Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
1. Definisi Remaja
Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak menuju
dewasa yang umumnya terjadi pada usia 9 tahun dan berakhir pada usia 18
tahun atau akhir belasan tahun. Masa remaja merupakan periode dimana
terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan mulai dari fisik, psikologi
maupun intelektual. Menurut peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 25
tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun
(Depkes RI, 2015). Masa remaja juga adalah masa peralihan atau masa
transisi dari anak menuju dewasa. Pada masa ini begitu pesat mengalami
pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, baik secara emosi,
tubuh, minat, pola perilaku dan juga penuh dengan masalah-masalah pada
remaja (Diananda, 2018)
2. Fase Remaja
Menurut Diananda (2018), Remaja dapat dikelompokkan dalam
beberapa tahapan seperti berikut ini :
a. Pra Remaja (11atau 12 – 13 atau 14 tahun)
Fase pra remaja mempunyai masa yang sangat singkat, hanya 1
tahun untuk laki-laki usia 12 atau 13 tahun – 13 atau 14 tahun. Fase
ini merupakan fase negatif karena terlihat perilaku yang cenderung
negatif. Fase yang sukar untuk hubungan komunikasi antara anak dan
orang tua. Pada fase ini perkembangan fungsi-fungsi tubuh juga
12
terganggu karena mengalami perubahan-perubahan termasuk
perubahan hormonal yang dapat menyebabkan perubahan suasana hati
yang tak bisa diduga.
b. Remaja Awal (13 atau 14 tahun – 17 tahun)
Pada fase ini terjadi berbagai perubahan yang sangat pesat.,
seperti perubahan dan ketidakstabilan emosional. Terjadi perubahan
pada pola hubungan sosial serta pada masa ini identitas sangat
menonjol, pemikiran semakin logis, idealis dan semakin banyak waktu
diluangkan diluar keluarga.
c. Remaja Lanjut (17-20 atau 21 tahun)
Pada masa ini remaja memiliki keinginan untuk menjadi pusat
perhatian, idealis, mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat dan
energi yang besar. Pada fase ini seseorang berusaha untuk
memantapkan identitas diri dan dapat mengontrol emosional.
Pada fase remaja ini terdapat perubahan fisik yang terjadi,
misalnya perubahan pada karakteristik seksual seperti membesarnya
buah dada, terjadi perubahan bentuk pinggang untuk anak perempuan
sedangkan pada anak laki-laki tumbunya kumis, jenggot serta
perubahan suara yang semakin dalam (Diananda, 2018).
B. Berat Badan
1. Definisi Berat Badan
Berat badan adalah salah satu tolak ukur dalam memberikan
gambaran massa tubuh. Berat badan juga merupakan jumlah cairan, lemak,
otot dan mineral tulang didalam tubuh manusia. Berat badan dapat diukur
13
menggunakan timbangan digital. Terjadinya peningkatan berat badan
terjadi karena adanya peningkatan kalori makanan yang melebihi
kebutuhan tubuh akan energi untuk melakukan aktivitas dan metabolisme.
Makanan yang dijadikan energi sesuai dgan porsinya, tidak akan
menyebabkan penimbunan lemak yang pada akhirnya akan menambah
berat badan. Tetapi jika kalori makanan yang berlebih tidak dapat
dijadikan bahan bakar didalam tubuh maka secara otomatis tubuh akan
menyimpan bahan makanan sebagai lemak. Ukuran tubuh seseorang
biasanya dikaitkan dengan resiko antara, lean body fat (lemak) dengan
lean body mass (otot dan tulang), semakin tinggi persentasi lemak pada
tubuh maka semakin kurang ideal dan memiliki resiko tinggi terhadap
berbagai penyakit (Andini, 2016).
2. Klasifikasi Berat Badan
Pengukuran yang biasa digunakan untuk menentukan berat badan
ideal yaitu dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks masa
tubuh ditentukan dengan mengukur perbandingan antara berat badan (kg)
terhadap kuadrat tinggi badan (m2). Dari IMT dapat diketahui klasifikasi
setiap populasi terhadap overweight maupun obesitas. IMT adalah metode
skrining yang dilakukan dalam menentukan kategori berat badan dengan
mudah, seperti underweight, normal, overweight dan obesitas. World
Health Organization (2017) mengemukakan rumus IMT seperti berikut :
IMT=Berat Badan (kg)
[Tinggi Badan (m)]2
14
Hasil perhitungan IMT diklasifikasikan seperti tabel berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Menurut WHO
(Sumber : World Health Organization, 2017)
Kategori IMT (Kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,5-24,9
Overweight >25
Pra-obesitas 25,0-29,0
Obesitas tingkat 1 30,0-34,9
Obesitas tingkat 2 35,0-39,0
Obesitas tingkat 3 >40
Sedangkan di Indonesia, penentuan klasifikasi IMT seseorang sesuai
pada kriteria Asia Pasifik. Adapun tabel klasifikasi IMT menurut kriteria
Asia Pasifik sebagai berikut :
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Menurut Asia Pasifik
(Sumber : World Health Organization, 2017)
Kategori IMT (Kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,6-22,9
Overweight 23-24,9
Obesitas I 25-29,9
Obesitas II >30
C. Overweight
1. Definisi Overweight
Overweight adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara
berat badan dan tinggi badan dari standar yang ditentukan. Sedangkan
obesitas adalah keadaan dimana terjadi peningkatan lemak tubuh, baik di
seluruh tubuh maupun di bagian tertentu (Sugondo, 2006 dalam Anggraeni
2017). Obesitas juga merupakan keadaan patologis yang diakibatkan
konsumsi makanan yang berlebih, sehingga terdapat penimbunan lemak.
15
Obesitas dapat menyebabkan akumulasi lemak pada daerah subkutan dan
jaringan lainnya (Rachmawati, 2012).
Overweight dan obesitas bukan hanya berhubungan dengan berat
badan tetapi juga berkaitan dengan prouksi lemak yang tersimpan didalam
tubuh. Remaja dengan overweight dapat dikenali dengan beberapa tanda
seperti bentuk wajah yang bulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relatif
pendek, dada yang membusung dengan payudara membesar mengandung
jaringan lemak, perut yang membuncit disertai dengan dinding perut yang
berlipat dan kedua pangkal paha bagian dalam yang saling menempel dan
saling bergesekan (Puramawati, 2009 dalam Fahri, 2018).
2. Klasifikasi Overweight dan Obesitas
Menurut Rachmawati, (2012) berdasarkan tempat penimbunan lemak
dalam tubuh, ada dua tipe Overweight dan obesitas, yaitu:
a. Tipe Android (Tipe buah apel)
Orang dengan bentuk tubuh menyerupai buah apel menyimpan
kelebihan lemak di daerah setengah bagian atas tubuh (perut, dada,
punggung dan muka). Cadangan lemak berlebih di daerah perut sering
dihubungkan dengan gangguan metabolisme seperti kolestrol tinggi,
penyakit jantung dan diabetes.
b. Tipe Gynoid (Tipe buah peer)
Orang yang memiliki bentuk tubuh menyerupai buah peer
menyimpan kelebihan lemak di daerah setengah bagian bawah tubuh
(pinggul, paha dan pantat). Seseorang dengan bentuk tubuh seperti ini
16
dapat memiliki pinggang yang sangat kecil, bahu yang sempit dan
pinggul serta paha yang lebih lebar.
Menurut tipenya, overweight dan obesitas diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Inappropiate eating habits
Pada tipe ini faktor utama yang dapat menyebabkan overweight
dan obesitas adalah karena pola makan yang tidak baik atau adanya
kelebihan masukaan makanan dan biasa terjadi pada masa bayi dan
masa remaja.
b. High set point for fat stores
Pada tipe ini cenderung terjadi peningkatan pada deposit lemak
dan kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan. biasanya dimulai pada
masa anak-anak dan remaja.
3. Etiologi Overweight
Overweight dan obesitas adalah suatu permasalahan dengan etiologi
yang cenderung kompleks, multifaktorial dan belum sepenuhnya
diketahui. Keadaan overweight terjadi karena suatu lingkungan dengan
gaya hidup cenderung sedentary atau kurang gerak dan pola makan dengan
makanan yang tinggi kalori dan lemak, menyebabkan kelebihan asupan
energi disimpan dalam jaringan lemak (Adriani, 2012). Overweight juga
merupakan masalah kesehatan yang kompleks. Overweight terjadi karena
adanya kombinasi antara penyebab dan faktor pendukung, termasuk faktor
individu seperti perilaku dan genetik. Perilaku dapat mencakup pola diet,
aktivitas fisik, konsumsi obat-obatan dan penyebab lain. Faktor tambahan
17
yang sangat berkontribusi terjadinya overweight dan obesitas adalah faktor
sosial seperti makanan, pendidikan, dan promosi makanan (CDC, 2017)
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya overweight dan obesitas
antara lain, sebagai berikut :
a. Faktor Perilaku
Perilaku sehat meliputi pola makan sehat dan aktivitas fisik yang
dilakukan secara teratur. Keseimbangan energi yang terjadi dari
pemasukan dan pengeluaran kalori dalam tubuh menjadi peranan
penting dalam mencegah terjadinya peningkatan berat badan.
Aktivitas fisik yang dilakukan pada kalangan masyarakat di Amerika
yang di rekomendasikan untuk remaja adalah melakukan setidaknya
150 menit aktivitas dengan intensitas sedang atau 75 menit dengan
intensitas tinggi serta dapat dikombinasikan antara keduanya.
Memiliki pola makan yang sehat serta aktivitas fisik yang teratur
sangat bermanfaat pada kesehatan jangka panjang dan dapat
mencegah penyakit kronis seperti diabetes tipe 2 dan penyakit jantung
(CDC, 2017).
b. Faktor Genetik
Overweight dan obesitas dapat diturunkan dari keluarga, tidak
hanya melalui gen tetapi pola hidup dan kebiasaan makan dapat
mendorong terjadinya overweight. Hasil Penelitian menunjukkan rata-
rata faktor genetik memberikan kontribusi sebesar 33% terhadap berat
badan seseorang. Selain overweight dapat diturunkan melalui
keluarga, faktor genetik ini juga ikut dalam menentukan jumlah unsur
18
sel lemak dalam tubuh. Sebagai contoh ketika seseorang yang
overweight sedang hamil maka jumlah sel lemak akan berpengaruh
terhadap bayi yang dikandung. Jika kedua orang tua menderita
overweight atau obesitas sekitar 80% anaknya akan menjadi gemuk,
apabila salah satu yang mengalami overweight atau obesitas maka
kejadian menjadi 40% dan jika keduanya tidak mengalami overweight
atau obesitas maka prevalensinya turun menjadi 14% (Cahyono 2008
dalam Sayoga 2014).
c. Faktor Lingkungan Masyarakat
Masyarakat dan keluarga dapat membuat keputusan berdaarkan
lingkungan atau komunitas mereka. Pada saat ini banyak orang yang
memilih untuk tidak berjalan atau bersepeda ke sekolah, toko maupun
tempat kerja dikarenakan kurangnya trotoar atau jalur sepeda yang
aman. Tidak hanya itu kondisi pada komunitas, rumah, dan sekolah
dapat mempengaruhi perilaku seseorang sehari-hari. Oleh karena itu
sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mudah untuk
melakukan aktivitas fisik dan makan makanan yang sehat (CDC,
2017).
d. Faktor Tingkat Sosial
Di kehidupan sehari-hari terdapat suatu hubungan antara status
ekonomi sosisal dengan prevalensi overweight. Di tingkat sosial yang
rendah banyak makanan yang sukar di dapat sehingga overweight
tampak sebagai suatu indikator visual terhadap tingkat kesejahteraan
dan status. Namun pada tingkat sosial yang lebih tinggi, tubuh ideal
19
dianggap sebagai suatu keinginan yang harus diraih sedangkan
overweight dipandang sebagai suatu indikator terhadap status yang
lebih rendah. Tingkat sosial ini sangat mempengaruhi pemilihan jenis
dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Dengan adanya perubahan
gaya hidup yang menjurus pada penurunn aktivitas fisik yang
dilakukan seperti ke sekolah menggunakan kendaraan bermotor, dan
untuk tingkat sosial yang tinggi junk food sangat digemari dan mudah
terjangkau sehingga dapat menimbulkan risiko overweight dan
obesitas (Rachmawati, 2012).
4. Dampak Overweight
Dampak overweight dan obesitas pada kesehatan menurut CDC,
(2017) adalah seseorang yang mengalami overweight dan obesitas berisiko
lebih tinggi terhadap banyak penyakit serius dan kondisi kesehatan
dibandingkan dengan seseorang yang memiliki berat badan normal atau
sehat. Dan menurut Adriani, (2012) overweight dan obesitas bukan hanya
tidak enak dipandang mata melainkan dapat mengganggu kesehatan.
Obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit serius
dan gangguan kondisi kesehatan yaitu sebagai berikut :
a. Tekanan Darah Tinggi (hypertension).
Terdapat hubungan antara kejadian hipertensi dan berat badan.
Semakin tinggi peningkatan berat badan pada seseorang, maka
semakin banyak risiko terjadinya hipertensi. Risiko terjadinya
hipertensi meningkat 1,6 kali untuk overweight dan menjadi 2,5-3,2
kali untuk obesitas kelas 1 dan menjadi 3,9-5,5 kali untuk obesitas
20
tingkat 2 dan 3. Penurunan berat badan juga terbukti dapat
menurunkan tekanan darah seseorang.
b. Kolestrol LDL tinggi, kolestrol HDL rendah atau kadar trigliserida
tinggi.
c. Diabetes Mellitus tipe 2.
Massa lemak tidak hanya tempat penyimpanan cadangan energi,
akan tetapi sebagai jaringan dinamis dengan berbagai fungsi.
Kelebihan massa lemak juga dikaitkan dnegan keadaan resistensi
insulin yang berhubungan dengan diabetes mellitus. Overweight dan
obesitas akan meningkatkan angka kejadian diabetes mellitus 3-4 kali
dibandingkan orang dengan IMT normal.
d. Stroke.
Pola makan yang salah juga dapat memicu terjadinya stroke usia
muda. Disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi makanan cepat saji
(junk food) yang tidak baik dengan kandungan kolesterol tinggi.
Koesterol tidak baik bagi kesehatan, terutama bila terjadi
penyumbatan pada pembuluh darah dan mengenai pembuluh darah
otak bisa membuat seseorang stroke.
e. Sleep apnea dan masalah pernapasan (kegagalan untuk bernafas
secara normal ketika sedang tidur dan menyebabkan berkurangnya
kadar oksigen dalam darah).
f. Nyeri badan dan kesulitan dalam fungsional fisik.
g. Kualitas hidup rendah.
21
h. Penyakit mental seperti depresi, kecemasan dan gangguan mental
lainnya.
D. Fisiologis Tubuh
1. Metabolisme Lemak
Lemak adalah bentuk persediaan energi yang terbanyak
dibandingkan dengan persediaan karbohidrat sebagai sumber energi.
Sedangkan asam lemak merupakan sumber energi yang penting untuk
jaringan tubuh, beberapa jaringan cenderung menggunakan asam lemak
untuk mencukupi energi daripada glukose. Pada saat berpuasa pasokan
glukosa akan semakin menurun, dan lemak merupakan bahan yang
digunakan sebagai sumber energi. Proses metabolisme lemak melalui beta
oksidasi yaitu proses yang dapat mengubah lemak (asam lemak) menjadi
ATP (Adenosin Triphospat), banyaknya ATP dapat dihasilkan sesuai
dengan kandungan atom C (Carbon) dari jenis lemak tertentu. (Andriani,
2016).
2. Metabolisme Protein
Metabolisme protein yaitu melalui tiga tahapan, salah satunya
adalah asam amino sebagai pembentukan otot. Asam amino yang banyak
diproduksi oleh tubuh adalah asam amino non esensial glutamin. Akan
tetapi glutamin dari luar tubuh juga diperlukan seperti suplementasi
glutamine yang berfungsi untuk menjaga konsistensi perkembangan otot
tubuh.. Peran penting dari asam amino adalah dapat meningkatkan massa
otot, dengan memenuhi kebutuhan protein harian maka kebutuhan utama
pembentukan otot telah terpenuhi. Semakin banyak otot yang terbentuk
22
maka semakin sedikit ruang berlemak didalam tubuh. Selain itu peran
asam amino adalah meningkatkan hormon pertumbuhan yang dimana
hormon tersebut dapat mempengaruhi perkembangan massa otot dan
membantu proses pembakaran lemak menjadi energi (Wijayanti, 2017).
3. Komposisi Cairan Tubuh
Tubuh manusia terdiri dari cairan dan zat padat, 40% tubuh
manusia terdapat zat padat dan 60% dari tubuh manusia adalah cairan.
Pada orang yang memiliki berat tubuh yang seimbang, kandungan dari
protein sebesar 17%, lemak 17% dan karbohidrat sebesar 5% komposisi
paling besar didalam tubuh adalah air, hampir seluruh reaksi didalam
tubuh membutuhkan air dan komponen paling penting bagi tubuh
merupakan cairan tubuh (Almatsier, 2003; dalam Rahmi, 2019).
Cairan tubuh memiliki dua kompartemen yaitu intrasel dan
ekstrasel. 67% cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan
33% cairan tubuh berada diluar sel (cairan ekstrasel/CES). Sel organisme
multiseluler pada manusia hidup dalam lautan cairan yang dibungkus oleh
kulit organisme berupa cairan ekstrasel/CES. Semua sel organisme yang
ada memerlukan nutrisi O2 oleh CES dan semua sel organisme
multiseluler membuang sisa metabolisme kedalam CES. Tugas dari CES
itu sendiri yaitu menyediakan nutrisi sel dan sebagai pembersih sisa
metabolisme sel, selain itu juga sebagai medium transportasi substansi
kimia atau transmisi impuls dari satu sel ke sel yang lain (Atikah, 2010).
23
E. High Intensity Interval Training (HIIT)
1. Definisi HIIT
High Intensity Interval Training adalah bentuk latihan kardio yang
menggunakan kombinasi antara latihan dengan intensitas tinggi dan
intensitas sedang atau rendah dalam selang waktu tertentu. HIIT juga
merupakan latihan dengan prinsip aerobik yang berfungsi untuk membakar
kalori dan meningkatkan kekuatan, daya tahan sistem kardio, kapasitas
paru dan kebugaran fisik. HIIT dapat dilakukan selama 4-30 menit
(Barlett, 2013 dalam Permata, 2018).
2. Manfaat HIIT
Salah satu manfaat utama HIIT menurut Tinsley (2017) adalah
ketika penggunaan latihan interval kerja ke pemulihan yang tepat dapat
melatih tubuh dalam memproduksi dan menggunakan energi dari sistem
energi anaerobik. Hal ini juga dapat melatih tubuh untuk secara efektif
menghilangkan sisa metabolisme dari otot-otot di antara interval kerja.
Selain itu, HIIT juga dapat memberikan beberapa manfaat untuk
kesehatan, yaitu :
a. HIIT dapat membakar banyak kalori dalam jumlah waktu yang
singkat.
Salah satu membandingkan kalori yang terbakar selama masing-
masing 30 menit antara HIIT, latihan beban, lari dan bersepeda. Para
peneliti menemukan bahwa HIIT mampu membakar 25-30% lebh
banyak kalori dari pada bentuk olahraga yang lainnya.
24
b. Dapat meningkatkan metabolisme lebih tinggi selama berjam-jam
setelah latihan
Beberapa studi telah menunjukkan kemampuan HIIT untuk
meningkatkan laju metabolisme seseorang selama berjam-jam setelah
berolahraga. Dan HIIT juga ditemukan dapat membantu metabolisme
menggunakan lemak untuk energi.
c. HIIT dapat menurunkan berat badan dan lemak tubuh
Penelitian menunjukkan HIIT dapat membantu untuk
menurunkan berat badan dan lemak tubuh. Selain itu, satu studi
menemukan bahwa orang yang melakukan HIIT tiga kali per minggu
selama 20 menit per sesi dapat menurunkan 4,4 pound atau 2 kg
lemak tubuh dalam 12 minggu tanpa perubahan pola makan.
d. HIIT dapat meningkatkan konsumsi oksigen
Satu studi menemukan bahwa lima minggu latihan HIIT dlakukan
empat hari per minggu selama 20 menit setiap sesi mampu
meningkatkan konsumsi oksigen sebesar 9%.
e. HIIT dapat mengontrol detak jantung dan mengurangi tekanan darah
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa HIIT bahkan dapat
mengurangi tekanan darah lebih dari latihan intensitas sedang pada
seseorang yang kelebihan berat badan dan obesitas yang sering
memiliki tekanan darah tinggi.
25
F. Tabata Workout
1. Definisi Tabata Workout
Latihan tabata termasuk dalam jenis latihan High Intensity Interval
Training (HIIT), istilah tabata ini digunakan oleh Dr. Izumi Tabata
seorang ahli pelatih fisik asal Jepang sekaligus ilmuwan pada tahun 1996..
Penelitian yang dilakukan pada tahun tersebut didapatkan hasil bahwa
dalam latihan yang dilakukan selama 6 minggu dapat meningkatkan
kapasitas anaerobik sebesar 28% dan kenaikan VO2max sebesar 14%.
(Olson, 2014; Emberts et al., 2013).
Tabata Workout adalah metode latihan yang dilakukan selama 4 menit
dengan empat segmen delapan gerakan. Setiap segmen membutuhkan
waktu selama satu menit dengan frekuensi gerakan 20 detik latihan dan 10
detik istirahat. Tabata workout merupakan metode latihan yang dapat di
modifikasi gerakan dan waktu latihannya, pada latihan Tabata Workout
dilakukan selama 20 menit (Fazriyati, 2013; Embert et al., 2013)
2. Manfaat Tabata Workout
Tabata Workout memiliki beberapa manfaat yaitu dapat membakar
lemak, meningkatkan metabolisme tubuh selama dan setelah latihan,
latihan tabata dilakukan dalam latihan yang cepat dan waktu yang singkat,
meningkatkan sistem aerobik dan anaerobik, mampu meningkatkan
etangguhan mental dan kekuatan pada atlet serta dapat digunakan dalam
berbagai aktivitas (Asidik, 2015 dalam Fachri, 2018).
26
3. Kontraindikasi Tabata Workout
Adapun beberapa kontraindikasi latihan tabata menurut Herodek et
al., (2014) sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskular
Tidak semua orang dapat melakukan tabata workout, beberapa
kontraindikasi penyakit kardiovaskular. Hal tersebut dikarenakan
intensitas tinggi yang terdapat pada latihan tabata sehingga selama
latihan kerja jantung semakin besar. Jika dipaksa untuk melakukan
latihan dapat berakibat fatal apabila orang yang memiliki gangguan
kardiovaskular. Jika terjadi masalah dengan pernapasan atau terdapat
nyeri dada maka perlu melakukan pendinginan secepatnya.
b. Gangguan muskuloskeletal
Latihan tabata merupakan jenis latihan yang menggunakan
intensitas tinggi sehingga memiliki risiko cidera yang tinggi pula.
Seseorang dengan gangguan muskuloskeletal menjadi kontraindikasi
karena dapat berakibat pada sistem musculoskeletal. Oleh karena itu
sangat penting dilakukan pemanasan dan pendinginan pada saat
melakukan latihan ini.
4. Dosis dan Teknik Tabata Workout
Tabata workout merupakan olahraga yang melibatkan seluruh bagian
tubuh, tabata workout disarankan untuk dilakukan 2-3 jam seminggu tetapi
diperlukan istirahat selama 48-72 jam sebelum melakukan latihan
selanjutnya. Adapun pelaksanaan Tabata Workout yang dilakukan selama
20 menit per sesi, setiap gerakan dalam latihan ini dilakukan dua kali
27
(setelah selesai melakukan semua gerakan pada tabel, maka ulangi gerakan
dari awal sebanyak satu kali) dengan rasio 20 detik latihan /10 detik
istirahat serta setiap sesi diselingi istirahat selama satu menit /60 detik
(Emberts et al., 2013).
Tabel 2.3 The 20-Menit Tabata Workout Protocol
(Sumber : Emberts et al., 2013)
Menit Ke-1 Menit Ke-2 Menit Ke-3 Menit Ke-4
Segmen 1 High Knee
Run
Plank Punch Jumping
Jacks
Side Skaters
Segmen 2 Jump Rope In/Out Boat Line Jumps Push-Ups
Segmen 3 Burpees Russian Twists Squats Lunges
Segmen 4 Mt. Climbers Push-Ups Split Squat Box Jump
Biomekanika Tabata Workout sebagai berikut :
a. High Knee Run
High knee run dilakukan dengan berdiri di tempat, dengan
membuka kaki selebar bahu, gerakan lutut kanan kearah dada minimal
hip fleksi 90o dan letakkan kembali ke lantai, lakukan gerakan tersebut
secara bergantian dengan intensitas yang cukup cepat atau secepat
mungkin (Weir, 2019). Otot yang berperan dalam gerakan high knee
run antara lain otot Guteus maksimus,otot Gluteus minimus, otot
Tensor fasia latae, otot Adductor magnus, otot Illiopsoas, otot
Quadriceps, otot Hamstring medial, otot Gastrocnemius dan otot
Tibialis anterior (Physiopedia, 2018). Berikut adalah gambar dari
gerakan High Knee Run :
28
Gambar 2.1 Gerakkan High Knee Run (James, 2015)
b. Plunk Punch
Plank Punch dilakukan dengan awalan posisi tengkurap,
shoulder dan elbow posisi fleksi 90o serta telapak tangan berperan
sebagai tumpuan. Kemudian lakukan gerakan seperti memukul dengan
jari-jari menggenggam hingga shoulder fleksi 180o disalah satu tangan
dengan tangan yang satu sebagai tumpuan. Lakukan gerakan tersebut
dengan kedua tangan secara bergantian tanpa memutar atau
membiarkan bokong naik ke udara. Pertahankan pukulan dengan
kecepatan yang terkendali dan ada plank punch dapat dilakukan juga
penguatan perut dengan kontraksi perut dan kontraksi pada bagian
gluteus (Lefkowith, 2018). Pada gerakan plank punch otot-otot yang
teraktifasi adalah otot Rectus abdominis, otot Eksternal oblique, otot-
otot core, pelvis, hip, shoulder dan triceps (Cespedes, 2017). Berikut
adalah gambar dari gerakan Plank Punch :
Gambar 2.2 Gerakkan Plunk Punch (Anonim, 2016)
29
c. Jumping Jacks
Jumping Jacks dilakukan dengan posisi awal berdiri tegak,
kemudian lakukan gerakan melompat dengan membuka kedua kaki
dan tangan. Kedua tangan yang dibuka lalu disatukan diatas kepala
kemudian badan kembali lurus tegak seperti posisi awal. Lakukan
gerakan dengan intensitas sedang dan berulang. Pada latihan ini,
jumping jacks akan mengaktifkan otot tubuh antara lain otot
Gastrocnemius, otot Gluteus Minimus, otot Gluteus Medius, otot
Adductor, otot Latisimus Dorsi, otot Pectoralis Mayor, otot
Deltoideus, otot Teres Mayor, otot Triceps Brachii, otot Rectus
Abdominis, otot Obliques, otot Psoas Mayar dan otot Erector Spine
(Schirm, 2019). Berikut adalah gambar dari gerakan Jumping Jack :
Gambar 2.3 Gerakkan Jumping Jacks (Spotebi, 2019)
d. Side Skaters
Latihan ini dilakukan dengan posisi awal dengan lutut kaki
kanan ditekuk atau squat kecil dan kaki kiri dalam posisi knee fleksi
dan hip adduksi hingga masuk ke belakang kaki kanan. Lalu kaki kiri
digunakan untuk mendorong diri ke bagian kiri lalu mendarat
menggunakan kaki kiri. Lakukan gerakan kearah berlawanan dan
secara berulang (Lefkowith, 2015). Pada latihan ini otot-otot utama
30
yang teraktifasi antara lain otot Gluteus Medius, otot hamstrings, otot
Quadriceps serta otot-otot core (Fuhr, 2013). Berikut adalah gambar
dari gerakan Side Skaters :
Gambar 2.4 Gerakkan Side Skaters (Shy, 2018)
e. Jump Rope
Jump Rope adalah gerakan melompat dengan menggunakan tali.
Jump Rope dilakukan dengan posisi awal berdiri tegap dan elbow
fleksi 90o dengan memegang tali, lalu lakukan gerakan memutar tali
dan secara bersaman kaki melompati tali tersebut. Apabila di rumah
tidak mempunyai tali, dapat dilakukan jump rope dengan seolah-olah
tangan memutar tali. Lakukan latihan ini dengan intensitas tinggi.
Pada gerakan ini dapat mengaktifkan otot-otot tubuh seperti otot
Gastrocnemius, otot Quadriceps, otot Hamstring, otot Gluteus, otot
Pectoralis Mayor, otot-otot bagian dada, core dan punggung
(Strzeszewski, 2017). Berikut adalah gambar dari gerakan Jump Rope:
Gambar 2.5 Gerakkan Jump Rope (Spotebi,2019)
31
f. In/Out Boat
In/out Boat merupakan gerakan dengan posisi awal duduk
dengan lutut di tekuk dan kaki menumpu pada lantai. Kemudian
fleksikan hip dan ekstensi knee hingga kaki terangkat lalu tangan
dengan posisi lurus kedepan bersamaan dengan kaki hingga tubuh
membentuk huruf V, tahan posisi tersebut selama beberapa saat dan
kembali ke posisi awal dengan posisi duduk. Pada gerakan ini otot-
otot yang bekerja adalah otot-otot core (abdominal, hip flexor, dan
bagian punggung bagian bawah), otot Biceps dan otot Triceps serta
otot Quadriceps dan dapat meregangkan otot Hamstring (Davis,
2016). Berikut adalah gambar dari gerakan In/Out Boat:
Gambar 2.6 Gerakkan In/Out Boat (Sworkit, 2019)
g. Line Jumps
Line Jumps merupakan latihan yang dimana telah digambarkan
sebuah garis, posisi awal line jump adalah berdiri tegak tepat
disamping garis yang telah di gambarkan dengan kedua tangan
disamping tubuh. Kemudian lakukan gerakan melompati garis dengan
kedua kaki secara bersamaan, lakukan gerakan secara berulang. Pada
gerakan line jump otot yang teraktifasi antara lain otot Quadriceps,
otot Adductor, otot Gastrocnemius, otot Soleus, dan otot Tibialis
32
Anterior (Anonim, 2018). Berikut adalah gambar dari gerakan Line
Jumps :
Gambar 2.7 Gerakkan Line Jumps (Spotebi, 2019)
h. Push-Up
Push Ups adalah latihan yang dilakukan dengan posisi awal
tubuh tengkurap, lengan dan wrist menjadi tumpuan lalu mengangkat
dan menurunkan tubuh menggunakan lengan. Pada gerakan push ups
dapat melatih otot Pectoralis, otot Triceps dan otot Anterior Deltoid.
Ketika melakukan gerakan push ups otot yang bekerja antara lain otot-
otot core, otot Deltoid, otot Triceps Brachii, otot Biceps dan otot-otot
dada serta lengan bawah (Bowling, 2016). Berikut adalah gambar dari
gerakan Push-Ups :
Gambar 2.8 Gerakkan Push-Ups (Olson, 2014)
i. Burpees
Burpees adalah latihan dengan 4 poin gerakan. Gerakan burpees
dimulai dengan awalan berdiri kemudian jongkok dengan posisi
tangan di lantai tepat di depan kaki, lalu tendang kedua kaki kearah
33
belakang dengan tangan lurus , lalu lakukan gerakan push ups dan
gerakan selanjutnya kembali pada posisi berjongkok dengan tangan
dilantai, dan kembali ke posisi berdiri dengan gerakan melompat.
Otot-otot yang teraktifasi pada gerakan burpees adalah otot
Quadriceps, otot Hamstring, otot Gluteus Maksimus, otot Erector
Spine, otot Trapezius, otot Deltoideus, otot Latissimus Dorsi, otot
Triceps Brachii, otot Pectoralis Mayor, otot Biceps Brachii serta otot-
otot lengan bawah (Rider, 2017; Dale, 2017). Berikut adalah gambar
dari gerakan Burpees :
Gambar 2.9 Gerakkan Burpees (Joshua, 2012)
j. Rusian Twists
Russian Twist adalah gerakan yang dapat melibatkan otot-otot
abdominal terutama otot Oblique Internal, dan Eksternal. Gerakan
Russian twist ini dilakukan dengan posisi awal duduk dilantai dengan
kedua lutut ditekuk, kemudian kedua kaki diangkat sekitar 15-20 cm,
gerakan lutut dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan gerakan
bahu ke arah yang berlawanan dengan gerakan lutut, lakukan gerakan
secara bergantian (Bernstein, 2017). Berikut adalah gambar dari
gerakan Rusian Twists :
34
Gambar 2.10 Gerakkan Rusian Twists (Sugar, 2018)
k. Squat
Gerakan Squat dilakukan dengan posisi awal berdiri tegak
dengan kaki dibuka selebar bahu, lalu turunkan tubuh secara perlahan
dengan cara memfleksikan paha hip serta knee, pada posisi ini knee
tidak boleh melebihi jari-jari kaki. Otot yang berperan pada gerakan
squat antara lain otot Erector Spine, otot Gluteus Maksimus, otot
Hamstring dan otot Quadriceps (Schirm, 2017). Berikut adalah
gambar dari gerakan Squat :
Gambar 2.11 Gerakkan Squat (Spotebi, 2019)
l. Lunges
Gerakan lunges dapat mengaktifasi otot Quadriceps, otot
Hamstring dan otot Gluteus. Posisi awal pada gerakan lunges adalah
berdiri tegak, langkahkan kaki kiri sekitar 20-30 cm ke depan tubuh
lalu fleksikan kedua hip dan knee sehingga tubuh dalam posisi turun.
Pertahankan bagian depan knee tidak melewati jari-jari kaki bagian
35
kiri untuk menghindari sprain pada daerah lutut. Kemudian lakukan
dorongan dengan kaki kiri dan kembali pada posisi awal dan lalukan
gerakan secara bergantian (Farley, 2017). Berikut adalah gambar dari
gerakkan Lunges :
Gambar 2.12 Gerakkan Lunges (Spotebi,2019)
m. Mountain Climbers
Mountain Climbers posisi awalan plank kemudian salah satu
kaki diarahkan pada bagian dada, kaki yang maju tidak boleh
menyentuh lantai atau posisi bahu berpindah, lalu arahkan kaki ke
posisi awal. Lakukan gerakan secara bergantian pada kedua kaki
dengan intensitas yang sedang. Pada gerakan Mountain Climbers otot
yang teraktifasi antara lain otot Deltoideus, otot Triceps Brachii, otot
Rectus Abdominis, otot Erektor Spine, otot Quadriceps, otot
Hamstring, otot Gluteus serta otot-otot core (Gershon, 2017). Berikut
adalah gambar gerakkan Mountain Climbers :
Gambar 2.13 Gerakkan Mountain Climbers (Spotebi,2019)
36
n. Split Squat
Split Squat bertujuan untuk mengaktifasi otot Quadriceps, otot
Gluteus Maksimus, otot Soleus dan otot Adductor Magnus. Pada
latihan ini dilakukan dalam posisi awal berdiri di depan bangku yang
telah disediakan dan apabila memiliki dumbles dapat digunakan
dengan memegang dumbles di setiap tangan. Lalu letakkan kaki kanan
kearah belakang tubuh atau di atas bangku bagian belakang dengan
ujung kaki sebagai tumpuan. Tekuk lutut pada kaki kiri secara
perlahan hingga posisi jongkok dan menyentuh lantai. Kemudian
posisikan tubuh seperti posisi awal dan dapat dilakukan secara
bergantian (Dawn, 2017). Berikut adalah gambar gerakkan Splint
Squat :
Gambar 2.14 Gerakkan Splint Squat (Spotebi,2019)
o. Box Jump
Box Jump merupakan latihan yang dapat meningkatkan
kelincahan dan kekuatan serta membantu meningatkan lompatan
vertical pada atlet. Box Jump dilakukan menggunakan box setinggi
30-50 cm yang dapat disesuaikan dengan kemampuan. Posisi awal
pada latihan ini dengan berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu,
lalu lakukan gerakan melompat ke atas box dan saat mendarat coba
untuk meredan kekuatan kaki dan dengan posisi squat. Tahan selama
37
kurang lebih 2-3 detik lalu berdiri tegak pada box dan kemudian
melangkah turun. Pada gerakan ini melibatkan otot hamstring dan
gluteus (Grinnell, 2018). Berikut adalah gambar dari gerakkan Box
Jump :
Gambar 2.15 Gerakkan Box Jump (Eric & Maleka, 2012)
G. Intermittent Fasting Diet
1. Definisi Intermittent Fasting Diet
Intermittent Fasting Diet adalah strategi diet yang dilakukan dengan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang diberikan periode waktu
untuk dapat mengkonsumsinya. Intermittent Fasting Diet adalah proses
peredaran masuk dan keluar dari periode makan dan tidak makan
(Templeman et al., 2018). Intermittent Fasting adalah sebagai pendekatan
penurunan berat badan yang telah ada dalam berbagai bentuk, tetapi
Intermittent Fasting sangat terkenal pada tahun 2012 oleh jurnalis siaran
BBC Dr. Michael Mosley dalam film dokumenter TV Eat Fast, Live
Longer dan buku The Fast Diet. Dan diikuti oleh jurnalis Kate Harrison
The 5 : 2 Diet berdasarkan pengalamannya sendiri. Intermittent Fasting
Diet menghasilkan hal positif yang stabil dari efektivitasnya yang
berkembang baik (Tello, 2018).
38
2. Jenis Intervensi Intermittent Fasting Diet
Menurut Ganesan terdapat beberapa jenis intervensi Intermittent
Fasting Diet sebagai berikut:
Tabel 2.4 Types of Interventions Intermittent Fasting
(Sumber : Ganesan, 2018)
Jenis Intervensi Deskripsi
Puasa bergantian
hari (Alternate Day
Fasting)
Pada hari puasa dimana individu hanya
mengkonsumsi 25% dari kebutuhan energi di
selingi dengan pemberian makanan.
Latihan (Exercise) Program latihan intensitas sedang selama tiga
kali seminggu dibawah kondisi yang di awasi
menggunakan denyut jantung maksimum
Kombinasi
(Combined)
Kombinasi antara Puasa bergantian hari
(Alternate day fasting) dan latihan (Exercise)
Diet Rendah Kalori
(Very Low Calorie
Diets)
Asupan energi harian 450 kkal diikuti dengan
fase refeeding, dimana makanan biasa
diperkenalkan secara bertahap. Selama
treatment berlangsung individu diet
hypocaloric 500 kkal
Sedangkan menurut Patterson & Sears Intermittent Fasting Diet
dibagi menjadi beberapa jenis intervensi, yaitu :
Tabel 2.5 Intermittent Fasting Regimens
(Sumber : Patterson & Sears, 2017)
Jenis Intervensi Deskripsi
Complete
Alternate-day
fasting
Tipe ini dilakukan dengan metode puasa
bergantian hari (tidak ada makanan dan
minuman yang dikonsumsi selama puasa)
Modifed fasting
regimens
Mengkonsumsi makanan 20-25% dari
kebutuhan energi pada saat puasa. Metode yang
digunakan 5 hari pembatasan kalori dan 2 hari
berpuasa.
Time-restricted
feeding
Pada tipe ini diizinkan untuk mengkonsumsi
asupan energi dalam jangka waktu tertentu.
Religious fasting Puasa yang dilakukan untuk tujuan keagamaan
atau spiritual.
39
3. Metode Intermittent Fasting Diet
Menurut Moodie (2018), terdapat berbagai metode pada
Intermittent Fasting Diet, sebagai berikut :
a. 5:2 : Pada metode ini individu makan secara normal lima hari
semiggu. Dua hari lainnya adalah Intermittet Fasting atau hari puasa.
Pada saat puasa individu hanya mengkonsumsi 500 hingga 600 kalori.
b. Eat-Stop-Eat (makan-berhenti-makan) : Pada metode ini individu
membatasi semua makanan selama 24 jam tetapi dilakukan sekali atau
dua kali seminggu.
c. 16/8 : Metode ini individu dapat mengkonsumsi semua kalori harian
dalam waktu yang singkat, biasanya 6 jam hingga 8 jam lalu berpuasa
untuk sisa waktu 14 jam hingga 16 jam. Metode ini dapat dilakukan
setiap hari atau beberapa kali seminggu.
4. Manfaat Intermittent Fasting Diet
Menurut Moodie (2018) terdapat beberapa manfaat dalam melakukan
Intermittent Fasting Diet, sebagai berikut :
a. Memperbaiki pola makan
b. Meningkatkan penurunan berat badan
c. Meningkatkan energi
d. Perbaikan sel dan autophagy (ketika tubuh mengkonsumsi jaringan
yang rusak untuk menghasilkan bagian-bagan yang baru)
e. Mengurangi resistensi insulin dan melindungi tubuh terhadap diabetes
mellitus tipe 2
f. Menurunkan Kolestrol
40
g. Melindungi dari penyakit neurodegenerative seperti Alzheimer dan
Parkinson
h. Meningkatkan daya ingat dan fungsi otak