38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Keseimbangan Cairan dalam Tubuh 2.1.1 Fungsi Cairan dalam Tubuh 1. Sarana transportasi ( nutrisi, hormon, protein dan molekul-molekul ke dalam sel) 2. Sebagai sarana metabolisme sel 3. Membantu mengeluarkan sisa metabolisme 4. Mengatur suhu tubuh 5. Pelarut elektrolit dan non elektrolit 6. Mengisi rongga tubuh: Cairan pleura, cairan spinal, pericardium, peritoneal 7. Memelihara suhu tubuh dengan kulit 2.1.2 Distribusi Cairan Tubuh Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50- 60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan. 3 3

BAB II Referat Terapi Cairan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anestesi

Citation preview

Page 1: BAB II Referat Terapi Cairan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Keseimbangan Cairan dalam Tubuh

2.1.1 Fungsi Cairan dalam Tubuh

1. Sarana transportasi ( nutrisi, hormon, protein dan molekul-molekul ke

dalam sel)

2. Sebagai sarana metabolisme sel

3. Membantu mengeluarkan sisa metabolisme

4. Mengatur suhu tubuh

5. Pelarut elektrolit dan non elektrolit

6. Mengisi rongga tubuh: Cairan pleura, cairan spinal, pericardium,

peritoneal

7. Memelihara suhu tubuh dengan kulit

2.1.2 Distribusi Cairan Tubuh

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat

berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada

bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi

usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan

Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun

yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa

50 % berat badan.3

Jumlah air yang terdapat dalam tubuh berbeda-beda tergantung umur, jenis

kelamin, dan derajat obesitas seseorang atau banyak atau sedikitnya lemak dalam

tubuh.

3

Page 2: BAB II Referat Terapi Cairan

4

Tabel Distribusi Cairan dalam Tubuh

Laki-laki Perempuan BayiTotal air tubuh (%) 60 50 75Dalam selLuar sel

4020

3020

4035

Laki-laki Kurus Normal GemukAir Lemak

704

6018

5032

Perempuan Kurus Normal GemukAir Lemak

6018

5032

4242

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular

dan kompartemen ekstraselular. Kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran

sel yang permiabel terhadap air. Volume cairan ekstraselular lebih tinggi pada

individu-individu muda dan juga pada pria dibandingkan pada individu dengan

usia lanjut dan wanita. Di sisi lain, volume darah berkisar antara 60 sampai 65

mL/kgBB, dan didistribusikan 15% pada sistem arteri dan 85% pada sistem vena.

Komponen utama dari cairan ektraselular adalah plasma (30 sampai 35

mL/kgBB) dan cairan interstitial (120 sampai 165 mL/kgBB) sedangkan

komponen lainnya terdiri dari cairan pleura, cairan peritonem, aqueous humor,

keringat, urin, cariar limfe, serta cairan serebrospinal. Lebih jauh kompartemen

ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.3

1. Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada

orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di

intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan

sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya

merupakan cairan intraselular.3

2. Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif

cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar

setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,

jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.

Page 3: BAB II Referat Terapi Cairan

5

Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata

70kg.3

Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 3

Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-

12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada

bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. 3

Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya

volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana

3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah

putih dan platelet.3

Cairan Transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi

saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah

sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar

dari ruang transeluler.3

Page 4: BAB II Referat Terapi Cairan

6

Gambar Distribusi Cairan Tubuh

Selain air, cairan tubuh juga mengandung elektrolit3. Komposisi elektrolit

pada cairan tubuh dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh

Elektrolit Plasma (mEq/L)

Cairan Interstitial (mEq/L)

Cairan Intracellular (mEq/L)

Na+ 142 145 10

K+ 4 4 159Mg2+ 2 2 40Ca2+ 5 3 1

Cl- 103 117 10

HCO3- 25 27 7

Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med

7:462-465 2006.

2.1.3 Kebutuhan Air dan Elektrolit Per Hari1,2

1. Dewasa :

Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5%

Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)

K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)

2. Bayi dan anak:

Page 5: BAB II Referat Terapi Cairan

7

Air

0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000 ml + 50 ml/kg di

atas 10 kg)

>20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500 ml + 20 ml/kg di

atas 20 kg)

Na+ : 2 mEq/kg

K+ : 2 mEq/kg

Cairan masuk:

Minum : 800-1700 ml

Makanan : 500-1000 ml

Hasil oksidasi : 200-300 ml

Hasil metabolisme:

Dewasa : 5 ml/kg/hari

Anak : 2-14 tahun = 5-6 ml/kg/hari

: 7-11 tahun = 5-7 ml/kg/hari

: 5-7 tahun = 8-8,5 ml/kg/hari

Balita : 8 ml/kg/hari

Cairan keluar:

Urin : normal > 0,5-1 ml/kg/jam

Feses : 1 ml/hari

Insensible water loss :- dewasa : 15 ml/kg/hari

- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari

- Sensible loss : Tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang

dilakukan.

- Paru-paru : sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss.

- Traktus gastointestinal : 100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat

sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal

Page 6: BAB II Referat Terapi Cairan

8

Tabel Rata-rata Harian Asupan dan Kehilangan Cairan pada Orang Dewasa

Cairan yang Masuk Cairan yang Keluar

Metabolisme oksidatif

Konsumsi cairan oral

Makanan padat

300 ml

1100-1400 ml

800-1000 ml

Ginjal

Kulit

Paru-paru

GIT

1200-1500 ml

500-600 ml

400 ml

100-200 ml

Total 2200-2700 ml Total 2200-2700

2.1 Patologis Keseimbangan Cairan dalam Tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu:7,8

1. Perubahan volume

Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh

yang paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di

gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.

Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak,

infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar.

Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda

gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang

lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang

berat terjadi.

Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum

dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139

mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan

yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau

hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.

Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir

sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan

Page 7: BAB II Referat Terapi Cairan

9

natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun

kompartemen ekstravaskular.

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan

dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan

hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak

dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di

kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,

sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan

dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan

hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak

dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di

kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga

meminimalkan penurunan volume intravaskular.

Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat

iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan

kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang

menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal

(gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan

cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl

tetap atau berkurang.9,10

2. Perubahan Konsentrasi

Hiponatremia

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,

letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110

mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat

disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia

(disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),

hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi

Page 8: BAB II Referat Terapi Cairan

10

cairan (Na+ • 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan

untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung

lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut

lebih agresif.

Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan

rumus :

Na= Na1 ± Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang actual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

Hipernatremia

Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa

perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat

disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus,

keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi

keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air

sebanyak

{(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium

dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total

kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,

perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,

kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat

berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan),

infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2

mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring

Page 9: BAB II Referat Terapi Cairan

11

oleh EKG (untuk hipokalemia berat;< 2mEq/L disertai perubahan EKG,

kelemahan otot yang hebat).

Rumus untuk menghitung defisit kalium:

K = K1 ± K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi

renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,

siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf

pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,

perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium

klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10

menit, atau diuretik, hemodialisis.

3. Perubahan Komposisi

Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk

menurunkan ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi

yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia,

efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan

narkose yang berlebihan.

Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal,

intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat

terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

Page 10: BAB II Referat Terapi Cairan

12

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan

ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal,

dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi

ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang

sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi

defisit potasium yang terjadi.

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau

kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal,

diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi

awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab

paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang

berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap

koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi

penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi

digunakan.

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan

bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada

pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume

ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan

penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama

perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang

sering.

Page 11: BAB II Referat Terapi Cairan

13

2.3 Terapi Cairan6,8,10,11

2.3.1 Jenis Cairan

1. Cairan Kristaloid

Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 8000 Dalton) dengan

atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah sehingga cepat terdistribusi ke

seluruh ruang ekstraseluler

Keuntungan dari cairan ini antara lain:

- harga murah

- tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan

- tidak perlu dilakukan cross match

- tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik

- penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan

koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk

mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang

intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah

sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema

perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema

jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian

lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan

timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan

juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid

akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid

maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang

interstitial.

a. Ringer Laktat

Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak

dipergunakan sebagai replacement therapy, antara lain syok

hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.

Page 12: BAB II Referat Terapi Cairan

14

Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi

bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis.

Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk maintance sehari-

hari, apalagi untul kasus defisit kalium.

Tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai terapi

maintance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis.

b. Ringer

Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada

beberapa kekurangan, seperti:

- Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat

menyebabkan acidosis dilutional, acidosis hyperchloremia.

- Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat

untuk memperingan asidosis.

c. NaCl 0,9% (Normal Saline)

Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama untuk

kasus:

- Kadar Na rendah.

- keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti pada

alkalosis, retensi kalium.

- cairan pilihan untuk kasus trauma kepala

- dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum tranfusi.

Memiliki beberapa kekurangan:

- tidak mengandung HCO3-

- tidak mengandung K+

- kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis

hyperchloremia, acidosis dilutional dan hypernatremia.

Page 13: BAB II Referat Terapi Cairan

15

d. Dextrose 5% dan 10%

Digunakan sebagai cairan maintance pada pasien dengan pembatasan

intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit.

Penggunaan perioperatif untuk:

- berlangsungnya metabolisme

- menyediakan kebutuhan air

- mencegah hipoglikemia

- mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g KH

untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh.

- menurunkan level asam lemak bebas dan keton.

- mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g KH.

Cairan infus yang mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak

boleh diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro-trauma). Dextrose dan

air dapat berpindah secara bebas kedalam sel otak. Sekali berada dalam

sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air, yang

menyebabkan edema otak.

e. Darrow

Digunakan pada defisiensi kalium, untuk mengganti kehilangan carian,

kalium banyak terbuang (diare, diabetik asidosis)

f. D5%+NS dan D5%+1/4NS

Untuk kebutuhan maintance, ditambahn 20mEq/L KCL.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut ‘plasma

substitute’ atau ‘plasma expander’. Cairan yang mengandung zat dengan BM

tinggi (> 8000 Dalton) dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini

cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang

intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan

secara cepat terutama pada syok hipovolemik/ hermorhagik atau pada penderita

Page 14: BAB II Referat Terapi Cairan

16

dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka

bakar).

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan

reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross

match.

Termasuk golongan ini:

1. Albumin

2. Blood product: RBC

3. Plasma protein fraction: plasmanat

4. Koloid sintetik: dextran, hetastarch

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan

2,5%).

Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama

10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein

plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin

dan beta globulin.Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments)

seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam

albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma

seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.

2. Koloid Sintetis, yaitu:

Dextran

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan

Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi

oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media

sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik

dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki

aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan

(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang

dapat mengurangiplatelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,

meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.

Page 15: BAB II Referat Terapi Cairan

17

Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu

cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal.

Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu

dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ± 1.000.000,

rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30

mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan

46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.

Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat

meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight

Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu

mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan

berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume

expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu

koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan

pada penderita gawat.

Gelatin

Yaitu larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat

molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3

macam gelatin, yaitu:

Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

Urea linked gelatin

Oxypoly gelatin, merupakan plasma expanders dan banyak digunakan

pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik

(jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin

Page 16: BAB II Referat Terapi Cairan

18

2.3.2 Kristaloid dibandingkan Koloid

Resisutasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang

interstitial, sedangkan koloid yang hiperonkotik akan cenderung menyebabkan

ekspansi ke volume intravaskuler dengan menarik cairan ke ruang interstitial.

Koloid isoonkotik akan mengisi ruang intravaskulaer tanpa mengurangi volume

interstitial.

Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema dibanding

koloid. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada kemungkinan

akan merembes kedalam ruang interstitial dan akan meningkatkan tekanan

onkotik plasma. Peningkatan tekanan onkotik plasma ini dapat menghambat

kehilangan cairan dari sirkulasi. Keunggulan koloid terhadapa respon metabolik

adalah meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan (DO2) dan konsumsi O2 (VO2)

serta menurunkan laktat serum.

DO2 dan VO2 dapat menjadi indikator untuk mengetahui prognosis pasien.

A. Efek terhadap Volume Intravaskuler

Antara ruang intravaskuler dan interstitial dibatasi oleh dinding kapiler,

yang permiabel terhadap air dan elektrolit tetapi impermeabel terhadap molekul

makro ( protein plasma). Cairan dapat melewati dinding kapiler akibat adanya

tekanan hidrostatik. Bila tekanan onkotik turun maka tekanan hidrostatik lebih

besar, sehingga akan mendorong cairan intravaskuler ke interstitial.

Efek kristaloid terhadapa volume intravaskuler jauh lebih singkat dibanding

koloid. Karena kristaloid dengan mudah didistribusikan ke cairan ektraseluler,

hanya sekitar 20 % elektrolit yang diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler.

Waktu paruh intravaskuler yang lama sering dianggap sebagai sifat koloid yang

menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika terjadi hemodilusi yang berlebihan

atau terjadi hipervolemia yang tidak sengaja, khususnya pada pasien penyakit

jantung.

Kristaloid akan menyebabkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi.

Resusitasi dengan kristaloid dan koloid sampai saat ini masih kontroversi. Untuk

menentukan apakah diberikan kristaloid, harus dilihat kasus perkasus.

Page 17: BAB II Referat Terapi Cairan

19

B. Efek terhadap Volume Interstitial

Pasca syok hemoragik akan terjadi perubahan cairan interstitial. Pada syok

hemoragik terjadi defisit cairan interstitial. Pendapat lain yang menyatakan

volume cairan interstitial meningkat pasca syok hemoragik. Kedua pendapat yang

bertentangan ini mungkin masih dapat diterima, karena pada syok hemoragik dini

dapat terjadi defisit cairan interstitial sedang pada syok hemoragik lanjut atau

syok septik akan terjadi perubahan permeabilitas kapiler sehingga volume cairan

interstitial meningkat. Pada keadaan volume cairan interstitial berkurang maka

kristaloid lebih efektif untuk mengganti defisit volume dibanding koloid.

Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial. Jika

volume cairan interstitial bertambah, maka garam hipertonik atau albumin 25%

akan lebih efektif, karena cairan interstitial akan berpindah ke ruang intervaskuler.

Pada pemberian koloid dapat terjadi reaksi-reaksi yang tidak diinginkan, seperti

gangguan hemostasis yang berhubungan dengan dosis. Pada umumnya pemberian

koloid maksimal adalah 33ml/kgBB.

Terapi Cairan

Resusitasi Rumatan

Penggantian Koloid Kebutuhan normal

defisit harian kristaloid

kristaloid

Mengganti kehilangan Memasok

akut (dehidrasi, syok kebutuhan cairan

hipovolemik)

Bagan Tujuan Terapi Cairan6

Page 18: BAB II Referat Terapi Cairan

20

2.3.3. Transfusi12

Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan

lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada

respon yang diberikan.

Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak

menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah,

sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam jantung

akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor

menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan

vasokonstriksi.

Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan

perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal

menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah

kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam

waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan

eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.

Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas

20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi

koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer

Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.

Tujuan tranfusi darah adalah :

- Mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah

- Menggantikan kekurangan komponen seluler atau kimia darah

- Meningkatkan oksigenasi jaringan

- Memperbaiki fungsi homeostasis

- Tindakan terapi khusus

Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi

darah, yaitu:

V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB

Page 19: BAB II Referat Terapi Cairan

21

A. Indikasi Tranfusi Darah

1. Transfusi Eritrosit

Indikasi transfusi sel darah merah

Kehilangan darah yang akut

Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik

penggantian sel darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih

dari separuh volume darah hilang, maka darah lengkap harus diberikan, jika

kurang dari separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander

yang diberikan.

Transfusi darah prabedah

Anema defisiensi besi

Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang

dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap

pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.

Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun

Gagal ginjal

Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati

dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia

rekombinan.

Gagal sumsum tulang

Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan

sitotoksik, atau infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah

merah, namun juga komponen darah yang lain.

Penderita yang tergantung transfusi

Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia

sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai

enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.

Penyakit hemolitik neonatus

Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk

transfusi pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau

anemia.

Page 20: BAB II Referat Terapi Cairan

22

Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah

a. Masalah Mendesak

Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga

redistribusi cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan

fungsi jantung. Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat

terjadi gagal ventrikel kiri

Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan.

Hiperkalemia ini dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu

lama pada suhu kamar

Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat,

beban asam, dan penyusutan trombosit serta faktor koagulasi

Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan

tidur, nyeri selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi,

syok, dan akhirnya gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC

Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi

anafilaktik berat, walaupun jarang terjadi

b. Masalah Jangka Menengah

Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada

tempat yang sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh

stafilokokus atau corinebacterium

Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada

thalasemia mayor yang menerima transfusipenderita sel sabit dan

teratur

Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi

c. Masalah jangka panjang

Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat

diekskresikan tubuh. Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan

tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga terjadi pigmentasi, hambatan

pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid,

gagal jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi

Page 21: BAB II Referat Terapi Cairan

23

besi harus dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan

organ yang serius.

2. Transfusi Trombosit dan Granulosit

Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita

trombositopenia yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena

kegagalan sumsum tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit

penderita, misalnya leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum

tulang.

Indikasi transfusi trombosit

Gagal sumsum tulang yang disebabkan oleh penyakit atau pengobatan

mielotoksik

Kelainan fungsi trombosit

Trombositopenia akibat pengenceran

Purpura trombositopenia autoimun

Efek merugikan pada transfusi trombosit

Efek merugikan pada transfusi trombosit adalah timbulnya kerefrakteran

trombosit, aloimunisasi, penularan penyakit dan kadang-kadang graft versus

host disease.

Indikasi transfusi granulosit

Neutropenia persisten dan infeksi berat – Jika dihitung neutrofil terus-

menerus kurang dari 0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau

jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan menggunakan

antibotik yang tepat dalam 48-72 jam.

Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten

Sepsis neonatus

Efek merugikan transfusi granulosit adalah timbulnya aloimunisasi,

penularan infeksi, infiltrasi paru dan graft versus host disease.

Page 22: BAB II Referat Terapi Cairan

24

B. Macam-Macam Komponen Darah

Untuk kepentingan tranfusi, tersedia berbagai produk darah, seperti yang

tercantum dalam tabel

Tabel Karakteristik Darah dan Komponen-komponen Darah

Page 23: BAB II Referat Terapi Cairan

25

Page 24: BAB II Referat Terapi Cairan

26

Page 25: BAB II Referat Terapi Cairan

27

Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih

dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Dasar

pemikiran penggunaan komponen darah:

(1) lebih efisien, ekonomis, memperkecil reaksi transfusi

(2) lebih rasional, karena:

Page 26: BAB II Referat Terapi Cairan

28

a. darah terdiri dari komponen seluler maupun plasma yang fungsinya

sangat beragam, serta merupakan materi biologis yang bersifat

multiantigenik, sehingga pemberiannya harus memenuhi syarat- syarat

variasi antigen minimal dan kompatibilitas yang baik

b. transfusi selain merupakan live saving therapy tetapi juga replacement

therapy sehingga darah yang diberikan haruslah safety blood.

Kelebihan terapi komponen dibandingkan dengan terapi darah lengkap:

(1) disediakan dalam bentuk konsentrat sehingga mengurangi volume

transfusi,

(2) resiko reaksi imunologik lebih kecil,

(3) pengawetan,

(4) penularan penyakit lebih kecil,

(5) aggregate trombosit dan leukosit dapat dihindari,

(6) pasien akan memerlukan komponen yang diperlukan saja