71
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Evaluasi a. Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah bidang kegiatan ilmiah yang selalu menjadi perhatian dalam berbagai bidang kegiatan. Semua bidang pekerjaan dapat dikatakan baik ataupun buruk jika telah dilakukan sebuah evaluasi. Karena pentingnya peran evaluasi dalam sebuah pekerjaan, maka kajian-kajian ilmiah tentang evaluasi tersebut terus berkembang mengikuti perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi lainnya. Banyak ahli yang mendefinisikan tentang evaluasi. Astin mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses mengumpulkan informasi secara sistematik untuk membuat keputusan tentang suatu program (Astin W. Alexander, 1993:57). Whorten dan Sanders mengemukakan bahwa evaluasi dapat di jadikan alat untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk menilai manfaat dari sebuah program yang berkaitan dengan produk, prosedur, dan tujuan yang telah ditetapkan (Blaine R dan James R, 1973:19). Dari berbagai pendapat tersebut dapat dilihat bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan penting yang dalam proses pelaksanaannya mempunyai aturan-aturan dan penekanan tertentu, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan, untuk mengembangkan, memberhentikan, dan melanjutkan sebuah kegiatan ataupun program. Dalam lingkup sebuah program, maka pelaksanaan evaluasi adalah pekerjaanyang lebih kompleks untuk mendapatkan semua faktor yang berpengaruh ataupun tidak terhadap pelaksanaan sebuah program. Djuju Sujana yang mengutip pendapat Mugiadi mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program,

BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Evaluasi

a. Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah bidang kegiatan ilmiah yang selalu menjadi

perhatian dalam berbagai bidang kegiatan. Semua bidang pekerjaan dapat

dikatakan baik ataupun buruk jika telah dilakukan sebuah evaluasi. Karena

pentingnya peran evaluasi dalam sebuah pekerjaan, maka kajian-kajian

ilmiah tentang evaluasi tersebut terus berkembang mengikuti perkembangan

kemajuan ilmu dan teknologi lainnya.

Banyak ahli yang mendefinisikan tentang evaluasi. Astin

mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses mengumpulkan

informasi secara sistematik untuk membuat keputusan tentang suatu

program (Astin W. Alexander, 1993:57). Whorten dan Sanders

mengemukakan bahwa evaluasi dapat di jadikan alat untuk memperoleh

informasi yang digunakan untuk menilai manfaat dari sebuah program yang

berkaitan dengan produk, prosedur, dan tujuan yang telah ditetapkan (Blaine

R dan James R, 1973:19). Dari berbagai pendapat tersebut dapat dilihat

bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan penting yang dalam proses

pelaksanaannya mempunyai aturan-aturan dan penekanan tertentu, sehingga

hasilnya dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan yang dapat

dipertanggung jawabkan, untuk mengembangkan, memberhentikan, dan

melanjutkan sebuah kegiatan ataupun program.

Dalam lingkup sebuah program, maka pelaksanaan evaluasi adalah

pekerjaanyang lebih kompleks untuk mendapatkan semua faktor yang

berpengaruh ataupun tidak terhadap pelaksanaan sebuah program. Djuju

Sujana yang mengutip pendapat Mugiadi mengemukakan bahwa evaluasi

program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program,

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

13

kegiatan, atau proyek. Selanjutnya Djuju mengemukakan bahwa informasi

yang dimaksud adalah berguna dalam pengambilan keputusan seperti

keputusan memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program

lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang

mendasari suatu program atau kegiatan (Djuju Sujana, 2006:21). Kaitannya

dengan evaluasi program, Rutman mengemukakan bahwa evaluasi program

harus menggunakan metode – metode ilmiah untuk mengukur

implementasia dan hasil program/proyek untuk mengambil keputusan

(Rutman L, 1984:5). Menyinggung tentang metode ilmiah tentunya harus

juga dibedakan antara penelitian evaluatif dengan evaluasi. Nana Sayaodih

mengemukakan banyak persamaan antara penelitian evaluatif dengan

penelitian evaluasi. Untuk lebih mudah membedakan keduanya dapat

ditinjau dari tujuan dan penggunaanya. Penelitian evaluatif dirancang untuk

menjawab pertanyaan, menguji atau membuktikan hipotesis, sedangkan

evaluasi ditujukan untuk mengambil keputusan. Perbedaan mendasar lainya

ditinjau dari penggunaannya (utilization), hasil penelitian disimpan sampai

ada orang atau lembaga yang akan menggunakannya, sedang hasil evaluasi

segera digunakan untuk mengambil keputusan dalam program yang

dievaluasi (Nana S, 2005:120-121). Sementara itu, Brinkerhoft and Rober O

mengemukakan bahwa evaluasi program adalah proses menentukan sejauh

mana tujuan dan sasaran program/proyek telah terealisasi, memberikan

informasi untuk pengambilan keputusan, perbandingan kinerja dengan

patokan – patokan tertentu untuk menentukan apakah terdapat kesenjangan,

penilaian tentang harga dan kualitas, investigasi sistematis mengenai nilai

atau kualitas suatu objek (Binkethoff dan Rober O, 1983:2).

Agar hasil evaluasi berlangsung baik maka ada beberapa kriteria

yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan evaluasi. Meridith D Gall

mengemukakan bahwa proses evaluasi tersebut menggunakan kriteria

utility, timely, feasibilitiy, propriety, dan accuracy. Utility dimaksudkan

agar evaluasi itu bersifat normatif. Timely dimaksudkan bahwa evaluasi

harus mempunyai rentang waktu dan berguna untuk mengarahkan orang.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

14

Feasibilitiy dimaksudkan agar desain evaluasi di atur sesuai dengan bidang

yang akan dievaluasi dan dengan biaya yang efektif. Propriety dimaksudkan

agar evaluasi dilakukan secara legal dan menjunjung etika. Accuracy

evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

menyeluruh (Meridith, Joyce, dan Walter, 2003:543-552)

Tujuan evaluasi adalah satu faktor yang harus diperhatikan sebelum

evaluasi dilaksanakan. Tujuan evaluasi akan menentukan rangkaian proses

pekerjaan dari evaluasi. Berkaitan dengan tujuan evaluasi, stufflebeam dan

Skinkfield (1986;165), mengemukakan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk

meningkatkan (to improve) dan bukan untuk membuktikan (not to improve)

sebuah program. Sementara itu pendapat lain mengemukakan bahwa tujuan

evaluasi adalah untuk menilai (1) kesesuaian dan ketidak sesuaian

kebutuhan dengan tujuan program; (2) kekuatan atau kelemahan dalam hal

strategi, peralatan, sumberdaya, dalam mencapai tujuan; (3) ketepatan atau

ketidak tepatan pelaksanaan program terhadap tujuan program (Stephen,

Isaac, dan Michael, 1984:2).

Mengacu pada definisi – definisi tentang evaluasi tersebut, maka

tujuan evaluasi dapat disimpulkan sebagai proses yang dilakukan untuk

memperoleh informasi yang akurat, tepat, dan objektif berkaitan dengan

penyelenggaraan sebuah program atau organisasi pusat pembinaan.

Informasi tersebut berupa hal – hal yang berhubungan dengan konteks,

input, proses ataupun produk dari sebuah program atau organisasi pusat

pembinaan.

b. Model Riset Evaluasi

Ada beberapa model evaluasi yang telah dikenal dan telah

dikembangkan oleh para ahli dalam melakukan suatu evaluasi terhadap

sebuah program. Model evaluasi yang sudah dikenal tersebut antara lain

model Scriven formatif sumatif, model CIPP, model Stakes Countenance,

Model Tyler’s Goal Attainent, model Provus’s Discrepancy, model

Scriven’s Goal-free, model Stake’s Responsive (Khufman dan Thomas,

1980:109). Dari sejumlah model evaluasi yang ada tersebut tentunya

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

15

mempunyai kelebihan dan kekurangan dikaitkan dengan tujuan evaluasi

tersebut. penggunaan model evaluasi selalu dikaitkan dengan tujuan yang

akan dicapai dari pelaksanaan evaluasi.

1) Model Evaluasi Scriven Formatif Sumatif

Model ini menunjukkan adanya tahapan dan lingkup objek yang

dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih

berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau

berakhir (disebut evaluasi sumatif).

Berbeda dengan model yang pertama dikembangkan, model yang

kedua ini ketika melaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat

melepaskan diri dari tujuan. Tujuan evaluasi formatif memang berbeda

dengan tujuan evaluasi sumatif. Dengan demikian model yang

dikemukakan tersebut dilaksanakan.

Para evaluator pendidikan, termasuk guru-guru yang mempunyai

tugas evaluasi, tentu sudah mengenal dengan baik apa yang dimaksud

dengan evaluasi formatif dan sumatif. Hampir setiap bulan guru-guru

melaksanakan evaluasi formatif dalam bentuk ulangan harian. Evaluasi

tersebut dilaksanakan untuk mengetahui sampai berapa tinggi tingkat

keberhasilan atau ketercapaian tujuan untuk masing-masing pokok

bahasan. Dikarenakan luas atau sempitnya materi yang tercakup didalam

pokok bahasan setiap mata pelajaran tidak sama, maka tidak dapat

ditentukan dengan pasti kapan eveluasi.

2) Model Stakes Countenance

Model countenance adalah model pertama evaluasi kurikulum

yang dikembangkan oleh Stake. Stake mendasarkan modelnya ini pada

evaluasi formal. Evaluasi formal adalah evaluasi yang dilakukan oleh

pihak luar yang tidak terlibat dengan evaluan. Model Countenance ini

terdiri atas dua matriks. Matrik pertama dinamakan matriks Deskripsi

dan yang kedua dinamakan matriks Pertimbangan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

16

(a). Matrik Deskripsi

Kategori pertama dari matrik deskripsi adalah sesuatu yang

direncanakan (intent) pengembang kurikulum dan program. Dalam

konteks KTSP maka kurikulum tersebut adalah kurikulum yang

dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sedangkan program adalah

silabus dan RPP yang dikembangkan guru. Kategori kedua adalah

observasi, yang berhubungan dengan apa yang sesungguhnya

sebagai implementasi dari apa yang diinginkan pada kategori

pertama. Pada kategori ini evaluan harus melakukan observasi

mengenai antecendent, transaksi dan hasil yang ada di satu satuan

pendidikan atau unit kajian yang terdiri atas beberapa satuan

pendidikan.

(b). Matrik Pertimbangan

Dalam matrik ini terdapat kategori standar, pertimbangan dan focus

antecendent, transaksi, autocamo (hasil yang diperoleh). Standar

adalah criteria yang harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau

program yang dijadikan evaluan. Berikutnya adalah evaluator

hendaknya melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan

dari kategori pertama dan matrik deskriptif.

Adapun dua hal lain yang harus diperhatikan dalam menggunakan model

countenance adalah contingency dan congruence. Kedua konsep ini

adalah konsep yang memperlihatkan keterkaitan dan keterhubungan 12

kotak tersebut. Contingency terdiri atas kontingensi logis dan kontingensi

empiris. Contingency logis adalah hasil pertimbangan evaluator terhadap

keterkaitan logis antara kotak antecedence dengan traksaksi dan hasil.

Kemudian evaluator juga harus memberikan pertimbangan empiris

berdasarkan data lapangan. Evaluator juga harus memberikan

pertimbangan congruence atau perbedaan yang terjadi antara apa yang

direncanakan dengan apa yang terjadi dilapangan. Adapun kelebihan dari

model ini adalah adanya analisis yang rinci. Setiap aspek dicoba dikaji

kesesuainnya. Misalkan, analisis apakah persyaratan awal yang

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

17

direncanakan dengan yang terjadi sesuai apa tidak? Hasil belajar peserta

didik sesuai tidak dengan harapan.

3) Model Tyler’s Goal Attainment

Tyler adalah seorang yang dianggap bapak evaluasi karena pada

tahun 1950 telah memberikan sumbangannya dalam memberikan definisi

pada evaluasi.

Menurut Tyler (dalam kaufman dan Thomas,1980) pengertian

evaluasi perlu ditekankan pada pemerolehan gambaran mengenai

efektivitas system pendidikan yang mempengaruhi pencapaiaan tujuan

pendidikan atau pembelajaran. Evaluasi harus dilaksanakan secara

berkesinambungan dan terus menurus sesuai dengan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai secara berkelanjutan.

Model evaluasi berbasis tujuan telah dikembangkan dan

digunakan selama delapan puluh tahun pada akhir 1930.proses membawa

Tayler memahami evaluasi sebagai proses menentukan seberapa besar

tujuan sebuah program dapat dicapai. Langkah-langkah itu sendiri

adalah:

(a). Menentukan tujuan seluas-luasnya atau sasaran-sasaran

(b). Mengklasifikasikan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran.

(c). Menegaskan sasaran dalam bentuk perilaku

(d). Menemukan situasi dalam pencapaian tujuan

(e). Mengumpulkan hasil data

(f). Membandingkan hasil data dengan perilaku berdasarkan tujuan.

4) Model Stake’s Responsive

Evaluasi menurut stake adalah usaha untuk mendeskripsi

program-program dan memberikan judgment kepadanya. Evaluasi

responsive adalah sebuah ependekatan untuk evaluas penddikan dan

program lainya. Di bandingkan dengan pendekata lainya, evaluasi

responsiv lebih berorientasi kepada aktivitas , keunikan dan keragaman

social dari suatu program. Keistimewaan dari pendekatan ini adalah

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

18

kemampuan reaksi terhadap isu kunci atau masalah yang di kenal

masyarakat di lapangan.

Tujuan evaluasi di rancang secara perlahan da terus berkembang

selama proses pengumpulan data berlangsung. Evaluasi responsive di

tandai leh ciri-ciri penelitian kualitatif naturalistik. Evaluasi responsive

percaya bahwa evaluasi yang berarti yaitu mencari pengertian isu

terhadap sudut pandang orang yang terlibat, yang berminat, dan yang

berkepentingan dalam program. Data lebih banyak di kumpulkan dengan

menggunakan teknik wawancara dan observasi daripada tes dan angket.

Keberadaan data yang kualitatif ini membuat analisis dan interpretasi

data bersifat impresionistik. Bentuk laporan evaluasi adalah studi kasus

atau gambaran yang diskriptif. Fokus utama evaluasi responsive adalah

menunjukan perhatian dan isu peserta.

Tujuan kerangka dan focus evauasi responsive muncul dai

interaksi dengan unsur, dan pengamatan terhadap interaksi. Kondisi ini

mengakibatjkan evaluais berkembang secara progresif. Artinya isu dalam

evaluasi responsif berkembang sepanjang evaluasi di lakukan , sepanjang

data-data di kumpulkan.

Kunci dalam evaluasi responsive adalah evaluator harus mau

mendengarkan audienya. Penilai responsive tentu saja mengerjakan

banyak berbagai hal. Ia membuat suatu rencana pengamatan dan

negoisasi.

5) Model Evaluasi CIPP

Model evaluasi CIPP adalah evaluasi yang dilakukan secara

kompleks yang meliputi Contex, Input, Process, dan Product. Model

CIPP dipandang sebagai suatu model evaluasi yang sangat komprehensif.

Dari berbagai model evaluasi dan pendekatan penelitian evaluasi

dapat dikemukakan secara singkat spesifikasi dari setiap model tersebut.

Model Tyler penekanannya adalah membandingkan hasil tes awal dengan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

19

tes akhir dan dilakukan dalam waktu yang periodik. Model Tyler ini banyak

diterapkan pada evaluasi pembelajaran disekolah. Model Scriven

penekanannya adalah evaluasi terhadap hasil sebuah program, baik itu hasil

yang memang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Model Stake

penekanannya adalah melakukan evaluasi secara kualitatif untuk

menterjemahkan hasil-hasil setiap individu di dalam program tersebut.

Umumnya kesulitan dalam model ini adalah dalam hal menterjemahkan

hasil yang diperoleh.

Penelitian evaluatif merupakan suatu desain dan prosedur evaluasi

dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematis untuk

menentukan nilai atau manfaat dari suatu praktik. Nilai atau manfaat dari

suatu praktik didasarkan atas hasil pengukuran atau pengumpulan data

dengan menggunakan standar atau kriteria tertentu yang digunakan secara

absolut ataupun relatif (Nana S, 2005:120).

Penelitian evaluatif digunakan sebagai alat untuk melihat

peningkatan suatu program, contohnya untuk melihat efisiensi suatu

program. Selain itu evaluasi digunakan juga untuk melihat keberhasilan

suatu program dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dengan

tujuan yang akan dicapai. Melalui evaluasi diharapkan pengambilan

keputusan dapat membuat keputusan yang berhubungan dengan rancangan

program, orang yang terlibat dan biaya yang digunakan.

Secara umum tujuan penelitian evaluatif adalah: (1) membantu

perencanaan untuk pelaksanaan program; (2) membantu dalam penentuan

keputusan penyempurnaan atau perubahan program; (3) membantu dalam

penentuan keputusan keberlanjutan atau penghentian program; (4)

menentukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap program; (5)

memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis, sosial, politik

dalam pelaksanaan program serta faktor-faktor yang mempengaruhi

program (Nana S, 2005:121).

Dalam proses penelitian evaluatif ada langkah-langkah yang harus

diperhatikan. David Strahan dalam Meridith Gall menyarankan langkah-

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

20

langkah dalam penelitian evaluatif sebagai berikut: (1) klarifikasi alasan

melakukan evaluasi, alasan harus jelas dan bisa bersumber dari peneliti

sendiri, karena peneliti mempunyai minat besar terhadap program yang akan

diteliti sehingga dia melihat keunggulan atau kegagalan suatu program

tersebut atau bisa juga bersumber dari pihak luar. (2) memilih model

evaluasi, dalam memilih model evaluasi harus dikemukakan alasan

mengapa model ini yang digunakan. Pemilihan model atau pendekatan

penelitian didasarkan atas tujuan evaluasi dan pertanyaan penelitian, metode

pengumpulan data, dan hubungan antara individu-individu dalam program

pembinaan dan organisasi yang akan dievaluasi. (3) mengidentifikasi pihak-

pihak yang terkait, pekerjaan ini diperlukan untuk melihat pihak-pihak yang

akan terlibat dalam penelitian. (4) penentuan komponen yang akan

dievaluasi. Sebelum ditentukan komponen yang akan dievaluasi terlebih

dahulu perlu di identifikasi komponen-komponen yang ada dalam suatu

program pembinaan, mana komponen utama dan mana komponen

penunjang. Pemilihan komponen yang akan dievaluasi didasarkan atas

pertimbangan kesesuaian dengan tujuan evaluasi, manfaat hasil, keluasan

dan kompleksitas komponen, keleluasaan target populasi, waktu serta biaya

yang tersedia. Komponen utama dari suatu program antara lain adalah

tujuan program (dirumuskan secara jelas, rinci, dan terukur), sumber

program (SDM, sarana, dan fasilitas, serta biaya), prosedur pelaksanaan

program (harus tergambar metode, dan strategi yang digunakan), dan

manejemen program (merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan,

memonitor dan menyempurnakan pelaksanaan program). (5)

mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan evaluasi. Rincian dari fokus atau

aspek-aspek yang dievaluasi dirumuskan dalam bentuk pertanyaan,

hipotesis atau tujuan.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian evaluatif merupakan

strategi untuk memfokuskan kegiatan evaluasi agar bisa menghasilkan

laporan yang bernilai guna. McMillan dan Schumacher mengemukakan

enam pendekatan dalam penelitian evaluatif : (1) evaluasi yang berorientasi

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

21

pada tujuan; (2) Evaluasi yang berorientasi pada pengguna; (3) Evaluasi

yang berorientasi pada keahlian; (4) Evaluasi yang berorientasi pada

keputusan; (5) Evaluasi yang berorientasi pada lawan; (6) Evaluasi yang

berorientasi pada partisipan-naturalistik (McMillan, 2002:226).

Sudjana mengemukakan, pada dasarnya semua metode evaluasi

dapat digunakan dalam evaluasi program. Lebih lanjut bahwa evaluator

program dibagi kedalam dua kelompok. Pertama, kelompok evaluator yang

berorientasi pada penguasaan dan penggunaan metode. Pada kelompok

pertama ini evaluator harus menguasai metode evaluasi program, teknik

analisis, dan instrumen untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Kedua,

evaluator yang beroientasi pada pemecahan masalah dan tujuan masalah.

Evaluator yang masuk pada kelompok ini tidak terlalu menguasai metode

evaluasi, melainkan evaluasi dilakukan menggunakan premis bahwa

pemiliham metode evaluasi program di dasarkan atas tujuan yang telah

ditentukan (Djudju Sudjana, 2006:105).

Dari berbagai model evaluasi yang ada, model CIPP adalah model

evaluasi yang memberi manfaat untuk melihat apakah program pembinaan

telah berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan/diinginkan dan

menghasilkan produk sesuai dengan yang telah direncanakan (Stufflebeam,

1971:85). Pada model CIPP pelaku evaluasi biasanya tidak berhubungan

langsung dengan program yang akan dievaluasi, akan tetapi dapat bekerja

dengan salah seorang yang terlibat langsung dalam program tersebut. selain

itu, pelaku evaluasi harus dapat bekerjasama dengan orang-orang yang

bekerja sebagai staf dalam pelaksanaan program. Hal ini perlu dilakukan

agar pelaku evaluasi dapat menentukan dan mendapatkan segala informasi

dan juga untuk interpretasi data yang akan digunakan untuk pengambilan

keputusan. Model CIPP akan maksimal pelaksanaanya jika ada kerjasama

yang baik antara pelaku evaluasi dengan pelaksana sebuah program.

Mengacu pada uraian tentang model evaluasi CIPP, maka model

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Model CIPP. Alasan

penggunaan model CIPP ini adalah untuk menggambarkan secara

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

22

menyeluruh tentang keberadaan dan pelaksanaan pembinaan prestasi

olahraga panahan National Paralympic Committe (NPC) Sragen, Jawa

Tengah.

Model CIPP adalah model yang telah dikembangkan oleh

Stufllebeam dan kawan-kawan di Ohio State University. Seperti diketahui

ada empat komponen yang akan dievaluasi dalam model CIPP yaitu Contex,

Input, Process, dan Product. Namun dikatakan bahwa seorang evaluator

tidak harus menggunakan keempat faktor tersebut untuk dilakukan evaluasi.

Model CIPP dapat dikatakan format evaluasi yang komprehensif pada setiap

tahapannya. Sehingga diharapkan hasil evaluasi dengan menggunakan

model ini akan memberikan hasil yang komprehensif. Evaluasi yang

dilakukan pada setiap unsur memiliki penekanan-penekanan dan tujuan

tersendiri.

Evaluasi context digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

membuat keputusan suatu perencanaan yang mencakup analisis

permasalahan yang mencakup analisis permasalahan yang berkaitan dengan

lingkup program yang telah dilaksanakan. Evaluasi context berisi tentang

analisis kekuatan dan kelemahan dalam menjalankan suatu kegiatan

(Madaus, 1983:128). Pendapat lain mengatakan bahwa evaluasi context

merupakan sebagai fokus institusi dalam mengidentifikasi target populasi

dan menilai kebutuhan (Stufflrbeam dan Shinlfield, 1986:169-170).

Suharsimi Arikunto mengemukakan, evaluasi konteks adalah upaya untuk

menggambarkan dan merinci kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan

sampel yang dilayani dan tujuan proyek (Arikunto, 2004:39). Dari uraian ini

dapat dikatakan bahwa evaluasi context adalah suatu kebutuhan yang

dirumuskan sebagai suatu kesenjangan kondisi yang nyata dengan kondisi

yang diharapkan. Hal ini akan memberikan informasi bagi pengambil

keputusan dalam peerencanaan suatu program pembinaanyang diluncurkan.

Selain itu dapat dijadikan pedoman untuk rasionalisasi suatu program

pembinaan prestasi. Dengan kata lain evaluasi context merupakan

penjabaran latar belakang yang mendasari perumusan tujuan dan strategi

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

23

yang akan diimplementasikan dalam program pembinaan. Farida Yusuf

yang mengutip pendapat Stufflebeam mengemukakan context evaluation to

serve planning decision. Evaluasi konteks ini membantu merencanakan

keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program

pembinaan dan merumuskan tujuan program (Farida Yusuf, 2000:14).

Evaluasi terhadap input sebagai bahan pertimbangan dalam

membuat suatu keputusan untuk menentukan suatu strategi yang akan

dijalankan. (Suharsimi Arikunto, 2004:30), mengemukakan, maksud dari

evaluasi input adalah kemampuan awal suatu keadaan dalam menunjang

suatu program. Lingkupnya evaluasi input meliputi analisis persoalan yang

berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber yang tersedia dan alternatif

strategi yang dapat dipertimbangkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Kaitanya dengan penelitian ini, evaluasi input adalah kegiatan untuk

menganalisis sumber daya dalam hal ini adalah atlet, dan pelatih dan juga

pendukung lainnya seperti dana, sarana dan juga prasarana yang dibutuhkan

untuk mencapai tujuan program pembinaan tersebut. Farida Yusuf yang

mengutip pendapat Stufflebeam mengemukakan; input evaluation,

structuring decision; evaluasi input menolong mengatur keputusan,

menentukan sumber-sumber yang ada, menentukan alternatif apa yang

diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, dan

bagaimana prosedur kerja untuk mencapainnya (Farida Yusuf, 2000:14).

Hasil evaluasi input pada sebuah program pembinaan diharapkan dapat

menjawab pertannyaan, apakah karakteristik sumber daya sudah sesuai

dengan kriteria yang telah ditentukan dan apakah pendukung lain yang

tersedia telah memenuhi kebutuhan untuk mencapai sasaran sebuah

program.

Evaluasi process sebagai bahan untuk mengimplementasikan suatu

keputusan yang akan diambil. Dalam hal ini akan dilihat tepat tidaknya

pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan. Suharsimi Arikunta

mengemukakan evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang

dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

24

(Arikunto, 2004;30). Pendapat lain mengatakan evaluasi proses dilakukan

untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam rancangan

prosedural dan implementasinya. Selain itu juga memberikan informasi

mengenai keputusan-keputusan yang telah diambil sebelumnya, membuat

catatan tentang aktivitas-aktivitas atau kejadian-kejadian prosedural

(Stephen dan William, 1983:13). Kaitan evaluasi proses dalam sebuah

program, akan dapat menjawab pertanyaan, apakah kegiatan program telah

sesuai dengan plot waktu yang dijadwalkan, apakah kemampuan

sumberdaya manusia (pelaksana program) sudah sesuai dengan kriteria yang

ditetapkan, apakah sarana dan prasarana yang tersedia sudah dimanfaatkan

dengan baik, dan kendala-kendala yang ditemukan selama pelaksanaan

program pembinaan. Farida Yusuf yang mengutip pendapat Stufflebeam

mengemukakan; process evaluation, to serve implementing decision;

evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan.

Sejauhmana rencana telah ditetapkan, apa yang harus direvisi. Begitu

pertanyaan tersebut terjawab prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan

diperbaiki (Farida Yusuf, 2000:14).

Evaluasi terhadap product adalah evaluasi yang dilakukan dalam

melihat ketercapaian suatu tujuan sebuah program yang telah dilaksanakan.

(Suharsimi Arikunto, 2004:30), mengemukakan evaluasi produk diarahkan

pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadipada masukan

mentah. Farida Yusuf, yang mengutip pendapat Stufflebeam

mengemukakan; product evaluation, to serve recycling decision; evaluasi

produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah

dicapai, apa yang dilakukan seteleh program pembinaan berjalan.

Stufflebeam, (2007:333) lebih jauh menggambarkan elemen dasar

model evaluasi CIPP dalam tiga lingkaran dan arah pekerjaan dari nilai yang

dicapai. Lingkaran yang paling dalam adalah nilai yang didefinisikan dan

digunakan untuk dilakukan evaluasi. Kemudian lingkaran yang berikutnya

menggambarkan empat komponen yang akan dievaluasi yang meliputi

tujuan (goals), perencanaan (plan), implementasi (action), dan dampak

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

25

(outcomes). Sedangkan lingkaran yang berikutnya adalah menggambarkan

evaluasi yang dilakukan yang meliputi context, input, process, dan product

(Stufflebeam, 2007:333). Dengan mencermati gambaran yang dilukiskan

tersebut, maka semakin jelas arah pekerjaan evaluasi yang akan dilakukan.

Lebih jelasnya gambar yang dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1.1. Model Evaluasi CIPP

Memperhatikan pendapat Stufflebeams tersebut maka semakin jelas

penekanan – penekanan setiap fokus evaluasi yang terdapat pada model

evaluasi CIPP. Dengan demikian evaluator akan terbantu untuk

mengembangkan komponen – komponen yang akan dievaluasi dalam satu

program yang sedang ataupun akan dijalankan. Diharapkan dengan paduan

tersebut hasil evaluasi yang diperoleh akan memberikan manfaat yang lebih

tajam untuk mengembangkan suatu program.

2. Pembinaan Prestasi

a. Pembinaan Prestasi Olahraga

Pembinaan adalah usaha tindakan kegiatan yang dilakukan secara

berdaya guna dan berhasil untuk meningkatkan atau memperoleh hasil yang

lebih baik (A. Mangunhardjana, 1989:134). Untuk mencapai prestasi atlet

secara maksimal diperlukan pembinaan yang terprogram, terarah dan

berkesinambungan serta didukung dengan penunjang yang memadai

(Hartono, Nurharsono dan Pratiknyo, 1998:12). Dan untuk mencapai

prestasi optimal atlet, juga diperlukan usaha dan daya melatih yang

dituangkan dalam rencana program latihan tertulis yang tersusun secara

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

26

sistematis sebagai pedoman arah kegiatan untuk mencapai tujuan secara

efektif dan efisien (Tohar : 2004).

Untuk pencapaian prestasi maksimal olahraga harus dikembangkan

melalui kegiatan pembinaan yang terprogram, terarah, terencana melalui

kegiatan berjenjang dalam waktu yang relatif lama (Rusli Lutan dkk, 2000).

Sumaryoto (2005) mengatakan bahwa kunci untuk memajukan prestasi

adalah dimulai dengan menangani serius pembinaan olahraga sejak usia

dini. Karena, saat itulah yang paling tepat untuk memberikan dasar

ketrampilan dan membentuk karakter bermain, menumbuhkan sportifitas

dan semangat pantang menyerah dalam pertandingan. Sehingga prestasi

yang dihasilkan dapat benar–benar maksimal.

Konsep pembinaan olahraga usia dini sedini mungkin yang

dipaparkan oleh (KONI, 2000:66) adalah Kalau kita ingin mencapai prestasi

yang tinggi, maka perlu diterapkan konsep pembinaan olahraga sedini

mungkin. Tanpa pembibitan jangan diharapkan akan diperoleh olahragawan

berprestasi. Konsep tersebut jelas mengacu kepada pembinaan anak–anak

usia dini. Oleh karena periode umur anak-anak tersebut merupakan periode

yang amat potensial, guna memungkinkan pembinaan prestasi setinggi

mungkin. Terciptanya prestasi puncak adalah hasil dari persiapan atlet yang

cermat, berdasarkan program latihan yang terorganisasi secara sangat rinci,

direncanakan secara bertahap, obyektif dan diterapkan secara

berkesinambungan (Harsuki, 2003:308).

b. Tahap-Tahap Pembinaan

Bahwa untuk mencapai suatu prestasi dalam olahraga, merupakan

usaha yang benar–benar harus diperhatikan secara masak dengan suatu

usaha pembinaan melalui suatu pembibitan secara dini, serta peningkatan

melalui pendekatan ilmiah terhadap ilmu–ilmu pengetahuan yang terkait

(M. Sajoto, 1988:10-11). Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk mencapai

suatu prestasi diperlukan berbagai komponen yang merupakan satu

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

27

kesatuan, puncak dari pembinaan adalah prestasi. Prestasi tidak muncul

dengan secara tiba-tiba, namun melalui pentahapan-pentahapan tertentu.

Menurut Kamiso (2006) tahapan pembinaan prestasi secara nasional dapat

digambarkan dengan piramida pembinaan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Piramida Pembinaan (Kamiso, 2006)

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dalam pencapaian

prestasi olahraga yang maksimal dibutuhkan tahap–tahap yang

berkelanjutan. Senada dengan piramida pembinaan Kamiso, KONI (1998:B-

5) mengemukakan beberapa kegiatan dasar yang dilaksanakan dalam proses

pembinaan atlet untuk mencapai prestasi tinggi. Adapun kegiatan – kegiatan

tersebut antara lain :

1) Pembinaan Pemassalan

2) Pembinaan Pembibitan

3) Pembinaan Prestasi

1) Pembinaan Pemassalan

Pemassalan merupakan suatu upaya untuk mengikutsertakan

seluruh lapisan masyarakat dengan sasaran melibatkan semua kelompok

umur. Pelaksanaan kegiatan pemassalan harus dilakukan secara terus

menerus, sehingga nantinya mampu menciptakan bibit-bibit atlet yang

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

28

baik. Hal ini seperti dikemukakan Hadisasmita dan Syarifudin (1996)

bahwa, “Pemassalan olahraga ialah suatu proses dalam upaya

mengikutsertakan peserta sebanyak mungkin supaya mau terlibat dalam

kegiatan olahraga dalam rangka pencarian bibit-bibit atlet yang berbakat

yang dilakukan dengan cara teratur dan terus-menerus” (hlm. 36).

Sedangkan menurut Irianto, dkk. (2009) “Pemassalan adalah

menggerakan anak usia dini untuk berolahraga secara menyeluruh agar

diperoleh bibit-bibit olahragawan handal” (hal. 6).

Tujuan pemasaalan olahraga yang dilaksanakan antara lain agar

masyarakat menyadari pentingnya olahraga prestasi, sehingga akan

memunculkan bibit-bibit atlet yang baik. Hadisasmita dan Syarifudin

(1996) mengemukakan bahwa tujuan pemassalan adalah untuk:

(a) Membina dan meningkatkan kesegaran jasmani.

(b)Meningkatkan kesegaran rohani atau untuk mendapatkan kegembiraan

(c) Pembentukan watak atau kepribadian.

(d)Menanamkan dasar-dasar keterampilan gerak dalam usaha pencapaian

prestasi tinggi (hal. 36).

Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

tujuan pemassalan olahraga disamping untuk mendapatkan bibit-bibit

atlet yang baik, juga untuk menyadarkan masyarakat tentang arti

pentingnya olahraga terhadap peningkatan prestasi olahraga.

Agar masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam pemassalan

olahraga prestasi, maka perlu ditempuh langkah-langkah yang baik dan

tepat.Langkah-langkah yang ditempuh tersebut diharapkan mampu

mewujutkan tujuan pemassalan olahraga yang telah dilaksanakan.

Menurut Hadisasmita dan Syarifudin (1996) Strategi pemassalan

olahraga antara lain.

(1) Meyediakan prasarana dan sarana olahraga yang memadai sesuai

dengan tujuan yang diharapkan. Apabila pemassalan olahraga ini

akan diterapkan disekolah-sekolah, maka yang perlu disediakan

prasarana dan sarana yang sesuai dengan kemampuan masing-

masing tingkatannya.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

29

(2) Menyediakan penyiapan pengadaan tenaga pengajar atau pelatih

olahraga yang bener-bener memiliki kemampuan untuk

menggerakan olahraga anak-anak usia muda disekolah.

(3) Mengadakan berbagai bentuk pertandingan cabang olahraga bagi

anak-anak sekolah, baik pertandingan antar kelas, sekolah maupun

antara perkumpulan.

(4) Mengadakan demontrasi pertandingan antar atlet-atlet yang

berprestasi.

(5) Mengadakan kerjasama antara sekolah dengan orang tua siswa.

(6) Memberikan motifasi kepada para siswa untuk mau berolahraga.

(7) Merangsang minat para siswa dengan melalui media masa maupun

elektronik (hal. 39).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

pemassalan olahraga dapat dilakukan disekolah-sekolah maupun diluar

sekolah. Pemassalan dapat berjalan dengan baik, apabila didukung

prasarana dan sarana yang memadai, tenaga pengajar atau pelatih,

diadakan pertandingan olahraga, ditambahkan minat berolahraga pada

siswa, serta adanya kerjasama dengan para orang tua siswa.

Strategi diatas perlu diperhatikan agar tujuan dalam pemassalan

olahraga dapat tercapai yaitu diperolehnya bibit-bibit atlet yang baik.

Bibit-bibit atlet yang baik tersebut akan menopang dalam pembinaan

olahraga selanjutnya, sehingga potensi yang ada pada dirinya dapat

dikembangkan dan prestasi maksimal dapat diciptakan.

2) Pembinaan Pembibitan

Komite Olahraga Nasional Indonesia (1998:B-7)

mengemukakan bahwa pembibitan adalah upaya yang diterapkan untuk

menyaring atlet berbakat dalam olahraga prestasi, yang diteliti secara

terarah dan intensif melalui orang tua, guru dan pelatih. Tujuan

pembibitan adalah untuk menyediakan calon atlet berbakat dalam

berbagai cabang prestasi, sehingga dapat dilanjutkan dengan pembinaan

yang lebih intensif, dengan sistem yang lebih inovatif dan mampu

memanfaatkan hasil riset ilmiah serta teknologi modern.

Prestasi maksimal bukan merupakan hal yang mudah dicapai.

Prestasi maksimal dapat dihasilkan melalui proses yang panjang. Latihan

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

30

sejak dini atau usia muda dimungkinkan dapat dilakukan pembinaan

dalam rentang waktu yang relatif panjang. Disamping latihan sejak dini,

bibit-bibit pemain yang baik mempunyai pengaruh terhadap pencapai

prestasi. Bibit pemain yang baik dan berbakat, maka akan lebih mudah

untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sampai pada batas

kemampuan maksimal.

Menurut Suharno (1992), aspek-aspek yang dilihat dalam

mencari bibit atlet antara lain :

(1) Segi Anatomis : Tinggi, berat badan, proporsi dan badan macam

otot-otot perlu diteliti secara cermat

(2) Segi Fisiologis : keadaan jantung, paru-paru, peredaran darah,

pencernaan makanan, susunan syaraf dll. Harus dipriksakan dokter.

(3) Kemampuan gerak :

- Unsure-unsur gerak (kekuatan, daya tahan dst)

- Kecakapan gerak dalam cabang olahraga.

(4) Segi mental : Kejiwaan, Kepribadian, temperament

(5) Kesehatan : Kesehatan fisik dan mental

(6) Segi social ekonomi : latar belakang social ekonomi (hal. 78).

Jadi dengan upaya mencari dan menemukan individu-individu

yang memiliki potensi, adalah untuk individu-individu tersebut agar

dapat mencapai prestasi olahraga di kemudian hari, pembibitan pemain

juga sebagi langkah atau tahap lanjutan dari permasalahan olahraga.

Di dalam pembinaan pembibitan ada juga pemanduan bakat.

Pemanduan bakat yang dimaksud adalah usaha yang dilakukan untuk

memperkirakan peluang seorang atlet yang berbakat untuk dapat berhasil

dalam menjalalani latihan sehingga mencapai prestasi puncak. Tujuan

dalam pemanduan bakat adalah untuk memperkirakan seberapa besar

seseorang untuk dapat berpeluang dalam menjalalani program latihan

sehingga mencapai prestasi yang lebih tinggi (KONI, 1998:B-10).

Bakat merupakan salah satu faktor penting didalam mencapai

prestasi yang tinggi pada suatu cabang olahraga. Bakat merupakan

potensi dalam diri pemain yang dapat dikembangkan dan menunjang

keberhasialan dalam olahraga. Tanpa memiliki bakat yang sesuai dengan

olahraga yang dipelajari maka prestasi maksimal akan sulit di tercapai.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

31

Menurut Sullivan (1986) bahwa, “Masing-masing memiliki bakat-bakat

alam yang memang sudah diwarisi lahir” (hlm. 5).

Pada setiap individu memiliki faktor yang diperlukan dalam

olahraga, hanya saja dengan perbandingan atau porsi yang berlainan.

Untuk itu cirri-ciri yang terdapat dalam individu perlu dikendalikan agar

dihasilkan bibit-bibit pemain yang berkualitas. Untuk mengetahui apakah

seseorang memiliki bakat dalam cabang olahraga tersebut dibutuhkan

sistem yang disebut pemanduan bakat. Pemanduan bakat ini didasarkan

pada kriteria-kriteria tertentu yang mengacu pada cabang olahraga yang

dipelajarinya. Gunarsa, Satiadarma dan Hardjolukito (1996)

mengemukakan bahwa “Tujuan pemanduan bakat itu untuk

mengidentifikasikan calon atlet berpotensi, memilih olahraga yang sesuai

dengan potensi serta minatnya dan memperkirakan peluangnya untuk

berhasil dalam program pembinaan sehingga dapat mencapai prestasi

yang diharapkan dalam pertandingan” (hlm. 95).

Faktor bakat mempunyai peranan penting agar atlet menjadi

juara begitu pun dalam pemanduan bakat mempunyai peranan penting

untuk mendapatkan bibit atlet yang baik. Pemanduan bakat merupakan

upaya untuk memprediksi dengan probabilitas yang tinggi seberapa

besar peluang seseorang untuk mencapai prestasi maksimalnya dan

apakah seirang atlet muda mampu secara sukses menyelesaikan atau

melewati program latihan dasar untuk kemudian ditingkatkan hasilnya

menuju prestasi puncaknya. Pemanduan bakat dapat dilakukan melalui

pengamatan melalui bibit-bibit atlet yang dibinanya. Pengamatan tersebut

meliputi antara lain minat terhadap olahraga, kemampuan fisik dan

sebagainya.

Menurut Hadisasmita dan Syarifudin (1996) langkah-langkah

pemanduan bakat antara lain :

(1) Adakah pengamatan terhadap sikap peserta didik pada kegiatan

olahraga, baik di sekolah maupun di luar sekolah atau dilingkungan

tempat tinggalnya.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

32

(2) Adakah pengamatan terhadap karakteristik dari peserta didiknya,

baik mengenai kemampuan fisiknya, bentuk fisiknya, ukuran fisik

atau tubuhnya, sifat atau asal-usulnya.

(3) Adakah pengamatan terhadap perkembangan fisik dari peserta didik

tersebut.

(4) Setelah mengadakan pengamatan yang dilakukan secara cermat dan

penuh ketelitian, kemudian untuk langkah berikutnya coba adakan

pemilihan atau penyaringan atau yang dipakai untuk mengukur atau

instrument dari cabang olahraga yang bersangkutan.

(5) Di dalam mengadakan seleksi tersebut, hendaknya didasarkan pada

karakteristik antropometrik, serta kemampuan dan perkembangan

dari fisik peserta didik (hlm. 57).

Langkah-langkah pemanduan bakat tersebut mempunyai arti

penting untuk mendapatkan bibit-bibit atlet yang baik. Hal ini disebabkan

pemanduan bakat merupakan langkah yang tepat, karena melalui proses

tertentu atau penyaringan yang lebih teliti melalui alat ukur atau

instrument terhadap cabang olahraga yang dibinanya. Dengan demikian

akan diketahui seberapa besar bakat yang dimiliki atlet tersebut, sehingga

untuk melaksanakan pembinaan dapat lebih baik. Menurut Suharno

(1992) “atlit berbakat umur muda dapat ditemukan : di sekolah-sekolah,

dalam perkumpulan-perkumpulan olahraga (club), pada organisasi-

organisasi pemuda dan dikampung-kampung” (hlm. 78).

3) Pembinaan Prestasi

Para atlet yang telah diseleksi dari tahap pemanduan bakat

kemudian harus melalui tahap berikutnya yaitu tahap pembinaan. Dalam

tahap inilah yang merupakan tahap yang paling penting dalam tahap

pembinaan prestasi olahraga. Dalam tahap inilah kegiatan pembinaan

yang utama dilakukan, mulai dari pelaksanaan program latihan hingga

bagaimana manajemen organisasi yang dilakukan dalam

mengembangkan prestasi secara keseluruhan.

UU RI No. 3 Th. 2005 pada BAB VII pasal 21 tentang

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA mengemukakan

Pembinaan dan Pengembangan keolahragaan dilakukan melalui tahap

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

33

pengenalan olahraga, pemantauan, pemanduan, serta pengembangan

bakat dan peningkatan prestasi.

KONI (1998:B-12) mengemukakan latihan harus disesuaikan

dengan pertumbuhan dan perkembangan anak :

(1) Latihan dari cabang olahraga spesialisasi harus disesuaikan dengan

pertumbuhan dan perkembangan atlet

(2) Perhatian harus difokuskan pada kelompok otot, kelentukan

persendian, stabilitas dan penguatan anggota tubuh dalam kaitannya

dengan persyaratan cabang olahraga spesialisasi

(3) Pengembangan kemampuan fungsional dan morfologis sampai

tingkat tertinggi yang akan diperlukan untuk membangun tingkat

keterampilan teknik dan taktik yang tinggi secara efisien.

(4) Pengembangan pembendaharaan keterampilan adalah sebagai

persyaratan pokok yang diperlukan untuk memasuki tahap

spesialisasi dan prestasi

(5) Prinsip perkembangan perbendaharaan keterampilan didasarkan pada

fakta bahwa ada selalu interaksi (saling ketergantungan) antara

semua organ dan sistem dalam tubuh manusia dan antara proses–

proses faaliah dengan psikologis.

Didalam pembinaan prestasi tentu terdapat Sistem Pelatihan,

KONI (1998:B-12) mengemukakan :

(1) Tujuan Latihan

Tujuan utama dari latihan atau training dalam olahraga

adalah meningkatkan keterampilan dan prestasi olahraga semaksimal

mungkin. Latihan merupakan suatu aktifitas yang dilakukan secara

sistematik dan kontinyu dalam jangka waktu tertentu dalam

mencapai sasaran yang jelas. Tidak hanya berlatih sekali dua kali

seorang berlatih dan berprestasi. Butuh waktu yang relatif lama

hingga bertahun – tahun untuk meraih prestasi olahraga.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

34

(2) Tenaga Pelatih

Tugas utama seorang pelatih adalah membantu atlet untuk

meningkatkan prestasinya setinggi mungkin. Atlet menjadi juara

adalah hasil antara atlet berbakat dan proses pembinaan yang benar

dengan perbandingan sumbangan atlet 60% dan proses pembinaan

40%. Atlet juara lahir dan dibuat. Untuk mencapai tujuan tersebut 4

aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama:

(a) Aspek Teknik

Latihan Teknik adalah membantu atlet untuk

mempermahir keterampilan teknik – teknik gerakan spesialisasi

masing-masing cabang olahraga, agar dengan demikian setiap

keterampilan gerak dapat dilakukan sesempurna mungkin.

(b) Aspek Taktik

Latihan taktik adalah latihan untuk menumbuhkan

perkembangan daya tafsir kemampuan berfikir taktis dari para

atlet.

(c) Aspek Fisik

Latihan fisik adalah latihan untuk mempersiapkan fisik

menghadapi stres-stres fisik dalam latihan dan pertandingan.

Latihan fisik yang perlu dilatih : kekuatan, daya tahan,

kelentukan, kecepatan, power, daya tahan otot, stamina.

(d) Aspek Mental

Perkembangan mental atlet tidak kurang pentingnya

dari perkembangan ketiga faktor tersebut di atas. Latihan mental

lebih menekankan pada perkembangan kedewasaan atlet serta

perkembangan emosional impulsif, misalnya motivasi berlatih,

semangat bertanding, sikap pantang menyerah, percaya diri,

sportivitas, keseimbangan emosi terhadap stres, frustasi,

keseimbangan, kemampuan meredam dan sebagainya.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

35

Tujuan utama pelatihan olahraga prestasi adalah untuk

meningkatkan keterampilan atau prestasi semaksimal mungkin

(Tohar, 2004:1).

Keempat aspek tersebut di atas haruslah seiring dan harus

diajarkan secara serempak. Kesalahan umum para pelatih adalah

bahwa aspek psikologis yang sangat penting artinya itu, sering

diabaikan atau kurang diperhatikan pada waktu melatih, oleh karena

mereka selalu hanya menekankan pada latihan guna menguatkan

daya tahan otot, kelentukan, kecepatan yang sempurna.

c. Program Pembinaan

Kita harus sadar seorang juara atau atlet yang sangat berbakat

bukan dilahirkan. Seorang juara atau bintang itu ada karena dicetak. Konsep

inilah yang paling nyaris tidak pernah diterapkan dalam kehidupan olahraga

Indonesia. Pepatah ini pun tinggal pepatah kosong tanpa arti. Sepertinya kita

harus sepakat bahwa sejak tahun 2003 hingga sekarang merupakan tahun

yang memprihatinkan bagi kehidupan olahraga Indonesia. Betapa tidak?

Kita tidak lagi punya kebanggaan bahwa olahraga menjadi satu – satunya

bidang yang dapat mengangkat nama bangsa dan negara ke pentas dunia.

Apalagi saat ini krisis belum berakhir.

Sebetulnya tidak ada yang salah dengan konsep pembinaan di

Indonesia. Persoalan yang timbul ialah pada saat aplikasinya. Sepertinya

kita lebih memilih mandor daripada menjadi pekerjanya. Untuk

mendapatkan atlet berbakat, misalnya, tidak bisa dilakukan dalam 1 atau 2

tahun saja. Melihat kondisi olahraga di Indonesia saat ini diperlukan

minimal 5-10 tahun untuk membenahinya. Itulah sebabnya banyak pihak

yang mengatakan bahwa juara itu tidak dilahirkan, tapi dicetak.

Berdasarkan usia atlet, Bompa (1983) membagi tahapan usia dalam

pencapaian prestasi olahraga dalam tiga kategori. Ada tiga kategori dalam

pengembangan dan pembinaan prestasi secara maksimal, yaitu :

1) Tahap permulaan (persiapan), yaitu usia 10 sampai 12 tahun

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

36

2) Tahap spesialisasi, antara usia 11-13 tahun

3) Tahap prestasi puncak, antara usia 18-24 tahun

Atlet berbakat tidak dapat dengan sendirinya akan mencapai

prestasi tertinggi apabila tidak didukung dengan pembinaannya yang baik.

Secara garis besar ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam

peningkatan prestasi maksimal secara efektif (KONI, 1997:15). Adapun

faktor–faktor tersebut antara lain :

1) Faktor internal atlet,meliputi bakat, minat dan lain–lain.

2) Manajemen organisasi yang baik.

3) Program pembinaan

4) Pemanfaatan sarana dan prasarana pendukung

Semua faktor di atas saling mendukung antara satu dengan yang

lainnya. Faktor internal atlet tidak akan cukup jika tidak didukung oleh

sistem pembinaan yang baik, demikian pula pembinaan yang ada akan

kurang maksimal jika sarana dan prasarana yang ada kurang memadai.

Faktor internal atlet menjadi permasalahan yang dapat ditangani oleh pelatih

secara khusus. Unsur ini dapat dikembangkan dengan baik melalui program

pembinaan yang baik pula. Sedangkan tiga faktor yang lain merupakan

faktor yang harus dipecahkan oleh pengurus itu sendiri secara umum.

Manajemen klub berhubungan dengan bagaimana pengelolaan manajemen

yang dilakukan dalam mengembangkan klub secara umum. Dimana

manajemen organisasi akan berperan penting dalam pengembangan prestasi

secara keseluruhan. Tanpa adanya sistem administrasi yang baik maka

pembinaan yang dilakukan juga akan kurang maksimal. Program pembinaan

berhubungan dengan bagaimana manajemen pelatih dalam meningkatkan

prestasi atlet.

3. Pelatih

Seorang pelatih harus seorang yang benar–benar mengerti dan

mempunyai atikad baik dalam memajukan olahraga nasional, tidak ada

motivasi karena mencari popularitas. Saat ini banyak sekali pembina olahraga

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

37

yang bersedia mengurus olahraga karena untuk mendapatkan popularitas

sehingga banyak yang terlantar setelah tokoh tersebut kehilangan motivasi

karena tujuan atau motivasinya sudah tercapai. Pelatih olahraga adalah orang

yang benar–benar mengerti olahraga. Pelatih merupakan seorang profesional

yang bertugas membantu, membimbing, membina dan mengarahkan atlet

terpilih, berbakat untuk merealisasikan prestasi maksimal dalam waktu yang

sesingkat–singkatnya (Wiratama, 2007).

Kebanyakan pelatih adalah seorang mantan atlet yang berkecimpung

dalam cabang olahraga tersebut. Dari pengalaman yang dimilikinya dan

tentunya pengetahuan yang melengkapi dirinya menjadi modal pelatih

profesional. Pelatih merupakan seseorang yang paling dekat dengan atlet.

Keharmonisan diantaranya akan membawa dampak positif bagi tercapainya

tujuan bersama. Secara umum peran dan tugas pelatih dikemukakan Harsuki

(Ed) (2003, 370-371) sebagai berikut :

1) Cermat menentukan sasaran atau tujuan latihan (set goal).

2) Menetapkan tujuan latihan yang bersifat realistik.

3) Memilih metode, model–model latihan yang cocok untuk memenuhi

kebutuhan setiap atlet.

4) Memotivasi atlet untuk berlatih keras.

5) Mencermati latihan pemansan (warming up)dan pencegahan cedera

(avoid injury).

6) Istirahat dan minum yang cukup.

7) Memanfaatkan aspek pembinaan psikologis.

8) Cermat dan terampil melakukan seni berkomunikasi.

Sukses dan gagalnya seorang atlet di pertandingan, sedikit banyak

dipengaruhi oleh peran pelatih dalam memotivasi atlet tersebut untuk

mengikuti dan melaksanakan program latihan dengan sungguh–sungguh dan

bertanggung jawab. Untuk itu, pelatih merupakan sosok yang sangat

dibutuhkan dalam pencapaian prestasi atlet.

4. Atlet

Atlet merupakan faktor indogen dalam pencapaian prestasi maksimal

diantara beberapa hal yang harus dimilik calon atlet profesional, seperti

dipaparkan oleh Suharno (1986:4-5) sebagai berikut :

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

38

1) Kesehatan fisik dan mental yang baik, terutama tidak penyakit jantung,

paru – paru, syaraf dan jiwa.

2) Bentuk tubuh dan proporsi tubuh selaras dengan macam olahraga yang

diikutinya. Setiap cabang olahraga menuntut tipologi fisik atlet yang

berbeda-beda.

3) Kondisi fisik dan kemampuan fisik yang baik yang meliputi komponen

kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, kelentukan, keseimbangan,

koordinasi, ketepatan, daya ledak, reaksi, stamina dan mobilitas.

4) Penguasaan teknik dasar yang sempurna, teknik menengah dan teknik–

teknik tinggi.

5) Menguasai masalah–masalah taktik perorangan, taktik tim, pola–pola

pertahanan dan penyerangan serta sistem–sistem bertanding.

6) Memiliki aspek kejiwaan dan kepribadian yang baik. Untuk mencapai

prestasi semaksimal mungkin di samping memiliki prestasi fisik yang

tinggi perlu motor penggerak dan pendorong dari aspek kejiwaan dan

kepribadian. Misalnya daya fikir, kemampuan, perasaan, akal, disiplin,

ketekunan dan tanggung jawab.

Memiliki kematangan juara yang mantap artinya atlet tersebut dalam

menghadapi pertandingan apapun macam dan kondisinya, selalu

memperlihatkan keajegan prestasi cabang olahraga yang diikutinya.

5. Prestasi Olahraga

Prestasi olahraga Indonesia sedang berada di titik yang tidak

diharapkan. Ironisnya, hal tersebut justru diperparah dengan aksi saling tuding

dan lempar tanggungjawab antara pihak-pihak terkait. Untuk mencapai prestasi

olahraga yang diinginkan, dibutuhkan tujuh faktor yang harus dipenuhi.

Faktor-faktor tersebut digolongkan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Bila semua faktor tersebut telah dapat dipenuhi, maka pastilah

prestasi olahraga Indonesia akan menjadi lebih baik.

Kata prestasi dapat diartikan sebagai pencapaian akhir yang

memuaskan oleh seseorang atau tim, berdasarkan target awal yang dibebankan.

Jadi prestasi tidak selalu identik dengan juara. Walaupun tidak menjadi juara

atau meraih kemenangan, tetapi bila itu sudah dapat memenuhi atau bahkan

melampaui target awal, maka itu sudah dapat dikatakan berprestasi. Sementara

kata olahraga mengandung makna segala kegiatan yang sistematis untuk

mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan

social dan biasanya berorientasi terhadap pencapaian prestasi. Jadi dapat

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

39

disimpulkan bahwa prestasi olahraga adalah suatu pencapaian akhir yang

memuaskan berdasarkan target awal tim atau atlet, dalam lingkup dunia

olahraga.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi olahraga seorang

atlet secara garis besar, ada 7 faktor yang harus ada untuk meningkatkan

prestasi/menciptakan prestasi di Olahraga. Faktor-faktor tersebut antara lain:

Gambar 2.2. Diagram faktor penentu prestasi olahraga

Faktor Prestasi dalam kotak adalah faktor Prestasi External artinya

faktor Prestasi diluar diri atlet. Faktor Eksternal yang menyangkut Sarana dan

Peralatan Olahraga. Sebagai contoh yang paling riel adalah jumlah stadion

dengan lintasan lari sintetik di Indonesia dibandingkan dengan stadion dengan

kwalitas yang sama di Malaysia. Kita (Indonesia) hanya punya Stadion seperti

itu dalam jumlah yang sangat sedikit. Total diseluruh Indonesia kita baru punya

8 buah Stadion dengan lintasan lari Sintetik. Kota Kuala Lumpur punya lebih

dari 8 buah Stadion dengan lintasan lari Sintetik yang lebih mengenaskan lagi

Malaysia punya lebih dari 40 Stadion seperti itu.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

40

Peralatan olahraga, Korea bisa jadi negara kuat di Panahan demikian

pula Jepang. Mereka adalah negara produsen busur panah dan anak panah

dengan standard kwalitas Dunia. Semua peralatan olahraga adalah barang

mewah, jadi harus mahal, kalau keadaaan seperti ini berlanjut terus kapan kita

dapat atlet yang biasa dengan peralatan pertandingan Internasional. Jadi

rimbangan untuk berprestasi di Indonesia diluar diri atlet adalah terbatasnya

atau sangat kurang tersedianya sarana olahraga dan peralatan olahraga.

Faktor Eksternal yang kedua adalah sistem pembinaan. Salah satu

wujud pembinaan yan dilakukan adalah dengan cara menggelar kompetisi

intern secara reguler. Jangan diartikan secara sempit pengertian keadaan

kompetisi cabor di Indonesia. Yang dimaksud dengan keadaan kompetisi

cabang olahraga adalah system pembinaan yang terus menerus, berjenjang dan

berkesinambungan harus terjadi disemua cabang olahraga. Massa olahragawan

harus diperbanyak sebagai langkah pertama. Dari kompetisi antar klub atau

kejuaraan kelompok umur yang terbatas (untuk daerah domisili) sampai yang

terbuka harus ada kalendernya. Karena tradisi dan tanggal penyelenggaraan

yang sudah pasti dari tahun ke tahun. Demikian pula dengan kejuaraan-

kejuaraan akbar lainnya, di Indonesia kejuaraan-kejuaraan yang akbar untuk

atlet Nasional dari berbagai kategori harus direncanakan dan dilaksanakan

secara tetap sehingga kita bisa mencari bakat/potensi-potensi besar yang belum

terjaring untuk dibina lebih lanjut. Kejuaraan-kejuaraan dengan sponsor selama

5 tahun harus dicari. Kalau perlu diperpanjang lagi untuk 5 tahun berikutnya.

Uraian diatas tidak lengkap untuk bisa menjelaskan peranan faktor

prestasi external dari seorang atlet, masih banyak uraian dan contoh yang bisa

dijadikan indikator kedua faktor external dalam usaha membina peningkatan

Prestasi seorang atlet. Katakanlah Faktor lingkungan yang selalu tidak dapat

dipisahkan dari usaha seorang atlet atau sebuah tim dalam usahanya meraih

prestasi. Faktor lingkungan ini dapat berbentuk berbagai macam hal, seperti

perhatian pemerintah, dukungan masyarakat, sarana dan prasarana latihan,

serta management olahraga yang baik.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

41

Untuk faktor internal, faktor yang paling penting dan sering dilupakan

adalah faktor psikologis dan rutinitas latihan. Faktor psikologis sangat berperan

karena dalam menghadapi suatu pertandingan atau bahkan ketika sedang

berlatih, seorang atlet membutuhkan rasa aman, percaya diri, disiplin, serta

motivasi, sementara faktor latihan rutin sangat penting, mengingat latihan yang

rutin merupakan menunjang persiapan menghadapi pertandingan atau juga

dapat berfungsi sebagai media mengasah kekompakan dan strategi untuk

sebuah tim.

Faktor internal berikutnya ialah pelatih. Faktor pelatih merupakan

tokoh sentral dalam kesuksesan seorang atlet. Pelatih mempunyai peran pula

dalam mengembangkan faktor internal prestasi olahraga berikutnya, yaitu

keterampilan teknik dan skill serta fisik atlet. Jika kesemua faktor tersebut

sudah dapat dipenuhi oleh Indonesia dalam melakukan pembinaan terhadap

atlet-atletnya, maka niscaya kita akan berada ditingkatan yang lebih terhormat

dari pada saat ini. Majulah olahraga, majulah Indonesiaku.

6. Organisasi

a. Pengertian Organisasi

Organisasi adalah keseluruhan proses pengelompokan orang –

orang, alat–alat, tugas–tugas serta wewenang dan tanggung jawab

sedemikian rupa sehingga terdapat suatu institusi yang dapat digerakkan

sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan

yang telah ditentukan sebelumnya (Soekardi, 2006).

Dalam suatu organisasi tentunya didukung oleh sarana dan

prasarana serta pendanaan yang cukup dalam setiap perjalanannya. Selain

faktor sumber daya manusianya, kedua faktor tersebut di atas perlu menjadi

pertimbangan utama. Meskipun struktur organisasi telah disusun dengan

lengkap, Namun organisasi itu belum dapat dibaca secara jelas mengenai

besar kecilnya organisasi, wewenang tiap pejabat atau petugas, macam jenis

satuan organisasi dan sebagainya. Untuk memperjelas struktur organisasi ini

diperlukan bagan organisasi. Bagan organisasi adalah gambar struktur

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

42

organisasi yang ditukjukkan dengan kotak-kotak atau garis-garis yang

disusun menurut kedudukannya dan masing-masing memuat fungsi tertentu,

yang satu sama lain dihubungkan dengan garis-garis saluran wewenang dan

tanggung jawab (Dirham, 1986:17).

Organisasi olahraga tidaklah berbeda dengan organisasi pada

umumnya. Perbedaanya hanya terletak pada kegiatan atau aktifitas yang

dijalankan dalam suatu organisasi dan tujuan dari organisasi olahraga

tersebut. Organisasi olahraga merupakan usaha dari sekelompok orang yang

bergerak dalam bidang olahraga tertentu dan saling kerjasama untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu prestasi maksimal.

Sebagai induk organisasi olahraga di Indonesia adalah Komite

Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat yang berkedudukan di Jakarta.

KONI Pusat ini membawahi dan mengkoordinir semua organisasi-

organisasi olahraga di Indonesia. Dengan demikian akan terjalin kerjasama

yang baik antar organisasi olahraga, baik di tingkat daerah maupun pusat.

Sehingga tujuan organisasi olahraga yaitu prestasi maksimal dapat tercapai

dengan baik.

Induk organisasi olahraga untuk paralyimpian dinaungi oleh NPC

of Indonesia (Nattional Paralyimpic of Indonesia). NPC of Indonesia

merupakan sebuah wadah untuk para atlet difabel mengikuti pelatihan pada

cabang olahraganya masing masing. Didalam struktur kepengurusan NPC of

Indonesia membawahi dan mengawasi NPC di tingkat propinsi dan daerah,

selanjutnya NPC daerah membawahi dan mengelola cabang olahragadi

tingkat cabang kota. Keberadaan NPC of Indonesia didalam keoorganisasian

olahraga di Indonesia posisinya tidak lagi berada dibawah naungan dan

pengawasan KONI Pusat bersama Pengurus Besar (PB) olahraga lainnya,

tetapi sekarang ini sudah berdiri sendiri dan setara dengan KONI.

b. Unsur-unsur dalam Organisasi

Didalam sebuah organisasi terdapat beberapa unsur unit pejabat

yang menduduki suatu bidang tertentu. Unsur-unsur organisasi tersebut

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

43

mempunyai tugas tertentu sesuai dengan jabatannya dan saling berhubungan

satu dengan yang lainnya. Pada prinsipnya kegiatan yang dilakukan oleh

setiap unsur organisasi bertujuan untuk menghasilkan kualitas kerja yang

baik dan memajukan organisasi, sehingga organisasi menjadi sehat dan

berjalan dengan baik.

Unsur-unsur organisasi tersebut adalah :

a) Pengurus

Pengurus merupakan orang yang mempunyai tugas dan tanggung

jawab cukup besar dalam organisasi. Pengurus merupakan orang yang

memegang kendali jalannya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh suatu

organisasi. Maju atau mundurnya suatu organisasi tergantung dari suatu

aktivitas para pengurusnya. Pengurus dalam suatu organisasi, biasanya

dipegang oleh seorang pejabat tertentu. Pejabat yang bertindak sebagai

seorang pengurus dalam organisasi dapat disusun dengan format sebagai

berikut :

1) Ketua Umum

2) Wakil Ketua Umum

3) Sekretaris

4) Bendahara

5) Seksi-seksi

6) Penasehat

b) Anggota

Selain pengurus unsur yang tidak kalah pentingnya dalam

organisasi adalah anggota. Keterlibatan seorang anggota didalam suatu

organisasi sangat diperlukan, meskipun keberadaan anggota dalam

organisasi tidak begitu aktif bila dibandingkan dengan keterlibatkan

seorang pengurus. Kewajiban pokok seorang anggota dalam organisasi

adalah mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan.

c) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Anggaran Dasar adalah merupakan landasan pokok dan sebagai

dasar pelaksana kegiatan yang memuat aturan-aturan yang berlaku sesuai

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

44

dengan ketentuan dalam organisasi. Anggaran Rumah Tangga merupakan

petunjuk pelaksanaan kegiatan dalam kegiatan dalam organisasi.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga keduanya merupakan

dasar dan petunjuk bagi pelaksanaan kegiatan yang diarahkan kepada

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

d) Rencana Kerja

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu dibuat

adanya rencana kerja. Dalam rencana kerja tersebut memuat kegiatan-

kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu yang telah

ditetapkan. Agar rencana kerja dapat terlaksana dengan baik, maka

diperlukan kerja sama yang baik antara unsur-unsur yang terlibat didalam

organisasi.

e) Anggaran Belanja

Anggaran Belanja merupakan salah satu bentuk dari berbagai

rencana kerja yang telah disusun dalam organisasi. Dalam menyusun

anggaran belanja harus disesuaikan dengan keadaan organisasi. Anggaran

Belanja yang dibuat hendaknya bersifat realitis, luwes, dan kontinyu.

Anggaran yang dibuat harus mampu mengatasi kemungkinan-

kemungkinan yang terjadi dan dapat berubah sesuai dengan keadaan,

serta jangan sampai Anggaran Belanja yang dibuat tidak sesuai dengan

perhitungan yang sudah direncakan.

c. Organisasi Olahraga

Menurut J.S. Husdarta, (2009) kegiatan olahraga, termasuk juga

penjas yang mengandung misi untuk mencapai tujuan pendidikan,

memerlukan manajemen yang baik. Kegiatan olahraga semakin berkembang

dalam corak yang semakin beragam. Aneka motif mulai tumbuh sesuai pula

dengan kebutuhan manusia dalam kaitannya dengan olahraga. Ada motif

yang bertujuan hanya untuk memenuhi dorongan berafiliasi atau

memperoleh pergaulan yang luas, dan ada pula motif untuk memperoleh

kekuasaan, dan masih banyak lagi motif lainnya. Saat ini organisasi

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

45

olahraga menjadi hal yang sangat penting didalam dunia olahraga modern,

seperti yang dikatakan Husdarta (2009) bahwa :

Organisasi olahraga lebih-lebih pendidikan jasmani dihadapkan

dengan kekurangan kronis, berupa ketiadaan infrastruktur , lemahnya

dukungan, kecilnya dana yang disediakan, dan kesulitan lain untuk

menumbuhkan programnya. Dalam situasi seperti itu, kemampuan

manajerial sangat dibutuhkan yang intinya adalah pelaksanaan fung-

fungsi manajemen, dan terkait pula dengan kompetensi manjer beserta

personalnya (hlm. 42).

Dan menurut Harsuki (2003) menyatakan bahwa “Kesuksesan

suatu organisasi sangat tergantung dari kesadaran dari manajer akan :

tingkat pekerja, kemampuan SDM, peran serta motivasi dalam pencapaian

tujuan organisasi” (hlm. 168-169).

Keseluruhan kegiatan yang semakin kompleks itu, memerlukan

manajemen. Karena dalam kegiatan itu terdapat sejumlah faktor yang harus

dikelola. Kegiatannya melibatkan beberapa komponen meliputi:

1) Tujuan: termasuk prioritas.

2) Manajemen: termasuk koordinasi.

3) Fasilitas: tempat untuk menyelenggarkan kegiatan.

4) Sumber belajar: sumber pendukung bagi kelangsungan program.

5) Program : pengalaman belajar yang harus disediakan.

6) Pelatih/guru: berfungsi sebagai fasilitatir dan manajer perubahan

perilaku.

7) Siswa/ atlet: subjek yang menjadi pelaku dan sekaligus mengalami

pemberian pengalaman belajar.

8) Kendali mutu: berkaitan dengan evaluasi dan riset.

9) Supervisi: pengendalian mutu, dan terkait pula dengan unsur

leading.

10) Biaya: konsekuensi logis dari semua kebutuhan.

Organisasi olahraga yang baik harus memenuhi syarat-syarat

khusus sebagai organisasi olahraga, sehingga dapat terwujud organisasi

olahraga yang sehat, baik dan berjalan dengan lancar. Di indonesia ada

lebih dari 30 cabang organisasi olahraga dari beberapa macam cabang satu

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

46

dengan yang lain berbeda-beda sehingga diperlukan wadah untuk

menampung aspirasi setiap organisasi dan sebagai induk organisasi olahraga

adalah komite Olahraga Nasional Indonesia atau disebut KONI pusat ini

membawahi dan mengkoordinir semua organisasi-organisasi olahraga di

Indonesia. Kalau sudah ada induk organisasi maka akan terjalin kerjasama

yang baik antar organisasi olahraga baik di tingkat daerah maupun pusat.

Organisasi Olahraga Panahan menjadi induk organisasi yang

berada di daerah adalah Persatuan Panahan Indonesia sering disebut

PERPANI. Namun pada cabang olahraga Panahan untuk difabel belum ada

induk organisasi yang secara khusus seperti PERPANI yang spesifik

menangani cabang olahraga panahan, cabang olahraga panahan masih

dikelola dan dinaungi oleh NPC, baik NPC Pusat, Provinsi maupun daerah.

d. Struktur Organisasi NPC

Dalam pembentukan struktur organisasi, NPC berpedoman pada

AD/ART Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI). Karena ISORI

bertujuan membina dan mengembangkan serta meningkatkan mutu olahraga

pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi dengan menggunakan

ilmu pengetahuan dan teknologi sebagi sarana utamanya. Maka dengan

menggunakan AD/ART ISORI struktur kepengurusan NPC dibentuk.

Susunan pengurus NPC adalah sebagai berikut :

1. Pengurus Pusat terdiri dari :

a. Pelindung/Penasehat

b. Dewan Pakar

c. Ketua Umum

d. Ketua I sebagai ketua harian

e. Sekertaris Jendral dan wakil sekertaris Jendral

f. Bendahara dan wakil bendahara

g. Bidang-bidang sesuai kebutuhan

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

47

2. Pengurus provinsi maupun kabupaten / kota terdiri dari :

a. Pelindung/Penasehat

b. Ketua Umum

c. Ketua I sebagai ketua harian

d. Sekertaris Jendral dan wakil sekertaris Jendral

e. Bendahara dan wakil bendahara

f. Bidang-bidang sesuai kebutuhan

Dilihat dari susunan pengurus yang di keluarkan oleh ISORI diatas

maka NPC Pusat maupun Provinsi, Kabupan/Kota susunannya berbeda

karena bentuk kerja yang dilakukak di pusat dan provinsi maupun

Kabupanten/Kota cakupannya berbeda. Sehingga suatu struktur organisasi

apabila sudah membentuk struktur organisasi seperti yang di keluarkan oleh

ISORI diatas dan sudah menjadikan pedoman dalam penyusunan struktur

organisasi bisa dikatakan struktur organisasinya sudah memenuhi standart.

7. Pendanaan

Dalam aktifitas organisasi maka keuangan adalah sebagai bahan

bakarnya. Keuangan yang menggerakkan seluruh bagian organ, oleh karenanya

maka setiap organisasi haruslah mempunyai dana keuangan. Hampir dapat

dipastikan bahwa dalam anggaran dasar dan anggaran organisasi mengenal

sumber keuangan berasal dari beberapa kemungkinan, antara lain : 1) Iuran

anggota, 2) Bantuan dari Pemerintah atau pihak ketiga, 3) Usaha lain yang sah

dan tidak mengikat (Soekardi, 2006).

Dalam pasal 69 ayat (1) UU RI Nomor 3 Tahun 2005 menyatakan

bahwa pendanaan keolahragaan menjadi tanggung jawab bersama antara

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Adanya suatu kerjasama akan

menghasilkan dana yang cukup besar.

Keuangan ini haruslah dikelola dengan baik demi kelancaran dan

tercapainya tujuan organisasi. Tanpa adanya dana maka suatu organisasi

tersebut akan lumpuh. Efisiensi penggunaan dana akan menyuburkan aktifitas

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

48

organisasi. Manajemen yang baik dalam pengelolaan dana akan membawa

organisasi dalam aktifitas yang sebenarnya.

8. Panahan

a. Pengertian Panahan

Panahan atau memanah adalah suatu kegiatan menggunakan busur

panah untuk menembakkan anak panah. Mengenai pengertian panahan

Husni, Hakim, Gayo (1990) berpendapat, “Panahan adalah salah satu

cabang olahraga yang menggunakan busur dan anak panah. Dalam

permainan ini, setiap pemain harus mampu menembakkan anak panahnya

mengenai sasaran yang telah ditentukan” (hlm. 294). Bukti-bukti

menunjukkan bahwa sejarah panahan telah dimulai sejak 5.000 tahun yang

lalu yang awalnya digunakan untuk berburu dan kemudian berkembang

sebagai senjata dalam pertempuran dan kemudian sebagai olahraga

ketepatan. Seseorang yang gemar atau merupakan ahli dalam memanah

disebut juga sebagai pemanah.

b. Sejarah Olahraga Panahan

Manusia sejak kapan mulai memanah belum ada yang mengetahui,

namun dari beberapa buku melukiskan bahwa orang purbakala lebih dari

100.000 tahun yang lalu telah melakukan panahan untuk berburu dan

mempertahankan hidup. Panah adalah semacam senjata yang berupa barang

panjang, tajam pada ujungnya dan diberi bulu pada pangkalnya yang

dilepaskan dengan busur, sedangkan memanah adalah melepaskan anak

panah terhadap target atau sasaran (W.J.S. Poerwadarminto, 1996: 700).

Pada tahun 1676, atas prakarsa Raja Charles II dari Inggris panahan

mulai dipandang sebagai suatu cabang olahraga. Kejuaaraan Nasional

pertama kali, yaitu di Inggris pada tahun 1844 dibawah nama GNAS (Grand

National Archery Society). Di Indonesia organisasi panahan resmi terbentuk

pada tanggal 12 Juli 1953 di Yogyakarta atas prakarsa Sri Paku Alam VIII

dengan nama Perpani (Persatuan Panahan Indonesia). Perpani pada tahun

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

49

1959 mengadakan Kejuaraan Nasional yang pertama kali sebagai

perlombaan yang terorganisir.

Setelah terbentuk Perpani, pada tahun 1959 Indonesia diterima

sebagai anggota FITA (Federation International de Tir A L’arc) dalam

konggres di Oslo, Norwegia. Dengan diterimanya menjadi anggota FITA,

maka terbukalah kesempatan untuk mengambil bagian dalam kejuaraan-

kejuaraan Internasional. Sejarah telah mencatat bahwa pada Olympic

Games tahun 1976 di Montreal, Kanada, pemanah putri Indonesia, yaitu

Leane Suniar berhasil menempati urutan kesembilan, sedangkan pada

Olympic Games tahun 1988 di Seoul, Korea Selatan, pemanah beregu putri

berhasil menempati urutan kedua dan pertama kalinya Indonesia mendapat

perak di arena bertaraf Internasional. Perpani dalam perkembangannya

selalu berusaha dan berhasil mengikuti kejuaraankejuaraan dunia.

Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari teknik-teknik yang selalu dilatih

dan diterapkan oleh para pemanah Indonesia dalam kejuaraan-kejuaraan

baik Nasional maupun Internasional (www.koni.or.id).

c. Perkembangan Olahraga Panahan di Indonesia

Panahan sudah dikenal di Indonesia sejak berabad-abad yang

lampau, hal ini dapat dibuktikan dan dilihat pada cerita-cerita wayang yang

menceritakan bahwa busur dan panah digunakan sebagai alat berburu dan

berperang.

Mengenai perkembangan olahraga panahan di Indonesia, Nurhayati

(2011) menyatakan, “PERPANI sebagai induk organisasi panahan didirikan

pada tanggal 21 juli 1953 dengan pendiri GPAA Paku Alam VIII yang

kemudian menjabat sebagai ketua sampai seperempat abad. Perlombaan

Kejuaraan Panahan Indonesia pertama diselenggarakan di Surabaya pada

tahun 1959” (hlm. 3). Sejak saat itu panahan berkembang sebagai olahraga

nasional, walaupun pada awal perkembangan kegiatan panahan hanya

terdapat di daerah jawa. Pada perkembangan selanjutnya kegiatan panahan

telah dikenal dan dilatih diseluruh penjuru tanah air.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

50

Di Indonesia, dikenal 4 jenis olahraga panahan yaitu ronde FITA,

PERPANI, COMPOUND, DAN TRADISIONAL. Keempat ronde ini

termasuk dalam acra pertandingan resmi dalam setiap kejuaraan Nasional

maupun PON.

Perkembangan cabang olahraga panahan untuk paralyimpian

dikelola dan dinaungi oleh National Paralyimpic Comitte of indonesia.

Cabang olahraga panahan belum membentuk induk organisasi khusus untuk

menaungi dan mengelola cabang olahraga panahan bagi para difabel.

d. Gerak Kinestetik Olahraga Panahan

Rangkaian keterampilan memanah yang melibatkaan beberapa

jenis gerak, menuntut kualitas pengerahan tenaga yang efisien, maka

diperlukan suatu koordinasi kerja antara kelompok otot-otot yang terlibat

dalam gerak tersebut. Koordinasi pada keterampilan memanah erat

kaitannya dengan komponen fisik, berupa: kekuatan, daya tahan, dan

fleksibilitas, yang terkait erat dalam penyempurnaan teknik. Kualitas

koordinasi gerak dalam memanah tercermin dari kemampuan untuk

melakukan gerak secara mulus, tepat dan efisien. Koordinasi keterampilan

gerak dalam memanah merupakan cerminan dari gerak kinestetik, berupa

pengusaan gerak memanah secara keseluruhan.

Untuk dapat melakukan koordinasi gerak memanah dengan baik,

maka diperlukan kesadaran akan rencana gerak dan proses gerak yang

sedang dilakukan. Menurut Barrow dan Rosemary (1979), kinestetik adalah

perasaan gerak yang memberikan kesadaran akan posisi tubuh atau bagian-

bagian tubuh pada waktu, sehingga gerak tubuh dapat terkontrol dengan

akurat.

Rasa kinestetik (kinesthetic sens) adalah pengetahuan tentang

posisi tubuh dalam ruang untuk memenuhi atau merasakan suatu

gerakan. Sage menyatakan bahwa kinestetik adalah kemampuan pengasaan

gerak tubuh yang melibatkan proses pengolahan informasi, bermula dari

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

51

stimulus pada otot tendon dan sendi, kemudian disalurkan melalui jaringan

syaraf ke otak dan kemudian direspon dengan tepat (Sage, 1977).

Sedangkan Oxendine (1984) menyatakan bahwa kinestetik

dipengaruhi oleh empat factor yaitu: (1) posisi tubuh atau anggota tubuh,

anggota tubuh bagian atas mempunyai derajat kinestetik tinggi

dibandingkan anggota badan bagian bawah, (2) pengalaman, gerak yang

relatif lebih besar kemungkinannya untuk dapat dilakukan dengan tepat, (3)

keseimbangan, merupakan faktor penting pada saat melakukan gerakan;

tubuh yang stabil mempunyai tingkat kinestetik yang lebih baik

dibandingkan pada saat tubuh dalam keadaan labil, dan (4) oreiantasi ruang,

yaitu kemampuan dalam mempersepsikan pola gerak yang akan dilakukan.

Pendapat lain menyatakan bahwa olahraga panahan adalah

olahraga yang memerlukan : (1) koordinasi gerak visual (ketepatan); (2)

rasa gerak (feeling/sense of kinesthetics); (3) kekuatan lengan (daya tahan

kekuatan); (4) panjang tarikan; (5) konsentrasi; dan (6) keseimbangan

emosi.

Dengan memiliki kemampuan rasa gerak (kinestetik) seseorang

bisa membedakan rasanya gerakan yang benar dan rasanya gerakan yang

salah sehingga ia bisa berusaha selalu melakukan gerakan yang benar dan

menghindari untuk tidakmelakukan gerakan yang salah dalam berolahraga

(Depdikbud, 1999/2000).

Menyimak dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka yang

dimaksud dengan gerak kinestetik adalah kemampuan seseorang untuk

membedakan perasaan gerak yang benar dan yang salah sehingga ia dapat

berusaha selalu melakukan gerakan yang benar dan menghindari untuk tidak

melakukan gerakan yang salah dalam panahan.

e. Sistem Energi Olahraga Panahan

Ditinjau dari segi penggunaan sistem energi, dapat dikatakan

bahwa olahraga panahan murni menggunakan oksigen. Bompa (1990)

mengemukakan bahwa kekuatan sistem energi olahraga adalah: (1) ATP-PC

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

52

sebesar 0% (2) LA sebesar 0%, dan (3) sebesar 100%. Pate, Rotella,

McClenaghan dalam terjemahan Dwijowinoto (1993) mengemukakan

bahwa olahraga panahan memerlukan kapasitas aerobik maksimal untuk

putera sebesar 58 mL/kg.BB./menit dan untuk puteri sebesar 40

mL/kg.BB./menit.

f. Keterampilan Gerak Dan Penggunaan Otot Olahraga Panahan

Olahraga panahan merupakan kombinasi dan berbeda di antara

keterampilan gerak halus dan kasar. Keterampilan gerak halus

adalah gerakan yang melibatkan otot-otot kecil, terutama jari-jari, dan

lengan bawah serta seringkali melibatkan koordinasi antara mata dan

tangan, sedangkan keterampilan gerak kasar adalah gerakan yang

melibatkan atau mengunakan otot-otot besar. Hal ini tampak pada saat

menarik dan memanah busur diperlukan keterampilan gerak kasar, tetapi

membidik dan pelepasan panah termasuk keterampilan gerak halus

yangmemerlukan koordinasi mata-tangan. Aktivitas ini pada

dasarnya memerlukan suatu rangkaian yang diawali dari keterampilan

gerak kasar kemudian berlanjut ke keterampilan gerak halus.

Seidel, at al (1975) mengemukakan bahwa panahan adalah suatu

aktivitas yang memerlukan tenaga yang memadai untuk ditransfer dari busur

ke panah supaya menggerakkan panah ke sasaran yang dituju. Jika busur

direntang, maka akan menghasilkan potensi energi. Pada saat pelepasan

potensi energi diubah menjadi energi kinetik, maka energi diberikan ke

panah. .

Kegagalan dalam memberikan tenaga yang memadahi ke panah

akan menghasilkan tembakan yang lemah dan panah tidak dapat melaju

sampai jauh. Busur adalah sebuah peralatan yang digunakan

untuk membantu memberikan tenaga pada panah. Kerja otot

adalah melenturkan busur. Menekuknya busur tersebut disebabkan

oleh tarikan tangan penarik busur. Pada saat tali busur dilepas dari

posisitekukannya, maka tenaga diberikan pada panah. Tenaga yang

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

53

memadai harus ditransfer dari busur ke panah untuk menggerakan

panah mencapai sasaran yang diinginkan. Tenaga tersebut diarahkan

melalui aktivitas-aktivitas dalam serangkaian penembakan yang

dilakukanoleh pemanah.

Dari sudut biomekanis, olahraga panahanadalah mempertahankan

sikap yang memerlukan kekuatan otot pada waktu menarik, membidik dan

melepaskan panah, ditambah dengan perhitungan arah bagi jalannya panah,

setepat mungkin.

Berdasarkan sikap seperti itu, maka panahan termasuk dalam

bentuk kelompok keterampilan yang memerlukan otot-otot untuk sikap

memanah dan mengarahkan panahnya ke sasaran. Pada saat tarikan

dilakukan oleh lengan penarik busur (kontraksi isotonis/dinamis), maka

lengan pemegang busur harus dijaga atau harus dipertahankan untuk

mengatasi kekuatan tarikan. Pada saat tarikan penuh, maka lengan yang

memegang busur harus benar-benar bertahan/terkunci pada tempatnya

(kontraksi isometris/statis). Ini akan memungkinkan lengan yang memegang

busur menyerap tenaga atau reaksi dari busur pada saat panah meninggalkan

tali busur.

Secara kinesiologis, khususnya menganalisis otot-otot utama dari

tubuh bagian atas yang terlibat dalam memanah. Furqon dan Doewes (2000)

mengutip pendapat dari Consumer Guide mengemukakan bahwa otot-otot

utama yang perlu dikembangkan dalam olahraga panahan adalah otot-otot

leher, bahu,bicep, triceps, lengan bawah, pergelangan tangan, perut dan

otot-otot togok.

Perlu diketahui bahwa otot-otot lengan yang bekerja dalam

olahraga panahan terdiri dari tiga bagian yaitu otot lengan bagian atas, otot

lengan bagian bawah dan otot–otot tangan. Sedangkan otot-otot yang

bekerja dominan adalah otot lengan seperti otot tricep brachii,deltoids dan

otot bicep brachii. Otot-otot yang disebutkan, diperkuat oleh Hardianto

Wibowo di dalam bukunya seperti dijelaskan sebagai berikut:

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

54

1) Otot lengan bagian atas

a) otot-otot ventralis disebut otot bagian atas (fleksi)

b) Otot-otot dorsalis atau kedang (ekstensi)

i. M. Deltoids

ii. M. Bicep Brachii

iii. M. Tricep Brachii

2) Otot lengan bagian bawah

a) Otot-otot ventralis

b) Otot-otot radialis

c) Otot-otot Dorsalis

3) Otot tangan

a) Otot-otot tenar/ ibu jari/ bagian Lateral

i. M. abduktor pollisis bervis

ii. M. opponeus pollisis

iii. M. flexor pollisis

iv. M. abduktor pillisis

b) Otot-otot hipotenar/ kelingking/ bagian medial

i. M. palmoris brevis

ii. M. abductor digiti quinti

iii. M. flexor digiti quinti

iv. M. opponeus digiti quinti

c) Otot-otot bagaian dalam lengan/ bagian tengah

i. M. Lumbrikales

ii. M. interossesi dorsalis

iii. M. interossesi volaris

Achmad Damiri, Anatomi Manusia(1994).

Keterampilan merupakan bagian dari keterampilan (skill) gerak.

Singer (1980) mengemukakan bahwa “keterampilan = kecepatan x

ketepatan x bentuk x kemampuan beradaptasi”. Ketepatan gerak diperlukan

dalam menentukan bagaimana aktivitas gerak dilakukan dengan berhasil.

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

55

Keberhasilan ini juga ditentukan oleh produktivitas gerak yang dilakukan.

Produktivitas gerak berkaitan erat dengan konsistensi kinerja.

Pemanah yang berhasil adalah pemanah yang mempunyai kinerja

dan berhasil yang konsisten. Jika pemanah menggunakan teknik yang benar,

ia harus mampu mengulangi tindakannya dengan tepat dalam tiap

melakukan tembakan. Adanya sedikit penyimpangan yang berarti dalam

penempatan panah di sasaran. Ketepatan diukur dalam kaitannya dengan

penempatan panah di sasaran dan sistem pencataan nilai. Perbedaan diantara

keajekan dan ketidakajekan tampak pada penempatan panah di sasaran dan

nilai yang diperoleh.

Pemanah yang konsisten menembakkan sejumlah panahnya

disasaran paling berdekatan, sebaiknya pemanah yang tidak konsisten

menembakkan sekelompok panahnya di sasaran dalam posisis yang

menyebar. Perolehan nilai mulai meningkat dan makin memperlihatkan

keterampilan menembak, karena disertai meningkatnya konsistensi.

g. Teknik Dasar Panahan

Pemanah pemula dalam latihan panahan harus mengetahui dan

mencoba cara memasang tali yang benar pada busur. Cara memasang tali

yang benar penting sekali, yaitu agar busur tidak patah dan nocking point

berada pada posisi yang benar. Ada dua metode/caramemasang tali pada

busur:

1) Metode dorong tarik (push pull)

Metode ini dipakai pada busur yang lurus dan melengkung. Tali

dipasang secara tepatdi dalam notch dari sisi busur sebelah bawah yang

dibiarkan tenang. Tangan yang satu menarik bagian tengah busur keluar,

sedangkan tangan yang lain mendorong untuk memaksasisi busur kearah

bawah. Ketika lengkungan diperoleh, jari harus menyumbat ujung tali

dalam penakik busur atas (notch). Tali yang sudah dipasang harus

diperiksa yaitu dalam keadaan lurus dengan busur (Barrett J. A, 1990:

46). Pemanah harus hati-hati dalam menggunakan metoda ini, karena jika

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

56

saat mendorong tidak hati-hati tangan bisa tergelincir, akibatnya busur

bisa terbang ke depan dan dapat memukul wajah. Seorang pemanah

pemula, jika mempunyai suatu tarikan busur yang berat dan atau sangat

panjang, maka akan mengalami kesulitan untuk menggunakan metoda ini

(C.John, W, 1976: 47).

Gambar 3.1 Metode dorong-tarik

2) Metode tindak langkah (step-through)

Menempatkan sayap bawah di depan salah satu kaki dan tali

busur berada diantaralangkah kaki lain. Pemanah menarik sayap bagian

atas maju di atas paha dan masukkan talisampai takik pada ujung sayap.

Kelemahan dari metoda ini adalah pemanah cenderung seringmenarik

sayap bagian atas ke arah badan menjadi suatu garis lurus dengan tali

busur dan busur melengkung secara alami. Hasilnya tekanan yang tidak

seimbang dapat dengan mudahmembengkokan sayap. Bagi para pemanah

pemula sering menggunakan metode ini, karenalebih mudah dalam

memasukan tali busur dan tingkat keamanannya lebih baik daripada cara

1 (C.John, W, 1976: 49).

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

57

Gambar 3.2. Metode Step-Through

Pemanah selain harus bisa melakukan cara pemasangan tali

dengan baik, juga diusahakan berlatih pegangan (grip) yang benar

dengan tujuan supaya cepat menuju ke penguasaan teknik. Menurut

Barrett J. A (1990: 49 50) bahwa pegangan yaitu lengan dijulurkan penuh

dengan bahu ke depan, sedangkan jempol dan telunjuk memegang busur

membentuk “V”. Untuk menghindarkan jatuhnya busur, lepaskan jari-jari

pada tangan dengan sedikit tekanan sisi busur dengan jempol dan

telunjuk. Kegagalan untuk mengatur pegangan yang baik dan meluruskan

lengan busur secara tepat, akan mengakibatkan kesalahan membidik yang

serius.

Teknik memanah yang tepat dan benar sangat menunjang

pencapaian prestasi panahan yang optimal. Dengan dikuasainya teknik

memanah yang tepat dan benar akan memungkinkan keajegan

(consistency) gerakan memanah baik dalam latihan maupun kompetisi.

Tehnik memanah bagi pemula pada dasarnya ada sembilan

langkah, yaitu:

1) Cara berdiri (stance)

Stance adalah posisi kaki pada waktu berdiri di lantai atau

tanah secara seimbang dantubuh tetap tegak (Achmad Damiri,

1990:14).

Cara berdiri dalam memanah ada 4 macam, yaitu:

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

58

a) Sejajar (square stance)

i. Posisi kaki pemanah terbuka selebar bahu dan sejajar dengan

garis tembak.

ii. Pemanah pemula di sarankan untuk mempergunakan cara ini 1

sampai 2 tahun, selanjutnya baru beralih ke terbuka (open

stance).

iii. Cara berdiri sejajar mudah dilakukan untuk membuat garis lurus

dengan sasaran, namun dalam hal ini perlu diingat, yaitu pada

waktu menarik dan holding cenderung badan bergerak (Lee dkk,

2000).

Gambar 3.3. Cara Berdiri Sejajar

b) Terbuka (open stance)

i. Posisi kaki pemanah membuat sudut 45? dengan garis tembak.

ii. Pada saat menarik, posisi badan lebih stabil

iii. Posisi leher atau kepala akan lebih relaks dan pandangan

pemanah lebih mudah untuk fokus ke depan.

iv. Cara berdiri seperti ini dianjurkan untuk pemanah lanjutan,

karena pada tarikan penuh akan banyak space room pada bahu

(Lee dkk, 2000).

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

59

Gambar 3.4. Cara Berdiri Terbuka

c) Tertutup (close stance)

i. Pemanah berdiri secara tertutup

ii. Tubuh pemanah membelakangi sasaran.

iii. Posisi ini sulit karena leher dan tubuh tidak rileks, sehingga

sering tidak digunakan baik oleh pemanah pemula atau pun

pemanah lanjutan.

Gambar 3.5. Cara Berdiri Tertutup

d) Menyamping (oblique stance)

i. Pemanah berdiri dengan kedua kaki menyerong/ silang dari

garis tembak

ii. Pada saat menarik, posisi badan cukup stabil dan kepala rileks.

iii. Teknik ini digunakan oleh pemanah lanjutan, karena pemanah

pemula apabila menggunakan posisi kaki menyamping masih

sulit dalam membuat garis lurus dengan sasaran.

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

60

Gambar 3.6. Cara Berdiri Menyilang

Keterangan gambar:

1. Garis tembak

2. Arah menembak

3. Arah goyangan tubuh ke depan dan ke belakang

4. Bidang dasar tahanan tubuh

5. Sasaran

6. Lebar bahu

2) Memasang ekor panah (nocking).

Nocking adalah memasukkan ekor panah ke nocking point pada

tali dan menempatkangandar (shaft) pada sandaran panah (arrow rest).

Pemasangan anak panah yang benar yaitubulu indeks menjauhi sisi

jendela busur, sedangkan pemasangan yang salah akibatnya anakpanah

tidak bisa terbang ke arah target dengan baik atau kemungkinan besar

jatuh sebelumsampai target (Achmad Damiri, 1990: 16).

Gambar 3.7. Memasang Ekor Panah (Nocking)

3) Posisi setengah tarikan (set up)

Posisi badan releks dengan setengah tarikan. Pada saat posisi ini,

pemanah sangatpenting untuk merasakan agar posisi badan tetap

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

61

tegak/center. Pemanah dalam menarik talimenggunakan tiga jari, yaitu:

jari telunjuk di atas ekor anak panah, jari tengah dan jari manisberada di

bawah ekor anak panah. Jarak antara jari telunjuk dan jari tengah kurang

lebih satusentimeter. Pada waktu set up buat satu garis lurus antara bow

arm dengan draw arm (Leedkk, 2000).

Gambar 3.8. Posisi Setengah Tarikan (Set Up)

4) Menarik tali (drawing).

Tehnik dengan gerakan menarik tali sampai menyentuh bagian

dagu, bibir, dan hidung (Achmad Damiri, 1990: 21). Pemanah dalam

menarik tali dengan irama yang sama, agar posisi badan selalu seimbang.

Kemudian pada waktu menarik jangan dibantu dengan badan, tetapi

gunakan otot-otot belakang bahu untuk menarik. Posisi yang benar

adalah tali yang mendekati dagu atau kepala, sebaliknya jangan kepala

pemanah yang mendekati tali.

Gambar 3.9. Menarik Tali (Drawing)

5) Penjangkaran (anchoring).

Teknik dengan gerakan menjangkarkan tangan penarik pada

bagian dagu. Pada waktuanchoring, pernafasan harus dikontrol dengan

baik dan konsentrasi tetap. Setelah anchoring,tekanan ke depan dari

Page 51: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

62

tarikan ke belakang terus kontinyu jangan sampai kendur/rileks (Leedkk,

2000). Posisi anchoring ada 2 yaitu: penjangkaran yang tinggi dan

penjangkaran yangrendah. Penjangkaran tinggi, dengan ujung jari

telunjuk di sudut mulut sehingga ujung jari/ujung tangan bertumpu

sepanjang bagian bawah tulang pipi. Penempatan jari depan di

sudutmulut membantu mengatur anak panah di bawah pandangan mata.

Penjangkaran rendah, jaridepan bertumpu langsung di bawah tulang

rahang sehingga tali berada di garis tengah wajah.Tali menyentuh ujung

hidung dan di tengah-tengah dagu. Pemanah banyak mengerutkan

bibirdan mencium tali. Pemanah pemula biasanya menggunakan cara

penjangkaran yang tinggi(Barrett J. A, 1990: 52-53).

Gambar 4.1. Penjangkaran (Anchoring)

6) Menahan sikap memanah (holding).

Pemanah menahan sikap memanah beberapa saat sebelum anak

panah dilepaskan (Achmad Damiri, 1990: 23). Pada posisi holding, untuk

tekanan ke depan dan tarikan kebelakang tetap kontinyu. Pemanah dalam

posisi holding, jangan dibantu badan untuk menahan beban tarikan busur,

tetapi yang dilakukan adalah otot-otot lengan penahan busur dan lengan

penarik tali harus berkontraksi, agar sikap memanah tidak berubah/tetap

merupakan satu garis lurus (Lee dkk, 2000)

Page 52: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

63

Gambar 4.2. Menahan Sikap Memanah (Holding)

7) Membidik (aiming).

Suatu gerakan mengarahkan visir pada titik sasaran dan

pemanah dalam memegang grip serileks mungkin. Bagi seorang pemanah

pemula tehnik membidik sering berubah-ubah, hal ini disebabkan karena

waktu membidik kadang terlalu cepat dan kadang terlalu lama, sehingga

perlu latihan yang banyak agar bisa ajeg. Menurut hasil pengamatan di

kejuaraan Nasional, pemanah dalam membidik rata-rata memerlukan

waktu 4 detik. Penyetingan alat pembidik (visir) perlu disesuaikan tidak

hanya pada jarak, tetapi pada saat cuaca dingin, panas, dan angin, agar

memperoleh target sesuai yang diinginkan (Achmad Damiri, 1990: 26).

Gambar 4.3. Membidik (Aiming)

Page 53: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

64

8) Melepaskan anak panah (release).

Suatu gerakan melepaskan tali busur dengan cara tangan penarik

tali bergerak ke belakang menelusuri dagu dan leher pemanah (Achmad

Damiri, 1990: 26). Pada waktu release tekanan pada lengan kiri dan

kanan jangan sampai bertambah pada salah satu bagian. Selain itu, jari-

jari penarik tali juga harus rileks, agar mendapatkan release yang halus.

Pemanah yang release nya halus, maka setiap arah panah dan speed

(kecepatannya) sama, sehingga terbangnya anak panah menjadi mulus

(Lee dkk, 2000).

Gambar 4.4. Melepaskan Anak Panah (Release)

9) Gerak lanjut (follow through).

Pemanah selama beberapa detik melakukan gerak lanjut dengan

tetap memberikan tekanan yang sama seperti release. Pandangan mata

pemanah juga harus tetap konsentrasi kesasaran tidak beralih ke

terbangnya anak panah. Busur diusahakan tetap diam sebelum anak

panah menancap di target. Tujuan dari gerak lanjut adalah untuk

memudahkan pengontrolan gerak memanah yang dilakukan (Lee dkk,

2000).

h. Ronde-ronde Panahan

Ronde-ronde yang dilombakan adalah:

1) Ronde FITA

2) Ronde Nasional

Page 54: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

65

3) Ronde Compound

4) Ronde Tradisional

Ronde FITA dan nasional cara memanahnya sama, yaitu

dilaksanakan dengan cara berdiri, dan yang berbeda adalah jarak tembak,

peralatan busur, peralatan lapangan, serta anak panahnya. Untuk Ronde

Tradisional, memanahnya dilakukan dengan cara duduk. Jarak tembaknya

sama dengan jarak tembak Ronde Nasional. Peralatan berupa busur dan anak

panah selurunya terbuat dari bambu.

Untuk PERPANI Ponorogo sendiri, memiliki atlet panahan yang

masuk dalam Ronde FITA, Ronde Nasional, dan Compound. Untuk Ronde

Tradisional, dulu mempunyai atlet di ronde tradisional tapi sekarang sudah

tidak ada atlet di Ronde tersebut.

9. Sarana dan Prasarana

a. Sarana dan Prasarana Olahraga

Pembibitan dan pembinaan yang baik juga harus ditunjang dengan

tersedianya fasilitas berupa sarana dan prasarana olahraga. Cabang–cabang

olahraga tertentu memang memerlukan peralatan yang kadang tidak

terjangkau secara ekonomi, Namun setidaknya pemerintah membangun

sarana dan prasarana yang dapat digunakan untuk cabang–cabang terukur

dan massal seperti lapangan atau gedung. Setiap organisasi perlu memiliki

sarana dan prasarana, kebutuhan ini mutlak diperlukan untuk dapat bergerak

dan melakukan aktifitasnya.

Sarana dan prasarana olahraga adalah merupakan “wadah” untuk

melakukan kegiatan olahraga, dengan demikian untuk menyongsong Hari

Depan Olahraga Indonesia perlu disiapkan “wadah” yang mencukupi

jumlahnya sehingga seluruh masyarakat dapat memperoleh kesempatan

yang sama untuk berolahraga terutama untuk meningkatkan prestasi

olahraga. Sehingga hal tersebut sejalan dengan semboyan

“memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat” yang

Page 55: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

66

dicanangkan oleh almarhum Mantan Presiden Soeharto pada Hari Olahraga

Nasional pada tahun 1883 (Harsuki, 2003:307).

1) Sarana Olahraga

Menurut Soepartono, (2006:6) istilah sarana olahraga adalah

terjemahan dari “falicities”, yaitu sesuatu yang dapat digunakan dan

dimanfaatkan dalam pelaksanaan kegiatan olahraga atau pendidikan

jasmani. Sarana olahraga dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

a) Peralatan (apparatus) adalah sesuatu yang digunakan.

Contoh : pengaman

b) Perlengkapan (device) adalah Sesuatu yang melengkapi kebutuhan

prasarana, misalnya : garis batas, dll. Sesuatu yang dapat dimainkan

atau dimanipulasi dengan tangan atau kaki.

2) Prasarana Olahraga

Secara umum prasarana berarti segala sesuatu yang merupakan

penunjang terselenggaranya statu proses (usaha atau pembangunan).

Dalam olahraga, prasarana didefinisikan sebagai sesuatu yang

mempermudah atau memperlancar tugas dan memiliki sifat yang relatif

permanen. Salah satu sifat tersebut adalah susah untuk dipindahkan.

Dari uraian di atas dapat disebutkan prasarana untuk olahraga

lapangan adalah lapangan atau gedung olahraga. Sama halnya dengan

sarana, prasarana juga memilki standard ukuran yang berbeda untuk

masing–masing cabang olahraga.

b. Sarana dan Prasarana Olahraga Panahan.

1) Sarana

Menurut FITA yang dikutip Riyanto (2006: 2-10) ingin

memperkenalkan peralatan-peralatan yang digunakan dalam olahraga

panahan mulai dari busur, asesorisnya, anak panah, bantalan / sasaran.

Peralatan yang digunakan dalam panahan antara lain: busur (bow),

panah (arrow), pelindung jari (finger tab), pelindung lengan

(armguard), alat pembidik (visir/sighter/bowsight), alat peredam

getaran (stabilizer), kantong panah (side quiver), teropong (field

Page 56: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

67

glasses). Sedangkan peralatan penunjang antara lain: sasaran yang

terdiri dari bantalan (buttress), penopang bantalan (standard), kertas

sasaran (target face).

a) Busur

Busur terdiri dari beberapa komponen, diantaranya adalah: 1)

Bagian pegangan (handle section/riser), 2) Dahan busur atas (upper

limb), 3) Dahan busur bawah (lower limb), 4) Tali busur (bow string),

5) lilitan tengah (serving), 6) Pembatas nock/ekor panah (nock

locator), 7) lilitan ujung, 8) Tempat pegangan (grip), 9) Alat pembidik

(visit/sighter), 10) klicker, 11) Tempat sandaran panahan (arrow rest),

12) Stabilisator pendek, 13) Torque flight compensator (TFC), 14)

Stabilisator Panjang, 15) Stabilisator Pendek, 16) Ukuran busur 68

inchi dan berat tarikan 40 pound. Untuk lebih jelas komponen-

komponen tersebut, dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Bagian-bagian busur

(Sumber. Riyanto, 2006: 7)

b) Panah

Bagian-bagian anak panah adalah sebagai berikut: 1) Bedor

(arrow head/point), 2) Gandar (shaft), 3) Hiasan (crestting), Bulu

Page 57: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

68

(fletching), 5) Ekor panah (nock), Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Gambar 5.2

Gambar 5.2. Bagian-bagian panah

(Sumber. Riyanto, 2006: 8)

Untuk lebih jelas untuk mengenai bagian-bagian anak panah,

terutama jenis anak panah dan bulu panahdapat dilihat pada Gambar

5.3

Gambar 5.3. Jenis mata dan bulu panah

(Sumber. Riyanto, 2006: 8)

c) Pelindung Jari, Lengan Bawah dan Tempat Panah

Peralatan penting lainnya yang harus disediakan pemanah

selain busur dan panah, antara lain pelindung jari (finger tab),

pelindung lengan bawah (armguard), dan tempat panah (quivers).

Untuk lebih jelas peralatan tersebut, dapat dilihat pada Gambar 5.4

Page 58: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

69

Gambar 5.4. Pelindung Jari, Lengan Bawah, dan Tempat Panah

(Sumber. Riyanto, 2006: 10-11)

d) Bantalan dan target face

Bantalan dan target face yang digunakan pada panahan

berbeda-bade tergantung pada ronde apa yang digunakan. Pada ronde

tradisional target face berukuran 80 cm, ronde nasional (perpani) 80

cm, dan ronde FITA 122 cm untuk jarak 60 m, dan 70 m. Sedangkan

jarak 30 m dan 50 m digunakan 80 cm. Untuk lebih jelas dapat dilihat

pada Tabel 1.1

Page 59: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

70

Tabel 1.1. Ronde dan ukuran target

Ronde

Wanita Pria Standart

Target

Face

Poin Jarak Rambahan Jarak Rambahan

Tradisional

50 12x4 anak

panah 50

12x4 anak

panah

80 cm

1-10

40 12x4 anak

panah 40

12x4 anak

panah

30 12x4 anak

panah 30

12x4 anak

panah

PERPANI

50 12x3 anak

panah 50

12x3 anak

panah

80 cm 40 12x3 anak

panah 40

12x3 anak

panah

30 12x3 anak

panah 30

12x3 anak

panah

FITA

70 6x3 anak

panah 90

5x3 anak

panah 122 cm

60 6x3 anak

panah 70

5x3 anak

panah

50 12x3 anak

panah 50

12x3 anak

panah 80 cm

30 12x3 anak

panah 30

12x3 anak

panah

Sedangkan bantalan/sasaran dan target face dapat dilihat

pada Gambar 5.5 sebagai berikut:

Page 60: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

71

Gambar 5.5. Bantalan dan target face(Sumber. Riyanto, 2006: 13)

2) Prasarana

a) Arena atau Lapangan Permainan

Lapangan yang digunakan dalam permainan atau perlombaan

panahan adalah area yang besar atau terbuka yang dibuat berjalur-jalur

dengan lebar 5 meter. Lapanagn untuk laki-laki dan perempuan

dipisahkan. Tiap jalur ditandai dengan pasak yang diberi nomor dan

dilengkapi dengan jarak tembak untuk pria: 90m, 70m, 50m,dan 30m

sedangkan jarak tembak untuk wanita: 70m, 60m, 50m, dan 30m.

Menurut FITA yang dikutip Riyanto (2006: 13-16) Lapangan

perlombaan panahan yang disarankan seperti gambar berikut:

Gambar 5.6. Shooting line layout-Olympic Round Teams Finals

(Sumber. Riyanto, 2006: 13)

Page 61: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

72

Gambar 5.7. Range Layout-Major Events

(Sumber. Riyanto, 2006: 14)

10. National Paralyimpic Comitte of Indonesia

Nama resmi organisasi ini adalah National Paralympic Committee of

Indonesia yang merupakan induk organisasi olahraga bagi penyandang

Page 62: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

73

disabilitas di Indonesia. Organisasi ini merupakan institusi resmi yang

menaungi atlit-atlit dan olahraga khusus penyandang disabilitas di Indonesia.

a. Sejarah NPC of Indonesia

Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa yang sebelumnya

dikenal dengan Rehabilitasi Cacat didirikan oleh Pairan Manurung. Pada

tanggal 31 Oktobe 1962, Prof. Dr. Soeharso memberikan saran agar

Rehabilitasi Cacat di ganti namanya menjadi Balai Besar Rehabilitasi Sosial

Bina Daksa. Pairan Manurung mendirikan sebuah organisasi bernama

Yayasan Pembina Olahraga Cacat (YPAC) di Surakarta, Jawa Tengah,

Indonesia. Dalam perkembangannya yayasan ini berhasil membina beberapa

atlit penyandang disabilitas di masanya.

Pada Musyawarah Olahraga Nasional yang diselenggarakan di

Yogyakarta pada tanggal 31 Oktober - 1 November 1993, beberapa orang

menyarankan mengganti nama YPAC menjadi Badan Pembina Olahraga

Cacat (BPOC). Maka sejak tanggal 31 Oktober 1993 itulah nama BPOC

digunakan dengan tujuan supaya organisasi ini nantinya bisa mendapatkan

bantuan dana dari pemerintah.

Berdasarkan keputusan yang dibuat pada International Paralympic

Committee (IPC) General Assembly pada 18 November 2005, yang

mewajibkan para anggotanya untuk memakai kata 'paralympic' untuk

gerakan dan kegiatan yang berkaitan dengan olahraga penyandang

disabilitas, maka BPOC yang kala itu sudah menjadi anggotanya pun

kemudian berganti nama menjadi National Paralympic Committee of

Indonesia (NPC). Hingga kini nama itulah yang digunakan sebagai nama

resmi organisasi dan telah diakui legalitasnya oleh IPC dan Pemerintah

Republik Indonesia sebagai induk organisasi pembinaan olahraga untuk

penyandang disabilitas di Indonesia.

Berbagai halangan dan tantangan telah dilalui oleh organisasi ini.

Hingga saat ini NPC Indonesia telah resmi menjadi anggota dari beberapa

organisasi olahraga penyandang disabilitas baik di tingkat regional maupun

Page 63: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

74

international seperti misalnya, IPC, Asian Paralympic Committee, Asean

Para Sport Federation, dll. National Paralympic Committee of Indonesia

senantiasa berjuang untuk membina atlit-atlit penyandang disabilitas

Indonesia hingga kini telah banyak prestasi yang diraih dalam berbagai

kompetisi baik di tingkat regional maupun internasional.

b. Klasifikasi Atlet Paralyimpik

Mengelompokkan atlet sesuai dengan tingkatan gangguan pada

fungsi tubuh dan memberikan keadilaN untuk berkompetisi merupakan

tujuan utama dari pengklasifikasian. Para-atlet ditempatkan di kategori

kompetisi berdasarkan jenis gangguan fungsi yang mereka miliki, ini

disebut kelas olahraga. Hal ini untuk menghindari atlet yang tidak memiliki

gangguan yang sesuai dengan klasifikasinya ikut bertanding dan selalu

mendapatkan kemenangan. Sistem klasifikasi IPC (International

Paralyimpic Comitte) menentukan atlet yang memenuhi syarat untuk

bersaing dalam olahraga dan bagaimana atlet dikelompokkan bersama-sama

untuk kompetisi. Pada tahap ini pengelompokan berdasarkan jenis

penurunan fungsi mirip dengan pengelompokan atlet oleh usia, jenis

kelamin atau berat.

Dalam olahraga paralyimpik ini, atlet dikelompokkan berdasarkan

tingkat keterbatasan aktivitas yang dihasilkan dari penurunan kualitas fungsi

tubuh. Olahraga yang berbeda membutuhkan atlet untuk melakukan

kegiatan yang berbeda pula, seperti: berlari, mendorong kursi roda, dayung

dan menembak. Setiap cabang olahraga memerlukan kegiatan yang berbeda,

dampak dari penurunan nilai pada setiap olahraga juga berbeda. Oleh karena

itu, untuk klasifikasi untuk meminimalkan dampak dari penurunan pada

kinerja olahraga, klasifikasi harus disesuaikan dengan olahraga tertentu.

Tiga langkah Klasifikasi: Atlet diklasifikasikan oleh (classifiers)

pengklasifikasi, dua atau tiga calssifiers yang bekerja bersama-sama dalam

sebuah panel klasifikasi. Mereka dilatih dan disertifikasi oleh Federasi

Internasional. Ketika mengevaluasi atlet, panel klasifikasi selalu

Page 64: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

75

mempertimbangkan tiga pertanyaan, yang dijawab melalui proses evaluasi

atlet:

1. Apakah atlet memiliki gangguan memenuhi syarat untuk olahraga ini?

2. Apakah ketunaan atlet memenuhi syarat kriteria kecacatan minimum

olahraga?

3. Apakah nomor perlombaan yang akan diikuti memberikan batasan yang

jelas terhadap tingkat kecacatan atlet?

1) Kelayakan Tingkat Ketunaan/Disabilitas

Langkah pertama dalam klasifikasi olahraga paralimpik adalah

untuk menentukan apakah atlet memiliki gangguan yang memenuhi

syarat.

Gerakan Paralympic menawarkan peluang olahraga untuk atlet

yang memiliki gangguan yang dimiliki salah satu dari sepuluh jenis

gangguan yang memenuhi syarat dan diidentifikasi dalam "Policy on

Eligible Impairments in the Paralympic Movement." Ini ada pada bagian

2 Pasal 3.13 dari IPC Handbook Ini adalah deskripsi singkat dari 10 jenis

gangguan yang memenuhi syarat:

(a) Gangguan kekuatan otot: Berkurangnya gaya yang dihasilkan oleh

otot atau kelompok otot, seperti otot-otot pada tungkai atau bagian

bawah tubuh. Contah pada kasus ini adalah paralimpian dengan cedera

tulang belakang, spina bifida atau polio.

(b) Gangguan gerak pasif: Berkurang keluasan gerak pada satu sendi atau

lebih secara permanen, misalnya karena arthrogryposis.

Hipermobilitas sendi, ketidakstabilan sendi, dan kondisi akut, seperti

radang sendi, tidak dianggap gangguan memenuhi syarat.

(c) limb deficiency: Baik Total atau parsial tidak adanya tulang atau sendi

sebagai akibat dari trauma (misalnya kecelakaan mobil), penyakit

(misalnya kanker tulang) atau kekurangan anggota tubuh bawaan

(misalnya dysmelia).

Page 65: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

76

(d) Perbedaan panjang tungkai: Salahsatu tulang lebih pendek di satu kaki

karena ketunaan bawaan atau trauma.

(e) Bertubuh pendek: Kurangnya tinggi berdiri karena dimensi abnormal

tulang tungkai atau batang atas dan bawah, misalnya karena

achondroplasia atau disfungsi hormon pertumbuhan.

(f) Hypertonia: Peningkatan abnormal pada ketegangan otot dan

berkurangnya kemampuan otot untuk peregangan, karena kondisi

neurologis, seperti cerebral, cedera otak otak atau multiple sclerosis.

(g) Ataksia: Kurangnya koordinasi gerakan otot karena kondisi

neurologis, seperti cerebral palsy, cedera otak atau multiple sclerosis.

(h) Athetosis: Umumnya ditandai dengan tidak seimbang, gerakan tak

terkendali dan kesulitan dalam mempertahankan postur simetris,

karena kondisi neurologis, seperti cerebral, cedera otak otak atau

multiple sclerosis.

(i) Penurunan kualitas pengelihatan: Penurunan kualitas pengelihatan

dipengaruhi oleh salah satu gangguan struktur mata, saraf optik atau

jalur optik, atau korteks visual.

(j) Gangguan Intelektual: Keterbatasan dalam fungsi intelektual dan

perilaku adaptif seperti yang diungkapkan dalam keterampilan adaptif

konseptual, sosial dan praktis, yang berasal sebelum usia 18.

Gerakan Paralympic mengadopsi definisi untuk jenis gangguan

yang memenuhi syarat seperti yang dijelaskan oleh World Health

Organization International Classification of Functioning, Disability and

Health (2001, Organisasi Kesehatan Dunia, Jenewa). Setiap olahraga

Paralympic mendefinisikan kelompok gangguan dan membuat aturan

klasifikasi serta memberikan kesempatan berprestasi pada semua atlet

yang memenuhi aturan yang telah dibuat. Sementara ada beberapa

olahraga yang bisa diikuti oleh atlet dari semua jenis gangguan (misalnya

atletik, renang), namun ada olahraga lainnya yang khusus untuk satu

jenis gangguan (misalnya Goalball) atau pilihan jenis gangguan

(misalkan berkuda, bersepeda). Adanya gangguan sebagian ataupun total

Page 66: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

77

dari salah satu gangguan yang memenuhi syarat olahraga merupakan

prasyarat untuk berpartisipasi, tetapi bukan satu-satunya kriteria.

2) Kriteria Kecacatan Minimum

Merupakan sebuah aturan/standar klasifikasi pada olahraga

Paralympic yang pada setiap cabang olahraga memiliki ketentuan

seberapa parah terjadi penurunan/gangguan yang dapat memenuhi

persyaratan seorang atlet tersebut dianggap memenuhi syarat untuk

mengikuti nomor perlombaan. Kriteria ini disebut kriteria kecacatan

minimal.

Contoh kriteria kecacatan minimal bisa menjadi standar

maksimum untuk perawakan pendek, atau tingkat amputasi untuk atlet

dengan kekurangan anggota tubuh.

Kriteria kecacatan minimal harus didefinisikan berdasarkan

penelitian ilmiah, yang mempertimbangkan dampak dari gangguan pada

kegiatan olahraga tersebut. Dalam hal ini, dapat dijamin bahwa dampak

penurunan kinerja dalam olahraga tersebut. Kriteria cacat minimum

menentukan spesifiknya cabang olahraga yang akan di ikuti, karena

kegiatan pada tiap cabang olahraga berbeda-beda dan harus di sesuaikan

dengan tingkat gangguanya. Akibatnya, seorang atlet dapat memenuhi

kriteria di salah satu olahraga, tapi mungkin tidak memenuhi kriteria

pada cabang olahraga lain. Jika seorang atlet tidak memenuhi syarat

untuk bersaing dalam cabang olahraga tertentu, mungkin dikarenakan ada

syarat yang tidak terpenuhi pada cabang olahraga tersebut dan Ini adalah

keputusan dari cabang olahraga yang akan diikuti.

3) Kelas Olahraga

Jika seorang atlet memenuhi syarat untuk olahraga paralimpik,

panel klasifikasi akan menilai pada kelas olahraga mana atlet akan

bersaing. Pada salahsatu cabang olahraga mungkin terdapat seekelompok

Page 67: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

78

atlet dengan keterbatasan serupa bersama-sama untuk melakukan sebuah

kompetisi, sehingga mereka dapat bersaing secara adil.

Ini berarti bahwa klasifikasi cabang olahraga yang satu dan

lainya mungkin berbeda. Ini juga berarti bahwa kelas olahraga tidak

selalu terdiri dari atlet dengan gangguan yang sama. Jika gangguan yang

berbeda menyebabkan pembatasan kegiatan serupa, atlet dengan

gangguan ini diizinkan untuk bersaing bersama-sama.

Inilah sebabnya mengapa dalam acara balap atletik kursi roda,

Anda akan melihat atlet dengan paraplegia dan kaki amputasi balap

bersama-sama. Ada beberapa olahraga yang hanya memiliki satu kelas

olahraga (misalnya es kereta luncur hoki atau powerlifting). Di sisi lain,

karena disiplin ilmu yang berbeda (berlari, melompat, melempar

peristiwa) dan karena olahraga termasuk atlet dari semua 10 gangguan

memenuhi syarat, IPC Atletik memiliki 52 kelas olahraga.

c. Klasifikasi Atlet Paralyimpik Olahraga Panahan

Ini adalah gambaran secara singkat dari klasifikasi olahraga

panahan untuk para difabel dan sama sekali tidak mengikat secara hukum.

Dalam semua kasus olahraga aturan klasifikasi tertentu akan diutamakan.

Jenis gangguan yang memenuhi syarat pada cabang olahraga panahan

adalah sebagai berikut:

1) Gangguan kekuatan otot

2) Athetosis

3) Gangguan gerakan pasif

4) Hypertonia

5) Limb deficiency

6) Ataxia

7) Perbedaan panjang Tungkai

Kategori cabang olahraga panahan dibagi menjadi tiga kelas, yaitu sebagai

berikut.

1) ARW 1, meliputi atlet yang menggunakan kursi roda dengan disabilitas

di seluruh keempat tungkai.

Page 68: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

79

2) ARW 2, meliputi pengguna kursi roda namun kedua tangan masih

berfungsi baik.

3) ARST (berdiri), meliputi para atlet yang berkompetisi sambil berdiri

termasuk mereka yang membutuhkan alat bantu berdiri karena

keseimbangan yang buruk.

Kelas yang dilombakan pada olahraga panahan bagi atlet paralyimpian

diadakan pada dua kelas olahraga, yaitu sebagai berikut:

1) Kelas W1: Pemanah di kelas ini bersaing di atas kursi roda karena

mereka memiliki penurunan nilai fisik termasuk hilangnya kaki dan

batang fungsi tubuh. Juga, hilangnya kekuatan otot pada lengan mereka,

koordinasi atau terbatasnya gerakan pada lengan. Misalnya, salahsatu

jenis gangguan yang mungkin cocok pada kelas olahraga ini adalah

penderita tetraplegia.

2) Open: Pemanah yang kini berlaga di kelas olahraga W2 dan ST telah

digabungkan bersama karena dinilai memiliki gangguan dan dampak

yang sama pada pada hasil kompetisi. Pemanah di kelas olahraga ini

mungkin memiliki keterbatasan aktivitas yang kuat di batang tubuh dan

kaki mereka dan bersaing di kursi roda. Namun lengan mereka masih

menunjukkan fungsi yang normal. Hal tersebut memungkinan akan

berlaku untuk pemanah lumpuh. Kemudian pada kelas open cabang olah

raga panahan ini, ada pula atlet yang bersaing dalam posisi berdiri dan

mereka memerlukan beberapa alat pendukung untuk berdiri karena

kualitas keseimbangannya kurang baik. Mereka juga memiliki perbedaan

panjang kaki, penurunan kualitas anggota gerak atau gangguan yang juga

mempengaruhi lengan dan tubuh mereka.

Page 69: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

80

B. Penelitian Yang Relevan

Dalam penulisan proposal tesis ini, penulis menggunakan penelitian

(tesis) ataupun karya tulis ilmiah lain yang sudah ada sebagai bahan untuk

mendapatkan gambaran penelitian ini. Penelitian tersebut berjudul: (1)

”Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Dan Pelatihan DiPusdiklat Pegawai

Departemen Sosial RI ”, yang disusun oleh Wahyuni dari ProgramPascasarjana

Universitas Negeri Jakarta Tahun 2005. dan (2) ”PelaksanaanManajemen

Personalian dalam rangka Pemberdayaan Pegawai Pada BiriKepegawaian

Mahkamah Agung RI”, yang disusun oleh Erwin Widanarko dariProgram

Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Tahun 2006. (3) PelaksanaanManajemen

Pusat Pembinaan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di SumateraUtara.

Disusun oleh Sabaruddin Yunis Bangun, Program Pascasarjana UniversitasNegeri

Jakarta Tahun 2008. (4)”Gerakan Garuda Emas”, merupakan suatu penelitian

evaluatif pelaksanaan Program Gerakan Garuda Emas di Sumatra Utara yang di

susun oleh Sanusi Hasibuan dari Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Tahun 2011.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan argumentasi teoritik terhadap hipotesis

yang diajukan, dalam penelitian pengembangan kerangka berpikir memberikan

arahan tentang langkah-langkah metodologis yang akan diambil, penelitian ini

adalah penelitian evaluatif dengan menggunakan model Context Input Process

Product (CIPP) yang dikemukakan stufllebeam. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian evaluatif ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung

dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk

menggambarkan data evaluasi secara mendalam dan komprehensif. Pendekatan

kualitatif dilakukan untuk melakukan kajian pada komponen organisasi

pembinaan prestasi olahraga panahan NPC Sragen. Kegiatan inti dari penelitian

kualitatif menurut Spradly (1980 : 27-28), adalah pemahaman tentang makna

suatu tindakan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam latar sosial penelitian.

Dua makna yang perlu diperhatikan adalah makna yang dikomunikasikan secara

Page 70: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

81

langsung dan tidak langsung dalam bentuk kata dan tindakan. Berdasarkan

kepentingan menangkap makna secara tepat, cermat, rinci dan komprehensif,

maka teknik yang paling tepat adalah dengan menggunakan instrumen penelitian

yang terdiri dari; angket, daftar cek(check list) dan pedoman wawancara.

Instrumen penelitian angket digunakan untuk mengumpulkan data

dimensi input dan proses, daftar chek (check list) digunakan untuk

mengumpulkan data dimensi product dan semua data variabel/ dimensi yang

fungsinya sebagai pelengkap untuk merekam data. Pedoman wawancara

digunakan untuk mengumpulkan data dimensi context. Selain itu juga berfungsi

sebagai pelengkap alat pengumpul data semua dimensi/variabel penelitian.

Penilaian pada dimensi contecxt meliputi kebutuhan masyarakat terhadap

pembinaan prestasi yang dijalankan oleh NPC Sragen, dan dukungan lingkungan

terhadap pembinaan prestasi NPC Sragen.

Pada dimensi input mencangkup aspek karakteristik atlet, karakteristik

pelatih, karakteristik organisasi penyelenggara, karakteristik program dan strategi

organisasi, karakteristik program latihan, karakteristik sarana dan prasarana, serta

karakteristik pendanaan.

Kemudian pada dimensi proses meliputi penseleksian atlet dan pelatih,

proses latihan, monitoring dan evaluasi latihan dan pengorganisasian. Pada

penilaian dimensi proses ini responden berasal dari dua narasumber yaitu

responden pelatih dan responden atlet.

Selanjutnya penilaian pada dimensi product yang meliputi aspek

pencapaian prestasi atlet dan prestasi pada nomor-nomor tertentu pada cabang

olahraga panahan. Pengukuran aspek prestasi atlet menggunakan wawancara.

Untuk melengkapi data digunakan metode studi dokumentasi.

Dari ke-empat dimensi yang di nilai dalam penelitian evaluatif CIPP

memang saling berhubungan antara satu dan lainnya, tingkat kebutuhan

masyarakat terhadap prestasi olahraga akan melahirkan suatu organisasi sebagai

wadah untuk membina calon atlet. Sumberdaya Manusia maupun Sumber daya

penunjang didalam organisasi pengelola pembinaan prestasi haruslah memiliki

kualifikasi dan standar yang sesuai dengan bidang yang ditangani atau dijalani

Page 71: BAB II LANDASAN TEORI 1. a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A121308064_bab2.pdf · evaluasi harus akurat dan valid, reliable dan merupakan informasi yang

82

agar dalam prosesnya berjalan dengan baik. Jika dilihat dari faktor dukungan

masyarakat yang tinggi dan sumberdaya manusia yang memenuhi kualifikasi baik

atlet, pelatih maupun pengelola pembinaan prestasi, serta proses pembinaan

berjalan sistematis dan sesuai dengan programnya kemudian didukung dengan

pendanaan dan sarana prasarana yang mencukupi kebutuhan untuk pelaksanaan

proses pembinaan maka product atau prestasi pada pembinaan tersebut juga akan

menghasilkan prestasi yang maksimal.

Gambar 5.8. Alur Kerangka Berfikir

Olahraga Panahan

Olahraga Panahan

Indonesia

Olahraga Panahan

NPC

NPC Sragen