Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
2.1. Sepakbola dan Sejarah Sepakbola di Indonesia
2.1.1 Pengertian dari Sepakbola
Sepak bola ditemukan di China pada abad ke 2 sebelum masehi. Sepak bola
pertama kali dimainkan dengan menggunakan bola yang terbuat dari kulit dan digiring
dewngan menggunakan kaki. Pada tahun 1365, raja Edward III melarang permainan
sepakbola karena dianggap terdapat banyak kekerasan selama pertandingan. Pemain
Sepak Bola terdiri dari 11 orang pemain dimana formasinya ditentukan oleh masing -
masing tim namun biasanya formasinya terdiri dari: seorang penjaga gawang, 2 - 4
orang pemain bertahan, 2 - 4 orang pemain tengah dan 1 - 3 orang pemain penyerang.
Penjaga gawang adalah satu - satunya pemain yang boleh memegang bola untuk
melindungi gawang dari serangan tim lawannya. Biasanya penjaga gawang memakai
seragam yang berbeda dari pemain lainnya. Pemain bertahan bertugas menjaga
pertahanan dari tim lawan. Pemain tengah dibagi lagi dengan yang bermain dekat
dengan penyerang dan pemain tengah bertahan yang dekat dengan pemain bertahan,
2
sedangkan sesuai dengan namanya penyerang memiliki tugas untuk menyarangkan
bola ke gawang tim lawan.1
Sepakbola adalah olahraga yang paling banyak digemari di seluruh dunia termasuk
di Indonesia dan seiring perkembangan zamannya popularitas sepakbola dapat menarik
minat bagi masyarakat. Sepak bola bukan lagi sekedar joga bonito (permainan indah)
dari para aktornya untuk menciptakan gol dan meraih kemenangan. Sepak bola juga
tidak lagi sekedar pertandingan 2 x 45 menit (plus extra time dan adu penalti), tetapi
sepak bola telah memberikan pelajaran terhadap refleksi manusia. Salah satunya
tentang multikulturalisme. Sepak bola menjadi cabang olahraga yang paling
multikultural dari cabang olahraga lainnya. Olahraga sepak bola sukses mengobrak-
abrik sekat sosial, kultural, etnis, agama, ideologi, dan negara. Sepakbola merupakan
salah satu olahraga yang paling populer di dunia saat ini. Dapat dikatakan bahwa setiap
orang pasti mengenal sepakbola, sekalipun orang itu tidak menyukainya. Olah raga ini
juga disebut sebagai olah raga yang paling merakyat karena hampir bisa ditonton oleh
semua golongan dan lapisan dalam masyarakat.2
Sepakbola merupakan cabang olahraga yang menggunakan bola yang umumnya
terbuat dari bahan kulit dan dimainkan oleh dua tim yang masing-masing
1 https://sejarahlengkap.com/indonesia/sejarah-sepak-bola 2 Mueller, Robert; Cantu; Van Camp, Steven (1996). "Team Sports". Catastrophic Injuries in High
School and College Sports. Champaign: Human Kinetics. hlm. 57. Diakses tanggal 26 January 2019. Soccer
is the most popular sport in the world and is an industry worth over US$400 billion world wide. 80% of this is
generated in Europe, though its popularity is growing in the United States. It has been estimated that there
were 22 million soccer players in the world in the early 1980s, and that number is increasing. In the United
States soccer is now a major sport at both the high school and college levels
3
beranggotakan 11 (sebelas) orang pemain inti dan beberapa pemain cadangan.
Memasuki abad ke-21, olahraga ini telah dimainkan oleh lebih dari 250 juta orang di
200 negara, yang menjadikannya olahraga paling populer di dunia. Sepak bola
bertujuan untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya dengan memasukan bola
ke gawang lawan. Sepak bola dimainkan dalam lapangan terbuka yang berbentuk
persegi panjang, di atas rumput atau rumput sintetis.
Secara umum, hanya penjaga gawang saja yang berhak menyentuh bola
dengan tangan atau lengan di dalam daerah gawangnya, sedangkan 10 (sepuluh)
pemain lainnya diizinkan menggunakan seluruh tubuhnya selain tangan, biasanya
dengan kaki untuk menendang, dada untuk mengontrol, dan kepala untuk menyundul
bola. Tim yang mencetak gol paling banyak pada akhir pertandingan menjadi
pemenangnya. Jika hingga waktu berakhir masih berakhir imbang, maka dapat
dilakukan undian, perpanjangan waktu maupun adu penalti, bergantung pada format
penyelenggaraan kejuaraan. Dari sebuah pertandingan resmi, 3 poin diberikan kepada
tim pemenang, 0 poin untuk tim yang kalah dan masing-masing 1 poin untuk dua tim
yang bermain imbang. Meskipun demikian, pemenang sebuah pertandingan sepak bola
dapat dibatalkan sewaktu-waktu atas skandal dan tindakan kriminal yang terbukti di
kemudian hari. Sebuah laga sepak bola dapat dimenangkan secara otomatis oleh sebuah
tim dengan 3-0 apabila tim lawan sengaja mengundurkan diri dari pertandingan (Walk
Out).3
3 Sports-information.org Soccer. Diakses pada 14 Februari 2019.
4
Sejarah sepak bola modern dimulai di Inggris. Ditandai dari berdirinya sebuah
organisasi asosiasi sepak bola melalui pertemuan 11 wakil dari perkumpulan sepak
bola yang ada di Football Association Freemason’s Tavern (london-inggris). Dalam
pertemuan ini ditetapkan seri peraturan tunggal permainan sepak bola. Kemudian,
peraturan tersebut diikuti oleh asosiasi sepak bola Wales, Skotlandia, dan Irlandia.
Selanjutnya, keempat asosiasi tersebut akan membentuk International Football
Association Board (IFAB) untuk dapat mengkoordinasi peraturan sepak bola dunia.4
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan sepak bola dunia, maka didirikanlah
Federation International de Football Association (FIFA) di Paris, Prancis pada 21 Mei
1904. Sebuah pertemuan yang digagas oleh dua tokoh sepak bola yaitu Henry Delaunay
dan Jules Rimet tersebut dihadiri oleh 7 negara yaitu Denmark, Spanyol, Swedia,
Swiss, Belgia dan belanda. Negara-negara tersebut lalu ditetapkan sebagai anggota
FIFA pertama yang diketuai oleh Robert Guerin yang berasal dari Prancis. Kejuaraan
sepak bola yang ada pada masa itu masih tergolong dalam lingkup olimpiade, namun
kenggotaannya terus bertambah.5
Berikut ini daftar peristiwa penting perjalanan sejarah sepak bola modern berdasarkan
tahun:
1) Tahun 1863, terbentuknya Asosiasi Sepak Bola Inggris.
2) Tahun 1885, diselenggarakannya pertandingan di luar wilayah Inggris, yaitu
Kanada melawan Amerika.
4 Soccerpositions.net Soccer Positions. Diakses pada 9 Agustus 2011. 5 FIFA.com. Diakses tanggal 14 Februari 2019.
5
3) Tahun 1886, diadaannya rapat pertama kali dengan agenda membahas
pembentukan organisasi yaitu Asosiasi Sepak Bola Dunia.
4) Tahun 1888, ditetapkan aturan bahwa wasit sudah mulai memegang penuh
kendali dalam pertandingan.
5) Tahun 1904, FIFA terbentuk di Prancis dengan beranggotakan Swedia, Swiss,
Spanyol, Belanda, Belgia dan Prancis.6
Tahun 1904, akhirnya FIFA berdiri dengan tujuan untuk bisa memajukan sepak
bola dunia dengan berslogan “For The Game, For The World” yang berarti permainan
sepak bola akan menjadi sebuah pemersatu antar bangsa sesudah perang dunia. Markas
FIFA beralamat di Zurich, Swiss yang merupakan tempat untuk menyaksikan kegiatan
yang dilaksanakan oleh FIFA, misalnya pengundian liga champion, pemberian gelar
pemain terbaik dan lain-lain. Adapun tugas yang diemban oleh FIFA adalah
mempromosikan sepak bola, melakukan pengaturan transfer pemain dari tim ke tim
yang lain, memutuskan gelar pemain terbaik dunia, dan mempublikasikan daftar
peringkat dunia FIFA pada setiap bulannya.7
Perkembangan sepak bola di dunia terus berlanjut, hingga pada tahun 1908
permainan sepak bola dimasukkan ke dalam Olimpiade dan menyelenggarakan
kegiatan kejuaraan dunia pertama untuk permainan sepak bola atau Piala dunia di
Uruguay pada tahun 1930-an. Ada hal yang unik di luar dari teknis permainan sepak
bola yang mesti dicatat, yaitu adanya keberhasilan BBC yang menjadi stasiun televisi
6 https://olahraga.pro/sejarah-sepak-bola-dunia-dan-indonesia/ 7 Opcit
6
pertama yang berhasil menayangkan permainan sepak bola di tahun 1938, dan pada
tahun 1966 digunakannya fitur replay dalam setiap gol yang terjadi di siaran televisi.
Permainan sepak bola, sepanjang sejarah sepak bola memang merupakan sarana
hiburan yang paling banyak digemari oleh banyak orang di dunia. Hal inilah yang
membuat FIFA lalu memperlebarkan sayap dengan membentuk beberapa
badanasosiasi regional yang terdiri dari beberapa negara sebagai berikut ini:
1) UEFA (Union of European Football Associations) yang merupakan suatu
kelompok atau asosiasi sepak bola mencakup negara-negara Eropa.
2) CONCACAF (The Confederation of North, Central American and Caribbean
Association Football) yang merupakan sebuah kelompok atau asosiasi sepak
bola yang menaungi negara-negara yang ada di Amerika Tengah, Karibia dan
Amerika Utara,
3) CONMEBO (Confederacion Sudamericana de Futbol) yang merupakan suatu
kelompok atau asosiasi sepak bola yang menaungi negara-negara di Asia.
4) CAF (Confederation of African Football) yang merupakan kelompok atau
asosiasi sepak bola untuk menaungi negara-negara yang ada di Benua Afrika.
5) OFC (Oceania Football Confederation) yang merupakan asosiasi sepak bola
yang menaungi Negara Oceania.8
8 Opcit
7
2.1.2 Sejarah Sepakbola di Indoneisa
Di akhir tahun 1920, pertandingan voetbal atau Sepakbola sering kali digelar untuk
meramaikan pasar malam. Pertandingan dilaksanakan sore hari. Sebenarnya selain
Sepakbola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga lain,
seperti kasti, bola tangan, renang, tenis, dan hoki. Hanya, semua jenis olahraga itu
hanya terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda, dan Indonesia. Alhasil Sepakbola
paling disukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh
memainkannya. Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi di mana orang
Belanda sering menggelar pertandingan panca lomba (vijfkam) dan tienkam (dasa
lomba).9
Khusus untuk Sepakbola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling sering bertanding.
Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan Sepakbola. Dari
bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi
juga warga Belanda, Eropa, dan Indo membuat bond-bond serupa. Dari bond-bond itu
kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang pada tahun
1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU).
Sampai tahun 1929, NIVU sering mengadakan pertandingan termasuk dalam
rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai ajang judi. Bond China
menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Adapun bond
9 PSSI-football.com Sejarah PSSI. Diakses pada 14 Februari 2019
8
pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar
Kernolong, atau Si Sawo Mateng.10
Pada 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) sebagai akibat dari
diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya bahkan sudah dibentuk Persatuan
Sepakbola Djakarta (Persidja) pada 1925. Pada 19 April 1930, Persidja ikut
membentuk Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande
Projo, Yogyakarta. Pada saat itu Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy,
Jakpus.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan
suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang lalu berganti
nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936 milik
bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan
Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia.11
Memasuki tahun 1930-an, pamor bintang lapangan Bond NIVB, G Rehatta dan de
Wolf, mulai menemui senja berganti bintang lapangan bond China dan pribumi, seperti
Maladi, Sumadi, dan Ernst Mangindaan. Pada 1933, VIJ keluar sebagai juara pada
kejuaraan PSSI ke-3. Pada 1938 Indonesia lolos ke Piala Dunia. Pengiriman
kesebelasan Indonesia (Hindia Belanda) sempat mengalami hambatan. NIVU
(Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau organisasi sepak bola Belanda di Jakarta
bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang telah berdiri
10 https://www.bolanews.web.id/sejarah-sepak-bola.php 11 Ibid
9
pada bulan April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan
Jerman yang lama tinggal di Eropa, ingin pemain PSSI yang dikirimkan. Namun,
akhirnya kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan
menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.
Pada masa Jepang, semua bond Sepakbola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan
pemerintahan militer Jepang. Di masa ini, Taiso, sejenis senam, menggantikan
olahraga permainan. Baru setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.
Tahun 1948, pesta olahraga bernama PON (Pekan Olahraga Nasional) diadakan
pertama kali di Solo. Di kala itu saja, sudah 12 cabang olahraga yang dipertandingkan.
Sejalan dengan olahraga permainan, khususnya sepak bola, yang makin populer di
masyarakat, maka kebutuhan akan berbagai kelengkapan olahraga pun meningkat. Di
tahun 1960-1970-an, pemuda Jakarta mengenal toko olahraga Siong Fu yang khusus
menjual sepatu bola. Produk dari toko sepatu di Pasar Senen ini jadi andalan sebelum
sepatu impor menyerbu Indonesia. Selain Pasar Senen, toko olahraga di Pasar Baru
juga menyediakan peralatan Sepakbola.
Pengaruh Belanda dalam dunia sepak bola di Indonesia adalah adanya istilah
henbal, trekbal (bola kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas bola), dan tendangan
12 pas. Istilah beken itu kemudian memudar manakala demam bola Inggris dimulai
sehingga istilah-istilah tersebut berganti dengan istilah persepakbolaan Inggris.
Sementara itu, hingga 1950 masih terdapat pemain indo di beberapa klub Jakarta. Sebut
saja Vander Vin di klub UMS; Van den Berg, Hercules, Niezen, dan Pesch dari klub
10
BBSA. Pemain indo mulai luntur di tahun 1960-an. Dalam perkembangannya, PSSI
sudah memperluas kompetisi sepak bola dalam negeri, di antaranya dengan
penyelenggaraan Liga Super Indonesia, Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua
untuk pemain non amatir, serta Divisi Tiga untuk pemain amatir. Selain itu, PSSI juga
aktif mengembangkan kompetisi sepak bola wanita dan kompetisi dalam kelompok
umur tertentu (U-15, U-17, U-19, U21, dan U-23). Sayangnya sejarah panjang sepak
bola di Indonesia belum mampu untuk merubah prestasi sepak bola Indonesia di
kancah internasional. Butuh manajemen bola dan tekad yang tinggi untuk merubah
sepak bola Indonesia menjadi lebih baik lagi.12
2.2 Aspek Persepakbolaan
2.2.1 Federasi Sepakbola
FIFA, bahasa Inggris: International Federation of Football Association, adalah
badan pengendali internasional sepak bola. FIFA bermarkas di Zurich dan memiliki
211 anggota assoasi. FIFA didirikan di Paris pada 21 Mei 1904 dan merayakan hari
jadinya yang ke-100 pada 2004. FIFA juga mempromosikan sepak bola, mengatur
transfer pemain antar tim, memberikan gelar Pemain Terbaik Dunia FIFA, dan
menerbitkan daftar Peringkat Dunia FIFA setiap bulannya. Peraturan sepak bola
ditetapkan oleh IFAB (International Football Association Board), yang terdiri dari
12 Ibid
11
empat wakil dari FIFA dan masing-masing satu wakil dari The Football
Association, Asosiasi Sepak Bola Skotlandia, Asosiasi Sepak Bola Wales,
dan Asosiasi Sepak Bola Irlandia Utara.13
FIFA sering mengambil peran aktif dalam menjalankan dan mengembangkan
olahraga permainan di seluruh dunia. Salah satu sanksi adalah untuk menangguhkan
tim dan anggota terkait dari kompetisi internasional ketika pemerintah
melakukan intervensi dalam menjalankan organisasi asosiasi anggota FIFA atau jika
asosiasi persepak bolaan tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sebuah keputusan 2007 FIFA bahwa seorang pemain dapat didaftarkan dengan
maksimal tiga klub, dan muncul dalam pertandingan resmi selama maksimal dua,
dalam satu tahun diukur dari 1 Juli - 30 Juni telah menimbulkan kontroversi, terutama
di negara-negara yang musim silang bahwa tanggal penghalang, seperti dalam kasus
dua mantan internasional Irlandia. Sebagai akibat langsung dari kontroversi ini, FIFA
dimodifikasi putusan ini pada tahun berikutnya untuk mengakomodasi transfer antara
liga dengan keluar dari musim fase.
FIFA juga mengatur tentang tidak boleh adanya intervnsi pihak ketiga dalam
penyelesaian konflik PSSI. Bahkan ancaman bagi pelanggaran berupa pelanggaran
anggota assosiasi untuk mengikuti kegiatan FIFA serta menghukum anggota FIFA
yang melakukan kegiatan sepakbola dengan anggota FIFA yang di banned seperti
dijelaskan dalam statute FIFA pasal 13 tentang Kewajiban Anggota, huruf G
13 Opcit
12
disebutkan bahwa seluruh anggota FIFA harus selalu melaksanakan kegiatan-kegiatan
organisasi secara independent, dan wajib mematiskan bahwa seluruh aktivitas
organisai tidak diintervensi atau bebas dari campur tangan pihak ketiga. “To manage
their affairs independently and ensure that their own affairs are not influenced by any
third parties”14
Kewajiban menjaga independesi organisasi itu kembali ditekankan pada statute
FIFA pasal 17 ayat dua tentang independensi anggota FIFA. Pada ayat ini diatur bahwa
setiap anggota harus mengelola semua urusanna secara independent dan tanpa
pengaruh dari pihak ketiga. “Each member shall manage its affairs independently and
with no influence from third parties.”15
Bila ada asosiasi yang melanggar maka berdasarkan statute FIFA asosiasi yang
melanggar akan mendapatkan hukuman pembekuan sementara keanggotaan FIFA.
Pada pasal 14 ayat satu Statuta FIFA disebutkan bahwa, kongres FIFA bertanggung
jawab untuk membekukan status keanggotaan. Komite Eksekutif FIFA dapat
membekukan anggota yang melanggar kewajiban secara serius dan berulang-ulang
dengan sanksi pembekuan segera berlaku efektif. “The congress is responsible for
suspendeing a Member. The Executive Committee may, however, suspend a Member
that seriously and repeatedly violates its obligations as as Member with immediate
effect.16
14 Statuta FIFA pasal 13 Huruf G.. 15 Statuta FIFA pasal 17 ayat 2. 16 Statute FIFA pasal 14 ayat 1.
13
Konfederasi Sepak Bola Asia (dalam bahasa Inggris: Asian Football
Confederation atau AFC) adalah badan pengendali sepakbola di Asia, tidak
termasuk Siprus dan Israel, tetapi mencakup Australia. AFC mempunyai 47 negara
anggota yang mayoritas terletak di Asia. Negara yang memiliki wilayah di Eropa dan
Asia, seperti Turki, Kazakhstan, Azerbaijan, Georgia, dan Rusia, tergabung ke
dalam UEFA, sama halnya dengan Armenia, Siprus, dan Israel, yang seluruh
wilayahnya terletak di Asia. Di sisi lain , Australia, yang sebelumnya di OFC, sekarang
telah masuk sejak 2006, dan kepulauan Oseania dari Guam, wilayah Amerika Serikat,
juga merupakan anggota dari AFC. AFC didirikan pada 8
Mei 1954 di Manila, Filipina dan merupakan salah satu dari enam konfederasi
benua FIFA. FIFA mengakui AFC sejak 21 Juni 1954. Federasi Sepak Bola
ASEAN (Bahasa Inggris: ASEAN Football Federation) atau sering disingkat (AFF)
adalah bagian dari Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) yang terdiri dari negara-negara
di kawasan Asia Tenggara. "ASEAN" adalah singkatan dari Association of South East
Asian Nations.17
Federasi Sepak Bola ASEAN (Bahasa Inggris: ASEAN Football Federation)
atau sering disingkat (AFF) adalah bagian dari Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC)
yang terdiri dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara. "ASEAN" adalah singkatan
dari Association of South East Asian Nations.
17 AFC 60th Anniversary: Back to where it all began the-afc.com.
14
AFF didirikan Pada tahun 1984 oleh, Thailand, Filipina, Brunei, Singapura,
Malaysia, Indonesia, Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar. Pada tahun 1996, AFF
menyelenggarakan Kejuaraan Sepakbola ASEAN pertama (dulu dikenal dengan nama
piala Tiger) dan sejak saat itu diselenggarakan secara rutin. Saat ini, AFF masih terus
berkembang dengan bergabungnya Timor Leste pada tahun 2004 dan Australia,
menjadi undangan setelah bergabung dengan AFC pada tanggal 1 Januari 2006. Pada
7 Agustus 2008, AFF resmi mengumumkan Suzuki sebagai sponsor utama Kejuaraan
Sepak Bola ASEAN. Pada 27 Agustus 2013, Australia secara resmi menjadi anggota
penuh federasi18
Tabel 1.
FIFA
CONMEBOL CAF AFC ONCACAF OFC UEFA
AFF
PSSI
18 Ibid
15
Usia persepakbolaan Indonesia yang sudah mencapai 88 tahun sejak
didirikannya PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) tahun 1930, adalah usia
yang sudah tua untuk merancang sebuah kompetisi sepakbola yang bermutu. Kompetisi
sepakbola di tanah air sudah dimulai tahun 1931 dengan nama Liga Perserikatan yang
terdiri dari tim-tim sepakbola milik pemerintah daerah. Pada 1944 sampai 1947
kompetisi terhenti karena situasi perang. Pada tahun 1979, kompetisi di Indonesia
bertambah dengan masuknya kompetisi Galatama (Liga Sepakbola Utama) yang
membolehkan pihak swasta mengelola klub. Namun kompetisi galatama hanya
berlangsung selama 15 tahun sebab pada tahun 1994 kompetisi digabung dengan
Perserikatan menjadi Liga Dunhill Inodensia.19 Berikut bagan sejarah kompetisi
sepakbola di Indonesia ;
19 www.PSSI-footbal.com
16
Tabel 2.
PERSERIKATAN
(1932 – 1950)
Perserikatan & Galatama
(1979 – 1990)
Liga Indonesia Divisi Utama | Divisi Satu | Divisi Dua | Divisi Tiga
(1994)
Liga Super Indonesia
(2008)
Liga Prima Indonesia
(2011)
Liga Super Indonesia & Liga Prima
(2013 – 2014)
Liga 1
(2017 – Sekarang)
Sistem liga sepak bola di Indonesia adalah serangkaian sistem liga untuk
klub sepak bola di Indonesia. Sejak tahun 1994, Liga Indonesia adalah kompetisi liga
yang menampilkan pertandingan antar klub sepak bola, sebagai hasil penggabungan
dari dua kompetisi teratas di Indonesia yang sudah ada sebelumnya
yaitu Perserikatan (amatir) dan Galatama(semi profesional). Liga Indonesia dikelola
oleh PSSI, federasi sepak bola nasional Indonesia. Ada 5 tingkat kompetisi dalam
17
hierarki piramida liga di Indonesia saat ini. Dua tingkat teratas dalam hierarki adalah
kompetisi profesional dan semi-profesional, sedangkan sisanya adalah amatir.20
PSSI, yang merupakan induk organisasi sepak bola yang sudah diakui negara,
telah diberi kepercayaan oleh negara untuk mengatur segala sistem dalam
persepakbolaan Indonesia agar berjalan dengan baik sebagaimana semestinya.
Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) adalah organisasi induk yang
bertugas mengatur segala bentuk kegiatan olahraga di Indonesia. Didirikan oleh
Ir.Soeratin Sosrosoegondo di Yogyakarta pada tanggal 19 April 1930. PSSI dulunya
bernama Persatuan Sepak raga Seluruh Indonesia. PSSI bergabung dengan FIFA
(Federation International Football Association) yaitu organisasi sepakbola dunia pada
tahun 1952 dan juga bergabung dengan AFC (Asian Football Confederation).
Dalam pengelolaan kompetisi Liga kedudukan PSSI hanya mengawasi dan patuh
kepada Statuta dan Kode Disiplin, sedangkan yang menjalankan Liga ialah operator
Liga yang sekarang diambil alih oleh PT. Liga Indoneisa Baru. Dalam menjalankan
tugasnya PSSI dibantu oleh Asprov, Askab, atau Askot. Dalam tugasnya Asprov,
maupun Askab/Askot tetap tetap tunnduk pada federasi dan tetap menjalankan
tugasnya sebagaimana sudah diatur dalam Statuta PSSI Pasal 19.
Dalam menjalankan Liga PSSI tidak secara langsung bersinggungan dengan
peserta Liga (klub sepakbola) sebab yang memiliki kewajiban tersebut ialah operator.
20 "Program Kerja Kompetisi Amatir 2012" Direktur Kompetisi Amatir. PSSI.or.id. Diakses tanggal 26
Maret 2019.
18
Dimana operator Liga lah yang dapat bersinggungan langsung dengan peserta Liga.
Dalam menjalankan kompetisi PT. Liga Indonesia Baru memiliki aturan tersendiri
yang bernama Regulasi dan para peserta tersebut harus menjalankan sebagaimana isi
regulasi tersebut. LIB memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan dan
melaksanakan Liga 1 sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. LIB memiliki
tanggung jawab meliputi tetapi tdak terbatas pada ;
a. melakukan supervisi terhadap persiapan Liga 1;
b. menjalankan keputusan dari Komite Eksekutif PSSI terkait format dan peserta
Liga 1;
c. menetapkan jadwal pertandingan Liga 1;
d. melakukan verifikasi administratif dan faktual terhadap Klub peserta selama
masa persiapan dan pelaksanaan Liga 1;
e. memberikan persetujuan terhadap Stadion yang akan digunakan dalam Liga 1;
f. memberikan rekomendasi terhadap pelanggaran disiplin dalam Liga 1 kepada
Komisi Disiplin;
g. memutuskan status Pertandingan dalam hal terjadi penundaan atau pembatalan
atau force majeure.21
2.2.2 Supporter Sepakbola
Suporter merupakan suatu bentuk kelompok sosial yang secara relatif tidak
teratur dan terjadi karena ingin melihat sesuatu.22 Suporter sepakbola merupakan
kerumunan di mana diartikan sebagai sejumlah orang yang berada pada tempat yang
sama, adakalanya tidak saling mengenal, dan memiliki sifat yang peka terhadap
stimulus (rangsangan) yang datang dari luar.
21 Pasal 3 ayat (2) Regulasi Gojek Liga 1. 22 Soerjono Soekanto, Suatu Pengantar Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta, 1990, hlm. 8
19
Suporter memiliki peran yang erat dengan klub karena adanya hubungan timbal
balik dari kedua belah pihak. Hubungan suporter dan klub menjelaskan simbol-simbol
klub yang muncul sebagai refleksi dari budaya dan organisasi suporter yang terbentuk.
Misalnya, warna dan desain jerseyyang akan dikenakan oleh pemain serta alat-alat
yang digunakan.
Klub memberikan fasilitas pada suporter untuk lebih mengenal klub
kesayangannya, membantu mereka agar tetap eksis dalam dunia sepak bola, semakin
maju, profesional, dan tentu saja semakin berprestasi. Begitu pula suporter yang tak
sungkan memanfaatkan fasilitas-fasilitas ini. Mereka pun seperti menjadi otoritas
tertinggi bagi klub yang juga bertugas mengawasi apakah klub sudah menjalankan
tugasnya dengan baik, sesuai dengan tujuannya.
Salah satu artikel dari Football Today News yang berjudul Fans and Club
Identity mengungkapkan bagaimana suporter memiliki ikatan emosional terhadap
klubnya. Hal yang tak dapat dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu, suporter tentu
memiliki rasa cinta yang dapat tumbuh semakin besar pada klubnya. Bahkan tak jarang
suporter menularkan kecintaannya tersebut pada keluarganya dan bagi mereka, stadion
adalah rumah. Suporter membentuk kerumunan di stadion yang sekaligus menciptakan
atmosfer unik di tiap pertandingan. Menurut mereka, mendukung sebuah klub adalah
pengalaman hidup yang juga menciptakan afeksi pada masing-masing individu.
Suporter sebagai komunitas juga memiliki norma dan budayanya sendiri. Terkadang
gayanya dalam mendukung klub ikut mempengaruhi gaya bermain timnya. Peleburan
20
sub kultur yang mereka lakukan pada anggotanya pun mampu memberikan pengaruh
pada anggota tim atau bahkan pada kelompok suporter dan tim lain.
Di sisi lain, suporter juga dapat mematahkan hubungan timbal balik yang sudah
terbangun dengan klubnya. Hal ini berhubungan dengan kepuasan terhadap apa yang
suporter inginkan. Misalnya yang sempat terjadi pada Aremania (15/04/2018) atau
yang dilakukan oleh Ultras (05/06/2017) lalu. Diketahui bahwa Aremania dan Ultras
memprotes keras apa yang terjadi pada tim kesayangan mereka karena tak kunjung
mendapat kemenangan. Kejadian ini sebenarnya sangat disayangkan, namun
(mungkin) wajar mengingat betapa kecewa mereka dengan performa klub kebanggaan.
Bahwa suporter juga menjadi identitas suatu klub dan begitu pula sebaliknya.
Karena keduanya merupakan sebuah sistem. Jadi ketika salah satunya mendapat
masalah, maka yang lain akan ikut merasakan dampaknya. Suporter memberi arti pada
sebuah bisnis tontonan olahraga, khususnya sepakbola. Dalam bingkai sebuah
pertunjukan, suporter saat ini mengambil dua peran sekaligus yaitu sebagai penampil
(performer) dan penonton (audience). Sebagai penampil (performer) yang ikut
menentukan jalannya pertandingan sepakbola, suporter kemudian menetapkan
identitas yang membedakannya dengan penonton biasa. Suporter jauh lebih banyak
bergerak, bersuara dan berkreasi di dalam stadion dibanding penonton yang terkadang
hanya ingin menikmati suguhan permainan yang cantik dari kedua tim yang
bertanding.
21
Suporter dengan peran penyulut motivasi dan penghibur itu biasanya
membentuk kerumunan dan menempati area atau tribun tertentu di dalam stadion. Para
fanatik ini menemukan kebahagiaan dengan jalan mendukung secara all out tim
kesayangannya, sekaligus memenuhi kebutuhan mereka akan ritus kepuasan yang tidak
dapat dilakukan sendirian. Itulah sepak bola, yang begitu cepat bermutasi dari sekedar
olahraga lalu menjadi suatu bisnis pertunjukan yang menghadirkan fenomena ritus
sosial. Tapi itu tadi Suporter juga memiliki sifat buruk. Sifat ini kadang-kadang yang
membuat klub serasa memakan buah simalakama. Selain atraktif suporter juga
terkadang bersifat anarkis, yang dengannya membuat klub atau negara sering
dirugikan. Lihat aja bagaimana akibat tragedy Heysel, klub-klub Inggris dilarang
bermain di kompetisi antarklub Eropa. Begitu juga dengan pertandingan sepakbola di
Indonesia, banyak kluab yang dihukum hingga ratusan juta rupiah akibat ulah yang
dilakukan oleh suporternya.
2.2.3 Klub Sepakbola
Pada tahun 2010, konfederasi sepakbola Asia (AFC) telah memberlakukan
pedoman untuk kesebelasan sepakbola dan anggota asosiasinya untuk memenuhi
persyaratan untuk berkompetisi. Pedoman ini dinamakan Club Licensing
Regulations (CLR) atau regulasi lisensi kesebelasan. Secara singkat, kesebelasan harus
memenuhi CLR ini di tingkat nasional untuk berkompetisi. Kalaupun tidak atau belum,
kesebelasan tersebut tetap harus memenuhinya jika ingin berkompetisi di tingkat
konfederasi (seperti AFC pada Liga Champions atau Piala AFC) dan dunia (seperti
Piala Dunia Antarklub FIFA). Karena biasanya kesebelasan yang menjadi wakil sebuah
22
negara di konfederasi maupun dunia adalah yang juara atau pada peringkat atas, maka
regulasi ini akan menjadi sangat penting bagi kesebelasan papan atas, meski secara
tidak langsung juga penting untuk seluruh kesebelasan di segala tingkat kompetisi.
Di saat musim liga akan berakhir dan pendaftaran kompetisi AFC akan dibuka
(satu wakil Indonesia ke play-off Liga Champions dan dua wakil ke Piala AFC), maka
PSSI sedang sibuk dengan proses pelaksanaan CLR yang sudah menjadi kewajiban.
CLR telah disetujui oleh FIFA pada tahun 2004. Hasil ini kemudian diadopsi oleh
Komite Eksekutif FIFA pada tanggal 29 Oktober 2007 dan mulai berlaku pada 1
Januari 2008. CLR kemudian sudah disebarkan dan bersifat global sejak akhir tahun
2016. Dalam edarannya kepada anggota asosiasi, FIFA menggambarkan CLR sebagai
Dokumen kerja dasar untuk sistem perizinan kesebelasan, di mana para anggota yang
berbeda dari keluarga sepakbola bertujuan untuk mempromosikan prinsip-prinsip
umum dalam dunia sepakbola seperti nilai-nilai olahraga, transparansi dalam
keuangan, kepemilikan dan kontrol dari kesebelasan, dan kredibilitas dan integritas
dari kompetisi kesebelasan.23
Hal ini mengandaikan bahwa ada persyaratan minimal yang kesebelasan
sepakbola harus capai dalam rangka untuk dilisensikan agar bisa berpartisipasi dalam
kompetisi tingkat nasional, tingkat benua, dan tingkat internasional. Dokumen kerja
dasar (dikenal sebagai FIFA Club Licensing Regulations) telah dihasilkan oleh FIFA
dan Konfederasi (misalnya AFC) yang diperlukan untuk membuat peraturan lisensi
23https://sport.detik.com/sepakbola/pandit/d-2767569/memahami-club-licensing-regulations-dan-
manfaatnya-untuk-sepakbola-indonesia
23
klub mereka sendiri, sementara anggota asosiasi (misalnya PSSI) pada gilirannya juga
diperlukan untuk mengadopsi CLR mereka sendiri untuk pelaksanaan di tingkat
nasional.
Oleh karena itu, CLR FIFA diadopsi menjadi CLR AFC, sedangkan PSSI
mengadopsi CLR AFC, sejalan juga dengan standar minimal yang ditetapkan dalam
CLR FIFA. Kata “adopsi” di sini bisa berarti cukup “copy-paste” dengan perubahan
seperlunya, sesuai kebutuhan dan kemampuan konfederasi atau asosiasi. Pada tingkat
nasional, anggota asosiasi diperbolehkan untuk mendelegasikan tanggungjawab lisensi
kesebelasan untuk liga yang berafiliasi. Misalnya, PSSI dapat mendelegasikan
tanggung jawab lisensi kesebelasan kepada Club Licensing Committee (CLC PSSI)
dan Club Licensing Department (CLD PSSI), karena mereka seharusnya sudah sejalan
dengan AFC dan FIFA.24
Hal di atas membuat penilaian memang bisa penuh negosiasi, formalitas, dan
instan, tapi pada akhirnya itu semua akan berakhir di AFC (dan FIFA) sehingga
keputusan akhir tetap berada di badan sepakbola tertinggi. Sebuah elemen penting dari
sistem perizinan kesebelasan adalah poin-poin yang berbeda dari kriteria-kriteria yang
sudah ditentukan oleh FIFA, AFC, dan kemudian asosiasi, yang dibagi ke dalam
kategori A, B, dan C. Masing-masing dari lima kriteria dibagi menjadi berbagai poin,
masing-masing dinilai dari segi kebutuhan mereka. Kelas A dan B adalah persyaratan
24 Ibid
24
wajib, sedangkan kelas C merupakan `praktik terbaik` yang diinginkan dan dapat
dibuat wajib di masa depan. Mereka dibedakan sebagai berikut:
- Kriteria `A` (Wajib) - jika kesebelasan tidak memenuhi persyaratan Grade A,
kesebelasan tidak akan memenuhi syarat untuk mengambil bagian dalam
kompetisi.
- Kriteria `B` (Wajib) - meskipun juga menjadi syarat wajib, perbedaan di sini
adalah bahwa kesebelasan-kesebelasan yang gagal memenuhi persyaratan
masih bisa diizinkan untuk berpartisipasi dalam kompetisi, meskipun dengan
beberapa sanksi.
- Kriteria `C` - kegagalan untuk memenuhi persyaratan ini tidak menyebabkan
diskualifikasi dari kompetisi atau sanksi. Namun, kesebelasan diharapkan
untuk berusaha ke arah ini karena Grade C dapat dibuat menjadi wajib di masa
depan.25
Dari penjelasan di atas, kita bisa mengetahui ada persyaratan minimal, yaitu kriteria
A, yang harus dipenuhi oleh kesebelasan agar memenuhi syarat untuk berpartisipasi
dalam kompetisi nasional atau kontinental. Persyaratan ini dibagi ke dalam lima
kriteria. Mereka adalah kriteria olahraga, kriteria infrastruktur, kriteria personel dan
administrasi, kriteria hukum, dan kriteria keuangan.
1) Kriteria Olahraga (3A, 1B, 3C)
25 Ibid
25
Tujuannya untuk memastikan pengembangan dan produksi pesepakbola, memapankan
struktur pembinaan yang jelas, mendesain dan mengimplementasikan program
pembinaan pemain muda, menyediakan pendidikan teknis untuk pemain elite,
menyediakan dukungan medis untuk para pemain, dan memastikan personel-personel
yang memenuhi kualifikasi yang terlibat di dalamnya.
Beberapa yang terkandung di dalamnya seperti struktur pembinaan pemain (A),
program pembinaan pemain muda (A), dukungan medis untuk pemain yang dikontrak
(A), program pembinaan akar rumput atau grassroots (B), program pendidikan (B),
program CSR (C), akademi pemain muda (C), dan praktik anti-rasisme (C).
2) Kriteria Infrastruktur (4A, 4B, 1C)
Tujuannya agar kesebelasan memiliki stadion untuk bermain di kompetisi AFC
dengan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk tim, ofisial, penonton, VIP, media,
pers,dan rekan penyiaran serta komersial. Selain itu, kesebelasan juga harus memiliki
fasilitas latihan yang baik.
Beberapa yang terkandung di dalamnya adalah stadion yang sudah disetujui untuk
kompetisi AFC (A), sertifikasi keamanan stadion (A), rencana evakuasi yang sudah
disetujui (A), keberadaan fasilitas latihan (A), keamanan stadion (B), fasilitas latihan
untuk pengembangan pemain (B), ground rules stadion (B), fasilitas untuk penonton
disabilitas (B), serta tanda dan arah di dalam stadion (C).
3) Kriteria Personel dan Administrasi (15A, 0B, 4C)
26
Tujuannya agar kesebelasan berada di bawah manajemen yang profesional,
memiliki spesialis yang terdidik, sesuai kualifikasi, ahli, dan berpengalaman, serta
pemain-pemain di tim utama dan tim di bawahnya untuk dilatih oleh pelatih-pelatih
terkualifikasi dan didukung oleh staf-staf yang diperlukan.
Beberapa di antaranya antara lain adalah sekretariat kesebelasan (A), general
manager (A), finance officer (A), security officer (A), media officer (A), doktor medis
(A), fisioterapis (A), pelatih kepala tim utama (A), asisten pelatih tim utama (A), kepala
pengembangan pemain muda (A), pelatih-pelatih tim muda (A), petugas keamanan dan
keselamatan (A), hak-kewajiban-tugas dari elemen di atas (A), tugas pengganti jika
diperlukan (A), tugas untuk memberitakukan jika ada perubahan signifikan (A), legal
advisor (C), direktr teknik kesebelasan (C), pelatih kiper tim utama (C), dan pelatih
kebugaran tim utama (C).26
4) Kriteria Hukum (4A, 0B, 1C)
Kriteria ini bertujuan untuk melindungi integritas dari kompetisi dengan
menghindari situasi di mana akan ada lebih dari satu kesebelasan di satu kompetisi
yang sama, atau dikelola dan dipengaruhi oleh entitas yang sama. Kesebelasan harus
memiliki struktur kepemilikan yang transparan dan mekanisme kontrol, juga harus
terikat dengan peraturan kompetisi, termasuk melarang kasus jatuh ke pengadilan
biasa.
26 Ibid
27
Beberapa hal yang masuk ke dalam kriteria ini yaitu pernyataan kepatuhan
keikutsertaan di kompetisi kesebelasan AFC (A), dokumen legal atau hukum (A),
kepemilikan dan pengawasan kesebelasan (A), kontrak tertulis dengan pemain
profesional (A), serta prosedur disiplin dan kode perilaku untuk pemain dan ofisial (C).
5) Kriteria Keuangan (6A, 2B, 0C)
Kebutuhan di sini adalah agar kesebelasan mengadopsi transparansi dan
kredibilitas keuangan. Pemeliharaan dan pengawasan catatan dan laporan keuangan
akan meningkatkan stabilitas keuangan kesebelasan, mempromosikan kredibilitas serta
melindungi kreditor dan stakeholder.
Kriteria terakhir ini memiliki poin-poin pada laporan finansial tahunan yang
teraudit (A), pernyataan finansial untuk periode interim yang ditinjau ulang (A), tidak
ada tunggakan pembayaran klub dari aktivitas transfer (A), tidak ada tunggakan
pembayaran kepada pegawai atau otoritas sosial/pajak (A), pernyataan tertulis sebelum
keputusan lisensi (A), rencana keuangan masa depan (A), tugas untuk mengingatkan
putusan-putusan selanjutnya (B), dan tugas untuk meng-update informasi keuangan di
masa depan (B).27
Secara total, ada 32 syarat wajib atau kategori A, 7 yang masuk ke kategori B, serta
9 yang masuk ke kategori C. Sistem perizinan kesebelasan ini beroperasi sedemikian
rupa bahwa kesebelasan-kesebelasan yang berpartisipasi dalam kompetisi mengajukan
27 https://www.panditfootball.com/klasik/210242/DGA/171019/club-licensing-regulations-itu-untuk-
apa-sih
28
permohonan izin, yang mengeluarkan sertifikasi bahwa mereka memenuhi standar
minimum di bawah CLR. Namun, ada ruang untuk banding jika aplikasi kesebelasan
untuk lisensi ditolak. CLR sangat bermanfaat untuk sepakbola Indonesia. Manfaatnya
akan terasa sangat besar dan jelas. Manfaat ini adalah apa yang CLR FIFA tetapkan
untuk dicapai, beberapa di antaranya terdaftar dalam bab ‘tujuan’ di dalam regulasi
tersebut. Dalam implementasinya, berikut adalah manfaat yang dapat dipetik.
Untuk kesebelasan, CLR akan memprofesionalkan manajemen kesebelasan dan
administrasi kompetisi, mempromosikan kelayakan dan stabilitas finansial,
mempromosikan transparansi dalam keuangan, kepemilikan, dan kontrol dari
kesebelasan. CLR juga bisa menjaga kredibilitas dan integritas kompetisi kesebelasan,
sehingga kesebelasan dan kompetisi dapat mempromosikan nilai-nilai olahraga sesuai
dengan prinsip-prinsip fair play.28
Kemudian untuk pemain, CLR akan bermanfaat untuk meningkatkan
pembangunan pemain muda, termasuk pendidikan non-sepakbola. Ini juga akan
meningkatkan transparansi dalam hubungan kontraktual atau hukum dengan
kesebelasan, serta memberikan pemain jaminan perawatan medis. CLR ini selain
bemanfaat bagi kesebelasan, kompetisi, dan pemain, ternyata juga memiliki manfaat
bagi fans. CLR tentunya akan mempromosikan lingkungan pertandingan yang aman
dan meningkatkan pengalaman matchday, serta memastikan kompetisi sepakbola yang
menarik.
28 Ibid
29
Sebelumnya, FIFA dan para konfederasi memang telah menyelenggarakan
seminar untuk liga dan klub administrator di berbagai negara dan benua. Tujuannya
adalah untuk mendidik mereka tentang konsep dan cara kerja CLR serta
menyampaikan manfaat dari pelaksanaan peraturan tersebut. Semua persyaratan wajib
yang tertulis dalam CLR sangat sulit untuk seluruh kesebelasan Indonesia lakukan.
Tapi "sangat sulit" tidak sama dengan "mustahil", kecuali workshop-workshop di atas
dibuat hanya sekadar untuk formalitas. Oleh karena itu, mungkin konsesi yang lebih
serius harus diberikan jika kesebelasan Indonesia ingin mendapatkan pengakuan dari
Asia Tenggara, Asia, dan dunia. Namun, tidak ada yang menyangkal fakta bahwa
penerapan sistem lisensi kesebelasan adalah suatu keharusan jika sepakbola dalam
negeri Indonesia ingin menjadi menarik dan sehat secara finansial.
Salah satu dari lima kriteria CLR, yaitu finansial, adalah hal yang sangat
penting untuk diletakkan sebagai konteks utama sepakbola di Indonesia. Dalam
kendala finansial yang akut, tapi memaksakan diri untuk ikut kompetisi, rentan
membuat sebuah kesebelasan akan mengarungi kompetisi dengan kondisi yang
mengerikan: gaji tak terbayar, uang latihan tak ada, jatah makan di asrama pas-pasan,
tim tidak bisa melakukan perjalanan tandang, tidak memiliki stadion dan harus bermain
dan menyewa stadion di kota lain, dan lain sebagainya.
Salah satu imbas paling mengerikan dari soal finasial ini adalah pemain-pemain
yang tidak digaji akan rentan tergoda oleh uang haram suap. Pengaturan skor hingga
sepakbola gajah sangat rentan terjadi dalam situasi seperti ini.
30
Banyak yang beropini tentang pelaksanaan Club Licensing Regulations (CLR)
di Indonesia. Pada tahun 2010, AFC telah memberlakukan pedoman untuk klub
sepakbola dan anggota asosiasinya untuk memenuhi persyaratan untuk berkompetisi.
Implikasinya adalah jika Indonesia tidak berhasil menetapkan dan menerapkan CLR,
pemenang Liga Indonesia akan kehilangan tempat mereka di Liga Champions AFC.
Meskipun Persib Bandung (bersama Persipura Jayapura dan Arema Cronus) memenuhi
syarat, PSSI juga didorong untuk menerapkan peraturan dalam kompetisi domestik
mereka sendiri. 29
Dalam interval antara saat musim liga yang baru saja berakhir dan musim baru
yang belum dimulai, otoritas tertinggi di sepakbola Indonesia ini sedang sibuk dengan
proses pelaksanaan CLR yang sudah menjadi kewajiban. Sementara kita menunggu
hasil verifikasi, banyak orang bertanya apakah CLR adalah segalanya. Beberapa
bahkan skeptis tentang CLR yang hanya akan memperburuk nasib klub sepakbola
profesional di Indonesia. Sebelumnya, FIFA dan para konfederasi memang telah
menyelenggarakan seminar untuk liga dan klub administrator di berbagai negara dan
benua. Tujuannya adalah untuk mendidik mereka tentang konsep dan cara kerja CLR
serta menyampaikan manfaat dari pelaksanaan peraturan tersebut.30
29 https://superball.bolasport.com/read/331433430/ini-49-syarat-yang-wajib-dipenuhi-klub-liga-1-
untuk-lolos-verifikasi-afc 30 Ibid
31
2.2.4 Pemerintah
Pemerintah mempunyai fungsi melakukan pemberdayaan, pengaturan,
pelayanan, dan pembangunan. Maka pemerintah daerah harus mampu melakukan tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi pemerintah yang ada. Sesuai dengan fungsi
pemerintah, maka Pemerintah daerah harus memberikan pelayanan salah satunya untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan kegiatan olahraga, dari setiap warga masyarakat
dan juga bisa berguna untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkuialitas,
sehat, jasmani dan rohani dan mampu bisa memberikan keamanan dan perdamain lewat
keolahragaan.
Saat ini memang peran pemerintah sangat diperlukan. Misalnya dalam
menyediakan lapangan yang memenuhi syarat. Persyaratan itu ada di PSSI. Di hal ini
harus ada sinergi seperti yang di maksudkan. Di Indonesia ada 10 PPLP yang berada
di bawah Kemdiknas, hal itu harus dimaksimalkan. Salah program kerja sama
antara PSSI dengan pemerintah adalah penyediaan pelatih berkualitas di setiap PPLP
di seluruh Indonesia. Harus ada kerja sama pembinaan antara PSSI dan pemerintah.
PSSI menyediakan pelatihnya, sementara pemerintah menyediakan fasilitasnya.
Pemerintah atau di sini Menpora perannya hanya sebatas untuk mengambil sikap dan
tindakan secara tegas, bukan intervensi. Sikap atau tindakan yang dimaksud adalah
bagaimana mereka menjalankan poin-poin yang tertera dalam Sistem Keolahragaan
Nasional. Ini menyangkut tentang izin-izin dan legalitas dari kompetisi yang sedang
berjalan sekarang ini.
32
PSSI Sebagai Lembaga Resmi yag berafiliasi kepada FIFA, AFC, didalam
Pengelolaan Sepak bola di Indonesia, dibawah System Hukum Olah raga International
khusus Olah Raga dengan CAS Sebagai Arbritase yang berwenang menangani nya.
PSSI Sebagai Lembaga ( Resmi ) Pengelola Sepakbola di Indonesia sebagai organisasi
yang bergerak di bawah System Hukum Indonesia.
Kalau melihat point tersebut, sudah tidak ada lagi upaya hukum yang bisa
dilakukan oleh KPSI serta turunan tindakannya. Karena KPSI tidak mempunyai kaitan
apapun dengan FIFA, AFC, dengan di nyatakannya dalam keputusan CAS, bahwa
KPSI dan segala tindakannya diluar kewenangan Hukum CAS. Apapun permasalahan
KPSI, CAS tidak berwenang menanganinya. Maka tak pernah ada dan tercatat adanya
peristiwa Hukum di lingkungan PSSI, FIFA dan AFC.
Oleh karena itu PSSI harus tetap konsisten ada dijalur yang sebenarnya, taat
asas mengikuti FIFA dan AFC, sudah seharusnyalah PSSI tak perlu menggubris KPSI
dan turunannya, membiarkannya toh tak ada konsekwensi apapun di FIFA. Selama
yang menjadi fokus tentang kedudukan PSSI dengan FIFA dan AFC, maka PSSI tak
perlu reaktip menanggapinya, karena sungguh tidak ada peristiwa hukum apapun
disana31.
Banned yang dilakukan FIFA semata mata ditujukan kepada Negara cq
Pemerintah Indonesia, kalau toh ada banned dari FIFA. Karena Pemerintah dianggap
tidak konsisten dan taat asas kepada system hukumnya sendiri. Dan Kepastian hukum
31 https://www.kompasiana.com/zen-muttaqin/550ea76aa33311b12dba8298/pssi-fifa-dan-pemerintah-
indonesia?page=all
33
Indonesia adalah tanggung jawab Pemerintah indonesia dalam memberikan kepastian
hukum bagi PSSI sebagai penyelenggara Sepakbola di Indonesia, hal ini sangat krusial
karena disinilah indonesia di nilai, apakah di Indonesia ada kepastian hukumnya. Kalau
dirasa oleh FIFA tidak ada kepastian hukumnya, maka bagaimana FIFA bisa
mempertanggung jawabkan kepada nasyarakat sepakbola international, termasuk para
sponsor dan pemasang iklan.
Hampir semua klub di Indonesia saat ini mereka tidak mempunyai stadion
sendiri alias harus menyewa ke pemerintah daerah. Maka apabila pemerintah daerah
tersebut tidak mendukung klub tersebut dan tidak memberikan izin penggunaan
stadion, bagaimana kemudian klub tersbut akan bermain. Tentu akan merepotkan jika
mereka harus berpindah ke kota lain untuk menjamu lawannya. Lewat peran
pemerintah daerah tersebut, maka klub bisa dengan mudah memakai stadion atau
mencari sponsor yang berdampak kepada pemasukan klub yang juga akan membuat
klub semakin mudah mengalokasikan dana untuk keperluan sehari-hari klub maupun
untuk dana transfer pemain. Bagi pemerintah daerah sendiri juga menjadi suatu
keuntungan karena mereka bisa melakukan promosi daerah mereka lewat klub-klub
tersebut yang tentunya akan selalu dilihat oleh masyarakat Indonesia, apalagi kompetisi
liga sekarang selalu ditayangkan langsung oleh tv swasta di semua pertandingan baik
divisi satu maupun divisi dua. Ini membuat mereka secara tidak langsung melakukan
34
promosi daerah mereka sendiri dan membuat masyarakat Indonesia semakin mengenal
daerah tersebut.32
Jika bisa dimanfaatkan dengan baik maka hubungan ini akan sangat
menguntungkan kedua belah pihak dan bisa bertahan dalam waktu yang lama asalkan
tiap pihak memegang komitmen masing-masing. Dengan tidak adanya lagi kucuran
dana APBD kepada klub-klub, maka klub dituntut untuk sekreatif mungkin mencari
dana untuk keberlangsungan hidup mereka dan menjalin kerjasama dengan pemerintah
daerah bisa menjadi salah satu solusinya.33
2.3 Hukum Sepakbola dan Kode Disiplin
2.3.1 Hukum Sepakbola
Semua jenis olah raga termasuk sepak bola memiliki law of the game alias
aturan mainnya masing-masing, yang tidak akan bisa diintervensi oleh hukum nasional,
bahkan hukum internasional. Dalam kompetisi sepakbola professional dijalankan
dengan seperangkat aturan yang bersifat universal, aturan-aturan ini berasal dari system
hukum FIFA yang terdiri atas stauta FIFA beserta seluruh turunannya. Inilah yang
disebut lex sportiva yang terdri atas the laws of the game sebagai lex ludicia dan lex
sportiva yang ditegakkan untuk memastikan agar kompetisi sepakbola professional di
setiap negara berjalan sesuai mekanisme. Kompetisi sepakbola professional tidak
32 Bola.net 33 Ibid
35
dikuasai oleh negara, sepakbola memiliki aturan mainnya sendiri yang membuat
sepakbola memiliki kedaulatan dan system yang dikendalikan oleh FIFA sebagai
organisasi sepakbola utama. Sistem FIFA yang bergerak dalam system transnasional
perlu dipahami batasan-batasannya terkait kedaulatan dan yurisdiksi negara, karena
jika terjadi konflik maka eksistensi kompetisi sepakbola professional terancam dan
upaya pemajuan kesejahteraan umum melalui sepakbola menjadi terganggu.
Dalam pelaksanaannya ternyata system FIFA ini memiliki irisan-irisan dan
persinggungan hukum dengan hukum nasional pesinggungan ini tidak terjadi dalam
konteks penegakkan the laws of the game sebagai lex ludicia yang memang menjadi
otoritas FIFA. Penyelenggaraan kompetisi sepakbola di suatu negara memang
bersinggungan dengan dua system hukum yaitu system hukum nasional dan system
hukum transnasional (sports law). Dalam hal ini contohnya adalah ketika FIFA
menghendakki agar setiap klub sepakbola professional harus berstatus badan hukum
dan berbentuk corporate / perusahaan. Ternyata badan hukum yang dimaksud FIFA
tersebut telah diatur oleh hukum nasional Indoneisa melalui Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Karena negara hanya bisa mengatur aspek-
aspek yang berkenaan tentang olahraga saja. Seperti pengaturan untuk klub olahraga
yang berbentuk perseroan terbatas. Maka klub itu harus tunduk terhadap pada UU
Perseroan terbatas, maupun ketentuan lain yang terkait misalnya ketentuan
perpajakan.34
34 Ivy William, The Swiss Civil Code, Oxford, April 2015 dalam Hinca IP Pandjaitan, Kedaulatan
Negara vs Kedaulatan FIFA, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 216.
36
Dalam system hukum FIFA harus tunduk tanpa syarat karena secara de jure
merupakan yurisdiksi mutlak system hukum nasional Indonesia. Karena dunia hukum
dalam bidang olahraga tidak membentuk suatu dunia hukum yang benar-benar terpisah
dari hukum negara, sebab jika aturan yang mengatur olahraga tersebut dibuat oleh
organisasi-organisasi olahraga privat internasional, olahraga tetap tidak menghindar
dari penerapan hukum negara dimana olahraga itu dipertandingkan. Para pelaku
olahraga tunduk kepada aturan-aturan hukum umum yang berlaku dalam negara
mereka seperti peraturan tentang legalitas badan hukum, kesehatan, keamanan, hukum
perjanjian, hukum terkait ketentuan pajak, hukum ketenagakerjaan dan sebagainya.35
Pernyataan diatas sangat tidak seseuai dengan statute FIFA sebab organisasi
yang dibawah FIFA memiliki kebebasa. Selain itu, FIFA merupakan salah satu
organisasi sepakbola internasional yang diakui oleh PBB. FIFA maupun organisasi
yang dibawah naungan FIFA memiliki aturan sendiri yaitu taat pada statuta.
Dalam konteks teori kedaulatan pluralis dan teori organizational imperatives
maka FIFA sebagai federasi sepakbola Internasional beserta seluruh konfederasi dan
asosiasi anggotanya dapat disebut sebagai civil society dan market sekaligus dan state
adalah pemerintah yang dalam konteks ini adalah pemerintah Indonesia. FIFA adalah
sebuah organisai yang status badan hukumnya sebagai federasi sepakbola internasional
tunggal yang didirikan pada tanggal 21 Mei 1904 di Paris Perancis dan didaftarkan
35 Eko Noer Kristiyanto, peneliti BPHN Kemenkumham RI menyatakan bahwa PSSI tidak dapat
mengistimewakan diri terkait hal-hal yang sudah diatur oleh hukum nasional, (lihat KOMPAS. 11 Februari
2019).
37
berdasarkan Pasal 60 Swiss Civil Code36. FIFA memiliki Lembaga khusus dan unik
yaitu International Football Association Board (IFAB), sebagai Lembaga satu-satunya
yang memiliki kewenangan mutlak membuat dan atau meperbaharui the laws of the
game bagi penyelenggaraan pertandingan sepakbola di dunia,37 yang oleh Ken Foster
disebut sebagai lex ludicia. Lex ludicia merupakan sekumpulan prinsip dan aturan
sebagai sporting law atau aturan main (rules of game) yang bersifat unik karena
konteksnya berhubungan dengan dasar yang dipakai untuk memainkan kompetisi
sepakbola professional di lapangan permainan.
Semua anggota FIFA wajib tunduk dan melaksankan the laws of the game
dalam setiap penyelenggaraan pertandingan sepakbola professional.38 Hal ini berlaku
secara universal bagi pihak manapun yang memainkan sepakbola sebagai sui generis.
Lex ludicia adalah bagian dari lex sportiva. Lex sportiva adalah hukum yang khusus
mengatur tentang olah raga yang dibentuk oleh institusi komunitas olah raga itu sendiri
yang bersifat internasional, misalnya FIFA yang menegakkan statute dan system
mereka di seluruh dunia.
Lex ludica memastikan agar sepakbola dilakukan sesuai aturan sementara lex
sportiva memastikan tentang pengorganisasian agar lex ludicia dapat berjalan sesuai
mekanismenya.
36Hinca IP Panjaitan, op. cit. hlm 28. 37 Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (3) statute FIFA. 38 Ibid.
38
Lex sportiva merupakan tatanan hukum yang diadopsi oleh badan-badan olah
raga nasional dan internasional dan merupakan suatu isu penting bersifat fundamental
bagi disiplin hukum olah raga. Lex Sportiva dapat dirumuskan sebagai hukum yang
khusus mengatur tentang olahraga yang dibentuk oleh institusi komunitas olahraga
itu sendiri dan berlaku serta ditegakkan oleh lembaga olahraga itu sendiri tanpa
intervensi dari hukum positip suatu negara dan tanpa intervensi dari hukum
internasional.39
Intervensi penyelesaian sengketa dalam cabang sepak bola menurut Hinca,
bertentangan dengan hukum global yang mengatur olah raga. Statuta FIFA, dan
berbagai federasi olahraga internasional lainnya menetapkan aturan tidak boleh
membawa penyelesaian sengketa sepakbola ke badan peradilan negara dan tidak boleh
diintervensi oleh pihak manapun.40
Pada beberapa bagian dari tata aturan, lex sportiva ini tegas-tegas menolak
digunakannya hukum nasional suatu negara. Dalam penyelesaian sengketa antar
unsur cabang olahraga mereka juga menolakcampur tangan atau intervensi
pemerintah atau negara. Bahkan federasi internasional cabang olahraga ini tidak
segan-segan menjatuhkan sanksi kepada federasi nasional cabang olahraga dari
negara peserta yang pemerintah atau negaranya melakukan campur tangan atau
intervensi terhadap penyelenggaraan cabang olahraga ini.
39 Ashari Setya, Otonomi Lex Sportiva Dikaitkan Dengan Suap Dalam Olahraga Di RUU KUHP,
http://www. hukumpedia.com/1234abcd/otonomi-lex-sportiva-di kaitkan-dengan-suap dalam-olahraga-di-
ruu-kuhp, sebagai-mana telah dikutip dari http://www.lexsportiva.co.id/?lang&pagecontent&ids.6&id.29. 40 Hinca IP Panjaitan, op. cit. hlm 28
39
Lex sporttivaas a global sports law adalah sebagai peraturan hukum otonom
dan independent yang melintasi wilayah hukum negara, yang dibentuk oleh Lembaga-
lembaga swasta global yang mengatur dan mengendalikan olahraga secara
internasional. Karakteristik utamanya bahwa hukum olahraga global merupakan
peraturan kontraktual, dengan kekuatan mengikatnya didasarkan pada perjanjian untuk
menyerahkan kekuasaan dan hak kepada otoritas dan yurisdiksi federasi olahraga
internasional tersebut. Selain itu, lex sportiva as a global sports law tidak diatur oleh
system hukum nasional.41
Dalam perdebatan akademis Lex Sportiva di pahami sebagai sebuah sistem
hukum yang tidak berada dalam sistem hukum nasional dan juga tidak berada dalam
sistem hukum internasional, tetapi memasuki wilayah sistem hukum transnasional.42
Namun bukan berarti antara hukum nasional, hukum internasional dan hukum olahraga
terpisah satu dengan yang lain, karena ketiganya saling berintegrasi satu dengan yang
lain. Hukum Olahraga butuh Hukum Nasional, hukum Olahraga juga butuh Hukum
Internasional.43
FIFA memang memiliki kewenangan dan kedaulatan penuh dalam
mengorganisasi system, aturan serta mekanisme untuk memastikan the laws of the
game dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggotanya ketika melangsungkan
kompetisi sepakbola professional. Dan negara tidak memiliki kewenangan apapun
41 Ibid. 42 Hinca IP Panjaitan, op. cit. hlm.135. 43 Ashari Setya, op. cit.
40
terkait the laws of the game. Namun sekalipun FIFA memiliki kedaulatan penus atas
system sepakbola namun tetap saja FIFA tak dapat menyelenggarakan sepakbola tanpa
kehadiran negara. Hal ini terkait keberadaan lapangan sepakbola dan infrastruktur
pendukung lain yang tentu saja secara territorial berada di wilayah kedaulatan dan
yurisdiksi suatu negara, maka dapat dikatakan bahwa tak ada sepakbola tanpa izin
negara.
Di Indonesia PSSI secara hukum adalah badan hukum privat yang berbentuk
perkumpulan. Di dalam hukum Indonesia, dasar hukum perkumpulan berbadan hukum
ini adalah akta pengesahan PSSI tertanggal 2 Februari 1953 berdasarkan buku Undang-
Undang no. 276 (Staatsblad). Sebagai badan hukum privat, PSSI menundukkan dirinya
sebagai anggota Federasi sepakbola dunia yaitu FIFA. Melalui UU SKN pada Pasal 1
poin 5 Pemerintah jelas mensyaratkan bahwa induk organosasi olahraga harus menjadi
anggota federasi cabang olahraga internasional yang bersangkutan, dalam hal ini FIFA.
2.3.2 Kode Disiplin
Sebagai satu-satunya organisasi sepak bola nasional di wilayah Hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia pun memiliki
kewenangan yang sama seperti FIFA, dalam lingkup negara Indonesia, termasuk untuk
mendesain sistem peradilannya dalam rangka menyelesaikan sengketa sepak bola
nasional. Desain sistem peradilan yang dituangkan PSSI dalam Statuta PSSI, tak
ubahnya seperti menerjemahkan FIFA Statutes ke dalam bahasa Indonesia. Mereka pun
memiliki Komisi Disiplin, Komisi Banding, dan Komisi Etika seperti halnya FIFA
41
yang memiliki Disciplinary Committee, Appeal Committee, dan Ethics Committee.
Hanya saja dalam Statuta PSSI, mereka kemudian memperkenalkan sebuah badan
arbitrase yang menangani semua perselisihan dalam lingkup organisasi PSSI. Satu hal
yang menarik adalah dalam Statuta PSSI tersebut, dinyatakan secara jelas pada Pasal
70 bahwa PSSI, Anggota, Pemain, Offisial, serta Agen Pemain dan Agen Pertandingan
tidak diperkenankan mengajukan perselisihan ke Pengadilan Negara dan badan
arbitrase lainnya serta alternatif penyelesaian sengketa lainnya, kecuali yang
ditentukan dalam Statuta PSSI dan peraturanperaturan FIFA dan setiap sengketa harus
diajukan kepada yurisdiksi FIFA atau PSSI Kode disiplin PSSI ini disusun guna
meningkatkan aspek ketertiban, kenyamanan, integritas dan kualitas penyelenggaraan
pertandingan dan kompetisi resmi agar dapat semakin berkesesuaian dengan
perkembangan dan dinamika sepakbola dunia.
Kode disiplin PSSI ditetapkan dan diberlakukan dengan tujuan utama untuk
mengatur dan menjelaskan jenis-jenis pelanggaran disiplin, serta sanksi yang dapat
dikenakan agar pertandingan dan kompetisi yang berjalan di bawah kewenangan PSSI
dapat berjalan sesuai dengan aturan main (laws of the game) yang ditetapkan oleh
FIFA.44
Kode Disiplin PSSI ini memiliki dua bagian, yaitu buku ke satu tentang Materi
Hukum Pelanggaran Disiplin dan kedua yaitu tentang Pengorganisasian dan Prosedural
Badan Yudusial PSSI. Dalam buku ke satu terdapat 2 Bab, Bab I tentang Umum, Bab
44 Statuta PSSI.
42
II tentang khusus. Sedanglan dalam buku kedua terdiri dari 2 Bab, Bab I tentang
Pengorganisasian dan Bab II tentang Proseduran Jalannya persidangan.
Dalam Bab I Buku kesatu kembali di uraikan menjadi enam bagian, antara lain;
- Bagian pertama tentang Persyaratan menjatuhkan sanksi disiplin;
- Bagian kedua tentang Jenis-jenis hukuman pelanggaran disiplin;
- Bagian ketiga tentang Penggabungan, pengurangan sanksi serta
penyimpanan data;
- Bagian keempat tentang Masa berlaku dan pembatalan sanksi
peringatan dan masa berlaku sanksi skors;
- Bagian kelima tentang Mengakhiri sanksi;
- Bagian keenam tentang Kadaluwarsa dan permulaan sanksi
pelanggaran disiplin.45
Sedangkan dalam Bab II tentang Khusus terdiri dari sebelas bagian, antara lain;
- Bagian pertama tentang Pelanggaran terhadap the Laws of the Game;
- Bagian kedua tentang Tingkah laku buruk dalam pertandingan dan
kompetisi;
- Bagian ketiga tentang Perilaku yang menghina dan diskriminatif;
- Bagian keempat tentang Pelanggaran terhadap hak kebebasan individu;
- Bagian kelima tentang Pemalsuan data dokumen;
- Bagian ketujuh tentang Doping;
- Bagian kedelapan tentang Tidak mematuhi keputusan yang sudah
dijatuhkan;
- Bagian kesembilan tentang Tanggung jawab klub dan badan-badan
lainnya;
- Bagian kesepuluh tentang Manipulasi hasil pertandingan secara illegal;
- Bagian kesebelas tentang Kewajiban terhadap Tim Perwakilan PSSI
(Tim Nasional)46
Dalam Bab I Buku kedua kembali di uraikan menjadi lima bagian, antara lain;
- Bagian pertama tentang Kewenangan Badan Yudisial PSSI dan
kewenangan organisasi penyelenggara pertandingan sepak bola
menegakan disiplin;
45 Kode Disiplin PSSI Tahun 2018. 46 Ibid.
43
- Bagian kedua tentang Kewenangan Wasit dan Badan Yudisial
menegakan disiplin;
- Bagian ketiga tentang Komite Disiplin PSSI;
- Bagian keempat tentang Komite Banding PSSI;
- Bagian kelima tentang Ketentuan umum untuk Badan Yudisial PSSI;47
Dalam Bab II Buku kedua kembali di uraikan menjadi empat bagian, antara lain;
- Bagian pertama tentang Bagian prosedural yang bersifat umum;
- Bagian kedua tentang Komite Disiplin PSSI;
- Bagian ketiga tentang Komite Banding PSSI;
- Bagian kelima tentang Prosedur yang bersifat khusus;48
Penegakkan sanksi disiplin berdasarkan Kode Disiplin PSSI ini adalah implementasi
kewajiban PSSI berdasarkan Article 70 dari FIFA Disciplinary Code. Apabila
diperlukan, PSSI dapat melakukan proses administrative yang tersedia untuk
memastikan sanksi yang dijatuhkan berdasarkan Kode Disiplin PSSI ini memiliki
kekuatan mengikat secara Internasional.49
Dalam penerapan Kode Disiplin PSSI dijalankan olek Komisi Disiplin PSSI yang
mempunyai kewenangan dan bertanggungjawab secara khusus untuk:
a) Menjatuhkan hukuman disiplin terhadap pelanggaran disiplin yang
luput dari perhatian perangkat pertandingan;
b) Mengkoreksi kesalahan yang jelas dalam keputusan yang diberikan
oleh wasit;
c) Memperpanjang masa sanksi larangan bermain yang secara otomatis
terjadi akibat dikeluarkannya pemain dari lapangan sesuai dengan
ketentuan Pasal 18 ayat (4) Kode Disiplin PSSI ini;
d) Menetapkan hukuman tambahan, seperti sanksi denda dan sanksi
lainnya.
47 Ibid. 48 Ibid 49 Ibid Pasal 74 tentang Aturan umu kewenangan menegakkan disiplin
44
Dalam tema penulisan ini penulis mengangkat isu tentang “pertanggung jawaban
klub terhadap kerusuhan supporter sepak bola” dan dalam hal ini penonton / supporter
sepak bola memiliki peraturan terkait, adapun peraturan yang mengatur penonton sepak
bola / supporter dalam peraturan organisasi kode etik persatuan sepak bola seluruh
Indonesisa (PSSI) tahun 2018 yakni:
Pasal 1 Tujuan Kode Disiplin PSSI
Tujuan dari Kode Disiplin ini ditetapkan dan diberlakukan dengan tujuan
i. mengatur dan menjelaskan jenis-jenis pelanggaran disiplin,
ii. menetapkan tindakan berupa sanksi agar kode disiplin ditegakkan
sehingga pertandingan dan kompetisi berjalan disiplin sesuai dengan
Laws of the Game, berlangsung fair, respect dan sportif,
iii. mengatur tentang organisasi, tugas, kewenangan, fungsi dan kewajiban
badanbadan yang bertanggung jawab dalam membuat dan mengambil
keputusan atas pelanggaran disiplin,
iv. prosedur dan tata cara yang harus diikuti oleh badan-badan dan para
pihak yang terkait dengan pelanggaran disiplin.50
Pasal 2 Ruang Lingkup Pelaksanaan Kode Disiplin PSSI.
1) Kode Disiplin PSSI berlaku untuk setiap pertandingan dan kompetisi
resmi.
2) Kode Disiplin PSSI juga diberlakukan lebih luas, yakni apabila
terganggunya perangkat pertandingan dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya dan atau tujuan utama Statuta PSSI dilanggar, khususnya
pelanggaran disiplin tentang pemalsuan, suap dan doping.
3) Kode Disiplin PSSI juga berlaku dan mencakup segala pelanggaran
disiplin terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan PSSI yang tidak
berada dalam wilayah hukum badan manapun.51
50 Ibid Pasal 1 tentang Tujuan
51 Ibid Pasal 2 tentang Ruang Lingkup Pelaksanaan Kode Disiplin PSSI.
45
Kehadiran supporter dalam pertandingan atau kompetisi sepak bola di Indonesia
juga di atur dalam Kode Disiplin PSSI yaitu Bagian Ketiga tentang Perilaku yang
menghina dan diskriminatisf dalam Pasal 59 tentang Perilaku yang menghina dan
penerapan prinsip fair play. Dan Pasal 60 tentang Tindakan Diskriminatif. Selain itu
juga diatur dalam Kode Disiplin PSSI Bagian Keempat tentang Pelanggaran terhadap
hak kebebasan individu pada Pasal 61 tentang Ancaman. Pasal 62 tentang Paksaan.
Selain itu juga ada dalam Bagian kesembilan tentang Tanggung jawab klub dan
badan-badan lainnya, dalam hal ini diatur Pasal 68 tentang Tanggungjawab dalam
pelaksana pertandingan. Pasal 69 tentang Kegagalan menjalankan tanggungjawab
menjaga ketertiban dan kemanan. Pasal 70 tentang Tanggungjawab terhadap tingkah
laku buruk penonton. Berikut peraturan dalam Kode Disiplin PSSI
Pasal 59 Perilaku yang menghina dan penerapan prinsip fair play
1. Setiap orang yang menghina, melecehkan atau mendiskreditkan orang
lain bagaimanapun caranya khususnya dengan menggunakan gerak
tubuh atau dengan kata-kata yang dianggap menghina orang lain, atau
melanggar asas fair play atau melakukan suatu tindakan yang tidak
sportif dengan cara apapun, dikenakan sanksi berupa sanksi denda
sekurang-kurangnya sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah).
2. Setiap orang yang tunduk terhadap Kode Disiplin PSSI ini, yang
membuat pernyataan baik secara lisan maupun secara tertulis yang
mendiskreditkan keputusan perangkat pertandingan, keputusan Badan
Yudisial PSSI atau keputusan PSSI lainnya bagaimanapun caranya
yang dipublikasikan secara khusus melalui pamflet, selembar kertas,
spanduk, dan sejenisnya maupun yang dimuat atau disiarkan melalui
media massa cetak, media sosial atau media massa elektronik
dikenakan sanksi larangan beraktivitas yang terkait dengan sepak bola
46
sekurang kurangnya 3 (tiga) bulan dan sanksi denda sekurang
kurangnya sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).52
Pasal 60 Tindakan Diskriminatif
1. Pemain atau Ofisial yang melakukan tindakan yang bersifat
diskriminatif terhadap orang lain dengan menggunakan perkataan atau
tindakan yang bersifat menghina, meremehkan atau merendahkan yang
terkait dengan warna kulit, bahasa, agama, etnis atau suku bangsa atau
melakukan tindakan lainnya yang dapat dianggap diskriminatif dijatuhi
sanksi sebagai berikut: a. Sanksi skors selama setidaknya 5 (lima)
pertandingan; dan b. Sanksi larangan memasuki stadion setidaknya 1
(satu) pertandingan dan sanksi denda setidaknya Rp. 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah) apabila dilakukan oleh Pemain atau Rp.
450.000.000,- (empat ratus lima puluh juta rupiah) apabila dilakukan
oleh ofisial, yang akan ditanggung klubnya.
2. Apabila penonton atau kelompok penonton (suporter) dari klub atau
badan tertentu melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam ayat
(1) diatas, baik dengan cara memasang bendera, spanduk, tulisan,
atribut, choreo atau sejenisnya selama pertandingan berlangsung,
terlepas dari alasan lemahnya pengawasan oleh badan atau klub yang
didukung oleh kelompok penonton tersebut, badan atau klub dikenakan
sanksi :
a. denda sekurang-kurangnya Rp. 450.000.000,- (empat ratus lima puluh
juta rupiah); dan
b. Apabila dianggap perlu, dengan mempertimbangkan faktor-faktor
seperti akibat yang ditimbulkan, pengulangan tindakan, dan
sebagainya, Komite Disiplin PSSI atau Komite Banding PSSI dapat
menjatuhkan sanksi lain, seperti Penutupan seluruh stadion atau
sebagian, dinyatakan kalah dengan pengurangan poin (forfeit),
pengurangan poin atau diskualifikasi dari kompetisi yang sedang
berlangsung.
3. Apabila identitas yang bersangkutan diketahui, setiap penonton atau
kelompok penonton yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud
Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 60 ayat (2) diatas dikenakan sanksi berupa
larangan memasuki stadion dalam pertandingan atau kompetisi yang
diadakan atau diawasi oleh PSSI selama 2 (dua) tahun.53
Pasal 61 tentang Ancaman
52 Ibid Pasal 59 Perilaku yang menghina dan penerapan prinsip fair play
53 Ibid Pasal 60 Tindakan Diskriminatif
47
Setiap orang yang melakukan intimidasi atau ancaman terhadap
perangkat pertandingan yang dapat dianggap sebagai ancaman yang
serius dikenakan sanksi denda sebesar Rp. 45.000.000,- (empat puluh
lima juta rupiah) dan skors selama 1 (satu) pertandingan. Sanksi ini
tidak dapat digabung.54
Pasal 62 Paksaan
Setiap orang yang menggunakan kekerasan atau ancaman untuk
memberikan tekanan terhadap perangkat pertandingan yang dapat
memaksanya untuk melakukan tindakan tertentu atau membuat
perangkat pertandingan tidak dapat mengambil keputusan secara
independen akan dikenakan sanksi denda sekurangkurangnya sebesar
Rp. 45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) dan skors selama 1
(satu) pertandingan. Sanksi ini tidak dapat digabung.55
Pasal 68 Tanggung jawab pelaksana pertandingan
Badan-badan yang menyelenggarakan pertandingan bertanggungjawab
dan wajib untuk melakukan tindakan dan upaya :
a. Memperhitungkan dan mengantisipasi tingkat bahaya yang akan terjadi
dalam pertandingan tersebut dan memberitahukannya kepada PSSI
setiap hal yang memiliki resiko tinggi terhadap ancaman gangguan
keamanan dan ketertiban pertandingan yang mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tim, kenyamanan perangkat pertandingan,
penonton dan kelancaran pertandingan di dalam stadion atau di luar dan
sekitar stadion, baik sebelum pertandingan, pada saat pertandingan
berlangsung, dan saat segera setelah pertandingan selesai;
b. Memastikan bahwa pertandingan dilangsungkan sesuai dan berdasarkan
pada peraturan keamanan (regulasi PSSI, regulasi AFC, regulasi FIFA,
dan peraturan perundang-undangan) yang berlaku dan segera mengambil
tindakan-tindakan pencegahan sesuai dengan kondisi lingkungan di
lapangan sebelum, pada saat dan setelah pertandingan selesai, serta
apabila terjadi kerusuhan;
c. Memastikan keamanan dan kenyamanan perangkat pertandingan,
pemain, dan ofisial yang terlibat (secara khusus tim tamu) selama mereka
berada di tempat pelaksanaan pertandingan;
d. Komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah setempat secara aktif dan
efektif;
54 Ibid Pasal 61 Ancaman 55 Ibid Pasal 62 Paksaan
48
e. Memastikan bahwa hukum dan peraturan tetap ditegakkan secara baik
dan benar, baik di stadion maupun di sekitar stadion dan pertandingan-
pertandingan tersebut pun berjalan dan terorganisir dengan baik.56
Pasal 69 Kegagalan menjalankan tanggung jawab menjaga ketertiban dan keamanan.
1. Setiap badan yang menyelenggarakan pertandingan gagal memenuhi
tanggung jawab dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan Pasal 68
Kode Disiplin PSSI diberikan sanksi denda sekurang-kurangnya Rp.
20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
2. Bagi pelanggaran yang serius terhadap Pasal 68 atau pengulangan
pelanggaran, Komite Disiplin PSSI atau Komite Banding PSSI dapat
memberikan sanksi tambahan berupa sanksi penutupan seluruh stadion
atau sebagian sekurang-kurangnya 2 (dua) kali pertandingan.
Berdasarkan pertimbangan yang sama, Komite Disiplin PSSI atau
Komite Banding PSSI dapat memberikan larangan memasuki stadion
bagi suporter dan/atau pendukung klub atau badan terkait sekurang-
kurangnya 1 (satu) pertandingan.
3. Komite Disiplin PSSI diberi haknya berdasarkan Kode Disiplin PSSI
untuk memberikan sanksi tertentu dengan alasan keamanan untuk
mencegah kerusuhan, yakni sanksi bermain di tempat netral dan sanksi
larangan bermain di stadion tertentu. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (2)
Kode Disiplin PSSI ini, hal ini dapat dilakukan sekalipun belum
terbukti adanya pelanggaran disiplin atas aturan disiplin.57
Pasal 70 Tanggung jawab terhadap tingkah laku buruk penonton
1. Tingkah laku buruk yang dilakukan oleh penonton merupakan
pelanggaran disiplin. Tingkah laku buruk penonton termasuk tetapi
tidak terbatas pada; kekerasan kepada orang atau objek tertentu,
penggunaan benda-benda yang mengandung api atau dapat
mengakibatkan kebakaran (kembang api, petasan, bom asap (smoke
bomb), suar (flare), dan sebagainya), penggunaan alat laser, pelemparan
misil, menampilkan slogan yang bersifat menghina, berbau
keagamaan/religius atau terkait isu politis tertentu, dalam bentuk
apapun (secara khusus dengan cara memasang bendera, spanduk,
tulisan, atribut, choreo atau sejenisnya selama pertandingan
berlangsung), menggunakan kata-kata atau bunyi-bunyian yang
menghina atau melecehkan atau memasuki lapangan permainan tanpa
seizin perangkat pertandingan dan panitia pelaksana.
56 Ibid Pasal 68 Tanggung jawab dalam pelaksana pertandingan 57 Ibid Pasal 69 Kegagalan menjalankan tanggung jawab menjaga ketertiban dan keamanan
49
2. Klub tuan rumah atau badan yang menunjuk atau mengawasi panitia
pelaksana pertandingan tertentu bertanggung jawab atas tingkah laku
buruk penonton sebagaimana diatur dalam ayat (1) diatas, terlepas
daripada alasan lengahnya pengawasan panitia pelaksana pertandingan.
3. Klub tamu bertanggung jawab atas tingkah laku buruk sebagaimana
diatur dalam ayat (1) diatas, oleh penonton yang merupakan kelompok
pendukungnya, terlepas daripada lengahnya pengawasan oleh klub
tersebut. Dalam hal pertandingan diadakan di tempat netral atau kedua
klub tidak berposisi sebagai pelaksana atau tuan rumah dari
pertandingan tersebut, kedua klub memiliki tanggung jawab yang sama.
4. Sanksi yang dapat dikenakan terhadap tingkah laku buruk penonton
berdasarkan ayat (1) diatas adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran
1 pada Kode Disiplin PSSI ini.58
2.4 Kedudukan Hukum Klub Sepakbola
FIFA menganggap dirinya adalah pemilik tunggal sepakbola di jagad raya dan
karenanya berwenang penuh dan berkuasa serta berdaulat atas pengelolaan atas
pengelolaa (mulai dari perencanaan dan pengaturan), penyelenggaraan, pengawasan
serta pengendalian pertandingan sepakbola, termasuk menyelesaikan sengketa yang
timbul dalam pengelolaan dan pelaksanaan pertandingan sepakbola. FIFA merasa
mempunyai sistem hukum sendiri dan berdaulat penuh, serta menyatakan dirinya tidak
bisa (tidak mau) diintervensi oleh siap pun termasuk oleh negara yang asosiasi
sepakbolanya menjadi anggota FIFA.
Bagi FIFA kewenangan negara hanya berwenang untuk menyediakan
fasilitas dan infrastuktur sepakbola. Dalam konteks Indonesia, kehadiran peraturan
perundang-undangan keolahragaan telah dimaknai oleh FIFA dan atau penganut lex
58 Ibid Pasal 70 Tanggung jawab terhadap tingkah laku buruk penonton
50
sportiva di Indonesia sebagai bentuk campur tangan atau intervensi negara terhadap
penyelenggaraan sepakbola yang menjadi kewenangannya, sehingga harus ditolak.
Mereka berpandangan bahwa Hukum Olahraga Nasional Indonesia terpusat pada UU
SKN dan ketiga Peraturan Pemerintahnya, dan peraturan perundang-undangan lainnya
hanya boleh mengatur hal-hal yang berkaitan dengan olahraga dari sisi public interest-
nya saja. Itupun dengan catatan bahwa norma-norma hukum dari peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia tersebut tidak
mengintervensi terhadap Lex Sportiva.59 Jika UU SKN dan peraturan perundang -
undangan lainnya mengatur terlalu jauh dan masuk ke ranah lex sportiva, maka dapat
dipastikan olahraga di Indonesia tidak diakui sebagai bagian dari olahraga
internasional. Misalnya, jika Pemerintah Indonesia mencampuri urusan internal PSSI,
maka dapat dipastikan PSSI akan dihukum oleh FIFA dengan mencoretnya sebagai
anggota FIFA, dan akibatnya Tim Nasional Indonesia dan seluruh stake holder
sepakbola Indonesia tidak dapat berkiprah di jagat sepakbola profesional dunia.60
Asas dan prinsip negara hukum yang dianut dalam konstitusi Republik
Indonesia meniscayakan setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta penyelenggaraan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas
hukum, tidak terkecuali untuk aspek penyelenggaraan olahraga di Tanah Air.
Rasionalitas dan pemikiran seperti inilah yang menjadi lahirnya Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN).
59 https://studylibid.com/doc/634342/penerapan-asas-lex-sportiva-dalam-sistem-hukum 60 Ibid.
51
UU SKN ini dibentuk dengan tujuan mengakomodasi dinamika dan tuntutan
perkembangan masyarakat olahraga, baik dalam lingkup nasional maupun secara
global. Hal yang sangat penting disadari adalah penyelenggaraan keolahragaan
menurut UU tersebut menganut prinsip demokratis dan nondiskriminatif yang
menghendaki dan menjamin kebebasan dan peran serta masyarakat dalam berolahraga,
baik secara pribadi maupun kolektif dalam bentuk organisasi atau induk organisasi
cabang olahraga. Dengan demikian, ada pembatasan kewenangan dan intervensi negara
dalam setiap aspek penyelenggaraan keolahragaan, hubungan negara dengan
masyarakat pelaku olahraga dibatasi dalam bentuk pola kemitraan (partners
relationship), duduk sama rendah dan tegak sama tinggi. Masyarakat pelaku olahraga
bukanlah subordinasi dari negara.
Namun, FIFA memiliki kewenangan dan kedaulatan penuh dalam
mengorganisasi system, aturan serta mekanisme untuk memastikan the laws of the
game dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggotanya ketika melangsungkan
kompetisi sepak bola professional.
Klub sepakbola sebagai organisasi olahraga professional yang menyelenggarakan
pembinaan dan pengembangan olahraga professional diwajibkan berbadan hukum.
PSSI menyatakan bahwa kewajiban klub sepakbola Indonesia berbadan hukum
merupakan prasyarat penting bagi sepaknola nasional menuju industry sepakbola yang
professional. Pijakan legalnya adala Club Licensing Regulation yang diterbitkan FIFA
yang menginstruksikan setiap federasi sepakbola negara untuk menerapkan
pengelolaan klub sepakbola yang professional dengan salah satu parameternya adalah
52
berstatus badan hukum. Intinya, regulasi itu menginstruksikan setiap federasi sepak
bola negara untuk menerapkan pengelolaan klub sepak bola yang profesional dengan
salah satu parameternya adalah berstatus badan hukum. Merujuk pada hukum yang
berlaku di Indonesia, maka bentuk badan hukum yang dikenal adalah PT, yayasan, dan
koperasi. Sejauh ini, bentuk badan hukum PT masih menjadi pilihan paling populer di
kalangan klub sepak bola. Pilihan ini tentunya membawa konsekuensi-konsekuensi
yang salah satunya adalah klub yang statusnya PT wajib tunduk pada Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Ketentuan FIFA tersebut harus dipatuhi oleh klub sepak bola profesional sebab
setiap klub profesional adalah anggota PSSI, oleh karenanya, Statuta PSSI mengikat
dan menjadi pedoman bagi para klub profesional. Secara jelas, Statuta PSSI pada Pasal
15 ayat (1) huruf a, h dan imenyatakan bahwa para Anggota PSSI mempunyai
kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
Pasal 15 ayat (1) huruf a Statuta PSSI
Mematuhi secara keseluruhan Statuta, Peraturan-peraturan, Instruksi
dan Keputusan-keputusan FIFA, AFC, AFF dan PSSI dan memastikan
bahwa semua peraturan tersebut juga dilaksanakan oleh anggota-
anggotanya.
Pasal 15 ayat (1) huruf h Statuta PSSI
Tidak menjalin hubungan keolahragaan dengan pihak yang tidak dikenal
atau dengan anggota yang diskorsing atau dikeluarkan.
Pasal 15 ayat (1) huruf i Statuta PSSI
53
Menjalankan prinsip-prinsip loyalitas, integritas dan perilaku sportif
yang mencerminkan prinsip fair play yang diatur secara khusus dalam
suatu ketentuan di dalam statuta atau akta pendiriannya.
Jadi kewajiban klub sepakbola professional atau organisasi olahraga
professional untuk berbadan hukum dilandasi oleh Club Licensing Regulation yang
diterbitkan oleh FIFA dan Statuta PSSI.
Adanya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Keolahragaan Nasional (selanjutnya disebut UU SKN) secara sadar dan tegas
menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia melakukan intervensi atas
penyelenggaraan sepakbola profesional di Indonesia61 yang secara nyata dilarang
dalam Statuta FIFA.
Pemerintah Indonesia berdasarkan prinsip kedaulatan yang diperoleh dari
negara berpandangan mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan olahraga di
Indonesia karena berada di wilayah hukum Indonesia dalam batas-batas tidak
melanggar hukum internasional. Hak ini dilaksanakan dalam kerangka sistem
keolahragaan nasional yang diatur dalam UU SKN dan bergayut pada sistem hukum
nasional. Beberapa contoh dapat diungkapkan benturan kewenangan Pemerintah
dengan federasi olahraga internasional (FIFA) antara lain adalah :
Tabel 3.
61 Hinca IP Panjaitan, op. cit.
54
NO. Kewenangan Pemerintah dalam UU
SKN
Kewenangan FIFA dalam Statuta
FIFA
1. Pengelolaan olahraga dilakukan melalui
mekanisme kewajiban melakukan
standarisasi, akreditasi, dan sertifikasi
keolahragaan yang menjadi domain dan
kewenangan pemerintah melalui
BSANK
Pengeloalaan sepakbola dilakukan
oleh FIFA melalui Lembaga
khusus IFAB sebagai Lembaga
satu-satunya yang mempunyai
kewenangan mutlak membuat dan
memperbaharui law of the game
sepakbola.
2. Pengawasan dan pengendalian
keolahragaan dilakukan Menteri dan
dilaksanakan oleh Lembaga
independent yang dibentuk, yaitu Badan
Pengawas Olahraga Profesional
Indonesia (BOPI).
Pengawasan dan pengendalian
sepakbola dilakukan oleh FIFA
melalui Executive Committee dari
PSSI
3. Penyelesaian sengketa organisasi
keolahragaan melalui musyawarah dan
mufakat yang dilakukan induk
organisasi cabang olahraga, badan
arbritase dan Lembaga alternative
penyelesaian sengketa (APS), dan
Lembaga pengadilan sesuai
yurisdiksinya.
Penyelesaian sengketa anggota
FIFA wajib dilakukan melalui
Komisi Disiplin dan Komisi
Banding PSSI, serta dan Badan
Arbritase Keolahragaan Indonesia
(BAKI) sebagai kepanjangan
tangan dari Court Arbritation of
Sport (CAS) sebuah Lembaga
peradilan olahraga yang dibentuk
secara resmi oleh FIFA
2.5 Pertanggung jawaban klub dalam hukum sepak bola
Sebagai satu-satunya organisasi sepak bola nasional di wilayah Hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia pun memiliki
kewenangan yang sama seperti FIFA, dalam lingkup negara Indonesia, termasuk untuk
mendesain sistem peradilannya dalam rangka menyelesaikan pelanggaran disiplin
sepak bola nasional.Status dari PSSI adalah berbadan hukum, sesuai dengan Ketetapan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 2 Februari 1953 nomor J.A.5/11/16,
55
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia tanggal 3 Maret 1953 nomor 18.62 PSSI
memiliki yurisdiksi hukum sendiri terkait penyelesaian perkara yang ada dalam
persepakbolaan di Indonesia, sesuai dengan pasal 70 statuta PSSI, yaitu PSSI, anggota,
pemain, ofisial, serta agen pemain dan agen pertandingan tidak diperkenankan
mengajukan perselisihan ke pengadilan negara dan badan arbitrase lainnya serta
alternatif penyeleseian sengketa lainnya, kecuali yang ditentukan dalam statuta ini dan
peraturan-peraturan FIFA. Setiap sengketa harus diajukan kepada yurisdiksi FIFA atau
yuridiksi PSSI. karena PSSI memiliki jurisdiksi kewenangan untuk menyelesaikan
masalah internal. Jika merujuk pada Undang-undang nomor 3 tahun 2005 pasal 57
huruf D.63
Apabila dalam suatu pertandingan terjadi peristiwa khusus atau pelanggaran
disiplin, maka pengawas pertandingan harus membuat laporan khusus serta
melampirkan bukti-bukti untuk keperluan pengurus pusat PSSI menurut tingkat
kewenangannya. Komisi disiplan lah yang menerima laporan dari pengawas
pertandingan tembusan dari wasit untuk segera melakukan pemanggilan kepada
pemain yang bersangkutan untuk diberikan hukuman. Bilamana pemain yang
bersangkutan tidak menerima hasil dari sanksi yang diberikan komisi disiplin tersebut,
maka pemain bisa melayangkan banding kepada komisi banding dari PSSI.
62 Ramadhan Rico Pramudana dan Emmilia Rusdiana. 2016. Kajian Yuridis Perkara Kematian Akli
Fairuz Pada Pertandingan Sepakbola Persiraja Banda Aceh Melawan PSAP Sigli. Jurnal Ilmiah Hukum.
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum. Universitas Negeri Surabaya. Hlm. 10. 63 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
56
Tujuan PSSI dalam memberikan hukuman disiplin kepada siapa saja yang
melanggar fair play dan aturan main dalam lingkup sepakbola ialah sebagai bentuk
adanya efek jera yang tujuan utamanya adalah memberikan kemajuan bagi
persepakbolaan nasional, dan juga agar kasus – kasus tentang tingkah laku buruk antar
pemain tidak lagi terjadi. Akan tetapi dalam berbagai kasus yang diputuskan oleh
komisi disiplin PSSI, selaku organisasi sepakbola tertinggi di tanah air membuat suatu
keputusan yang berbanding terbalik.
PT. Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator liga telah mengatur secara khusus
tentang supporter suatu klub. Secara lengkap melalui regulasi yang dibuat, LIB
mengategorikan perilaku buruk supporter dalam hal-hal yang mengganggu
pertandingan. Merujuk pada regulasi tersebut, tanggungjawab klub atas ulah
penontonnya juga dijabarkan dalam Kode Disiplin PSSI pada Pasal 70 yang secara
khusus mengatur tanggungjawab terhadap tingkah laku buruk penonton. Sedangkan
pada Pasal 70 ayat (2) dan (3) jelas menuntut tanggungjawab klub pada perilaku buruk
suporternya. Baik itu di kendang mereka sendiri maupun di kendang lawan. Dalam hal
ini terjadi penganiayaan berat secara bersama-sama yang berakibat kematian
sebagaimana dijelaskan di atas. Karena konteksnya adalah di lingkungan pertandingan
sepakbola, menurut kami hal tersebut tidak hanya berhenti sampai sanksi pidana
kepada para pelaku yang melakukan perbuatan pidana tersebut. Akan tetapi sanksi juga
diberikan kepada klub sepakbola yang suporternya melakukan tindak pidana.
Terkait dengan tindak pidana, pada Pasal 70 ayat (1) Kode Disiplin PSSI Tahun
2018 (“Kode Disiplin PSSI”) disebutkan bahwa tingkah laku buruk yang dilakukan
57
oleh penonton merupakan pelanggaran disiplin. Tingkah laku buruk penonton
termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1. kekerasan kepada orang atau objek tertentu;
2. penggunaan benda-benda yang mengandung api atau dapat
mengakibatkan kebakaran;
3. penggunaan alat laser;
4. pelemparan misil;
5. menampilkan slogan yang bersifat menghina, berbau
keagamaan/religius atau terkait isu politis tertentu, dalam bentuk
apapun;
6. menggunakan kata-kata atau bunyi-bunyian yang menghina atau
melecehkan; atau
7. memasuki lapangan permainan tanpa seizin perangkat pertandingan
dan panitia pelaksana.
Ditegaskan dalam Pasal 70 ayat (2) Kode Disiplin PSSI bahwa klub tuan rumah
atau badan yang menunjuk atau mengawasi panitia pelaksana pertandingan
tertentu bertanggung jawab atas tingkah laku buruk penonton, terlepas daripada alasan
lengahnya pengawasan panitia pelaksana pertandingan. Terkait sanksi yang dapat
dikenakan terhadap tingkah laku buruk penonton, berdasarkan Pasal 70 ayat (4) Kode
Disiplin PSSI yaitu sebagaimana diatur dalam Lampiran 1 pada Kode Disiplin PSSI.
Disebutkan di Lampiran I angka 5 Kode Disiplin PSSI, terhadap perilaku kekerasan
kepada orang atau objek tertentu sanksinya dapat dikenakan apapun yang diatur dalam
Kode Disiplin PSSI ini tergantung daripada akibat yang ditimbulkan/beratnya
pelanggaran.
Hal ini sebagaimana yang tertuang di Pasal 11 Kode Disiplin PSSI, Sanksi
disiplin yang dapat dijatuhkan bagi klub sepakbola adalah sebagai berikut:
a. Teguran (reprimand);
b. Denda;
58
c. Penutupan seluruh stadion atau sebagian;
d. Bermain di tempat netral;
e. Larangan bermain di stadion tertentu;
f. Larangan melakukan transfer;
g. Pembatalan hasil pertandingan;
h. Diskualifikasi dari kompetisi yang sedang berlangsung atau yang akan
datang;
i. Diturunkan ke divisi/tingkatan kompetisi yang lebih rendah
(degradasi);
j. Pengurangan poin (baik di kompetisi yang sedang berlangsung atau
berikutnya);
k. Dinyatakan kalah dengan pengurangan poin;
l. Pengembalian gelar dan hadiah;
m. Penyitaan; dan
n. Kerja Sosial.
Kewenangan Komite Disiplin PSSI memberikan sanksi terhadap pelanggaran
disiplin tersebut di atas dilandasi oleh Pasal 77 Kode Disiplin PSSI. Sebenarnya
di Pasal 68 huruf a Kode Disiplin PSSI sudah dijelaskan upaya preventif untuk badan-
badan yang menyelenggarakan pertandingan salah satunya bertanggungjawab dan
wajib untuk melakukan tindakan dan upaya:
Memperhitungkan dan mengantisipasi tingkat bahaya yang akan terjadi
dalam pertandingan tersebut dan memberitahukannya kepada PSSI
setiap hal yang memiliki resiko tinggi terhadap ancaman gangguan
keamanan dan ketertiban pertandingan yang mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tim, kenyamanan perangkat pertandingan,
penonton dan kelancaran pertandingan di dalam stadion atau di luar dan
sekitar stadion, baik sebelum pertandingan, pada saat pertandingan
berlangsung, dan saat segera setelah pertandingan selesai.
Artinya sebenarnya harus ada koordinasi antar pihak guna mencegah hal-hal yang
beresiko terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh suporter sepakbola. Tidak
berhenti sampai di Kode Disiplin PSSI. Jelas diterangkan oleh Pasal 3 ayat (5) huruf
h Regulasi Go-Jek Liga 1 2018 (Regulasi Liga 1) sebagai berikut:
59
Klub Peserta Bertanggung jawab terhadap tingkah laku Pemain, Ofisial,
personel, penonton serta setiap orang dalam tugasnya di pelaksanaan
Liga 1, baik saat bertanding sebagai Klub tuan rumah (Pertandingan
kandang) maupun saat bertanding sebagai Klub tamu (Pertandingan
tandang).
Perlu dicermati juga bahwa dalam Pasal 3 ayat 7 Regulasi Liga 1 dijelaskan:
Klub menjamin, membebaskan dan melepaskan PT Liga Indonesia Baru
(LIB) terhadap segala tuntutan dari pihak manapun dan menyatakan
bahwa Klub bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kecelakaan,
kerusakan dan kerugian lain yang mungkin timbul berkaitan dengan
Pertandingan yang dilaksanakan oleh Klub.
Jika mengacu kepada pasal tersebut, maka pada dasarnya sudah terdapat jaminan
bahwa LIB dilepaskan dari segala tuntutan dari pihak manapun. Lebih lanjut di Pasal
4 ayat 1 Regulasi Liga 1 klub tuan rumah bertanggung jawab untuk memikirkan,
merencanakan dan menjalankan sistem keamanan dan kenyamanan yang baik dalam
pelaksanaan Liga 1 di semua tempat yang terkait (termasuk control access area) dan
melindungi semua personel dan peralatan termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. Pemain dan Ofisial;
b. Perangkat Pertandingan;
c. awak pers/media;
d. sponsor dan commercial partners;
e. fans dan penonton.
Klub bertanggung jawab terhadap tingkah laku dari Pemain, Ofisial, personel,
penonton dan setiap orang yang terkait dengan Klub tersebut selama penyelenggaran
Liga 1.
Klub tuan rumah juga bertanggung jawab untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan sebelum, pada saat dan setelah berlangsungnya pertandingan. Klub tuan
rumah dapat dijatuhi sanksi sesuai dengan Kode Disiplin PSSI apabila terjadi segala
60
bentuk insiden dalam Pertandingan atau tidak terpenuhinya ketentuan-ketentuan
keamanan yang berlaku. Klausul-klausul tersebut diatas mejadi dasar bagi klub untuk
bertanggung jawab atas tindakan pidana yang dilakukan suporternya. Dalam hal ini
perlu ada antisipasi dalam bentuk regulasi yang mengatur aspek-aspek yang belum
diatur saat ini, salah satunya yang melindungi penonton. Hukuman yang ada saat ini
yang diakui masih belum memiliki efek jera. Seharusnya tuan rumah menjamu
tamunya dengan baik, menjamin dari segi kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
sebagaimana diatur di Kode Disiplin PSSI. Suporter harusnya sadar jika melakukan
hal-hal provokasi dampaknya sangat besar untuk klub yang dicintainya. Maka perlu
juga adanya pembinaan terhadap suporter-suporter oleh Klub yang bersangkutan.