasional dan Internasional.
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, berfokus pada
penilaian wisatawan terhadap tingkat kepuasan wisatawan, dan penilaian
wisatawan mancanegara terhadap fasilitas umum di kawasan pariwisata (Salam,
2011; Nurjaya, 2012). Penelitian tentang penilaian terhadap kualitas pelayanan
departemen front office dan kajian tentang potensi dan penilaian masyarakat serta
wisatawan terhadap pengembangan ekowisata (Murianto, 2014; Kanca dan
Wijaya, 2015). Penelitian lain yaitu penilaian terhadap kualitas pelayanan di
sebuah hotel, penilaian wisatawan terhadap potensi daerah wisata, dan penilaian
wisatawan terhadap destinasi pariwisata. (Campos dan Marodin, 2012; Towoliu
dan Takaendengan, 2015). Terakhir penelitian tentang pengembangan suatu
destinasi pariwisata (Ibrahim, 2015). Penelitian mereka memberikan penjelasan-
penjelasan baru tentang persepsi wisatawan terhadap destinasi pariwisata, potensi
destinasi wisata dan hotel-hotel di Indonesia maupun Mancanegara serta
pengembangan suatu destinasi pariwisata.
Relevansi penelitian ini dikaitkan dengan penelitian di atas terdapat
kesamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada topik penelitian membahas
10
11
tentang persepsi dan ekspektasi wisatawan, khusus penelitian yang dilakukan oleh
Ibrahim tentang pengembangan destinasi pariwisata merupakan penelitian
terdahulu yang dilakukan di destinasi pariwisata Lakey-Hu’u. Perbedaannya
yaitu, Ibrahim meneliti tentang strategi pengembangan destinasi pariwisata
Lakey-Hu’u dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, weaknesses,
opportunities, threats). Perbedaan yang lainnya yaitu, belum ada yang meneliti
tentang kondisi komponen penentu destinasi pariwisata, persepsi dan ekspektasi
wisatawan terhadap kualitas komponen destinasi pariwisata. Serta program
improvisasi komponen-komponen destinasi pariwisata Lakey-Hu’u Kabupaten
Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Penelitian yang dilakukan oleh Salam (2011) berjudul “Persepsi dan
Tingkat Kepuasan Wisatawan Terhadap Museum Balla Lompoa Kabupaten
Gowa” secara umum penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan purpposive sampling, teknik pengumpulan data adalah wawancara
dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan interpretative approach.
Hasil dari penellitian ini menunjukkan bahwa persepsi wisatawan terhadap
Museum Balla Lompoa Gowa secara keseluruhan cukup bagus, persepsi yang
paling tinggi terdapat pada koleksi yang dimiliki oleh Museum.
Nurjaya (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Persepsi Wisatawan
MancanegaraTerhadap Fasilitas Umum di Kawasan Pariwisata Ubud”. Penelitian
yang dilakukan oleh Nurjaya bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi
wisatawan mancanegara terhadap fasilitas umum yang terdapat di Kawasan
Pariwisata Ubud seperti akses jalan, fasilitas pembelanjaan, transporasi dan kantor
12
post. Metode analisis data menggunakan skala likert, metode pengumpulan data
yaitu wawancara, dokumentasi, observasi, dan kuesioner. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Nurjaya didapatkan bahwa persepsi wisatawan
mancanegara terhadap fasilitas umum di Kawasan Pariwisata Ubud secara
keseluruhan cukup baik. Tetapi ada variabel yang mendapatkan penilaian buruk
dari wisatawan yaitu kantor post dengan nilai 2,59. penilaian yang buruk tersebut
diakibatkan oleh pelayanan yang diberikan masih kurang maksimal.
Murianto (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Potensi dan
Persepsi Masyarakat Serta Wisatawan Terhadap Pengembangan Ekowisata di
Desa Aik Berik, Lombok Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi potensi atraksi ekowisata dan aktivitas yang dapat
dikembangkan di desa Aik Belik serta meneliti persepsi masyarakat serta
wisatawan terhadap pengembangan sebagai destinasi ekowisata. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, kuesioner, dan
dokumentasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling
untuk masyarakat dan convenience sampling untuk wisatawan. Analisis data
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah potensi
sumber daya alam yang dapat dijadikan daya tarik ekowisata yaitu panorama
persawahan, panorama perkebunan, dan air terjun. Wisatawan masih kurang puas
terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana di Desa Aik Berik karena
masih kurang memadai. Persepsi masyarakat dan wisatawan terhadap
pengembangan ekowisata terdiri dari persepsi positif dan negatif. Persepsi positif
yaitu pengembangan jalur trakking Gunung Rinjani, pelestarian ekosistem, dll.
13
Persepsi negatif ditunjukkan kepada fasilitas yang kurang memadai seperti
pembangunan hotel dan restoran, aksesibilitas jalan, dan keamanan daya tarik
wisata Desa Aik Berik.
Menurut Kanca dan Wijaya (2015) yang melakukan penelitian tentang
“Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Kualitas Pelayanan Kantor Depan di
Nusa Dua Beach Hotel & Spa Bali”. Penelitian ini didasarkan pada peran front
office yang dikenal sebagai kesan pertama dan terakhir wisatawan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi wisatawan asing terhadap kualitas
pelayanan front office di Nusa Dua Beach Hotel & Spa Bali. Data penelitian ini
adalah data kualitatif dan kuantitatif yang berasal dari observasi, studi pustaka dan
kuesioner. Sampel berjumlah 85 responden wisatawan asing dan teknik
pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Analisis yang digunakan
adalah uji validitas dan reliabilitas, Importance-Performance analysis dan skala
likert. Hasilnya menunjukkan bahwa persepsi wisatawan asing terhadap kualitas
pelayanan front office di Nusa Dua Beach Hotel & Spa Bali memuaskan.
Dalam penelitian Campos dan Marodin (2012) yang berjudul “Perceptions
Of Quality And Expectations Of Hotel Services”. Bertujuan untuk menganalisis
tingkat kepuasan tamu hotel dari kesenjangan yang ada antara persepsi dan
harapan terhadap layanan yang diterima di hotel-hotel di Kota Natal, Brazil.
Metode pengumpulan data wawancara dan penyebaran kuesioner terhadap 1440
tamu di 6 hotel-hotel mewah. Pengumpulan data dilakukan dua tahap, tahap
pertama pada saat tamu check-in di hotel dan tahan kedua pada saat tamu check-
out dari hotel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi dan ekspektasi
14
wisatawan terhadap kualitas pelayanan hotel-hotel di kota Natal, Brazil secara
keseluruhan memuaskan dan melampaui harapan dari wisatawan.
Towoliu dan Takaendengan (2015) dalam jurnalnya yang berjudul
“Perception of Tourist towards the Potential Development of Tumpa Mountain
Area as Integrated Ecotourism, Manado, North Sulawesi Province”. Bertujuan
untuk menentukan persepsi wisatawan terhadap pengembangan potensi ekowisata
yang terintegrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan
dijelaskan dalam bentuk presentase angka serta penyebaran kuesioner. Analisis
data menggunakan skala likert dan dikombinasikan dengan analisis tingkat
kepentingan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden
menjawab baik dengan kisaran skor antara 3,5 sampai 4,2. Ini berarti responden
berpendapat bahwa setiap indikator; alam, sosial-budaya dan infrastruktur yang
ada di wilayah Gunung Tumpa masih dalam kondisi baik. Di tingkat perhatian
responden menjawab antara 3,6 sampai 4,6 dengan kategori penting. Ini berarti
responden berharap bahwa keadaan lingkungan yang baik akan selalu terjaga dan
terkait dengan pengembangan obyek wisata yang sangat cocok untuk
dikembangkan sebagai ekowisata. Kesimpulannya, indikator dianggap baik dan
penting untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata terpadu.
Penelitian terakhir yaitu Ibrahim (2015) yang berjudul “Pengembangan
Pantai Lakey-Hu’u Sebagai Destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten
Dompu, Nusa Tenggara Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan
merumuskan faktor penghambat dan pendorong pengembangan Pantai Lakey-
Hu’u. Kemudian menganalisis partisipasi stakeholder dalam mengembangkan
15
Pantai Lakey-Hu’u dan strategi pengembangan pantai Lakey-Hu’u sebagai
destinasi pariwisata berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan analisis data
deskriptif kualitatif dan analisis SWOT. Data penelitian dikumpulkan melalui
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil analisis terhadap faktor
penghambat dan faktor pendukung pengembangan Pantai Lakey-Hu’u adalah
sebagai berikut: faktor penghambat: sumber daya manusia belum memadai dan
keamanan. Adapun faktor pendorong yaitu keanekaragaman atraksi wisata antara
lain: wisata minat khusus, wisata alam, dan wisata sejarah/budaya. Strategi
Pengembangan Pantai Lakey-Hu’u sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan
dianalisis dengan pendekatan analisis SWOT, menghasilkan strategi-strategi
sebagai berikut: Strategi SO (strength opportunities) yaitu pemberdayaan
masyarakat melalui pelatihan, pengembangan dan penggalian sejarah dan budaya,
dan menjaga sumber mata air. Strategi WO (weakness opportunities) yaitu:
Strategi pengembangan sarana pendukung aktivitas wisata, strategi
mengembangkan aksessibilitas dan akomodasi, strategi penghijauan, promosi
destinasi pariwisata bekerjasama dengan stakeholders, dan strategi
memaksimalkan anggaran pengembangan destinasi pariwisata melalui kerjasama.
Strategi ST (strength threath) yaitu: Strategi membuat aturan/perda khusus
destinasi pariwisata Lakey-Hu’u. Strategi WT (weakness threath) yaitu: Strategi
melakukan penyuluhan kepada masyarakat setempat, strategi mengupayakan
adanya pasar untuk kebutuhan hotel/restoran di destinasi pariwisata, strategi
pengembangan SDM dalam bidang pariwisata melalui pelatihan, dan strategi
peningkatan pengawasan terhadap kegiatan wisata.
16
2.2 Konsep
Konsep dalam penelitian ini adalah beberapa pengertian dasar yang secara
langsung maupun tidak langsung terkait dengan penelitian ini. Sumber bacaan
yang relevan untuk mendukung penelitian ini sangat diperlukan sebagai sumber
kritik agar nilai keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan sebagai
karya ilmiah. Sebagai sumber kepustakaan yang relevan adalah sebagai berikut:
2.2.1 Ekspektasi Wisatawan
Kata ekspektasi berasal dari bahasa Inggris, yang berarti expectation atau
expectancy. Bila diterjemahkan langsung kedalam bahasa Indonesia berarti
harapan atau tingkat harapan. Secara sederhana pengertian ekspektasi adalah
harapan (Widodo, 2013).
Dalam uraian yang di kemukakan oleh Aldo (2012), dalam bahasa Inggris,
kita dapat menerjemahkan harapan dari kata hope dan expectation. Kedua kata ini
kelihatannya sama, namun dalam pemahamannya adalah berbeda. Hope dan
expextation adalah dua kata yang sering membuat bingung karena kesamaan
dalam konotasinya. Sebenarnya ada beberapa perbedaan antara kedua kata dan
istilah tersebut.
Expectations sering dicirikan untuk sebuah keinginan yang tidak
terpenuhi. Di sisi lain hope bukan tentang keinginan yang terpenuhi. Hope selalu
mengenai sesuatu yang mungkin terjadi. Sedangkan Expectations lebih luas
bahkan sebagian besar mengenai sesuatu yang tidak mungkin terjadi (sulit
terjadi). Pemahaman ini paling tidak menurut ukuran kondisi seseorang pada saat
17
ini terhadap sesuatu yang diinginkan dapat terjadi di masa depan. Ini adalah salah
satu perbedaan utama dari keduanya.
Hope adalah semua tentang imajinasi yang sangat mungkin terjadi
sedangkan expectation sering menyangkut imajinasi yang berlebihan dan sulit
terjadi. Expectations membuat orang seolah-olah dapat mengendalikan hidupnya
karena gairah dan obsesi, sementara hope adalah chance (kesempatan) atau
probabilitas dimana seseorang cenderung pasrah.
Expectation adalah pola pikir yang jauh lebih aktif bila dibandingkan
dengan hope. Hal ini karena fakta menunjukan bahwa ketika seseorang berharap
(hope) akan sesuatu, orang tersebut kadang lebih berserah diri pada takdir
(destiny). Sedangkan dalam kasus Expectation, seseorang mengupayakan segala
upaya untuk menggapai atau merealisasikannya.
Expectation kadang-kadang dapat disamakan dengan keadaan "berharap-
harap cemas". Perbedaan penting lainnya antara hope dan expectation adalah
bahwa expectation mungkin tidak realistis. Di sisi lain hope selalu tentang
sesuatu yang realistis. Dalam pengertian ini terkadang Expectation seolah-olah
merupakan wujud dari Fantasy atau Illusion.
Expectation sering membawa kejutan, sedangkan Hope tidak selalu
membawa kejutan. Hal ini karena Hope melihat suatu kenyataan dan berharap
sesuatu darinya. Di sisi lain karena tidak adanya realitas dalam expectation,
sering berakhir pada sebuah keheranan atau kejutan.
Hasil dari expectation sering membuat kekecewaan sedangkan hope tidak
selalu mengakibatkan kekecewaan. Pikiran seseorang berada dalam keadaan atau
18
kesiapan dalam hal hope. Di sisi lain pikiran seseorang tidak dalam keadaan siap
untuk menerima kenyataan dalam hal expectation.
Berdasarkan pembahasan yang dikemukakan oleh Aldo diatas, penulis
menyimpulkan bahwa ekspektasi wisatawan merupakan sebuah keinginan atau
harapan seseorang (wisatawan) terhadap sesuatu yang belum terpenuhi.
2.2.2 Destinasi Pariwisata
Semenjak dilakukan studi mengenai pemilihan destinasi banyak terjadi
perbedaan di antara berbagai pendekatan dalam mendefinisikan destinasi.
Destinasi yang di Indonesia juga disebut daerah tujaun wisata (DTW)
didefinisikan secara tradisional sebagai suatu daerah geografi yang dirumuskan
seperti negara, pulau dan sebuah kota Hall (2000) (dalam Budiartha, 2011: 17).
Menurut Undang-Undang Kepariwisataan No. 10. Tahun 2009 (pasal 1
ayat 6) menyatakan bahwa daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut
Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih
wilayah administratif fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya pariwisata.
Destinasi merupakan suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang
signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang
dilalui selama perjalanan (misalnya daerah transit). (Pitana dan Diarta, 2009:
126). Secara umum Burkat dan Medlik (1981) (dalam Madiun, 2010: 54)
mengetengahkan bahwa yang dimaksud dengan destinasi pariwisata adalah suatu
unit geogafis yang dapat berupa suatu pusat wilayah, suatu desa atau kota, daerah,
pulau, suatu negara atau kontinen. Lebih lanjut Prasiasa (2013: 21)
19
mengemukakan bahwa destinasi pariwisata merupakan sebuah wilayah, tempat di
mana wisatawan dapat menikmati variasi dari berbagai jenis pengalaman selama
berwisata.
Di daerah tujuan wisatawan membutuhkan layanan jasa untuk menjawab
tiga kebutuhan wisatawan yakni: (a) something to see yaitu sesuatu yang dilihat,
diamati, disaksikan atau ditonton bersifat unik dan atraktif. (b) Something to do:
sesuatu yang ingin dilakukan berupa kegiatan yang menghibur dan
menyenangkan, dan (c) Something to buy: sesuatu yang ingin dibeli sebagai
cendera mata (soevenir) berupa produk yang khas daerah serta mudah di kemas.
Lebih lanjut (Yoeti, 1996) (dalam Budiartha, 2011: 18) mengemukakan bahwa
dengan perkembangan spectrum pariwisata yang makin luas, maka syarat tersebut
masih perlu ditambah, yakni: (d) sesuatu yang dapat dinikmati, yakni hal-hal yang
memenuhi selera dan cita rasa wisatawan dalam arti luas, dan (e) sesuatu yang
berkesan, sehingga mampu menahan wisatawan lebih lama atau mendorong untuk
melakukan kunjungan ulang. Destinasi wisata merupakan salah satu elemen yang
paling penting karena menjadi alasan orang-orang melakukan perjalanan wisata
serta daya tarik wisata yang ada di dalamnya akan menarik kunjungan wisatawan
(Cooper dkk, 1993).
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa destinasi pariwisata adalah sebuah kawasan yang memiliki daya tarik
wisata yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung dalam waktu sementara,
serta terdapat berbagai macam fasilitas-fasilitas penunjang untuk mendukung
jalannya kegiatan kepariwisataan.
20
Menurut Kusudianto (1996) (dalam Pitana dan Diarta, 2009: 126),
destinasi wisata dapat digolongkan atau dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri
destinasi tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Destinasi sumber daya alam, seperti iklim, pantai, hutan
2. Destinasi sumber daya budaya, seperti tempat bersejarah, museum, teater, dan
masyarakat lokal.
3. Fasilitas rekreasi, seperti taman hiburan.
4. Event seperti Pesta Kesenian Bali, Pesta Danau Toba, pasar malam.
5. Aktivitas spesifik, seperti kasino di Genting Highland Malaysia, Wisata
Belanja di Hong Kong.
6. Daya tarik psikologis, seperti petualangan, perjalanan romantis,
keterpencilan.
2.3 Kajian Teori
Penelitian ini dalam mengkaji masalah persepsi dan ekspektasi wisatawan
mancanegara terhadap kualitas komponen destinasi pariwisata Lakey-Hu’u maka
teori yang relevan sebagai alat dan dasar yang digunakan untuk pemetaan masalah
adalah Teori Komponen Produk Wisata dan Teori Persepsi. Berikut uraian,
asumsi dasar dan cara kerja kedua teori tersebut:
2.3.1 Teori Komponen Produk Wisata
Produk wisata bukanlah suatu produk yang nyata, produk ini merupakan
suatu rangkaian jasa yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat
ekonomis, tetapi juga yang bersifat sosial, psikologi dan alam, walaupun produk
21
wisata itu sendiri sebagian besar dipengaruhi oleh tingkah laku ekonomi
(Suwantoro, 2004). Sebagai komponen yang dinikmati oleh wisatawan di suatu
daya tarik wisata, komponen tersebut wajib terpenuhi yaitu berupa atraksi,
fasilitas dan aksesibilitas yang terdapat pada suatu destinasi pariwisata.
Banyak ahli telah mengemukakan tentang teori komponen-komponen
produk wisata, Menurut Yoeti (2002: 211) bahwa keberhasilan suatu tempat
wisata hingga tercapainnya kawasan wisata sangat tergantung pada 3A yaitu
atraksi (Attraction), mudah dicapai (Accessibilty), dan fasilitas (Amenities).
Mason (2000: 46) (dalam Ariani, 2012) telah membuat rumusan tentang
komponen-komponen produk wisata antara lain: (1) Atraksi, yaitu daya tarik
wisata, baik alam, budaya maupun buatan manusia seperti festival atau pentas
seni. (2) Aksesibilitas, yaitu kemudahan untuk mencapai tempat tujuan wisata. (3)
Amenities yaitu fasilitas untuk memperoleh kesenangan, dalam hal ini dapat
berbentuk akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan (tangible and intagible
products). (4) Networking, yaitu jaringan kerjasama yang berkaitan dengan
produk yang ditawarkan baik lokal, nasional maupun internasional.
Menurut Cooper dkk (1993: 84-86) bahwa terdapat empat komponen yang
harus dimiliki oleh sebuah destinasi wisata antara lain: (1). Atraksi/Attraction,
seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan seni
pertunjukkan, (2). Fasilitas/Amenities, seperti tersedianya akomodasi, rumah
makan, dan agen perjalanan, (3). Aksesibilitas/Acces, seperti transportasi lokal
dan tersedianya pelayanan penyewaan mobil, serta tersedianya terminal maupun
bandara untuk mempermudah akses menuju lokasi wisata. (4) Ancillary service
22
yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisata seperti
destination marketing management organization, convetional and visitor bureau.
Burkat dan Medlik (1981) (dalam Madiun, 2010: 54) menjelaskan
seberapa penting suatu unit geografis sebagai suatu destinasi pariwisata,
ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu; atraksi, aksesibilitas dan fasilitas.
Keseluruhan komponen ini akan sekaligus merefleksikan kualitas dari destinasi
wisata. Lebih lanjut menurut Madiun (2010: 55), dari paparan tersebut tidak
secara eksplisit dijelaskan mengenai partisipasi masyarakat sebagai komponen
penentu keberadaan sebuah destinasi pariwisata. Namun apabila ditelaah secara
mendalam, peranan partisipasi masyarakat sesungguhnya ada pada setiap
komponen yang memungkinkan keberadaan suatu destinasi pariwisata. Dengan
kata lain, menurut Madiun bahwa peranan partisipasi masyarakat sudah dijelaskan
secara implisit dalam pengertian destinasi maupun faktor-faktor yang menentukan
kualitas destinasi pariwisata tersebut. Kriteria tambahan sebagai pelengkap dari
beberapa teori tentang komponen produk wisata yang dikemukakan oleh para ahli
diatas, Madiun (2008: 54) menambahkan satu komponen tambahan yang menjadi
inti dari pengembangan pariwisata itu sendiri yaitu Community Involvement.
Community Involvement merupakan keterlibatan masyarakat dalam
memberikan pelayanan dan hubungan yang tercipta antara wisatawan dan
masyarakat lokal di sebuah destinasi, akan mempengaruhi juga apakah destinasi
tersebut baik atau tidak untuk dikunjungi oleh wisatawan. Lebih lanjut Madiun
menjelaskan keterlibatan masyarakat dalam memberikan pelayanan, masyarakat
di sebuah destinasi harus memiliki tiga kompetensi yaitu knowledge
23
(pengetahuan), skill (keterampilan berkomunikasi) dan attitude (sikap dan tingkah
laku masyarakat). Ketiga kompetensi tersebut sangat diperlukan dalam
memberikan pelayanan sehingga akan tercipta hubungan baik antara masyarakat
dan wisatawan.
Keseluruhan teori tentang komponen produk wisata yang dikemukakan
oleh para ahli di atas dapat disederhanakan pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1
Komponen Produk Wisata
No Nama Komponen Indikator
1 Yoeti
Attraction
Accessibility
Amenities
Ekonomi yang berkelanjutan,
keberlanjutan ekologi, hotel, dan
transportasi
2 Mason
Attraction
Accessibility
Amenities
Networking
Pentas seni, kemudahan menuju tempat
wisata, hotel, kebersihan dan
keramahtamahan, kerjasama antar
stakeholder
3 Cooper
Dkk
Attraction
Amenities
Acces
Ancillary Services
Alam, kebudayaan, kesenian, hotel,
rumah makan, travel agent, alat
transportasi, terminal, bandara dan
organisasi pemerintan maupun non
pemerintah
4 Madiun Community
involvement
Knowledge (pengetahuan), skill
(keterampilan) dan attitude (sikap)
Sumber: Yoeti (2002), Mason (2000), Cooper (1993), Madiun (2008)
Penggunaan teori komponen produk wisata ini bertujuan untuk mengkaji
rumusan masalah pertama yaitu bagaimanakah kondisi komponen penentu
destinasi pariwisata, serta rumusan masalah ketiga yaitu bagaimanakah program
improvisasi komponen-komponen destinasi pariwisata Lakey-Hu’u, Kabupaten
Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berkaitan dengan teori komponen produk
wisata, penulis akan mengambil referensi dari dua pendapat ahli yaitu Madiun
24
(2008) dan Cooper Dkk (1993). Karena penulis beranggapan bahwa teori yang
dikemukakan oleh kedua ahli tersebut sangat relevan dengan tujuan penulisan.
2.3.2 Teori Persepsi
Terbentuknya persepsi dimulai dengan pengamatan yang melalui proses
hubungan melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, dan menerima sesuatu hal
yang kemudian seseorang menseleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasikan
informasi yang diterimanya menjadi suatu gambaran yang berarti. Terjadinya
pengamatan ini dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau dan sikap sesorang
dari individu. Biasanya persepsi ini hanya berlaku bagi dirinya sendiri dan tidak
bagi orang lain. Selain itu juga persepsi ini tidak bertahan seumur hidup, dapat
berubah sesuai dengan perkembangan pengalaman, perubahan, kebutuhan, dan
sikap dari seseorang baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut Kotler (1993: 219) persepsi adalah proses bagaimana seseorang
menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi
untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Persepsi dapat diartikan
sebagai suatu proses kategorisasi dan interpretasi yang bersifat selektif. Adapun
faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah karakteristik orang yang
dipersepsi dan faktor situasional.
Menurut Thoha (2003: 154), ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang yaitu:
1. Faktor internal: Perasaan, sikap, dan kepribadian individu, prasangka,
keinginan, atau harapan, perhatian (focus), proses belajar, keadaan fisik,
gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi
25
2. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,
pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan,
pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar.
Pendapat lain yang mengemukakan tentang faktor yang mempengaruhi
persepsi (lihat Gaspersz, 1997: 35) yaitu (1) Pengalaman masa lalu dapat
mempengaruhi seseorang karena manusia biasanya akan menarik kesimpulam
yang sama dengan apa yang dia lihat, dengan dan rasakan. (2) Keinginan dapat
mempengaruhi persepsi seseorang dalam hal membuat keputusan. Manusia
cenderung menolak tawaran yang tidak sesuai dengan apa yang dia lihat. (3)
pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan pengalaman
yang telah dialaminya. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi seseorang.
Menurut Sereno dan Bodaken (1975), persepsi terdiri dari tiga aktivitas
yaitu seleksi, organisasi dan interpretasi. Seleksi sendiri mencakup sensasi dan
atensi sedangkan interpretasi melekat pada organisasi. Ketiga aktivitas tersebut
dapat dirangkum sebagai berikut: (1) Dalam sensasi, melalui pengindraan kita
mengetahui dunia. Sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak lewat
penglihatan, pendengaran sentuhan, penciuman dan pengecapan. Segala macam
ransangan yang diterima kemudian dikirimkan ke otak. (2) Atensi tidak terelakkan
karena sebelum kita merespon atau menafsirkan kejadian atau ransangan apapun,
kita harus terlebih dahulu memperhatikan kejadian atau ransangan tersebut. Ini
berarti bahwa persepsi mensyaratkan kehadiran suatu objek untuk di persepsi
termaksud orang lain dan juga diri sendiri. (3) Tahap terpenting dalam persepsi
adalah Interpretasi atas informasi yang kita peroleh melalui salah satu atau lebih
26
indera kita. Namun kita tidak bisa menginterpretasikan makna setiap objek secara
lansung, melainkan menginterpretasikan makna yang kita percayai mewakili
objek tersebut. Jadi pengetahuan yang diperoleh melalui persepsi bukan
pengetahuan mengenai objek sebenarnya, melainkan pengetahuan mengenai
bagaimana tampaknya objek tersebut.
Walgito (2004: 70) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat
dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
1. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.
Stimulus dapat datang luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat
datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai
syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.
2. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di
samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan
stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai
pusat kesabaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris
yang dapat membentuk persepsi seseorang.
3. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam
rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau kosentrasi
27
dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpul
objek.
Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama
lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi suatu objek,
stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau
kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun
situasinya sama. Perbedaan persepsi dapat diterusi pada adanya perbedaan-
perbedaan individu, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan salam sikap atau
motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri
seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalamam, proses belajar dan
pengetahuan.
Berdasarkan teori persepsi yang ditulis oleh Sarwono, Reisinger, Turner
(dalam Permana, 2013: 39) dinyatakan bahwa keterlibatan teori persepsi terhadap
masalah penelitian adalah persepsi merupakan suatu bentuk penafsiran dengan apa
saja yang pernah dialami oleh seseorang atau masyarakat, dari bentuk penafsiran
mereka maka akan menghasilkan suatu pandangan untuk melihat tentang daya
tarik atau tujuan tersebut. Penggunaan teori persepsi dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui persepsi wisatawan terhadap kualitas komponen
destinasi pariwisata yang terdapat di Lakey-Hu,u.
2.4 Model Penelitian
Penelitian ini diawali dengan melihat perkembangan serta fenomena yang
terjadi di kawasan pariwisata Kabupaten Dompu. Perkembangan pariwisata
Kabupaten Dompu saat ini masih bertumpu pada pariwisata massal dan pariwisata
28
alternatif. Ada beberapa kawasan pariwisata yang perkembangannya sudah
mengalami peningkatan yaitu Lakey-Hu’u sebagai kawasan pariwisata massal.
Sedangkan kawasan Pulau Satonda dan Taman Nasional Gunung Tambora
merupakan kawasan yang berkonsep pariwisata alternatif.
Perkembangan destinasi pariwisata Lakey-Hu’u yang terus meningkat
tidak diiringi oleh pengelolaan kawasan yang optimal sehingga menimbulkan
fenomena turunya jumlah kunjungan wisatawan di setiap tahunnya, serta
keberadaan unsur-unsur pariwisata yang tidak dikelola secara optimal sebagai
memicu atau penarik untuk mendalami permasalahan tentang topik dalam
penelitian ini yaitu kondisi komponen penentu destinasi pariwisata Lakey-Hu’u,
persepsi dan ekspektasi wisatawan terhadap kualitas komponen destinasi
pariwisata Lakey-Hu’u dan program improvisasi komponen destinasi pariwisata
Lakey-Hu’u.
Beberapa pendekatan konsep dan teori dipakai untuk menggambarkan
serta membahas fenomena masalah yang terjadi. Beberapa konsep tersebut seperti
konsep ekspektasi dan destinasi pariwisata merupakan konsep yang perlu
diterapkan. Selanjutnya teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori
komponen produk wisata dan teori persepsi.
Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan kondisi komponen penentu
destinasi pariwisata, menganalisis persepsi dan ekspektasi wisatawan terhadap
kualitas komponen destinasi pariwisata Lakey-Hu’u, serta mendeskripsikan
program improvisasi komponen destinasi pariwisata Lakey-Hu’u. Penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, untuk mengukur persepsi dan
29
eskpektasi wisatawan menggunakan Skala Likert, serta penggunaan metode
statistika yang bertujuan untuk menentukan prioritas tindakan yang harus
dilakukan yaitu analisis kepentingan kinerja (Importance-Performance analysis).
Pengkajian atas indikator-indikator dalam analisis yang dilakukan secara
mendalam sehingga akan menghasilkan penemuan-penemuan yang berkaitan
dengan persepsi dan ekspektasi wisatawan terhadap kualitas komponen destinasi
pariwisata Lakey-Hu’u. Dengan demikian, pembahasan dan temuan-temuan dari
penelitian ini akan dijadikan sebagai kesimpulan yang dapat digunakan sebagai
rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten Dompu dan pihak swasta sebagai
pengelola Lakey-Hu’u. Adapun model penelitiannya dapat dilihat pada Gambar
2.1
30
Gambar 2.1
Model Penelitian
Keterangan :
: Pengaruh : Relasi
: Unit Analisis
Teori
1. Komponen Produk wisata
2. Persepsi
Pembahasan dan Temuan-Temuan
Rekomendasi
Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis Data
Masalah
1. Kondisi komponen-komponen penentu
2. Persepsi dan ekspektasi wisatawan
3. Program improvisasi komponen pariwisata
Konsep
1. Ekpektasi Wisatawan
2. Destinasi Pariwisata
Wisatawan Destinasi Pariwisata
Lakey-Hu’u
1. Skala Likert
2. Importance-Performance analysis
(IPA)
Pariwisata Kabupaten Dompu