12
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA 2.1 Pengertian Penalisasi dan Depenalisasi 2.1.1 Pengertian Penalisasi Penalisasi adalah suatu proses pengancaman suatu perbuatan yang dilarang, dengan sanksi pidana. Umumnya penalisasi ini berkaitan erat dengan kriminalisasi, karena ketika kebijakan untuk menentukan bahwa suatu perbuatan tertentu dikatagorikan sebagai perbuatan terlarang atau tindak pidana. Langkah selanjutnya adalah menentukan ancaman sanksi pidana bagi perbuatan tersebut. Norma pelanggaran tersebut dengan kebijakan kriminalisasi yang kemudian diikuti dengan penalisasi dan ancaman pidana yang teringan sampai dengan yang terberat atau pidana. 1 Kebijakan penalisasi terkait dengan pengenaan sanksi pidana atau penal terhadap perbuatan tertentu yang dipandang sebagai perbuatan melawan hukum yang telah dimuat dalam cabang ilmu lain, secara singkat dapat dikatakan bahwa pembahasan kriminalisasi meniscayakan pembahasan mengenai penalisasi, walaupun antara keduanya yaitu tindak pidana dan sanksi pidana merupakan dua topik yang berbeda dalam hukum pidana. 2 Dalam kajian mengenai kriminalisasi terdapat beberapa asas yang digunakan, dimana asas adalah prinsip-prinsip atau dasar-dasar atau landasan pembuatan suatu peraturan, kebijakan dan keputusan mengenai aktivitas hidup manusia. Dalam konteks kriminalisai, asas diartikan 1 Paul Ricardo, Upaya Penanggulangan Penyalahguna Narkotika oleh Kepolisian, http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/Salman%20Luthan.pdf, diakses pada 27 Oktober 2015. 2 Ibid

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM

PIDANA DAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA

2.1 Pengertian Penalisasi dan Depenalisasi

2.1.1 Pengertian Penalisasi

Penalisasi adalah suatu proses pengancaman suatu perbuatan yang dilarang, dengan

sanksi pidana. Umumnya penalisasi ini berkaitan erat dengan kriminalisasi, karena ketika

kebijakan untuk menentukan bahwa suatu perbuatan tertentu dikatagorikan sebagai perbuatan

terlarang atau tindak pidana. Langkah selanjutnya adalah menentukan ancaman sanksi pidana

bagi perbuatan tersebut. Norma pelanggaran tersebut dengan kebijakan kriminalisasi yang

kemudian diikuti dengan penalisasi dan ancaman pidana yang teringan sampai dengan yang

terberat atau pidana.1

Kebijakan penalisasi terkait dengan pengenaan sanksi pidana atau penal terhadap

perbuatan tertentu yang dipandang sebagai perbuatan melawan hukum yang telah dimuat dalam

cabang ilmu lain, secara singkat dapat dikatakan bahwa pembahasan kriminalisasi meniscayakan

pembahasan mengenai penalisasi, walaupun antara keduanya yaitu tindak pidana dan sanksi

pidana merupakan dua topik yang berbeda dalam hukum pidana.2

Dalam kajian mengenai kriminalisasi terdapat beberapa asas yang digunakan, dimana

asas adalah prinsip-prinsip atau dasar-dasar atau landasan pembuatan suatu peraturan, kebijakan

dan keputusan mengenai aktivitas hidup manusia. Dalam konteks kriminalisai, asas diartikan

1Paul Ricardo, Upaya Penanggulangan Penyalahguna Narkotika oleh Kepolisian,

http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/Salman%20Luthan.pdf, diakses pada 27 Oktober 2015.

2 Ibid

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

sebagai konsepsi-konsepsi dasar, norma-norma etis, dan prinsip-prinsip hukum yang menuntun

pembentukan hukum pidana melalui pembuatan peraturan perundang-undangan pidana.3 Ada

tiga asas kriminalisai yang berlaku diperhatikan pembentuk undang-undang dalam menetapkan

suatu perbuatan sebagai tindak pidana beserta ancaman sanksi pidananya yakni:

a) Asas legalitas

b) Asas subsidiaritas

c) Asas persamaan/kesamaan

Kriminalisasi muncul ketika kita dihadapkan pada suatu perbuatan yang merugikan orang

lain atau masyarakat yang hukumnya belum ada atau belum ditemukan, persoalan kriminalisasi

timbul karena dihadapan kita terdapat perbuatan yang berdimensi baru, sehingga muncul

pertanyaan adakah hukumnya untuk perbuatan tersebut. Kesan yang muncul kemudian adalah

terjadinya kekosongan hukum yang akhirnya mendorong kriminalisasi terhadap perbuatan

tersebut, dan dari kriminalisasi tersebutlah muncul penalisasi yang menentukan sanksi apa yang

sesuai terhadap perbuatan pidana tersebut.4

2.1.2 Pengertian dan Tujuan Depenalisai

Pengertian depenalisasi adalah sebagai suatu perbuatan yang semula diancam dengan

pidana kemudian ancaman pidana ini dihilangkan, tetapi masih dimungkinkan adanya tuntutan

dengan cara lain, misalnya dengan melalui hukum perdata atau hukum administrasi. Di dalam

proses depenalisasi terdapat suatu kecenderungan untuk menyerahkan perbuatan tercela atau anti

sosial itu kepada reaksi sosial saja atau kepada kelembagaan tindakan medis. Perbuatan yang

3 Ibid

4 Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h, 34

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

termasuk kenakalan remaja ditanggulangi diluar proses peradilan. Demikian pula perbuatan zina

dengan pertimbangan sosial ekonomis menjadi diluar proses peradilan.5

Pengertian depenalisai dalam masalah narkotika dibutuhkan pemahaman khusus, salah

satu pengertian yang dilakukan oleh Badan Pemerintah Pusat Uni Eropa yang mengkordinasi

data kebijakan obat atau European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction

(EMCDDA), mendefinisikan depenalisasi sebagai berikut.6

Depenalisation means the use of drugs remains a criminal offense, but a prison sentence

will not be imposed on the ownership or use even when other criminal sanctions (example,

mulct, police records, probation) is possible.

Artinya, depenalisasi berarti penggunaan obat tetap menjadi pelanggaran pidana, tetapi

hukuman penjara tidak lagi dikenakan atas kepemilikan atau penggunaan bahkan ketika sanksi

pidana lain (misalnya, denda, catatan polisi, masa percobaan) tetap dimungkinkan.

Kebijakan depenalisasi ini digunakan untuk memperbaiki peraturan perundang-undangan

yang pada awal mula sanksinya adalah sanksi pidana penjara kemudian dirubah menjadi sanksi

lain yang berupa tindakan atau treatment demi tercapainya tujuan yang lebih baik lagi. Kebijakan

depenalisasi ini tepat digunakan pada tindak pidana narkotika yaitu masalah pecandu dan

penyalahgunaan narkotika yang pada awalnya sanksi pidana dijatuhkan kepada pecandu dan

penyalahguna kemudian diganti menjadi sanksi lain yang berupa tindakan yaitu rehabilitasi.

Kebijakan depenalisai pada pecandu dan korban penyalahguna narkotika sangat penting untuk

5Supardi. Pro dan Kontra Pidana Mati terhadap Tindak Pidana Narkoba. http/www.bnn.go.id/konten. diakses

pada 28 Oktober 2015.

6Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba dan Tawuran, Membangun Paradigma

Dekriminalisasi korban pengguna Narkotika, http://www.gepenta.com, diakses pada 28 oktober 2015. Glenn

Greenwald.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

diberlakukan karena di Indonesia sendiri jumlah pecandu dan penyalahguna narkotika semakin

bertambah dari tahun ke tahun.7

2.2. Tinjauan Umum Tentang Narkotika

2.2.1 Pengertian Narkotika

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose atau

narcosis, yang berarti menidurkandan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu

narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa–apa. Narkotika berasal dari

perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.8

Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba atau narkotika adalah

obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulakan rasa mengantuk

atau merangsang.9 Sarjono, dalam patologi sosial, merumuskan definisi narkotika sebagai berikut

:narkotika adalah bahan–bahan yang terutama mempunyai efek kerja pembiusan atau dapat

menurunkan kesadaran.10 Smith Kline dan French Clinical memberikan definisi narkotika

sebagai berikut :

Narcotics are drugs which produce insensibility or stupor due to their depressant effect

on the central system. Included in this definition are opium, opium derivatives (morphine,

codien, heroin) and synthetic opiates (meperidin, methadone).

7 Amanda Jesicha Nadia Putri, 2015, Kebijakan Depenalisasi tentang Penanganan Pecandu dan Korban

Penyalhgunaan Narkotika Oleh Hakim Melalui Lembaga Rehabilitasi, http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/, diakses

pada 2 November 2015.

8 Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h. 78

9 Ibid

10 Ibid h. 79

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

Narkotika adalah zat–zat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan

dikarenakan zat-zat tersebut bekerja memengaruhi sususan pusat saraf. Dalam definisi

narkotika ini sudah termasuk jenis candu, seperti morpin, cocain dan heroin atau zat-zat

yang dibuat dari candu, seperti (merpidin dan methadone).11

Narkotika dalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bahan tanaman baik yang

sintesis maupun semi sintesisnya yang dapat menyebabkan penutunan atau penambahan

kesadaran, hilannya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan

ketergantungan.

Pada pemberitaan di media massa, seringkali terdengar bagaimana orang yang

menggunakan narkotika ditemukan sudah meregang nyawa dalam penggunaan dosisnya yang

berlebihan/over dosis. Terdengar pula baimana seorang anak tega menghabisi nya orang tuanya

hanya karena tidak diberi uang padahal sang orangtua mungkin tidak menyadari kalau si anak

adalah pecandu narkotika. Sungguh sebuah pengaruh luar biasa dari bahaya penggunaan

narkotika yang perlu ditanggulangi lebih komprehensif. Tidak bisa dipungkiri memang bahwa

ternyata narkotika sudah dikenal manusia sejak abad prasejarah.kata narkotika pada dasarnya

berasal dari bahasa Yunani “Narkoun” yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Kurang

lebih tahun 2000 SM di Samarinda ditemukan sari bunga Opion atau kemudian lebih dikenal

dengan sebutan opium (candu = papavor somniferitum). Bnga ini tumbuh subur di daerah tinggi

11 Anonim, 2004, Illicit Drugs Policy Using Evidence to get better outcomes,Sydney, Royal Australasian

Coleege Of Physicians, The Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrists and Grow Self Help/Mutual

Support Group, h. 12

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

diatas ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Penyebaran selanjutnya adalah kedaerah

India, Cina dan wilayah-wilayah Asia lainnya. 12

Sampai saat sekarang ini secara aktual, penyebaran narkotika dan obat-obat terlarang

mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Bayangkan saja, hampir seluruh penduduk dunia

dapat dengan mudah mendapat narkotika dan obat-obat terlarang, misalnya dari Bandar/pengedar

terhitung banyaknya upaya pemberantasan narkoba yang sudah dilakukan oleh pemerintah,

namun masih susah untuk menghindarkan narkotika dan obat–obat terlarang dari kalangan

remaja maupun dewasa.13 Menjadi bayangan yang telah terewajantahkan dalam bentuk yang

mengerikan dimana anak-anak pada usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sudah

banyak yang menggunakan bahkan membantu mengedarkan atau memang mengedarkan/menjual

narkotika dan obat –obat terlarang.14

2.2.2 Jenis–Jenis Narkotika

Zat/obat yang dikatagorikan sebagai narkotika dalam UU No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu sebagai sebagai berikut.15

a. Narkotika Golongan I (narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai

potensi sangat tinggi mengakibatkat ketergantungan), yang menurut lampiran UU. No 35

Tahun 2009 terdiri dari :

1. Tanaman Papavar Someniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah

dan jeraminya, kecuali bijinya;

12 AR.Sujono, Bony Daniel, 2013, Komentar & Pembahasan Undang –Undnag Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika,Jakarta, h. 3

13 Ibid

14 Ibid h. 4

15 Ibid h. 49

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

2. Opium mentah, yaitu getah yag membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman

Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk

pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya;

3. Opium masak terdiri dari :

I. Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu

rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan

peragian dengan atau tanpa penambahan bahan–bahan lain,

dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok

untuk pemadatan;

II. Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan

apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain;

III. Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, tanaman yang dari semua genus Erythroxylon dari keluarga

Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya;

5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk

dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang

menhasilkan kokain secara langsung atau melalui oerubahan kimia;

6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat

diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina;

7. Kokaina, metal ester-1-bensoil ekgoniba; dan lainnya.16

b. Narkotika golongan II (narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan

terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

16 Ibid

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

pengetahuan serta mempunyai poyensi tinggi mengakibatkan ketergantungan), yang

menurut lampiran UU No.35 Tahun 2009 terdiri dari17: alfasetilmetadol, alfameprodina,

alfaprodina, alfentanil, allilprodina, anileridina, asetilmetadol, benzetidin,

benzilmorfina, betameprodina, betaprodina, betasetilmetadol, bezitramida,

dekstromoramida, diampromida, dietilitiambutena, difenoksilat, difeknoksin,

dihidromorfina, dimefheptanol, dimenoksadol, dimetiltiambutena, dioksafetil butirat,

dipipanona, dan lainnya.18

c. Narkotika Golongan III (narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan

dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi ringan mengakibatkan ketergantungan), yang menurut lampiran UU No. 35

Tahun 2009 terdiri dari19: asetilidihidrokodeina, dekstropropoksifena, dihidrokedeina,

etilmorfina, codeína, norkodeina, polkodina, propiram, buprenorfina, garam-garam dari

narkotika dalam golongan terssebut diatas, campuran atau cedían difeknosin dengan

bahan lain bukan narkotika, campuran atau cedían difeknoksilat dengan bahan lain

bukan narkotika.20

2.3 Pengertian Penyalahguna Narkotika

2.3.1 Pengertian Penyalahguna Narkotika

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU No. 35 Tahun 2009 memberi penjelasan

mengenai penyalahguna guna. “Penyalah guna yang dimaksud ádalah orang yang

menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.” Jika diintepretasikan maka

seluruh oknum yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum baik dari

17 Ibid h. 52

18 Ibid h. 53

19 Ibid h. 56

20 Ibid h. 57

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

golongan I, II atau III adalah Penyalah Guna Narkotika. Hal ini dapat dilihat dari

beberapa pasal di bagian ketentuan pidana pada UU No. 35 Tahun 2009 yang

menyatakan klausul “setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum” baik dari

menggunakan, menyediakan, meyimpan dan lain sebagainya adalah merupakan Penyalah

Guna Narkotika.

Pada Pasal 7 Undng-Undang Noi. 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa “Narkotika

hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi.”selanjutnya di dalam Pasal 8 Undang-Undang tersebut

lebih membatasi penggunaan Narkotika golongan I yang hanya digunakan untuk

kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan untuk reagensia diagnostik,

serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan Menteri atas rekomendasi

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sehingga bila seseorang yang menggunakan

Narkotika melanggar aturan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan/atau Pasal

8 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tersebut, maka pelaku tersebut tidak mempunyai

hak atau perbuatannya bersifat melawan hukum sesuai dengan Pasal 1 angka 15 UU No.

35 Tahun 2009 tersebut.

2.3.2 Pecandu narkotika

Pasal 1 angka 13 menyatkan “Pecandu Narkotika adalah orang yang

menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan

pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.”

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, definisi ketergantungan adalah: perihal

hubungan sosial seseorang yang tergantung kepada oranglain atau msyarakat dan kedaan

seseorang yang belum dapat memikul tanggng jawab sendiri. Jadi bila kalimatnya adalah

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

“ketergantungan narkotika” maka dapat diartikan individu bersangkutan tergantung

kepada narkotika baik secara fisik maupun psikisdimana individu bersangkutan belum

dapat memikul tanggungjawab sendiri dikarenakan kondisinya yang masih dalam

ketergantungan. Secara umum pemakaian napza di masyarakat ditentukan oleh tiga

factor, yaitu :

a. Khasiat : Zat tersebut harus memiliki khasiat terhadap penggunanya. Misal,

parasetamol yang memiliki khasiat mengurangi nyeri akan dikonsumsi

seseorang yang sedang sakit kepala.21

b. Individu : Sebelum mengonsumsi suatu zat, seorang individu umumnya

mengalami kondisi atau sedang berada dalam kondisi tertentu, baik biologis

maupun psikologis. Kondisi-kondisi yang mungkin bisa diatasi dengan

mengonsumsi suau zat, misalnya mengantuk, sakit kepala, bengkak (biologis),

rasa penasaran, tertantang, kecemasan (psikologis).22

c. Sosial : Lingkungan social juga turut menentukan zat yang dikonsumsi

seorang individu. Sebagai contoh, seseorang yang tinggal di daerah yang

masyarakatnya lebih akrab dengan pengguna daun jambu daripada norit

sebagai obat sakit perut akan mengkonsumsi daun jambu untuk mengatasi

sakit tersebut. Pengaruh lingkungan social ini tidak hanya berupa kebiasaan

masyarakat, namun bisa saja berbentuk rekomendasi tabib, pengiklakanan,

ritual, dan lain–lain.23

21 Patri Handoyo, Op.cit., h. 42

22 Patri Handoyo, Op.cit., h. 42

23 Patri Handoyo, Op.cit., h. 43

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan

Ketiga faktor itu saling terkait, dengan kata lain satu faktor tidak dapat berdiri sendiri ketika

suatu zat sudah di identifikasi khasiatnya oleh suatu masyarakat.24 Berikut sejumlah latar

penggna napza, kerap pula ditasbihkan sebagai Continuum of Drug Use dimulai dari tidak pakai

sama sekali (absistensi) hingga ketergantungan.

a. Tidak Pakai (absistensi)

b. Eksperimental (coba-coba). Pengguna ini menggambarkan penggunaan untuk

pertama kalinya ataupun kalau berulang, jangka pendek. Kebanyakan napza

yang digunakan anak-anak remaja masuk ke katagori ini. Anak muda sering

mencoba suatu zat karena penasaran atau untuk mengetahui sesuatu yang baru

dan berbeda.

c. Rekreasioonal/Sosial: Para penggunanya memilih zat-zat yang sesuai dengan

tujuan untuk bersenang-senang dan menggunakannya bersama teman atau

berlatar social. Obat-obatan pesta seperti ekstasi dan ganja biasanya

digunakan untuk tujuan ini. Beberapa orang yang dikarena sudah bekerja dari

senin hingga jumat, di khir pecan dating ke bar atau diskotek untuk

mengkonsumsi alcohol atau ekstasi bersama teman-temannya. Senin paginya

kembali bekerja hingga jumat.

d. Kebiasaan : konsumsi zat-zat legal seperti rokok, alcohol, tapi sering menjadi

kebiasaan seseorang. Kategori penggunaan ini khususnya ketika penggunanya

mengonsumsi dosis yang terukur selama satu hari, missal : sebungkus rokok

atau dua cangkir kopi sehari.25

e. Keadaaan/Situasional : kategori pengguna ini ditentkan keadaan seseorang ,

missal : sakit perut, ingin terjaga karena sedang ronda (siskamling), ingin

memuaskan pasangan seks, sakit kulit, dan lain-lain.

f. Ketergantungan : seseorang yang ketergantungan tidak dapat berhenti

menggunakan suatu zat tanpa mengalami bentuk penderitaan mental atau

fisik. Ini kategori penggunaan yang paling sering dipublikasikan. Hal ini

terjadi pada peminum kopi, perokok, alkoholik, dan pecandu.26

24 Patri Handoyo, Op.cit., h. 43

25 Patri Handoyo, Op.cit., h. 44

26 Patri Handoyo, Op.cit., h. 45

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI … II.pdf · TINJAUAN UMUM MENGENAI DEPENALISASI TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM ... serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan