32
7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kecepatan a. Pengertian Kecepatan Dalam cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang penting. Kecepatan menjadi faktor penentu dalam cabang olahraga seperti atletik. “Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya” menurut M. Sajoto (1995: 9). Sedangkan menurut Suharno HP (1992: 30) “Kecepatan adalah kemampuan organisme atlet dalam melakukan gerakan-gerakan dengan waktu yang sesingkat- singkatnya untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya”. Unsur gerak kecepatan merupakan unsur dasar setelah kekuatan dan daya tahan yang berguna untuk mencapai prestasi maksimal. Dengan demikian kecepatan lari 100 meter adalah kemampuan reaksi otot yang ditandai antara kontraksi dan relaksasi untuk menuju frekuensi maksimal dalam berlari menempuh jarak 100 meter. b. Jeni-Jenis Kecepatan Kecepatan menurut Suharno HP (1992: 31) dibedakan menjadi 3 yaitu 1) kecepatan sprint, 2) kecepatan reaksi dan 3) kecepatan bergerak. Dari ketiga macam kecepatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; 1. Kecepatan sprint (sprinting speed) adalah kemampuan organisme atlet gerak ke depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal untuk mencapai hasil sebaik- baiknya. 2. Kecepatan reaksi (reaction speed) adalah kempuan organisme atlet untuk menjawab suatu rangsangan secepat mungkin dalam mencapai hasil yang sebaik-

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kecepatan · Pengertian Lari 100 Meter Lari cepat atau sprint atau istilah lainnya lari jarak pendek merupakan lari yang dilakukan

  • Upload
    others

  • View
    37

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Kecepatan

a. Pengertian Kecepatan

Dalam cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang penting.

Kecepatan menjadi faktor penentu dalam cabang olahraga seperti atletik. “Kecepatan

adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam

bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya” menurut M. Sajoto (1995: 9).

Sedangkan menurut Suharno HP (1992: 30) “Kecepatan adalah kemampuan

organisme atlet dalam melakukan gerakan-gerakan dengan waktu yang sesingkat-

singkatnya untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya”. Unsur gerak kecepatan

merupakan unsur dasar setelah kekuatan dan daya tahan yang berguna untuk

mencapai prestasi maksimal. Dengan demikian kecepatan lari 100 meter adalah

kemampuan reaksi otot yang ditandai antara kontraksi dan relaksasi untuk menuju

frekuensi maksimal dalam berlari menempuh jarak 100 meter.

b. Jeni-Jenis Kecepatan

Kecepatan menurut Suharno HP (1992: 31) dibedakan menjadi 3 yaitu 1)

kecepatan sprint, 2) kecepatan reaksi dan 3) kecepatan bergerak. Dari ketiga macam

kecepatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut;

1. Kecepatan sprint (sprinting speed) adalah kemampuan organisme atlet gerak ke

depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal untuk mencapai hasil sebaik-

baiknya.

2. Kecepatan reaksi (reaction speed) adalah kempuan organisme atlet untuk

menjawab suatu rangsangan secepat mungkin dalam mencapai hasil yang sebaik-

8

baiknya. Hampir semua cabang olahraga memerlukan kecepatan rekasi di dalam

suatu pertandingan.

3. Kecepatan bergerak (speed ot movement) adalah kemampuan organisme atlet

untuk bergerak scepat mungkin dalam satu gerakan yang tidak terputus. Dalam

tiap cabang olahraga memerlukan jenis kecepatan yang berbeda-beda

prosentasenya.

Dari ketiga pendapat di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sama-

sama dapat meningkatkan kecepatan reaksi otot yang ditandai dengan pertukaran

antara kontraksi dan relaksasi untuk menuju frekuensi maksimal dalam berlari.

Dengan demikian kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang

sangat berpengaruh terhadap penampilan atlet. Kecepatan sangat diperlukan dalam

berbagai cabang olahrga, khususnya dalam atletik nomor lari cepat.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan

Faktor-faktor yang menentukan baik tidaknya kecepatan seorang atlet

menurut Suharno HP (1992: 30-31) mengatakan sebagai berikut:

a. Macam fibril otot yang dibawa sejak lahir (pembawaan), fibril berwarna putih

(phasic) baik untuk gerakan kecepatan.

b. Pengaturan nervous system.

c. Kekuatan otot.

d. Kemampuan elastisitas dan relaksasi suatu otot.

e. Kemauan dan disiplin individu atlet.

Sedangkan menurut Sudjarwo (1991: 29) faktor-faktor penentu dari

kecepatan adalah sebagai berikut:

1. Macam fibril otot (pembawaan)

2. Pengaturan sistem yang baik berarti kordinasi nya yang baik untuk

menghasilkan kecepatan

3. Kekuatan otot merupakan faktor yang menentukan kecepatan

9

4. Elastisitas otot, makin baik akan menyebabkan kontraksi otot yang baik yang

berarti kecepatan atlet tersebut baik.

5. Sifat rileks dari otot baik pengaruhnya terhadapkecepatan maupun penguasaan

tehnik.

Kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang sangat

berpengaruh terhadap penampilan atlet. Kecepatan merupakan unsur pembentuk

power. Kecepatan sangat diperlukan dalam berbagai cabang olahraga misalnya; saat

lari untuk mencari posisi ataupun menghadang serangan lawan dan saat membawa

atau menggiring bola dalam permainan sepak bola, kecepatan lari dalam melakukan

awalan dalam lompat jauh. Jadi, kecepatan merupakan faktor yang sangat penting dan

menunjang didalam lari 100 meter.

d. Pengertian Lari 100 Meter

Lari cepat atau sprint atau istilah lainnya lari jarak pendek merupakan lari

yang dilakukan dengan kecepatan penuh dari garis start sampai garis finish dengan

waktu sesingkat mungkin. Seperti yang dikemukakan Soegito (1992: 8) bahwa, “ lari

ialah gerak maju yang diusahakan agar dapat mencapai tujuan (finish) secepat

mungkin atau dalam waktu singkat”. Pada dasarnya gerakan lari pada semua jenis

lari adalah sama. Lari adalah gerakan berpindah dengan kaki dari satu tempat ke

tempat lain untuk mencapai tujuan. Sedangkan lari jarak pendek atau sprint adalah

suatu cara dimana seorang atlet harus menempuh jarak dengan kecepatan semaksimal

mungkin. Selanjutnya yang dimaksud lari jarak pendek menurut Yusuf Adisasmita

(1992: 35) adalah “ Semua nomor lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh

(sprint) atau kecepatan maksimal, sepanjang jarak yang ditempuh”. Dalam sprint ada

tiga nomor yang sering di ajarkan di sekolah dan sering diperlombakan diantaranya

sprint jarak 100 meter, 200 meter, dan 400 meter bahkan dalam dunia perlombaan

atletik ketiga jarak atau nomor tersebut menjadi nomor utama atau sering disebut

nomor bergengsi dalam kejuaraan atletik.

10

Lari 100 meter merupakan salah satu nomor lari jarak pendek. Lari 100

meter merupakan suatu rangkaian gerak lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh

dari garis start sampai garis finish menempuh jarak 100 meter. Hal ini sesuai

pendapat Aip Syarifudin (1992: 41) bahwa, “ Lari jarak pendek atau lari cepat

(sprint) adalah cara lari dimana atlet harus menempuh seluruh jarak (100 meter)

dengan kecepatan semaksimal mungkin. Sedangkan menurut Jossef Nosseck (1982:

64), mengemukakan bahwa ”Komponen dasar untuk lari sprint meliputi akselerasi

(Acceleration), kecepatan absolute (absolute speed) dan daya tahan speed (Speed

endurance). Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil yang maksimal seorang

sprinter harus mempunyai kecepatan akselerasi yang baik, kemampuan berlari yang

baik dan mampu mempertahankan kecepatan maksimal.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, lari 100 meter

merupakan suatu cara lari menempuh jarak 100 meter yang dilakukan dengan

kecepatan maksimal dari garis start sampai garis finish. Lari harus dilakukan dengan

secepat-cepatnya menempuh jarak 100 meter dengan waktu sesingkat mungkin .

e. Teknik Lari 100 Meter

Teknik merupakan suatu rangkuman dari metode yang dipergunakan dalam

melakukan gerakan dalam suatu cabang olahraga, dengan kata lain teknik lari sprint

merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang

memungkinkan suatu hasil yang optimal dalam latihan atau perlombaan.

Peningkatan prestasi lari cepat atau lari 100 meter menuntut adanya

perbaikan dan pengembangan unsur-unsur teknik dalam sprint. Menurut Aip

Syarifudin (1992 : 41) bahwa, “dalam lari jarak pendek ada tiga teknik yang harus

dipahami dalam situasi yaitu mengenai : (1) teknik start, (2) teknik lari dan, (3) teknik

melewati garis finish”.

Menurut Adang Suherman, Yudha M. Saputra,Yudha Hendrayana (2001:

97), “Pelari pada dasarnya mengunakan tiga bentuk dasar posisi dalam melakukan

start, dalam pelaksanaan start ini jaraknya bervariasi. Dalam pelaksanaan

11

pengambilan start hendaknya disesuaikan dengan panjang tungkai, kekuatan tungkai

dan koordinasi. Start dalam sprint sendiri dibagi menjadi tiga macam diantanya start

panjang (longated start), menengah (medium start), dan start pendek (bunched start).

Gambar 1. Tiga Posisi Dasar Balok Start

(Adang Suherman, Yudha M. Saputra,Yudha Hendrayana, 2001: 97)

1) Teknik Start

Start adalah posisi dimana seorang pelari akan melakukan lari. Kemampuan

start yang baik sangat diperlukan dalam lari 100 meter, karena selisih waktu yang

dicapai pelari dengan lawan-lawannya, sangat kecil. Kesalahan dan keterlambatan

melakukan start akan merugikan pelari. Menurut Soegito (1989: 10-12) cara

melakukan start jongkok (croucing start) sebagai berikut :

1. Pada aba-aba “Bersedia”

a. Salah satu lutut diletakkan ditanah dengan jarak kurang lebih 1 jengkal dari

garis start.

b. Kaki lainnya diletakkan tepat disamping lutu yang terletak ditanah dengan jarak

kurang lebih 1 kepal.

c. Badan membungkuk ke depan

d. Kedua tangan terletak ditanah, tepat dibelakang garis start (tidak boleh

menyentuh atau melampauinya).

e. Ke empat jari rapat, ibu jari terbuka.

f. Kepala menunduk, leher rileks

g. Pandangan ke bawah.

12

h. Konsentrasi pada aba-aba berikutnya

2. Pada aba-aba “Siap”

a. Lutut yang terletak ditanah diangkat

b. Panggul diangkat setinggi bahu

c. Berat badan dibawa ke muka

d. Kepala tetap tunduk dan rileks

e. Pandangan tetap ke bawah

f. Konsentrasi pada aba-aba berikutnya.

3. Pada aba-aba “Ya” atau “letusan pistol”.

a. Menolak ke depan dengan kuat, tetapi jangan melompat tapi meluncur.

b. Badan tetap rendah atau condong ke depan.

c. Disertai dengan gerakan lengan yang diayunkan dengan kuat pula.

d. Disusul dengan gerakan langkah kaki pendek-pendek tetapi cepat agar badan

tidak tersungkur (jatuh tertelungkup).

Gambar 2. Teknik Start Jongkok

(Engkos Kosasi, 1994: 19-20)

Kecepatan lari 100 meter, start yang digunakan adalah start jongkok

(crouching start) yang dilakukan dengan sikap permulaan jongkok di belakang garis

start. Start jongkok yang banyak digunakan terutama medium start, karena posisi

13

medium start secara mekanis dapat menghasilkan daya tolak atau daya dorong yang

lebih kuat.

2) Teknik Lari Cepat

Dalam lari sprint harus memperhatikan tehnik lari dengan baik dan benar.

Pada waktu berlari khususnya pada nomor lari jarak 100 meter, pelari akan berlari

dengan secepat-cepatnya dengan mengerahkan tenaga yang kuat untuk mendorong

tanah kedepan. Menurut Rusli Lutan dkk. (1992: 137) bahwa “posisi badan lari cepat

dipertahankan tetep menghadap ke depan dan agak condong ke depan. Sikap badan

seperti ini memungkinkan titik berat badan selalu berada didepan. Sedangkan

menurut Soedarminto (1991 : 249) bahwa, “ badan bergerak maju karena akibat dari

gaya dorong kebelakang terhadap tanah. Gaya maju ini dan efisiensi penggunaannya

merupakan kunci kecepatan yang dapat dikembangkan oleh pelari”. Dalam berlari

badan dicondongkan ke depan kurang lebih 20 derajat untuk mengatasi hambatan

udara dan cenderung dapat memelihara letaknya titik berat badan selalu ke depan.

Disamping tolakan kaki saat mendorong tanah dilakukan dengan jari-jari

kaki saat telapak kaki diluruskan agar mendapat gaya tolak sebesar-besarnya. Hal ini

menurut Soedarminto (1991 : 251) “dilakukan agar kaki benar-benar lurus dan tegang

pada saat mendorong supaya gaya dorong ke belakang seluruhnya dapat diubah

menjadi gerak ke depan”. Gerakan lengan yang dilakukan berlawanan dengan

gerakan kaki. Gerakan menyilang berlawanan dengan kaki didepan badan berfungsi

membangun putaran panggul.

Untuk memperoleh kecepatan yang tinggi seorang atlet hendaknya

memperhatikan prinsip-prinsip tehnik lari jarak pendek. Seperti yang dikemukakan

oleh Engkos Kosasih (1994: 21) sebagai berikut;

a. Langkah atau gerakan kaki selebar dan secepat mungkin.

b. Kaki belakang pada saat bertolak benar-benar lurus, dengan cepat lutut ditekuk

secara wajaragar paha lebih muda terayun ke depan.

c. Pendaratan kaki harus selalu pada ujung kaki, sedangkan lutut dalam keadaan

bengkok.

14

d. Gerakan lengan terayun secara wajar. Siku ditekuk kira-kira 90 derajat.

Pergelangan dan jari-jari tangan rileks setengah menggegam.

e. Otot leher tetap rileks

f. Sikap badan condong ke depan secara wajar.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip di atas, maka di harapkan kecepatan

maksimal dari pelari akan dapat tercapai sehingga mendukung dalam usaha untuk

mencapai prestasi optimal di cabang olah raga atletik pada nomor lari jarak pendek.

Gambar 3. Tehnik Gerakan Lari Sprint

(Engkos Kosasih, 1994; 21)

3) Teknik Memasuki Garis Finish

Didalam perlombaan lari jarak pendek tehnik masuk atau melewati garis

finish tidak kalah pentingnya dengan tehnik start maupun tehnik lari, sebab dua atlet

yang mempunyai kecepatan yang sama sering hasilnya ditentukan dari tehnik masuk

finish yaitu saat berakhirnya perlombaan. Adapun tehnik masuk finish menurut

Soegito (1989: 13) ada tiga cara yaitu :

a. Berlari secepat mungkin atau tidak mengurangi kecepatan lari.

b. Setelah kurang lebih satu meter di depan garis finish, merebahkan badan seperti

orang akan tersungkur tanpa mengurangi kecepatan.

c. Dengan memutar bahu kanan atau kiri setelah sampai dekat garis finish.

Teknik memasuki finish tersebut di atas sangat penting untuk dipahami dan

dikuasahi oleh seorang pelari, sebab meskipun mempunyai kecepatan yang baik bisa

15

saja kalah pada waktu memasuki garis finish. Seorang pelari bebas melakukan suatu

teknik memasuki garis finish yang mau dipakai tergantung individu masing-masing

yang dianggap lebih efektif dan efisien.

Gambar 4. Tehnik Memasuki Garis Finish

(Engkos Kosasih, 1994; 22)

f. Sistem Energi Utama Aktivitas Lari Cepat 100 Meter

Hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan dalam menyusun

program latihan adalah kebutuhan energi utama pada cabang olahraga yang akan

dikembangkan. Jenis energi yang digunakan untuk kerja otot tergantung pada

intensitas kerja dan waktu kerja. Menurut Fox (1984: 22), “Sumber energi yang

diperlukan dengan mudah dan tepat dapat dianalisis berdasarkan atas waktu yang

diperlukan untuk kegiatan olahraga yang dilakukan, yaitu: waktu penampilan dengan

kurang dari 30 detik. Aktivitas kerja dengan intensitas tinggi dalam waktu kurang

dari 30 detik, sistem energi yang digunakan adalah ATP-PC dan LA.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa energi utama yang

diperlukan dalam lari cepat 100 meter adalah ATP-PC dan sedikit LA. Oleh karena

itu tujuan utama latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter terutama

harus ditujukan pada pengembangan sistem energi ATP-PC dan ditambah

16

pengembangan LA.

Dari aktivitas fisik dapat dilihat bahwa sistem energi yang dibutuhkan

dalam lari 100 meter adalah sistem ATP-PC dan LA, karena dalam melakukan lari

tanpa menggunakan oksigen (anaerob) dan jumlah ATP yang diproduksi terbatas hal

ini tentunya menyebabkan otot akan lebih cepat lelah. Menurut Fox (1984: 22-23),

“Perbedaan utama antara penyedia energi anaerobik dan aerobik adalah jika

dilakukan pembentukan jumlah glikogen yang sama, maka dengan cara aerobik lebih

banyak 13 kali ATP yang dikembangkan dari pada dengan proses anaerobik. ini

berarti dalam cara penyediaan sistem energi aerobik lebih ekonomis dan tentu saja

otot dapat bekerja lebih lama

g. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan dan Diutamakan Saat Melakukan Lari

100 Meter.

Ditinjau dari segi pelaksanaan lari sprint harus memperhatikan faktor-faktor

penentu yang harus diutamakan dan dihindari. Seperti yang dikemukakan oleh

Internasional Association Of Athletics Federations yang diterjemahkan oleh PASI

(2001: 6-7) sebagai berikut:

a. Hal-hal yang harus dihindari pada saat melakukan lari sprint :

1. Tidak cukup dorongan ke depan dan kurang tingginya lutut diangkat

2. Menjejakkan keras-keras kaki diatas tanah dan mendaratkannya dengan tumit

3. Tubuh condong sekali ke depan atau melengkung ke belakang

4. Memutar kepala dan menggerakkan bahu secara berlebihan

5. Lengan diayun terlalu ke atas

6. Pelurusan yang kurang sempurna dari kaki yang akan dilangkahkan

7. Berlari zig-zag dengan gerakan ke kiri dan ke kanan

17

b. Hal-hal yang harus diutamakan pada saat melakukan lari sprint :

1. Membuat titik tertinggi pada kaki yang mengayun (kaki yang bebas) sama

besar ekstensinya dengan kaki yang mendorong (kaki yang menyentuh tanah)

2. Membuat mata kaki yang yang dilangkahkan ini seelastis mungkin.

3. Menjaga posisi tubuh sama seperti posisi waktu berjalan biasa.

4. Menjaga kepala tetap tegak dan pandangan lurus ke depan.

5. Mengayun lengan sejajar dengan pinggul dan sedikit menyilang ke badan

6. Membuat gerak kaki yang sempurna dengan melangkah secar horizontal

bukan vertikal.

7. Lari pada saat garis lurus dengan meletakkan kaki yang satu tempat didepan

kaki yang lainnnya.

8. Pada komando siap, gerakan tubuh condong kedepan dan bila tanda bunyi

pistol dibunyikan tubuh digerakkan ke depan dengan lengan dan kaki.

Pokok-pokok dasar lari 100 meter diatas sangat penting untuk dipahami dan

dimengerti oleh setiap guru, siswa bahkan pelatih yang terjun didunia atletik

khususnya nomor lari 100 meter. Kesalahan dalam teknik lari akan merugikan dirinya

karena catatan waktu pasti tidak baik dan kurang sempurna. Keseluruhan prinsip

dasar tersebut hendaknya dilaksanakan setiap kali latihan ataupun dalam

pembelajaran, sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal.

2. Latihan

a. Pengertian Latihan

Definisi latihan menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6) menyatakan,”

Latihan adalah suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja

yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian

menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Berdasarkan pengertian

model dan latihan tersebut dapat dirumuskan bahwa, model latihan merupakan suatu

pola atau acuan dari suatu kegiatan olahraga yang dilakukan secara berulang-ulang

18

dengan kian hari menambah beban latihan secara bertahap. Sedangkan yang di

maksud metode latihan menurut Jossef Nosseck (1982: 15) bahwa, “Motode latihan

merupakan prosedur dan cara-cara pemilihan jenis-jenis latihan dan penataannya

menurut kadar kesulitan, kompleksitas dan beratnya beban”.

b. Tujuan Latihan

Menurut Sukadiyanto dan Dangsina Muluk (2010: 7-8) mengatakan bahwa

“Objek dari suatu proses latihan adalah manusia yang harus ditingkatkan

kemampuan, ketrampilan, dan penampilannya dengan bimbingan pelatih”. Oleh

karena itu atlit merupakan satu totalitas sistem psiko-fisik yang kompleks, maka

proses latihan sebaiknya tidak hanya menitik beratkan pada aspek fisik, melainkan

juga harus melatih aspek psikisnya secara seimbang. Untuk itu, aspek psikis harus

diberikan dan mendapatkan porsi yang seimbang dengan aspek fisik dalam setiap sesi

latihan, yang disesuaikan dengan periodisasi latihan. Dengan demikian diharapkan

prestasi yang diaktualisasikan oleh atlit benar-benar merupakan suatu totalitas

akumulasi hasil dari latihan fisik dan psikis dalam upaya meraih prestasi puncak.

Adapun tujuan latihan menurut Sukadiyanto dan Dangsina Muluk (2010: 8-9) antara

lain:

1. Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh.

2. Mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik yang khusus.

3. Menambah dan menyempurnakan tehnik.

4. Mengembangkan dan menyempurnakan strategi dan taktik.

5. Meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam

bertanding.

Dengan demikian penentuan sasaran latihan diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan atlit baik secara fisik (teknik dan ketrampilan) maupun psikis (strategi,

taktik, dan mental) untuk mencapai puncak prestasi dengan proses waktu yang

singkat dan prestasi mampu bertahan lama. Untuk itu proses latihan harus dilakukan

19

secara benar sesuai kondisi atlit, sebab kesalahan dalam menentukan beban latihan

akan berdampak negatif dan dapat membahayakan atlit itu sendiri. Oleh karena itu

dalam setiap proses latihan harus slalu mempertimbangkan prinsip latihan yang benar

untuk bisa mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sedangkan

menurut Fox, (1984: 47-51) “keberhasilan dalam penampilan olahraga tidak hanya

ditentukan oleh pencapaian pada domain fisik saja, melainkan jaga ditentukan oleh

pencapaian pada domain psikomotor, domain kognitif dan afektif”. Keempat domain

tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Dalam pencapaian tujuan latihan

harus diperhatikan beberapa prinsip dasar latihan khusus.

c. Aspek- aspek latihan

Prestasi olahraga merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik, taktik dan

kematangan mental atau psikis. Untuk mencapai prestasi yang tinggi diperlukan

persiapan perancanaan dengan sasaran yang tepat meliputi persiapan fisik, teknik,

taktik dan mental. Untuk peningkatan beban dan intensitas latihan ini dilakukan secara

bertahap sesuai dengan kemampuan atlet yang berlatih. Dalam pelaksanaan latihan

ada beberapa aspek yang sangat penting untuk mencapai prestasi. Yusuf Hadisasmita

dan Aip Syarifudin (1996: 145) mengemukakan bahwa aspek aspek yang perlu dilatih

dan dikembangkan untuk mencapai prestasi meliputi: “(1) latihan fisik, (2) latihan

teknik, (3) latihan taktik, (4) latihan mental”. Ke empat aspek latihan tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Latihan Fisik

Pengertian latihan fisik merupakan kegiatan fisik yang dilakukan secara

sistematik, berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang dengan peningkatan

beban secara bertahap dan bersifat individual yang bertujuan untuk membentuk

kondisi fisiologis dan psikologis, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik

(Brooks, GA & Fahay, TD, (1984: 231)” Melalui latihan fisik, seseorang dapat

20

meningkatkan sebagian besar sistem fisiologis dan dapat menyesuaikan diri pada

tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dari dirinya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan fisik

adalah suatu cara yang berbentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis,

berulang-ulang secara terus menerus dengan penambahan beban latihan (over load

principle) secara periodik yang dilaksanakan berdasarkan pada intensitas, pola dan

metode tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi atlet.

2. Latihan Teknik

Dalam setiap cabang olahraga selalu berisikan teknik-teknik dari cabang

olahraga yang bersangkutan. Untuk menguasai teknik dengan baik, diperlukan latihan

teknik yang sistematis dan kontinyu. Berikut ini disajikan pengertian-pengertian

latihan teknik yang disajikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut :

a Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 127), ”latihan teknik adalah

latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan

kebiasaan-kebiasaan motorik dan neuromuskular”.

b Menurut Sudjarwo (1993: 41), ”latihan teknik bertujuan untuk

pengembangan dan pembentukan sikap dan gerak melalui pengembangan

motorik dan sistem persyarafan menuju gerakan otomatis”.

Berdasarkan pengertian latihan teknik di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa latihan teknik merupakan latihan yang bertujuan untuk mengembangkan dan

menyempurnakan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga. Suatu teknik dalam

cabang olahraga dapat dikuasai dengan baik apabila dilakukan secara sistematis dan

kontinyu dengan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang tepat.

3. Latihan Taktik

Pengertian latihan taktik dalam olahraga adalah kemapuan atlet mengatasi

segala situasi dan permasalahan yang terjadi di lapangan untuk mendapatkan suatu

keuntungan. Latihan taktik juga dapat diartikan sebagai latihan untuk menumbuhkan

21

perkembangan daya tafsir pada atlit, pola-pola permainan, strategi, atau siasat untuk

mencapai kemenangan. Menurut H. M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin

(1996: 118) bahwa, “ taktik adalah kecakapan rohaniah atau kecakapan berfikir dalam

melakukan kegiatan olahraga untuk mencapai kemenangan”. Yusuf Adisasmita dan

Aip Syarifuddin (1996: 119) menyatakan faktor-faktor pendukung taktik yaitu:

1) Kemampuan fisik. Kemampuan fisik yang baik tidak akan menyebabkan

menurunnya tempo bertanding, sehingga tetap mampu melaksanakan taktik

dengan segala macam variasinya.

2) Kemampuan teknik. Kecakapan teknik sangat membantu lancarnya tugas-

tugas taktik. Dengan memiliki kemahiran teknik maka konsentrasi hanya

tertuju kepada taktik saja.

3) Team work. Kerjasama menentukan berhasilnya suatu team. Team work

menentukan pengertian-pengertian satu sama lain dalam melaksanakan

taktik.

4) Distribusi energi. Pengaturan distribusi energi selama pertandingan harus

sesuai dan tepat. Hal ini untuk menghindari menurunya tempo karena

kehabisan tenaga sebelum atau selesai bertanding atau tempo bertanding

rendah karena tidak menggunakan tenega semestinya.

5) Penguasaan pola-pola pertandingan. Pola pertandingan sebaiknya jangan

statis, pola pertandingan hendaknya mempunyai variasi-variasi. Hal ini perlu

agar tidak dapat diterka lawan. Di samping itu, dengan adanya variasi dapat

digunakan untuk merubah taktik apabila usaha yang terdahulu gagal.

Taktik dalam bertanding akan sangat bermanfaat atau berjalan dengan lancar

jika didukung kemampuan fisik yang prima, penguasaan teknik yang baik, memiliki

kerjasama yang kompak, distribusi energi yang baik serta penguasaan pola-pola

pertandingan. Bagian-bagian tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya, oleh

karena itu harus dikuasai dan dimiliki oleh setiap atlet. Sasaran latihan taktik adalah

pengembangan pola pikir untuk mengkondisikan saat bertanding.

4. Latihan Mental

Pengertian psikis atau mental dalam olahraga adalah aspek abstrak berupa

daya penggerak dan pendorong untuk mewujudkan kemampuan fisik, teknik maupun

taktik. Perkembangan mental atlet tidak kalah penting dari perkembangan faktor fisik,

teknik dan taktik. Seperti apapun sempurnanya kemampuan kondisi fisik, taktik dan

22

mental seorang atlit, prestasi puncak tidak mungkin tercapai apabila mental atau

psikis atlit tersebut lemah. Sebab setiap pertandingan bukan hanya pertandingan atau

perlombaan fisik, namun juga pertandingan atau perlombaan mental, bahkan 70%

adalah mental dan hanya 30% masalah yang lainya. Jadi ketika saat bertanding

mental yang mempuyai peran yang sangat penting dapat dikatakan sebagai faktor

pembeda dan penentu hasil suatu pertandingan. Andi Suhendro (1999: 63)

menyatakan, “Mental merupakan daya penggerak dan pendorong untuk

mengejawantahkan kemampuan fisik, teknik dan taktik atlet dalam penampilan

olahraga”.

Mental merupakan kondisi psikologis yang penting dalam kegiatan olaharga.

Mental berfungsi sebagai penggerak, pendorong dan pemantap bagi atlet untuk

mempraktekkan kemampuan fisik dan skill dalam mencapai pretasi yang tinggi. Atlet

yang memiliki mental yang baik akan mampu mengatasi segala kesulitan seperti

kegagalan, gangguan emosi, putus asa dan lain sebagainya dengan penuh kesabaran,

pengertian dan latihan yang teratur. A. Hamidsyah Noer (1995: 357) menyatakan,

“Faktor-faktor penyebab yang dapat mempengaruhi kondisi mental, dapat

dikelompokkan dalam dua faktor yaitu: (1) faktor-faktor yang berasal dari dalam

atlet (faktor intern), (2) faktor-faktor yang berasal dari luar diri atlet (faktor ekstern)”.

d. Prinsip-Prinsip Latihan

Di dalam pelaksanaan latian, baik atlet maupun pelatih harus memperhatikan

prinsip-prinsip latihan. Dengan memperhatikan prinsip latihan diharapkan

kemampuan atlet akan meningkat dan mengurangi akibat yang buruk pada fisik

maupun teknik atlet. Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara

berulang-ulang dengan meningkatkan beban latihan secara periodik. Dalam

pemberian beban latihan harus memahami prinsip-prinsip latihan yang sesuai dengan

tujuan latihan. Sudjarwo (1993: 21-23) menyatakan : “agar pemberian dosis latihan

dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”.

23

Menurut Bompa (1999: 27-52) seluruh program latihan sebaiknya

menerapan prinsip-prinsip latihan sebagai berikut : “(1) prinsip aktif dan bersungguh-

sungguh dalam berlatih, (2) prinsip perkembangan menyeluruh, (3) prinsip modeling

(proses pelatihan), (4) prinsip latihan bervariasi, (5) prinsip individual, (6) prinsip

spesialisasi, (7) prinsip beban meningkat”.

1) Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam berlatih

Didalam pelatihan perlu timbal balik informasi yang diberikan kepada siswa.

Dengan partisipasi aktif dan bersungguh-sungguh maka pelatih akan mudah dalam

pemberian materi. Menurut Bompa (1990: 29) bahwa “Keikutsertaan aktif dan teliti

di dalam pelatihan akan dimaksimalkan pelatih pada waktu tertentu secara konsisten”.

Dengan keikutsertaan atlit maka materi yang diajarkan cepat ditangkap oleh siswa.

Kemajuan atlit perlu diketahui, atlit perlu menghubungkan informasi sasaran

menerima dari pelatih dengan penilaian tentang pencapaianya. Atlet akan mampu

memahami hal positif dan hal negative aspek dari pencapaianya, apa yang dia harus

tingkatkan dan bagaimana dia boleh meningkatkan hasilnya.

2) Prinsip perkembangan menyeluruh

Di dalam pelatihan kita dapat mengamati perkembangan atlit-atlit muda

yang cukup cepat, dari sinilah kita dapat mengembangkan suatu program latihan

khusus. Pengembangan, persiapan fisik terutama adalah suatu kebutuhan dasar.

Pendekatan seperti ini ke pelatihan adalah suatu prasyarat untuk mengkhususkan

sesuatu di bidang olahraga.

Bompa (1999: 30) menjelaskan bahwa ”Program pelatihan, pertunjukan

secara multilateral pengembangan”. Ketika pengembangan ini menjangkau suatu

tingkatan dapat diterima oleh atlit, terutama pengembangan fisik, dari sinilah atlit

masuk tahap pengembangan hal ini dapat mendorong atlit yakni dalam pelatihan

untuk capaian tinggi”

24

3) Proses pelatihan

Modal Pelatihan, walaupun tidak selalu diorganisir dengan baik dan sering

juga memanfaatkan suatu pendekatan acak telah ada sejak tahun 1960. Di dalam

istilah umum suatu model adalah suatu tiruan, suatu simulasi suatu kenyataan dibuat

dari unsur-unsur yang spesifik yang mana peristiwa itu orang mengamati atau

menyelidiki.

Menurut Bompa (1999: 40) bahwa “model pelatihan adalah suatu usaha

pelatih untuk mengarahkan dan mengorganisir pelajaran pelatihanya sedemikian

sehingga sasaran hasil, isi dan metode adalah serupa bagi mereka pada suatu

kompetisi”. Pelatih mengenal pokok-pokok kompetisi suatu hal yang diperlukan

prasyarat dengan sukses memperagakan proses latihan. Pokok-pokoknya menyangkut

struktur, seperti volume, intensitas, kompleksitas, jumlah periode atau game, dan

semacamnya harus secara penuh dipahami. Persamaan dengan perbandingan

kontribusi menyangkut sistem anaerobic dan aerobic untuk suatu olahraga menjadi

arti penting modal untuk pemahaman aspek dan kebutuhan harus ditekankan di dalam

pelatihan.

4) Prinsip latihan bervariasi

Pelatihan sekarang ini adalah menuntut suatu aktivitas yang berat dan

menuntut atlit untuk berlatih secara kondusif dan kontinyu, volume dan intensitas

pelatihan secara terus-menerus dapat menyebabkan atlit di dalam pertengahan

ataupun pengulangan di dalam latihan menjadikan atlit tersebut merasa bosan. Untuk

menjangkau capaian tinggi, volume pelatihan harus melebihi kemampuan atlit. Di sisi

lain Bompa (1999: 40) Menyatakan “Untuk mengalahkan sifat membosankan dan

kebosanan di (dalam) pelatihan, suatu pelatihan harus mengkreatifitaskan dengan

pengetahuan suatu sumber daya latihan yang besar yang mengijinkan perubahan

berkala. Pelatih dapat memperkaya ketrampilan dan latihan dengan mengadopsi

bergeraknya pola teladan yang teknis serupa atau yang mengembangkan kemampuan

biomotor olahraga”.

25

5) Prinsip Individual

Individualisasi di dalam pelatihan adalah salah satu kebutuhan yang utama di

dalam pelatihan jaman ini. Mengacu pada gagasan di mana pelatih harus

memperlakukan atlit masing-masing secara individu baik berdasar kemampuanya,

potensi belajar karakteristik, dan pokok-pokok olahraga. Dengan mengabaikan

tingkatan capaian. Model konsep pelatihan itu utuh, menurut karakteristik atlit

psikologis dan fisiologis secara alami akan meningkatkan pelatihan secara objektif.

Bompa(1999: 37) menyatakan “pelatihan model individualisasi gunakanlah

koreksi individu teknis atau mengkhususkan perorangan, untuk suatu peristiwa atau

posisi beregu yang menilai secara obyektif dan secara subyektif mengamati suatu

atlit. Dengan cara ini, pelatih dapat mengetahui kebutuhan atlit memaksimalkan

kemampuanya”.

6) Proses Pelatihan

Spesialisasi yang dikhususkan untuk suatu olahraga, yaitu spesialisasi yang

menghadirkan unsur utama yang diperlukan untuk memperolehsukses di dalam suatu

olahraga. Spesialisasi adalah suatu kompleks, secara sepihakpun, proses ini berdasar

pada pengembangan multilateral. Dari suatu pelajaran pelatihan pemula pertama

hingga ke atlit yang telah dewasa, total volume pelatihan dan bagian latihan khusus

secara konstan semakin ditingkatkan.

Bompa (1999: 34) menyatakan bahwa ”Rata-rata di dalam pelatihan, atau

tindakan atlit yang khusus untuk memperoleh suatu efek pelatihan harus berlatih dari

olahraga yang khusus dan berlatih untuk pengembangan kemampuan biomotor”.

Yang terdahulu mengacu pada latihan yang paralel atau meniru bergeraknya olahraga

yang spesifik. Yang belakangan mengacu pada latihan itu. Kemudian dikembangkan

kekuatan, kecepatan dan daya tahan.

7) Prinsip Beban Berlebih

Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk

memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Andi Suhendro (1999:37) menyatakan,

26

“seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan mengabaikan

prinsip beban latihan”. Sedangkan Bompa (1999: 44) menyatakan bahwa : “Prinsip

dari berangsur-angsur beban meningkat adalah untuk pelatihan atlit dalam

perencanaan, dari suatu siklus program latihan, dan semua atlit perlu mengikutinya

dengan mengabaikan tingkat capaian mereka”. Peningkatan menilai capaian

tergantung secara langsung pada tingkat dan cara di mana meningkatkan beban

pelatihan tersebut.

Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami oleh seorang pelatih

dan atlet. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan berupa

beban latihan yang cukup berat, yaitu diatas beban latihan yang diterimanya.

e. Komponen-Komponen Latihan

Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan oleh atlet akan mengarah kepada

sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, dan kejiwaan.

Semua komponen dibuat dengan sedemikian rupa dalam berbagai model yang sesuai

dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang

dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara

pasti, komponen mana yang harus menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan

penampilanya yang telah direncanakan.

Menurut Depdiknas (2000: 105) bahwa,”Dalam proses latihan yang efisien

dipengaruhi : (1) Volume latihan, (2) Intensitas latihan, (3) Densitas latihan, dan (4)

Kompleksitas latihan”. Apabila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang

dinamis, maka harus mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen

latihan tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat

diuraikan secara singkat sebagai berikut :

1) Volume Latihan

Sebagai komponen utama, volume merupakan prasyarat yang sangat penting

untuk mendapatkan teknik yang tinggi dan pencapaian fisik yang lebih baik. Bompa

27

(1999: 77) berpendapat bahwa, ”Volume adalah hal penting prasyarat yang

kuantitatif untuk taktis tinggi dan terutama prestasi”. Sedangkan repetisi menurut M.

Sajoto (1995: 34) adalah, “Jumlah ulangan mengangkat suatu sebab”. Sedangkan set,

menurut M. Sajoto (1995: 34) adalah, “suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi”.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume latihan

mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan pada saat latihan.

Peningkatan volume latihan merupakan puncak latihan dari semua cabang olahraga

yang memiliki komponenen aerobik dan juga pada cabang olahraga yang menuntut

kesempurnaan teknik atau ketrampilan taktik.

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk

dikaitkan dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang

diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu akan lebih tinggi

pula intensitasnya.

Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan

dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan geraknya,

variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya. Suharno HP. (1993: 31)

menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan

pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun

pertandingan”.

Hasil latihan dapat dicapai secara optimal, maka intensitas latihan yang

diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang

tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang ditimbulkan sangat

kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas latihan terlalu tinggi

dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Densitas menunjukan hubungan yang dicerminkan dalam waktu antara

aktifitas dan pemulihan dalam latihan. Menurut Bompa (1999: 91) menyatakan

28

bahwa, ”Densitas adalah frekuensi dimana atlet ditunjukkan ke suatu rangkaian

stimuli per bagian waktu”. Dengan demikian densitas berkaitan dengan suatu

hubungan yang dinyatakan dalam waktu antara kerja dan pemulihan. Densitas yang

mencukupi akan menjamin efisiensi latihan dan menghindarkan atlet dari kelelahan

yang berlebihan. Densitas yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio

optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan.

Ketetapan densitas dinilai berdasarkan pertimbangan antara aktifitas dan

pemulihan. Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan, bergantung

langsung pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan.

Rangsangan di atas tingkat intensitas submaksimal menurut interval isirahat yang

relatif lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan seseorang dalam

menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya rangsangan pada intesitas rendah

membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntunan terhadap

rangsanganpun juga rendah.

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitkan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan

dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat

menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik

yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan

menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana

koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu gambaran kelompok

individual terhadap keterampilan yang kompleks, dapat membedakan dengan cepat

mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan

Astrand dan Rodahl dalam Bompa (1990: 28) “Semakin sulit bentuk gerakan latihan

semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”. Misal pada

olahraga lari 100 meter gerakan kompleks dimulai dari gerakan start sampai gerakan

lari.

29

Komponen-komponen latihan yang disebutkan di atas, harus dipahami dan

diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal

dalam latihan, maka komponen-komponen di atas harus diterapkan dengan baik dan

benar, Sehingga tidak akan muncul hal-hal yang buruk dalam latihan.

f. Program Latihan

Program latihan merupaka salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan

dalam pelatihan olahraga prestasi. Pelaksanaan latihan harus direncanakan, disusun,

dan diprogram dengan baik sehingga tujuan dapat dicapai. Untuk mencapai prestasi

olahraga yang setinggi mungkin, mutlak diperlukan penyusunan program latihan

yang baik dan tepat. Program latihan harus disusun dengan teliti dan memperhatikan

prinsip-prinsip latihan yang benar. Berkaitan dengan program latihan Andi Suhendro

(1999: 13) menyatakan, ”Program latihan merupakan suatu petunjuk atau pedoman

yang mengikat secara tertulis berisi cara-cara yan akan ditempuh untuk mencapai

tujuan dimasa mendatang yang telah disiapkan”.

Pendapat tersebut menunjukan bahwa, program latihan merupakan petunjuk

atau pedoman dalam latihan yang disusun oleh pelatih dan harus dilaksanakan oleh

atlet. Kemampuan atlet akan meningkat apabila dibuat progam latihan yang teratur

dan terprogram dalam jangka waktu tertentu. Menurut Harsono (1988: 223) bahwa :

“Perkembangan fisik dan mental, pembinaan serta peningkatan prestasi

hanyalah dapat dikembangkan melalui suatu program latihan jangka panjang,

oleh karena dalam perubahan-perubahan dalam organisasi mekanisme

neurophysiologis dan perkembangan jaringan tubuh tidak mungki terjadi

dalam jangka waktu yang pendek”.

Kemampuan atau prestasi yang tinggi dapat dicapai melalui program latihan

jangka panjang. Dengan adanya program latihan yang tersusun dengan baik, maka

latihan akan menjadi lebih terarah, sehingga tujuan yng ditetapkan akan dapat

tercapai. Hal ini sesuai pendapat A. Hamidsyah Noer (1995: 309) bahwa , ”Tuntutan

30

suatu latihan adalah untuk mencapai prestasi semaksimal mungkin. Itulah sebabnya

dibutuhkan penyusunan program dan perencanaan latihan yang baik dan tepat”.

Sedangkan Andi Suhendro (1999: 16) memberikan beberapa langkah penting yang

harus diperhatikan dalam menyusun program latihan yaitu :

1) Mengidentifikasi masalah dan menganalisa semua masalah dan kendala

yang berhubunan dengan penentuan dan tujuan yang ingin dicapai.

2) Pembuatan perumusan program latihan.

3) Penjabaran secara rinci program latihan, terutama target-target latihan.

4) Melaksanakan program latihan dengan disiplin dan konsekuen.

5) Koreksi dan revisi program latihan yang dilaksanakan.

6) Mengevaluasi untuk mengontrol apakah program latihan itu berhasil atau

belum mencapai tujuan.

Program latihan mempunyai manfaat yang penting terhadap pelaksanaan dan

tujuan latihan. Manfaat dari program latihan diantaranya sebagai pedoman yang

terorganisir, terhindar dari faktor kebetulan, waktu yang digunakan lebih efektif dan

efesien, dapat terhindar dari hambatan-hambatan, arah dan tujuan latihan lebih jelas

serta sebagai kontrol dari latihan yang telah dilaksanakan.

4. Metode Latihan Acceleration Sprint

a. Pengertian Model Latihan Acceleration Sprint

Metode latihan acceleration sprint merupakan suatu bentuk latihan yang

dimulai dari lari pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya semaksimal dengan

kecepatan yang dimilikinya. Ini sesuai dengan pendapat ASCA bahwa acceleration

adalah percepatan, seberapa cepat atlet bisa merubah atau meningkatkan kecepatan

secara bertahap. Sedangkan menurut pendapat Fox (1984: 208) menyatakan bahwa,

“akselerasi adalah pertambahan secara gradual dalam kecepatan lari, mulai dari

pelan- pelan, semakin cepat, dan secepatnya dalam jarak 50-120 yard”.

31

b. Macam-macam Metode Latihan Acceleration Sprint

Bentuk latihan dalam acceleration sprint dapat berupa lari cepat dengan jarak

tertentu dan bentuk pulih asal dari beberapa penulis dapat dikemukakan sebagai

berikut :

1. Menurut ASCA (2011: 7) Acceleration drill mulai joging sejauh 10 m,

percepatan sampai 30 m x6 repetisi, 1:2 x 1 set = 6 menit.

2. Dalam mencapai tujuan latihan harus mengetahui volume beban latihan lari

cepat menurut Bompa (1990: 317-318), sebagai berikut: a) Intensitas

rangsangan antara submaksimal dan super maksimal, b) Durasi rangsangan

antara 5-20 detik, c) Volume total antara 5-15 kali jarak kompetisi, d)

Frekuensi rangsangan adalah dengan diulang 5-6 kali per latihan, 2-4 kali

perminggu selama fase kompetitif.

Dengan melakukan model latihan acceleration sprint pelari akan mudah

untuk memperbaiki tehnik lari. Karena acceleration sprint dilakukan secara bertahap.

c. Pelaksanaan Model Latihan Acceleration Sprint

Dalam pelaksanaan latihan acceleration sprint dalam lari 100 meter dibagi

dengan tiga jarak yang sama yaitu lari dengan intensitas rendah, sedang dan

maksimal dengan masing-masing jarak yang sama. Latihan acceleration sprint

sebenarnya sangant cocok diberikan kepada atlet pemula karena ada penyesuaian

antara dari lari ke jogging, langkah panjang sampai ke lari cepat. Menurut ASCA

(2011: 3), acceleration sprint dapat dilakukan secara bertahap, membutuhkan

peningkatan sedikit demi sedikit dari pelan (jogging) ke langkah panjang dan

akhirnya lari cepat (sprint). Dengan demikian cara ini akan mengurangi kemungkinan

terjadinya cidera otot pada saat latihan berlangsung.

d. Kelebihan dan Kelemahan Metode Latihan Acceleration Sprint

Model latihan acceleration sprint merupakan bentuk latihan yang

pelaksanaannya dimulai dari pelan, samakin cepat, mempertahankan kecepatan

32

maksimal sampai pada jarak tertentu. Tujuan metode latihan acceleration sprint

adalah menekankan dan mempertahankan komponen teknik sprint (gerak teknik

sprint) ketika kecepatan lari meningkat. Ditinjau dari pelaksanaan latihan

acceleratian sprint ada kelebihan dan kelemahan pada model latihan ini. Kelebihan

latihan dengan metode acceleration sprint antara lain: (1) Waktu latihan lebih

efisien, karena latihan acceleration sprint dilakukan secara berkelanjutan dalam satu

set, (2) Penguasaan teknik lari lebih cepat tercapai, karana dalam latihan acceleration

sprint terdapat sesion latihan dimulai dari intensitas rendah yang memungkinkan

untuk memperbaiki teknik lari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frank S. Pyke

(1991: 136) mngemukakan bahwa “ peningkatan teknik terjadi pada kecepatan rendah

dengan memperbaiki kesalahan yang memerlukan perhatian”. Disamping kelebihan

di atas latihan acceleration sprint jaga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan

acceleration sprint diantaranya: kurangnya frekuensi latihan kecepatan dengan

intensitas maksimal karena dalam pelaksanannya hanya sekitar sepertiga jarak yang

ditempuh.

Lari acceleration sprint jika dilakukan secara berulang-ulang dapat

meningkatkan kecepatan lari 100 meter tentunya dengan latihan dan program latihan

yang benar. Perkembangan kondisi fisik latihan acceleration sprint juga berpengaruh

terhadap sistem energi. Menurut Mulyono (1998: 4) “ATP-PC bila 98% dan LA-O2

sebesar 2%, hal ini menandakan bahwa sistem energi yang baik pada lari 100 meter

adalah ATP-PC LA atau anaerob”.

5. Metode Latihan Repetition Sprint

a. Pengertian Metode Latihan Repetition Sprint

Metode latihan repetition sprint merupakan metode latihan yang dilakukan

dengan intensitas tinggi atau kecepatan maksimal, pada latihan ini dibutuhkan jarak

yang tetap, kecepatan lari yang konstan (80-100% kecepatan maksimal). Menurut

Mulyono B (1998: 8) bahwa “repetition sprint adalah suatu aktifitas yang dilakukan

33

berulang-ulang dan setiap kali diselingi aktifitas yang lebih ringan”. Bentuk model

latihan dalam repetition sprint dapat berupa lari cepat atau ringan dengan bentuk

latihan lari cepat, yang dilakukan dengan lari kecepatan maksimal, kemudian

istirahat, lari lagi, istirahat lagi dan seterusnya.

b. Macam-macam Metode Latihan Repetition Sprint

Bentuk latihan dalam repetition sprint dapat berupa lari cepat dengan jarak

tertentu dan bentuk pulih asal dari beberapa penulis dapat dikemukakan sebagai

berikut :

a. Menurut Yossef Nossek (1982: 71 ) adalah a) intensitas kerja submaksimal

dan maksimal, b) jarak yang di tempuh 30-80 meter, c)volume berjumlah 10-

16 kali repetisi pengulangan dalam 3-4 seri.

b. Menurut Suharno HP (1993: 49) bahwa “volume beban latihan lari cepat 5-

10 kalii giliran lari, tiap-tiap giliran lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80

meter. Frekuensi dan tempo secepat-cepatnya”.

Dengan melakukan model latihan repetition sprint pelari akan mengalami

kesulitan untuk membenahi teknik lari. Karena Repetition sprint dilakukan dengan

intensitas tinggi atau kecepatan maksimal dari awal start sampai finish.

c. Pelaksanaan Model Latihan Repetition Sprint

Dalam melaksanakan latihan repetition sprint ini, Zaciorskij dalam bukunya

Yossef Nosseck (1982: 103) mengidentifikasikan ada 3 cara yaitu: Pertama,

olahragawan secara berulang-ulang melakukan lari jarak pendek dengan kecepatan

maksimum. Setelah masing-masing melakukan lari waktunya dihitung

dandiumumkan kepada olahragawan tersebut. Kedua, tugas yang sama dilakukan

tetapi kecepatan lari tersebut berbedadari waktu ke waktu (meningkat). Olahragawan

tersebut memperkirakan masing-masing lari, waktu lari dan membandingkan waktu

tersebut dengan waktu yang diukur. Ketiga, jarak dipraktekan dengan kecepatan

(yang dinyatakan dalam waktu lari) yang ditetapkan terlebih dahulu. Kontrol

34

dilakukan dengan waktu yang diukur, melalui latihan semacam itu olahragawwan

tersebut juga belajar untuk memilih kecepatan menurut tujuan latihannya.

b. Kelebihan dan kelemahan Metode Latihan Repetition Sprint

Menurut Fox, & Bowers, & Foss (1988: 315) memberikan definisi bahwa

latihan lari cepat repetisi adalah lari cepat yang dilakukan dengan kecepatan

maksimal, berulang-ulang dengan diselingi periode pulih asal (recovery) sempurna

diantara ulangan yang dilakukan. Sebelum ulangan (repetisi) dilakukan, perlu adanya

pulih asal yang cukup lama, hal ini penting terutama untuk meningkatkan power

anaerobic dan oksigen-dept yang tinggi. Ditinjau dari pelaksanaan repetition sprint

dapat diidentifikasikan kelebihan dan kelemahan. Kelebihan lari dengan model

repetition sprint antara lain: (1) Frekuensi latihan kecepatan lebih efektif, karena

jarak yang ditempuh harus dengan intensitas maksimal, (2) Terdapat waktu istirahat

yang cukup, hal ini dikarenakan pemulihan diperlukan setelah melakukan kerja

dengan intensitas beban latihan yang tinggi. Dengan adanya pemulihan yang

dilakukan diantara ulangan memiliki beberapa manfaat menurut Suharno H.P. (1985:

12) manfaat adanya pemulihan ini antara lain: (a) Menghindari overtraining, dan (b)

memberi kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan

sebelumnya. Dengan istirahat yang cukup maka tubuh akan siap kembali untuk

melaksanakan latihan selanjutnya.

Disamping kelebihan diatas, metode repetition sprint juga memiliki

kelemahan yaitu: (1) Penguasaan teknik sulit tercapai, karena gerakan yang dilakukan

secara terus-menerus dengan intensitas tinggi hal ini menyebabkan kelelahan

sehingga berpengaruh pada ketidak sempurnaan teknik, (2) Evaluasi dan perbaikan

gerakan sulit dilakukan, karena gerakan yang dilakukan terlalu cepat. Repetition

sprint yang dilakukan secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan

kecepatan lari sesuai dengan tipe kerja dan sistem energi yang dikembangkan. Tipe

kerja repetition sprint adalah kerja anaerobik yaitu latihan yang dilakukan dengan

jangka waktu yang singkat dan memerlukan kerja maksimal, yang bertujuan

35

mengembangkan kondisi fisik , kecepatan dengan sistem energi (ATP-PC dan LA).

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fox (1984: 20), mengemukakan bahwa lari

cepat repetisi mengembangkan system energi: (a) ATP-PC dan LA sebesar 10-

80%; (b) LA dan 02 sebesar 10-80%; dan (c) 02 sebesar 10-80%. Dengan demikian

peningkatan kecepatan lari ini maka pelari dalam melakukan kerja dapat meningkat

pula. Jadi model latihan repetition sprint dapat meningkatkan kecepatan lari 100

meter.

B. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat

dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 5. Skema Kerangka Berfikir

1. Adakah pengaruh metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint

terhadap peningkatan hasil belajar lari 100 meter

Metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint merupakan suatu

metode latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Latihan ini merupakan

metode latihan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Pelaksanaan metode latihan acceleration sprint dilakukan dengan lari pelan

atau jogging kemudian ditingkatkan lagi ke striding (percepatan) kemudian

kecepatan maksimal dilanjutkan istirahat. Akselerasi adalah pertambahan secara

Acceleration Sprint Repetition Sprint

Model Latihan Drill

Keterampilan lari 100

meter

36

gradual dalam kecepatan lari, mulai dari pelan- pelan, semakin cepat, dan secepatnya

dalam jarak 50-120 yard”. Latihan ini diulangi lagi dengan diselingi istirahat penuh.

Pelari-pelari yang berkualitas akan mencapai kecepatan maksimum lebih cepat

mempertahankan kecepatan maksimum pada jarak yang lebih panjang dan kecepatan

maksimum menurun lebih lambat dari pada pelari cepat yang lain atau pelari cepat

yang tidak terkondisi atau tidak terlatih. Tujuan metode latihan ini adalah

menekankan dan mempertahankan komponen teknik sprint (gerak teknik sprint)

ketika kecepatan berlari meningkat. Penguasaan teknik lari lebih cepat tercapai,

karana dalam latihan acceleration sprint terdapat sesion latihan dimulai dari

intensitas rendah yang memungkinkan untuk memperbaiki teknik lari.

Sedangkan metode latihan repetition sprint dilakukan dengan kecepatan lari

yang tetap dan maksimal dilakukan berulang-ulang dan diselingi waktu pemulihan

yang cukup (recovery). Selama mengikuti latihan repetition sprint para siswa

melibatkan dirinya dalam latihan fisik dan psikis. Dengan latihan-latihan fisik yang

dilakukan dengan metode repetition sprint, juga mengembangkan sistem energi

ATP_PC dan LA.

2. Mana yang lebih baik antara metode latihan acceleration sprint dan repetition

sprint terhadap peningkatan hasil belajar ketrampilan lari 100 meter

Dalam mengamati pelaksanaan diantara kedua metode latihan tersebut,

memiliki karakteristik yang berbeda tentang kelebihan dan kelemahannya. Metode

latihan acceleration sprint memiliki kelebihan dan kelemahan yang dapat dianalisis

sebagai berikut:

a. Kelebihan:

1. Waktu latihan lebih efisien, karena model latihan acceleration sprint

dilakukan secara berkelanjutan dalam satu set.

2. Penguasaan teknik lari lebih cepat tercapai, karana dalam latihan

acceleration sprint terdapat sesion latihan dimulai dari intensitas rendah

yang memungkinkan untuk memperbaiki teknik lari.

37

3. Efektif untuk mengembangkan kekuatan otot dan kecepatan reaksi.

4. Dapat memberikan pengaruh pada peningkatan kecepatan reaksi, terutama

reaksi sederhana

b. Kelemahan:

1. Kurangnya frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal karena

dalam pelaksanannya hanya sekitar sepertiga jarak yang ditempuh.

2. Kurang efektif untuk mengembangkan daya tahan kecepatan, sebab

pelaksanaannya hanya melakukan latihan kecepatan dengan intensitas

maksimal kurang dari jarak sesungguhnya

Sedangkan untuk penerapan model latihan repetition sprint dalam satu unit

latihan memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut;

a. Kelebihan:

1. Frekuensi latihan kecepatan lebih efektif, karena jarak yang ditempuh harus

dengan intensitas maksimal.

2. Terdapat waktu istirahat yang cukup, hal ini dikarenakan pemulihan

diperlukan setelah melakukan kerja dengan intensitas beban latihan yang

tinggi.

b. Kelemahan:

1. Penguasaan teknik sulit tercapai, karena gerakan yang dilakukan secara

terus-menerus dengan intensitas tinggi hal ini menyebabkan kelelahan

sehingga berpengaruh pada ketidak sempurnaan teknik/gerak.

2. Evaluasi dan perbaikan gerakan sulit dilakukan, karena gerakan yang

dilakukan terlalu cepat.

Pengembangan sistem energi dalam repetition sprint yaitu ATP-PC dan

LA sebesar 10-80%; LA dan 02 sebesar 10-80%; dan 02 sebesar 10-80%. Latihan

repetition sprint jika dilakukan berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan

kondisi fisik sesuai dengan tipe kerja dan sistem energi yang dikembangka. Tipe kerja

repetition sprint adalah kerja anaerobik. Yaitu latihan yang dilakukan dengan jangka

38

waktu yang singkat dengan intensitas kerja maksimal yang bertujuan

mengembangkan kondisi fisik kecepatan dengan sistem energi ATP-PC dan LA.

Berdasarkan karakteristik kelebihan dan kelemahan dari masing-masing

metode latihan tersebut tentunya akan memiliki pengaruh yang berbeda-beda

terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Perlakuan yang berbeda-beda akan

menimbulkan respon yang berbeda pula pada diri pelaku. Ditinjau dari segi tujuan

menggunakan model latihan mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan

kecepatan lari 100 meteryang lebih baik. Dalam sistem pelaksanan, metode latihan

acceleration sprint terdapat penguasaan tehnik yang bagus namun untuk frekuensi

latihan kecepatan dengan intensitas maksimal hanya sedikit sedangkan metode latihan

repetition sprint merupakan latihan yang dilakukan dengan frekuensi latihan

kecepatan dengan intensitas maksimal yang cukup banyak. Dalam hal ini, metode

latihan acceleration sprint sangat berpengaruh terhadap peningkatan kecepatanlari

100 meter dibandingkan model latihan repetition sprint

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh metode latihan acceleration sprint dan repetition

sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA

Negeri 1 Tawangsari tahun pelajaran 2014/2015.

2. Metode latihan acceleration sprint memiliki pengaruh yang lebih baik

dibandingkan metode latihan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100

meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 1 Tawangsari tahun pelajaran

2014/2015.