32
BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita Karier Seiring dengan perkembangan zaman, peran wanita di masa sekarang sudah tidak lagi dikaitkan sesuai dengan kodratnya sebagai wanita, yaitu hanya sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya. Namun lebih jauh lagi, wanita sekarang sudah mulai berperan serta dalam setiap segi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini membuat kuantitas waktu yang mereka miliki menjadi berkurang terlebih lagi bagi wanita yang bekerja di kantor yang lebih banyak terikat oleh waktu kerjanya. Wanita mempunyai fungsi yang sangat dominan di dalam keluarga, karena seorang wanita mempunyai tanggung jawab untuk membina keluarga, seperti pertumbuhan pribadi anak (Iklima, 2014: 2). Dalam bukunya As-Sya‟rawi (2005: 141), karier merupakan pekerjaan yang akan menambah kesulitan bagi seorang wanita sehingga mereka tidak dapat melaksanakan tugas domestiknya dengan baik. Wanita karier tidak bisa memfokuskan diri terhadap satu hal saja, karena mereka memiliki dua kewajiban yang sedang dikerjakannya, yaitu tugas kantor dan juga tugas ibu rumah tangganya. Namun Islam telah meletakkan syarat-syarat bagi wanita yang ingin bekerja, yaitu (1) karena kondisi keluarga yang mendesak, (2) keluar bersama mahramnya, (3) tidak berdesak-desakan dengan laki-laki dan bercampur baur dengan mereka, dan (4) pekerjaan tersebut sesuai dengan tugas seorang wanita. 6 Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita Karierrepository.ump.ac.id/2181/3/MUTAALI BAB II.pdf · A. Wanita Karier . Seiring dengan perkembangan zaman, peran wanita di masa sekarang sudah tidak

  • Upload
    buihanh

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Wanita Karier

Seiring dengan perkembangan zaman, peran wanita di masa sekarang

sudah tidak lagi dikaitkan sesuai dengan kodratnya sebagai wanita, yaitu

hanya sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya. Namun lebih jauh lagi,

wanita sekarang sudah mulai berperan serta dalam setiap segi kehidupan

masyarakat. Dalam hal ini membuat kuantitas waktu yang mereka miliki

menjadi berkurang terlebih lagi bagi wanita yang bekerja di kantor yang lebih

banyak terikat oleh waktu kerjanya. Wanita mempunyai fungsi yang sangat

dominan di dalam keluarga, karena seorang wanita mempunyai tanggung

jawab untuk membina keluarga, seperti pertumbuhan pribadi anak (Iklima,

2014: 2).

Dalam bukunya As-Sya‟rawi (2005: 141), karier merupakan pekerjaan

yang akan menambah kesulitan bagi seorang wanita sehingga mereka tidak

dapat melaksanakan tugas domestiknya dengan baik. Wanita karier tidak bisa

memfokuskan diri terhadap satu hal saja, karena mereka memiliki dua

kewajiban yang sedang dikerjakannya, yaitu tugas kantor dan juga tugas ibu

rumah tangganya. Namun Islam telah meletakkan syarat-syarat bagi wanita

yang ingin bekerja, yaitu (1) karena kondisi keluarga yang mendesak, (2)

keluar bersama mahramnya, (3) tidak berdesak-desakan dengan laki-laki dan

bercampur baur dengan mereka, dan (4) pekerjaan tersebut sesuai dengan

tugas seorang wanita.

6 Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

7

1. Pengertian Wanita Karier

Istilah wanita karier lebih populer karena mengandung makna

pemberdayaan wanita yang telah dijajah oleh budaya masyarakat, sehingga

bisa merubah mindset masyarakat agar tidak terus menerus

mengkonotasikan bahwa tugas wanita hanya di rumah saja. Penggunaan

istilah wanita karier sekaligus bisa difungsikan untuk kepentingan promosi

agar wanita bisa berperan aktif dalam profesi-profesi yang selama ini

masih didominasi laki-laki dan bisa juga untuk kepentingan mengubah

pola pikir masyarakat yang masih berpandangan konservatif, bahwa jatah

pekerjaan wanita itu terkait dengan urusan internal rumah tangga seperti

berhias, masak, dan melahirkan (Qomar, 2015: 10).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id), karier

memiliki arti: (1) perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan,

pekerjaan, dan jabatan, serta (2) pekerjaan yang memberikan harapan

untuk maju. Menurut Munandar (dalam Ermawati, 2016: 2), wanita karier

adalah wanita yang berkecimpung di dalam kegiatan profesi (usaha dan

perusahaan). Selain itu wanita yang berkarier merupakan wanita yang

melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang ilmu dan keahliannya. Pada

umumnya wanita karier adalah wanita yang berpendidikan cukup tinggi

dan mempunyai status yang cukup tinggi dalam pekerjaannya, cukup

berhasil dalam berkarya.

Menurut Juwairiyah Dahlan (Qomar, 2015: 11), wanita karier

adalah peran wanita di samping menjadi ibu rumah tangga juga masih

aktif berkarier dan bekerja pada suatu instansi sesuai dengan

kemampuan. Dengan pengertian lain, wanita karier adalah wanita yang

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

8

berperan ganda yaitu di samping sebagai ibu atau istri dalam rumah

tangga, juga sebagai karyawati yang aktif mengerjakan tugas-tugas di

luar urusan kerumahtanggaan.

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa wanita karier adalah wanita yang mempunyai peran

ganda, yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja yang

mendapatkan gaji atau imbalan selain uang sesuai dengan bidang ilmu dan

keahlian yang dimiliki.

2. Peran Ganda Wanita Karier

Pada dasarnya Islam telah menaruh perhatian yang sangat besar

terhadap wanita dan menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai

anggota keluarga dan masyarakat. Dalam perspektif Islam, wanita

memiliki peran dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu wanita

sebagai seorang ibu, wanita sebagai seorang istri, dan wanita sebagai

anggota masyarakat (Ermawati, 2016: 3). Berikut penjelasan dari masing-

masing peran wanita:

a. Wanita Sebagai Seorang Ibu

Pada dasarnya kodrat dari wanita yaitu hanya berhubungan

dengan rumah saja, selain itu juga kodrat wanita secara fisik adalah

memiliki rahim, hamil, dan menyusui. Sosok ibu mempunyai peran

yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Mulai dari mengandung

selama 9 bulan dengan berbagai macam resiko sampai

mempertaruhkan nyawa ketika melahirkan. Seorang ibu juga berperan

sebagai pendidik anak karena ibu merupakan guru pertama kali sejak

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

9

manusia dilahirkan. Selain itu seorang ibu juga sebagai motivator

pertama bagi anak supaya tidak cepat putus asa ketika anak mengalami

kesulitan dalam melakukan berbagai hal (Harun & Rifqoh, 2016: 2).

Seorang ibu senantiasa mengetahui akan tugas dan tanggung

jawab kepada anak-anak. Pembentukan dan pembinaan kepribadian

inilah yang menjadi tanggung jawab seorang ibu kepada anak-anak.

Ibu yang salihah juga harus peduli terhadap perkembangan agama

anak, yaitu mengajarkan tata cara ibadah salat dan puasa serta ibadah

yang lain. Ibu juga harus bersikap adil dalam memberikan perhatian

dan kasih sayang kepada anak-anak, tidak boleh menganakemaskan

dan menganaktirikan anak. Seorang ibu harus menanamkan akhlak

terpuji kepada anak-anaknya, berupa sifat cinta kasih, saling tolong

menolong, bersilaturahmi, suka membantu orang yang lemah, berbuat

baik kepada teman dan tetangga, menepati janji, menyayangi anak

kecil dan menghormati orang dewasa, adil dalam mengambil

keputusan, dan bijaksana dalam bertindak (Arfah & Al Adani, 2012:

271-275).

Dalam bukunya Makanisi (2010: 60), kasih sayang seorang ibu

terhadap anak-anaknya tampak jelas di dalam beberapa hadits

Rasulullah Saw, yaitu: rasa iba, kelembutan hati, dan rasa belas kasih

yang diciptakan oleh Allah kepadanya agar merawat anak-anaknya

dengan rasa kasih sayang dan lebih mengutamakan menolong dan

membantu mereka. Umar bin Khattab, bercerita:

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

10

Rasulullah mendatangi para tawanan. Tiba-tiba ada seorang

perempuan tawanan berlari-lari karena ingin bertemu anak kecil di

tengah-tengah para tawanan. Dipeluknya anak itu, lalu disusuinya.

Rasulullah bertanya, “Bagaimana pendapat kalian, apakah

perempuan ini rela melempar anaknya ke dalam bahaya (neraka)?”

Jawab mereka, “Tidak, demi Allah.” Beliau bersabda, “Niscaya

Allah lebih mengasihi terhadap hamba-Nya, melebihi perempuan

ini kepada anaknya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

b. Wanita Sebagai Seorang Istri

Peran lain wanita dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai

seorang istri. Suami dan istri adalah sepasang manusia yang atas dasar

cinta dan kasih suci mengikat diri dalam jalinan nikah. Seorang suami

berkewajiban untuk mencintai dan memberikan nafkah bagi istrinya,

sedangkan istri berkewajiban mencintai dan melayani suaminya

dengan sepenuh hati. Istri dan suami memiliki peran yang berbeda

namun harus saling melengkapi (Ermawati, 2016: 3).

Kewajiban dan tugas pokok seorang istri yang salihah adalah

berbakti kepada suami, taat kepada perintahnya selama tidak

bertentangan dengan perintah Allah, dan berusaha mencari ridanya,

karena rida Allah kepada seorang istri terletak pada rida suami dan

laknat Allah juga menyertai laknat suami. Seorang istri harus siap

menjadi teman dalam beribadah kepada Allah, menjadi teman dalam

berpikir, dan menjadi teman dalam perjalanan. Seorang istri harus

selalu bersama dengan suami baik di saat suka maupun duka,

senantiasa memperhatikan hal-hal yang akan menjadikan suaminya

semakin mencintai. Terlebih lagi, istri harus memiliki sifat pemaaf dan

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

11

penyantu terhadap kekurangan dan kelemahan suami (Arfah & Al

Adani, 2012: 279-281).

Wanita yang berperan sebagai istri adalah wanita yang pandai

membelanjakan uang, tidak boros dalam pengeluaran uang dan tidak

pula kikir. Jujur dalam segala hal dan tidak terlalu matrealisme. Maka

semaksimal mungkin seorang istri akan mengabdi kepada suaminya

sesuai dengan tuntunan Islam. Wanita sebagai istri yang baik dan

sesuai dengan ajaran Islam serta mampu memberikan ketenangan jiwa

suaminya adalah istri yang patuh. Seorang istri hendaknya jangan

terlalu pasif terhadap perintah suami, tetapi setidaknya istri yang patuh

harus mempunyai pemikiran yang kreatif, aktif, tingkah laku yang

baik, cara berbicara yang baik, dan tidak menggoda laki-laki lain

(Marhijanto, tanpa tahun: 125-130). Dia mematuhi firman Allah:

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

12

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah

mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah

mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak

dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung

kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali

kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,

atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau

saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki

mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-

wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-

pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)

atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan

janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan

yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada

Allah. Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS.

An-Nur: 31)

c. Wanita Sebagai Anggota Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berkumpul dan

berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bersama. Setiap

individu membentuk keluarga, dan keluarga tersebut merupakan

komponen masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat

tersebut lebih kurang separuh anggota adalah wanita. Pada dasarnya

Islam tidak melarang wanita untuk berkarier, namun dengan sejumlah

persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang wanita demi terjaminnya

kemaslahatan bagi wanita itu sendiri (Ermawati, 2016: 3-4).

Dalam bukunya Harun & Rifqoh (2016: 14-15), ada tiga hal

yang harus dipertimbangkan oleh wanita jika ingin berkarier, yaitu:

1) memperhatikan kelemahan fisik wanita. Fisik wanita dipandang

tidak sekuat laki-laki. Namun, kenyataannya banyak wanita yang

bekerja menggunakan fisiknya, seperti wanita pemecah dan

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

13

pengangkut batu, wanita yang berprofesi sebagai tukang becak, dan

lain sebagainya,

2) mempertimbangkan tugas alamiahnya, seperti melahirkan,

menyusui, dan menjaga keluarganya. Diperlukan sinergi antara

tugas alamiah dengan aktivitas di luar rumah, dan

3) memperhatiakan aspek etika, yaitu mengatur keseimbangan

hubungan antara laki-laki dan wanita. Agama Islam mengenal

hukum Ikthilath atau berbaurnya laki-laki dan wanita dalam satu

tempat tertentu. Hal tersebut dapat dipandang haram dan bersifat

mubah. Misalnya, wanita berduaan dengan laki-laki yang bukan

muhrimnya, terbuka aurat, dan sentuhan anggota badan. Ketentuan

tersebut tidak berlaku bagi yang berprofesi sebagai dokter.

3. Pola Asuh Orang Tua

Kepribadian seseorang berkembang sesuai dengan pola asuh yang

diterapkan oleh orang tuanya. Orang tua memiliki peran penting dalam

tumbuh kembang anak karena orang tua merupakan bagian keluarga.

Keluarga inilah yang memberikan pondasi dasar kepada setiap anak untuk

membentuk pribadi. Alfie Kohn mengatakan (dalam Zizousari & Chan,

2016: 14-15) bahwa pola asuh dapat diartikan sebagai perlakuan dari

orang tua dalam memberikan perlindungan dan pendidikan pada anak

dalam kehidupan. Cara pengasuhan yang berbeda antar orang tua, tentu

akan melahirkan anak dengan kepribadian yang berbeda pula.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

14

Diana Baumrind (dalam Santrock, 2007: 15-16) menekankan

terdapat empat gaya pengasuhan orang tua yang berkaitan dengan berbagai

aspek yang berbeda dari perilaku remaja yang dijelaskan sebagai berikut.

a. Pengasuhan Bergaya Otoritarian (Authoritarian Parenting)

Pola asuh seperti ini merupakan jenis pola asuh yang hanya

berjalan dari satu arah saja, yaitu dari orang tua. Di mana anak harus

selalu mengikuti pengarahan yang diberikan dan menghormati

pekerjaan dan usaha-usaha yang telah dilakukan orang tua. Remaja

yang dibesarkan oleh orang tua otoritarian sering kali cemas terhadap

perbandingan sosial, kurang memperlihatkan inisiatif, dan lebih

buruknya lagi anak akan memiliki keterampilan berkomunikasi yang

buruk. Hal yang sama di ungkapkan oleh Shapiro (dalam Jannah,

2012: 4), bahwa orang tua otoriter berusaha menjalankan rumah tangga

yang didasarkan pada struktur dan tradisi, walaupun dalam banyak hal

tekanan mereka keteraturan dan pengawasan membebani anak. Anak

tidak diberi ruang untuk memilih sendiri apa yang menjadi

kesukaannya dan apa yang diharapkan oleh anak tersebut.

b. Pengasuhan Bergaya Otoritatif (Authoritative Parenting)

Pola asuh ini juga biasa di sebut sebagai pola asuh demokrasi.

Pola asuh ini mendorong remaja agar mandiri namun masih membatasi

dan mengendalikan apa yang dipilih mereka. Orang tua dengan gaya

pengasuhan otoritatif memberikan kesempatan kepada anak-anaknya

untuk berdialog secara verbal. Di samping itu orang tua juga bersikap

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

15

hangat dan mengasuh. Pengasuhan orang tua yang otoritatif berkaitan

dengan perilaku remaja yang kompeten secara sosial. Para remaja dari

orang tua otoritatif biasanya mandiri dan memiliki tanggung jawab

sosial. Shapiro menambahkan (dalam Jannah, 2012: 4), bahwa dalam

hal belajar, orang tua otoritatif menghargai kemandirian, memberikan

dorongan, dan pujian.

c. Pengasuhan Bergaya Melalaikan (Neglectful Parenting)

Gaya pengasuhan ini merupakan sebuah gaya di mana orang

tua tidak terlibat dalam kehidupan remaja. Apapun yang dipilih atau

dilakukan oleh remeja, orang tua tidak peduli dengan yang remaja

lakukan. Orang tua cenderung memikirkan dirinya sendiri. Pengasuhan

orang tua yang bersifat lalai berkaitan dengan perilaku remaja yang

tidak kompeten secara sosial, khususnya kurangnya pengendalian diri.

Remaja yang orang tuanya lalai biasanya tidak kompeten secara sosial,

memperlihatkan pengendalian diri yang buruk dan tidak menyikapi

kebebasan dengan baik. Jannah (2012: 4) menjelaskan bahwa orang

tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, orang tua pada pola

asuh ini mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan

orang tua lebih penting dari pada anak-anak.

d. Pengasuhan yang Memanjakan (Indulgent Parenting)

Pengasuhan ini merupakan sebuah gaya pengasuhan di mana

orang tua sangat terlibat dalam kehidupan remajanya namun hanya

memberikan sedikit tuntutan atau kendali terhadap mereka. Apapun

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

16

yang diinginkan oleh anak, akan selalu diberikan oleh orang tuanya

tanpa melihat sebelumnya apakah hal tersebut baik untuk mereka atau

tidak. Akibatnya, remaja tersebut tidak pernah belajar untuk

mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap agar

kemauannya diikuti. Pengasuhan orang tua yang memanjakan

berkaitan dengan rendahnya kompetensi sosial remaja, khususnya yang

meyangkut pengendalian diri.

4. Dampak Wanita Karier

Bekerja dalam Islam merupakan hak setiap muslim secara mutlak,

tidak ada perbedaan antara anak kecil dan orang tua, laki-laki atau

perempuan. Pekerjaan terbuka pada pergulatan hidup di hadapan mereka,

selama mereka menyukainya (Al-Kurdi, tanpa tahun: 212). Seperti

sekarang ini, banyak wanita yang memilih untuk menjadi wanita karier.

Wanita telah mendapatkan kesempatan yang luas untuk mengembangkan

diri. Oleh sebab itu, banyak pekerjaan dan jabatan penting di masyarakat

tidak lagi dimonopoli oleh kaum laki-laki (Harun & Rifqoh, 2016: 4).

Masalah wanita yang bekerja merupakan masalah yang sangat

kompleks, sebab akan ada dampak positif maupun negatif yang

berpengaruh langsung kepada mereka (Maghfiroh, 2005: 20), adapun

dampak yang ditimbulkan di antaranya:

a. Dampak Positif

Jika dahulu menjadi wanita karier dianggap melanggar tradisi

dan dikucilkan oleh masyarakat sekitar, sekarang justru sebaliknya.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

17

Menjadi wanita karier sudah merupakan profesi yang sangat lazim

untuk dijalani. Selain dapat mengembangkan diri, kedudukan wanita

atau ibu di dalam masyarakat pun secara otomatis akan terangkat

secara sosial. Keuntungan lain juga akan dirasakan anak ketika seorang

wanita harus memposisikan diri sebagai wanita karier (Zizousari &

Chan, 2016: 103). Lebih jauh lagi, Zizousari & Chan (2016, 103-106)

menyebutkan keuntungan menjadi wanita karier yaitu sebagai berikut.

1) Wanita Dapat Mendidik Anak Lebih Mandiri

Pastinya seorang ibu tidak akan pernah bosan menasehati

anak ketika mereka harus berada di rumah sendiri. Sebelum ibu

berangkat kerja dan sebelum mereka berpisah saat mengantar

sekolah, berbagai nasihat pasti akan disampaikan. Tanpa disadari

anak akan lebih mandiri dari usianya. Harun & Rifqoh (2016: 8)

menambahkan bahwa anak yang dibesarkan dari wanita karier

biasanya lebih mandiri dan memiliki kemampuan problem solving

yang lebih baik.

2) Wanita Dapat Lebih Berekspresi

Dengan melakukan hal sama setiap hari, pasti ada rasa

jenuh terhadap pekerjaan sehingga perlu refreshing. Begitu juga

yang dirasakan oleh seorang wanita karier. Seorang wanita

tentunya ingin mengembangkan keahlian yang dimilikinya dengan

menjadi seorang wanita karier. Hal itu berkaitan dengan psikologi

dari wanita itu sendiri. Seperti survei yang dilakukan oleh Kepala

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

18

Editor Gallup.com Elizabeth Mendes (dalam Zizousari & Chan,

2016: 103), wanita yang bekerja dapat terhindar dari stres,

khawatir, sedih, serta akan selalu menerima energi positif.

3) Wanita Menjadi Lebih Dekat Dengan Anak

Ada beberapa cara yang dapat membuat hubungan ibu

dengan anak tetap dekat walaupun ibu sibuk bekerja. Berikan

pelukan hangat sebagai bentuk kasih sayang dan kumpul bersama

keluarga ketika akhir pekan. Harun & Rifqoh (2016: 5-6)

menambahkan ketika seorang wanita memilih untuk berkarier akan

memiliki waktu sedikit untuk melihat perkembangan anak. Namun

menjaga komunikasi merupakan solusi dari permasalahan tersebut,

dengan Quality Time akan menggantikan banyaknya waktu yang

telah hilang.

4) Wanita Bekerja, Anak Lebih Berprestasi

Anak yang sudah terbiasa ditinggal ibu bekerja, maka lebih

berprestasi di sekolah. Hal ini didukung dengan laporan dari

Dahlan (dalam Qomar 2015: 12) melaporkan beberapa hasil

penelitian mengatakan bahwa anak-anak yang berhasil dan menjadi

profesional adalah dari ibu yang bekerja, karena mereka lebih

banyak berlatih untuk percaya diri dan berusaha mengatasi

kesulitannya sendiri.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

19

Menurut Harun & Rifqoh dalam Super Mom (2015: 8)

menyebutkan dampak positif dari seorang wanita yang memilih untuk

berkarier, yaitu:

1) mendapatkan penghasilan yang lebih atau bisa menambah uang

bulanan,

2) mengisi waktu luang dengan sesuatu yang berguna,

3) dengan bekerja akan meningkatkan rasa percaya diri, dan

4) wanita yang bekerja akan lebih sadar soal merawat diri.

Berbeda halnya dengan Qomar (2015: 11-12), bahwa kelebihan

keluarga karier antara lain:

1) potensi keuangan cukup baik untuk kehidupan rumah tangga

maupun untuk pembiayaan pendidikan,

2) terdapat penyaluran kebudayaan yang positif dan cukup tinggi,

3) pemberian wawasan kehidupan yang memadai,

4) pengarahan yang strategis,

5) memiliki orientasi masa depan yang kuat,

6) tumbuhnya rasa percaya diri (self confident), dan

7) memiliki kualitas waktu yang baik.

b. Dampak Negatif

Selain dampak positif, wanita karier juga mempunyai dampak

negatif. Dampak negatif yang dihasilkan dari wanita yang sibuk

bekerja yaitu dampak terhadap anak dan suami. Hal yang terjadi yaitu

mereka sering melalaikan tugas dan peran mereka sebagai seorang ibu

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

20

dan istri di dalam keluarga. Tugas kantor yang menyita banyak waktu

dan lelah yang menghampiri wanita karier membuat wanita ketika di

rumah dihabiskan untuk beristirahat (Rambitan,2014: 15-16).

Adapun dampak negatif yang dihasilkan dari wanita karier di

antaranya (Qomar, 2015: 12) yaitu:

1) durasi waktu pertemuan antara orang tua dengan anak sangat

terbatas,

2) interaksi anak di rumah justru banyak terjadi dengan pembantu

rumah tangga,

3) perilaku anak di rumah sering tidak terkontrol oleh orang tuanya,

4) ada kecenderungan anak mencari pelampiasan sendiri di luar

rumah,

5) anak mudah tergoda oleh berbagai hiburan terutama untuk keluarga

yang terdapat di kota-kota besar, dan

6) tidak jarang anak terlibat dalam tindakan kenakalan.

As-Sya‟rawi (2005: 138-139), menjelaskan bahwa dengan

keluarnya wanita untuk bekerja, maka hilanglah generasi-generasi

umat di masa yang akan datang. Anak-anak telah kehilangan kasih

sayang dan asuhan seorang ibu. Hal tersebut membuat mereka

tertimpa kelainan jiwa dan berimbas pada moralitas mereka ketika

menginjak usia dewasa. Kasih sayang seorang pengasuh dan guru

yang baik tidak dapat menyamai kasih sayang alami seorang ibu,

karena Allah telah meletakkan unsur-unsur cinta, kasih sayang,

perhatian, dan cara pengasuhan yang benar. Kekurangan kasih

sayang dari seorang ibu membuat anak menjadi bimbang, sehingga

anak-anak memiliki temperamen yang keras dan tidak dapat

diubah.

„Ulwan menambahkan dalam Tarbiyatul Aulad Fil Islam

(2015: 23), salah satu perasaan mulia yang Allah tanamkan di dalam

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

21

hati orang tua adalah rasa kasih sayang kepada anak-anak. Jika hati

yang tidak memiliki kasih sayang akan membuat sifat keras dan kasar.

Tidak mustahil dari sifat-sifat yang buruk inilah akan menimbulkan

perilaku-perilaku menyimpang pada anak-anak, membawa pada

dekadensi moral, kebodohan, dan kesusahan. Sehingga tidak heran jika

sering melihat anak-anak dari wanita karier yang sering melampiaskan

kekecewaannya dengan melakukan kenakalan remaja.

Keluarnya wanita untuk bekerja di luar rumah telah menjadi

unsur penghancur kehidupan manusia. Wanita karier telah

menyebabkan kekosongan dan kematian keindahan hidup sebuah

keluarga. Oleh karena itu, wanita harus memilih antara dua pilihan,

yaitu menjadi seorang ibu atau menjadi wanita karier. Ketika wanita

keluar rumah untuk berkarier, mereka akan memetik hasilnya. Melihat

anak-anaknya tumbuh tidak seimbang karena kehilangan kasih sayang

dan cinta kasih dari seorang ibu. Lebih buruknya lagi, anak akan

tumbuh menjadi pribadi yang kurang bisa diandalkan oleh agama,

negara, masyarakat bahkan keluarganya sendiri (As-Sya‟rawi, 2005:

142-143).

B. Perilaku Keagamaan

Dalam buku Psikologi Agama (Jalaluddin, 2015: 107-109), manusia

mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan

rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis.

Sedangkan perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

22

(abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani

disebut istilah kematangan (maturity). Kematangan beragama terlihat dari

kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan

nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.

Keyakinan itu ditampilkan dengan sikap dan tingkah laku keagamaan yang

mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. Jika kita melihat orang dalam

perilaku keagamaannya baik, maka dia sudah dipastikan memiliki kematangan

beragama yang bisa dikatakan layak dalam kehidupan yang dijalaninya.

1. Pengertian Perilaku Keagamaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku adalah tanggapan

atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (kbbi.web.id).

Perilaku merupakan manifestasi dari respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus lingkungan sosial tertentu. Perilaku termasuk dalam domain

psikomotor. Neong Muhadjir menjelaskan perilaku tidak sekedar

psikomotor, tetapi merupakan performance kecakapan. (Hakim, 2012: 4).

Perilaku adalah segala kegiatan atau tindakan manusia yang

kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak

disadari. Selain itu, perilaku berasal dari Bahasa Arab, yaitu akhlak yang

merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, yang artinya tingkah laku, budi

pekerti, atau tabiat (Suriati, 2014: 5-6). Anwar (2010: 15) menjelaskan,

perilaku atau tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa

dibuat-buat atau spontan atau tanpa dorongan dari luar.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

23

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keagamaan berasal dari kata

dasar agama yang artinya ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan

peribadatan terhadap Allah serta tata kaidah yang berhubungan dengan

pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Jadi, keagamaan

artinya yang berhubungan dengan agama (kbbi.web.id). Sedangkan

menurut Harun Nasution (Jalaluddin, 2015: 10), agama adalah mengikat

diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu

sumber yang berada di luar diri manusia dan yang memengaruhi

perbuatan-perbuatan manusia.

Keagamaan (religiusitas) merupakan ketaatan dalam melakukan

aktivitas agama yang dianutnya. Dalam kaitannya dengan tingkah laku

keagamaan, dalam diri manusia telah diatur semacam sistem kerja untuk

menyelaraskan tingkah laku manusia agar tercapai ketentraman dalam

batinnya. Tingkah laku keagamaan merujuk pada agama sebagai tolak

ukurnya. Keyakinan terhadap agama yang dianut akan mendorong

seseorang dalam berperilaku sesuai dengan agama yang dianutnya. Jadi,

perilaku keagamaan adalah suatu tindakan yang menyangkut hubungan

manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, atau manusia dengan

alam lingkungan (Suriati, 2014: 6-7).

Fauzia (2015: 2) menjelaskan perilaku keagamaan adalah

pemahaman para penganut agama terhadap kepercayaan atau ajaran

Allah yang menjadi bersifat relatif dan sudah pasti kebenarannya

bernilai relatif. Perilaku keagamaan adalah perilaku yang didasarkan

atas dasar kesadaran tentang adanya aktifitas keagamaan. Perilaku

keagamaan tersebut ditunjukkan dengan melakukan ibadah sehari-hari,

berdoa, berperilaku sesuai dengan ajaran agama, dan membaca kitab

suci.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

24

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku

keagamaan adalah perilaku seseorang tentang keyakinan terhadap Allah

yang diwujudkan dalam bentuk nilai-nilai agama yang dianutnya dengan

selalu melakukan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.

2. Bentuk-Bentuk Perilaku Keagamaan

Menurut gambaran Elizabeth K. Notingham (dalam Jalaluddin,

2015: 275), agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling

sempurna dan juga perasaan takut. Meskipun perhatian tertuju kepada

adanya dunia yang tidak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan

dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia. Agama

sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat

adikodrati (supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang

lingkup kehidupan yang luas. Dengan agama yang dianut maka seseorang

akan memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia tersebut sebagai

manusia dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat yang akan

membawa pengaruh baik bagi kelangsungan hidupnya, baik selama di

dunia maupun untuk kelangsungan di akhirat.

Menurut Glock dan Stark (Idrus, 2014: 5-6), terdapat lima dimensi

keagamaan dalam mengkaji ekspresi keagamaan yaitu:

a. Dimensi Keyakinan

Dimensi keyakinan merupakan dimensi utama dan pertama

untuk menuju dimensi selanjutnya. Dimensi keyakinan menunjukkan

tingkat kesetujuan seseorang terhadap kepercayaan yang dianutnya.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

25

Dalam agama Islam, dimensi keyakinan diwujudkan dengan

pengakuan (syahadat) yang diwujudkan dengan membaca dua kalimat

syahadat (syahadatain). Dimensi keyakinan menuntut dilakukannya

praktek peribadatan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Menurut

Ilyas (2009: 3), bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia

harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.

Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang

bertentangan.

b. Dimensi Praktek atau Ritualistik Agama

Dimensi praktek dalam Islam dapat seperti menjalankan ibadah

salat, puasa, zakat, ibadah haji ataupun praktek muamalah lainnya.

Unsur ketaatan dalam menjalankan aktivitas tersebut memang

diharapkan muncul dalam diri setiap orang yang menjalankannya.

Dijelaskan oleh Hajaroh (1998: 4), dimensi praktek adalah partisipasi

dan ketaatan pada acara ibadah atau hal yang menunjukan komitmen

terhadap agama yang dianutnya.

c. Dimensi Pengalaman

Dimensi ini berkaitan dengan berbagai pengalaman keagamaan

yang dimiliki seseorang dalam proses menjalani agama yang

dianutnya. Pengalaman keagamaan dapat membuat seseorang belajar

akan keagamaan. Hajaroh (1998: 4) menjelaskan bahwa dimensi

pengalaman keagamaan menunjuk kepada sesuatu perasaan, persepsi,

dan sensasi seseorang yang berhubungan dengan Allah.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

26

d. Dimensi Pengetahuan Agama

Dimensi ini secara erat terkait dengan dimensi keyakinan,

karena salah satu syarat yang harus dimiliki bagi penerimaan satu

ajaran adalah dimilikinya seperangkat pengetahuan tentang ajaran

agama hal yang bersangkutan. Hajaroh (1998: 4) menerangkan bahwa

dimensi pengatahuan agama menggambarkan seberapa jauh orang

yang beragama mengetahui doktrin (dasar-dasar keyakinan), ritus-

ritus, tradisi-tradisi, dan norma-norma agama yang dianutnya.

e. Dimensi Konsekuensi

Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat

keyakinan agama, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang.

Sedangkan Hajaroh (1998: 4) menjelaskan bahwa dimensi konsekuensi

menunjukkan seberapa jauh komitmen dan perilaku kehidupan sesuai

dan selaras dengan dimensi lainnya.

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa objek kajian dalam

dimensi keagamaan meliputi dimensi keyakinan, dimensi praktek, dimensi

pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi konsekuensi.

Selanjutnya berkaitan dengan penelitian ini, peneliti membatasi perilaku

keagamaan subjek berdasarkan aspek nilai-nilai ajaran Islam yang

dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) keyakinan (aqidah), (2) praktek

agama (ibadah), dan (3) akhlak (Hakim, 2012: 3).

Peneliti juga membatasi penelitian ini dengan ketentuan, dimensi

keyakinan membahas tentang iman kepada Allah, kemudian dimensi

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

27

praktek membahas tentang ibadah salat, serta dimensi akhlak membahas

tentang jujur. Berikut penjelasannya:

a. Dimensi keyakinan meliputi iman kepada Allah sebagaimana

dijelaskan berikut ini:

1) Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah SWT berarti meyakini dengan sepenuh

hati bahwa Allah itu nyata, Allah Maha Esa. Kemudian diucapkan

dengan kalimat syahadat, sebagai perwujudan dari keyakinan dan

ucapan, harus diikuti dengan perbuatan, yakni menjalankan

perintah Allah dan menjauhi larangan Allah SWT (Fatoni, 2013:

32). Iman kepada Allah merupakan dasar dari seluruh ajaran Islam.

Iman kepada Allah merupakan bentuk keimanan yang pertama dan

utama yang menyalurkan kepada keimanan selanjutnya.

Allah SWT berfirman:

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan

kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang beriman.

Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-

kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami

tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain)

dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar

dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami Ya Tuhan

kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah:

285)

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

28

b. Dimensi praktek meliputi ibadah salat, berikut penjelasannya:

1) Salat

Salat merupakan ibadah langsung yang diturunkan kepada

Nabi Muhammad Saw. Secara bahasa, salat artinya doa. Sedangkan

secara istilah, salat adalah suatu amalan yang dilakukan dengan

perkataan dan gerakan tertentu yang dimulai dengan takbir dan

ditutup dengan salam (Jamaluddin, 2013: 81).

Allah berfirman:

"Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta

orang-orang yang ruku'." (QS. Al-Baqarah: 43)

c. Dimensi akhlak meliputi jujur, berikut penjelasannya:

a) Jujur

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jujur artinya lurus

hati, tidak bohong, tidak curang, tulus, dan ikhlas (kbbi.web.id).

Jujur adalah perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan

kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat terpuji. Jujur juga

disebut dengan benar, sesuai dengan kenyataan serta mengatakan

sesuatu dengan apa adanya (Rachmat Safe‟I, 2000: 77).

Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah

dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

29

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keragamaan

Agama menyangkut kehidupan batin manusia. kesadaran agama

dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi batin dalam

kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia

ghaib. Dari kesadaran dan pengalaman agama ini pula muncul sikap

keagamaan yang ditampilkan seseorang. Sikap keagamaan merupakan

suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk

bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Jika

manusia memiliki ketaatan yang baik, maka dalam berperilaku juga akan

baik. Mereka akan berperilaku sesuai dengan aturan yang ada dalam

agama yang dianutnya. Semua itu terdapat faktor-faktor yang

melatarbelakangi ketaatan terhadap ajaran agama yang dianutnya

(Jalaluddin, 2015: 263).

Dalam buku Jalaluddin (2015: 265) menyebutkan bahwa sikap

keagamaan terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor

ekstern.

a. Faktor Intern

Secara garis besar, faktor yang ikut berpengaruh terhadap

perkembangan keagamaan seseorang antara lain adalah faktor

hereditas, tingkat usia, kepribadian, dan kondisi kejiwaan.

1) Faktor Hereditas

Jiwa keagamaan atau perilaku keagamaan memang bukan

secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

30

turun-temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan

lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan konatif. Perbuatan

yang buruk dan tercela jika dilakukan, akan menimbulkan rasa

bersalah dalam diri pelakunya. Bila pelanggaran yang dilakukan

terhadap larangan agama, maka pada diri pelakunya akan timbul

rasa berdosa. Dan perasaan seperti ini barangkali yang ikut

mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan yang berdampak

pada perilaku keberagamaan seseorang sebagai unsur hereditas

(Jalaluddin, 2015: 265-266).

2) Tingkat Usia

Ernest Harms (Jalaluddin, 2015: 267) mengungkapkan

bahwa perkembangan agama anak ditentukan oleh tingkat usia

mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh

perkembangan berbagai aspek kejiwaan termasuk perkembangan

berfikir. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami

remaja menimbulkan konflik kejiwaan, yang cenderung

mempengaruhi terjadinya konversi agama. Jika usia anak sudah

cukup, maka akan memperoleh pengetahuan agama akan lebih

mudah diterimanya.

3) Kepribadian

Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang relatif

dapat dikatakan tetap. Salah satu teori yang yang digunakan

sebagai pendekatan kepribadian adalah Big Five Personality. Lima

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

31

faktor kepribadian menurut Costa & Mc Crae (Wardani & Suseno,

2012: 4) yaitu sifat-sifat dasar kepribadian individu yang saling

terkait yang tersusun dengan lima ciri sifat utama yang luas di

dalamnya, seperti exstravision, neuroticism, openness to

experience, agreeableness, dan conscientiousness.

Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua

unsur, yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan

antara hereditas dengan pengaruh lingkungan inilah yang

membentuk kepribadian. Adanya kedua unsur yang membentuk

kepribadian itu menyebabkan munculnya konsep tipologi dan

karakter (Jalaluddin, 2015: 267-268).

4) Kondisi Kejiwaan

Model psikodinamik yang dikemukakan oleh Sigmund

Freud (Jalaluddin, 2015: 269) menunjukan gangguan kejiwaan

ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam ketidaksadaran

manusia. Menurut pendekatan biomedis, fungsi tubuh yang

dominan mempengaruhi kondisi jiwa seseorang. Pendekatan

eksistensial menekankan pada dominasi pengalaman kekinian

manusia. Dengan demikian, sikap manusia ditentukan oleh

stimulan (rangsangan) lingkungan yang dihadapinya saat itu. Jika

seseorang mempunyai kondisi kejiwaan yang baik, maka dalam

berperilaku juga akan mengikuti apa yang dirasa baik sesuai

dengan kondisi kejiwaan orang tersebut.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

32

b. Faktor Ekstern

Manusia sering disebut dengan homo religious (makhluk

beragama). Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa manusia

memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai makhluk

yang beragama. Jadi manusia dilengkapi potensi berupa kesiapan

untuk menerima pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk

menjadi makhluk yang memiliki rasa dan perilaku keagamaan

(Jalaluddin, 2015: 270).

Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan

jiwa keagamaan, yaitu:

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga sebagai salah satu lembaga pendidikan pertama

yang dilalui oleh seseorang. Lingkungan keluarga sangat

berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam segala hal.

Sigmund Freud dengan konsep Father Image (citra kebapaan)

menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan anak

dipengaruhi oleh citra anak kepada bapaknya. Jika seorang bapak

menunjukan sikap dan perilaku yang baik, maka anak akan

cenderung mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku. Keluarga

dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar

bagi perkembangan jiwa keagamaan (Jalaluddin, 2015: 270-271).

Pendidikan dalam keluarga mampu mendasari dan

mewarnai corak kepribadian seseorang dalam seluruh perjalanan

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

33

hidupnya. Pengalaman-pengalaman yang diserap masa kecilnya

sangat berpengaruh pada perilaku individual dan perilaku sosialnya

dalam pergaulan hidup di tengah masyarakat. Apalagi masa kecil

merupakan masa emas bagi penanaman, pembentukan, dan

pengembangan intelektual, perilaku, kebiasaan, dan karakter

seseorang (Qomar, 2015: 1)

2) Lingkungan Institusional

Menurut Singgih D. Gunarsa, pengaruh itu dibagi menjadi

tiga kelompok, yaitu a) kurikulum dan anak, b) hubungan guru dan

murid, dan c) hubungan antar anak. Dalam ketiga kelompok

tersebut secara umum tersirat unsur-unsur yang menopang

pembentukan tersebut seperti ketekunan, kedisiplinan, kejujuran,

simpati, sosiabilitas, toleransi, keteladanan, sabar, dan keadilan,

perlakuan dan pembiasaan bagi pembentukan sifat seperti itu

umumnya menjadi bagian dari program pendidikan di sekolah

(Jalaluddin, 2015: 271).

Sekolah sebagai kelembagaan pendidikan merupakan

lanjutan dari pendidikan keluarga. Karena keterbatasan orang tua

untuk mendidik anak mereka, maka mereka diserahkan ke lembaga

sekolah. Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun

akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan anak.

Namun seorang anak terkadang tidak memaksimalkan

pembelajaran yang ada di sekolah (Jalaluddin, 2015: 256-257).

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

34

3) Lingkungan Masyarakat

Para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan

pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak didik

adalah keluarga, kelembagaan, dan lingkungan masyarakat.

Keserasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan memberikan

dampak yang positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam

pembentukan jiwa keagamaan mereka (Jalaluddin, 2015: 258-259).

Lingkungan masyarakat yang agamis akan membantu

dalam menciptakan jiwa keagamaan seseorang atau memperkuat

keagamaan seseorang. Sedangkan lingkungan masyarakat yang non

agamis mungkin dapat menghilangkan jiwa keagamaan yang ada

dalam diri sendiri. Fungsi dan peran masyarakat dalam

pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari

seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma

keagamaan itu sendiri (Jalaluddin, 2015: 272).

C. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Nusan Amelia dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang yang berjudul “Pengaruh Perhatian Orang Tua Pada Pendidikan

Agama Terhadap Perilaku Keberagamaan Peserta Didik Di MTs Darul

Ulum Wates Ngaliyan Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Penulis

meneliti tentang apakah ada pengaruh perhatian orang tua pada pendidikan

agama terhadap perilaku keberagamaan peserta didik di MTs Darul Ulum

Wates Ngaliyan Semarang tahun pelajaran 2011/2012. Dan dari hasil

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

35

penelitiannya, penulis dapat menyimpulkan bahwa perhatian orang tua

pada pendidikan agama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

perilaku keberagamaan peserta didik Di MTs Darul Ulum Wates Ngaliyan

Semarang tahun pelajaran 2011/2012. Terbukti berdasarkan analisis

regresi satu predictor yaitu bahwa Ftabel pada taraf signifikan 5% = 4,08

dan pada taraf signifikan 1% = 7,31%. Maka nilai Freg sebesar 21,596 lebih

besar dari Ftabel, baik pada taraf signifikan 5% maupun 1%.

Penelitian tersebut lebih mengacu kepada perhatian orang tua, baik

orang tua yang bekerja maupun tidak bekerja. Dan penelitian tersebut

merupakan penelitian kuantitatif. Sedangkan penelitian saya lebih

mengacu terhadap strategi yang digunakan wanita karier dalam

membentuk perilaku, dan jenis penelitian yaitu kualitatif. Namun

persamaannya terletak pada hasil yang diperoleh yaitu sama-sama meneliti

tentang perilaku keagamaan.

2. Jurnal dengan judul “Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak”

yang ditulis oleh Darosy Endah Hyoscyamina. Jurnal ini meneliti tentang

bagaimana peran dari keluarga dalam membangun karakter anak agar anak

tumbuh menjadi pribadi yang baik. Dan hasil dari penelitian tersebut

bahwa keluarga merupakan faktor terpenting dalam pembentukan anak,

dan dalam hal ini peran keluarga sangatlah dominan. Orang tua harus

mendidik anak sejak dini agar mereka dapat berperilaku sesuai yang

diharapkan. Ciptakan suasana yang agamis di rumah sehingga akan lebih

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

36

mudah membentuk Kecerdasan Emosi (EQ) dan Kecerdasan Spiritual

(SQ) anak.

Penelitian tersebut hanya meneliti tentang peran dari keluarga

untuk membangun karakter anak, sedangkan penelitian saya tentang

strategi atau cara yang digunakan oleh wanita karier dalam membentuk

perilaku keagamaan anak. Persamaan yang nampak yaitu pada anak

sebagai subjek penelitian dan sama-sama meneliti di keluarga.

3. Penelitian dengan judul “Pola Asuh Orang Tua Karier Dalam Mendidik

Anak (Studi Kasus Keluarga Sunaryadi, Komplek TNI AU Blok K No 12

Lanud Adisutjipto Yogyakarta)” oleh Akmal Janan Abror dari FAI UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2009. Penulis meneliti tentang deskripsi

dan analisis secara kritis tentang penerapan pola asuh orang tua karier di

keluarga Sunaryadi dalam mendidik anak, faktor penghambat dan

pendukung. Dan hasil dari penelitian tersebut bahwa (1) Pola asuh yang

diterapkan oleh keluarga Sunaryadi adalah pola asuh demokratis. (2)

Faktor pendukung adalah keadaan ekonomi orang tua, pengalaman,

pendidikan, keadaan anak, bantuan dari pihak lain, dan lingkungan yang

representatif. Faktor penghambat yaitu pekerjaan yang menyita banyak

waktu dan kelelahan, keterbatasan pemahaman agama. (3)

Penelitian tersebut meneliti tentang cara pola asuh keluarga karier

dan hanya satu keluarga saja yang diteliti. Sedangkan penelitian saya

meneliti tentang bagaimana seorang wanita karier dalam membentuk

perilaku keagamaan anak dan ada 10 keluarga yang saya teliti.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017

37

Persamaannya ada pada jenis penelitian yang sama menggunakan

penelitian kualitatif dan menggunakan anak sebagai subjek penelitian.

4. Penelitian dengan judul “Wanita Karier dan Keluarga (Studi atas

Pandangan Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kota

Yogyakarta Tahun2004-2009)” yang disusun oleh Heri Purwanto dari

Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2010.

Penulis meneliti tentang bagaimanakah pandangan anggota dewan

perempuan di Kota Yogyakarta terhadap wanita karier di DPRD. Hasil

penelitiannya adalah menjelaskan bentuk dan kiat-kiat para anggota DPRD

untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis walaupun anggota

dewan mempunyai tugas yang banyak di dalam menyelesaikan persoalan

dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Kadang dalam kesehariannya,

mereka hanya bertatap muka dengan keluarga tidak kurang dari 3-5 jam.

Jika ini tidak disikapi dengan baik, maka bisa saja keluarga itu akan

hancur dan banyak masalah di dalamnya.

Fokus penelitian tersebut hanya satu jenis pekerjaan saja yaitu

sebagai pegawai kantoran atau anggota dewan dan diteliti untuk

menemukan cara wanita karier dalam membentuk keluarga harmonis,

sedangkan penelitian saya terdiri dari berbagai jenis pekerjaan sehingga

lebih beragam dan untuk mencari strategi wanita karier dalam membentuk

perilaku keagamaan anak. Persamaannya yaitu sama-sama meneliti

tentang wanita karier sebagai subjek dan sama jenis penelitiannya, yaitu

kualitatif.

Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017