Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sesuai dengan permasalahan yang hendak diteliti maka dalam bab
II ini akan disajikan kajian pustaka tentang Program Manajerial Kepala
Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Evaluasi Program, Evaluasi Model
CIPP, Penelitian yang Relevan dan juga Kerangka Berpikir.
2.1 Program Manajerial Kepala Sekolah
Salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai seorang
manajer. Sebagai seorang manajer, kepala sekolah harus
mempunyai empat keterampilan dan kompetensi utama dalam
manajerial organisasi, yaitu keterampilan dalam membuat
perencanaan, keterampilan mengorganisasi sumber daya,
keterampilan melaksanakan kegiatan, dan keterampilan
melakukan pengendalian dan evaluasi (Permendiknas No. 13
Tahun 2007). Dalam melaksanakan tugas sesuai perannya
sebagai seorang manajer, kepala sekolah dituntut untuk
mempunyai kemampuan manajerial yang tinggi. Dengan
kompetensi manajerial kepala sekolah yang baik, tentunya
seorang kepala sekolah akan melaksanakan tugas pokoknya
secara baik juga.
‘’Kemampuan manajerial kepala sekolah dalam rangka untuk
meningkatkan kinerja guru dalam mewujudkan sekolah yang bermutu merupakan kewajiban yang utama. Sebagai seorang
pemimpin di sekolah, kepala sekolah wajib memiliki kemampuan
manajerial dalam melakukan penatakeloaan sekolah yang
dipimpinnya. Dua kunci penting dari peran guru yang dapat
mempengaruhi peningkatan prestasi belajar peserta didik adalah
terkait dengan seberapa lama waktu yang dibutuhkan agar bisa lebih efektif dalam proses KBM, dan kualitas kemampuan guru
dalam proses KBM” Mulyasa (2008: 13).
12
Program Manajerial Kepala Sekolah pada dasarnya
merupakan kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan
kemampuan psikomotorik. Kepala Sekolah terkait dengan
pendidikan yang utama dilakukan adalah mengelola
manajemennya dengan memanfaatkan semua sumber daya
yang ada di sekolah termasuk manusia dan juga sumber daya
lainnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa program
manajerial kepala sekolah adalah kemampuan Kepala Sekolah
menjalankan sebagai manajer yang menjalankan fungsi fungsi
manajemen yaitu: (a) kemampuan merencanakan dengan
indikator yaitu mampu menyusun dan menerapkan strategi,
dan mampu mengefektifkan perencanaan, (b) kemampuan
mengorganisasikan dengan indikator mampu melakukan
departementalisasi, membagi tanggung jawab dan mampu
mengelola personil, (c) kemampuan dalam pelaksanaan
dengan indikator yaitu mampu mengambil keputusan, dan
mampu menjalin komunikasi, (d) kemampuan mengadakan
pengawasan dengan indikator mampu mengelola, dan mampu
mengendalikan operasional serta mampu menjalankan
peranannya sebagai manajer agar tercapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan. Hal ini selaras dengan pendapat
Lazarut (1986 : 43).
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin diharapkan
mempunyai peranan sebagai manajer dalam menjalankan
kewajibannya. Mintzberg (2006: 12), mengemukakan ada tiga
peranan utama yang harus dimainkan oleh seorang manajer
13
yaitu: Pertama, peranan hubungan antar pribadi
(Interpersonal Role). Peranan ini bertalian dengan status dan
otoritas manjer dan hal-hal yang berhubungan dengan
pengembangan hubungan antar pribadi dengan perincian
sebagai berikut: (1) Peranan sebagai Figurehead, peranan yang
sangat dasar dan sederhana dilakukan untuk mewakili
organisasi yang dipimpinnya dalam setiap kesempatan dan
persoalan yang timbul secara formal, (2) Peranan sebagai
pimpinan (leader), yaitu melakukan hubungan interpersonal
dengan yang dipimpin dan melakukan fungsi-fungsi
pokoknya, dan (3) Peranan sebagai pejabat perantara (liaison
manager), yaitu melakukan interaksi dengan teman sejawat,
staf, orang-orang diluar organisasinya untuk mendapatkan
informasi.
Kedua, peranan yang berhubungan dengan informasi
(Informasional Role). Manajer sebagai pusat informasi bagi
organisasinya, yaitu (1) sebagai monitor, yaitu seorang
manajer sebagai penerima dan pengumpul informasi guna
mengembangkan pengertian yang baik dari organisasi yang
dipimpinnyadan pemahaman yang komprehensif tentang
lingkungan, (2) sebagai dessiminator, yaitu menangani proses
transmisi dari informasi informasi ke dalam organisasi yang
dipimpinnya, yaitu penyampaian informasi dari luar ke dalam
organisasinya, dan juga dari bawahan atau staf ke bawahan
atau staf yang lainnya, dan (3) sebagai jurubicara (spokerman),
yaitu manajer mewakili dan bertindak atas nama organisasi
menyampaikan informasi keluar lingkungan organisasinya.
14
Ketiga, peranan pembuat keputusan (Decissional Role).
Merupakan peranan yang tidak boleh tidak dijalankan karena
seorang manajer harus terlibat langsung dalam proses
pembuatan strategi organisasi. Peranan ini dikelompokkan
sebagai berikut: (1) Sebagai entrepreneur, yaitu manajer
bertindak sebagai pemprakarsa dan perancang dalam
organisasi dengan memfokuskan pada pekerjaan manajerial
dengan mulai aktivitas melihat atau memahami masalah-
masalah dalam organisasi yang mungkin dapat diselesaikan,
(2) Sebagai penghalau gangguan (disturbance handler), yaitu
manajer bertanggung jawab mengatasi ancaman bahaya atau
perbuatan yang tidak diketahui sebelumnya yang menganggu
atau memungkinkan timbulnya krisis di dalam organisasi, (3)
Sebagai suatu pembagi sumber (resource allocator), yaitu
memutuskan pendistribusian sumber dana ke bagian-bagian
organisasi guna mempermudah pelaksanaan kerja, dan (4)
Sebagai negosiator, yaitu aktif berpartisipasi atau terlibat
dalam negosiasi dengan pihak-pihak lain baik diluar maupun
didalam organisasi.
Kepala sekolah merupakan kunci bagi terselenggaranya
iklim organisasi sekolah yang kondusif dengan dinamika
perubahan yang selalu dilakukan secara terus menerus.
Manajemen merupakan suatu komponen yang tidak bisa
dipisahkan dari dunia pendidikan. Disamping itu sekolah
sebagai agen perubahan, maka kepala sekolah tentu saja
harus memahami dan mengembangkan keterampilannya
dalam melaksanakan perubahan itu, apabila kepala sekolah
15
ingin sekolah yang dipimpinnya menjadi lebih efektif,
Wahjosumidjo (2001:170-171). Sesuai dengan penilaian
kinerja, kepala sekolah harus memiliki kemampuan dalam
melaksanakan semua tugas–tugas kepemimpinannya yang
diwujudkan dalam kemampuannya menyusun program
sekolah, organisasi personalia, memberdayakan tenaga
kependidikan, dan mendayagunakan sumber daya sekolah
secara optimal.
Mulyasa (2003: 106) kemampuan menyusun program sekolah diwujudkan dalam : (1) pengembangan program jangka panjang, baik
program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam
kurun waktu lebih dari lima tahun, (2) pengembangan program
jangka menengah baik program akademis maupun nonakademis,
yang dituangkan dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun, dan (3)
pengembangan program jangka pendek baik program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam kurun waktu satu
tahun (program tahunan), termasuk pengembangan rencana
anggaran pendapatan belanja sekolah.
Kemampuan memberdayakan tenaga kependidikan di
sekolah diwujudkan dalam pemberian arahan secara dinamis,
pengkoordinasian tenaga kependidikan dalam pelaksanaan
tugas, pemberian hadiah bagi mereka yang berprestasi, dan
pemberian hukuman bagi mereka yang kurang disiplin dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam sebuah
institusi atau lembaga pendidikan tersebut.
Mulyasa (2000:106) Managers are there to get results by ensuring that their function, unit or department operates effectively. They manage people and their other resources finance, facilities, knowledge, information, time and themselves. They are accountable for attaining goals, having been given authority over those working in their unit or department. Accountability means that they are responsible (held to account) for what they do and what they achieve. Authority means having the right or power to get people to do things. Authority is exercised through leadership and personal influence arising from position, personality and knowledge.
16
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa manajer
memastikan fungsi setiap unit atau departemen berjalan
secara efektif, maka manajer perlu melakukan pengelolaan
atas sumber daya yang ada, baik SDM, keuangan, fasilitas,
informasi, waktu, dan tanggung jawab atas ketercapaian
tujuan. Seorang manajer selain diberi tanggung jawab juga
diberi otoritas, yang berarti mempunyai hak untuk mengatur
orang–orang disekelilingnya. Otoritas dilaksanakan melalui
kepemimpinan dan pengaruh pribadi yang timbul dari posisi,
kepribadian dan pengetahuan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas tersebut dapat
dipahami bahwa sebagai seorang pemimpin di sekolah, tentu
saja kepala sekolah harus mampu melakukan pengelolaan
baik dari SDM sampai pada tanggung jawab, disamping itu
juga kepala sekolah selaku manajer di sekolah tersebut harus
mampu melaksanakan proses manajemen yang merujuk pada
fungsi–fungsi manajemen, juga harus memahami sekaligus
menerapkan substansi kegiatan pendidikan. Kompetensi
manajerial kepala sekolah merupakan suatu keterampilan
yang diperlukan dalam mengelola sekolah dan juga SDM yang
ada termasuk tenaga pendidik dan kependidikan guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
2.1.1 Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah
a. Pengertian Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah
Kepemimpinan yang baik seharusnya dimiliki dan
diterapkan oleh semua jenjang organisasi agar bawahannya
dapat bekerja dengan baik dan memiliki semangat yang tinggi
17
untuk kepentingan organisasi. Kemampuan manajerial sangat
berkaitan erat dengan manajemen kepemimpinan yang efektif,
karena sebenarnya manajemen pada hakekatnya adalah
masalah interaksi antara manusia baik secara vertikal
maupun horizontal oleh karena itu kepemimpinan dapat
dikatakan sebagai perilaku memotivasi orang lain untuk
bekerja kearah pencapaian tujuan tertentu. Hal ini selaras
dengan pendapat Siagian (2002:63).
Kompetensi merupakan “An underlying characteristic of
an individual which is usually selected to effective an superior
performance in a job” atau kompetensi merupakan suatu sifat
dasar individu dengan sendirinya yang berkaitan dengan
pelaksanaan dalam suatu pekerjaan secara efektif. Hal ini
sependapat dengan Mitrani (1995:12) kompetensi dapat
berupa sikap atau nilai, tujuan, penguasaan masalah, konsep
diri, keterampilan prilaku maupun keterampilan kognitif yang
bisa diukur atau dihitung secara jelas dan dapat ditunjukkan
untuk membedakan secara tepat mengenai seorang pelaku
utama dari seorang pelaku yang berprestasi rata–rata atau
seorang pelaku efektif dari seorang pelaku yang tidak efektif.
Manajerial sangat erat kaitannya dengan manajemen
dimana pengelolaan manajemen itu sendiri berasal dari
bahasa Latin, yaitu Manus yang berarti tangan dan Agere yang
berarti melakukan. Dari kedua kata tersebut digabungkan
menjadi Managere yang artinya menangani. Managere
kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris yaitu to
Manage dengan kata benda Management, dan manajer untuk
18
orang yang melakukan kegiatan manajemen. Hal Ini selaras
dengan pendapat Usman (2011).
Manajemen merupakan suatu ilmu dan seni dalam
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan
mengendalikan pemanfaatan sumber daya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini selaras dengan pendapat
Stoner (1996:80). Manajemen merupakan suatu proses sosial
yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan
bantuan manusia lain serta sumber–sumber lainnya dengan
menggunakan metode yang efisien dan efektif untuk mencapai
tujuan yang ditentukan sebelumnya. Hal ini selaras dengan
pendapat Hamalik (2007:16).
Berdasarkan uraian diatas tersebut, dapat dipahami
bahwa kompetensi manajerial kepala sekolah merupakan
suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yakni
mengembangkan orang lain, mengarahkan orang tersebut
pada tujuan dan kemampuan untuk mengelola kerja
kelompok dan kepemimpinan kelompok. Kemampuan atau
kompetensi manajerial merupakan suatu karakteristik atau
keterampilan individu secara personal yang membantu
tercapainya kinerja yang tinggi dalam tugas manajemen.
Kompensi manajerial dapat juga diartikan sebagai
kemampuan mengelola tugas sesuai dengan jabatan dan
fungsinya dengan menerapkan fungsi dari manajemen,
menjalankan dinamika manajemen dan memanfaatkan
sumber–sumber manajemen secara efektif dan efisien.
19
b. Aspek–Aspek Kompetensi Manajerial
Menurut Schermerhorn (2003:17) untuk mengukur
keberhasilan kompetensi manajerial sesorang harus memiliki
beberapa hal sebagai berikut: (1) kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain, (2) kemampuan untuk
menginteprestasikan dan menyampaikan segala macam
bentuk informasi, (3) kemampuan untuk menilai diri sendiri
secara realitis, (4) kemampuan untuk menyesuaikan perilaku
dalam mencapai suatu tujuan, (5) kemampuan untuk
mengungkapkan pendapat secara jelas dalam berbicara, (6)
kemampuan untuk mengungkapkan pendapat dengan baik
secara tertulis, (7) kemampuan untuk menumbuhkan kesan
baik dan kepercayaan bagi orang, (8) kemampuan untuk tetap
dapat bekerja dalam keadaan tertekan, dan (9) kemampuan
untuk bekerja dalam situasi yang tidak menentu.
c. Peran Manajerial Kepala Sekolah
Peran dapat diartikan sebagai harapan dan aturan dari
perilaku seseorang pada tempat atau posisi tertentu,
pemimpin dalam sebuah organisasi tentu saja mempunyai
peranan masing–masing, setiap pekerjaan membawa serta
harapan bagaimana penanggungjawab peran berprilaku. Hal
ini selaras dengan pendapat Rivai (2002:148).
Seorang pemimpin tentu saja harus mempunyai sebuah
strategi atau cara khusus dalam mengarahkan dan
memotivasi anggotanya agar secara sadar bisa ikut terlibat
dan bekerjasama dalam mencapai tujuan disebuah sekolah,
pemimpin yang dimaksud tersebut adalah kepala sekolah,
20
sedangkan anggota adalah guru–guru dan juga staff yang ada
di sekolah. Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat
penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan dimanapun
dia ditempatkan untuk memimpin suatu sekolah tempat
dimana proses belajar mengajar diselenggarakan. Hal ini
selaras dengan pendapat Wahjosumijo (2002).
Terdapat sepuluh macam peran kepala sekolah yang
pada dasarnya sama dengan pendapat bapak pendidikan
Indonesia, yaitu Ki Hadjar Dewantara “Ing Ngarso Sung
Tulodho, Ing Madyo MangunKarso, Tut Wuri Handayani”. hal
ini selaras dengan pendapat Purwanto (2002:65). Berkaitan
dengan peran Interpersonal, semua manajer dituntut untuk
menjalankan tugas–tugas yang sifatnya seremonial dan
simbolik. Peran ini meliputi peran kepemimpinan simbolik,
yaitu peran pemimpin yang meliputi perekrutan, pelatihan,
pemberian motivasi, peran penghubung, dan peran
pendisiplinan karyawan. Peran Informasional, yaitu semua
manajer pada tataran tertentu mengumpulkan informasi dari
organisasi–organisasi dan institusi–institusi diluar lembaga
tempat mereka bekerja. Peran ini meliputi: sebagai monitor,
informan, dan juru bicara. Hal ini selaras dengan pendapat
Robbins (2006:5).
d. Pengertian Kepala Sekolah
Kepala Sekolah berasal dari dua kata yakni “Kepala”
dan “Sekolah”. Kata kepala dapat diartikan sebagai ketua atau
pemimpin dalam suatu organisasi atau lembaga. Sedangkan
kata sekolah diartikan sebagai suatu lembaga dimana menjadi
21
tempat menerima dan memberi pelajaran. Secara singkat
Kepala Sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu
lembaga dimana tempat menerima dan memberi pelajaran.
Wahjosumidjo (2005:83) mendefinisikan Kepala Sekolah
sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas
untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan
proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi
antara guru yang memberi pelajaran dan murid sebagai
penerima pelajaran.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa, secara
sederhana pengertian kepala sekolah adalah seorang tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau
tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Dengan ini
kepala sekolah dapat disebut sebagai pemimpin di satuan
pendidikan yang tugasnya menjalankan menajemen satuan
pendidikan yang dipimpinnya. Di tingkat operasional, kepala
sekolah adalah orang yang berposisi di garis terdepan yang
mengkoordinasikan upaya dalam meningkatkan pembelajaran
bermutu. Kepala Sekolah diangkat untuk menduduki jabatan
bertanggung jawab mengkoordinasikan upaya bersama
mencapai tujuan pendidikan ditingkatan sekolah yang
dipimpin. Tentu saja Kepala Sekolah bukan satu-satunya yang
bertanggung jawab penuh terhadap suatu sekolah, karena
masih banyak faktor lain yang perlu diperhitungkan. Selain
kepala sekolah, ada guru yang dipandang sebagai faktor kunci
22
yang berhadapan langsung dengan para peserta didik dan
faktor lain seperti lingkungan yang mempengaruhi proses
pembelajaran. Namun Kepala Sekolah memiliki peran yang
berpengaruh terhadap jalannya sistem yang ada di sekolah.
Kepala Sekolah adalah salah satu komponen pendidikan
yang berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Kepala Sekolah merupakan penanggung jawab atas
penyelenggaraan proses pendidikan, administrasi sekolah,
pembinaan tenaga pendidikan lainnya, pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana juga sebagai supervisor
pada sekolah yang dipimpinnya. Jika dilihat dari syarat guru
untuk menjadi Kepala Sekolah, Kepala Sekolah bisa dikatakan
sebagai jenjang karier dari jabatan fungsional guru. Apabila
seorang guru memiliki kompetensi sebagai Kepala Sekolah
dan telah memenuhi persyaratan atau tes tertentu maka guru
tersebut dapat memperoleh jabatan Kepala Sekolah. Hal ini
selaras dengan pendapat Mulyasa (2007: 24).
Kepala Sekolah bertanggungjawab atas manajemen
pendidikan secara mikro, yang secara langsung berkaitan
dengan proses pembelajaran. Pada dasarnya pengelolaan
sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru.
Namun demikian dalam mencapai keberhasilan pengelolaan
sekolah peran serta dari para orang tua dan siswa, juga turut
mendukung keberhasilan itu. Di samping itu pencapaian
keberhasilan, pengelolaan tersebut harus didukung oleh sikap
pola dan kemampuan kepala sekolah dalam memimpin
lembaga pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
23
Kepemimpinan seorang kepala sekolah diharapkan dapat
menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi lahirnya iklim
kerja dan hubungan antar manusia yang harmonis dan
kondusif. Hal ini berarti bahwa seluruh komponen pendidikan
di sekolah harus dikembangkan secara terpadu dalam rangka
meningkatkan relevansi atau kesesuaian dengan kualitas
pendidikan. Hal ini selaras dengan pendapat Mulyasa (2007:
25).
Dari pendapat sejumlah ahli di atas dapat dipahami
bahwa, Kepala Sekolah adalah guru yang mendapat tugas
tambahan sebagai Kepala Sekolah atau pimpinan dari sebuah
lembaga pendidikan. Meskipun guru yang mendapat tugas
tambahan kepala sekolah merupakan orang yang paling
betanggung jawab terhadap prinsip-prinsip administrasi
pendidikan yang inovatif di sekolah. Sebagai orang yang
mendapatkan tugas tambahan berarti tugas pokok Kepala
Sekolah tersebut adalah guru yaitu sebagai tenaga pengajar
dan pendidik, maksudnya dalam suatu sekolah seorang
Kepala Sekolah harus mempunyai tugas sebagai seorang guru
yang melaksanakan atau memberikan pelajaran atau
mengajar bidang studi tertentu atau memberikan bimbingan.
Berarti dalam hal ini, Kepala Sekolah memiliki dua fungsi
yaitu sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pendidik.
24
2.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah
2.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepala sekolah merupakan salah satu faktor kunci
dalam menentukan terciptanya pendidikan yang berkualitas.
Mengacu pada fungsi dan perannya, kepala sekolah berperan
sebagai manajer dan pemimpin institusi pendidikan sekolah.
Manajemen dan kepemimpinan yang efektif memerlukan
kepala sekolah yang dapat mewujudkan pemodelan dan
kepemimpinan yang bersifat transformasional, ditunjukkan
oleh karakteristik seperti pengaruh ideal, motivasi inspirasi,
stimulasi intelektual dan pertimbangan individual. Mereka
harus memberdayakan staf pengajar, bekerja berdasarkan
kerangka waktu yang jelas, membangun hubungan
interpersonal, mengembangkan prinsip-prinsip yang adil dan
dapat dipertanggung jawabkan dan dapat bekerja dalam tim.)
Hal ini selaras dengan pendapat Rasdi (2007).
Kepemimpinan merupakan upaya yang dilakukan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mau
melakukan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan. Senada
dengan pendapat tersebut, Sanusi (2009:17) menjelaskan
bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk
mempengaruhi atau menggerakan orang lain secara efektif
dan efisien untuk mencapai organisasi. Berdasarkan pendapat
diatas tersebut dapat dipahami, bahwa Pemimpin berfungsi
untuk mengarahkan dan membina bawahannya agar mereka
memahami kehendak pemimpin. Kepemimpinan juga
merupakan pengaruh dan relasi antara pemimpin dengan
25
yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama. Kata
pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki
keterkatian yang tidak dapat dipisahkan, karena untuk
menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan satu sama
lainnya tetapi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria
yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang
digunakan, apakah itu kepribadiannya, bakat, keterampilan,
sifat–sifatnya, atau kewenangan yang dimiliki seorang
pemimpin.
2.2.2 Kepemimpinan Pendidikan
Penyelenggaraan kegiatan pendidikan membutuhkan
suatu penanganan yang terencana dan sistematis agar setiap
sumber daya pendidikan yang dimanfaatkan diharapkan bisa
mencapai hasil yang efektif dan efisien dan optimal.
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya pendidikan ini
melibatkan berbagai proses atau fungsi manajemen. Seorang
pemimpin di sekolah memiliki wewenang atau hak untuk
memberi perintah atas dasar kekuasaan yang sah yang
diberikan oleh suatu badan resmi (peraturan pemerintah).
Seorang pemimpin adalah orang yang secara sukarela diberi
kekuasaan yang penuh oleh pihak yang berwajib atas dasar
kesepakatan. Akan tetapi dalam hal ini tidak menjamin bahwa
pimpinan sekolah adalah seorang pemimpin.
Organisasi yang kompleks seperti sekolah, tidak
mungkin dan tidak diharapkan hanya ada seorang pemimpin
atau hanya seorang yang menujukkan kepemimpinan.
26
Sebagian besar tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah
dianggap profesional, karena sudah terlatih dan
berpengalaman, maka mereka semua harus menunjukkan
kualitas kepemimpinan mereka pada tingkatan masing–
masing. Seorang pemimpin sekolah mempunyai posisi
menentukan dan menetapkan strukur organisasi sekolah
serta meyakinkan bahwa struktur tersebut dapat membantu
dalam pencapaian atau tercapainya visi, misi dan tujuan
organisasi. Pemimpin sekolah harus secara aktif terlibat
dalam kepengawasan dan administrasi. Keterlibatannya dalam
administrasif meliputi pengaturan sistem pendukung sekolah
yang tentu diperlukan. Sedangkan dalam aspek pengawasan
meliputi tugas pengembangan staf dan pengawasan klinis.
Aspek yang penting dari tugas pemimpin sekolah adalah
melaksanakan kepemimpinan pendidikan untuk seluruh
sekolah.
2.2.3 Kompetensi Kepala Sekolah
Kompetensi adalah kewenangan untuk menentukan
atau memutuskan sesuatu hal. Berdasarkan kutipan tersebut,
maka yang dimaksud kompetensi kepala sekolah adalah
kewenangan (kekuasaan) yang dimiliki kepala sekolah untuk
menentukan atau memutuskan sesuatu hal dalam
menjalankan tugasnya sebagai pemimpin sekolah, Depdikbud
(2002:584). Sagala (2011:88) menyatakan bahwa kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya. Seseorang dinyatakan
27
kompeten dibidang tertentu jika menguasai kecakapan bekerja
sebagai suatu keahlian sesuai dengan bidangnya. Kepala
sekolah dalam mengelola satuan pendidikan, syaratnya harus
menguasi kompetensi dan keterampilan tertentu yang dapat
mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
Beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah,
yaitu kompetensi kepribadian, manajerial kewirausahaan,
supervisi, dan sosial.
2.2.3.1 Kompetensi Kepribadian
Ketika seseorang membicarakan mengenai kepribadian
tentunya harus dilihat dari sudut pandang secara psikologi
dan tentu saja harus dianalisis melalui analisis psikologi
kepribadian. Kepribadian merupakan suatu masalah yang
abstrak, hanya dapat dilihat lewat tindakan, penampilan,
ucapan bahkan cara berpakaian seseorang. Dimensi
kompetensi kepribadian kepala sekolah dapat dijelaskan
sebagai berikut: (1) memiliki integritas kepribadian yang
kuat sebagai pemimpin, (2) memiliki keinginan yang kuat
dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah, bersikap
terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,
(3) mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah
dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah, dan (4) memiliki
bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2.2.3.2 Kompetensi Manajerial
Seorang kepala sekolah harus mampu melaksanakan
proses manajemen yang merujuk pada fungsi–fungsi
manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus
28
menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan. Kepala
sekolah sebagi administrator pendidikan perlu melengkapi
wawasan dan pengetahuan luas mengenai kepemimpinan
dan sikap yang antisipatif terhadap perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat, termasuk perkembangan
kebijakan makro pendidikan. Wujud perubahan dan
perkembangan paling aktual saat ini adalah makin
tingginya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, dan
gencarnya tuntutan kebijakan pendidikan yang meliputi
peningkatan aspek–aspek pemerataan kesempatan, efisiensi
dan relevansi.
2.2.3.3 Kompetensi Kewirausahaan
Kewirausahaan (enterpreneurship) adalah proses
menciptakan sesuatu yang baru dan berani mengambil
risiko dan mendapatkan keuntungan. Para ahli sepakat
bahwa yang dimaksud dengan kewirausahaan menyangkut
tiga pelaku utama, yaitu kreatif, komitmen, dan berani
mengambil risiko. Dimensi kewirausahaan kepala sekolah
menurut Wahyudi (2009:31), sebagai berikut; (1)
menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
sekolah, (2) bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
sekolah, (3) memiliki motivasi yang kuat untuk sukses
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
pemimpin sekolah, (4) pantang menyerah dan selalu
mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang
dihadapi sekolah, dan (5) memiliki naluri kewirausahaan
29
dalam mengelola kegiatan produksi atau jasa sekolah
sebagai sumber belajar peserta didik.
2.2.3.4 Kompetensi Supervisi
Untuk mencapai hasil yang diinginkan atau yang
direncanakan, kepala sekolah dalam hal mengelola kegiatan
perlu melakukan pembinaan dan penilaian. Pembinaan
lebih kearah memberikan bantuan kepada guru–guru,
sedangkan penilaian lebih kearah mengukur dengan cara
melakukan audit tentang prosedur kerja dan instruksi kerja
yang telah ditetapkan bersama. Oleh karena itu, kepala
sekolah harus mempunyai kemampuan mensupervisi dan
mengaudit kinerja guru dan personel lainnya disekolah
dengan kegiatan sebagai berikut; (1) mampu melakukan
supervisi sesuai prosedur dan teknik–teknik yang tepat, (2)
mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan
program pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat,
dan (3) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap
guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2.2.3.5 Kompetensi Sosial
Seorang kepala sekolah atau guru harus memiliki
kemampuan untuk (1) berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan peserta didik, (2)
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
tenaga kependidikan dan sesama pendidik, (3)
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
orang tua peserta didik dan masyarakat, (4) bersikap
kooperatif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
30
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi
fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi,
dan (5) beradaptasi ditempat bertugas diseluruh wilayah
Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
Salah satu peran kepala sekolah adalah sebagai
seorang manajer. Dalam melaksanakan tugas sesuai
perannya sebagai seorang manajer, kepala sekolah dituntut
mempunyai kompetensi yang tinggi. Dengan kompetensi
manajerial kepala sekolah yang baik, pastinya seorang
kepala sekolah akan melaksanakan tugas dan
kewajibannya secara baik juga.
Dengan demikian seorang kepala sekolah harusnya
dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan
sebaik–baiknya serta memainkan peran yang berhubungan
dengan kompetensinya tersebut, yakni sebagai pemimpin
sekaligus manajer. Disamping itu sekolah sebagai agen
perubahan, maka kepala sekolah harus memahami dan
mengembangkan keterampilannya didalam membuat suatu
perubahan itu, apabila kepala sekolah ingin sekolah yang
dipimpinnya menjadi lebih efektif. Hal ini selaras dengan
pendapat Wahjosumidjo (2001:170-171). Sesuai dengan
penilaian kinerja, kepala sekolah harus memiliki
kemampuan dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya
yang diwujudkan dalam kemampuannya menyusun
program–program sekolah, memberdayakan tenaga
pendidik dan kependidikan, organisasi personalia, dan
31
mendayagunakan sumber daya sekolah secara optimal, hal
ini selaras dengan pendapat Mulyasa (2003:106).
Mulyasa (2003:106) kemampuan menyusun program sekolah
diwujudkan dalam: (1) pengembangan program jangka panjang,
baik program akademis maupun non akademis yang dapat
dituangkan dalam kurun waktu lebih dari lima tahun, (2) pengembangan program jangka menengah baik program
akademis maupun non akademis yang dituangkan dalam kurun
waktu tiga sampai dengan lima tahun, (3) pengembangan
program jangka pendek, baik program akademis maupun non
akademis yang dituangkan dalam kurun waktu satu tahun
(program tahunan), termasuk pengembangan rencana anggaran pendapatan belanja sekolah.
Kemampuan memberdayakan tenaga kependidikan di
sekolah dapat diwujudkan dalam pemberian arahan secara
dinamis, pengkoordinasian tenaga kependidikan dalam
pelaksanaan tugas, pemberian hadiah (Reward) bagi yang
berprestasi, dan pemberian hukuman (Punishment) bagi
yang kurang disiplin dalam menjalakan tugas. Kemampuan
mendayagunakan sumber daya sekolah diwujudkan dalam
perawatan sarana dan prasarana sekolah, pencatatan
kinerja tenaga kependidikan, dan pengembangan program
peningkatan profesionalisme. Keterampilan manajerial
adalah kemampuan seseorang dalam mengelola sumber
daya organisasi bedasarkan kompetensi yang di tetapkan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Bedasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa
kompetensi manajerial kepala sekolah adalah kemampuan
seorang kepala sekolah dalam perannya sebagai manajer
dalam mengelola sekolah yang di pimpinnya. Kompetensi
manajerial kepala sekolah merupakan suatu keterampilan
yang diperlukan oleh seorang kepala sekolah agar dapat
32
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah
dalam mengelola sekolah guna mencapai tujuan yang di
tetapkan bersama.
Mutu adalah sebuah proses terstruktur untuk
memperbaiki keluaran atau product yang dihasilkan. Untuk
meningkatkan mutu perlu proses dan tata kerja yang
teratur dilakukan secara terus-menerus. Mutu sebuah
lembaga pendidikan menjadi tanggung jawab semua
personal yang ada, sedangkan mutu pembelajaran
menggambarkan kompetensi dari guru di lembaga
pendidikan tersebut, Ascaro (2006:75). Untuk mendukung
peningkatan mutu pembelajaran di sekolah dasar yang
perlu diperhatikan adalah latar belakang pendidikan dari
pengajar harus memenuhi syarat sesuai dengan tuntutan
dunia pendidikan dasar. Seperti yang disyaratkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 pasal 29 ayat
2 menyatakan, bahwa pendidik pada SD/MI, atau bentuk
lain yang sederajat memiliki:
a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S-1).
b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan
SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi.
c. Sertifikasi profesi guru untuk SD/MI.
Mutu adalah produk atau jasa yang sesuai dengan
standar mutu yang telah ditetapkan dan memuaskan
konsumen. Sesuai dengan pendapat di atas, disimpulkan
bahwa sebuah pembelajaran dikatakan bermutu apabila
pelaksanaan pembelajaran di sekolah bisa menghasilkan
keluaran (output) yang lebih baik, karena setiap rangkaian
33
pekerjaan merupakan sebuah usaha untuk memberikan
sumbangan pada penciptaan keluaran yang memuaskan
konsumen atau pelanggan. Di lembaga pendidikan
pelanggan adalah orang tua murid, masyarakat dan
lembaga pengguna hasil akhirnya. Dalam menunjang
terpenuhinya pembelajaran bermutu tentunya diperlukan
pendidik yang profesional, sehingga mutu pembelajaran
bisa memenuhi standar yang dapat diharapkan, Usman
(2014:543).
Danim (2013:17) menyatakan bahwa guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal.
Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat
profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi,
kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma dan etika tertentu.
Peningkatan kompetensi guru melalui berbagai
kegiatan profesionalisme guru adalah salah satu upaya
untuk peningkatan mutu pembelajaran, karena dengan
kompetensi guru yang meningkat akan meningkat pula
kemempuan guru dalam melakukan praktik pembelajaran
di sekolah. seseorang dianggap profesional apabila dalam
mengerjakan tugasnya, ia selalu berpegang teguh pada
etika kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar),
tepat (efektif), efesien, dan inovatif, cepat (produktif), serta
berdasarkan pada prinsip - prinsip pelayanan prima yang
didasarkan pada unsur-unsur: (1) ilmu atau teori yang
sistematis, (2) kewenangan profesional yang diakui oleh
klien, (3) sanksi dan pengakuan masyarakat akan
34
keabsahan kewenangannya, (4) kode etik dan regulatif,
Hikmat (2011:285).
Proses pembelajaran yang bermutu melibatkan
berbagai input pembelajaran seperti peserta didik (kognitif,
afektif, dan psikomotorik), bahan belajar, metodologi yang
bervariasi sesuai kemampuan guru, sarana sekolah,
dukungan administrasi, sarana prasarana, sumber daya
lainnya dan penciptraan suasana yang aman dan kondusif.
Mutu pembelajaran di sekolah ditentukan melalui metode,
input, suasana kondusif dan kemampuan memberdayakan
sumber daya yang ada dalam arti guru untuk peserta didik
dalam pembelajaran secara produktif.
Karwati (2013) Mutu pembelajaran merupakan hasil
pendidikan yang ditentukan oleh beberapa faktor pendukung
antara lain: (1) peserta didik, (2) pendidik yaitu kompetensi
guru yang meliputi kemampuan guru dalam melaksanakan manajemen proses pembelajaran, kemampuan guru dalam
menggunakan metode mengajar secara bervariasi, dan
kelengkapan administrasi sebagai pendukung keberhasilan
pembelajaran, (3) sarana prasarana yang memenuhi standar
kebutuhan artinya sesuai dengan yang dibutuhkan saat mengajar, (4) suasana kondusif sangat mendukung mutu
pembelajaran.
Kepemimpinan kepala sekolah dan kreativitas yang
profesional, inovatif, kreatif, merupakan salah satu tolok
ukur dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah,
karena kedua elemen ini merupakan figur yang
bersentuhan langsung dengan proses pembelajaran, kedua
elemen ini merupakan figur sentral yang dapat
memberikan kepercayaan kepada masyarakat akan terlihat
dari output dan outcome yang dilakukan pada setiap
periode. Jika pelayanan yang baik kepada masyarakat
35
maka mereka akan secara sadar dan secara otomatis akan
membantu segala kebutuhan yang diinginkan oleh pihak
sekolah, sehingga dengan demikian maka tidak akan sulit
bagi pihak sekolah untuk meningkatkan mutu
pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah, Mustakim
(2008).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat
dipahami bahwa peningkatan mutu pembelajaran atau
pendidikan yang berkualitas secara keseluruhan berkaitan
dengan kompetensi guru, karena guru merupakan ujung
tombak dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran.
dan hasil pendidikan. Untuk itu, seorang guru harus
memenuhi persyaratan sebagai guru profesional dengan
kompetensi yang harus dimiliki: kompetensi pribadi,
kompetensi sosial, koimpetensi pedagogik, dan kompetensi
profesional mengajar. Untuk meningkatkan kompetensi
tersebut bisa ditempuh dengan beberapa program
pelatihan dan diklat serta kegiatan yang mendukung
profesionalisme dan pengembangan karir guru karena
dengan profesional yang meningkat berarti akan
memberikan konstribusi dalam peningkatan mutu
pembelajaran di sekolah. Selain guru, mutu pembelajaran
masih dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: siswa
sebagai input, metode pembelajaran yang digunakan, media
pembelajaran, sarana dan prasarana yang mencukupi,
serta lingkungan yang kondusif.
36
Prestasi siswa tergantung dari efektivitas guru, kerja
sama guru dalam organisasi di sekolah memberi dampak
positif dalam prestasi. Stabilitas dan kualitas organisasi
dan pengajaran akademik berkaitan dengan tingkat
pencapaian. Hal ini menunjukan bahwa efektif dan kinerja
guru secara kolaborasi serta kualitas dalam proses
akademik akan mempermudah dalam mencapai tujuan
yang diharapkan. Pembinaan kinerja guru sangat berkaitan
terhadap upaya pimpinan dalam rangka meningkatakna
kesetiaan, ketaatan, tanggungjawab, kerjasama dan juga
inisiatif. Hal ini selaras dengan pendapat Sastrohardiwiryo
(2002:235).
Evaluasi merupakan tahapan terpenting dalam suatu
kegiatan, yang mana evaluasi merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat
tingkat keberhasilan serta faktor–faktor yang mendukung
atau hambatan keberhasilan tersebut. Tingkat
keberhasilan kerja dapat diukur dengan membandingkan
hasil dengan target yang dirumuskan dalam sebuah
perencanaan. Oleh karena itu guru perlu mengadakan
penilaian cara dan hasil kerja. Seseorang dianggap
profesional apabila dalam mengerjakan tugasnya, selalu
berpegang teguh pada etika kerja, Independent, produktif,
efektif, efisien, dan inovatif, serta berdasarkan pada
prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada
unsur–unsur: ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan
profesional yang diakui oleh klien, sangsi dan pengakuan
37
masyarakat akan keabsahan kewenangannya, dan kode
etik, Hikmat (2011:285).
Proses pembelajaran yang bermutu melibatkan
berbagai input pembelajaran seperti peserta didik (kognitif,
afektif, dan psikomotorik), bahan belajar, metodologi yang
bervariasi sesuai kemampuan guru, sarana sekolah,
dukungan administrasi, sarana prasarana sekolah, sumber
daya dan penciptaan suasana yang kondusif. Mutu
pembelajaran di sekolah ditentukan melalui metode, input,
suasana kondusif dan kemampuan memberdayakan
sumber daya yang ada untuk peserta didik dalam
pembelajaran secara produktif, Priansa (2013).
Kepemimpinan kepala sekolah dan kreativitas yang
profesional, inovatif, kreatif, merupakan salah satu tolak
ukur dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah,
karena kedua elemen ini merupakan figur yang
bersentuhan langsung dengan proses pembelajaran, kedua
elemen ini merupakan figur sentral yang dapat
memberikan kepercayaan kepada masyarakat akan terlihat
dari output dan outcome yang dilakukan pada setiap
periode. Jika pelayanan yang baik kepada masyarakat
maka mereka akan secara sadar dan secara otomatis akan
membantu segala kebutuhan yang diinginkan oleh pihak
sekolah, sehingga dengan demikian maka tidak akan sulit
bagi pihak sekolah untuk meningkatkan mutu
pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah, Mustakim
(2008)
38
Berdasarkan beberapa pendapat diatas tersebut dapat
dipahami bahwa mutu pembelajaran atau pendidikan yang
berkualitas secara keseluruhan berkaitan dengan
kompetensi guru maupun kepala sekolah sebagai seorang
pemimpin atau manajer. Selain guru, bahwa mutu
pembelajaran masih dipengaruhi beberapa faktor antara
lain: siswa sebagai input, sarana dan prasarana yang
memadai, metode pembelajaran yang sesuai, media
pembelajaran serta lingkungan yang kondusif. Prestasi
siswa tergantung pada efektifitas guru, kerja sama guru
dan kepala sekolah dalam organisasi di sekolah yang akan
memberi dampak positif dalam prestasi. Kualitas dan
stabilitas organisasi serta pengajaran akademik berkaitan
dengan tingkat pencapaian. Hal ini menunjukkan bahwa
efektif dan kinerja guru secara kolaborasi serta kualitas
dalam proses akademik akan mudah untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai bersama.
2.3 Evaluasi Program
2.3.1 Evaluasi Program
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat
keberhasilan suatu kegiatan atau program yang
dilaksanakan, Suharsimi (2010:297).
Sudiono (2006:20) mendifinisikan, evaluasi program sebagai
suatu proses yang berkaitan dengan penyiapan berbagai wilayah keputusan melalui pemilihan informasi yang tepat,
pengumpulan dan analisis data, serta pelaporan yang berguna
bagi para pengambil keputusan dalam menentukan berbagai
alternatif pilihan untuk menentapkan keputusan.
39
Dari berbagai definisi yang sudah disebutkan dan
dijelaskan, maka yang dimaksud dengan evaluasi program
adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi tentang keberhasilan dan kenyataan atau
realisasi yang ada mengenai suatu program yang pada
tahap selanjutnya informasi tersebut dapat digunakan
untuk menentukan pilihan yang tepat dalam mengambil
keputusan. Dengan melakukan evaluasi maka secara tidak
langsung akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan di
lapangan.
Wujud dari hasil evaluasi adalah adanya rekomendasi
dari evaluator untuk pengambil keputusan. Menurut
Arikunto (2009:22) ada empat kemungkinan kebijakan
yang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi
pelaksanaan program, yaitu: (1) menghentikan program,
karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada
manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana
diharapkan, (2) merevisi program, karena ada bagian-
bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat
kesalahan tetapi hanya sedikit), (3) melanjutkan program,
karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala
sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan
memberikan suatu hasil yang bermanfaat, dan (4)
menyebarluaskan program (melaksanakan program di
tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain
waktu), kerena program tersebut berhasil dengan baik
40
maka sangat baik jika dilaksanakan lagi ditempat dan
waktu yang lain.
2.3.2 Tujuan Evaluasi Program
Ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program
secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan
pada masing–masing komponen. Tujuan evaluasi program
adalah ingin mengetahui seberapa efektif program yang
sudah dilaksanakan, sedangkan tujuan khususnya adalah
mengetahui seberapa tinggi kinerja masing–masing
komponen sebagai faktor penting yang mendukung
kelancaran proses dan pencapaian tujuan, Suharsimi
(2010:19).
Menurut Sudjono (2006:18) adalah: (l) untuk mencari informasi
atau bukti-bukti tentang sejauh mana kegiatan-kegiatan yang
dilakukan telah mencapai tujuan, atau sejauhmana batas kemampuan yang telah dicapai oleh seseorang atau sebuah
lembaga; (2) untuk mengetahui sejauhmana efektifitas cara dan
proses yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan dari diadakannya evaluasi program adalah untuk
mengetahui ketercapaian tujuan dari program dengan
langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program.
Tujuan evaluasi program berbeda-beda tergantung konsep
atau pengertian seseorang tentang evaluasi. Konsep
seseorang tentang evaluasi dipengaruhi oleh pandangan
filosofis seseorang tentang posisi evaluasi sebagai suatu
bidang kajian dan sebagai suatu profesi. Terkadang tujuan
tersebut tercantum secara jelas, tetapi terkadang tidak
tercantum dalam definisi yang dikemukakan. Berdasarkan
tujuan penelitian dengan model CIPP, maka tujuan dari
41
evaluasi program manajerial kepala sekolah sebagai berikut:
mengetahui apa saja (context) program manajerial kepala
sekolah dalam meningkatkan kinerja mengajar guru di SD
Kanisius Cungkup Salatiga, mengukur kemajuan (input)
program manajerial kepala sekolah dalam meningkatkan
kinerja mengajar guru di SD Kanisius Cungkup Salatiga,
menunjang penyusunan terhadap perencanaan (process)
program manajerial kepala sekolah dalam meningkatkan
kinerja mengajar guru di SD Kanisius Cungkup Salatiga, dan
memperbaiki atau melakukan penyempurnakan kembali
(product) program manajerial kepala sekolah dalam
meningkatkan kinerja mengajar guru di SD Kanisius
Cungkup Salatiga.
2.4 Evaluasi Model CIPP (Contect, Input, Process, Product)
2.4.1 Model Evaluasi Program CIPP
Stufflebeam menyatakan model evaluasi Context,
Input, Process, Product merupakan kerangka yang
komprehensif untuk mengarahkan pelaksanaan evaluasi
formatif dan sumatif terhadap objek program, proyek,
personalia, produk, institusi, dan sistem. Model Context,
Input, Process, Product terdiri dari empat jenis evaluasi yang
mencakup konteks (context), masukan (input), proses
(process), dan hasil (product), yang disingkat menjadi CIPP,
Wirawan (2011: 92). Keempat kata yang disebutkan dalam
singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang
tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program
kegiatan. Dengan kata lain, model evaluasi CIPP adalah
42
model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi
dengan sebuah sistem, oleh karena itu jika tim evaluator
sudah menentukan model evaluasi CIPP sebagai model
evaluasi yang tentu saja akan digunakan untuk
mengevaluasi program yang akan ditugaskan, maka harus
menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-
komponennya.
Evaluasi konteks (context evaluation) dimaksud untuk
menilai kebutuhan, masalah, asset, dan peluang guna
membantu pembuat kebijakan dalam menetapkan tujuan
dan prioritas, serta membantu kelompok pengguna lainnya
untuk mengetahui tujuan, peluang, dan hasilnya. Evaluasi
masukan (input evaluation) dilaksanakan untuk menilai
alternatif pendekatan, rencana tindakan, rencana staf dan
pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi
kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang
ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan
untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi
sumber daya, pelaksana dan jadwal kegiatan yang paling
sesuai bagi kelangsungan program. Evaluasi proses
(process evaluation) ditujukan untuk menilai implementasi
dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para
pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian
akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk
mengetahui kinerja program dan memperkirakan hasilnya.
Evaluasi hasil (product evaluation) dilakukan dengan tujuan
mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai yang
43
diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan
jangka panjang baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat
memfokuskan diri dalam mencapai sasaran program
maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya
untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Menurut
Stufflebeam, evaluasi hasil ini dapat dibagi ke dalam proses
penilaian mengenai apa saja dampak (impact), efektivitas
(effectiveness), keberlanjutan (sustainability), dan daya
adaptasi (transportability).
Berdasarkan uraian tersebut bahwa model evaluasi
CIPP terdiri dari evaluasi konteks, evaluasi masukan,
evaluasi proses dan hasil. Evaluasi yang dianalisis dari
beberapa komponen ini dimaksudkan agar memudahkan
mendata kekurangan selama program dilakukan, sehingga
pengelola program lebih mudah dalam mengambil
kebijakan–kebijakan untuk tindak lanjut.
Stufflebeam (1973:127) merumuskan evalusi sebagai
suatu proses menggambarkan, memperoleh, dan
menyediakan informasi yang berguna untuk menilai
alternatif keputusan. Ia membagi evaluasi menjadi empat
macam, yaitu:
a. Context Evaluation To Serve Planning Decision.
Orientasi utama dari evaluasi konteks ini adalah
mengidentifikasi latar belakang perlunya mengadakan
program dari beberapa subyek yang terlibat dalam
pengambilan keputusan. Hal ini selaras dengan pendapat
44
Endang (2011:127). Aktivitas evaluator dan pemangku
kepentingan dilukiskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam
Evaluasi Context
Evaluasi konteks ini membantu seorang evaluator
yang berkaitan dengan perencanaan keputusan,
pengidentifikasian kebutuhan yang akan dicapai, dan
perumusan tujuan program.
b. Input Evaluation Structuring Decision
Evaluasi input dilakukan untuk mengidentifikasi dan
menilai kapabilitas sumber daya bahan, alat, manusia dan
Aktivitas Evaluator Aktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Mewawancarai para penanggung jawab
program untuk menelaah dan mendiskusikan
perspektif mereka
mengenai kebutuhan
sekolah yang perlu
diselesaikan dengan
program kegiatan
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk menelaah dan
merevisi, jika cocok, tujuan-tujuan program untuk memastikan secara
tepat kebutuhan-kebutuhan yang
dinilai.
Wawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh
pandangan lebih lanjut
mengenai butuhan-
kebutuhan dan nilai
yang dituju dan potensial untuk pelaksanaan
program.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk memastikan bahwa program memanfaatkan
masyarakat yang terkait dan aset-
aset lainnya.
Menilai tujuan program dalam kaitannya dengan
kebutuhan sekolah dan
aset-aset potensial yang
bermanfaat terhadap
program
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks selama atau pada akhir
program untuk membantu menilai
efektivitas dan signifikasi program
dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan benefisiari yang dinilai.
45
biaya, untuk melaksanakan program yang telah dipilih
Endang (2011:129). Aktivitas evaluator dan klien dan
pemangku kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel
di bawah ini
Tabel 2.2 Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam
Evaluasi Input
Dalam evaluasi input ini memberikan bantuan agar
dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber
yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif yang akan
Aktivitas Evaluator Aktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Mengidentifkasi dan meneliti program lain
yang ada yang dapat
dipergunakan sebagai model dan
perbandingan untuk
program yang
direncanakan.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk merenca nakan suatu strategi
program yang secara saintifik,
ekonomis, sosial, politik dan teknologi dapat dipertahankan.
Menilai strategi program yang
diusulkan mengenai koresponden terhadap
kebutuhan dan
feasibilitasnya.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk memasti kan bahwa strategi
program memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan yang
diperlukan
Menilai anggaran program untuk
menentu kan
kecukupan dalam
membiayai kegiatan yang dilaksanakan
Memakai temuan evaluasi masukan untuk mendukung permintaan
pendanaan untuk kegiatan yang
direncanakan.
Menilai manfaat strategi program
dengan
membandingkannya
dengan alternatif
strategi yang
dipergunakan dalam program yang serupa.
Memakai hasil evaluasi masukan untuk tujuan pertanggungjawaban
dalam melaporkan strategi program
yang dipilih dan mempertahankan
rencana program.
46
dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat
strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur
kerja dalam mencapainya.
c. Process Evaluation To Serve Implementing Decision.
Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasi
atau memprediksi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan atau implementasi program. Aktivitas evaluator
dan klien dan pemangku kepentingan lainnya dikemukakan
dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.3 Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam Evaluasi Process
Aktivitas Evaluator Aktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Menugaskan staf program dan anggota tim evaluasi
untuk menyusun suatu
direktori orang-orang dan
kelompok-kelompok yang
dilayani, membuat
catatan mengenai kebutuhan-kebutuhan
mereka, dan mencatat
layanan program yang
mereka terima.
Memakai temuan evaluasi proses untuk mengontrol dan memper
kuat aktivitas staf.
Mengumpulkan dan menilai sampai seberapa
tinggi siswa dan warga sekolah lain dengan
kemanfaatan program
yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi proses untuk memperkuat desain
program.
Memasukkan informasi yang diperoleh dan
penilaian evaluator ke
dalam profil program
secara periodik.
Memakai temuan evaluasi proses untuk membantu menyusun
suatu rekaman biaya program.
Menentukan sampai seberapa banyak program dapat tercapai secara
tepat.
Memakai temuan evaluasi proses untuk melaporkan kemajuan program kepada para anggota
masyarakat dan para
pengembang program lainnya.
47
Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam
proses pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya, apakah rencana
yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan?
Dalam proses pelaksanaan program adakah yang harus
diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan program
dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki.
d. Product Evaluation To Serve Recycling Decision
Evaluasi produk merupakan evaluasi yang bertujuan
untuk mengukur, menginter- pretasikan, dan menilai
pencapaian program, Stufflebeam (1985:176). Aktivitas
evaluator dan klien dan pemangku kepentingan lainnya
dikemukakan dalam tabel di bawah ini
Tabel 2.4 Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam Evaluasi Product
Aktivitas Evaluator Aktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Mengakses dan membuat penilaian
mengenai sampai
seberapa tinggi individu
dan kelompok yang memperoleh layanan
konsisten dengan
kemanfaatan program
yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai apakah program
mencapai atau tidak mencapai
penerima manfaat yang tidak tepat.
Secara periodik mewawancarai para
pemangku kepentingan
di wilayah program
seperti kepala sekolah,guru, dan
siswa untuk
mempelajari perspektif
mereka mengenai
bagaimana program
mempengaruhi
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa
banyak program sedang melayani
atau telah melayani penerima
manfaat yang berhak.
48
Evaluasi ini digunakan untuk menentukan
keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya. Manfaat
model ini untuk pengambilan keputusan (decision making)
dan bukti pertanggungjawaban (accountability) suatu
program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi dalam
model ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau
temuan (obtaining) dan penyediaan (providing) bagi para
pembuat keputusan.
2.4.2 Komponen Evaluasi Model CIPP
Penjelasan masing-masing dimensi dapat dijabarkan
lebih jelas lagi seperti di bawah ini.
a. Context Evaluation
Context evaluation (evaluasi konteks) diartikan sebagai
situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis
tujuan dan strategi yang dilakukan dalam suatu program
yang bersangkutan. Penilaian dari dimensi konteks
evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait,
sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu
tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit
masyarakat.
Memasukkan informasi yang diperoleh dan
penilaian evaluator dalam profil program
yang diperbaharui
secara periodik.
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa
tinggi program memenuhi atau sedang memenuhi kebutuhan
penting masyarakat.
Menentukan sampai seberapa tinggi program
mencapai kelompok
penerima manfaat yang
tepat.
Memakai temuan-temuan evaluasi pengaruh untuk tujuan
pertanggungjawaban mengenai
kesuksesan program dalam
mencapai penerima manfaat layanan
program yang dimaksud.
49
kerja terkait dan sebagainya. Evaluasi konteks adalah
upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan,
kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang
dilayani, dan tujuan proyek. Konteks dalam peneitian ini
adalah kebijakan kepala sekolah yang sesuai dengan
sasaran – sasaran yang akan dicapai serta keterkaitan
antara peluang, kebutuhan, dari pelaksanaan program
dengan tujuan program manajerial kepala sekolah.
b. Input Evaluation
Input evaluation pada dasarnya mempunyai tujuan
untuk mengaitkan tujuan, konteks, input, dan proses
dengan hasil program. Evaluasi ini juga untuk menentukan
kesesuaian lingkungan dalam membantu pencapaian
tujuan dan objektif program. Menurut Widoyoko (2015:15),
evaluasi masukan (input evaluation) ini adalah untuk
membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-
sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana
dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana
prosedur kerja untuk mencapainya. Evaluasi ini menolong
mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang
ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi
untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja
untuk mencapainya. Input dalam penelitian ini adalah
tenaga pengajar maupun peserta yang mengikuti
pembelajaran, terkait dengan penggunaan anggaran dalam
pelaksanaannya serta kelayakan atau kelengkapan dari
sarana dan prasarana pembelajaran.
50
c. Process Evaluation
Process evaluation ini ialah merupakan model CIPP
yang diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan
yang dilaksanakan, apakah program terlaksana sesuai
dengan rencana atau tidak. Evaluasi proses juga
digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan
prosedur atau rancangan implementasi selama tahap
implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan
program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang
telah terjadi. Arikunto (2004) mengusulkan pertanyaan
untuk proses antara lain sebagai berikut: (1) apakah
pelaksanaan program sesuai dengan jadwal? (2) Apakah
yang terlibat dalam pelaksanaan program akan sanggup
menangani kegiatan selama program berlangsung? (3)
Apakah sarana dan prasarana yang disediakan
dimanfaatkan secara maksimal? dan (4) Hambatan-
hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan
program?
Proses dalam penelitian ini adalah pelaksanaan dan
rincian aktivitas pelaksanaan manajerial kepala sekola,
serta peran guru terhadap siswa yang mengikuti kegiatan
pembelajaran.
d. Product Evaluation
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
evaluasi produk ialah untuk melayani daur ulang suatu
keputusan dalam program. Dari evaluasi produk
diharapkan dapat membantu pimpinan proyek dalam
51
mengambil suatu keputusan terkait program yang sedang
terlaksana, apakah program tersebut dilanjutkan, berakhir,
ataukah ada keputusan lainnya. Keputusan ini juga dapat
membantu untuk membuat keputusan selanjutnya, baik
mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang
dilakukan setelah program itu berjalan. Evaluasi produk
diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan
yang terjadi pada masukan mentah. Pertanyaan-
pertanyaan yang bisa diajukan antara lain: (1) Apakah
tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai dan (2)
Apakah kebutuhan peserta didik sudah dapat dipenuhi
selama proses belajar mengajar?.
Produk dalam penelitian ini adalah peningkatan
kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan adanya siswa
yang menguasai pembelajaran dan hasil belajar yang baik
sebagai dampak dari meningkatnya kinerja guru.
2.4.3 Tujuan dan Fungsi Model CIPP
Model evaluasi program CIPP memiliki tujuan utama
yaitu untuk keperluan pertimbangan dalam pengembilan
sebuah keputusan atau kebijakan. Adapun fungsi dari
evaluasi model CIPP adalah (1) membantu penanggung
jawab program tersebut (pembuat kebijakan) dalam
mengambil keputusan apakah meneruskan, memodifikasi,
atau menghentikan program, dan (2) apakah tujuan yang
ditetapkan program telah digunakan tergantung pada
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
52
2.4.4 Langkah–Langkah Evaluasi CIPP
Langkah–langkah evaluasi CIPP yang harus dilakukan
oleh evaluator untuk memudahkan pengukuran
keberhasilan suatu program. Arikunto (2009:5) sebagai
berikut: (1) Menentukan keputusan yang akan diambil, (2)
Menetapkan jenis data yang diperlukan, (3) Pengumpulan
data, (4) Menetapkan kriteria mengenai kualitas, (5)
Menganalisis dan mengintepretasi data berdasarkan
kriteria, dan (6) Memberikan informasi kepada pihak
penanggung jawab program atau pengambil keputusan
untuk menentukan keputusan.
Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui
apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya
menurut Cronbach dan Stufflebeam, (2009:5), evaluasi
program adalah upaya menyediakan informasi untuk
disampaikan kepada pengambil keputusan. Secara umum
terdapat tiga tahap dalam pelaksanaan evaluasi program
sebagaiamana dikemukakan oleh Skolits (2009) sebagai
berikut: Pre Evaluation Phase (1) Evaluator preparation to
conduct an evaluation, (2) Initial contact, (3) Evaluation
planning, dan (4) Evaluation contracting. Active Evaluation
Phase: (1) Initial evaluation implementation, (2) Evaluation
data collection, (3) Evaluation judgment, dan (4) Evaluation
reportin. Post Evaluation Phase: (1) Promoting evaluation
use, dan (2) Evaluation reflection.
Model CIPP ini menekankan pada peran sumatif. Oleh
karena itu, dalam evaluasi hasil model CIPP memberikan
53
posisi penting bagi peran sumatif. Informasi yang
dihasilkan evaluasi hasil CIPP digunakan untuk
menentukan apakah suatu program harus diganti, revisi
atau dihentikan. Kegiatan evaluasi sangat berguna bagi
pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari
program, karena dari masukan hasil evaluasi program
itulah para pengambil keputusan akan menentukan tidak
lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.
Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari
evaluator untuk pengambil keputusan tersebut.
2.4.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Evaluasi CIPP
a. Kelemahan Evaluasi Model CIPP (Contexs, Input, Process,
Product)
Didalam evaluasi model CIPP mempunyai kelebihan
yaitu : (1) memiliki pendekatan yang holistic dalam evaluasi
yang bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail
atau luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteknya
hingga saat proses penerapannya, (2) memiliki potensi
untuk bergerak diwilayah evaluasi formatif dan sumatif
sehinggga sama baiknya dalam melakukan perbaikan
selama program berjalan maupun memberi informasi final,
(3) lebih komprehensif atau lebih lengkap menyaring
informasi, dan (4) mampu memberikan dasar yang baik
dalam mengambil keputusan dan kebijakan maupun
penyusunan program selanjutnya.
b. Kelemahan Evaluasi Model CIPP (Contexs, Input, Process,
Product)
54
Dalam Evaluasi Model CIPP juga mempunyai
kelemahan yaitu : (1) terlalu mementingkan dimana proses
seharusnya dari pada kenyataan dilapangan, (2) terlalu
topdown dengan sifat manajerial dalam pendekataannya,
(3) cenderung fokus pada rational management dari pada
mengakui kompleksitas realiatas empiris, dan (4)
penerapan dalam bidang pembelajaran dikelas mempunyai
tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi.
2.4.6 Indikator Implementasi CIPP dalam Program
Manajerial Kepala Sekolah
a. Konteks Implementasi Program Manajerial Kepala
Sekolah
Berkaitan dengan konteks implementasi program
manjerial kepala sekolah terdapat beberapa indidkator
yang menjadi dasar pertanyaan–pertanyaan yang diajukan
pada kepala sekolah, antara lain sebagai berikut: apa yang
melatarbelakangi program manajerial kepala sekolah, apa
yang menjadi kebutuhan sekolah, yayasan, kepala sekolah,
guru, siswa, yayasan maupun orang tua sehingga bisa ada
program manajerial kepala sekolah, apakah pelaksanaan
program manajerial kepala sekolah adalah inisiatif diri
sendiri ataukah ada ketentuan dari pemerintah, bagaimana
respon guru, orang tua, yayasan, dan komite sekolah
dengan adanya program manajerial kepala sekolah, apakah
sudah terdapat juknis mengenai pelaksanaan program
manajerial kepala sekolah, apakah tujuan program
manajerial kepala sekolah, apakah program manajerial
55
kepala sekolah sejalan dengan visi dan misi atau tujuan
serta target sekolah, apakah program manajerial kepala
sekolah sejalan dengan kebutuhan siswa dan guru,
program apa sajakah yang termasuk dalam program
manajerial kepala sekolah, apakah manfaat program
manajerial kepala sekolah bagi guru, siswa, orang tua atau
wali murid, komite, yayasan, dan juga sekolah, apakah
dengan adanya program manajerial kepala sekolah, kinerja
mengajar guru dapat meningkat, dan apakah dengan
adanya program manajerial kepala sekolah prestasi siswa
dapat meningkat.
b. Input Implementasi Program Manajerial Kepala Sekolah
Berkaitan dengan input implementasi program
manjerial kepala sekolah terdapat beberapa indidkator
yang menjadi dasar pertanyaan–pertanyaan yang diajukan
pada kepala sekolah, antara lain sebagai berikut: apakah
sebelum dilaksanakan program manajerial kepala sekolah
sudah dibuat perencanaan terlebih dahulu, dan
perencanaan tersebut berisi tentang apa saja, siapa saja
yang terlibat dalam perencanaan program manajerial
kepala sekolah, apakah sekolah mendapatkan petunjuk
teknis atau Juknis terkait pelaksanaan program manajerial
kepala sekolah, apakah penjadwalan program sudah
dimanifestasikan dalam perencanaan, apakah terdapat
kendala dalam membuat perencanaan dan penjadwalan
program, apakah bapak membuat juknis dalam program
manajerial kepala sekolah atau berdasarkan dari yayasan
56
terkait, apakah juknis yang sudah ada, pentunjuknya
sudah jelas mengenai mekanisme pelaksanaanya, apakah
sekolah sudah memiliki sarana dan prasarana yang
memadai dalam melaksanakan program–program yang
sudah dibuat terkait program manajerial kepala sekolah,
bagaimana proses pengadaan sarana dan prasarana terkait
program manajerial kepala sekolah, darimanakah sumber
dana yang didapatkan dalam pelaksanaan terkait program–
program sekolah, berapa jumlah dana yang diperoleh
biasanya, bagaimanakah alokasi dana pada setiap kegiatan
yang dilakukan, dan apakah dana yang diberikan sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan kegiatan
terkait program–program sekolah.
c. Proses Implementasi Program Manajerial Kepala Sekolah
Berkaitan dengan program implementasi program
manjerial kepala sekolah terdapat beberapa indidkator
yang menjadi dasar pertanyaan–pertanyaan yang diajukan
pada kepala sekolah, antara lain sebagai berikut:
bagaimankah persiapan yang dilakukan oleh bapak selaku
kepala sekolah dalam melaksanakan program manajerial
kepala sekolah, apa saja yang terdapat dalam program
manajerial kepala sekolah dan bagaimana proses
pelaksanaan kegiatan tersebut, apakah pelaksanaan setiap
kegiatan sudah sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun, berapakah alokasi dana untuk setiap kegiatan,
dan apakah sarpras sudah cukup menunjang kegiatan,
apakah kegiatan sudah sesuai dengan jadwal yang sudah
57
ditetapkan dan apakah terdapat kendala dalam
melaksanakan kegiatan–kegiatan terkait program–program
sekolah, mengenai bagaimana cara menyusun hasil
pertanggungjawaban program–program terkait dan
bagaimanakah laporan hasil evaluasi terkait program
manajerial kepala sekolah yang sudah dilaksanakan,
apakah semua stakeholder memahami dengan jelas apa
yang dipaparkan dalam hasil evaluasi program–program
terkait program manajerial kepala sekolah, apakah manfaat
positif dan negatif dalam program manajerial kepala
sekolah dan apakah program manajerial kepala sekolah
sudah tepat sasaran, apakah program manajerial kepala
sekolah sudah sesuai dengan kebutuhan di sekolah dan
apakah program tersebut sudah sesuai dengan juknis,
apakah ada anggaran RAPBS yang digunakan dan apakah
ada kendala terkait dalam hal dana, bagaimana prosedur
pelaporan program, dan apakah ada hambatan dalam
pelaksanaan program manajerial kepala sekolah, apa saja
faktor–faktor pendukung dalam pelaksanaan program, dan
Sejauh ini apakah program manajerial kepala sekolah
sudah terlaksana dengan baik.
d. Produk Implementasi Program Manajerial Kepala
Sekolah
Berkaitan dengan produk implementasi program
manjerial kepala sekolah terdapat beberapa indidkator
yang menjadi dasar pertanyaan–pertanyaan yang diajukan
pada kepala sekolah, antara lain sebagai berikut: apakah
58
program manajerial kepala sekolah berjalan sesuai dengan
rencana dan apakah perlu dilakukan perbaikan, apa saja
hasil yang sudah dicapai dalam pelaksanaan program
manajerial kepala sekolah, berapa persenkah rencana
program perkegiatan dapat berhasil sesuai dengan yang
sudah ditargetkan, apakah hasil program dapat
memberikan manfaat nyata dan bagi siapa saja, apakah
dampak program manajerial kepala sekolah terhadap
kinerja mengajar guru, apakah dampak program manajerial
kepala sekolah terhadap siswa, orang tua atau wali,
yayasan, komite, dan masyarakat, apakah program
manajerial kepala sekolah akan terus digunakan dimasa
yang akan dating, dan apakah terdapat perbedaan yang
dirasakan dengan adanya program manajerial kepala
sekolah.
2.5 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Eacott (2007) tentang
“Strategy and the Practising Education Leader”
menunjukkan bahwa konsep strategi masih sulit dipahami
oleh ilmuwan dan praktisi. Periset cenderung berfokus
pada perencanaan sebagai satu-satunya sumber strategi
dan oleh karena itu para praktisi telah dituntun untuk
percaya bahwa ini adalah peran strategis mereka. Makalah
ini berpendapat bahwa dengan memperluas pemahaman
kita tentang konsep strategi, praktisi dan ilmuwan dapat
memperoleh wawasan lebih besar mengenai peran strategis
pemimpin pendidikan. Pemahaman yang lebih holistik
59
tentang dimensi strategis kepemimpinan pendidikan akan
memberikan teori kepemimpinan, otoritas sistemik, dan
praktisi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ekosiswoyo (2007)
dengan judul Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif
Kunci Pencapaian Kualitas Pendidikan menunjukan bahwa
Kepala sekolah merupakan salah satu faktor kunci dalam
menentukan terciptanya pendidikan yang berkualitas.
Mengacu pada fungsi dan perannya, kepala sekolah
berperan sebagai manajer dan pemimpin institusi
pendidikan sekolah. Manajemen dan kepemimpinan yang
efektif memerlukan kepala sekolah yang mewujudkan
pemodelan dan kepemimpinan yang transformasional,
ditunjukkan oleh karakteristik seperti pengaruh ideal,
motivasi inspirasi, stimulasi intelektual dan pertimbangan
individual. Mereka harus memberdayakan staf pengajar,
bekerja berdasarkan kerangka waktu yang jelas,
membangun hubungan interpersonal, mengembangkan
prinsip-prinsip yang adil dan dapat dipertanggung
jawabkan dan dapat bekerja dalam tim.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Suratman
(2010) dengan judul Kompetensi Manajerial Kepala
Sekolah, Ketersediaan Sarana Prasarana, Kapabilitas
Mengajar Guru, dan Dukungan Orang Tua, Kaitannya
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Kota Surabaya
menunjukkan bahwa prestasi siswa dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti kompetensi manajerial Kepala
60
sekolah, kompetensi mengajar guru, dukungan orang tua,
dan juga fasilitas sekolah. Hasilnya menunjukkan hal
tersebut ada hubungan langsung yang signifikan antara
kelima variabel penelitian tersebut. Untuk memperbaiki
prestasi siswa, peneliti menyarankan agar: (1) kepala
sekolah mengoptimalkan perannya sebagai manajer (2)
guru meningkatkan kompetensinya (3) orang tua
meningkatkan partisipasi suportif mereka, baik untuk
kegiatan belajar mengajar anak-anak mereka maupun ke
sekolah sebagai administrator proses belajar mengajar.
Penelitaian berikutnya oleh Taswir (2014) dengan
judul: Manajerial Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan
Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Negeri 2 Sinabung Kabupaten Simeulue Banda Aceh, hasil
penelitian menunjukkan: (1) kemampuan manajerial kepala
sekolah dalam menyusun program perencanaan
dirumuskan oleh kepala sekolah dimulai pada tahun
ajaran baru dengan kegiatan antara lain: melaksanakan
supervisi, penilaian kinerja guru, mengikutsertakan guru
untuk mengikuti pelatihan, pembagian tugas tambahan
bagi guru misalnya sebagai wakil kepala sekolah, ketua
jurusan, kepala laboratorium, pembimbing, dan pengelola
perpustakaan; (2) strategi yang dilakukan kepala sekolah
dalam pelaksanaan kinerja guru kemampuan profesional
guru telah dilakukan antara lain, membimbing guru dalam
menyusun perangkat pembelajaran, menerapkan berbagai
model terkait dengan pembelajaran, memberikan motivasi,
61
mengikutsertakan guru-guru dalam berbagai kegiatan
pelatihan atau penataran, dan memberikan kesempatan
bagi guru untuk melanjutkan studi, serta mengaktifkan
kegiatan forum MGMP dan KKG di sekolah; (3) dampak
yang ditimbulkan dari proses pembinaan yang dilakukan
kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja guru, akan
tampak dari adanya perubahan sikap guru-guru yang
mengarah kepada perubahan yang lebih baik, yaitu
kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan
dan menilai proses pembelajaran; (4) kendala yang
dihadapi dalam upaya peningkatan kemampuan
profesional guru antara lain, menyangkut masalah
keterbatasan biaya, keterbatasan waktu, dan terbatasnya
sumber daya manusia, serta terbatasnya pelatihan atau
penataran yang diadakan sehubungan dengan peningkatan
kemampuan profesional guru.
Penelitian selanjutnya oleh Jay (2014) dengan judul
“The Principals Leadership Style And Teachers Performance
In Secondary Schools Of Gambella Regional State, Ethiopia”.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kepala sekolah memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan
keputusan, termasuk komunikasi dan pendelegasian untuk
meningkatkan kinerja guru. Kepemimpinan kepala sekolah
yang bermutu tentu saja akan menghasilkan kinerja yang
baik bagi guru–guru dan akan sangat berdampak pada
prestasi peserta didik.
62
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh
Zulkarnaen (2016) dengan judul “Kompetensi Manajerial
Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pada
SMP Islam Terpadu Kabupaten Aceh” dengan hasil
penelitian bahwa program kepala sekolah dalam
meningkatkan kinerja guru adalah dengan program
pelatihan guru, seminar pendidikan, workshop guru,
MGMP,KKG, memberi penghargaan guru yang berprestasi
dan juga menambah intensif guru serta memberi
kesempatan kepada guru untuk menggunakan perangkat
IT dalam pembelajaran.
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh
Fatmawati (2013) dengan judul penelitian “Kompetensi
Manajerial Kepala Sekolah Menengah Pertama
Sekecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul Yogyakarta”
hasil penelitiannya adalah kompetensi manajerial kepala
sekolah dalam kategori tinggi yaitu dengan capaian
persentase 76,58% dilihat per aspek (1) aspek perencanaan
memiliki kategori tinggi dengan jumlah capaian persentase
mencapai 79,31%, (2) aspek kepemimpinan memiliki
kategori tinggi dengan jumlah capaian persentase mencapai
78,70%, (3) aspek pengorganisasian memiliki kategori tinggi
dengan jumlah capaian persentase 76,25%, (4) aspek
penggerakan memiliki kategori tinggi dengan jumlah
persentase mencapai 76,15%, dan (5) aspek pengawasan
memiliki kategori dengan jumlah persentase mencapai
75,40%. Berdasarkan hasil tersebut maka aspek yang
63
mempunyai kategori tinggi adalah aspek perencanaan yaitu
dengan capaian 79,31% dan aspek yang mempunyai
capaian terendah yaitu aspek pengawasan yaitu 75,40%.
Dari beberapa penelitian terdahulu terkait evaluasi
program, terutama program manajerial kepala sekolah,
dimana hampir semua penelitian terdahulu membahas
mengenai keberhasilan seorang kepala sekolah dalam
memimpin dan mengelola suatu program di sekolah
tersebut, hal ini menandakan bahwa program manajerial
kepala sekolah mempunyai pengaruh positif terhadap
kinerja baik kepala sekolah itu sendiri dan juga guru dalam
pelaksanaan pengelolaan program–program yang ada di
sekolah, pembelajaran yang berkitan dengan kemampuan
guru dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai
pembelajaran, baik yang berkaitan dengan proses
pembelajaran maupun hasil kerjanya. Dalam hal ini
peneliti tertarik ingin meneliti mengenai program
manajerial kepala sekolah dalam meningkatakan kinerja
mengajar guru terutama di SD Kanisius Salatiga, seperti
yang sudah diketahui melalui observasi, sekolah ini belum
pernah ada yang melakukan evaluasi program Manajerial
terhadap Kepala Sekolah dan juga kinerja guru di sekolah
ini masih belum maksimal.
64
2.6 Kerangka Berpikir
Pelaksanaan evaluasi program manajerial kepala
sekolah dalam meningkatan kualitas kepemimpinan kepala
sekolah dan kedisiplinan guru di SD Kanisius Salatiga
seperti bagan dibawah ini.
PROGRAM MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH SD KANISIUS SALATIGA
Context
1. Tujuan Program manajerial kepala sekolah
2. Manfaat Program manajerial kepala sekolah
3. Sasaran
Program manajerial kepala
sekolah
Input
1. Rencana program manajerial kepala sekolah dan Mekanisme pelaksanaan program
manajerial kepala sekolah
2. Sarpras Pendukung program manajerial kepala sekolah
3. Anggaran/
biaya terkait program manajerial kepala sekolah
Process
1. Rencana
Pelaksanaan Program manajerial kepala sekolah
2. Efektifitas program dan efektifitas penggunaan dana program manajerial kepala sekolah
3. Faktor pendukung dan
faktor penghambat
program manajerial kepala sekolah
Product
1. Hasil Program manajerial kepala sekolah
2. Evaluasi program
3. Tindak Lanjut hasil dari program manajerial
kepala sekolah
Hasil Rekomendasi Pada Pihak Sekolah Tentang Program Manjerial Kepala
Sekolah di SD Kanisius Cungkup Salatiga
Hasil Evaluasi Program