Upload
lycong
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
LANDASAN TEORI & PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1 Kerangka Teori
II.1.1 Teori Pemecahan Saham
II.1.1.1 Trading Range Theory dan Signaling Theory
Secara teoritis motivasi yang melatar belakangi perusahaan melakukan stock
split tertuang dalam beberapa teori, antara lain Trading Range Theory dan Signaling
Theory (Mason, Helen B, and Roger M. Shelor,1998 dalam Rohana, Jeannet, dan
Mukhlasin 2003).
a. Trading Range Theory
Menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong oleh perilaku
praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split
dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal, dimana saham dipecah karena ada
batas harga yang optimal untuk saham dan untuk meningkatkan daya beli investor
sehingga tetap banyak orang yang mau memperjual-belikannya yang pada akhirnya
akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham.
Selain itu Trading Range Theory menyatakan bahwa manajemen melakukan
stock split didorong oleh prilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa
dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal, dimana
saham dipecah karena ada batas harga yang optimal untuk saham dan untuk
meningkatkan daya beli investor sehingga tetap banyak orang yang mau memperjual-
9
belikannya yang pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham
(Retno Miliasih, 2000:135).
Jadi Trading Range Theory adalah satu teori yang menjelaskan hubungan
antara likuiditas perdagangan saham dengan motivasi perusahaan melakukan
pemecahan saham. Teori menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan
likuiditas perdagangan saham. Menurut teori itu, harga saham yang terlalu tinggi
(overprice) menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangkan. Jadi
menurut Trading Range Theory, perusahaan melakukan stock split karena memandang
bahwa sahamnya terlalu tinggi. Dengan kata lain, harga saham yang terlalu tinggi
merupakan pendorong bagi perusahaan untuk melakukan stock split (Muharam dan
Sakti, 2008: 18).
b. Signaling Theory
Signaling theory menyatakan bahwa pemecahan saham memberikan
informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang
substantial (Marwata, 2001: 753). Dengan memandang bahwa perusahaan akan
memberikan return (tingkat pengembalian) yang tinggi, akan memberikan daya tarik
investor untuk berinvestasi dan akan mendorong perusahaan untuk melakukan
pemecahan saham. Dari uraian di atas berarti bahwa return saham merupakan salah
satu faktor yang dapat mendorong investor untuk berinvestasi dan menjadi faktor yang
memotivasi perusahaan untuk melakukan pemecahan saham.
Hasil penelitian ini mendukung teori sinyal. Hal itu ditunjukkan dengan
adanya pengaruh stock split terhadap return saham yang dalam penelitian ini diproksi
dengan actual return saham. Analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa ada
10
perbedaan yang signifikan antara actual return saham perusahaan sebelum stock split,
saat stock split, dan sesudah stock split. Kondisi itu menyatakan bahwa investor dapat
memperoleh actual return sehubungan dengan adanya kebijakan stock split yang
dilakukan oleh perusahaan. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Josef dan Brown, 1977; Charest, 1978; Klien, 1992 dalam Harsono (2004) yang
menunjukkan bahwa return yang meningkat tersebut dapat diprediksi dan merupakan
signal tentang laba jangka pendek dan jangka panjang. Analis akan menangkap signal
tersebut dan kemudian menggunakannya untuk memprediksikan peningkatan earnings
jangka panjang (Doran, 1994, Harsono, 2004 dalam Muharam dan Sakti, 2008: 18).
Stock split convincing people to buy your stock (Sincere, 2004: 40). Dalam
bukunya yang berjudul ”understanding stocks”, Sincere menyatakan: ”When a
corporation announces a 2-for-1 stock split, this simply means that price of stock is cut
in half but the number share you own is doubled”.
Pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menarik perhatian
investor. Pemecahan saham memerlukan biaya dan hanya perusahaan berprospek bagus
yang sanggup melakukannya. Sebaliknya jika perusahaan yang tidak mempunyai
prospek yang baik mencoba memberikan sinyal tidak valid lewat stock split akan tidak
mampu menanggung biaya tersebut. Sehingga bukannya stock split akan meningkatkan
harga sekuritasnya tetapi akan menurunkannya jika pasar cukup canggih untuk
mengetahuinya (Jogianto, 2000: 419). Pasar akan merespon sinyal yang positif jika
pemberi sinyal credible. Sinyal yang diberikan oleh perusahaan yang kinerja masa
lalunya tidak bagus tidak akan dipercaya pasar.
11
Dalam model signaling yang dikembangkan oleh Brennan dan Copeland
(1988), pemecahan saham memerlukan biaya yang cukup tinggi namun merupakan
sinyal yang efektif untuk menyampaikan prospek masa depan perusahaan. Pemecahan
saham menjadi mahal karena meningkatkan biaya administrasi penerbitan saham dan
biaya transaksi investor.
Menurut Marwata (2001: 9), teori ini menyatakan bahwa pengumuman
pemecahan saham dianggap sebagai sinyal yang diberikan oleh manajemen kepada
publik bahwa perusahaan memiliki prospek bagus di masa depan. Reaksi pasar
terhadap stock split sebenarnya bukan terhadap tindakan stock split (yang tidak
memiliki nilai ekonomis) itu sendiri, melainkan terhadap prospek perusahaan di masa
depan yang disinyalkan stock split tersebut.
Dengan demikian, berdasarkan teori sinyal bahwa stock split merupakan
upaya untuk memberikan sinyal tentang dimilikinya berita baik oleh emiten tentang
kondisi perusahaan, salah satu caranya adalah dengan menunjukkan kinerja keuangan
yang bagus sehingga perusahaan yang melakukan tindakan stock split dianggap
memiliki kinerja yang lebih baik daripada perusahaan yang tidak melakukan stock split.
Dengan demikian, investor akan menanggapi sinyal positif tersebut kemudian bersedia
membeli saham perusahaan yang melakukan stock split yang pada akhirnya akan
meningkatkan volume perdagangan dan harga saham perusahaan tersebut.
II.1.2 Pengertian Pemecahan Saham
Pemecahan saham (stock split) adalah memecah selembar saham menjadi n
lembar saham. Harga per lembar saham baru adalah 1/n dari harga sebelumnya
12
(Jogiyanto, 2000: 415). Investor akan menerima sejumlah n yang sama dari tiap lembar
saham yang dimiliki sebelumnya. Nilai nominal saham tersebut adalah 1/n dari nilai
nominal saham sebelumnya. Dengan demikian total ekuitas yang dimiliki perusahaan
sebenarnya adalah sama. Pemecahan saham menimbulkan efek fatamorgana. Investor
merasa lebih makmur karena seolah-olah memiliki jumlah lembar saham yang lebih
banyak.
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011: 144) pemecahan saham (stock
split) adalah pemecahan nilai nominal saham menjadi pecahan lebih kecil, misalnya
dari Rp500 per saham menjadi Rp100 per saham. Pemecahan saham bertujuan agar
perdagangan suatu saham menjadi lebih likuid, karena jumlah saham yang beredar
menjadi lebih banyak dan harganya menjadi lebih murah. Hal ini akan sangat efektif
jika dilakukan terhadap saham-saham yang harganya sudah cukup tinggi.
Pemecahan saham adalah salah satu bentuk informasi yang dibeikan oleh
emiten untuk menaikkan jumlah saham yang beredar (Sukardi, 2003: 332). Salah satu
faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran saham adalah tingkat harga
saham. Tingginya harga saham akan mengurangi kemampuan para investor untuk
membeli saham tersebut.
Harga saham yang terlalu tinggi menyebabkan saham yang bersangkutan
tidak likuid, sehingga investor menjadi enggan membeli (jumlah permintaan
berkurang). Sebaliknya jika pasar tersebut menilai harga saham terlalu rendah, jumlah
permintaan akan meningkat. Agar harga saham bisa likuid, maka sebuah perusahaan
go-public mempunyai pilihan menambah jumlah saham untuk membuat harga saham
lebih rendah dan merangsang perdagangan. Hal ini serupa dengan Nichols dan Dravid
13
dalam Marwata (2001: 9) yang menyatakan bahwa pemecahan saham merupakan upaya
manajemen unuk menata kembali harga saham pada rentang harga tertentu. Dengan
mengarahkan harga saham pada rentang tertentu, diharapkan semakin banyak partisipan
pasar yang akan terlibat dalam perdagangan.
Jogiyanto et. al. (2000: 416) berpendapat bahwa pemecahan saham hanya
mengganti saham beredar dengan jumlah saham yang lebih banyak dengan cara
menurunkan nilai parinya sedangkan saldo modal saham dan laba ditahan tetap sama.
Oleh karena itu, pemecahan saham tidak mempengaruhi arus kas perusahan. Jika suatu
pengumuman tidak memiliki nilai ekonomis, untuk pasar yang efisien seharusnya pasar
tidak bereaksi terhadap pengumuman tersebut. Namun, jika stock split tidak memiliki
nilai ekonomis, pertanyaannya adalah kenapa perusahaan melakukannya. Walaupun
pemecahan saham tidak secara langsung mempengaruhi arus kas perusahaan, namun
manajer mempunyai alasan ketika memecah saham. Maka pemecahan saham menjadi
suatu hal yang perlu dipertimbangkan oleh para investor atau calon investor dalam
mengambil keputusan. Para investor dan calon investor dapat mengambil keputusan
untuk membeli atau melepas saham yang dimilikinya berdasarkan analisis mereka
mengenai informasi apa yang terkandung dalam pemecahan saham ketika mereka
mencoba mengetahui alasan manajer melakukan pemecahan saham.
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011: 144) dampak pemecahan saham
bagi pemegang saham yaitu jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham
bertambah banyak dengan nilai nominal per saham yang lebih kecil. Namun, bersamaan
dengan hal itu, harga saham tersebut secara teoretis akan turun secara proporsional.
14
II.1.3 Jenis-jenis Pemecahan Saham
Menurut Samsul (2006:190) ada dua jenis stock split yang dapat dilakukan
yaitu :
a. Pemecahan naik (split-up)
Berarti satu saham lama ditarik dari peredaran dan diganti dengan 2 saham baru
tetapi nominal saham baru itu lebih kecil yaitu ½ dari nilai nominal sebelumnya.
Tindakan split up hanya akan menaikkan jumlah saham dan menurunkan nilai
nominal saham, tetapi tidak mengubah total modal disetor dan total ekuitas.
b. Pemecahan turun (split down atau reverse split)
Berarti tindakan menurunkan jumlah saham beredar. Tujuan split down adalah
untuk meningkatkan harga saham di pasar agar image perusahaan meningkat.
Split down dilakukan dengan menarik kembali sejumlah saham yang beredar
dan diganti dengan satu saham baru yang nominalnya lebih tinggi, tetapi tidak
mengubah total modal disetor dan total ekuitas. Split 5:1 berarti 5 saham lama
diganti dengan satu saham baru.
New York Stock Exchange (NYSE) juga mengatur mengenai pemecahan
saham. NYSC membedakan pemecahan saham menjadi dua, yaitu pemecahan saham
sebagian (partial stock split) dan pemecahan saham penuh (full stock split). Pemecahan
saham sebagian adalah tambahan distribusi saham yang beredar sebesar 25% atau lebih
tapi kurang dari 100% dari jumlah saham lama yang beredar. Pemecahan saham penuh
adalah tambahan distribusi saham yang beredar sebesar 100% atau lebih dari jumlah
saham lama yang beredar.
15
II.1.4 Tujuan Pemecahan Saham
Pada umunya perusahaan melakukan stock split untuk menambah jumlah
saham yang beredar dengan menjadikan harga saham lebih murah sehingga dapat
menarik minat investor dan saham perusahaan menjadi likuid diperdagangkan di bursa
saham. Tujuan utama yang diperoleh dari stock split yaitu penurunan harga saham yang
selanjutnya menambah daya tarik untuk memiliki saham tersebut sehingga membuat
saham lebih likuid diperdagangkan dan mengubah para investor add lot menjadi round
lot. Harapannya adalah untuk mendorong tingkat transaksi yang terjadi sehingga
penjualan saham meningkat.
Stock split dipercaya dapat membangunkan “saham tidur”. Kemungkinan
penyebab saham tidur adalah (Basir dan Hendy , 2005: 136) :
a. Saham tersebut cukup prospektif dalam memberikan dividen yang teratur sehingga
diminati investor jangka panjang. Pemegang saham jadi tidak tertarik melepas
sahamnya.
b. Saham tidak menarik dan tidak berprospek.
Beberapa alasan manajer perusahaan melakukan stock split antara lain
(Keown, Scott, Martin, Petty, 1996 dalam Rohana, Jeannet, dan Mukhlasin, 2003) :
a. Supaya harga saham tidak terlalu mahal sehingga dapat meningkatkan jumlah
pemegang saham dan meningkatkan likuiditas saham.
b. Untuk mengembalikan harga dan ukuran perdagangan rata-rata saham kepada
kisaran yang telah ditargetkan.
c. Untuk membawa informasi mengenai kesempatan investasi yang berupa
peningkatan laba dan dividen kas
16
Haryono Yusuf (2001:346) juga mengemukakan bahwa salah satu alasan
perseroan melakukan stock split adalah untuk menurunkan harga pasar sahamnya. Hal
ini terjadi apabila perseroan tidak menghendaki harga pasar yang terlalu tinggi, sebab
hal ini dapat mengurangi minar para investor terhadap saham yang dikeluarkan oleh
perseroan yang bersangkutan.
Selain itu tujuan dilakukan stock split adalah untuk menyampaikan sinyal
positif mengenai kemungkinan adanya prospek perusahaan di masa depan. Peningkatan
earning dan cash dividend merupakan salah satu gambaran prospek perusahaan yang
positif. Adanya peningkatan harga saham setelah stock split merupakan hasil dari
pengharapan akan prospek perusahaan di masa depan bukan dari hasil pemecahan
saham itu sendiri.
II.1.5 Manfaat Pemecahan Saham
Beberapa pelaku pasar khususnya emiten berpendapat bahwa aktivitas split
dapat memberikan manfaat besar bagi perusahaan. Harga saham setelah stock split akan
menjadi lebih rendah sehingga menambah daya tarik bagi investor.
Menurut Kurniawati (2003: 266), beberapa pelaku pasar khususnya para
emiten mempunyai pendapat bahwa stock split memiliki berbagai macam manfaat
diantaranya adalah:
a. Harga saham yang lebih rendah setelah stock split akan meningkatkan daya tarik
investor untuk membeli sejumlah saham yang lebih besar sehingga dapat mengubah
investor odd lot menjadi investor round lot.
b. Meningkatkan daya tarik investor kecil untuk melakukan investasi.
17
c. Meningkatkan jumlah pemegang saham sehingga pasar akan menjadi likuid.
d. Sinyal yang positif bagi pasar bahwa kinerja manajemen perusahaan bagus dan
memiliki prospek yang baik.
II.1.6 Pengaruh Pemecahan Saham pada Harga Saham
Harga saham yang dimaksud adalah harga pasarnya. Harga pasar saham lebih
sering dipakai dalam berbagai penelitian pasar modal, karena harga pasar saham yang
paling dipentingkan oleh investor. Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu
perusahaan tersebut dan sebaliknya. Oleh karena itu setiap perusahaan yang
menerbitkan saham sangat memperhatikan harga pasar sahamnya.
Harga saham yang terlalu rendah sering diartikan bahwa kinerja perusahaan
kurang baik. Namun bila harga saham terlalu tinggi juga menimbulkan dampak yang
kurang baik. Harga saham yang terlalu tinggi akan mengurangi kemampuan investor
untuk membelinya, sehingga menyebabkan harga saham tersebut sulit untuk
meningkatkan lagi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, banyak perusahaan melakukan
stock split. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya beli investor dan meningkatkan
harga saham tersebut.
Berbagai penelitian empiris telah dilakukan untuk menguji kebenaran bahwa
stock split memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Para peneliti
tersebut memperoleh kesimpulan yang sama bahwa sebenarnya stock split tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Perubahan saham yang terjadi di
sekitar periode stock split semata-mata hanya dipengaruhi oleh ekspektasi para investor
terhadap deviden yang telah dibagikan.
18
Stock split dianggap memberikan sinyal positif bagi pasar. Pengumuman
stock split mengindikasikan bahwa perusahaan menyampaikan prospek yang baik yang
akan meningkatkan kesejahteraan investor. Stock split membutuhkan biaya yang besar
sehingga tidak semua perusahaan dapat melakukannya. Meskipun stock split tidak
memiliki nilai ekonomis, sinyal positif yang mengiringi pengumuman stock split
membuat pasar memberikan reaksi positif terhadap pengumuman tersebut.
Keuntungan stock split bagi investor adalah:
a. Bagi investor lama
Secara tidak langsung investor lama yang jumlah sahamnya belum banyak akan
berkesempatan untuk memperoleh bonus tambahan karena untuk memperoleh
bonus tambahan diperlukan minimal 1000 saham.
b. Bagi investor baru
Jika sebelumnya calon investor belum mampu membeli saham emiten, dengan
adanya stock split yang mengakibatkan saham menjadi lebih murah maka calon
investor jadi mampu membelinya.
Keuntungan stock split bagi emiten yaitu dengan pemecahan saham, emiten
dapat memperbaiki aktifitas perdagangan sahamnya, sehingga perputaran perdagangan
menjadi likuid lagi karena dengan saham yang dipecah membuat para investor membeli
saham perusahaan tersebut.
II.1.7 Pengaruh Return Saham terhadap Keputusan Pemecahan Saham
Menurut Hanafi dan Halim (1996 : 300), return saham disebut juga sebagai
pendapatan saham dan merupakan perubahan nilai harga saham periode t dengan t-1.
19
Dan berarti bahwa semakin tinggi perubahan harga saham maka semakin tinggi return
saham yang dihasilkan.
Fatma et. al (1969) dalam Ewijaya dan Indriantoro (1999 : 54) melakukan
penelitian yang menunjukkan bahwa harga saham meningkat pada periode menjelang
pemecahan saham dilakukan. Ini berarti terjadi perolehan atau return saham yang besar
pada periode sebelum pemecahan saham dilakukan. Hal tersebut akan memberikan
ketertarikan bagi investor untuk melakukan investasi.
Pemecahan saham biasanya dilakukan setelah harga saham mengalami
kenaikan atau perubahan harga saham yang tinggi (Ewijaya dan Indriantoro, 1999). Hal
tersebut dapat dikatakan pula perusahaan yang melakukan pemecahan saham
mengalami perolehan return saham yang besar sebelum pemecahan saham dilakukan.
Dengan melihat kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan return yang tinggi
maka investor akan berminat untuk menanamkan modal atau membeli saham
perusahaan tersebut dan akan mendorong dan mempengaruhi perusahaan untuk
melakukan pemecahan saham.
II.1.8 Pengaruh Pemecahan Saham terhadap pasar
Reaksi pasar terhadap stock split dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Penelitian tentang stock split dan pengaruhnya terhadap harga pasar saham telah
dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain : Bar and Brown (1977), Charest (1978),
Foster dan Vickny (1978), dan Woolridge (1983), diperoleh kesimpulan bahwa harga
saham relatif bereaksi positif setelah pengumuman stock split. Reaksi terhadap
pengumuman stock split sangat sulit untuk dipahami. Hal ini dapat dijelaskan karena
20
dengan asumsi pasar efisien secara akuntansi pemecahan saham tidak mempengaruhi
aliran arus kas.
Secara teoritis, motivasi yang melatarbelakangi perusahan melakukan stock
split serta efek yang ditimbulkan tertuang dalam beberapa hipotesis yakni hipotesis
signaling dan liquidity (Barker & Powell, 1993). Hipotesis signaling atau dikenal juga
dengan hipotesis information asymetry menyatakan bahwa stock split memberikan
sinyal yang informatif kepada investor mengenai prospek perusahaan di masa yang
akan datang. Pada tingkat asimetri informasi tertentu antara manajer dan investor,
manajer kemungkinan besar akan mengambil keputusan untuk stock split agar
informasi yang menguntungkan dapat diterima oleh investor. Argumentasi tersebut
dapat menambah biaya perusahaan apabila sinyal yang disampaikan adalah kurang
tepat.
Pemecahan saham menyediakan sinyal yang dapat dipercaya mengenai
kinerja yang akan datang karena jika perusahaan yang tidak mempunyai informasi
memecah sahamnya, perusahaan tersebut akan mengeluarkan biaya transaksi. Biaya
yang dikeluarkan ini akan mengurangi keuntungan perusahan tersebut sehingga bila
tidak diimbangi dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan maka perusahaan tidak
akan memecah sahamnya (Januar Eko Prasetio dan Endah Prastiwi, 2007: 58).
Stock split juga dapat memberikan sinyal yang informatif mengenai prospek
perusahaan yang menguntungkan. Aktifitas split memberikan sinyal yang mahal
terhadap informasi manajer karena biaya perdagangan tergantung pada besarnya harga
saham dimana kedua kedua variabel itu mempunyai hubungan yang negatif (Brennan
dan Copeland,1988 dalam Wang Sutrisno et.al (2000:8).
21
Penelitian Ye (1999) dalam Januar Eko dan Endah Ruliyati (2007: 60) yang
menguji kemungkinan kejutan laba dan keakuratan perkiraan laba dapat diprediksi
dengan menggunakan informasi pemecahan saham. Pemecahan saham diharapkan
menjadi prediktor yang baik karena attention effects. Attention hypothesis adalah
bentuk khusus dari teori sinyal. Attention hypothesis menyarankan bahwa ketika
perusahaan memecah sahamnya, banyak analisis mulai menelusurinya. Hasilnya adalah
kesalahan perkiraan laba menurun setelah pemecahan saham, dan sinyal perkiraan laba
lebih informatif untuk perusahaan yang memecah sahamnya daripada yang tidak
memecah sahamnya. Attention effect yang diberikan adalah perusahaan mengumumkan
pemecahan saham karena mereka dinilai terlalu rendah oleh pasar. Implikasinya adalah
kejutan laba yang positif lebih mungkin untuk perusahaan yang memecah saham.
Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan
bereaksi pada waktu pengumuman diterima. Reaksi pasar ini ditunjukkan dengan
adanya perubahan harga sekuritas yang bersangkutan. Meskipun pemecahan saham
dinyatakan tidak memiliki nilai ekonomis, kandungan informasi didalamnya
mendorong pasar untuk bereaksi pada pengumuman pemecahan saham.
II.2 Teori Saham
II.2.1 Harga Saham
Harga saham adalah harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan
pembeli saham yang dilatar-belakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan.
Untuk itu investor memerlukan informasi yang berkaitan dengan pembentukan harga
saham tersebut dalam mengambil keputusan untuk menjual ataupun membeli saham.
22
Saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan
yang menerbitkan saham (Tandelilin, 2001 : 18). Wujud saham yaitu selembar kertas
yang menerangkan bahwa pemilik kertas itu adalah pemilik perusahaan yang
menerbitkan kertas tersebut. Saham merupakan salah satu sekuritas yang cukup populer
diperjualbelikan di pasar modal.
Harga pasar (market price) merupakan harga pada pasar riil dan merupakan
harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada
pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga pasar tersebut
adalah harga penutupan (closing price) dari suatu saham (Anoraga, 2006:59).
Harga saham didalam perdagangan dan investasi adalah harga yang mengacu
pada harga saham terkini dalam perdagangan saham. Indikator harga saham
menggambarkan banyak hal tentang apa yang sebenarnya pada saat ini sedang terjadi
diantara pembeli dan penjual. Indikator harga saham bukan hanya menggambarkan
harga pasar,tetapi juga menggambarkan siapa yang saat ini sedang memgang kendali di
pasar modal. Informasi terbaru yang masuk ke pasar modal akan menyebabkan investor
membeli atau menjual saham. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pergerakan harga.
Dengan membandingkan harga saham saat ini dengan harga saham masa lalu, dapat
disimpulkan bahwa informasi tersebut memberi dampak positif atau negatif terhadap
harga saham di pasar modal (McDowell, 2008 : 115).
Sedangkan menurut Anoraga (2001: 58) berdasarkan fungsinya, nilai suatu
saham dibagi menjadi tiga jenis yaitu : Pair Value (Nilai Nominal), Base Price (Harga
Dasar), dan Market Price (Nilai Pasar).
23
a. Par Value (Nilai Nominal)
Nilai yang tertera pada surat saham yang akan dicantumkan pada setiap saham yang
diterbitkan oleh perusahaan. Harga saham yang akan ditawarkan bisa berbeda
dengan nilai nominal saham. Harga saham yang ditawarkan disebut harga
penawaran.
b. Base Price (Harga Dasar)
Harga dasar suatu saham sangat erat kaitannya dengan harga pasar suatu saham.
Harga dasar suatu saham baru merupakan harga perdananya. Harga dasar ini
berubah sesuai aksi emiten yang dilakukan seperti right issue, stock split, warrant
dan lain-lain, sehingga harga saham dasar yang baru harus dihitung sesuai dengan
perubahan harga teoritis hasil perhitungan antara harga dasar dengan jumlah saham
yang diterbitkan.
c. Market Price (Nilai Pasar)
Harga pasar merupakan harga saham pada pasar yang sedang berlangsung. Jika
pasar bursa efek tutup, maka harga pasar adalah harga penutupan (closing price).
Jadi harga pasar ini yang menyatakan naik turunnya suatu saham. Jika harga pasar
dikalikan jumlah saham yang diterbitkan, maka didapat market value.
II.2.2 Harga Saham dan Pembentukannya
Menurut Arifin (2001: 116-125) faktor–faktor yang mempengaruhi harga
saham adalah sebagai berikut : kondisi fundamental emiten, hukum permintaan dan
penawaran, tingkat suku bunga, valuta asing, dana asing dibursa, indeks harga saham,
dan news and rumors.
24
a. Kondisi fundamental emiten
Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kondisi perusahaan
yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya manusia dan kondisi keuangan
perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan.
b. Hukum permintaan dan penawaran
Setelah faktor fundamental faktor permintaan dan penawaran menjadi faktor kedua
yang mempengaruhi harga saham. Dengan asumsi bahwa begitu investor
mengetahui kondisi fundamental perusahaan mereka akan melakukan transaksi jual
beli. Tranasaksi–transaksi inilah yang akan mempengaruhi fluktuasi harga saham.
c. Tingkat suku bunga
Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana
investasi akan mengalami perubahan. Bunga yang tinggi akan berdampak pada
alokasi dana investasi pada investor.
d. Valuta asing
Mata uang amerika ( Dolar) merupakan mata uang terkuat diantara mata uang yang
lain. Apabila dolar naik maka investor asing akan menjual sahamnya dan
ditempatkan dibank dalam bentuk dolar sehingga menyebabkan harga saham akan
naik.
e. Dana asing dibursa
Dana investasi asing merupakan hal yang penting karena besarnya dana yang
ditanamkan. Hal ini menandakan bahwa kondisi investasi di Indonesia telah
25
kondusif yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif, tentu saja akan
merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba.
f. Indeks harga saham
Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu, tentunya
mendatangkan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik.
g. News and rumors
Dengan adanya berita, para investor bisa memprediksi seberapa kondusif keamanan
negeri ini sehingga kegiatan investasi dapat di laksanakan. Ini akan berdampak pada
pergerakan harga saham di bursa.
Menurut Jogiyanto (2003: 280) analisis fundamental merupakan analisis
yang menggunakan data–data finansial yaitu data–data yang berasal dari laporan
keuangan perusahaan, seperti laba, deviden yang dibagi dan sebagainya. Analisis
fundamental merupakan analisis yang berkaitan dengan kondisi internal perusahaan.
Salah satu komponen yang berhubungan dengan kondisi internal perusahaan adalah
kinerja perusahaan manufaktur yang terdiri dari Return On Investment (ROI), dan
Earning Per Share (EPS).
ROI merupakan rasio yang menunjukkan kinerja keuangan perusahaan dalam
menghasilkan laba bersih dari aktiva yang digunakan untuk operasional perusahaan.
ROI merupakan faktor fundamental perusahaan yang dapat mempengaruhi harga
saham. Rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan
(net operating income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk
menghasilkan keuntungan operasi tersebut (net operating assets). ROI yang semakin
26
meningkat menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik dan para pemegang
saham akan memperoleh keuntungan dari deviden yang diterima semakin meningkat.
II.2.3 Efisiensi Pasar Modal
Bagaimana suatu pasar bereaksi terhadap suatu informasi untuk mencapai
harga keseimbangan baru merupakan hal yang penting. Jika pasar bereaksi dengan
cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya
mencerminkan informasi yang tesedia, maka kondisi pasar seperti ini disebut dengan
pasar efisien (Jogiyanto, 2003: 370).
Menurut Fama, 1970 (dalam Jogiyanto, 2003: 371-375) terdapat tiga bentuk
efisiensi pasar yaitu : efisiensi pasar bentuk lemah (weak form), efisiensi pasar bentuk
setengah kuat (semistrong form), dan efisiensi pasar bentuk kuat (strong form).
a. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)
Jika pasar memiliki efisien dalam bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalu tidak
dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang. Ini berarti bahwa untuk pasar
yang efisien bentuk lemah, investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu
untuk mendapatkan keuntungan yang tidak normal.
b. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form)
Jika pasar memiliki efisien dalam bentuk setengah kuat, maka tidak ada investor
atau grup dari investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan
untuk mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu yang lama.
27
c. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)
Jika pasar efisien bentuk kuat, maka tidak ada individual investor atau grup dari
investor yang dapat memperoleh keuntungan tidak normal (abnormal return)
karena mempunyai informasi private.
II.3 Harga Saham Relatif
II.3.1 Harga Pasar Saham Relatif Sebelum dan Sesudah Stock Split
Harga pasar saham relatif sebelum pemecahan saham adalah suatu
perbandingan antara harga saham sebelum stock split dengan hasil peerbandingan
antara nilai nominal saham-saham sebelum stock split dengan nilai nominal saham
tersebut setelah stock split. Harga pasar saham relatif setelah pemecahan saham adalah
harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang tejadi setelah
stock split. Dan harga saham yang digunakan pada harga pasar saham relatif sebelum
dan sesudah pemecahan saham adalah closing price.
II.4 Return Saham
Return saham merupakan pendapatan per lembar saham yang dinikmati oleh
investor atas suatu investasi yang dilakukan. Return saham yang digunakan dalam
penelitian ini adalah return realisasi yang nantinya akan disebut dengan ‘return saja’.
Return merupakan keuntungan yang diperoleh oleh investor dari investasi. Suatu hal
yang sangat wajar jika investor menuntut tingkat return tertentu atas dana yang
diinvestasikannya.
28
Dalam konteks manajemen investasi, perlu dibedakan antara return yang
diharapkan (expected return) dan return yang terjadi (realized return). Return yang
terjadi atau return realisasi merupakan tingkat return yang diantisipasi investor di masa
datang, jadi sifatnya belum terjadi (Tandelilin, 2001 : 6). Return realisasi merupakan
capital gain atau loss yaitu selisih antara harga saham peiode saat ini (Pit) dengan harga
saham pada periode sebelumnya (Pit-1). Secara matematis return realisasi dapat
diformulasikan sebagai berikut (Jogiyanto, 2003 : 110).
1
1
−
−−=
it
ititit
PPPR
dimana :
Rit = Return saham atau actual return saham perusahaan ke-i pada waktu t
Pit = Harga saham perusahaan i pada waktu t
Pit-1 = Harga saham perusahaan i pada periode waktu t-1
II.5 Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang terkait dengan pengaruh return saham dan
likuiditas saham terhadap stock split diantaranya sebagai berikut :
a. Pilotte (1997) melakukan penelitian mengenai dampak dari stock split yang
dilakukan oleh perusahaan yang tidak membagi dividen terhadap kesejahteraan
pemegang saham dan laba. Penelitian ini dilakukan terhadap 268 perusahaan yang
melakukan stock split di New York Stock Exchange tanpa disertai pembagian
dividen. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan harga saham selama
29
periode setelah stock split dilakukan. Selain itu juga ditunjukkan adanya penurunan
laba pada tahun-tahun setelah stock split.
b. Wulff (2002) melakukan penenlitian mengenai dampak stock split pada perusahaan-
perusahaan yang melakukan stock split di pasar modal Jerman. Penelitian dilakukan
terhadap 78 perusahaan yang melakukan stock split antar tahun 1994 hingga tahun
1996. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stock split tersebut mendapat respon
dari investor di bursa, hal ini ditunjukkan oleh adanya perubahan abnormal return
dan likuiditas perdagangan saham.
c. Asquith, Paul, Healy, dan Palepu (1989) juga menyatakan bahwa harga saham
bereaksi positif terhadap stock split tetapi bukan karena informasi pembagian
dividen. Perusahaan yang digunakan sebagai sampel ternyata tidak membagikan
dividen selama 5 tahun terakhir menjelang pemecahan saham. Setelah perusahaan
tersebut melakukan pemecahan saham, harga saham bereaksi positif signifikan.
Dari penelitian mereka dapat disimpulkan bahwa reaksi pasar yang positif lebih
disebabkan karena kemungkinan peningkatan laba akuntansi.
d. Anggraini dan Jogianto (2000) menunjukkan bahwa dalam pada tahun-tahun
sebelum pemecahan saham tidak ada pertumbuhan laba yang sinifikan, demikian
juga setelah pemecahan saham tidak ada pertumbuhan laba yang signifikan. Bila
dicermati pada tahun terjadinya pemecahan saham ada pertumbuhan laba tetapi
pertumbuhannya negatif dan signifikan. Reaksi pasar pada saat pengumuman
pemacahan saham tidak ada hubungannya dengan perubahan laba pada tahun-tahun
sebelum dan setelah pemecahan saham. Bahkan pada tahun pemecahan saham itu
sendiri.
30
e. Francisca Yuniartha dan Soffy Susilowati (2000), dengan penelitian berjudul
pengaruh stock split terhadap likuiditas dan return saham di Bursa Efek Jakarta,
menyimpulkan bahwa stock split hanya mempengaruhi harga, volume perdagangan,
dan persentase spread, tetapi tidak mempengaruhi varians dan abnormal return baik
ditinjau secara individual maupun sebagai sebuah portofolio. Sedangkan pengujian
hubungan antara persentase spread terhadap harga, volume, dan varians untuk
masing-masing saham menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap spread. Sebaliknya jika ditinjau sebagai
sebuah portofolio, hanya harga yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
spread.
f. Marwata (2002) dengan penelitian yang berjudul Kinerja Keuangan, Harga Saham
dan Pemecahan Saham, hasil analisis dan hipotesisnya menunjukkan bahwa kinerja
keuangan perusahaan yang melakukan stock split diukur dengan laba bersih
maupun perlembar saham, tidak lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak
melakukan stock split. Hal ini menunjukkan bahwa adanya stock split tidak
berpengaruh terhadap laba, sehingga investor tidak merespon secara positif
terhadap peristiwa stock split, yang pada akhirnya tidak berpengaruh terhadap
likuiditas saham.
g. Rohana, Jeannet, dan Muklasin (2003), meneliti tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi stock split dan dampak yang ditimbulkannya. Hasil yang diperoleh
adalah harga saham mempunyai hubungan yang signifikan dengan keputusan
perusahaan untuk melakukan stock split dan terdapat perbedaan frekuensi
perdagangan saham yang signifikan diantara dua kuartal sesudah stock split
31
dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa stock split berpengaruh terhadap
likuiditas saham.
II.6 Pengembangan Hipotesis
Pemecahan saham merupakan kegiatan yang bersifat fatamorgana.
Pemecahan saham tidak mempengaruhi nilai suatu saham. Apabila pasar efisien,
seharusnya spit ini tidak mempengaruhi harga saham. Namun kenyataannya harga
saham seringkali mengalami perubahan setelah split. Perubahan tersebut bisa berupa
kenaikan atau penurunan harga saham. Berdasarkan Trading Range Theory yang telah
diuraikan sebelumnya, kenaikan harga saham kemungkinan dikarenakan harga saham
yang rendah menyebabkan daya beli saham naik sehingga likuiditas meningkat dan
membuat harga saham meningkat pula. Sedangkan berdasarkan Signaling Theory ,
stock split mengidikasikan sinyal positif tentang kinerja perusahaan. Kegiatan stock
split membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga pasar menilai perusahaan yang
mampu melakukan split merupakan perusahaan yang kondisi keuangannya baik.
Pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menarik perhatian investor.
Pasar akan merespon sinyal positif jika pemberi sinyal credible. Apabila perusahaan
yang melakukan split kinerja masa lalunya tidak bagus maka tidak akan dipercaya
pasar. Stock split kemungkinan malah akan menurunkan harga saham, jika pasar cukup
canggih untuk mengetahuinya. Signaling Theory menyatakan bahwa stock split
memberikan informasi kepada investor tentang peningkatan return masa depan yang
substantial. Jadi jika pasar tereaksi terhadap pengumuman stock split, reaksi ini tidak
semata-mata karena informasi stock split yang tidak mempunyai nilai ekonomis tetapi
32
karena mengetahui prospek masa depan yang bersangkutan. Alasan sinyal ini didukung
dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split adalah
perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian dapat dirumuskan dengan
hipotesis sebagai berikut :
Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara harga saham relatif sebelum dan
sesudah pengumuman pemecahan saham di Bursa Efek Indonesia.
Ho2 : Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap perubahaan return saham sebelum
dan sesudah pengumuman stock split di Bursa Efek Indonesia.