17
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH) Pola Pangan Harapan atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. FAO-RAPA (1989) mendefinisikan PPH adalah komposisi kelompok pangan utama bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. PPH pertama kali dikenalkan oleh FAO-RAPA pada tahun 1988 yang kemudian dikembangkan oleh Indonesia melalui workshop yang diselenggarakan Departemen Pertaniaan yang bekerja sama dengan FAO. Tujuan utama penyusunan PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola konsumsi pangan yang dianjurkan, terdiri dari kombinasi aneka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai citarasa. Dalam aplikasinya PPH dikenal dengan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman atau dikenal dengan istilah menu B2SA. Dengan terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok pangan sesuai dengan PPH maka secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga terpenuhi. Oleh karena itu skor PPH mencerminkan mutu gizi konsumsi pangan dan tingkat keragaman konsumsi pangan. Sesuai dengan kegunaannya, makanan dikelompokkan dalam tiga kelompok (Tri Guna Makanan) yaitu makanan sebagai sumber zat tenaga, zat pembangunan dan zat pengatur. Oleh karena itu pangan yang dikonsumsi sehari-hari harus dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pola Pangan Harapan (PPH)

Pola Pangan Harapan atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam

pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik

secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi

pangan. FAO-RAPA (1989) mendefinisikan PPH adalah komposisi kelompok

pangan utama bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi

lainnya.

PPH pertama kali dikenalkan oleh FAO-RAPA pada tahun 1988 yang kemudian

dikembangkan oleh Indonesia melalui workshop yang diselenggarakan Departemen

Pertaniaan yang bekerja sama dengan FAO.

Tujuan utama penyusunan PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola

konsumsi pangan yang dianjurkan, terdiri dari kombinasi aneka ragam pangan untuk

memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai citarasa.

Dalam aplikasinya PPH dikenal dengan pola konsumsi pangan yang beragam,

bergizi seimbang dan aman atau dikenal dengan istilah menu B2SA. Dengan

terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok pangan sesuai dengan PPH

maka secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga terpenuhi. Oleh karena itu skor

PPH mencerminkan mutu gizi konsumsi pangan dan tingkat keragaman konsumsi

pangan.

Sesuai dengan kegunaannya, makanan dikelompokkan dalam tiga kelompok (Tri

Guna Makanan) yaitu makanan sebagai sumber zat tenaga, zat pembangunan dan zat

pengatur. Oleh karena itu pangan yang dikonsumsi sehari-hari harus dapat

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

9

memenuhi fungsi makanan tersebut. Semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat

diperoleh dengan mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam dalam jumlah yang cukup

dan seimbang. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu jenis bahan makanan yang dapat

menyediakan zat gizi secara lengkap. Dengan terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai

kelompok pangan sesuai PPH maka secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga

terpenuhi.

Untuk tingkat Nasional telah disepakati susunan Pola Pangan Harapan (PPH)

berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004

sebagai acuan dalam pembagunan pangan dan gizi. Angka Kecukupan Energi (AKE)

di tingkat konsumsi sebesar 2.000 Kkal/kap/hari dan 2.200 Kkal/kap/hari di tingkat

ketersediaan.Sedangkan Angka Kecukupan Protein (AKP) di tingkat konsumsi

adalah sebesar 52 gram/kap/hari, dan 57 gram/kap/hari di tingkat ketersediaan.

Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun

2004. Susunan Pola Pangan Harapan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Susunan Pola Pangan Harapan Nasional

Sumber : Harmonisasi PPH Nasional PPKP – BKP dan GMSK – IPB, 2002

No Kelompok Pangan Pola Pangan Harapan Nasional

Gram Energi (kkal) % AKG Bobot Skor PPH

(1) (2) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Padi- padian 275 1000 50.0 0.5 25.0

2 Umbi-umbian 100 120 6.0 0.5 2.5

3 Pangan Hewani 150 240 12.0 2.0 24.0

4 Minyak dan Lemak 20 200 10.0 0.5 5.0

5 Buah/Biji Berminyak 10 60 3.0 0.5 1.0

6 Kacang-kacangan 35 100 5.0 2.0 10.0

7 Gula 30 100 5.0 0.5 2.5

8 Sayur dan Buah 250 120 6.0 5.0 30.0

9 Lain-lain - 60 3.0 0.0 0.0

Jumlah 2000 100 - 100

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

10

Keterangan:

1. (Kolom 6) % AKG = (kolom 5)

2000 kkal x 100%

2. (Kolom 8) Skor pangan = (kolom 6) x (kolom 7). Hasil perkalian dari masing-

masing kelompok pangan dijumlahkan sehingga diperoleh total skor 100.

3. (Kolom 7) Penetapan rating atau bobot.

Dalam penghitungan skor PPH adapun beberapa langkah yang harus dilakukan

yaitu sebagai berikut :

1. Konversi bentuk, jenis, dan satuan

Pangan yang dikonsumsi rumah tangga terdapat dalam berbagai bentuk, jenis

dengan satuan yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan konversi ke dalam

satuan dan jenis komoditas yang sama (yang disepakati). Contoh : jika rumah

tangga mengonsumsi pangan dengan satuan URT (ukuran rumah tangga),

misalnya 5 butir telur ayam dan 3 potong tempe, maka berat telur dan tempe

dalam satuan gram diperoleh setelah dilakukan konversi satuan. Satu (1) butir

telur ayam = 60 gr dan satu (1) potong tempe = 25 gr.

2. Pengelompokan pangan menjadi 9 kelompok (pada tabel 2.2)

Makanan yang dikonsumsi rumah tangga terdapat dalam berbagai jenis yang

telah dikonversi dengan satuan sama yaitu gram/hari (langkah 1). Berbagai jenis

pangan tersebut misalnya dalam satu hari jenis pangan yang dikonsumsi rumah

tangga adalah beras 700 gram, beras ketan putih 200 gram, beras ketan hitam

100 gram. Untuk memudahkan maka semua jenis pangan tersebut digabungkan

ke dalam satu jenis pangan yang disepakati yang disebut sebagai pangan acuan

yaitu beras.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

11

3. Menghitung konsumsi energi menurut kelompok pangan

Pada tahap ini perlu dilakukan : perhitungan kandungan energi setiap jenis

pangan yang dikonsumsi dengan bantuan Daftar Komposisi Bahan Makanan

(DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal)

per 100 gram bagian yang dapat dimakan (BDD).

4. Menghitung total konsumsi energi dengan cara menjumlahkannya dari

kelompok pangan 1 sampai dengan 9.

5. Menghitung kontribusi energi tiap kelompok pangan ke 1 s.d ke 9

Kolom ini merupakan langkah untuk menilai pola/komposisi konsumsi

pangan dengan cara menghitung kontribusi energi menurut AKG (AKE

konsumsi untuk rata-rata nasional tahun 2004 adalah 2000 kkal/kap/hari) dari

setiap kelompok pangan. dalam bentuk persen (%). Contoh : kontribusi energi

dari kelompok padi-padian terhadap AKG adalah 1150/2000 x 100 % = 57.5%.

6. Menghitung skor PPH.

a. Tahap I : isi kolom 8 = (kolom 6) x (kolom 7). Contoh skor konsumsi

kelompok padi-padian adalah 57.5 x 0.5 = 28.8

b. Tahap II : isi kolom 10 sesuai hasil pada kolom 8 dengan memperhatikan

batas skor maksimum (kolom 9). Jika skor AKE lebih tinggi dari skor

maksimum maka yang diambil adalah skor maksimum. Jika skor AKE lebih

rendah dari skor maksimum maka yang diambil adalah skor AKE.

7. Menghitung total skor mutu konsumsi pangan

Total skor mutu konsumsi pangan adalah jumlah dari skor kelompok padi-

padian sampai dengan skor kelompok lain-lain. Angka ini disebut skor

konsumsi pangan aktual, yang menunjukkan tingkat keragaman konsumsi

pangan. Ringkasan cara penghitungan PPH dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

12

Tabel 2.2 Contoh Penghitungan Pola Pangan Harapan

Keterangan :

a. Energi Aktual : Konsumsi aktual (kkal/kap/hari)

b. % Aktual : % Terhadap Total (Energi Aktual)

c. % AKE : % Terhadap AKE (2000 kkal/kap/hari)

d. Skor aktual : % Aktual x bobot

e. Skor AKE : % AKE x bobot

f. Sama dengan skor AKE atau gunakan skor Maksimal jika Skor AKE > Skor Maksimal

No Kelompok Pangan Energi

Aktual

% Aktual % AKE Bobot Skor Aktual Skor AKE Skor Maksimal Skor PPH

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1 Padi- padian 1150 52.6 57.5 0.5 26.3 28.8 25.0 25.0

2 Umbi-umbian 75 3.4 3.8 0.5 1.7 1.9 2.5 1.9

3 Pangan Hewani 100 4.6 5.0 2.0 9.2 10.0 24.0 10.0

4 Minyak dan Lemah 600 27.5 30.0 0.5 13.7 15.0 5.0 5.0

5 Buah/Biji Berminyak 50 2.3 2.5 0.5 1.1 1.3 1.0 1.0

6 Kacang-kacangan 65 3 3.3 2.0 6.0 6.5 10.0 6.5

7 Gula 50 2.3 2.5 0.5 1.1 1.3 2.5 1.3

8 Sayur dan Buah 85 3.9 4.3 5.0 19.4 21.3 30.0 21.3

9 Lain-lain 10 0.5 0.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Jumlah 2185 100 109.3 73.2 132.7 100.0 71.9

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

13

Faktor yang Berhubungan dengan Skor PPH

Situasi pangan dan gizi di masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

saling berkaitan satu sama lain dan sangat kompleks. Faktornya yaitu :

2.2.1 Jumlah Anggota Keluarga

Keluarga merupakan bagian terkecil dari suatu masyarakat. Dimulai dari

keluargalah kebiasan makan seseorang akan muncul.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilaksanakan di Kecamatan

Letti Kabupaten Maluku Barat Daya Provinsi Maluku mengenai pengaruh

karakteristik sosial ekonomi keluarga terhadap keanekaragaman konsumsi pangan

yaitu adanya hubungan yang erat mengenai besar keluarga terdahap gizi keluarga.

Bagi mereka yang berpendapatan rendah akan lebih mudah memenuhi kebutuhan

makanannya jika anggota rumah tangga yang harus diberi makan jumlahnya sedikit

(Jomima&Rajab, 2014). Berdasarkan pemantauan konsumsi gizi tingkat rumah

tangga tahun 1995-1998 menyatakan bahwa anggota rumah tangga yang semakin

banyak akan semakin mengalami kecendrungan turunnya rata-rata asupan energi dan

protein per kapita per hari yang ditunjukkan dengan preverensi tertinggi pada rumah

tangga yang beranggotakan diatas 6 orang (Notoatmojo, 2003).

Namun pada penelitian yang lain mengenai analisis konsumsi pangan dan faktor

sosial ekonomi yang berhubungan dengan skor PPH pada model kawasan rumah

pangan lestari di Desa Dayamurni Kecamatan Tumijajur Kabupaten Tulang Bawang

Barat menyatakan tidak adanya hubungan yang seginifikan terhadap besar/jumlah

keluarga dengan kenaikan skor PPH. Penelitian lain yang menyatakan adanya

hubungan yang erat antara jumlah/besar keluaraga, pendapatan dan pendidikan

terhadap pola konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Gianyar menurut

Erwin&Karmini (2015).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

14

Dengan kondisi keluarga miskin dengan banyak anak, menyebabkan anak-anak

dapat menderita karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak keluarga

terutama di Indonesia anak bungsu yang sering mengalami kekurangan asupa gizi

(Notoatmojo, 2007). Seharusnya anak bungsu lebih banyak mendapatkan nutrisi

demi tumbuh kembang yang optimal. Dibandingkan dengan anak yang lebih tua

walau memang harus tetap mendapatkan nutrisi yang sesuai untuk tubuhnya.

Kondisi yang paling rawan dalam masalah gizi adalah anak-anak, wanita hamil dan

menyusui. Perhatian yang lebih besar seharusnya diberikan guna mengurangi dalih

untuk mempunyai keluarga besar dengan jalan membantu yang miskin memperbaiki

keadaan sosial dan ekonominya (Achmad Djaeni S, 2000).

Indonesia sampai saat ini memiliki program yang berguna untuk membatasi

jumlah anggota keluarga, yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan peran

serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,

pembinaan katahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk

mewujudkan keluarga kecil, bahagia, sejahtera. Program tersebut adalah KB yait

Keluarga Berencana dimana dalam program KB tersebut disarankan untuk memiliki

2 anak lebih baik, jarak antar kelahiran yang tidak berdekatan sekitar tiga tahun.

Agar kebutuhan akan konsumsi pangan yang baik dan bergizi dapat terpenuhi oleh

anak.

2.2.2 Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang berhubungan dengan makanan dan

kesehatan yang optimal. Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan terhadap pemilihan

dan konsumsi sehari-hari yang dibutuhkan oleh tubuh. Status gizi baik atau status

gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh.

Status gizi kurang apabila mengalami kekurangan satu atau lebih gizi esensial.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

15

Sedangakan status gizi lebih apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang

berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang membahayakan tubuh (Almatsier,

2004).

Bila seorang ibu memiliki pengetahuan gizi yang baik maka dapat memberikan

pilihan makanan yang optimal kepada keluarga. Dan dapat mencapai skor PPH yang

idel serta zat gizi yang tinggi. Bila pengetahuan gizi yang dimiliki ibu rendah maka

pemilihan makan hanya pada batas ketertarikan panca indra tanpa memikirkan status

gizi yang ada pada makanan (Achmad Djaeni S, 2000). Namun pada penelitian

sebelumnya mengenai pengaruh karakteristik sosial ekonomi keluarga terhadap

keanekaragaman konsumsi pangan di Kecamatan Letti Kabupaten Maluku Barat

Daya Provinsi Maluku menyatakan tidak adanya hubungan pengetahuan gizi

terhadap jenis pangan yang dikonsumsi (Jomima&Rajab, 2014). Hal ini disebabkan

oleh rendahnya tingkat pendapatan keluarga, kondisi iklim ekstrim sehingga sering

menyebabkan gagal panen dan keterbatasan untuk memperoleh bahan pangan.

Tetapi menurut Meitycorfrida Mailoal (2013) terdapat hubungan antara tingkat

pendidikan formal dengan pengetahuan gizi. hal didukung oleh hasil penelitia yaitu

responden yang mencapai tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi sebesar

47%. Dari hasil itu menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin

meningkat pengetahuan akan pangan dan gizi. Didukung juga oleh penelitian yang

dilakukan oleh Ryafal dkk (2014) penelitian yang dilakukan di Kota Pontianak

semakin tinggi pendidikan maka semakin baik konsumsi pangan suatu keluarga.

2.2.3 Tingkat pendapatan keluarga

Pendapatan merupakan penghasilan riil dari seluruh anggota keluarga yang

disumbangkan untuk kebutuhan perorangan atau keluarga.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

16

Kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu

kebutuhan pangan dan bukan pangan. Dengan kata lain pada tingkat pendapatan

keluarga tertentu, rumah tangga akan menghabiskan pendapatan yang diperoleh

untuk memenuhi kebutuhan. Namun secara alamih kebutuhan pangan akan

mencapai titik jenuh sementara untuk kebutuhan non pangan dan kualitas pangan

tidak.

Berdasarkan Hukum Engel (Nicholson 1991 exp 2001 dalam Erwin&Karmini,

2015) menyatakan bahwa rumah tangga yang mempunyai upah atau pendapatan

rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan

pokok. Sedangkan rumah tangga yang berpendapatan tinggi akan membelanjakan

sebagian kecil dari total pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pokok keluarga.

Tingkat pendapatan keluarga dapat digunakan untuk dua tujuan yaitu konsumsi

dan tabungan. Besar kecilnya pendapatan yang diterima seseorang akan

mempengaruhi pola konsumsi. Semakin besar tingkat pendapatan yang diperoleh

maka akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang tinggi, apabila tingkat tingkat

pendapatan rendah maka diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah pula (Hattas,

2011).

Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi pada tingkat pendapatan

keluarga. Semakin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan makanan dapat

terpenuhi. Dengan demikian tingkat pendapatan keluarga memiliki faktor utama

dalam pemilihan bahan makanan yang berkualitas dan kuantitas. Besar kecilnya

pendapatan rumah tangga juga tidak lepas dari pekerjaan dari orangtua serta tingkat

pendidikan (Soekirman, 1991).

Menurut Ryafal dkk (2014) mengatakan bahwa adanya perbedaan di

Kecamatan Pontianak dimana semakin besar pendapatan maka semakin kecil skor

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

17

PPH, hal ini dikarenakan Kecamatan Pontianak merupakan daerah pertanian

sehingga tidak terdapat hubungan antara akses pangan pendapatan, tidak menjadikan

faktor utama karena masyarakat dapat mengakses pangan melalui produksi sendiri.

Menurut Erwin&Karmini (2015) menyatakan hal yang berbeda pada penelitian yang

mereka laksanakan, mengatakan bahwa adanya hubungan pendapatan, jumlah

anggota keluarga dan pendidikan terhadap pola konsumsi. Menurut Jomina & Rajab

(2014) pendapatan keluarga sebagian besar berasal dari sektor pertanian dan

pertenarkanan. Dengan perolehan hasil pendapatan rata-rata keluarga sebesar Rp.

808.177,17. Dari meningkatnya pendapatan maka kecukupan akan makanan

terpenuhi. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor utama dalam

menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan.

2.2.4 Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

Pengeluaran keluarga merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat

kesejahteraan keluarga dalam kemapuannya memenuhi kebutuhan pangan dan non

pangan (Salimar dkk 2009 dalam ). Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran

pangan 60% dikategorikan rawan pangan sedangkan rumah tangga dengan proporsi

pengeluaran pangan <60% dikategorikan tahan pangan. Kemampuan keluarga dalam

membeli bahan makanan dilihat dari besar kecilnya pendapatan keluarga, harga

makanan dan tingkat pengolahan bahan makan tersebut (Apriadji, 1986).

Menurut hukum Working proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bermacan

jenis pengeluaran tidak bervariasi sesuai dengan tingkat pendapatan, ukuran

keluarga dan tabungan (Pakpahan, 2012). Dikatakan juga bahwa semakin kaya suatu

rumah tangga maka semakin kecil proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan.

Pengeluaran pangan merupakan titik masuk (entry point) yang bertujuan untuk

melihat akses pemanfataan pangan dalam rumah tangga. Dengan proses

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

18

transformasi, informasi mengenai pengeluaran pangan akan diubah menjadi

informasi konsumsi energi. Maka dari itu kecukupan energi akan berkolerasi dnegan

tingkat pengeluaran pangan.

Berdasarkan data Susenas pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan

non makanan selama tahun 2002-2013 menunjukan pergesaran dimana pada

awalnya pengeluaran untuk makanan lebih tinggi dari pada non makan, namun pada

tahun 2007 menunjukan peresentase pengeluaran non makanan seimbang dengan

pengeluaran makanan. Untuk persentase makanan pada tahun 202 sebesar 58,47%

dan non makanan sebesar 41,53%.

Pada tahun 2013 persentase untuk makanan menjadi 50,66% dan non makanan

49,34%. Dan untuk rata-rata pengeluaran per kapita per bulan tahun 2013 untuk

makanan sebesar Rp. 356.435,- dan non makanan sebesar Rp. 347.126,-. Secara rinci

persentase penduduk Indonesia tahun 2013 untuk makanan adalah yang paling tinggi

pengeluaran makanan dan minuman yaitu sebesar 25,88%, padi-padian 16,26%

tembakau dan sirih 12,32%, sayur-sayuran 8,74%, ikan 7,96%, telur dan susu 6,04%

dan untuk kelompok makanan yang lainnya kurang dari 5%.

Prsentase pengeluaran di Bali, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Bali. Total rata-rata per kapita per bulan pengeluaran tahun 2014 sebesar

Rp. 1.097.749 Untuk makanan sebesar Rp. 458.723 dan non makanan sebesar Rp.

639.026 (Badan Pusat Statistik, 2014).

Secara rinci pengeluaran makan di Provinsi Bali tahun 2014, posisi tertinggi

yaitu makanan dan minuman sebesar 36.20%, padi-padian 14,80%, tembakau dan

sirih 8,75%, sayur 7,09%, telur dan susu 6,04%, daging 5,75%, buah-buahan 5,32%,

ikan 5,08% dan untuk kelompok makanan lain kurang dari 3% (Bali Dalam Angka,

2014).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

19

Berdasarakan hasil penelitian lain di Kecamatan Letti tahun 2014 mengenai rata-

rata pengeluaran rumah tangga untuk pangan pokok sebesar Rp. 338.515 per bulan

dengan persentase untuk membeli pangan pokok beras. Hal ini dikarenakan beras

memiliki harga yang mahal dibandingkan bahan pangan pokok lainnya seperti

jagung dan singkong kayu/ubi kayu. Pengeluran jagung dan singkong kecil

disebabkan sebagian besar rumah tangga telah menanam untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi keluarga secara pribadi. Menurut Rikha D.R (2007)

menyatakan bahwa adanya hubungan yang segnifikan antara pengeluran rumah

tangga dengan skor PPH. Dapat dilihat dari penelitian yang dilaksanakan pada

keluarga petani sawah tadah hujan. Dapat dilihat bahwa rumah tangga dengan

pengeluaran pangan kurang memiliki skor PPH kurang sebanyak 25 keluarga dan

skor PPH idel tinggi sebanyak 25 keluarga. Namun pada rumah tangga pengeluaran

cukup memilik skor PPH yang kurang terdapat 3 keluarga dan yang memiliki skor

PPH idea tinggi terdapat 34 keluarga. Menurut Jomina & Rajab (2014) rata- rata

pengeluran rumah tangga sebesar Rp. 637.156 per bulan dan untuk pengeluaran

rumah tangga konsumsi sebesar Rp. 438.072 per bulan. Hasil ini menunjukan

pengeluran rumah tangga sebagian besar lebih dialokasikan untuk konsumsi. Jadi

adanya hubunga yang mempengaruhi antara pengeluran rumah tangga dengan

tingkat konsumsi.

2.2.5 Pantangan Makanan

Dalam pantangan memilih makan ada hal yang paling mendasar yaitu faktor

sosial budaya. Pantangan dalam milih makanan dilihat dari kepercayaan yang akan

dianggap baik atau buruk yang lambat laun akan menjadi kebiasaan yang turun

menurun.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

20

Kebudayaan mempunyai pengaruh yang kuat untuk menentukan seseorang

dalam memilih makanan dan bagaimana cara mengolahnya, untuk kebutuhan tubuh

yang mendasar. Serta kebudayaan juga mempengaruhi kapan makanan tersebut

boleh atau tidak dikonsumsi. Hal ini sering terjadi salah satu contohnya adalah di

negara Asia memiliki kepercayaan bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang

mengandung protein hewani menyebabkan keracunan pada ASI (Suhardjo, 2003).

Hal ini merupakan hal yang merugikan untuk kesehatan. Sesungguhnya protein

hewani sangat baik kandungannya dalam ASI karena bagus untuk tumbuh kembang

dari bayi yang mengkonsumsi ASI.

Sering kali tiga kelompok ini dikaitkan dengan hal-hal yang tabu atau memiliki

pantangan makan yaitu balita, ibu hamil dan ibu menyususi. Sesungguhnya hal yang

dianggap tabu itu benar tapi sering malah merugikan karena banyak makanan yang

dikonsumsi sangat penting dan mempengaruhi kondisi tubuh.

Dalam hal agama pantangan yang khususya untuk Agama Islam disebutkan

haram dan seseorang yang melanggar hukum berdosa. Konsep halal dan haram

sangat mempengaruhi pemilihan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi.

Menurut Rikha D.R (2007) tidak adanya hubungan pantangan makan dengan

skor PPH pada keluarga petani sawah tadah hujan yang diteliti. Dari hasil penelitian

yang dilakukan dengan responden keluraga yang memiliki pantangan makanan

dengn skor PPH yang idel dan tinggi 6 keluarga sedangkan keluarga yang tidak

memiliki pantangan makan dengan skor PPH yang idel dan tinggi sebanyak 50

keluarga. Berdasarkan hasil wanwancara makan-makanan yang menjadi pantangan

dalam penelitian ini adalah gula merah, daging kambing, buah melon, wortel,

kangkung, kopi, makanan yang digoreng, bayam, kacang panjang, cumi-cumi,

kerang, ketimun, terong, kacang tanah dan jeroan ayam. Dari beberapa makan yang

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

21

menjadi patangan tersebut seharusnya dikonsumsi karena sangat bagus untuk

kebutuhan tubuh.

Menurut Wahida Y.M (2006) berdasarkan penelitian yang dilaksanakan

menyatakan adanya hubungan pantangan makan yang dilihat dari aspek religi dan

tradisi dengan pengaruh terhadap pola konsumsi pangan, yaitu menunjukan bahwa

nilai religi 67,3% RT yang menganggap ada jenis makanan pokok bersifat religi dan

tradisi. Masyarakat Wamena sangat mengormati dan menjaga ubi jalar, hal ini

dilakukan karena masyarakat Wamena menganggap ubi jalar dibawa oleh nenek

moyang. Pada suatau upacara ubi jalur dapat digunakan sebagai salah satu (satu

bahan) yang digunakan untuk hidangan menu utama. Jadi menu utamanya hanya ubi

jalar saja tidak ada yang lain.

2.2.6 Kepemilikan Lahan

Petani di Indonesia rata kepemilikan lahan sangat kecil mengingat harga tanah

yang semakin mahal sedangakan kemampuan para petani untuk kebutuhan sehari-

hari saja sudah minim bagaimana cara untuk membeli lahan. Maka dari itu para

petani yang memungkinkan untuk menggarap lahan milik orang lain nanti hasil

panennya akan dibagi dua.

Semakin hari semakin banyak ada bangunan semakin sedikit tempat untuk

bercocok tanam. Hal ini menyebabkan mengurangi wilayah pertanian. Sedangakn

kebutuhan manusia akan bahan pokok makanan semakin meningkat yang tidak

diimbangi dengan ketersedian lahan dan pembangunan gedung-gedung yang tidak

terencana tanpa memperhatikan dampak lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikeu, T&Eka, H (2009)

menyatakan bahwa hubungan kepemilikan lahan dengan ketahanan pangan,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

22

memiliki hubungan yang saling berpengaruh, karena semakin luas lahan yang

dimiliki maka semakin besar peluang tercapainya ketahanan pangan rumah tangga.

Menurut Rikha D.R (2007) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan skor PPH

dengan kepemilikan lahan. Dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan 67 keluarga

yang memiliki lahan pertanian sendiri dengan petani memiliki lahan sendiri

didapatkan hasil skor PPH idel dan tinggi 45 keluarga dan petani penggarap sebesar

14 keluarga. Petani penggarap mendapatkan hasil yang mereka kerjakan dengan cara

bagi hasil dengan pemilik setengah-setengah.

Menurut Zahara&Nina, M (2012) menyatakan tidak adanya hubungan

kepemilikan lahan dengan skor PPH. Dapat dilihat dari hasil penelitian yang

mengatakan nilai koefisian determinan kepemilikan lahan rendah dan negatif yang

artinya tidak ada pengaruhnya variabel luas pekarangan terhadap naik turunnya skor

PPH.

Teori BLUM

Menurut Hendrik L. Blum ada empat faktor yang mempengaruhi status dejarat

kesehatan masyarakat atau perorangan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:

1. Lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terbesar diikuti perilaku,

fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi,

umumnya dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan

dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan

aspek fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, iklim, perumahan dan

sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi

antara manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi dan

sebagainya.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

23

2. Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan

individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku

manusia itu sendiri. Di samping itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat

istiadat, kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi dan perilaku-perilaku

lain yang melekat pada dirinya.

3. Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas pelayanan

kesehatan sangat menentukan dalam pemulihan kesehatan, pencegahan

terhadap penyakit, pengobatan dan perawatan kesehatan. Ketersediaan

fasilitas dipengaruhi oleh lokasi apakah dapat dijangkau atau tidak, yang

kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan

motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh

pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai

dengan kebutuhan.

4. Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia

yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan

seperti diabetes melitus dan asma bronehil.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola Pangan Harapan (PPH)erepo.unud.ac.id/18861/3/1220025066-3-Bagian 3.pdf · (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100

24

2.3.1 Kerangka Teori BLUM

Gambar 2.1 Kerangka Teori Hendrik L. Blum

Sumber : Notoatmojo (2007)

Sehat Fisik Mental

dan Sosial

GENETIK

PELAYANAN KESEHATAN

(kuantitas dan kualitas)

PERILAKU KESEHATAN

LINGKUNGAN (Sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, pekerjaan, dst)