23
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Kehidupan Kerja Parvar et al., (2013) menjelaskan definisi kualitas kehidupan kerja adalah suatu program yang efektif dalam memperbaiki kondisi kerja (dari sudut pandang karyawan) dan efektivitas organisasi yang lebih besar (dari sudut pandang manajer). Kualitas kehidupan kerja juga berperan dalam memantau karyawan tentang kualitas pekerjaan mereka dan kualitas kehidupan kerja mereka membantu manajer untuk mendapatkan ide perbaikan dalam suatu organisasi. Menurut Mangkuprawira (2009), kualitas kehidupan kerja merupakan tingkat kepuasan, motivasi, keterlibatan dan pengalaman komitmen perseorangan mengenai kehidupan mereka dalam bekerja. QWL juga berarti derajat dimana individu sanggup memuaskan kebutuhan individunya. Riggio (2009) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja ditentukan oleh kompensasi yang diterima karyawan, kesempatan untuk berpartisipasi dalam organisasi, keamanan kerja, desain kerja, dan kualitas interaksi antar anggota organisasi. Indikator Kualitas Kehidupan kerja menurut Walton ( 1975 ) 1. Participative Decision making 2. Nature of work 3. Rewards and Recognition 4. Work Environment

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Kehidupan Kerjaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4413/3/BAB II.pdf · perseorangan mengenai kehidupan mereka dalam bekerja. ... kinerja pegawai

  • Upload
    lykhanh

  • View
    232

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Kehidupan Kerja

Parvar et al., (2013) menjelaskan definisi kualitas kehidupan kerja adalah

suatu program yang efektif dalam memperbaiki kondisi kerja (dari sudut

pandang karyawan) dan efektivitas organisasi yang lebih besar (dari sudut

pandang manajer). Kualitas kehidupan kerja juga berperan dalam memantau

karyawan tentang kualitas pekerjaan mereka dan kualitas kehidupan kerja

mereka membantu manajer untuk mendapatkan ide perbaikan dalam suatu

organisasi.

Menurut Mangkuprawira (2009), kualitas kehidupan kerja merupakan

tingkat kepuasan, motivasi, keterlibatan dan pengalaman komitmen

perseorangan mengenai kehidupan mereka dalam bekerja. QWL juga berarti

derajat dimana individu sanggup memuaskan kebutuhan individunya.

Riggio (2009) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja ditentukan oleh

kompensasi yang diterima karyawan, kesempatan untuk berpartisipasi dalam

organisasi, keamanan kerja, desain kerja, dan kualitas interaksi antar anggota

organisasi.

Indikator Kualitas Kehidupan kerja menurut Walton ( 1975 )

1. Participative Decision making

2. Nature of work

3. Rewards and Recognition

4. Work Environment

12

5. Managerial Relationship

6. Performance Enhancement

Menurut Walton (1975) dikutip dari Kanten (2012) menyebutkan terdapat

delapan dimensi dari Quality of Work Life. Adapun dimensi tersebut:

1. Adequate and fair compensation

Gaji yang diterima karyawan dari perusahaan dapat memenuhi

standar gaji yang yang diterima secara umum, cukup untuk memenuhi

suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan yang

sama dengan gaji yang diterima oleh orang lain dalam posisi yang

sama. Disisi lain, gaji yang memadai dan adil menunjukkan pada

komponen dasar dari kualitas kehidupan kerja yang berguna untuk

memotivasi, menarik, dan menahan para karyawan.

2. Safe and healthy environment

Lingkungan yang aman dan sehat berkaitan dengan lingkungan

kerja karyawan termasuk kenyamanan situasi untuk fisik dan

kesehatan mereka. Kondisi kerja yang tidak sehat dan berbahaya juga

dapat menyebabkan permasalahan bagi pemberi kerja. Oleh karena

itu, karyawan tidak ditempatkan dalam keadaan yang dapat

membahayakan diri mereka, namun pada kondisi yang meminimalisir

resiko yang timbul akibat kecelakaan. Hal ini berkaitan pula dengan

waktu atau jam kerja yang layak dan sesuai dengan jadwal yang telah

ditetapkan.

3. Development of human capacity

13

Komponen pengembangan kapasitas manusia menunjukkan pada

kecenderungan perusahaan untuk menyediakan lingkungan kerja yang

mengijinkan karyawan untuk mendapatkan kesempatan untuk belajar

dan memperoleh otonomi. Kualitas kehidupan kerja karyawan akan

lebih baik apabila perusahaan mengijinkan karyawan untuk

menggunakan ketrampilan, keahlian, serta memberikan otonomi untuk

menyelesaikan pekerjaan.

4. Growth and security

Dicirikan sebagai beberapa faktor penting yang berkaitan untuk

memelihara kualitas kehidupan kerja diklasifikasikan sebagai

keamanan pekerjaan, pertumbuhan pribadi, dan kemajuan karir. Suatu

pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan

mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas

individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan

sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan

promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan jaminan terhadap

pendapatan.

5. Social integration

Social integration mengacu pada komponen penting yang berkaitan

dengan bagimana karyawan memiliki perasaan kepemilikan terhadap

perusahaan, seperti misalnya, jika karyawan merasa bebas, terbuka,

dan adanya kepercayaan dalam hubungan dan adanya perasaan

kebersamaan maka mereka akan merasa puas dengan kehidupan kerja

14

mereka serta memiliki keterikatan dengan perusahaan.

6. Constitutionalism

Constitutionalism mengacu pada hak-hak yang dimiliki karyawan

dan bagaimana hak-hak tersebut dapat melindungi karyawan. Hak-hak

tersebut dapat dikategorikan seperti hak-hak pribadi yang harus

dihormati, kebebasan untuk berekspresi, dan hukum perburuhan.

7. Total life space

Dikarakteristikan sebagai salah satu komponen penting dari

kualitas kehidupan kerja karyawan yang berhubungan dengan waktu

senggang karyawan. Seperti waktu untuk beristirahat, waktu bersama

keluarga, dan keseimbangan waktu untuk bekerja dan istirahat. Hal ini

dikarenakan karyawan memiliki peranan lain diluar pekerjaan, seperti

sebagai sorang suami atau bapak, atau istri, dan anak yang perlu

memiliki waktu dengan keluarga.

8. Social relevance

Social relevance mengacu pada sikap tanggung jawab perusahaan

untuk menjaga kualitas dari kondisi kerja. Perilaku ini mencakup

perilaku etis seperti perilaku praktek yang tidak merusak lingkungan

dan bertanggungjawab pada produk. Hal ini berkaitan dengan

pelanggan dan masyarakat luas secara keseluruhan dimana perusahaan

beroperasi. Organisasi atau perusahaan yang mengabaikan peranan

dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan karyawan kurang

menghargai pekerjaan mereka.

15

2.2.Kepuasan Kerja

Menurut Gibson (2009) Kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap

karyawan terhadap pekerjaanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi

karyawan atas pekerjaannya.

Robbins dan Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai

suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana dalam

pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan

sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi,

memenuhi standar kinerja.

Menurut Mangkunegara A.A.,A.P (2009:117), Kepuasan kerja adalah

suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang

berhubungan dengan pekerjaanya maupun dengan kondisi dirinya.

Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja

Menurut Kreitner dan Kinichi (2010) lima dimensi kepuasan kerja adalah

sebagai berikut:

1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan

bahwa kepuasan ditentukan tingkatan karakteristik pekerjaan yang

memungkinkan kesempatan pada individu untuk memenuhi

kebutuhannya, yaitu terdiri atas : a. Sikap terhadap pekerjaan :

apakah individu merasa pekerjaan yang dilakukannya membuat

dampak positif bagi dirinya

b. Penilaian terhadap pekerjaan : pekerjaan yang dilakukan oleh

pekerja membuat ia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya

16

sehingga bekerja ditempat ia bekerja memberikan hal yang lebih

bagi dia.

2) Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan

merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan

mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang

diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar

daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya

diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat

diatas harapan. Hal ini berkaitan dengan :

a. Penerimaan karyawan terhadap kompensasi yang diberikan

perusahaan

b. Penerimaan karyawan terhadap jaminan- jaminan yang diberikan

oleh perusahaan

3) Value attainment (pencapaian nilai). Gagasan value attainment

adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan

memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. Hal

ini terlihat dengan :

a. Kepuasan pribadi atas pencapaian dalam mengerjakan tugas-

tugasnya

b. Menerima reward dari atasan atas hasil yang telah dicapainya

4) Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan

merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di

tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa

17

perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih

menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara

keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya. Hal ini berkaitan

dengan promosi ditempat kerja atas pencapaian atau kinerja yang

dicapai oleh karyawan itu sendiri.

a. Promosi ditempat kerja, untuk naik ke jabatan yang lebih tinggi

b. Mendapatkan kesempatan yang sama, dalam satu tim untuk

semua anggota untuk merasakan pelatihan dan pengembangan diri

5) Dispositional/genetic components (komponen genetik). Beberapa

rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan

kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini

didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian

merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model

menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting

untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik

lingkungan pekerjaan. Hal ini berkaitan dengan :

a. sikap karyawan, yang menggambarkan perasaan pribadinya

terhadap lingkungan kerjanya.

b. Kepercayaan karyawan terhadap perusahaan untuk bisa

membuat dirinya lebih maju lagi.

2.3. Komitmen Organisasi

Sahertian dan Soetjipto (2011) mendefinisikan Komitmen

organisasional dapat digunakan untuk memprediksi aktivitas profesional

18

dan perilaku kerja karena mencerminkan sikap positif individu terhadap

organisasi. Sikap tersebut akan memotivasi individu untuk menjadi

disiplin dalam bekerja, mematuhi aturan dan kebijakan dalam organisasi,

menjaga hubungan baik dengan rekan kerja, dan meningkatkan pencapaian

seseorang, dengan cara ini pengetahuan dan pemahaman mengenai

komitmen organisasi dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi

perilaku kerja individu.

Bashaw & Grant (1994) dalam Utaminingsih (2014:144)

mengungkapkan bahwa tingkat komitmen organisasional seorang

karyawan juga merupakan hal penting yang perlu diukur oleh perusahaan

dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan.

Coopey dan Harley (1991) dalam Sopiah (2008:156) menyebutkan,

“Komitmen organisasional sebagai suatu ikatan psikologis individu pada

organisasi”

Indikator Komitmen Organisasi menurut Lincoln (1989) dan Bashaw

(1994) dalam Sopiah (2008:156)

1. Kemauan karyawan

2. Kesetiaan karyawan

3. Kebanggaan karyawan pada organisasi”.

Dimensi Komitmen Organisasi menurut Allen & Meyer (1984) dalam

Robbins (2012:99), mengemukakan bahwa terdapat tiga dimensi terpisah

komitmen organisasional, yaitu:

1) Affective commitment,

19

Ditandai oleh adanya keterikatan emosional dengan organisasi

tersebut bahwa individu mengidentifikasi dengan berkomitmen

afektif, keterlibatan didalam organisasi dan menyukai keanggotaan di

dalam organisasi serta merasa memiliki persamaan dengan organisasi.

Karyawan afektif tetap berkomitmen dengan organisasi karena mereka

ingin.

2) Continuance commitment,

nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila

dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.

3) Normative commitment,

kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral

atau etis.

2.4. Kinerja Karyawan

Riniwati (2011:50), menyatakan landasan yang sesungguhnya

dalam suatu organisasi adalah kinerja. Jika tidak ada kinerja, maka seluruh

bagian organisasi tidak akan mencapai tujuannya. Kinerja sangat perlu

sebagai bahan evaluasi bagi seorang pemimpin atau manajer. Kinerja juga

merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari pegawai tertentu atau

kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Dimana seseorang

dituntut untuk memainkan bagiannya dalam melaksanakan strategi

organisasi.

20

Menurut Sedarmayanti (2009:54), kinerja pegawai yang meningkat

dapat dilihat dari peningkatan prestasi atas keberhasilan organisasiyang

dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan.

Mangkunegara (2009) menyatakan kinerja karyawan merupakan

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai karyawan dalam

melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan.

Hasibuan (2013) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah suatu

hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melakukan pekerjaan yang

diberikan, berdasar atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta

waktu.

Kinerja menurut Wibowo (2016) adalah tentang melakukan

pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah

tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan :

Menurut Sentono S.P (2014), kinerja adalah hasil kerja yang dapat

dicapai oleh seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka

upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Indikator variabel

kinerja (Suyadi, 2008) meliputi :

21

1) Jumlah pekerjaan (Y1)

Tingkat produktivitas karyawan: Hal ini berkaitan dengan

kuantitas (jumlah) hasil pekerjaan yang mampu diselesaikan oleh

seorang karyawan.

2) Kualitas pekerjaan (Y2)

Pengecekan atas hasil pekerjaan adalah bagian dari ketelitian

yang dimiliki oleh karyawan bersangkutan.

3) Pengetahuan atas tugas (Y3)

Pengetahuan seorang karyawan tentang pekerjaan yang

menjadi tanggung jawabnya.

4) Kerja sama (Y4)

Ketergantungan kepada orang lain dari seorang karyawan

perlu dinilai, karena berkaitan dengan kemandirian (self

confidence) seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.

5) Tanggung jawab (Y5)

Kemampuan karyawan membuat perencanaan dan jadwal

pekerjaannya, hal ini dinilai penting sebab akan mempengaruhi

ketepatan waktu hasil pekerjaan yang menjadi tanggung jawab

seorang karyawan.

6) Sikap kerja (Y6)

Judgment atau kebijakan yang bersifat naluriah yang dimiliki

seorang karyawan dapat mempengaruhi kinerja, karena dia

22

mempunyai kemampuan menyesuaikan dan menilai tugasnya

dalam menunjang tujuan organisasi.

7) Inisiatif (Y7)

Kehadiran dalam rapat disertai dengan kemampuan

menyampaikan gagasan-gagasannya kepada orang lain mempunyai

nilai tersendiri dalam menilai kinerja seorang karyawan.

8) Keterampilan teknis (Y8)

Pengetahuan teknis atas pekerjaan yang menjadi tugas

seorang karyawan harus dinilai, karena hal ini berkaitan dengan

mutu pekerjaan dan kecepatan seorang karyawan menyelesaikan

suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

9) Kemampuan mengambil keputusan atau menyelesaikan masalah

(Y9)

Kepemimpinan menjadi faktor yang harus dinilai dalam

menilai kinerja seorang karyawan.

10) Kepemimpinan (Y10)

Kemampuan pemimpin dari seorang karyawan, dapat

mempengaruhi kinerjanya.

11) Administrasi (Y11)

Kemampuan bekerja sama seorang karyawan dengan

orang-orang lain sangat berperan dalam menentukan kinerjanya.

23

12) Kreativitas (Y12)

Kemampuan mengatur pekerjaan yang menjadi tanggung

jawabnya, termasuk membuat jadwal kerja, umumnya

mempengaruhi kinerja seorang karyawan.

2.4.1. Kriteria kinerja

Kriteria kinerja adalah dimensi dimana kinerja perseorangan,

tim, atau unit kerja diberi penilaian. Hal tersebut adalah pengharapan

kinerja yang dilakukan oleh individu atau tim untuk memenuhi

strategi perusahaan. Jika perusahaan telah didesain secara baik dengan

pembayaran terhadap bagaimana permintaan pekerjaan berhubungan

dengan kebutuhan strategi bisnis, maka melaksanakan analisis

pekerjaan harus memastikan bahwa penilaian kinerja tersebut

merefleksikan kepentingan strategi perusahaan, kriteria kinerja harus

mencakup kinerja pekerjaan dengan tugas yang spesifik dan sebagai

anggota perusahaan. Gomes (2003) mengutip pendapat pendapat kae

E. Chung dan leon C. megginson pada bukunya manajemen sumber

daya manusisa, mendefinisikan istilah performance appraisal sebagai

suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu

anggota organisasi kepada organisasinya. Jadi, penilaian performasi

ini diperlukan untuk menentukan tingkat kontribusi individu, atau

performasi. Tujuan penilaian performasi, secara umum, dapat

dibedakan menjadi dua macam yakni :

1. Untuk mereward performasi sebelumnya

24

2. Untuk memotivasi perbaikan performasi pada waktu yang akan

datang.

Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian

performasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian

gaji, kenaikan gaji, promosi, dan penempatan-penempatan pada

tugas-tugas tertentu.

2.4.2. Penilaian kinerja

Menurut Mondy dan Noe (2005) penilaian kinerja adalah

Tinjauan formal dan evaluasi kinerja individu atau tugas tim.

Sedangkan menurut Dessler (2003) penilaian kinerja adalah

mengevaluasi kinerja relatif karyawan saat ini dan atau di masa lalu

terhadap standar prestasinya. Setiap perusahaan atau organisasi harus

dapat menyediakan suatu sarana untuk menilai kinerja karyawan

sebagai informasi pengambilan keputusan manajemen tentang

kenaikan gaji/upah, penguasaan lebih lanjut, peningkatan kesejahtraan

karyawan dan berbagai hal penting lainnya yang dapat mempengaruhi

karyawan dalam melaksanakan pekerjaanya. Kinerja adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2013). Penilaian kinerja

menurut Suwondo dan Sutanto (2015) dapat diukur dengan :

a. Ketepatan dalam menyelesaikan pekerjaan, yaitu ketelitian

dalam menyelesaikan pekerjaan, perhatian pada kualitas dalam

25

penyelesaian pekerjaan, kemampuan memenuhi target

perusahaan dan kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan

tepat waktu.

b. Tingkat inisiatif dalam bekerja, antara lain kemampuan

mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi dan kemampuan

untuk membuat solusi alternatif bagi masalah tersebut.

c. Kecekatan mental, kecekatan mental diukur melalui kemampuan

karyawan dalam memahami arahan yang diberikan oleh

pemimpin dan kemampuan karyawan untuk bekerjasama dengan

rekan kerja lain.

d. Kedisiplinan waktu dan absensi, merupakan tingkat ketepatan

waktu dan tingkat kehadiran karyawan di tempat kerja.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhoan (2015) dengan judul “Kualitas

Kehidupan Kerja terhadap Kinerja Karyawan melalui Komitmen

Organisasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Antara (intervening

variable)”. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 102 (seratus dua)

karyawan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk yang tersebar di Kantor

Cabang Utama, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas di Kota dan

Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh tidak langsung kualitas kehidupan kerja terhadap

kinerja karyawan melalui komitmen organisasi dan kepuasan kerja sebagai

variabel antara.Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

26

penggunaan variabel kualitas kehidupan kerja, kinerja, kepuasan kerja dan

komitmen organisasional. Sedangkan, perbedaan terletak pada objek

penelitiannya. Penelitian ini menjadikan objek penelitiannya adalah para

karyawan yang masuk ke dalam jaringan kerja PT Bank Rakyat Indonesia

(BRI) Tbk Kantor Cabang Utama Martadinata Malang. Sedangkan

penelitian yang akan dilakukan meneliti karyawan yang bekerja di PT

Ramayana Lestari Sentosa Tbk

Judul Penelitian Variabel

Penelitian

Model

analisis data

Kesimpulan hasil

penelitian

Perbedaan

dengan

penelitian

penulis

Kualitas

Kehidupan Kerja

Terhadap Kinerja

Karyawan Melalui

Komitmen

Organisasi Dan

Kepuasan Kerja

Sebagai Variabel

Intervening.

Variabel X

adalah kualitas

kehidupan

kerja, variabel

Y adalah

kinerja

karyawan,

variabel Z1

adalah

komitmen

organisasi,

variabel Z2

adalah

kepuasan kerja

univariate

analysis, dan

analisis

konfirmatori

factor

Terdapat

pengaruh tidak

langsung kualitas

kehidupan kerja

terhadap kinerja

karyawan melalui

komitmen

organisasi dan

kepuasan kerja

sebagai variabel

antara.

Obyek

penelitian

Pengaruh Kualitas

Kehidupan Kerja

terhadap Kinerja

Karyawan dengan

Kepuasan Kerja

dan Komitmen

Organisasional

sebagai Variabel

Mediasi di PT.

Solusky

Yogyakarta

Variabel X

adalah kualitas

kehidupan

kerja, variabel

Y adalah

kinerja

karyawan,

variabel Z1

adalah

kepuasan

kerja, variabel

Z2 adalah

komitmen

organisasi

Analisis data

Structural

Equation

Modeling

(SEM)

Kualitas

kehidupan kerja

tidak mempunyai

pengaruh terhadap

kepuasan kerja.

Obyek

penelitian

Quality Of Work

Life And

Organizational

Variabel X

adalah Quality

Of Work Life,

Analisis jalur

(path

analysis)

QWL memiliki

pengaruh positif

dan signifikan

Variabel Y,

variabel Z,

dan Obyek

27

Commitment In

Saudi Arabia: The

Role Of Job

Involvement And

Sense Of Efficacy

variabel Y

adalah

komitmen

organisasi,

variabel Z1 job

involvement,

variabel Z2

adalah sense of

efficacy

terhadap

komitmen

organisasi

penelitian

2.6. Kerangka Pikir

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran

Menurut Sekaran dan Bougie (2013:68) kerangka teoritis merupakan

fondasi di mana seluruh proyek penelitian didasarkan. Dari kerangka teoritis

bisa disusun hipotesis yang dapat diuji untuk mengetahui apakah teori yang

dirumuskan valid atau tidak kemudian dapat diuji dengan analisis statistik

yang tepat.

Kerangka konseptual menjelaskan bahwa kinerja berpengaruh terhadap

kualitas kehidupan kerja. Apabila kualitas kehidupan kerja yang di berikan

perusahaan baik, maka artinya kinerja karyawan pada perusahaan tinggi.

Namun sebaliknya, apabila kualitas kehidupan karyawan rendah, maka

Kepuasan Kerja

(Z1)

Kualitas Kehidupan

Kerja (X)

Kinerja Karyawan

(Y)

Komitmen

Organisasi (Z2)

28

otomatis kinerja karyawan rendah. Pada kerangka penelitian dapat dilihat

bahwa variabel yang terdiri kualitas kehidupan kerja dan kepuasan kerja yang

akan mempunyai pengaruh langsung baik simultan maupun parsial terhadap

kinerja. Kepuasan kerja yang semakin tinggi maka akan berdampak pada

tingginya kinerja diantara para karyawan. Apabila didukung dengan kualitas

kehidupan kerja yang baik maka tentunya akan menaikkan pula kinerja para

karyawan, begitu juga sebaliknya. Dengan merasa puas maka karyawan

tersebut akan melakukan tugasnya dengan semangat dan tanggung jawab

yang tinggi. Jika dalam suatu perusahaan mampu menciptakan suatu

kepuasan kerja maka akan menciptakan suatu komitmen organisasi. Hal ini

tentu saja berasal dari kualitas kehidupan kerja karyawan tersebut pada

perusahaan.

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan masalah tersebut dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan. Juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data. (Sugiyono,

2015).

29

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat hipotesa dalam penelitian ini

adalah :

2.7.1. Hipotesis Pertama (1)

Kulitas kehidupan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

karyawan pada pekerja TI di Delhi NCR dan Daerah Bangalore, (Rai R,

2015). Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa jika organisasi memiliki

kebijakan QWL yang baik dan sistem keberlanjutan dan atrisi dapat

dikelola dengan baik. Selain itu penelitian dari Hosmani A.P. (2014)

Kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh signifikan positif terhadap

kinerja karyawan Divisi Secunderabad dari Central Railway Selatan, India.

Dari kedua penelitian tersebut lebih mendukung dan menguatkan

penelitian penulis yaitu :

H1 : Diduga kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan.

2.7.2. Hipotesis Kedua (2)

Kualitas kehidupan kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan

kerja karyawan garmen siap pakai di Bangladesh (Rubel M.R.B dan Kee

D.M.H, 2014 ). Dari penelitian Rubel M.R.B dan Kee D.M.H dapat

disimpulkan bahwa perilaku pengawasan, kompensasi dan manfaat dan

keseimbangan kehidupan kerja dianggap sebagai faktor QWL paling

signifikan yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.

Dari penelitian tersebut lebih mendukung dan menguatkan penelitian

penulis yaitu :

30

H2 : Diduga kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan kerja.

2.7.3. Hipotesis Ketiga (3)

Kualitas Kehidupan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Komitmen

Organisasional pada lembaga publik pendidikan tinggi (IHL) di Malaysia,

(Daud et al, 2015). Dari penelitian Daud et al dapat disimpulkan bahwa

kualitas kehidupan kerja dapat meningkatkan komitmen pada institusi.

Dari penelitian tersebut lebih mendukung dan menguatkan penelitian

penulis yaitu :

H3 : Diduga kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap komitmen organisasional.

2.7.4. Hipotesis Keempat (4)

Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan non-staf akademik dari Bauchi State University Gadau

Nigeria (BASUG), (Inuwa, 2016). Dari penelitian Mohammed Inuwa

dapat disimpulkan bahwa skala gaji yang kecil dan pembayaran yang tidak

tepat waktu serta gaji yang tidak konsisten dengan disparitas yang lebar

antara non-staf akademik dan akademis staf juga telah mengarah pada

ketidakpuasan kerja yang cenderung menurunkan kinerja umum. Dari

penelitian tersebut lebih mendukung dan menguatkan penelitian penulis

yaitu :

H4 : Diduga kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan.

31

2.7.5. Hipotesis Kelima (5)

Komitmen organisasional mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan pada Meli Bank di Kurdistan Iran (Memari et

al, 2013). Dari penelitian Memari et al dapat disimpulkan bahwa

komitmen organisasi dapat menjadi instrumen penting untuk

meningkatkan kinerja karyawan. Selain itu penelitian dari Khan et al

(2010) Komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan pada PT. OGDCL, OMV dan SNGPL di

Pakistan. Dari kedua penelitian tersebut lebih mendukung dan menguatkan

penelitian penulis yaitu :

H5 : Diduga komitmen organisasional berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.7.6. Hipotesis Keenam (6)

Menurut penelitian Ramadhoan (2015) kualitas kehidupan kerja (quality of

work life) memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja karyawan

(employee performance) melalui variabel komitmen organisasi

(organizational commitmen) dan kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai

variabel intervening. Maka dari itu, kualitas kehidupan kerja yang meliputi

pelatihan, partisipasi pemecahan masalah, sistim imbalan yang inovatif

dan perbaikan lingkungan kerja secara tidak langsung mampu

mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada PT Bank Rakyat Indonesia

(BRI) Tbk, Kantor Cabang Martadinata, Malang. Selain itu penelitan dari

Setiyadi Y.W. dan Wartini S (2016) kualitas kehidupan kerja berpengaruh

32

secara tidak langsung melalui kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.

Dari kedua penelitian tersebut lebih mendukung dan menguatkan hipotesis

penelitian penulis yaitu :

H6 : Diduga kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan yang di mediasi oleh kepuasan kerja.

2.7.7. Hipotesis Ketujuh (7)

Kualitas kehidupan kerja (quality of work life) memiliki pengaruh tidak

langsung terhadap kinerja karyawan (employee performance) melalui

variabel komitmen organisasi (organizational commitmen) dan kepuasan

kerja (job satisfaction) sebagai variabel intervening (Ramadhoan, 2015).

Dari penelitian Ramadhoan dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan

kerja yang meliputi pelatihan, partisipasi pemecahan masalah, sistim

imbalan yang inovatif dan perbaikan lingkungan kerja secara tidak

langsung dapat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan tersebut.

Selain itu penelitian dari Giarto S.B (2018) mendapatkan hasil bahwa

kualitas kehidupan kerja terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja

karyawan melalui komitmen organisasional. Dari penelitian Giarto S.B

dapat disimpulkan bahwa tingginya tingkat kualitas kehidupan kerja di

lingkungan PT Solusky Yogyakarta secara tidak langsung berpengaruh

signifikan terhadap tingginya kinerja karyawan melalui komitmen

organisasional karyawan. Dari penelitian yang dilakukan Giarto S.B

mendukung penelitian penulis dalam variabel interveningnya dan dapat

disimpulkan bahwa nantinya variabel intervening berpengaruh dengan

33

variabel dependen dan independen yang akan diuji oleh penulis. Dari

kedua penelitian tersebut lebih mendukung dan menguatkan hipotesis

penelitian penulis yaitu :

H7 : Diduga kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan yang di mediasi oleh komitmen

organisasional.