26
7 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmen 1. Pengertian Komitmen Komitmen seseorang terhadap organisasi seringkali menjadi isu yang sangat penting. Oleh karena pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan/posisi yang ditawarkan untuk lowongan pekerjaan. Meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang organisasi maupun guru, tetapi belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi yang kondusif sehingga organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Mowday,dkk (1982 : 27) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Komitmen seorang dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu : (1) Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. (2) Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. (3) Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi). komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang guru terhadap organisasinya. Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana guru sangat tertarik

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

7

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Tinjauan tentang Komitmen

1. Pengertian Komitmen

Komitmen seseorang terhadap organisasi seringkali menjadi isu yang sangat

penting. Oleh karena pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi

berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu

jabatan/posisi yang ditawarkan untuk lowongan pekerjaan. Meskipun hal ini sudah

sangat umum namun tidak jarang organisasi maupun guru, tetapi belum memahami

arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah

penting agar tercipta kondisi yang kondusif sehingga organisasi dapat berjalan

secara efisien dan efektif.

Mowday,dkk (1982 : 27) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai

kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan

dirinya kedalam bagian organisasi. Komitmen seorang dapat ditandai dengan tiga hal,

yaitu : (1) Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. (2) Kesiapan dan

kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. (3)

Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian

dari organisasi). komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap

nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi

kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota

organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang guru terhadap

organisasinya. Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana guru sangat tertarik

Page 2: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

8

terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi

artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai

organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi

kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam

komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam

pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2. Jenis dan Tingkatan Komitmen

Setiap guru memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan

komitmen organisasi yang dimilikinya. Guru yang memiliki komitmen organisasi

dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan guru yang berdasarkan

continuance. Guru yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk

menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang

terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain,

sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu,

komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi,

tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki guru . Komponen

normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada guru untuk memberi balasan atas

apa yang telah diterimanya dari organisasi.

Komitmen organisasi seperti yang telah diuraikan di atas lebih dikenal

sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Mowday dkk, (1982 : 51) bahwa

komitmen organisasi ini memiliki tiga komponen yaitu sikap dan kehendak untuk

bertingkah laku. Sikap mencakup: (1) Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan

tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi.

Identifikasi guru tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi,

Page 3: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

9

kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari

organisasi. (2) Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi

tersebut. Guru yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas

dna tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya. (3) Kehangatan, afeksi dan

loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya

ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan guru . Guru dengan

komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi

terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam berorganisasi, memiliki loyalitas

serta afeksi positif terhadap kegiatan pendidikan di sekolah. Selain itu tampil tingkah

laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan

organisasi dalam jangka waktu lama.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen

Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi

karakteristik pribadi individu, karakteristik organisasi, dan pengalaman selama

berorganisasi. Aspek yang termasuk ke dalam karakteristik organisasi adalah struktur

organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi, dan bagaimana kebijaksanaan

organisasi tersebut disosialisasikan. Karakteristik pribadi terbagi ke dalam dua

variabel, yaitu variabel demografis; dan variabel disposisional. Variabel demografis

mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya seseorang

pada suatu organisasi. Dalam beberapa penelitian ditemukan adanya hubungan antara

variabel demografis tersebut dan komitmen berorganisasi, namun ada pula beberapa

penelitian yang menyatakan bahwa hubungan tersebut tidak terlalu kuat.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

10

Variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang dimiliki

anggota organisasi. Hal-hal lain yang tercakup ke dalam variabel disposisional ini

adalah kebutuhan untuk berprestasi dan etos yang baik. Selain itu kebutuhan untuk

berafiliasi dan persepsi individu mengenai kompetensinya sendiri juga tercakup ke

dalam variabel ini. Variabel disposisional ini memiliki hubungan yang lebih kuat

dengan komitmen berorganisasi, karena adanya perbedaan pengalaman masing-

masing anggota dalam organisasi tersebut. Sedangkan pengalaman berorganisasi

tercakup ke dalam kepuasan dan motivasi anggota organisasi selama berada dalam

organisasi, perannya dalam organisasi tersebut, dan hubungan antara anggota

organisasi dengan supervisor atau pemimpinnya.

Mowday, dkk (1982 : 182) Perbedaan yang lebih tradisional ini memiliki

implikasi tidak hanya kepada definisi dan pengukuran komitmen, tapi juga

pendekatan yang digunakan dalam berbagai penelitian perkembangan dan

konsekuensi komitmen. Attitudinal commitment berfokus pada proses bagaimana

seseorang mulai memikirkan mengenai hubungannya dalam organisasi atau

menentukan sikapnya terhadap organisasi. Dengan kata lain hal ini dapat dianggap

sebagai sebuah pola pikir di mana individu memikirkan sejauh mana nilai dan

tujuannya sendiri sesuai dengan organisasi di mana ia berada. Sedangkan behavioral

commitment berhubungan dengan proses di mana individu merasa terikat kepada

organisasi tertentu dan bagaimana cara mereka mengatasi setiap masalah yang

dihadapi.

Penelitian mengenai Attitudinal commitment melibatkan pengukuran

terhadap komitmen (sebagai sikap atau pola pikir), bersamaan dengan variabel lain

yang dianggap sebagai penyebab, atau konsekuensi dari komitmen. Tujuan dari

Page 5: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

11

penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa komitmen yang kuat

menyebabkan terjadinya tingkah laku anggota organisasi sesuai dengan yang

diharapkan (dari perspektif organisasi), seperti anggota organisasi jarang untuk tidak

hadir dan perpindahan ke organisasi lain lebih rendah, dan produktivitas yang lebih

tinggi. Tujuan yang kedua menunjukkan karakteristik individu dan situasi kondisi

seperti apa yang mempengaruhi perkembangan komitmen berorganisasi yang tinggi.

Dalam behavioral commitment anggota dipandang dapat menjadi

berkomitmen kepada tingkah laku tertentu, daripada pada suatu entitas saja. Sikap

atau tingkah laku yang berkembang adalah konsekuensi komitmen terhadap suatu

tingkah laku. Contohnya anggota organisasi yang berkomitmen terhadap

organisasinya, mungkin saja mengembangkan pola pandang yang lebih positif

terhadap organisasinya, konsisten dengan tingkah lakunya untuk menghindari

disonansi kognitif atau untuk mengembangkan self-perception yang positif. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk menentukan kondisi yang seperti apa yang membuat

individu memiliki komitmen terhadap organisasinya.

Komitmen dianggap sebagai psychological state, namun hal ini dapat

berkembang secara retrospektif (sebagai justifikasi terhadap tingkah laku yang sedang

berlangsung) sebagaimana diajukan pendekatan behavioral, sama seperti juga secara

prospektif (berdasarkan persepsi dari kondisi saat ini atau di masa depan di dalam

organisasi) sebagaimana dinyatakan dalam pendekatan attitudinal.

Definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk

psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan

organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan

keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang

Page 6: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

12

memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian

dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap

organisasi. Komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan

dan nilainilai organisasi , di mana individu akan berusaha dan berkarya serta memiliki

hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut.

Berdasarkan berbagai definisi mengenai komitmen terhadap organisasi maka

dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap organisasi merefleksikan tiga dimensi

utama, yaitu komitmen dipandang merefleksikan orientasi afektif terhadap organisasi,

pertimbangan kerugian jika meninggalkan organisasi, dan beban moral untuk terus

berada dalam organisasi.

Faktor utama yang membuat orang tidak dapat mempertahankan

komitmen yang telah ia buat sebelumnya, yaitu : (1) Internal (diri sendiri),

seperti : (a) Ceroboh saat akan mengambil keputusan, sehingga menyesal

dikemudian hari, (b) Kurang berpikir panjang sewaktu menganalisa resiko-resiko

yang akan dihadapi apabila ia mengambil keputusan, (c) Keyakinan goyah disebabkan

karena seseorang tidak kuat mentalnya, (2) Eksternal (di luar diri sendiri), seperti : (a)

Lingkungan, seringkali karena pengaruh lingkungan, seseorang gagal dalam

mempertahankan komitmennya. Didalamnya termasuk peran keluarga, pasangan, atau

sahabat/teman, (b) Gaya hidup yang tidak benar. Perkembangan jaman, selain

membawa dampak positif, juga terkadang membawa dampak negatif bagi seseorang,

(c) Pengaruh uang, tidak bisa dipungkiri, uang memiliki power yang besar dalam

hidup ini. Apabila seseorang tidak kuat mental, komitmen yang dibuat seseorang

dapat kandas di tengah jalan. (d) Tidak tahan pada pasang surut kehidupan.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

13

Beberapa orang dapat terpengaruh akibat kehidupan yang dijalaninya, sehingga ia

menyerah pada kehidupan.

Individu dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan

emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan

memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap

organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment yang lebih rendah.

Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment memiliki hubungan

yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam

organisasi. Hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang

dilakukan, individu dengan affective commitment akan be lebih keras dan

menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih

rendah.

Meyer (1997:98 ) menyatakan individu dengan affective commitment tinggi

akan lebih mendukung kebijakan organisasi dibandingkan yang lebih rendah.

Affective commitment memiliki hubungan yang erat dengan pengukuran self-reported

dari keseluruhan hasil pekerjaan individu

Individu dengan affective commitment yang tinggi cenderung untuk

melakukan internal whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan kepada bagian

yang berwenang dalam organisasi) dibandingkan external whistle-blowing (yaitu

melaporkan kecurangan atau kesalahan organisasi pada pihak yang berwenang).

4. Upaya Pembentukan Komitmen

Mowday, dkk (1992:56) mengatakan bahwa untuk menumbuhkan komitmen

dalam organisasi maka memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan

dan loyalitas guru terhadap organisasi.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

14

a. Identifikasi

Identifikasi, adalah upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kepercayaan

diri seorang guru terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan

organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para guru ataupun dengan

kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan guru dalam tujuan

organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para

guru dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa guru dengan

rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena guru

menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan

pribadi mereka pula .

b. Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi guru dalam aktivitas-aktivitas penting untuk

diperhatikan karena adanya keterlibatan guru menyebabkan mereka akan mau dan

senang be sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman . Salah satu cara

yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan guru adalah dengan memancing

partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat

menumbuhkan keyakinan pada guru bahwa apa yang telah diputuskan adalah

merupakan keputusan bersama. Di samping itu, dengan melakukan hal tersebut maka

guru merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan

konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang

telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan.

Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa

keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga

benar-benar tidak dapat masuk. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada

Page 9: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

15

individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan guru yang keterlibatannya lebih

rendah.

Robbins, (2003 : 87) mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila

mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama, dan

salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta

kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh guru dalam organisasi. Apabila kebutuhan

tersebut dapat terpenuhi hingga guru memperoleh kepuasan , maka guru pun akan

menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan

kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan

organisasilah, kepentingan merekapun akan lebih terpuaskan.

c. Loyalitas

Loyalitas guru terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang

untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan

mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan guru

untuk mempertahankan diri be dalam organisasi adalah hal yang penting dalam

menunjang komitmen guru terhadap organisasi dimana mereka be. Hal ini dapat

diupayakan bila guru merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi

tempat ia bergabung untuk bekerja.

Memperhatikan uraian di atas, maka terlihat bahwa komitmen individu

terhadap organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang terjadi secara sepihak. Dalam

hal ini organisasi dan guru (individu) harus secara bersama-sama menciptakan

kondisi yang kondusif untuk mencapai komitmen yang dimaksud. Sebagai contoh

seorang guru yang semula kurang memiliki komitmen, namun setelah be ternyata

selain ia mendapat imbalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ternyata didapati

Page 10: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

16

adanya hal-hal yang menarik dan memberinya kepuasan. Hal itu tentu akan memupuk

berkembangnya komitmen individu tersebut terhadap organisasi. Apalagi jika tersedia

faktor-faktor yang dapat memberikan kesejahteraan hidup atau jaminan keamanan,

misalnya ada koperasi, ada fasilitas transportasi, ada fasilitas yang mendukung

kegiatan maka dapat dipastikan ia dapat be dengan penuh semangat, lebih produktif,

dan efisien dalam menjalankan tugasnya. Sebaliknya jika iklim organisasi dalam

organisasi tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kurang

harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis komitmen

individu terhadap organisasi menjadi makin luntur atau bahkan mungkin ia cenderung

menjelek-jelekkan tempat nya. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai

gejolak seperti korupsi, mogok , unjuk rasa, pengunduran diri, terlibat tindakan

kriminal dan sebagainya.

Inti pengertian komitmen dari kedua pendapat di atas adalah kesungguhan

dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan prosedur yang telah

ditentukan serta budaya yang dianut oleh organisasi. Oleh sebab itu hakikat

komitmen adalah suatu tanggung jawab dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang

menjadi kewajiban seseorang dalam suatu lingkungan organisasi.

Pendapat lain mengenai jenis komitmen juga dikemukakan oleh Karina

bahwa dimensi komitmen dalam Berorganisasi dirumuskan tiga dimensi komitmen

dalam berorganisasi, yaitu: affective, continuance, dan normative. Ketiga hal ini lebih

tepat dinyatakan sebagai komponen atau dimensi dari komitmen berorganisasi,

daripada jenis-jenis komitmen berorganisasi. Hal ini disebabkan hubungan anggota

organisasi dengan organisasi mencerminkan perbedaan derajat ketiga dimensi

tersebut, yaitu, (a) Affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional

Page 11: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

17

anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan

anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective

commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang

memiliki keinginan untuk itu, (b) Continuance commitment berkaitan dengan

kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi.

Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi

anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota

organisasi tersebut, (c) Normative commitment menggambarkan perasaan keterikatan

untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative

commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa

dirinya harus berada dalam organisasi tersebut.

Komitmen adalah suatu janji pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang

tercermin dalam tindakan yang selalu mempertahankan janji itu sampai akhir. Setiap

orang dari kecil sampai dewasa pastilah pernah membuat komitmen, meskipun

terkadang komitmen itu seringkali tidak diucapkan dengan kata-kata. Seiring

bertambahnya usia seseorang, maka komitmen yang ada semakin berkembang dalam

penerapannya.

Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena adanya beberapa

faktor, baik dari organisasi, maupun dari individu sendiri. Hal ini menjadi perhatian

semua yang terkait maupun yang berkepentingan untuk dapat melakukan tindakan

untuk mempertahankan komitmen yang sudah terbangun antara peminpin dengan

bawahan guna untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya affective

commitment, continuance commitment, dan normative commitment, masing-masing

memiliki pola perkembangan tersendiri.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

18

1. Proses terbentuknya Affective commitment

Menurut Mathieu dan Zajac (1990 : 171) bahwa ada beberapa penelitian

mengenai antecedents dari affective commitment. Berdasarkan penelitian tersebut

didapatkan tiga kategori besar. Ketiga kategori tersebut yaitu: (1) Karakterisitik

Organisasi. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan affective

commitment adalah sistem desentralisasi, adanya kebijakan organisasi yang adil,

dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu.

Dalam karakteristik organisasi yang dilihat adalah aliran organisasi yang

digunakan, bagaimana praktek kelompok sel dalam organisasi tersebut dan bagaimana

kedudukan kelompok sel sebagai strategi organisasi. (2) Karakteristik Individu. Ada

beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender mempengaruhi affective

commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian. Selain itu usia juga

mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari

beberapa kondisi individu sendiri. Organizational tenure status pernikahan, tingkat

pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos, dan persepsi individu mengenai

kompetensinya (3) Pengalaman. Pengalaman individu yang mempengaruhi proses

terbentuknya affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik

yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu. Hal ini mencakup tantangan

dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan

individu, selain itu peran individu dalam organisasi tersebut, dan hubungannya

dengan atasan, Pengalaman berorganisasi individu didapatkan dari pelayanan yang

dilakukannya dalam organisasi dan juga interaksinya dengan anggota organisasi lain

seperti pemimpinnya.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

19

2. Proses terbentuknya Continuance commitment

Continuance commitment dapat berkembang karena adanya berbagai

tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan

organisasi. Beberapa tindakan atau kejadian ini dapat dibagi ke dalam dua variable,

yaitu investasi dan alternatif. Selain itu proses pertimbangan juga dapat

mempengaruhi individu.

Investasi termasuk sesuatu yang berharga, termasuk waktu, usaha ataupun

uang, yang harus individu lepaskan jika meninggalkan organisasi. Sedangkan

alternatif adalah kemungkinan untuk masuk ke organisasi lain. Proses pertimbangan

adalah saat di mana individu mencapai kesadaran akan investasi dan alternatif, dan

bagaimana dampaknya bagi mereka sendiri.

Investasi dan alternatif yang dialami individu dalam organisasi berbeda

dengan organisasi lain. Investasi dan alternatif yang terjadi lebih terkait dengan

kegiatan-kegiatan khas organisasi dibandingkan keuntungan materi atau kedudukan

yang bisa didapat dari organisasi profit biasa.

3. Proses terbentuknya Normative commitment

Normative commitment terhadap organisasi dapat berkembang dari sejumlah

tekanan yang dirasakan individu selama proses sosialisasi (dari keluarga atau budaya)

dan selama sosialisasi saat individu baru masuk ke dalam organisasi. Selain itu

normative commitment juga berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang

sangat berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali. Faktor lainnya adalah

adanya kontrak psikologis antara anggota dengan organisasinya. Kontrak psikologis

adalah kepercayaan dari masing-masing pihak bahwa masing-masing akan timbal

balik.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

20

B. Pengelolaan Pembelajaran

Dikdasmen (2004:15) menegaskan bahwa: “Pengelolaan pembelajaran

adalah suatu tindakan dalam kegiatan pembelajaran yang meliputi perencanaan,

pengelolaan dan evaluasi dalam rangka pengembangan pengetahuan, keterampilan

dan sikap seorang guru ketika menyampaikan informasi dan berinteraksi dengan

lingkungan.”

Memperhatikan uraian di atas maka inti dari makna pengelolaan

pembelajaran mencakupi pemilihan, penyusunan dan penyampaian informasi dalam

suatu lingkungan yang sesuai dengan cara siswa berinteraksi dengan informasi. Oleh

karena itu seorang guru sangat diperlukan kepemilikan sejumlah komitmen guna

menunjang tugas mengajar. Interaksi yang bermakna dan menyenangkan antara guru

sebagai fasilitator dengan siswa sebagai personal yang belajar perlu dikembangkan

Guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap

usaha pembelajaran. Adapun pengelolaan pembelajaran menurut Muhibbin syah

(2003 : 229) ialah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-

kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak yang meliputi penyusunan

renacana, pengelolaan renaca dan tindakan evaluasi. Guru yang piawai dalam

melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional.

Hal yang senada juga dikemukakan oleh Broke and Stone, (dalam Uzer Moh. 2000 :

14) yaitu : Descriptive of qualitative natur or teacher behavior appears to be entirely

meaningfull. Pendapat ini menekankan bahwa komitmen merupakan gambaran

hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.” Komitmen guru

dalam pengelolaan pembelajaran menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan

atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya, bukan sekedar

Page 15: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

21

pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan

diri untuk memiliki keterampilan yang tinggi dan memiliki suatu tingkah laku yang

dipersyaratkan”.

Kesimpulan dari kedua pendapat di atas adalah komitmen guru adalah

serangkaian tanggung jawab, kewenangan, perilaku rasional yang meliputi kecakapan

atau keterampilan dan pengetahuan yang dilaksanakan secara layak dan bertanggung

jawab. Komitmen mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh

melalui pendidikan, komitmen menunjuk kepada performance dan perbuatan yang

rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pengelolaan tugas-tugas

kependidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan

performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati saja,

tetapi meliputi yang lebih jauh dari itu yang tidak tampak.

Muhibbin Syah (2003 : 230) mengatakan bahwa : “Dalam menjalankan

kewajiban, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) yang

bersifat psikologis, yang meliputi (1) komitmen kognitif (kecakapan ranah cipta); (2)

komitmen afektif (kecakapan ranah rasa); dan (3) komitmen psikomotor (kecakapan

ranah karsa). Di samping itu, ada satu macam komitmen yang diperlukan guru, yakni

komitmen kepribadian.”

Direct and Directive Instruction, merujuk pada pola-pola pembelajaran

dimana guru banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah

kelompok siswa dan menguji keterampilan siswa melaui latihan-latihan dibawah

bimbingan dan arahan guru. Dengan demikian, tujuan pembelajaran distrukturkan

oleh guru.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

22

Model pembelajaran (direct instruction) merujuk pada berbagai teknik

pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari guru) yang melibatkan

seluruh kelas. Pendekatan dalam model pembelajaran ini berpusat pada guru dimana

guru menyampaikan isi akademik dalam format yang sangat terstruktur, mengarahkan

kegiatan siswa, dan mempertahankan fokus pencapaian akademik.

Tujuan utama pembelajaran direktif adalah untuk memaksimalkan

penggunaan waktu belajar siswa. Beberapa temuan dalam teori perilaku diantaranya

adalah pencapaian siswa yang dihubungkan dengan waktu yang digunakan oleh siswa

dalam belajar/tugas dan kecepatan siswa unuk berhasil dalam mengerjakan tugas

sangat positif. Dengan demikian, model pembelajaran langsung dirancang untuk

menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan berorientasi pada pencapaian

akademik. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dalam melakukan tugasnya,

guru dapat menggunakan berbagai media, misalnya film, tape recorder, gambar,

peragaan, dsb. Informasi yang dapat disampaikan dengan strategi direktif dapat

berupa pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan

sesuatu atau pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa

fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Dengan demikian pembelajaran langsung

dapat didefinisikan sebagai model pembelajaran dimana guru mentransformasikan

informasi atau keterampilan secara langsung kepada siswa dan pembelajaran

berorientasi pada tujuan dan distrukturkan oleh guru. Model ini sangat cocok jika

guru menginginkan siswa menguasai informasi atau keterampilan tertentu, akan tetapi

jika guru menginginkan siswa belajar menemukan konsep lebih jauh dan melatihkan

keterampilan berpikir lainnya, maka model ini kurang cocok.

Page 17: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

23

Para ahli psikologi perilaku memfokuskan pada cara-cara melatih seseorang

untuk menguasai sejumlah keterampilan kompleks yang melibatkan kerja yang akurat

dan presisi dan melibatkan koordinasi dengan orang lain. Prinsip pembelajaran

langsung difokuskan pada konseptualisasi kinerja siswa ke dalam tujuan yang akan

dicapai melalui pelaksanaan tugas-tugas yang ahrus dilakukan, dan pengembangan

aktivitas latihan untuk memantapkan penguasaan setiap komponen tugas yang

diberikan. Istilah directive digunakan untuk menekankan pembelajaran dalam

mencapai tujuan bahwa siswa dapat meniru perilaku-perilaku atau keterampilan yang

dimodelkan atau diperagakan atau diinstruksikan oleh guru. Strategi directive

didasarkan pada teori belajar rumpun perilaku, khsususnya.

Dilihat dari tugas dan tanggung jawabnya, tenaga kependidikan bahwa untuk

menyandang jabatan dan pekerjaan tersebut dituntut beberapa persyaratan. Secara

umum persyaratan tersebut seperti dikemukakan oleh Gumelar dan Dahyat (2003 :

110) sebagai berikut: “ (1) Menuntut adanya keterampilan yang berlandaskan konsep

dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) Menekankan pada suatu keahlian

dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) Menuntut adanya tingkat

pendidikan tinggi; (4) Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari

pekerjaan yang dilaksanakan; (5) Memungkinkan pengembangan sejalan dengan

dinamika kehidupan.”

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, tampaklah secara jelas bahwa untuk

suatu jabatan profesional harus melalui jenjang pendidikan yang mempersiapkannya

dengan bekal pengetahuan, nilai-nilai dan sikap serta keterampilan yang sesuai

dengan bidang profesionalnnya. Gumelar dan Dahyat (2003 : 120) mengatakan :

Sebagai indikator, tenaga kependidikan yang dinilai kompeten secara profesional

Page 18: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

24

apabila memiliki ciri-ciri : (a) Tenaga kependidikan tersebut mampu mengembangkan

tanggung jawab dengan sebaik-baiknya. (b) Tenaga kependidikan tersebut mampu

melaksanakan peranan-peranan secara berhasil. (c) Tenaga kependidikan tersebut

mampu bersaing dalam berusaha mencapai tujuan pendidikan sekolah. (d) Tenaga

kependidikan tersebut harus mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar

mengajar di kelas. “

Untuk membantu proses berpikir guru mengenai hal tersebut. Rohani dan

Ahmadi, 1991: 66) yaitu : “The Teacher as a Decision Maker mengatakan bahwa

guru hendaknya memiliki 4 komitmen : (1) Memiliki pengetahuan tentang “belajar

dan tingkah laku” manusia (peserta didik) serta mampu menerjemahkan teori itu

kedalam situasi yang riil. (2) Memiliki sikap yang tepat terhadap diri sendiri, sekolah,

peserta didik, teman sejawat dan mata pelajaran yang dibina.(3) Menguasai mata

pelajaran yang akan diajarkan. (4) Memiliki keterampilan teknis dalam mengajar,

antara lain : keterampilan merencanakan pelajaran, bertanya, menilai pencapaian

peserta didik, menggunakan strategi mengajar, megelola kelas dan memotivasi peserta

didik. “ Kemudian lebih dalam lagi, Surachmad (1984 : 61-62) melihat bahwa

kecakapan serta pengetahuan dasar seorang guru terletak dalam sedikitnya 4 bidang

utama yaitu : “ (a) Guru harus mengenal setiap murid yang dipercayakan padanya. (b)

Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan, (c) Guru harus memiliki dasar

pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai

dengan tahap-tahap pembangunan, dan (d) Guru harus memiliki pengetahuan yang

bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarkan.

Mengenai konsep tugas dan tanggung jawab guru, dikemukakan oleh

Ametembun, (1975 : 21) mengatakan bahwa,” Guru adalah semua orang yang

Page 19: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

25

berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid–muridnya, baik secara

individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ini berarti

seorang guru perlu memiliki dasar–dasar komitmen sebagai wewenang dan

kemampuan dalam menjalankan tugas.” Untuk itu seorang guru memiliki kepribadian,

menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara – cara mengajar sebagai dasar

komitmen .

Bertitik tolak pada pengertian ini, maka menurut Supriadi (1999 : 97)

mengatakan, “ Wujud dari komitmen guru adalah memiliki kemampuan dan keahlian

khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya

sebagai guru dengan kemampuan maksimal, serta memiliki pengalaman yang kaya di

bidangnya.”

Memang upaya pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru, melainkan

oleh mutu masukkan (siswa), sarana, dan faktor – faktor instrumental lainya. Tapi

semua ini akhirnya tergantung pada mutu pengajaran, dan mutu pengajaran

tergantung pada mutu guru. Untuk itu seorang guru dituntut memiliki lima hal seperti

yang tertuang dalam jurnal educational leadership, Supriadi (1999 : 98), yaitu : “

Pertama, guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajaranya. Ini berarti

bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepentingan siswanya. Kedua, guru menguasai

secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya

kepada para siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melaluli berbagai

teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa dalam tes hasil belajar.

Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar

dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan

Page 20: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

26

refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari

pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, cara baik dan buruk

dampaknya pada proses belajar siswa. Kelima, guru seyogianya merupakan bagian

dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya, PGRI dan organisasi

profesi lainnya”.

Ciri-ciri di atas terasa amat sederhana dan pragramatis. Namun justru

kesederhanaan akan membuat sesuatu lebih mudah dicapai. Di samping itu

profesionalisme guru yang diuraikan tersebut adalah yang bersifat umum dan cukup

luas ruang lingkupnya. Berkenaan dengan ini maka dalam mengoperasionalkannya

pada kegiatan proses pembelajaran di sekolah Debdikbud mengeluarkan keputusan

Nomor : 025/C/1995 yang mengatakan : Komitmen guru dalam pengelolaan proses

pembelajaran minimal menguasai 5 (lima) komitmen yaitu kemampuan menyusun

program pengajaran, melaksanakan program pengajaran, kemampuan melaksanakan

evaluasi hasil belajar siswa, kemampuan menganalisis hasil evaluasi belajar siswa dan

kemampuan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.” Pendapat serupa juga

dikemukakan oleh Suryosubroto (2001 : 19 - 20) bahwa : “Proses belajar mengajar

sebagai wujud perilaku kemampuan profesionalisme guru merupakan kegiatan yang

dimulai perencanaan, pengelolaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut

yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu

pengajaran. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal

dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Dalam proses pembelajaran sebagian

besar hasil belajar siswa ditentukan oleh peranan guru. Guru yang berkompeten akan

lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu

Page 21: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

27

pengelolaan proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat

optimal.”

Perencanaan adalah aktivitas menetapkan sasaran dan tindakan–tindakan

untuk mencapai sasaran. Aktivitas perencanaan guru dalam pengelolaan pembelajaran

meliputi menyiapkan bahan pelajaran, merumuskan tujuan pengajaran, memilih

metode dan sumber belajar dengan tepat, memilih metode yang sesuai dengan tujuan

pengajaran, dan merencanakan penilaian hasil belajar siswa.

Khusus untuk penrencanaan pembelajaran Perrott (1982 : 6) mengatakan

bahwa fungsi perencanaan diperlukan guru untuk membuat keputusan tentang

kebutuhan murid, sasaran hasil dan tujun yang paling sesuai untuk membantu

pertandingan kebutuhan itu, motivasi diperlukan untuk mencapai sasaran hasil dan

tujuan mereka dan strategi pengajaran yang paling sesuai untuk pencapaian sasaran

hasil dan tujuan itu semua. Fungsi perencanaan pada umumnya terjadi ketika guru

adalah sendiri dan sempat mempertimbangkan rencana jangka pendek dan jangka

panjang: kemajuan murid; ketersediaan sumber daya, aquipment dan material;

kebutuhan waktu tentang aktivitas tertentu dan isu lain.

Pada hakikatnya bila suatu kegiatan direncanakan lebih dahulu, maka tujuan

dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya seorang

guru harus memiliki kemampuan dalam merencakan pengajaran. Dengan perencanaan

maka pengelolaan pengajaran menjadi baik dan efektif yaitu murid harus dijadikan

pedoman setiap kali membuat persiapan mengajar.

Program pengajaran merupakan seperangkat rencana bahan pengajaran yang

digunakan sebagai pedoman pengajaran. Program pengajaran tersebut tertuang dalam

silabus yang di dalamnya memuat standar kompetensi, kompetensi dasar dan

Page 22: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

28

indikator. Sebelum tampil di depan kelas, guru harus menguasai bahan atau materi

pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa dan bahan pelajaran yang mendukung

jalannya proses belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar di sekolah pada

hakikatnya merupakan perwujudan pengelolaan program pengajaran yang telah

digariskan dalam kurikulum. Oleh karena itu sebelum melaksanakan kegiatan belajar

mengajar guru harus memahami benar isi dari silabus tersebut, yang meliputi tujuan

kurikuler, tujuan instruksional, serta materi / bahan pelajaran yang diajarkan.

Analisis materi pelajaran adalah hasil dari kegiatan yang berlangsung sejak

seorang guru mulai meneliti isi silabus kemudian mengkaji materi dan

menjabarkannya serta mempertimbangkan penyajiannya. Analisis materi pelajaran

merupakan salah satu bagian dari rencana kegiatan belajar mengajar yang

berhubungan erat dengan materi pelajaran dan strategi penyajiannya.

Depdikbud (1995 : 23) menegaskan bahwa : “Fungsi analisis materi

pelajaran sebagai acuan untuk menyusun program pengajaran yaitu program tahunan,

program semester, program satuan pelajaran dan rencana pengajaran. Sasaran analisis

materi pelajaran yang merupakan komponen utama, meliputi (a) terjabarnya

tema/konsep/pokok bahasan/sub pokok bahasan konsep / sub konsep / sub tema. (b)

terpilihnya metode yang efektif dan efisien, (c) terpilihnya sarana pembelajaran yang

paling cocok, (d) tersedianya alokasi waktu sesuai dengan lingkup materi ke dalam

materi dan keluasan materi “

Kegiatan penyusunan analisis materi pelajaran ini berupa penjabaran dan

penyesuaian isi silabus mata pelajaran. Adapun langkah-langkahnya adalah (a)

menjabarkan kurikulum, yaitu menguraikan bahan pelajaran, menguraikan tema/

konsep pokok bahasan yang mengacu pada tujuan pembelajaran. (b) menyesuaikan

Page 23: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

29

kurikulum yaitu menyesuaikan pembelajaran dalam kurikulum nasional dengan

keadaan setempat agar proses belajar dan hasil belajar dapat dicapai secara efektif dan

efisien, sesuai dengan tujuan. Kegiatan penyesuaian kurikulum mencakup pemilihan

metode, pemilihan sarana pembelajaran, pendistribusian waktu belajar mengajar.

Menyusun program semester didasarkan atas program tahunan. Program

tahunan dan program semester merupakan sebagian dari program pengajaran.

Program tahunan memuat alokasi waktu untuk setiap pokok bahasan dalam satu tahun

pelajaran, sedangkan program semester memuat alokasi waktu untuk setiap satuan

bahasan setiap semester. Dalam menyusun program semester dapat ditempuh

langkah-langkah sebagai berikut : (a) menghitung hari dan jam efektif selama satu

semester, (b) mencatat mata pelajaran yang akan diajarkan selama satu semester, (c)

membagi alokasi waktu yang tersedia selama satu semester.”

Program satuan pelajaran merupakan salah satu bagian dari program

pelajaran yang memuat satuan bahasan untuk disajikan dalam beberapa kali

pertemuan. Fungsi satuan pelajaran digunakan sebagai acuan untuk menyusun

rencana pelajaran, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi guru untuk

melaksanakan KBM agar lebih terarah dan berjalan efisien dan efektif. Sehubungan

dengan penyusunan satuan pelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah

karakteristik dan kemampuan awal siswa. Karakteristik dan kemampuan awal siswa

adalah pengetahuan dan ketermpilan yang relevan termasuk latar belakang

karakteristik yang dimiliki siswa pada saat akan mulai mengikuti suatu program

pengajaran.

Suryosubroto (2000 : 36) mengemukakan bahwa pengelolaan proses belajar

mengajar adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan

Page 24: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

30

inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Jadi pengelolaan pengajaran adalah interaksi

guru dengan murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan

untuk mencapai tujuan pengajaran.“

Sesuai pengertian di atas maka pengelolaan proses belajar mengajar

merupakan interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran

kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Menurut Sudjana (1987 : 148)

bahwa : “ Pengelolaan belajar mengajar meliputi pentahapan sebagai berikut : (1)

tahapan pra instruksional, yaitu tahap yang ditempuh pada saat memulai proses

belajar mengajar, (2) tahapan instruksional yaitu tahap pemberian bahan pelajaran,

(3) tahapan evaluasi dan tindakan lanjut yaitu, untuk mengetahui keberhasilan tahap

instruksional.” Hal yang senada juga dikemukakan oleh Hasibuan (1988 : 29) yaitu :

“Mengajar memiliki tahap–tahap yakni (1) sebelum pengajaran, (2) pengajaran yaitu

interaksi guru dengan siswa, (3) sesudah pengajaran”.

Pendapat di atas menggambarkan bahwa pengelolaan pembelajaran sangat

diperlukan guru untuk menerapkan keputusan dilakukan di langkah perencanaan,

terutama yang berhubungan dengan mengajar metode, strategi dan aktivitas pelajaran.

implementasi Fungsi ini terjadi ketika guru adalah saling berinteraksi dengan para

murid. Ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran

memiliki tahap yaitu sebelum pengajaran (pra instuksional), pengajaran

(instruksional) dan sesudah pengajaran (evaluasi dan tindakan lanjut).

Berdasarkan berbagai teori yang telah diuraikan di atas, maka komitmen

guru dalam pengelolaan pembelajaran dalam penelitian ini adalah kemampuan yang

harus dimiliki oleh seorang guru dalam pengelolaan proses pembelajaran yang

meliputi kecakapan dan kesanggupan seorang guru dalam merencanakan

Page 25: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

31

pembelajaran mengorganisasikan, mengevaluasi hasil belajar dan menciptakan

suasana hubungan yang kondusif dengan siswa, sehingga tujuan pembelajaran akan

tercapai sesuai yang direncanakan.

Ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa dalam melaksanakan

pembelajaran memiliki tahap yaitu sebelum pengajaran (pra instuksional), pengajaran

(instruksional) dan sesudah pengajaran (evaluasi dan tindakan lanjut).

Berdasarkan berbagai teori yang telah diuraikan di atas, maka komitmen

guru dalam pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini adalah kemampuan yang

harus dimiliki oleh seorang guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang

meliputi kecakapan dan kesanggupan seorang guru dalam merencanakan

pembelajaran mengorganisasikan, mengevaluasi hasil belajar dan menciptakan

suasana hubungan yang kondusif dengan siswa, sehingga tujuan pembelajaran akan

tercapai sesuai yang direncanakan.

Komitmen guru dalam pengelolaan pembelajaran sesungguhnya merupakan

serangkaian usaha untuk meningkatkan kemampuan mengajar guna mencapai tujuan

dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan. Esensi dari tujuan yang diharapkan adalah

memberikan sesuatu pelayanan yang terbaik buat siswa.

Guru yang memiliki komitmen akan melakukan berbagai upaya untuk

memenuhi tuntutan tugas dan tanggung jawabnya seperti menguasai landasan

pendidikan sebagai tempat berpijak dalam menyusun rencana pembelajaran,

mengorganisasikan kegiatan pembelajaran, dan dalam mengevaluasi hasil belajar

siswa. Di samping itu guru juga diharapkan untuk selalu berinovasi untuk memperluas

pengetahuan tentang disiplin ilmu yang diajarkan kepada siswa, menguasai

penggunaan metode dan media pembelajaran, dan selalu menciptakan hubungan yang

Page 26: BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmeneprints.ung.ac.id/5115/6/2012-1-86204-131408060-bab2-27082012074824.pdf · Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka

32

harmonis dengan komponen yang terkait di sekolah baik sesama teman guru, orang

tua siswa bahkan terhadap siswa itu sendiri.

Proses belajar mengajar sebagai wujud perilaku kemampuan profesionalisme

guru merupakan kegiatan yang dimulai perencanaan, pengelolaan kegiatan sampai

evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk

mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Proses belajar mengajar merupakan inti

dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemegang peranan utama.