27
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 Konsep Lanjut Usia Menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 yang termuat dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Menurut Pasal 1 UndangUndang No. 4 Tahun 1965 : seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari hari dan menerima nafkah dari orang lain (Makhfudli 2009). 2.1.2 Batasan Lanjut Usia Menurut WHO (1989), batasan lansia adalah kelompok usia 45- 59 tahun sebagai usia pertengahan (middle/ young elderly), usia 60-74 tahun disebut lansia (ederly), usia 75 - 90 tahun disebut tua (old), usia diatas 90 tahun disebut sangat tua (very old) (Mubarak, 2009). Menurut Depkes RI (2003), batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)

2.1.1 Konsep Lanjut Usia

Menurut Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

1998 yang termuat dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 tentang kesejahteraan

lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun keatas.

Menurut Pasal 1 Undang–Undang No. 4 Tahun 1965 : seseorang

dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang

bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari – hari

dan menerima nafkah dari orang lain (Makhfudli 2009).

2.1.2 Batasan Lanjut Usia

Menurut WHO (1989), batasan lansia adalah kelompok usia 45-

59 tahun sebagai usia pertengahan (middle/ young elderly), usia 60-74

tahun disebut lansia (ederly), usia 75 - 90 tahun disebut tua (old), usia

diatas 90 tahun disebut sangat tua (very old) (Mubarak, 2009).

Menurut Depkes RI (2003), batasan lansia terbagi dalam empat

kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa

persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan

kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu

kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun,

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

8

kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun keatas dan usia lanjut

dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun

atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti,

menderita penyakit berat, atau cacat (Maryam et al., 2008).

2.1.3 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya

penurunan kondisi fisik, mental maupun psikososial yang saling

berinteraksi satu sama lain. Keadaan tersebut berpotensi menimbulkan

masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara

khusus pada lansia (Anwar 2010).

Perubahan fisik pada lanjut usia antara lain perubahan sel, sistem

persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem

kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem pernafasan,

sistem pencernaan, sistem reproduksi, sistem genitourinaria, sistem

endokrin, sistem integumen, dan sistem muskuloskeletal. Perubahan

mental pada lanjut usia antara lain mudah curiga, bertambah pelit atau

tamak jika memiliki sesuatu dan egois. Yang perlu dimengerti adalah

sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yaitu

keinginan berumur panjang, ingin tetap berwibawa dan dihormati

(Stanley 2007).

Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia yaitu perubahan

pada status sosial dan peranan di masyarakat. Ketika seseorang

mengalami pensiun, maka yang dirasakan adalah pendapatan

berkurang, kehilangan status sosial, kehilangan relasi, kehilangan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

9

kegiatan, akibatya timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan

sosial serta perubahan cara hidup (Nugroho 2008).

2.1.4 Sindrom Geriatri

Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua

yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan

kecacatan. Tamplan klinis yang tidak khas sering membuat sindrom

geriatri tidak terdiagnosis. (Vina. 2015)

Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinesia,

ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan

angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia

tua yang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem

organ. Sindrom geriatrik mungkin memiliki kesamaan patofisiologi

meskipun presentasi yang berbeda, dan memerlukan interventasi dan

strategi yang berfokus terhadap faktor etiologi (Panitaetal, 2011)

Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan

akibat penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa

problema klinik dari penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai.

Sindrom geriatri antara lain:

- “The O Complex” : fall, confusion, incontinence, iatrogenic

disorders, impaired homeostasis

- “The Big Three”: Intelectual failure, instability, incontinence

- “The 14 I” : Immobility, impaction, Instability, iatrogenic, intelectual

Impairment, Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

10

Immunodeffciency, Infection, Inanition, Impairment of Vision,

Smelling, Hearing, Impecunity.

1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015)

a) Imobility (Imobilisasi)

Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring

selama 3 hari atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang

menhilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor

fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan

imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah

adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot, ketidaksembangan

dan masalah psikologis.

b) Instability (Instabilitas dan jatuh)

Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan

pasien geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang.

Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya

instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor

tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor instrinsik (faktor

risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor

yang terdapat di lingkungan).

c) Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)

Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan

intelektual pada pasien lanjut usia adalah delirium dan

demensia. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan

memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak

berhubungan tingkat kesadaran. Demensia tudak hanya

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

11

masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya

kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau

mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola

sentuh, psien menjadi perasa dan terganggunya aktivitas.

d) Incontinence (Inkontinensia Urin dan alvi)

WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai

hilangnya tak sadar feses cair atau padat yang merupakan

masalah sosial atau higienis. Definisi lain menyatakan

inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau

keyidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses

melalui anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang

dibandingkan inkontinensia urin.

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang

tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa

memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, sehingga

mengakibatkan masalah sosial dan higienis.

e) Isolation (Depresi)

Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami

sehngga banyak kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia

lanjut sering kali dianggap sebagai bagian dari proses menua.

Faktor yang memeperberat depresi adalah kehilangan orang

yang dicintai, kehilangan rasa aman, taraf kesehatan menurun

f) Impotence (impotensi)

50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80

tahun mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

12

obat-obatan seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti

depressant, litium (mood stabilizer). Selain karena

mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat terjadi akibat

menurunnya kadar hormon.

g) Immunodeficiency (penurunan imunitas)

Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah:

berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya

afinitas produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi,

terganggunya fungsi makrofag, berkurangnya hipersensitivitas

tipe lambat, atrofi timus, hilangnya hormon timus, berkurangnya

produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang

h) Infection (infeksi)

Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi

sistem imun pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai

adlaah saluran kemih, pneumonia, sepsis dan meningitis.

Kondisi lain seperti kurang gizi, multipatologi, dan faktor

lingkungan memudahkan usia lanjut terkenaa infeks.

i) Inanitation (malnutrisi)

Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi primer terjadi sebab dietnya

mutlak salah satu kurang, malnutrsi sekunder atau bersayarat.

Kelemahan nutrisi pada dasarnya terjadi pada lansia karena

kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak

disengaja. Anoreksia pada lanjut usia merupakan penurunan

fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan

kehilangan berat badan yang tidak diinginkan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

13

j) Impaction (konstipasi)

Konstipasi oleh Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan

berikut yang berlangsung dalam 3 bulan, konsistensi feses

keras, mengejan dengan keras saat BAB, rasa tidak tuntas saat

BAB meliputi 25 % dari keseluruhan BAB. Faktor resiko yang

menyebabkan konstipasi adalah: obat-obatan (narkotik

golongan NSAID , antasid aluminium, diuretik, analgeti), kondisi

neurologis, gangguan metabolik, psikologis, penyakit saluran

cerna, lain-lain (diet rendah serat, kurang olahraga, kurang

cairan)

k) Insomnia (gangguan tidur)

Merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada

pasien geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya

tidak memuaskan dan sulit mempertahankan kondisi tidur.

Sekitar 57% orang lanjut usia di komunitas mengalami

insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh tetap terjaga

sepanjang malam, 19 % mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19

% mengalami kesulitan untuk tertidur. Pada usia lanjut

umumnya mengalami gangguan tidur seperti: kesulitan untuk

tertidur, kesulitan mempertahankan tidur nyenyak, bangun

terlalu pagi. Faktor yang menyebabkan insomnia: perubahan

irama sirkadian, gangguan tidur primer, penyakit fiisik

(hipertiroid, arteritis), penyakit jiwa, pengobatan polifarmasi,

demensia.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

14

l) Latrogenik disorder (gangguan latrogenik)

Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu

multipatologik, sering kali menyebabkan pasien mengkonsumsi

obat yang tidak sedikit jumlahnya. Pemberian obat pada lansia

haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan

dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan

faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus

berkurang), dimana sebagian besar obat dikeluarkan melalui

ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat

dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.

m) Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman

Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering

dianggap sebagai hal yang biasa akibat proses menua.

Prevalensi gangguan penglihatan pada pasien geriatri yang

diarawat di indonesia mencapai 24 %. Gangguan penglihatan

berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang ,

status fungsional, fungsi sosial dan mobilitas. Gangguan

pengelihatan dan pendengaran berhubungan dengan kualitas

hidup, meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan,

jatuh, fraktur panggul dan mortalitas.

2.2 Konsep Tidur

2.2.1 Pengertian Tidur

Tidur merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan

penurunan kesadaran, berkurangnya aktivitas pada otot rangka dan

penurunan metabolisme (Harkreader, Hogan & Thobaben, 2007). Tidur

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

15

adalah suatu keadaan berulang-ulang, perubahan status kesadaran

yang terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup dapat

memulihkan tenaga. Tidur dapat memberikan waktu untuk perbaikan

dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya

(Potter & Perry, 2005). Tidur adalah kebutuhan dasar manusia, yang

merupakan proses biologi universal yang biasa terjadi pada setiap

orang, dikarakteristikkan dengan aktivitas fisik yang minimal, tingkat

kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh dan

penurunan respon terhadap stimulus eksternal (Kozier, Erb, Berman &

Snyder, 2004).

2.2.2 Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang

melibatkan mekanisme serebral secara bergantian dengan periode

yang lebih lama, agar mengaktifkan pusat otak untuk dapat tidur dan

terjaga (Potter & Perry, 2005). Tidur diatur oleh tiga proses, yaitu :

mekanisme homeostasis, irama sirkadian dan irama ultradian

(Harkreader, Hogan & Thotaben, 2007).

1. Mekanisme Homeostatis

Sebuah mekanisme menyebabkan seseorang terjaga dan

yang lain menyebabkan tertidur (Potter & Perry, 2005). Sistem

aktivasi reticular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR

terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan

terjaga. SAR dapat menerima stimulus sensori visual, auditori,

nyeri dan taktil serta aktivitas korteks serebral seperti rangsangan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

16

emosi dan berpikir. Sleep Research Society (1993) berpendapat

bahwa neuron dalam SAR akan mengeluarkan katekolamin

seperti norepinefrin yang akan membuat kita terjaga (Potter &

Perry, 2005). Sedangkan tidur terjadi karena adanya pengeluaran

serotonin dari sel tertentu dalam system tidur raphe pada pons dan

otak depan bagian tengah di daerah sinkronisasi bulbar (bulbar

synchronizing region). Ketika orang mencoba tertidur, mereka

akan mencoba menutup mata dan berada dalam keadaan rileks,

stimulus ke SAR pun menurun. Jika ruangan gelap dan tenang,

maka aktivasi SAR selanjutnya akan menurun, BSR mengambil

alih yang kemudian akan menyebabkan tidur.

2. Irama Sirkadian

Irama sirkadian adalah pola bioritme yang berulang selama

rentang waktu 24 jam. Fluktuasi dan perkiraan suhu tubuh, denyut

jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik

dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian

24 jam (Potter & Perry, 2005). Akerstedt (2003) mengungkapkan

bahwa irama sirkadian diatur oleh hipotalamus dan

mengkordinasikan siklus tidur-bangun, sekresi hormone, pengatur

suhu tubuh, suasana hati dan kemampuan performa (Kunert &

Kolkhorst, 2007). Pola tidur-bangun muncul dan dapat

menyebabkan adanya pelepasan hormone tertentu. Melatonin,

disintesis di kelenjar pineal saat waktu gelap, saat siang hari pineal

tidak aktif tetapi jika matahari sudah terbit dan hari mulai gelap,

pineal mulai memproduksi melatonin, yang akan dilepaskan ke

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

17

dalam darah. Selain hormone, siklus tidur-bangun juga

dipengaruhi oleh rutinitas sehari-hari, kegiatan sosial, kebisingan,

alarm juga.

3. Irama Ultradian

Irama ultradian merupakan kejadian berulang pada jam

biologis yang kurang dari 24 jam. Siklus ultradian pada tahap tidur

terdapat dua tahapan, yaitu tidur rapid eye movement (REM) dan

tidur non rapid eye movement (NREM).

2.2.3 Jenis Tidur

Menurut Rafiudin tahun 2004, jenis tidur dibedakan menjadi 2 :

1. Tidur REM

Tidur REM terjadi saat kita bermimpi dan ini ditandai dengan

tingginya aktivitas mental dan fisik. Ciri-cirinya antara lain detak

jantung, tekanan darah, dan cara bernapas sama dengan yang

dialami saat kita terbangun.

Mimpi-mimpi selama tidur REM di antaranya bisa

membangkitkan gairah seks, sekalipun mimpi-mimpi tersebut

sebenarnya bukan kepuasan seks. Masa tidur REM kira-kira 20

menit dan terjadi empat atau lima kali selama semalam. Tidur REM

bias bergantian dengan masa tidur NREM, yaitu saat tubuh menjadi

lambat berfungsi.

2. Tidur NREM

Tidur NREM memiliki empat tingkatan. Selama tingkatan

terdalam berlangsung (3 dan 4), orang tersebut akan cukup sulit

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

18

dibangunkan. Beranjak lebih malam, status tidur NREM semakin

ringan. Tingkat 4, tidur serasa menyegarkan/menguatkan. Selama

periode ini, tubuh memperbaiki dirinya dengan menggunakan

hormone yang dinamakan somatostatin.

Ilmuwan mendefinisikan bahwa tidur yang terbaik adalah

tidur yang mengalami perpaduan tepat antara mengalami REM dan

NREM. Tidur yang cukup tanpa interupsi/terbangun dari lingkungan

atau faktor internal, seperti cara bernafas, lebih berperan dalam

memelihara arsitektur tidur secara alamiah, sehingga akan berhasil

dalam pemulihan stamina.

2.2.4 Siklus Tidur

Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM

dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang

kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan

menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat

mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika

NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono,

2008).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

19

Siklus tidur normal:

Tahap pratidur

NREM tahap I → NREM tahap II → NREM tahap III → NREM tahap IV

Tidur REM

NREM tahap IV ←NREM tahap III

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang

merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama

sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika

terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu (Potter

& Perry, 2005).

2.2.5 Tidur Cukup Sesuai Usia

Tabel 2.2.5 Tidur Cukup Usia

Usia Kebutuhan Tidur

Bayi Baru Lahir 14-18 jam/hari 50% tidur REM

Bayi (0-1 tahun) 12-14 jam/hari 20-30% tidur

REM

Toddler (1-3 tahun) 11-12 jam/hari 25% tidur REM

Pra Sekolah (4-6 tahun) 11 jam/hari 20% tidur REM

Usia Sekolah (7-12 tahun) 6-10 jam/hari 18,5% tidur REM

Remaja (11-20 tahun) 9 jam/hari 20% tidur REM

Dewasa Muda (20-40

tahun)

7-8 jam/hari 20% tidur REM

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

20

Dewasa Akhir (40-64

tahun)

7 jam/hari 20% tidur REM

Manula (>65 tahun) 6 jam/hari 20-25% tidur REM

Sumber : Wartonah, 2004

2.2.6 Faktor Yang Mempegaruhi Tidur

Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur,

faktor fisiologis,faktor psikologi dan lingkungan dapat mengubah

kualitas dan kuantitas tidur. Diantaranya yaitu (Perry & Potter, 2005) :

1. Penyakit fisik

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan

fisik atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi,

dapat menyebabkan kesulitan tidur. Penyakit juga dapat memaksa

klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa.

2. Obat-obatan

Mengantuk dan deprivasi tidur adalah efek samping yang

umum. Medikasi yang diresepkan untuk tidur seringkali memberi

banyak masalah dari pada keuntungan. Orang dewasa muda dan

dewasa tengah dapat tergantung pada obat tidur untuk mengatasi

stresor gaya hidupnya. Lansia seringkali menggunakan variasi obat

untuk mengontrol atau mengatasi penyakit kroniknya, dan efek

kombinasi dari beberapa obat dapat mengganggu tidur secara

serius.

3. Gaya hidup

Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur.

Individu yang bekerja bergantian berputar (misalnya 2 minggu siang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

21

diikuti oleh 1 minggu malam) sering kali mempunyai kesulitan

menyesuaikan perubahan jadwal tidur.

4. Stress emosional

Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat

menggangu tidur. Stress emosional menyebabkan seseorang

menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur.

Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras utuk

tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak

tidur. Stres yang berlanjut akan menyebabkan kebiasaan tidur yang

buruk.

5. Lingkungan

Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh

penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur. Keadaan

lingkungan yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tertidur

dan tetap tertidur di antaranya adalah suara/ kebisingan, suhu

ruangan, dan pencahayaan. Keadaan lingkungan yang aman dan

nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses

tidur.

6. Aktivitas fisik dan kelelahan

Seseorang yang kelelahan menengah (moderate) biasanya

memperoleh tidur yang mengistirahatkan, khususnya jika kelelahan

adalah hasil dari kerja atau latihan yang menyenangkan. Latihan 2

jam atau lebih sebelum waktu tidur membuat tubuh mendingin dan

mempertahankan suatu keadaan kelelahan. Akan tetapi, kelelahan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

22

yang berlebihan yang dihasilkan dari kerja yang meletihkan atau

penuh stres membuat sulit tidur.

7. Asupan makanan dan kalori

Makan besar, berat dan berbumbu pada makan malam

dapat menyebabkan tidak dapat dicerna yang menggangu tidur.

Kafein dan alkohol yang dikomsumsi pada malam hari mempunyai

efek produksi-insomnia. Alergi makanan juga dapat menyebabkan

insomnia.

2.2.7 Macam-macam Gangguan Tidur

1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi

kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada

3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur,

insomnia intermitten atau tidak bias mempertahankan tidur atau

sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan

tidak dapat tidur kembali (Potter & Perry, 2005).

2. Hipersomnia

Hipersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria

tidur berlebihan, pada umumnya lebih dari Sembilan jam pada

malam hari. Disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah

psikologis, depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat,

ginjal, hati dan gangguan metabolism (Asmadi, 2008)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

23

3. Parasomnia

Parasomnia merupakan suatu rangkaian gangguan tidur

yang mempengaruhi tidur anak-anak seperti sonambulisme (tidur

berjalan), ketakutan, dan enuresis (ngompol). Gangguan-

gangguan ini sering dialami anak bersamaan, diturunkan dalam

keluarga dan cenderung terjadi pada tahap III dan IV tidur NREM

(Kenneth & Theresa, 2006).

4. Somnambulisme

Somnambulisme merupak gangguan tingkah laku yang

sangat kompleks mencangkup adanya otomatis dan

semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup

pintu, duduk di tempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki dan

berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan dalam beberapa menit

dan kembali tidur (Japardi, 2002). Somnambulisme ini lebih banyak

terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Seseorang

yang mengalami somnambulisme mempunyai risiko terjadinya

cedera (Asmadi, 2008).

5. Enuresis

Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja

(mengompol). Terjadi pada anak-anak dan remaja, paling banyak

terjadi pada laki-laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi ada

beberapa faktor yang dapat menyebabkan enuresis seperti

gangguan pada bladder, stress dan toilet training yang kaku

(Asmadi, 2008).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

24

6. Narkolepsi

Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh

keinginan yang tak terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula

bahwa narkolepsi adalah serangan mengantuk yang mendadak,

sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat dimana serangan tidur

(kantuk) tersebut dating (Asmadi, 2008)

7. Mendengkur

Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan terhadap

pengaliran udara di hidung dan mulut. Amandel yang membengkak

dapat menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur.

Pangkal lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-otot

di bagian belakang mulut mengendur lalu bergetar jika dilewati

udara pernafasan (Asmadi, 2008).

2.2.8 Kualitas Tidur

Kualitas tidur mengandung arti kemampuan individu untuk dapat

tetap tidur dan bangun dengan jumlah tidur REM dan NREM yang

sesuai, sedangkan yang dimaksud dengan kualitas tidur adalah

keseluruhan waktu tidur individu, diantara keduanya mempertahankan

kualitas tidur lebih baik dari pada sekedar mencapai jumlah atau

banyaknya jam tidur. Kualitas tidur yang baik akan ditandai antara lain

dengan tidur yang tenang, merasa sangat segar saat bangun tidur di

pagi hari dan individu merasa penuh semangat untuk melakukan

aktivitas hidup lainnya (Craven & Hirnley, 2000)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

25

Menurut Daniel et al., (1998), kualitas tidur meliputi aspek

kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang

diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif

seperti kedalaman dan kepulasan tidur. Persepsi mengenai kualitas

tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh

waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efisiensi tidur.

Menurut Lai (2001), kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang

mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur,

kemampuan mempertahankan tidur dan kemudahan untuk tertidur

tanpa bantuan media. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan

perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik dan tidak mengeluh

gangguan tidur, dengan kata lain memiliki kualitas tidur baik sangat

penting dan vital untuk hidup semua orang.

Menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik

apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak

mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur

dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan

dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.

1. Tanda fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di

kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung),

kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk

berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan

seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

26

2. Tanda psikologis

Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak

enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul

halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan

memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak

menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami

masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat

dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda – tanda fisik

akibat kekurangan tidur antara lain ekspresi wajah (area gelap disekitar

mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata

terlihat cekung), kantuk yang berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi,

terlihat tanda – tanda keletihan. Sedangkan tanda – tanda psikologis

antara lain menarik diri, apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya

ingat menurun, bingung, halusinasi, ilusi penglihatan dan kemampuan

mengambil keputusan menurun (Oktora, 2013).

Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan tidur

antara lain terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi

farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian obat tidur. Obat tidur

dapat membantu klien jika digunakan dengan benar. Tetapi

penggunaan jangka panjang dapat mengganggu tidur dan 19

menyebabkan masalah yang lebih serius. Salah satu kelompok obat

yang aman digunakan adalah benzodiazepin karena obat ini tidak

menimbulkan depresi sistem saraf pusat seperti sedatif dan hipnotik.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

27

Benzodiazepin menimbulkan efek relaksasi, antiansietas dan hipnotik

dengan memfasilitasi kerja neuron di sistem saraf pusat yang menekan

responsivitas terhadap stimulus sehingga dapat mengurangi terjaga

(Potter dan Perry, 2006).

Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasi

gangguan tidur dan meningkatkan kualitas tidur adalah terapi

pengaturan tidur, terapi psikologi, dan terapi relaksasi. Terapi

pengaturan tidur ditujukan untuk mengatur jadwal tidur penderita

mengikuti irama sirkadian tidur normal penderita dan penderita harus

disipilin menjalankan waktu tidurnya. Terapi psikologi ditujukan untuk

mengatasi gangguan jiwa atau stress berat yang menyebabkan

penderita sulit tidur. Terapi relaksasi dapat dilakukan dengan cara

relaksasi nafas dalam, relaksasi otot progresif, latihan pasrah diri, terapi

musik dan aromaterapi. Relaksasi nafas dalam dilakukan dengan

menarik nafas dari hidung kemudian dikeluarkan lewat mulut untuk

membuat lebih rileks dan nyaman. Relaksasi otot progresif adalah

relaksasi yang dilakukan dengan cara melakukan peregangan otot dan

mengistirahatkannya kembali secara bertahap dan teratur sehingga

memberi keseimbangan emosi dan ketenangan pikiran (Sitralita, 2010).

Kualitas tidur dapat diukur menggunakan Pittsburg Sleep Quality

Index (PSQI). Alat ini merupakan alat untuk menilai kualitas tidur. Alat

ini terdiri dari 19 poin pertanyaan yang berada di dalam 7 kompenen

nilai. 19 pertanyaan itu mengkaji secara luas faktor yang berhubungan

dengan tidur seperti durasi tidur, latensi tidur, dan masalah tidur. Setiap

komponen skor memiliki rentang nilai 0-3. Ketujuh komponen

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

28

dijumlahkan sehingga terdapat skor 0-21, dimana skor lebih tinggi dari

5 menandakan kualitas tidur yang buruk (Buysse, 1988).

2.3 Terapi Musik

2.3.1 Pengertian Terapi Musik

Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata terapi

berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu

atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks

masalah fisik dan mental (Djohan, 2006). Terapi musik adalah sebuah

terapi kesehatan yang menggunakan musik di mana tujuannya adalah

untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan

sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia. Bagi orang sehat, terapi

musik bisa dilakukan untuk mengurangi stress dengan cara

mendengarkan musik (Javasugar, 2009).

2.3.2 Jenis Terapi Musik

Dalam kongres Terapi Musik ke-9 di Washington tahun 1999

dipresentasikan lima model terapi musik, terapi musik tersebut adalah

guide imagery and music dari Helen Bony, creative music therapy dari

Poul Nordoff dan Clive Robbins, behavioral music therapy dari Clifford

K. Madsen dan improvisasi music therapy dari Juliette Alvin.

Guide imagery and music merupakan terapi yang disusun secara

berurutan guna mendukung, membangkitkan, dan memperdalam

pengalaman yang terkait dengan kebutuhan psikologis dan fisiologis.

Sepanjang perjalanan musik yang didengar, klien diberi kesempatan

untuk menghayati berbagai aspek kehidupannya melalui perjalanan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

29

imajinatif. Creative music therapy adalah terapi yang memposisikan

klien dan terapis sebagai pusat pengalaman. Bermain musik adalah

fokus dalam sesi terapi dan mulai dari awal terapi individu dan

pengalaman musikal akan diserap melalui sesi-sesi yang berlangsung

(Djohan, 2006).

Behavioral music therapy merupakan terapi yang menggunakan

musik sebagai kekuatan dan isyarat stimulus untuk meningkatkan atau

memodifikasi perilaku adaptif dan menghilangkan perilaku mal-adaptif.

Musik disini digunakan untuk membantu program memodifikasi perilaku.

Improvisasi Music Therapy yaitu terapi musik yang didasarkan atas

pemahaman suatu terapi musik akan berhasil jika klien dibebaskan

untuk mengembangkan kreasinya, memainkan, atau memperlakukan

alat musik sekehendak hati. Terapis sama sekali tidak memberikan

intervensi, mencampuri ataupun memberikan peraturan, struktur, tema,

ritme, maupun bentuk musik. Dalam arti, tanpa seorang terapis

professional pun terapi ini bisa dilaksanakan (Djohan, 2006).

2.3.3 Manfaat Musik

Penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi musikal

dengan maksud memulihkan, menjaga, memperbaiki emosi, fisik,

psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan spiritual (Djohan, 2006).

Terapi musik dapat berupa menciptakan music, bernyanyi, bergerak

mengikuti musik, atau mendengarkan musik. Terapi musik bermanfaat

bagi pasien yang menderita ketidakmampuan perkembangan,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

30

gangguan kesehatan jiwa, demensia, dan nyeri (Stockslager dan

Schaeffer, 2008).

2.3.4 Prosedur Terapi Musik

Terapi musik tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi,

terapi musik dapat dilakukan dengan prosedur terapi musik yang

terstandar. Prosedur yang digunakan yaitu peneliti dapat mendengarkan

berbagai jenis musik sebelumnya untuk mempermudah penelitian. Ini

berguna untuk mengetahui respon dari tubuh responden. Lalu anjurkan

responden untuk rileks, ambil nafas dalam-dalam, tarik dan keluarkan

perlahan-lahan melalui hidung. Saat musik dimainkan, dengarkan

dengan seksama instrumennya, seolah-olah pemainnya sedang ada di

ruangan memainkan musik khusus untuk responden.

Peneliti bisa memilih tempat duduk lurus di depan speaker, atau

bisa juga menggunakan headphone. Tapi yang terpenting biarkan suara

musik mengalir keseluruh tubuh responden, bukan hanya bergaung di

kepala. Bayangkan gelombang suara itu datang dari speaker dan

mengalir ke seluruh tubuh responden. Bukan hanya dirasakan secara

fisik tapi juga fokuskan dalam jiwa. Fokuskan di tempat mana yang ingin

peneliti sembuhkan, dan suara itu mengalir ke sana. Dengarkan,

sembari responden membayangkan alunan musik itu mengalir melewati

seluruh tubuh dan melengkapi kembali sel-sel, melapisi tipis tubuh dan

organ dalam responden.

Idealnya, peneliti dapat melakukan terapi musik selama kurang

lebih 30 menit hingga satu jam tiap hari, namun jika tidak memiliki cukup

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

31

waktu maka terapi ini dapat dilakukan 10 menit, karena selama waktu

10 menit telah membantu pikiran responden beristirahat (Wijayanti,

2012).

2.3.5 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Musik

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik yaitu

hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang dan

hindari menutup gorden atau pintu, usahakan klien untuk tidak

menganalisa musik dengan prinsip nikmati musik ke mana pun musik

membawa dan gunakan jenis musik sesuai dengan kesukaan klien

terutama yang berirama lembut dan teratur. Upayakan untuk tidak

menggunakan jenis musik rock and roll, disco, metal dan sejenisnya.

Karena jenis musik tersebut mempunyai karakter berlawanan dengan

irama jantung manusia (Wijayanti, 2012).

2.3.6 Pemberian Terapi Musik

Musik memiliki efek membantu untuk menenangkan otak dan

mengatur sirkulasi darah. Musik bisa meredakan rasa sakit, mengurangi

stress, menurunkan tekanan darah, memperbaiki mood, serta

menyembuhkan insomnia. Musik juga dapat mengaktifkan syaraf

menjadi rileks (Tarigan, 2010). Musik yang didengar melalui telinga akan

distimulasi ke otak, kemudian musik tersebut akan diterjemahkan

menurut jenis musik dan target yang akan distimulasi. Gelombang suara

musik yang dihantarkan ke otak berupa energi listrik melalui jaringan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

32

syaraf akan membangkitkan gelombang otak yang dibedakan atas

frekuensi alfa, beta, theta, dan delta. Gelombang alfa membangkitkan

relaksasi, gelombang beta terkait dengan aktifitas mental, gelombang

tetha dikaitkan dengan situasi stress dan upaya kreatifitas, sedangkan

gelombang delta dihubungkan dengan situasi mengantuk. Musik

sebagai stimulus memasuki system limbik yang mengatur emosi, dari

bagian tersebut, otak memerintahkan tubuh untuk merespon musik

sebagai tafsirannya. Jika musik ditafsirkan sebagai penenang, sirkulasi

tubuh, degup jantung, sirkulasi nafas, dan peredaran nafas pun menjadi

tenang (Stefanus, 2011).

2.3.7 Terapi Musik Instrumental

Terapi musik instrumental adalah suatu cara penanganan

penyakit (pengobatan) dengan menggunakan nada atau suara yang

semua intrument musik dihasilkan melalui alat musik disusun demikian

rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan. Bunyi-

bunyian dalam frekuensi tinggi (3.000-8.000 Hz), lazimnya bergetar

diotak dan mempengaruhi fungsi-fungsi kognitif seperti berpikir,

persepsi dan ingatan. Bunyi bunyi dengan frekuensi sedang (750-3.000

Hz) Cenderung merangsang jantung, otak dan emosi. Sedangkan bunyi

yang keluar dengan frekuensi rendah (125-750 Hz) akan mempengaruhi

gerakan-gerakan fisik.

Mekanisme kerja musik untuk rileksasi rangsangan atau unsur

irama dan nada masuk ke canalis auditorius di hantar sampai ke

thalamus sehingga memori di sistem limbic aktif secara otomatis

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/8174/3/BAB 2.pdf · 1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015) a) Imobility (Imobilisasi)

33

mempengaruhi saraf otonom yang disampaikan ke thalamus dan

kelenjar hipofisis dan muncul respon terhadap emosional melalui

feedback ke kelenjar adrenal untuk menekan pengeluaran hormon

stress sehingga seseorang menjadi rileks. (Stefanus, 2011). Menurut

seorang ahli dari pusat gangguan tidur di Amerika menyatakan bahwa

terapi musik yang diberikan 30 menit sampai satu jam setiap hari

menjelang waktu tidur, secara teratur selama 1 minggu cukup efektif

untuk mengurangi gangguan tidur (Djohan 2006). Musik dengan tempo

lamban memberikan rangsangan pada korteks serebri (korteks

auditorius primer dan sekunder) sehingga dapat menyeimbangkan

gelombang otak menuju gelombang otak alpha yang menandakan

ketenangan (Wijayanti 2012).