65
75 BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim Akhir-akhir ini dunia hukum diperhadapkan dengan realita putusan pengadilan yang mengadili kasus-kasus pidana yang sifatnya kecil, kasus pencurian kakao, sandal, kayu, dan piring mengundang keprihatinan banyak pihak. Bagaimana tidak, acap kali penegak hukum terlihat “garang” ketika menangani kasus seperti ini, ketimbang menangani kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat, perusahaan,atau aparat pemerintahan. Padahal, secara ekonomis, kerugian yang diderita akibat tindak pidana tersebut tidak terlalu signifikan dibanding dengan tindak pidana lain, seperti korupsi. Bahkan, kasus- kasus kecil seperti ini, seharusnya dapat diupayakan perdamaian, sehingga tidak sampai ke pengadilan. Pendapat seperti itu tidak hanya datang dari masyarakat umum. Jaksa Agung Basrief Arief juga menyatakan hal yang sama. Menurutnya, kasus-kasus wong cilik seperti ini memang mengundang keprihatinan masyarakat, termasuk aparat penegak hukum. “Untuk itu, ke depan, hal-hal begitu tidak perlu ke pengadilan. Ini harus ada pengertian dari semua lini aparat penegak hukum. Baik dari penyidik, jaksa penuntut umum, maupun hakim,” katanya, Jumat. 1 1 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f2f6e043cf4d/kasus-kecil-diharapkan-tidak- sampai-pengadilan di unggah Senin, 06 Pebruari 2012, dibaca 31-05-2017

BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

75

BAB III

Hasil Penelitian dan Analisis

A. Hasil Penelitian

1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

Akhir-akhir ini dunia hukum diperhadapkan dengan realita putusan

pengadilan yang mengadili kasus-kasus pidana yang sifatnya kecil, kasus

pencurian kakao, sandal, kayu, dan piring mengundang keprihatinan banyak

pihak. Bagaimana tidak, acap kali penegak hukum terlihat “garang” ketika

menangani kasus seperti ini, ketimbang menangani kasus-kasus besar yang

melibatkan pejabat, perusahaan,atau aparat pemerintahan. Padahal, secara

ekonomis, kerugian yang diderita akibat tindak pidana tersebut tidak terlalu

signifikan dibanding dengan tindak pidana lain, seperti korupsi. Bahkan, kasus-

kasus kecil seperti ini, seharusnya dapat diupayakan perdamaian, sehingga tidak

sampai ke pengadilan. Pendapat seperti itu tidak hanya datang dari masyarakat

umum. Jaksa Agung Basrief Arief juga menyatakan hal yang sama. Menurutnya,

kasus-kasus wong cilik seperti ini memang mengundang keprihatinan

masyarakat, termasuk aparat penegak hukum. “Untuk itu, ke depan, hal-hal

begitu tidak perlu ke pengadilan. Ini harus ada pengertian dari semua lini aparat

penegak hukum. Baik dari penyidik, jaksa penuntut umum, maupun hakim,”

katanya, Jumat.1

1 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f2f6e043cf4d/kasus-kecil-diharapkan-tidak-

sampai-pengadilan di unggah Senin, 06 Pebruari 2012, dibaca 31-05-2017

Page 2: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

76

“Selama ini kita selalu fokus pada penegakan hukum, tapi lupa

untuk menegakkan keadilan”.pernyataan yang dilontarkan oleh Antasari Azhar

ini kerap terjadi dalam proses dan dinamika hukum di Indonesia. Bahwa

penegakan hukum diteriakkan dengan keras namun hukum yang dimaksud tidak

lain adalah undang-undang.

Ada sebuah kasus yang menarik beberapa tahun silam yang mungkin

masih hangat sampai saat ini, Kisah seorang nenek tua bernama Minah ini

berawal dari pencurian tiga butir buah kakao seberat tiga kilogram di kebun

PT RSA 4 yang dituduhkan kepadanya. Saat itu Minah berkeinginan

menambah tanaman kakao miliknya yang berjumlah 200 batang sehingga

dia memetik tiga butir kakao di kebun PT RSA dan meletakkannya di atas

tanah. Akan tetapi, apa yang dilakukan Minah diketahui mandor PT RSA 4,

Tarno alias Nono. Dia pun menegur Minah dan menanyakan perihal kakao yang

dicurinya.

Minah pun mengatakan jika buah kakao yang dipetiknya akan

dijadikan bibit. Setelah mendengar penjelasan Minah, Tarno mengatakan,

kakao di kebun PT RSA 4 dilarang dipetik oleh masyarakat. Dia juga

menunjukkan papan peringatan yang terpasang pada jalan masuk perkebunan.

Dalam papan tersebut tertulis petikan Pasal 21 dan Pasal 47 Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, yang menyatakan bahwa setiap

orang tidak boleh merusak kebun maupun menggunakan lahan kebun hingga

mengganggu produksi usaha perkebunan. Minah yang buta huruf itupun

segera meminta maaf kepada Tarno sembari menyerahkan tiga butir buah

Page 3: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

77

kakao tersebut untuk dibawa mandor itu. Kendati telah meminta maaf, dia

sama sekali tidak menyangka jika perbuatannya justru berujung ke pengadilan.

Akhir Agustus 2009, Minah dipanggil Kepolisian Sektor Ajibarang

untuk menjalani pemeriksaan terkait tiga butir buah kakao yang dipetiknya

di kebun PT RSA 4. Atas tuduhan tersebut, Minah dijerat Pasal 362 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman enam bulan penjara.

Dalam putusan hakim, Nenek Minah terbukti bersalah melanggar Pasal 362

KUHP yang berbunyi: “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki

secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara

paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah".

Jika melihat dari kacamata dogmatif-normatif, maka tidak dipungkiri bahwa

si nenek telah bersalah melanggar Undang-undang, dengan delik mengambil

barang orang lain, dengan maksud untuk dimiliki.

Lain hal dengan Nenek Mina, Nenek Rasmina yang diputuskan bebas

oleh PN Tangeran, ternya diputuskan bersalah oleh MA mencuri enam piring dan

barang lain milik mantan majikannya. MA pun mengganjar Rasminah hukuman

penjara 4 bulan 10 hari. Dan menetapkan masa penahanan yang telah dijalani

terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Namun, putusan ini

ternyata tidak bulat. Ketua Majelis Hakim, Artidjo Alkostar, menyatakan nenek

Rasminah tidak bersalah melakukan pencurian terhadap barang-barang milik

majikannya itu. Menurut Artidjo, alasan kasasi yang diajukan jaksa tidak dapat

dibenarkan, karena Pengadilan Negeri Tangerang telah menerapkan hukum

Page 4: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

78

dengan benar, yaitu barang bukti di persidangan tidak semuanya berasal dari

majikan Rasminah. Selain itu, Artidjo juga menilai tidak ada unsur mengambil

barang milik orang lain. Artidjo menilai, jaksa juga tidak dapat membuktikan

bahwa putusan PN Tangerang tidak bebas murni. "Berdasarkan pertimbangan

tersebut, maka permohonan kasasi dari jaksa tidak dapat diterima," ujar Artidjo.

Namun apa daya, dua hakim lainnya bersikukuh Rasminah bersalah. Ia kalah

suara.

Suparman Marzuki mengatakan putusan kasasi tersebut juga menyesakkan

dada karena dari nilai kerugian dan jenis harta yang diambil, itu termasuk jenis

perkara yang tidak patut masuk pengadilan dan tidak patut dipersalahkan. Sejak

awal, keanehan tercium dalam kasus Rasminah. Ia ditangkap 5 Juni 2010, atas

tuduhan mencuri barang senilai Rp 300, 000, 000 (tiga ratus juta). Ia pun sempat

mendekam di sel selama empat bulan, di Polsek Ciputat dan di LP Wanita

Tangerang. Kasus ini pun menjadi perhatian publik, yang meminta ia dibebaskan.

Namun, bahkan pejabat selevel menteri pun, tak bisa berbuat banyak terhadap

kasus tersebut. "Kita tidak bisa intervensi sama sekali. Apalagi sudah di tangan

hakim. Saya yakin, hakim mempunyai rasa keadilan dalam memberikan

putusan," kata mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar,

di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa 12 Oktober 2010.

Seharusnya menurut Patrialis, kasus seperti ini tidak perlu ada upaya penahanan.

Apalagi, melibatkan orangtua miskin seperti nenek Rasminah ini. "Yang saya

sayangkan, kenapa kasus kecil seperti ini orangnya harus ditahan," kata

Page 5: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

79

Patrialis.2 Di Palu Hakim Pengadilan Negeri Palu Sulawesi Tengah, Romel

Tampubolon memvonis AAL (15), seorang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan

di Palu, terbukti mencuri sandal. Hakim tetap menyatakan AAL bersalah

walaupun berdasarkan fakta persidangan menunjukkan sandal jepit yang

diperkarakan oleh anggota polisi di Polda Sulawesi Tengah ternyata bukan milik

yang bersangkutan."Terlepas siapa pemilik sandal tersebut, tetapi terdakwa

terbukti mengambil sandal yang bukan miliknya," kata hakim Romel

Tampubolon pada sidang pembacaan putusan kasus sandal jepit itu, Rabu malam

(4/1).

Menurut hakim, tindakan terdakwa mengambil barang yang bukan

miliknya adalah unsur melawan hukum dari sebuah pencurian. Komisi Nasional

Perlindungan Anak (Komnas PA) kecewa dengan putusan hakim. Sebab

walaupun tidak dihukum, namun di sisi lain hakim tetap menyatakan AAL

terbukti mencuri. kata Sofyan Farid Lembah dari Komnas PA Bidang Kapasitas

dan Jaringan Kelembagaan, di Palu, kejanggalan putusan hakim karena barang

bukti bukan milik saksi pelapor, namun hakim tetap memutuskan terdakwa

terbukti bersalah. Kalau tidak ada pemiliknya berati pelapor tidak dirugikan.

Dengan sendirinya gugur sebagai pelapor karena bukan miliknya. Seharusnya

dakwaan terhadap terdakwa digugurkan," katanya. Menurut Sofyan, dengan

mencap terdakwa sebagai orang yang mencuri berdasarkan keyakinan hakim,

2 http://fokus.news.viva.co.id/news/read/284443-rasminah-melawan-putusan-kasasi-ma.

(diposting Selasa, 31 Januari 2012 | 21:05 WIB- dibaca kamis, 1 juni 2017)

Page 6: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

80

padahal barang bukti yang diambil tidak ada pemiliknya, sehingga bisa saja

dilakukan oleh orang lain.3

Pasutri Supriyono, 19, dan Sulastri, 19, terdakwa pencurian setandan

pisang divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro Jawa Timur 3,5

bulan pada Februari 2010. Peristiwa diatas terjadi saat suami istri tersebut,

karena merasa tidak punya makanan di rumah yang bisa dimakan, mereka

berboncengan motor mau mencari hutangan uang untuk membeli makanan, saat

melewati pekarangan tetangganya tergiur untuk mengambil setandan pisang dan

sialnya ketahuan oleh tetangganya tersebut, yang kemudian melaporkannya ke

kepolisian. Dalam kasus ini, sebenarnya bisakah kepolisian ataupun kejaksaaan

melepas si terdakwa, karena alasan kemanusiaan dan kecilnya barang yang

dicuri? Karena kalau melihat dari aspek keadilan sungguh ironis sekali hanya

mencuri setandan pisang, hukumannya 3,5 bulan.

Perbuatan-perbuatan tersebut memang memenuhi unsur pidana, dalam hal

ini pasal 362 KUHP, akan tetapi ada hal yang lebih penting dari terpenuhinya

unsur pidana dalam peraturan tersebut, hal tersebut adalah keadilan dalam

putusan pengadilan yang dijatuhkan. Semua orang ingin memiliki keadilan.

23 OKTOBER 2002 Hamdani bin Ijin, seorang buruh pabrik sandal PT

Osaga Mas Utama, divonis hukuman kurungan selama 2 bulan 24 hari oleh

Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. Hamdani dituduh mencuri sandal bolong

milik perusahaan. Awal kasusnya, pada 4 September 2000, Hamdani hendak

3 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f0486c16639d/terdakwa,(diunggah Kamis, 05

Januari 2012- dibaca kamis 1 Juni 2017)

Page 7: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

81

menjalankan salat Asar. Seperti biasanya, Hamdani bersama rekan buruh lainnya

secara bergantian menggunakan sandal apkiran, yang tersimpan di sebuah

gudang, untuk mengambil air wudu. Anehnya, manajemen pabrik melaporkan

Hamdani kepada Kepolisian Sektor Jatiuwung, Tangerang dengan tuduhan

mencuri. Padahal kebiasaan meminjam sandal sebelum salat juga kerap

dilakukan karyawan di pabrik itu. Selama ini Hamdani dikenal sebagai pengurus

serikat buruh di Karya Utama dan aktif memperjuangkan hak-hak karyawan di

pabrik sandal yang terletak di Kilometer 5 kawasan Tangerang, Banten.

Kasus pencurian dua ekor ayam atas nama Arman. putusan no. 1104

K/Pid/2010. Kasus pencurian hasil hutan (kayu) atas nama Doni Setyo Jatmiko.

No putusa perkara, 132/Pid.sus/2011/PN.MLG. kasus pencurian kayu bakar

dengan putusan no 2615 K/Pid.Sus/201. Atas nama Muhammd Mufid.

2. Tanggung Jawab Negara Terhadap Kesejahteraan Rakyat.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34

“ayat (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”.4

Ayat (2) Negara mengembangkan sistem sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dab tidak mampu sesuai dengan

martabak kemanusiaan.5 Melihat pada pasal ini maka sudah seharusnya kasus-

kasus kecil seperti ini tidak dipebolehkan sampai pada meja hijau, negara

memiliki peran penting dalam mensjahterakan rakyat, kasus kasus kecil diatas

dilakukan oleh orang-orang miskis yang hanya untuk berthan hidup atau untuk

4 Lihat Pasal 34 ayat 1 UUD 1945

5 Ibid,.ayat 2

Page 8: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

82

memiliki sesuatu yang sebtulnya tidak bernilai yang besar, orang-orang miskin

yang melakukan perbuatan tersebut hanya ingin diperlakukan adil secara sosial

dan ekonomi.

Keadilan sosial sudah dijamin dan tertuang secara eksplisit dalam

Pancasila yang disebut sebagai staats fundamental norm/ rechtsidee sekaligus

berfungsi sebagai norma dasar dalam keseluruhan peraturan hukum yang

berlaku sebagai hukum positif di Indonesia. Oleh sebab itu putusan yang dibuat

oleh hakim wajib menjiwai nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.

Pancasila yang merupakan norma fundamental dalam proses penegakan

hukum seharusnya menjadi guiding star dalam setiap putusan hakim, artinya

bahwa dalam memutuskan suatu perkara hakim tidak seharusnya hanya melihat

pada apa yang dikatakan oleh undang-undang saja tetapi hakim juga harus

menggali nilai-nilai keadilan yang ada dalam Pancasila. Hakekat dari norma

dasar adalah syarat bagi berlakunya suatu Kontitusi, norma dasar terlebih dahulu

ada sebelum adanya konstitusi atau Undang-undang Dasar.6 dalam sila ke-lima,

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang memiliki cita hukum

(rechtsidee) bahwa keadilan yang dihadirkan oleh hukum Indonesia hendaknya

dapat diakses oleh seluruh lapisan masayarakat.7 Dalam Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 34 ayat 1 “ fakir miskin dan anak

terlantar dipelihara oleh negara”.

6 Teguh Praseryo, Hukum Dan System Hukum Berdasarkan Pancasila, Media Perkasa,

Yogyakarta, 2013, hal. 69. 7 Muhamad Erwin, Op.cit, hal. 384

Page 9: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

83

Konsep keadilan sosial telah menjadi salah satu pemikiran filosofis

Soekarno. Keadilan sosial menurut Soekarno adalah suatu masyarakat atau sifat

suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada

penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan. Menurutnya keadilan

sosial haruslah lebih berorientasi pada kaum masyarakat kecil. Soekarno ingin

mencanangkan keadilan sosial sebagai warisan dan etika bangsa Indonesia yang

harus diraih. Upaya agar keadilan sosial dapat terwujud, maka keadilan sosial itu

harus dimulai dari hidup bermasyarakat.8

Moh, Hatta memberi masukan terkait dengan keadilan dan kesejahteraan

sosial secara lengkap sebagai berikut:

a. Orang Indonesia hidup dalam tolong menolong;

b. Tiap-tiap orang Indonesia berhak mendapat pekerjaan dan

mendapat penghidupan yang layak bagi manusia. Pemerintah

menanggung dasar hidup minimum bagi seseorang;

c. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama, menurut dasar

kolektif;

d. Cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak,

dikuasai oleh pemerintah

e. Tanah adalah kepunyaan masyarakat, orang-seorang berhak

memakai tanah sebanyak yang perlu baginya sekeluarga;

8 Bur Rasuanto, Keadilan Sosial Dua Pemikiran Indonesia Soekarno dan Hatta, Jurnal Wacana,

Vol.2, No.1, 2000, hal. 108

Page 10: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

84

f. Harta milik orang-seorang tidak boleh menjadi alat penindas orang

lain;

g. Fakir miskin dipelihara oleh pemerintah.

Menurut Mahfud MD, keadilan sosial sebagaimana dimaksudkan dalam

sila ke lima Pancasila mempunyai makna, pendistribusian sumber daya ditujukan

untuk menciptakan kesejahteraan sosial terutama bagi kelompok masyarakat

terbawah atau masyarakat lemah sosial ekonominya.

selain itu keadilan sosial juga menghendaki upaya pemerataan sumber

daya agar kelompok masyarakat yang lemah dapat dienteskan dari kemiskinan

dan agar kesenjangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat dapat dikurangi,

dengan demikian distribusi sumber daya yang ada dapat dikatakan adil secara

sosial jika dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi kelompok yang miskin

sehingga tingkat kesenjangan sosial antar kelompok masyarakat dapat dikurangi.9

Orang miskin ditolak dari perlindungan hukum, institusi dan kebijakan

yang menyangkut bidang ekonomi, sosial dan politik. Kebanyakan orang

miskin tidak hidup dalam perlindungan hukum. Mereka tidak punya

kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan

hukum. Mereka tidak hanya terabaikan dari sistem hukum, tetapi sering malahan

ditindas oleh sistem hukum. Dengan demikian, lingkup kemiskinan haruslah

mencakup ketiadaan pengetahuan dan kesadaran hukum, mekanisme bantuan

dan dampingan hukum ketika mereka membutuhkannya, dan akses kepada

9 Moh, Mahfud, MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandeman Konstitusi, Rajawali

Pers, Jakarta, 2010, hal 10-11

Page 11: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

85

proses politik pengambilan kebijakan di berbagai tingkat daerah dan pusat. Jika

orang miskin diberdayakan secara hukum, maka mereka mendapat

perlindungan hukum. Disinilah pentingnya untuk melihat keadialn sosial dari

perspektif hukum.

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam pancasila pada

prinsipnya menegaskan bahwa seyogyanya tidak aka ada kemiskinan dalam

Indonesia merdeka. Indonesia harus memiliki keadilan sosial (keadilan

ekonomi). Indonesia harus memiliki keadilan kehidupan yang adil dan makmur

bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara khusus, keadilan sosial dalam sila kelima

Pancasila menekankan prinsip keadilan dan kesejahteraan ekonomi, atau apa

yang dikatakan Soerkano sebagai prinsip sociale rechtvaardigheid. Sila kelima

merupakan perwujudan yang paling konkrit dari prinsip-prinsip Pancasila.10

Keadiln sosial secara umum menyangkut selururuh kebutuhan masyarkata, baik

jasmani maupun rohani.

Negara memiliki peran penting dalam perlindungan hukum kepada

mereka yang melakukan perbuatan melawan hukum yang hanya untuk bertahan

hidup, seperti kasus pencurian tiga biji kakao, 6 piring, sandal, pisang, dan sabun

yang dilakukan oleh orang-oang yang satatus sosialnya rendah atau miskin.

Kedudukan negara dijamin dalam Konstitusi Indonesia, yang mana pasal 34 ayat

(1) dan (2) menjelaskan secara explisit, bahwa fakir miskin dan anak-anak

terlantar dipelihara oleh negara. Negara sudah seharusnya melindungi bahkan

menjamin kehidupan yang layak bagi orang-orang miskin.

10

Materi sosialisasi empat pilar MPR RI. hal 78-79

Page 12: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

86

Setiap aparat kepolisian harus dapat mencerminkan kewibawaan negara

dan menunjukan disiplin yang tinggi dikarenakan polisi pada hakekatnya adalah

sebagai pengatur dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002, Tentang Kepolosian Negara Republik

Indonesia. Dalam pasal 5 disebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik

Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan

dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta meberikan perlindungan

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharnya

keamanan dalam negeri, didalam pasal 13, disebutkan bahwa tugas pokok

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah;

a. Memelihara keamana dan ketertiban masyarakat

b. Menegakan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Tugas dan tanggung jawan polisi yang di atur didalam pasal 16 ayat (1)

dan (2) UU No 2 tahun 2002

Ayat (1)

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepadapenyidik dalam rangka

penyidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

Page 13: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

87

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi

yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan

mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang

disangka melakukan tindak pidana;

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai

negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri

sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Ayat (2)

tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah

tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi

syarat sebagai beriku:

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan

tersebut dilakukan;

c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

e. Menghormati hak asasi manusia.11

Dari serangkaian tugas kepolisian, salah satu tugas yang mendap

perhatian adalah penegak hukum, sebagai penegak hukum polisi masuk dalam

jajaran Sistem Peradilan Pidana (SPP), sebagai salah satu sub sistem. Didalam

SPP polisi merupakan pintu gerbang bagi para pencari keadilan. Dari sinilah

segala sesuat dimulai, sebagai penyidik polisi harus melakukan penangkapan dan

bila perlu dilakuka penahanan, yang berarti polisi harus mempunyai dugaan yang

kuat bahwa orang tersebut adalah pelaku kejahatan. Satjipto Raharjo menyebut,

tugas kepolisian sebagai Multi Fungi, yaitu tidak sebagai polisi saja, tetapi juga

sebagai jaksa dan hakim sekaligus.12

11

Lihat Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 16,

Ayat (1) Dan (2) 12

Satjipto Raharjo, Study Kepolisian Indonesia: Metodologi Dan Subtansi, Makalah

Disampaikan Pada Symposium Nasional Polisi Indoensia, Diselenggarakan Oleh Pusat Studi

Page 14: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

88

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang

melaksanakan kekuasaan negara, khususnya dibidang penuntutan. Penuntutan

yang dimaksud adalah tindakan jaksa untuk melimpahkan perkara pidana ke

pengadilan negeri yang berwewenang dengan permintaan supaya diperiksa dan

diputus oleh hakim sebagai mana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 16

tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.13

Pada ayat 2 menyatakan

bahwa, kejakasaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan

negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-

undang.14

Kekuasaan tersebut dilaksanakan secara merdeka, artinya dalam

melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.15

Berdasarkan Undang-undang tersebut, kejaksaan sebagai salah satu

lembaga pengak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegahkan

supermasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan HAM, serta

pemberantasan KKN. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa

senangtiasa bertindak berdasarkan hukum, artinya selalu berpedoman pada asas

legalitas, namun juga wajib mengindahkan norma-norma agama, kesopanan dan

kesusilaan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidp dalam

masyarakat, dan juga menjaga kehormatan profesinya.16

Kepolisian FH UNDIP Bekerja Sama Dengan Akademi Kepolisian Negara (AKPO) Dan Mabes Polri

Semarang, 19-20 Juli 1993 13

Lihat, Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik

Indonesia 14

Lihat Pasal 2 Undang-Undang No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia 15

Rusli Muhammad, Op,cit., hal 20 16

Ibid., hal 21-22

Page 15: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

89

Sudah seharusnya Polisi maupun Jaksa yang merupakan kaki tangan

negara memperhatikan apa yang diamanatkan oleh dasar negara dan konstitusi

Indonesia, yang mana kasus-kasus kecil seperti ini sudah seharusnya tidak

sampai pada tingkat pengadilan, sebab mereka mewakili negara untuk

melindungi secara hukum, jika kasus-kasus kecil seperti ini dilaporkan, maka

tugas negara adalah menyelesaikan, negara harus melindungi, negara harus

bertanggung jawab jika kasus-kasus seperti ini terjadi, negara harus mengakui

kegagalannya dalam memenuhi hak-hak masyarakat seperti yang tertuang dalam

pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

Putusan pengadilan diyakini bisa memberikan rasa keadilan bagi pencari

keadilan, mewakili negara dalam memberikan keadilan, sudah sepatutnya hakim

mengamalkan Pancasila dan UUD sebagai landasan berpikir dalam memberikan

putusan, jika kasus-kasus seperti ini yang sudah barang tentu menggambarkan

kegagalan negara dalam menjalankan amanat konsitusi, maka hakim juga harus

bisa memberikan apa yang telah diperintahkan oleh Pancasila dan Konstitusi, jika

orang miskin yang melakukan pencurian hanya untuk makan dan bertahan hidup,

dan kemudian diputusan bersalah, maka Pancasila sebagai dasar negara dan UUD

sebagai payung bagi hukum di Indonesia tidak dipertimbangkan oleh hakim.

Page 16: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

90

3. Kasus posisi Rasmina dan Nenek Minah: Pertimbangan Hakim Dalam

Proses Mengadili Perkara.

Kasus Posisi Rasmina Kasus Posisi Mina

Kasasi Nomor 653K/Pid.2011 diterima

MA pada 24 Januari 2011. Putusan MA

itu dibuat pada 31 Mei 2011 dengan amar

putusan mengabulkan permohonan kasasi

jaksa penuntut umum (JPU) Kejari

Tangerang dan membatalkan putusan PN

Tangerang 1364/Pid.B/2010/PN. TNG.

Bermula dari Rasmina yang bekerja

sebagai pembantu dirumah majikannya

Aysah di tangerang, ketika itu menurut

Rusmina, majikannya tersebut membrikan

kepada dia 6 piring, akan tetapi

dikemudian hari rasmina dilaporkan ke

kepolisian dengan tuduhan pencurian.

Rasmina mengaku bahwa piring tersebut

diberikan majikannya pada saat terjadi

banjir. bahwa piring tersebut diberikan

majikannya pada saat terjadi banjir.

Namun, begitu sampai di rumah

kontrakannya, Rasminah tidak jadi

memasak bahan-bahan olahan tersebut

menjadi sop buntut. Karena, ia melihat

bahan-bahan olahan tersebut sudah

kadaluarsa atau tidak layak

Putusan yang menjadi objek kajian

kali ini adalah putusan atas kasus

pencurian tiga buah kakao (cokelat) yang

dilakukan oleh seorang wanita tua

bernama Mina. Mina memetik tiga buah

cokelat yang ada di kebun itu, lalu

meletakkannya di tempat. “Inyong seq

teng kebon, enten kopi- coklat mateng

inyong pendhet digletakaken eng siti

(Saya di kebun, ada kakao matang saya

ambil dan diletakkan di tanah.)18

Tak lama berselang, lewat seorang

mandor perkebunan kakao PT RSA.

Mandor itu pun bertanya, siapa yang

memetik buah kakao itu. Dengan polos,

Mina mengaku hal itu perbuatannya,. 3

buah kakao yang dipetiknya pun dia

serahkan kepada mandor tersebut.

Sepekan kemudian, Min dipanggil dan

diperiksa polisi di Polsek Ajibarang.

Dari hasil pemeriksaan, polisi

menyimpulkan bahwa perbuatan Mina

sepenuhnya memenuhi unsur-unsur

yang disebutkan dalam Pasal 362 KUHP

18

Wawancara dilakukan oleh widodo dwi putro 10 Maret 2010

Page 17: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

91

konsumsi.Enam buah piring dan bahan

olahan sop buntut itulah yang kemudian

dijadikan sebagai barang bukti oleh

Polsek Ciputat. Kemudian, Rasminah

ditahan selama dua bulan di Polsek

Ciputat dan dilakukan pemeriksaan.

"Namun, saya lupa kapan kejadian itu

terjadi, yang jelas itu bulan Juni 2010

kemarin," ungkapnya. Rasminah dituduh

melanggar Pasal 362 KUHP tentang

pencurian dengan hukuman penjara

maksimal lima tahun.

Rasminah pun harus menghuni sel

dingin di Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Tangerang. Dalam putusan kasasi

ini, satu orang anggota majelis kasasi,

Artidjo Alkostar, mengajukan beda

pendapat (dissenting opinion).17

yang secara legal-formal dikategorikan

sebagai tindak pidana pencurian.19

Tanpa

menyadari apa yang sebenarnya tengah

terjadi, Nenek Minah yang tak hanya

buta huruf, tetapi juga buta hukum, tanpa

didampingi pengacara Min mengiyakan

saja apa yang ditulis polisi dalam BAP-

nya dan apa yang ditulis jaksa dalam

surat dakwaannya. Min juga harus

menjalani tahanan rumah sehingga

sebagai petani ia tidak bisa lagi bekerja

ke ladangnya.

Mina dinyatakan hakim terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah.

Hakim menjatuhkan vonis pidana satu

bulan 15 hari, dengan masa percobaan

tiga bulan.20

Pertimbangan Hakim dalam kasus

Rasmina

Pertimbangan Hakim dalam kasus

Nenek Mina

Dalam memutuskan kasus Rasmina, MA

membatalkan putusan pegadilan Negeri

dengan alasan bahwa bukti-bukti

persidangan sudah jelas perbuatan

Rasmina melanggar hukum. Dengan

Berdasarkan fakta yang terungkap di

persidangan bahwa terdakwa Min pada

hari minggu, tanggal 2 Agustus 2009

sekitar pukul 13.00 WIB telah

mengambil 3 (tiga) buah kakao/ cokelat

17

http://www.gresnews.com/berita/hukum/205301-ma-hukum-nenek-rasminah-pencuri-piring-

4-bulan-10-hari/0/#sthash.WkxgRwhP.dpuf 19

URNAL YUDISIAL Vol-III/No-03/Desember/2010 hal 221 20

Ibid.,

Page 18: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

92

menimbang.

Bahwa dalam kenyataannya ada barang-

barang berupa 1 (satu) buah piring

keramik merek Anchor Hocking,1(satu)

buah piring Geshen Kartikel, 2 (dua)

buah piring merek Royal Province,1(satu)

buah piring merek Taichi Cinadan 3

(tiga) buah piring kecil, Tempat

Tisu,1(satu) buah piring biasa,1(satu)

buah gelas,1(satu)buah mangkok, 1(satu)

buah Hairtonic Hadi Suwarno serta

shamponya, Baju Muslim, Sapu Tangan,

Listerin obat kumur,Force Magic dan 1

(satu) bungkus plastik daging buntut sapi

(yang telah diganti dengan foto) dan

beberapa pakaian bekas adalah

seluruhnya ditemukan di rumah

kontrakan Terdakwa dan benar

seluruhnya adalah barang-barang milik

majikannya (saksi Pelapor HJ. SITI

AISYAH MR SOEKARNO PUTRI)

yang telah diambil Terdakwa tanpa seijin

saksi Pelapor.

Bahwa Pemohon Kasasi/Jaksa/ Penuntut

Umum berhasil membuktikan bahwa

putusan judex facti (Pengadilan Negeri)

adalah putusan bebas tidak murni;

Menimbang, bahwa berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tersebut

dengan cara memetik dari pohon pada

perkebunan PT. RSA dan hingga

tertangkap tangan oleh saksi mandor

Tarno Bin Sumanto dan saksi Rajiwan,

dan bagi Rasmina diakui bahwa

dimengambil bumbu masak. Berdasarkan

keterangan saksi- saksi yang

dihubungkan dengan petunjuk yang

diperkuat oleh keterangan terdakwa

dimuka persidangan maka diperoleh

fakta yang bersesuaian bahwa benar

terdakwa telah mengambil 3(tiga) buah

kakao atau coklat seluruhnya milik PT.

RSA bukan milik terdakwa Mina

Berdasarkan keterangan saksi-saksi,

terdakwa telah mengambil 3 (tiga) buah

kakao atau cokelat seberat +-3kg yang

seluruhnya milik PT. RSA dan

terdakwa mengambil barang tersebut

diatas tanpa ijin dan sepengetahuan

pemiliknya yaitu PT. RSA dengan

maksud akan dimiliki untuk bibit

tanaman dan perbuatan terdakwa tersebut

mengakibatkan PT. RSA menderita

kerugian sebesar Rp. 30.000,- (tiga puluh

ribu rupiah). Karena semua unsur-unsur

yang terkandung dalam pasal-pasal

362 KUHP telah terpenuhi, hakim

berkeyakinan bahwa terdakwa Mina

Page 19: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

93

Mahkamah Agung berpendapat

Terdakwa terbukti telah bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam dakwaan Pemohon

Kasasi/Jaksa/ Penuntut Umum, oleh

karena itu Terdakwa harus dihukum;

dinyatakan terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana sebagaimana dalam dakwaan,

melanggar pasal 362 KUHP karena

itu terdakwa harus dihukum sesuai

dengan perbuatannya tersebut.21

Dalam pertimbangan hakim di atas ditemukan bahwa unsur perbuatan

pidanalah yang dicari, sejatinya dalam putusan hakim, ia harus melihat kepada,

landasan filosofis, sosiologis, yuridis ke tiga landasan ini sudah seharusnya dimuat

dalam mempertimbangkan perbuatan Mina dan Rasmina oleh hakim, jika dilihat dari

lasndasan yuridis, maka Nenek Mina dan Rasmina telah melakukan perbuatan

pidana, dan perbuatan mereka telah memenuhi unsure pidana yang termuat dalam

pasal 362 KUHP, sementara lasndasan folosofis dan sosiologis terabaikan. Nilai

materil yang dirugikan oleh perbuatan mereka pun tidak besar, hal ini berbanding

terbalik dengan apa yang mereka pertanggung jawabkan.

4. Landasan Filosofis.

Hakim perlu melihat hal diluar dari undang-undang itu sendiri, nenek Mina

dan Nenek Rasmina merupakan orang miskin yang tidak tau apa-apa tentang

hukum, sudah seharusnya hakim sebagai abdi negara juga melihat hal ini,

Pancasila sebagai dasar negara menginginkan keadilan sosia bagi seluruh Rakyat

21

Ibid., Hal 223-225

Page 20: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

94

Indonesia, akan tetapi ada yang untuk makan saja dia harus mencuri, Nenek mina

dan Rasmina sudah seharusnya dibebaskan, sebab negara dianggap gagal

memenuhi kebutuhan mereka.

Pancasila dan Alinea kedua Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan

Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung

jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan

umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kata melindungi disini mempunyai pengertian yang sangat jelas, haruslah orang-

orang seperti Mina dan Rasmina ini dilindungi oleh negara, fungsi negera harus

terwujud kepada orang-orang seperti ini.

Dalam pasal 34 UUD 1945, negara memberikan jaminan kepada orang-

orang seperti ini, orang miskin dipelihara oleh negara, pelihara bukan dalam hal

kebutuhan pokok saja, akan tetapi perlindungan hukum pun perlu diberikan

kepada mereka, Hakim sudah seharusnya menjadikan Pancasila sebagai dasar

dalam mengambil dan memutuskan suatu perkara, Keadilan sosial berarti suatu

hirarkhi, bahwa keadilan untuk rakyat banyak dan lebih penting dibandingkan

kedilan untuk kelompok tertentu. Seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa keadilan

sosial berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, dimanapun tanpa terkecuali. Tidak

boleh ada diskriminasi keadilan terhadap siapapun, terhadap kelompok manapun,

juga terhadap minoritas. Diskriminasi akan memicu perpecahan dalam masyarakat,

yang bisa menggerus nilai-nilai luhur yang dimiliki rakyat Indonesia sejak dahulu.

Page 21: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

95

Pancasila yang merupakan fundamental norma dalam proses penegakan

hukum seharusnya menjadi guiding star dalam setiap putusan hakim, artinya

bahwa dalam memutuskan suatu perkara hakim tidak seharusnya hanya melihat

pada apa yang dikatakan oleh undang-undang saja tetapi hakim juga harus

menggali nilai-nilai keadilan yang ada dalam pancasila. Hakekat dari norma dasar

adalah syarat bagi berlakunya suatu kontitusi, norma dasar terlebih dahulu ada

sebelum adanya konstitusi atau Undang-undang Dasar.22

Sila ke-lima (5) Keadilan

Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang memiliki cita hukum (Rechtsidee)

bahwa keadilan yang dihadirkan oleh hukum Indonesia hendaknya dapat diakses

oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.23

Tujuan hukum adalah keadilan,

kemanfaatan dan kepastian, idealnya hukum memang harus mengakomodasikan

ketiganya. Putusan hakim merupkan hukum. Oleh sebab itu pentingnya landasan

filosofis bagi hakim sangat munjunjung meraka dalam memberikan keadilan bagi

pencari keadilan. Undang-undang memberikan kewenangan bagi hakim dalam

menemukan hukum. Jadi tidaklah salah apabila hakim memutuskan dengan

pertimbangan status sosial dari kedua nenek ini.

Mina yang disidang tanpa didampingi pengacara mengaku tidak tahu liku-

liku acara pengadilan, dengan prosedur-prosedur yang diatur secara formal

dalam bahasa Indonesia yang sepanjang hidup tinggal di desa dan hanya

,menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Yang dipikirkan

22

Teguh Praseryo, Hukum Dan System Hukum Berdasarkan Pancasila, Media Perkasa,

Yogyakarta, 2013, hal 69. 23

Erwin Muhamad, Filsafat Hukum, Op.cit., hal 123

Page 22: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

96

hanyalah bagaimana kasusnya cepat selesai. Karena jika tidak, ia harus pulang-

pergi dari rumah ke kantor jaksa dan kantor pengadilan berjarak 40 kilometer,

sehingga terpaksa mengutang uang angkot dan ojek Rp. 50 ribu kepada tetangga

setiap kali menjalani pemeriksaan.

Melihat biaya transportasi tersebut, maka pertanyaan yang timbul, apakah

perbuatan Mina tersebut merugikan orang lain?, mina yang miskin karena ingin

mematuhi hukum yang berlaku maka dia harus mengutang pada tetangganya, lalu

diamana kedudukan negara? Yang sudah mestinya menjamin hal-hal seperti ini,

sudah seharusnya jaksa dapat berpean aktif pada saat menghadirkan Mina ke

pengadilan, maka jaksa sudah harus menanggung beban pulang pergi Mina ke

Kampungnya, oleh sebab itu diperlukan hakim dapat melihat hal-hal seperti ini,

apakah sebuah kasus itu layak diputuskan hanya dengan mempertimbangkan

factor yuridis saja.

5. Politik Hukum.

Posisi Norma Sanksi Pidana dalam Undang-Undang

Sejatinya, masalah sanksi menjadi isu penting dalam hukum pidana karena

dipandang sebagai pencerminan sebuah norma dan kaidah yang mengandung tata

nilai yang ada di dalam sebuah masyarakat. Adanya pengaturan dan penjatuhan

sanksi muncul akibat adanya reaksi dan kebutuhan masyarakat terhadap

pelanggaran/kejahatan yang terjadi. Untuk itu, Negara sebagai perwakilan dari

masyarakat menggunakan kewenangannya dalam mengatasi permasalahannya

melalui kebijakan pidana (criminal policy). Salah satu kebijakan pidana yang

Page 23: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

97

digunakan Negara adalah pemberian sanksi pidana melalui undang-undang.

Namun dalam pelaksanaannya penetapan sanksi pidana melalui undang-undang

sekarang ini lebih digunakan sebagai primum remedium daripada sebagai ultimum

remedium. Hal ini dapat dilihat dari beberapa undang-undang yang ada dimana

hampir sebagian besar undang-undang mencantumkan sanksi pidana.

Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum yang berfungsi sebagai

perlindungan kepentingan manusia dalam penegakannya harus memperhatikan 3 (tiga)

unsur fundamental hukum, antara lain: kepastian hukum (Rechtssicherheit),

kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit). Oleh karena itu, dalam

menentukan pemberian sanksi pidana dalam suatu undang-undang perlu

memperhatikan ketiga unsur fundamental hukum tersebut karena pada dasarnya

itulah yang menjadi hakikat dari tujuan hukum.

Dalam undang-undang lainnya, konstruksi norma sanksi pidana dalam bagian

Ketentuan Pidana dalam sebuah Undang-undang dari perspektif penafsiran

sistematis, sanksi pidana selalu ditempatkan lebih dahulu ketimbang sanksi

administratif maupun sanksi denda. Misalnya dalam ketentuan Pasal 104 UU

Perdagangan, pada frasa,”pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun) dan/atau denda

paling banyak Rp.5000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu frasa “dan/atau”

memuat makna kumulatif dan alternatif. Artinya dapat dijatuhi pidana penjara saja,

pidana denda saja, atau bahkan keduanya.

Page 24: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

98

Penerapan sanksi hukum pidana juga tidak selalu menyelesaikan masalah

karena ternyata dengan sanksi pidana tidak terjadi pemulihan keadilan yang

rusak oleh suatu perbuatan pidana. Oleh karena itu konsep keadilan restoratif perlu

menjadi pertimbangan dalam pemulihan keadilan terhadap suatu tindakan pidana.24

Konsepsi hukum pidana menempatkan hukum pidana sebagai ultimum

remedium. Suatu perbuatan yang pada dasarnya bukan merupakan suatu tindak

pidana, sepatutnya tidak dijatuhi sanksi pidana. Sanksi denda ataupun sanksi

administratif merupakan solusi tepat agar kedudukan hukum pidana tetap sebagai

ultimum remedium dan bukan menjadi primum remedium. Artinya penetapan suatu

perbuatan itu dikategorikan suatu tindak pidana, maka perlu dilihat terlebih dahulu

apakah perbuatan itu merupakan mala in se25

atau mala prohibita26

. Jika perbuatan

itu termasuk kategori mala prohibita, maka penetapan status sebagai perbuatan

pidana merupakan politik hukum terbuka (open legal policy) dari pembentuk undang-

undang. Dengan demikian dalam membuat suatu produk hukum, konsepsi hukum

pidana sebagai ultimum remedium dan konsepsi mala in se dan mala prohibita,

24

Jurnal Konstitusi, Volume 12, Nomor 4, Desember 2015 25

Mala in se atau malum in se atau biasa disebut mala per se berasal dari bahasa latin yaitu

suatu perbuatan yang dianggap sebagai sesuatu yang jahat bukan karena diatur demikian atau dilarang

hukum positif atau Undang-Undang (UU), melainkan pada dasarnya perbuatan tersebut bertentangan

dengan kewajaran, moral dan prinsip umum masyarakat yang beradab. Artinya tanpa sebuah UU

menentukan perbuatan tersebut sebagai kejahatan atau delik, perbuatan tersebut merupakan kejahatan

yang natural. Dalam terminologi bahasa Inggris disebut natural crime. Mala in se adalah “acts wrong

in themselves/ acts morally wrong/offenses against conscience”. 26

Mala prohibita atau malum prohibitum, mengacu kepada perbuatan yang tergolong kejahatan

karena diatur demikian oleh hukum positif atau oleh Undang-Undang. Mala prohibita merupakan “

acts wrong because they are prohibited/prphibited wrongs or offenses/ acts which are made offenses by

positive laws”. Pada umumnya mala in prohibita dirumuskan tanpa mensyaratkan niat jahat (mens rea)

pelakunya.

Page 25: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

99

dan konsepsi hak asasi manusia harus menjadi pertimbangan dalam membuat produk

hukum yang humanis.

Pencantuman sanksi pidana dalam suatu undang-undang bukanlah suatu

kewajiban atau keharusan seperti yang selama ini terjadi. Pencantuman sanksi pidana

hampir di setiap Undang-undang atau menjadikan sanksi pidana sebagai primum

remedium merupakan pandangan keliru yang sebaiknya mulai diperbaiki. Selain

dipandang tidak efektif, perlu diingat kembali bahwa seiring dengan perkembangan

zaman dan perubahan sosial yang dinamis, pemikiran-pemikiran yang berasal dari

teori absolut atau teori relatif sudah tidak sesuai dengan keadaan Negara Indonesia

sekarang. Untuk itu, hendaknya Indonesia sudah meninggalkan pemikiran-pemikiran

aliran klasik dan mulai menerapkan hukum pidana modern yang lebih sesuai dengan

perkembangan zaman.

Idealnya, pencantuman sanksi pidana dalam Undang-undang mengacu

pada prinsip ultimum remedium, yakni penggunaan sanksi pidana merupakan sarana

terakhir dalam mengatasi masalah kejahatan di masyarakat. Untuk itu pembentuk

Undang-undang perlu menyadari bahwa dalam pencantuman sanksi pidana dalam

Undang-undang diperlukan rasionalitas dan proporsionalitas. Rasionalitas maksudnya

yaitu hanya dapat diberikan dengan alasan yang dapat dibenarkan. Sementara itu

proporsionalitas yaitu pemberian sanksi pidana perlu diseimbangkan dengan

kebutuhan Negara dalam rangka menjaga, melindungi dan mempertahankan

Page 26: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

100

ketertiban dan keamanan dalam masyarakat. Menyitir pendapat Bassioni27

Dalam

buku Teguh Prasetyo, pidana hanya dapat dibenarkan apabila ada kebutuhan yang

bermanfaat bagi masyarakat dan sebaliknya pidana yang tidak diperlukan, tidak dapat

dibenarkan dan berbahaya bagi masyarakat.

Dalam kasus Minah dan Rasmina, maka sudah seharusnya hakim

mempertimbangkan asas keadilan dan asas kemanfataan juga, Mina dan Rasmina

merupakan orang miskin yang buta hukum, dan membutuhkan perlindungan negara,

jika orang miskin sperti mereka dipidanakan hanya dengan mempertimbangkan

Undang-undang semata, maka keadilan sebagai tujuan dari hukum akan sulit dicapai,

pemidanaan sudah seharusnya dijadikan sebagai titik akhir, bukan langkah awal

dalam kasus ini, pada saat mereka dipanggil ke kantor polisi, itu sudah merupakan

sanksi terberat bagi mereka.

B. Analisis

1. Kedudukan hakim dalam Sistem peradilan Pidana

a. Pengertian sistem peradilan pidana

Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang dikenal di Indonesia sebenarnya

merupakan terjemahan sekaligus penjelmahan dari “Crimanl Justice System”.

Untuk pertama kalinya istilah ini diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan

parah ahli dalam Crimanl Justice Science karena ketidak puasaan terhadap

mekanisme kerja aperatur penegak hukum dan institusi penegakan hukum

yang dibuktikan dengan meningkatnya kriminalitas di Amerika Serikat pada

27

Teguh Prasetyo., Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusa Media,2011, hal 47.

Page 27: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

101

tahun 1960-an. Dalam Black Law Dictionary, Criminal Justice System

diartikan sebagai ”the network of court and tribunals which deal with criminal

law and it’s enforcement”. Pengertian ini lebih menekankan pada suatu

pemahaman baik mengenai jaringan di dalam lembaga peradilan maupun pada

fungsi dari jaringan untuk menegakan hukum pidana. Jadi, tekanannya bukan

semata-mata pada adanya penegakan hukum oleh peradilan pidana, melainkan

lebih jauh lagi dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum tersebut dengan

membangun suatu jaringan.

Menurut Neil C. Chalin, pada mulanya di Amerika Serikat komponen

SPP hanyalah terdiri atas, Polisi, Pengadilan dan Lembag Permasyarakatan

yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan yang timbul didalam tata

kehidupan mayarakat pada tingkat local government. Ia menyatakan:

“Basically the American Criminal Justice System is composed of

police, Courts and corrections in local, state and Federal levels. These

criminal justice component function separately and together with

majority of activities accuring at the local level of government ( City

and Country)”.28

(Pada dasarnya Sistem Peradilan Pidana Amerika

terdiri dari polisi, Pengadilan dan koreksi di tingkat lokal, negara

bagian dan federal. Komponen peradilan pidana ini berfungsi secara

terpisah dan bersamaan dengan sebagian besar kegiatan yang

dilakukan di tingkat pemerintah daerah (Kota dan Negara).

28

Neil C. Chalin Et.Al., Introduction To Criminal Justice, New Jersey; Pretince-Hall, 1975, hal

1

Page 28: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

102

Dalam kurung waktu akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970,

criminal justice sebagai disiplin studi tersendiri telah menggerser posisi law

enforcement atau police studies, yang di Amerika Serikat dan beberapa negara

Eropa menjadi model dominan dengan menitikberatkan pada the

administration of justice dan memberikan perhatian yang sama terhadap

semua komponen dalam penegakan.29

Pendekatan yang dipergunakan dalam

penegakan hukum adalah pendekatakn hukum dan ketertiban (law and order

approach). Adapun penegakan hukum dalam konteks pendekatannya dikenal

dengan istilah law enforcemen.30

Yang mengedepankan aspek hukum dalam

melakukan penanggualngan kejahatan dengan kepolisian sebagai pendukung

utama. Efektivitas maupun efesiensi kerja organisasi kepolisian sangat

menentukan berhasil atau tidaknya penanggulanga kejahatan, karena dalam

praktiknya, pihak kepolisian banyak dihadapkan pada berbagai kendala, baik

yang bersifat operasional maupun prosedur-legal.31

salah satu dari tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban

masyarakat, salah satu unsur untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat

adalah adanya penegakan hukum atau peradilan yang bebas, mandiri, adil, dan

konsisten dalam melaksanakan atau menerapakan peraturan hukum yang ada

dan dalam menghadapi pelanggaran hukum, oleh suatu struktur badan yang

29

Hari Pratama Tegug Dan Usep Saepullah, Teori Dan Praktik Hukum Acara Pidana Khusus,

Cv Pustaka Setia, Bandung, 2016, hal 285 30

Romli Atmasadmita, Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionism,

Binacipta, Bandung, 1996, hal 7 31

Indrianto Seno Adji, Arah Sistem Peradilan Pidana, Kantor Pengacara Konsultan Hukum

Prof, Umar Seno Adji Dan Rekan, Jakarta, 2001, hal 4

Page 29: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

103

mandiri (pengadilan).32

Struktur lembaga-lembaga SPP yang terbentuk

sebagai suatu tata urutan mulai penyidikan, penuntutan, pengadilan dan

lembaga Permasyarakatan, menunjukan bahawa SPP terangkai dalam unsur-

unsur (sub) yang mempunyai peran masing-masing secara utuh untuk

menunjukan adanya mata rantai yang terpadu untuk memperoleh tujuan akhir,

oleh karena itu kegiatan salah satu unsur tersebut hanya merupakan tahapan

atau bagian dari kegiatan yang utuh untuk mencapai tujuan bersama.33

Dalam perkembangan SPP di Indonesia mengalami perluasan arti dan

tujuannya, dikatakan oleh Mardjono Reksodiputro, bahwa SPP (criminal

justice sistem) adalah operasionalisasi atau sistem yang bertujuan untuk

mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi

yang dapat diterima.34

Norval Morris Menyatakan:

The Criminal Justice System is best seen as a crime containment

system, one of the methods thad society uses to keep crime at whatever

level each particular culture is willing to acep. But, to a degree, the

criminal justice system is also involved in the secondary prevention of

crime, that is to say, in trying to reduka criminality among those who

have been convicted of crimes and trying by deterrent processe os

detections, conviction, and punishment to reduce the commission of

crime by those who are so minded and so acculturated.35

(Sistem Peradilan Pidana paling baik dipandang sebagai sistem

penahanan kejahatan, salah satu metode yang digunakan masyarakat

untuk menjaga kejahatan pada tingkat apapun yang diinginkan setiap

budaya tertentu. Namun, sampai pada tingkat tertentu, sistem peradilan

pidana juga terlibat dalam pencegahan kejahatan sekunder, artinya

32

Hari Pratama Tegug Dan Usep Saepullah, Teori Dan Praktik………Op Cit., hal 286 33

Ibid. 34

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Di Inonedia (Pran Penegak Hukum

Melawan Kejahatan, HAM Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, Pusat Pelayanan Keadilan Dan

Pengabdian Hukum UI, 1994, hal 84-85 35

UNAFEI, Criminal Justice System, The Reguest For An Integrated Approach, UNAFEI,

1982, hal 5

Page 30: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

104

mencoba mengulang kejahatan di antara mereka yang telah dihukum

karena melakukan kejahatan dan berusaha melakukan deteksi,

penghukuman, dan hukuman pencegahan. Mengurangi komisi

kejahatan oleh mereka yang begitu berpikiran dan berakulturasi).

Sistem ini dianggap berhasil apabila pelaku kejahatan yang dilaporkan

dan dikeluhkan masyrakat dapat diselesaikan dengan diajukan ke pengadilan

dan menerima sanksi, selain itu juga termasuk bagian tugas sistem adalah:

1) Mencegah masyarakt menjadi korban kejahatan;

2) Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat

puas bahwa keadlan telah ditegakan dan yang bersalah dipidana

3) Berusaha agar mereka yang pernah melakukan kejahatan untuk

tidak mengulangi lagi perbuatannya. 36

Pemahaman tentang Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice

System) dapat dalihat dari elemen kata yang melekat dalam sistem peradilan

pidana tersebut;

“Sistem berarti suatu susunan atau jaringan, sebagai suatu susunan

ataupun jaringan tentunya pada sistem terdapat komponen-komponen yang

merupakan bagian atau sub-sub yang kemudian menyatu membentuk sistem,

makna susunan ataupun jaringan tersebut dapat dikemukakan adanya suatu

keteraturan dan penataan yang hierarkis dan sistematis pada suatu sistem”

Samodra Wibawa mengemukakan bawa sistem merupakan hubungan

antara beberapa unsur, dan unsur yang satu bergantung pada unsur lain.

36

Mardjino Reksodiputro, Kriminologi Dan Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, Pustaka

Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum UI, 1994, Lihat Juga Mardjono R, Sistem Peradilan

Pidana, hal 84-85

Page 31: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

105

Apabila salah satu unsure hilang, sistem tidak dapat berfungsi.37

Memperhatikan dasar pemahaman tersebut. Maka SPP tidak hanya berbicara

tentang putusan lembaga peradilan di dalam memberikan sanksi pidana,

tetapi lebih dari itu, yaitu berbicara tentang persoalan mekanisme ataupun

menajemen dari bekerjanya pengadilan tersebut, untuk melahirkan suatu

keputusan yang adil.38

Dengan demikian dapat pula dikemukan bahwa

Sistem Peradilan Pidana merupakan mekanisme dan/atau manajemen proses

peradilan (justice Processes) dalam melahirkan suatu keputusan dan dalam

menjatuhkan sanksi pidana.39

Muladi juga berpendapat bahwa, Sistem Peradilan Pidana merupakan

suatu jaringan peradilan yang menggunakan hukum pidana materiil, hukum

pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana, namun jika sifat yang

terlalu formal jika dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja

akan membawa bencana berupa ketidakadilan.40

Menurut Romli

Atmasasmita; apabila SPP diartikan sebagai alat penegakan hukum atau law

Enforcement, didalamnya harus mengandung aspek hukum yang

menitikberatkan pada operasionalisasi peraturan perundang-undangan dalam

upaya menanggulangi kejahatan untuk mencapai kepastian hukum.41

SPP

didalamnya terkandung gerak sistemik dari subsistem pendukungnya, yakni

37

Samodra Wibawa, Kebijakan Public, (Proses Dan Analisis), Jakarta, Intermedia, 1994, hal

50-51 38

Romli Atmasamira, Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksestensialisme Dan Abolisionism,

Bandung, Bina Cipta, 1996, hal 38 39

Hari Pratama Tegug Dan Usep Saepullah, Teori Dan Praktik………Op Cit., hal 287 40

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, BP. UNDIP, 1995, hal 1-2 41

Romli, Op Cit, hal 15

Page 32: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

106

kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan Lembaga Permasyarakatan, yang

secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan (totalitas) berusahan

mentransformasikan masukan menjadi luaran yang menjadi tujuan SPP

yaitu, menangulangi kejahatan atau mengandalikan terjadinya kejahatan agar

berada dalam batas-batas teleransi yang dapat diterima masyarakat.42

b. Tujuan Sistem peradilan Pidana.

Dari beberapa pengertian sistem peradilan pidana sebegaimana yang

telah penulis paparkan terkait dengan istilah Sistem Peradilan Pidana, pada

dasarnya dapat diketahui tujuan dari Sistem Peradilan Pidana Pidana,

walaupun masih terdapat ahli hukum yang tida secara gamblang dan lugas

dalam menjelaskan tujuan dari Sistem Peradilan Pidana. Mardjono

Reksodiputro menjelaskan secara terperinci terkait dengan tujuan Sistem

Peradilan Pidana, Yaitu;

1) Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;

2) Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat

puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah

dipidanakan;

3) Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan

tidak mengulangi lagi kejahatannya.43

Begitupun, sebagai mana diungkapkan oleh Romli Atmasasmita. Bahwa

tujuan Sistem Peradilan Pidana adalah terciptanya mekanisme kerja antar

masing-masing sub-sistem untuk terciptanya tolok ukur kerbahasilan dalam

42

Rusli Muhammad, Sistem Pradilan Pidana, Yogyakarta, UUI Pres, 2011, hal 13 43

Mardjono Reksodiputro, HAM Sistem Peradilan Pidana. Kumpulan Karangan, Jakarta, Pusat

Pelayanna Keadilan Dan Pengabdian Hukum UI, 2007, hal 84-85

Page 33: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

107

penanggulangan kejahatan.44

Muladi membagi tujuan dari Sistem Peradilan

Pidana dalam beberapa tujuan.45

1) Tujuan jangka pendek berupa rasiolisasi pelaku tindak pidana,

tujuannya lebih kepada pelaku tindak pidana dan mereka yang

berpotensi melakukan kejahatan, yaitu diharapkan pelaku sadar

akan perbuatannya sehingga tida melakukan kejahatan lagi,

demikian pula orang lain tidak melakukan kejahatan sehingga

kejahatan semakin berkurang.46

2) Tujuan jangkah menengah berupa mencegah kejahatan. Tujuannya

adalah terwujudnya suasana tertib, aman dan damai dalam

masyarakat, tujuan ini dapat tercapai jika tujuan jangka pendek

tercapa, sebab tidak mungkin akan tercipta rasa aman dan damai

dalam masyarakat jika kejahatan masih saja terjadi.47

3) Tujuan jangka panjang berupa kesejahteraan sosial. Tujuannya

adalah terciptanya tingkat kesejahteraan yang menyeluruh

dikalangan masyarakat. Tujuan ini merupakan konsekuensi dari

tujuan jangka pendek dan menengah sehingga keberhasilan juga

bergantung pada tujuan-tujuan sebelumnya.48

Adapun Barda Nawawi Arief menjelaskan tentang makna sistem

peradilan pidana pada dasarnya identik dengan sistem penegakan hukum,

meneyebutkan tujuan dari sistem peradilan pidana adalah terciptanya

terciptanya penegakan hukum (law enforcemenr).49

Tolib Effendi

menjelaskan bahwa sistem peradilan pidana memiliki dua tujuan besar, yaitu

melindungi masyarakat dan menegahkan hukum. Ia juga menjelaskan bahwa

sistem perdilan pidana memiliki beberap fungsi penting antara lain;

1) Mencegah kejahatan;

2) Menindak pelaku kejahatan dengan memberikan pengertian kepada

palaku tindak pidana dimana pencegahan tidak efektif;

44

Romli Atmasamira, Sistem Peradilan…. Op Cit,. hal 16-18 45

Fransiska Avianti, Kebijakan Perundang-Undangan Mengenai Badan Penyidik Dalam Sistem

Peradilan Pidana Terpadu Indonesia, Semarang, MIH UNDIP, 2008, hal 49 46

Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana, Yogyakarta, UII Pres, 2011, hlm 3-4 47

Ibid. 48

Ibid 49

Hari Pratama Tegug Dan Usep Saepullah, Teori Dan Praktik………Op Cit., hal 291

Page 34: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

108

3) Peninjauan ulang terhadap legalitas ukuran pencegahzan dan

penindakan

4) Putusan pengadilan untuk menentukan bersalah atau tida bersalah

terhadap orang yang ditahan;

5) Disposisi yang sesuai terhadap seseorang yang dinyatakan

bersalah;

6) Lembaga koreksi oleh alat-alat negara yang disetujui oleh

masyarakat terhadap perilaku mereka yang melanggar hukum

pidana.50

Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang ada baik yang terdapat

di dalam maupun diluar KUHAP dapat diterangkan bahwa SPP di Indonesia

mempunyai perangkat struktur atau sub-sistem kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, lembaga permasyarakatan sebagai quasi sub-sistem.

c. Asas-asas dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.

1. Asas Legalitas (Legality Principle)

Yaitu asas yang mendasari beroperasinya SPP dan sebagai jaminan

bahwa SPP tidak akan berkerja tanpa landasan hukum tertulis, asas ini

berpangkal tolak pada kepentingan masyarakat yang dapat ditafsirkan

sebagai kepentingan tertib hukum, dengan asas ini maka SPP hanya dapat

menyentuh dan menggelindingkan suatu perkara pidana jika terdapat aturan-

aturan hukum yang telah dibuat sebelumnya dan telah dilanggar.

Adanya asas legalitas ini tidak hanya berlaku pada masing-masing sub-

sistem dari SPP, melainkan pada keseluruhan sub sistem yang ada. Ini berarti

50

Tolib Effendi, Sistem Peradilan Pidana Perbandingan Komponen Dan Proses Sistem

Peradilan Pidana Dibeberapa Negara, Yogyakarta, Pustaka Yustitia, 2013, hal 13-14

Page 35: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

109

pihak penyidik ketika melakukan penyedikan sudah harus berpedoman pada

ketentuan-ketentuan yang ada dan menghindarkan diri dari tindakan yang

berlawanan atau bertentangan dengan hukum. Demikian pula Jaksa Penuntut

Umum (JPU) ketika akan melimpahkan berkas ke pengadilan senantiasa

mendasarkan diri pada ketentuan hukum yang ada, kejahatan atau perbuatan

pidana terlebih dahulu sudah dirumuskan dalam Perundag-undangan. Hal

yang sama harus dilakukan hakim di sidang pengadilan senantiasa

tindakannya harus menyesuaikan diri dan berpedoman dengan ketentuan

yang telah diatur dalam sebelumnya dalam hukum pidan baik formil maupun

materiil.51

Makna asas legalitas yang dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro,

bahwa sanksi pidan hanya dapat ditentukan dengan Undang-undang dan

bahwa ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut.52

Menurut Moeljatno, ada

tiga penegrtian yang terkandung dalam asas legalitas;

a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau

hal itu belum terlebih dahulu dinyatakan dalam suatu aturan Undang-

undang;

b. Dalam menentukan adanya perbuatan pidana, tidak boleh digunakan

analogi

c. Aturan hukum pidana tidak berlaku surut.53

Dalam kasus Mina dan Rasmina, Penulis menemukan bahwa

penerapan asas legalitas pada kedua kasus di atas sangatlah jelas, pasal 362

51

Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana, Yogyakarta , UII Pres, 2011, hal 10-11 52

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesiam Refika Aditama, Bandung,

2003, hal 42 53

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,2000, hal 25

Page 36: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

110

yang menjerak Mina dan Rasmina ke pengadilan. Tiga biji kakao dan 6

piring merupakan memang bukan merupakan sesuatu dengan nilai jual yang

besar, akan tetapi berdasarkan Pasal 1 KUHP, maka dengan jelas, perbuatan

kedua Nenek ini merupakan perbuatan melawan hukum.

2. Asas kelayakan atau kegunaan (expediency principle)

Asas yang menghendaki bahwa dalam beroperasinyan SPP

menseimbangkan antara hasil yang diharapkan dengan biaya-biaya yang

dikeluarkan. Bekerjanya SPP dimulai dengan memperhitungkan bahwa

apakah yang dilakukan itu sebuah aktivitas yang layak dan berguna untuk

dilakukan sehingga terkesan lebih memberikan kemanfaatan ketimbang

kerugian.

Sistem Peradilan Pidana tentu banyak menghadapi kejahatan yang

sangat bervariasi, ada kejahatan yang tergolong berat sedang dan ringan. Ada

kejahatan yang pengaruhnya berdampak berbahaya bagi masyarakt maupun

negara. SPP secara yuridis formal mengharuskan mengambil bagian dalam

menghadapi berbagai kejahatan yang terjadi. Meskipun demikian SPP dalam

mensikapi dan menindak lanjuti dengan mempertimbangkan kelayakan dan

kegunaannya sehingga ada kemungkinan berbagai kejahatan itu tidak harus

dilanjutkan dengan melibatkan seluruh sub-sub sitem dalam SPP, melainkan

diselesaikan oleh sub sistem tertentus saja.54

54

Ibid.,

Page 37: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

111

Pada kasus nenek Mina dan Rasmina, sudah seharusnya tidak

melibatkan Sub-sub sistem yang lain, hanya sub sistem kepolisian saja, untuk

menyelesaikan kasus tersebut, polisi merupakan sub sistem yang terlibat

langsung dalam interaksi dengan masyarakat bagitupun juga dengan kasus-

kasus yang layak untuk dilanjutkan ke Penuntut Umum, jika nenek Mina dan

Rasmina yang mengambil Tiga Biji Kakao dan 6 Piring yang tidak besar

nilainya, menurut penulis sudah seharusnya di selesaikan oleh penyidik.

3. Asas Prioritas (priority principle)

Asas yang menghendaki agar SPP mempertimbangkan aktivitas-

aktivitas yang perlu dudahukukan, misalnya menyelesaikan perkara-perkara

yang dinilai membahayakan masyarakta atau yang menjadi kebutuhan

mendesak. Asas ini didasarkan pada semakin beratnya beban SPP, sementara

kondisi kejahatan cenderung semakin meninggi. Perioritas ini tidak hanya

berkaitan dengan berbagai katagori tindak pidana, tetapi juga bisa berbagai

kejahatan dalam katagori yang sama dan juga berkaitan dengan pemilihan

jenis-jenis pidana atau tindakan yang dapat diterapkan kepada pelaku.55

Kasus pencurian 3 Biji Kakao dan 6 piring merupakan kasus-kasus

kecil yang terjadi, yang seharusnya kasus-kasus seperti ini diselesaikan oleh

penyidik saja, agar supaya kasus-kasus yang sifatnya besar bisa diselesaikan

dengan baik. Tingkat kejahatan semakin tinggi, dibutuhkan keteladanan untuk

menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Dengan demikian penyidik harus bisa

memperioritaskan kasus-kasus yang sifatnya besar.

55

Ibid.,

Page 38: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

112

4. Asas Proporsionalitas (proporsionality principle).

Asas yang menghendaki agar SPP dalam penegakan hukum pidana

hendaknya mendasarkan pada proporsional antara kepentingan masyarakat,

kepentingan negara dan kepentingan pelaku tindak pidana serta kepentingan

korban. Dengan asas ini maka SPP bukan sekedar menjalankan dan

melaksanakan hukum, melainkan seberapa jauh penerapan hukum cukup

beralasan dan memenuhi sasaran-sasaran yang diinginkan.

Putusan pengadilan terhadap nenek Mina dan Rasmina, mendapat

perhatian dari masyarakat, diamana putusan tersebut dilihat jauh dari nilai

keadilan yang ada. Masyarakat menilai bahwa penerapan hukum terhadap

kasus tersebut tidak beralasan. Dampak terhadap lingkungan sosialnyapun

tidak terlihat. Yang ada hanyalah kurangnya kepercayaan dari masyarakat

terhadap sistem penegakan hukumdi Indonesia.

5. Asas Subsidair (subsidairity principle)

Asas yang menerangkan bahwa penerpan hukum pidana bukan yang

utama dalam menanggulangi kejahatan tapi hanya merupakan alternative

second. Dengan asas ini berarti SPP baru dapat berbuat menerapkan hukum

pidana jika hal itu sudah tidak ada pilihan lai, namun jika masih ada sasaran

lainnya yang dapat digunakan menanggulangi kejahatan maka sarana hukum

pidana sedapat mungkin dihindari.56

Nenek Mina dan Rasmina merupakan orang miskin. Yang sudah

seharusnya mendapat perlindungan dari negara. Dengan begitu penyelesaian

56

Ibid.,

Page 39: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

113

kasus kedua orang ini tidak perlu diputuskan di pengadilan, penerapan hukum

pidana bisa saja dihindari, jika kepolisian mampu menyelesaikan kasus ini,

dengan pertimbangan yang matang.

6. Asas kesamaan didepan hukum (equality before the law)

Asas ini menerangkan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama

didepan hukum, tida ada pilih kasih, semuanya mendapat perakuan yang

sama, dengan asas ini SPP selalu mengedepankan kesamaan sehingga

siapapun dan bagaimanapun kondisi setiap subyek hukum yang menghendaki

pelayanan dalam penyelesaian permasalahan hukum harus dipandang sama

dan dengan perlakuan yang sama pula, harus menghindari diskriminatif

dengan tidak mendahulukan dan mengutamakan yang beruang atau berkuasa

sementara mengabaikan atau meninggalkan yang tidak atau kurang berdaya.57

Lembaga pengadilan adalah pelaksanaan atau penerapan hukum

terhadap suatu perkara dengan sutau putusan hakim yang bersifat melihat

putusan mana dapat berupa pemidanaan, pembebasan maupun pelepasan dari

hukum terhadap pelaku tindak pidana. Lembaga pengadilan sangat penting,

dikarenakan pada hakekatnya pengadilan merupakan tempat pengujian dan

perwujudan negara hukum, merupakan barometer daripada kemampuan

bangsa melaksanakan norma-norma hukum dalam negara, sehingga tampa

pandang bulu siapa yang melanggar hukum akan menerima hukuman yang

57

Ibid.,

Page 40: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

114

setimpal dengan perbuatannya, dan semya kewajiban yang berdasarkan

hukum akan terpenuhi.58

Berbicara tentang lembaga pengadilan maka sudah pasti akan

berbicara tentang hakim, hakim dengan kekuasaan kehakiman yang dimiliki

mempunyai peranan yang sangat besar juga menentukan dalam pelaksanaan

sistem peradilan pidana dan akses public pencari keadilan keperadilan pidana.

Peranan yang besar dan menentkan tersebut tidak hanya terkait dengan

pelaksanaan dari sistem peradilan pidana itu, tapi yang utama juga adalah

usaha dari sistem peradilan pidana dalam mencapai tujuannya, yaitu; usaha

yang rasional dari masyarakat dalam upaya penanggulangan atau pencegahan

kejahatan.59

Hakim memiliki kedudukan demi tegaknya hukum, oleh karena itu

ada beberapa nilai yang dianut wajib dihormati oleh hakim dalam

menjalankan tugas dan kewajiban. Nilai-nilai tersebut sebagai berikut;60

a. Profesi hakim adalah profesi yang bebas guna menegakan hukum

dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara

hukum Republik Indonesia.61

58

Djoko Prakoso, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Dalam Proses Hukum Acara Pidana,

Jakarta, Bina Aksa, 1987 59

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Badan Penerbit Undip, 1995, hal

Vii 60

C.S.T. Kansil Dan Chritine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Jakarta, Pradnya

Pramita, 1996, hal 46-48 61

Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Bandung, Pustka Setia, 2011, hal 314

Page 41: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

115

b. Nila keadilan tercermin dari kewajiban hakim dalam

meneyelenggarakan peradilan secara sederhana, cepat dan biaya

ringan agar keadilan tersebut dapat dijangkau semua orang.

Dalam mengadili, hakim yang sedang menjalani persidangan tidak

boleh mebeda-bedakan orang dan wajib menghormati asas praduga tak

bersalah. Menegakan keadilan tidak hanya dipertanggungjwabkan secara

horissontal, yaitu ditujukan kepada sesama manusia, tetapi juga ditujukan

pada lembaga peradilan yang tinggi maupun kepada masyaakat luas dan

secara vertical, menegakan keadilan dapat dipertanggungjawabkan kepada

Tuhan Yang Maha Esa.62

a. Hakim tida boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu

perkara yang diajukan dengan dalil hukumnya tidak ada atau kurang

jelas.63

Apabila melihat adanya kekosongan hukum karena tidak ada

atau kurang jelasnya hukum yang mengatur suatu hal, hakim wajib

menggali nilai-nilai hukum dalam masyarakat. Nilai ini dinamakan

sebagai nilai keterbukaan.64

b. Hakim wajib menjunjung tinggi kerja sama dan kewibawaan. Prinsip

menjunjung tinggi harga diri hakim dinilai mampu mendorong dan

membentuk pribadi yang kuat dan tangguh sehingga terbentuk pribadi

yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat sebagai aperatur

peradilan.65

c. Hakim wajib menjunjung tinggi nilai objektivitas.

Profesi hakim sering digambarka sebagai pemberi keadilan. Oleh

karena itu hakim dapat digolongkan sebagai profesi luhur (officium

nobile) yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat

selaku pencari keadilan. Selain itu hakim dituntut untuk memiliki

keahlian khusus sekaligis memahami secara mendalam ruang lingkup

tugas , kewajiban, serta tanggung jawabnya sebagai wakil Tuhan

dengan menyempurnakan takaran dan timbangan yang adil,

62

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Prespektif Hukum Profresif, Jakarta, Sinar

Grafika, 2010, hal 3 63

Lihat Pasal 10 Ayat (1) UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman 64

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim, Op,.Cit, hal 7 65

Ibid, hal 7

Page 42: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

116

kendatipun tersangka yang telah melanggar hukum adalah saudara,

kerabat dekat, ataupun atasannya.66

Pengertian tanggung jawab sangat bervariatif, adakalahnya tanggung

jawab dikaitkan dengan keharusan unntuk berbuat sesuati dan tanggung jawab

dihubungkan dengan kesedihan untuk menerima konsekuensi dari suatu

perbuatan. Namun pengertian tanggung jawab lebih berkisar pada kesadaran

untuk melaukan, kesediaan untuk melakukan, dan kemampuan untuk

melakukan. Tanggung jawab dalam profesi hukum dapat menjadi tiga jenis,

yaitu;

a. Tanggung jawab moral

Tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang

berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang bersangkutan,

baik bersifat pribadi maupun bersifat kelembagaan bagi suatu

lembaga yang merupakan wadah para aparat bersangkutan.67

b. Tanggung jawab hukum

Diartikan sebagi tanggung jawab yang menjadi beban aparat untuk

melaksanakan tugasnya dengan tida melanggar rambu-rambu

hukum

c. Tanggung jawab profesi

Merupakan tuntutan bagi aparat penegak hukum untuk

melaksanakan tuganya secara professional sesuai dengan criteria

66

Hari Pratama Tegug Dan Usep Saepullah, Teori Dan Praktik………Loc.Cit., hal 303-304 67

Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum. Op.Cit, hal 80-82

Page 43: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

117

teknis yang berlaku dalam bidang profesi, baik bersifat umum

maupun khusus dalam lembaganya.68

Tanggung jawab tidak terlepas dari kewajiban seseorang yang tidak

dapat dipisahkan dari kapasitas dan kapabilitas sebagai pribadi ataupun

anggota masyarakat dalam berinteraksi. Tanggung jawab dapat melahirkan

tuntutan hukum, tuntutan moral dan etika bersifat pribadi, seperti

penyalagunaan jabatan atau wewenang yang erat dengan kualitas moral dan

etika, oleh karena itu perlu dipertegas kembali asas-asas moraltas yang

mendasari profesi hakim sebagai pegangan dalam bersikap dan bertindak

selama mengemban profesi sebagai hakim peradilan.69

2. Tanggung Jawab Moral Hakim

Secara filosofi, tujuan akhir dari profesi hakim adalah menegakan

keadilan. Cita hukum keadilan yang terdapat dalam kenyataan normative (das

sollen) harus diwujudkan dalam kenyataan alamiah (das sein) melalui nilai-

nilai yang terdapat pada etika profesi, termasuk etika profesi hakim.70

Salah

satu etika profesi yang menjadi pedoman profesi hakim dilihat dari perspektif

hukum dalam peradaban manusia adalah, the four commandments for judges

dari Socrates. Kode etik hakim tersebut terdiri atas empat butir, sebagai

berikut;

1) Mendengar dengan sopan dan beradab (hear corteosly)

2) Menjawab dengan arif dan bijaksana (answer wisely)

68

Ibid. 69

Hari Pratama Tegug Dan Usep Saepullah, Teori Dan Praktik………Loc.Cit., Hal 304 70

Ibid., Hal 305

Page 44: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

118

3) Mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun (consider soberly)

4) Memutus tidak berat sebelah (decide impartially)

Hukum di dunia Barat dilambangkan dengan Dewi Yustitia (mata

tertutup dengan pedang di tangan kanan dan timbangan di tangan kiri).

Sedangkan hukum di Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin yang

melambangkan bahwa hukum itu mengayomi cita-cita negara, bangsa, dan

rakyatnya. Sewaktu hakim belum lepas dari Departemen Kehakiman, hakim

tetap dilambangkan dengan pohon beringin, namun setelah lepas dari

Departemen Kehakiman, lambang hakim pun berubah dengan Simbol Panca

Dharma Hakim.

3. Tanggung Jawab Hukum Hakim

Sesungguhnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, hukum mempunyai peran sentral

dalam upaya menciptakan suasana yang memungkinkan manusia merasa

terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan menjaga eksistensinya di

dunia. Keberadaan hakim juga tidak kalah penting. Sebagai pihak yang diberi

kewenangan untuk menegakkan hukum, hakim mempunyai posisi vital dalam

pembangunan peradaban umatmanusia. Tanpa adanya hakim, hukum tidak

bisa ditegakkan. Tanpa adanya hukum, maka tidak akan mungkin peradaban

manusia bisa tercipta, karena yang akan berlaku adalah hukum rimba, di mana

yang kuat akan membinasakan yang lemah, tanpa mempertimbangkan benar-

salahnya. Oleh sebab itu, hukum dan hakim adalah bagaikan dua sisi mata

Page 45: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

119

uang yang tidak bisa dipisahkan. Hukum diperlukan untuk mengatur interaksi

antar individu dalam masyarakat.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari kebutuhannya

berinteraksi dengan orang lain. Interaksi antar individu dalam suatu

masyarakat seringkali menimbulkan gesekan yangsaling berbenturan. Oleh

karena itu, diperlukan suatu tatanan dalam masyarakat yang mampu

menciptakan keteraturan, ketertiban dan ketenteraman. Tatanan yang

dimaksudkan adalah sebuah perangkat yang berisi petunjuk-petunjuk tingkah

laku berupa kaedah hukum. Hukum merupakan seperangkat kaedah atau

norma yang tersusun dalam suatu sistem yang berisikan petunjuk bertingkah

laku, tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dan disertai dengan

sanksi. Hukum bisa bersumber dari masyarakat sendiri maupun dari

sumberlain yang diakui keberlakuannya oleh masyarakat. Jika hukum

dilanggar maka akan diberikan sanksi. Dengan sanksi itu, masyarakat

diharapkan selalu berada dalam koridor yang baik serta menghindarkan diri

dari perbuatan melanggar hukum, guna menciptakan kedamaian dalam

masyarakat.

Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

mencantumkan beberapa tanggung jawab profesi yang harus ditaati oleh

hakim, yaitu:

a) bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-

nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Page 46: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

120

b) bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim

wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

c) bahwa hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila

terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat

ketiga, atau hubungan suami isteri meskipun telah bercerai,

dengan ketua, salah seorang Hakim Anggota, Jaksa, Advokat, atau

Panitera.71

Dalam kasus Mina dan Rasmina, maka sudah seharusnya hakim

mempertimbangkan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat, seperti yang

tercantum dalam Undang-undang pokok kehakiman. Apakah adil, jika mereka

diputuskan bersalah, karena mengambil sesuatu yang sebtulnya nilai

materiilnya tidak besar. Bahkan sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat,

untuk melakukan penanam kembali biji kakao. Hakim seharusnya tidak hanya

mempertimbangkan nilai-nilai yuridis semata, melaikan keadilan dan juga

kemanfaatan dalam pertimbangkan putusannya.

4. Sikap Hakim Yang Legalistik (legisme)

Aliran legisme merupakan garis yang paling ektrim dari positivisme, para

penganut aliran legisme mereka mengidentifikasi hukum hanya sebagai hukum

positif, tidak ada norma hukum diluar hukum positif, menyebabkan hakim

hanya sebagai corong Udang-undang.72

Hakim apabila hendak mengejar

71

Ibid., Hal 308 72

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Op cit, hal 121

Page 47: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

121

kebenaran objektif, harus menafsirkan hukum positif secara monotafsir, yaitu

metode tafsir yang hanya bersumber pada teks hukum positif secara ketat agar

tidak enyimpang dari original teks.73

Kelsen menjelaskan dalam bukunya the pure theory of law tentang

penafsiran, bahwa meragukan penafsiran yang dikembangkan selama ini karena

hanya mengarah pada hasil yang mungkin tidak pasti dan tidak pernah

mengarah pada hasil yang langsung benar, Kalsen monalak argument bahwa a

contrario dan analogi sebagai sara penafsiran. keduanya sama-sama mengarah

pada hasil yang berlawanan dan tidak ada criteria untuk menentukan kapan

norma yang satu dan kapan norma yang lain harus diterapkan.74

Dalam

penafsiran Kelsen juga menolak prinsip menimbang bobot kepentinagn. Alasan

Kalsen prinsip menimbang bobot tidak menyediakan standar objektif untuk

membandingkan kepentinagn-kepentinagn yang saling bertentangan sehingga

tidak meberikan solusi. Kalsen juga mengingatkan bahwa moral, keadilan yang

melekat dalam nilai-nilai yang hidup dalam masyarkat, yang biasanya

ditunjukan dengan frasa semisal “kebaikan masyarakat, kepentingan negara,

kemajuan, dari sudut hukum positif semua itu hanya negative, itu semua bukan

norma dari hukum positif. 75

hal ini dilakukan Kalsen semata-mata untuk

penemuan hukum mencapai derajat tertinggi atas kepastian hukum.

73

Widodo Dwi Putro, Kritik terhadap paradikma positivisme hukum. Yogyakarta, Genta

Publishing, 2011, hAl 142 74

Syarif Mappiasse, Logika Hukum Pertimbangan. Op cit. hal 93 75

Ibid.,

Page 48: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

122

Pemikiran Kalsen ini ditantang oleh Ronal Dworkin, ia mengingatkan

bahwa seorang hakim jika dihadapkan dengan kasus konkrit tidak saja

berurusan dengan masalah teknis (prosudural semata), tetapi juga berurasan

dengan subtansi hukum, ketika hakim mempersoalkan etika, bukan lagi

bertanya tentang prosedur teknik penyelesaian hukum, melainkan juga

mempersoalkan subtansi hukum apakah adil atau tidak.76

Dworkin

menyarankan bahwa apabila menghadapi kasus rumit, tidaklah cukup meyalin

pasal-pasal tertentu, tetapi harus melakukan interpretasi konstruktif dari praktik

hukum.77

Pada hakekatnya hakim dalam menjatuhkan putusannya dipengaruhi oleh 2

(dua) Aliran yakni:

1) Aliran Konservatif: yaitu putusan hakim yang didasarkan semata-mata ada

ketentuan hukum tertulis ( Peraturan Perundang-undangan). Karakter ini

dipengaruhi oleh aliran legisme yaitu aliran dalam ilmu hukum dan peradilan

yang tidak mengakui hukum yang tidak tertulis/Undang-undang. Menurut

aliran ini hukum identik dengan undang-undang, sedangkan kebiasaan dan

ilmu pengetahuan hukum lainnya dapat diakui sebagai hukum apabila

undang-undang menunjuknya.78

Selanjutnya aliran ini menyatakan pula

bahwa undang-undang (kodifikasi), Justru diadakan untuk membatasu hakim,

yang kerena kebebasannya telah menjurus kearah kesewenangan-wenangan

76

Widodo Dwi Putro, Kritik terhadap paradikma…..Op cit. hal 144 77

Ibid., hal 148 78

Sudikno Mertokusumo & A.Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta: Citra

Aditya Bakti, hal 10.

Page 49: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

123

atau tirani.79

Berdasarkan hal tersebut maka hakim dalam menjatuhkan

putusannya harus mengikuti apa yang tertulis dalam hukum ( Lex dura tamest

suntscripta), biarpun in Concreto menurut rasa keadilan masyarakat, putusan

hakim tersebut dinilai merupakan suatu ketidak adilan.

2) Aliran Progresif yaitu: putusan hakim yang tidak semata-mata mendasarkan

pada ketentuan hukum tertulis tetapi hakim harus pula mendasarkan pada

pengetahuan dan pengalaman empiris. Oleh sebab itu hakim tidak lagi sebagai

corong undang-undang tetapi hakim harus menemukan nilai-nilai keadilan

yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini hakim harus menjadi otonom,

bukan lagi heteronom.80

Berbicara mengenai Legisme maka tentu kita tidak bisa lepas dari aliran

Positivisme hukum. Positif yang dimaksudkan adalah poenere yang artinya

ditetapkan, istilah positive untuk memberikan maksud bahwa hukum itu ditetapkan

dengan pasti, tegas dan nyata, dan pengunaan istilah ini juga untuk membedakannya

dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan dan Moral yang bersifat abstrak dan tidak

nyata. Karena telah begitu dibedakannya maka positivisme sendiri memandang

perlunya memisahkan antara hukum dan moral atau antara hukum yang berlaku (das

sein) dengan hukum yang seharusnya (das sollen).81

Dalam kacamata aliran hukum

positif, tiada hukum lain kecuali perintah penguasa atau inti dari aliran positivisme

adalah norma hukum adalah sah apabila ia ditetapkan oleh lembaga atau otoritas yang

79

J.A Pontiner, Penemuan Hukum ( Rechtsvinding). Diterjemahkan oleh Arief Sdharta,

Bandung: Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katoloik Parahayangan. 2000.hal 52 80

Van Eikeme Hommes, 1999, Logica en Rechtsvinding(reneografie), Vrije Universiteit, hal 26 81

Erwin Muhamad, Op.cit, 2000. 234

Page 50: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

124

berwewenang dan didasarkan pada aturan yang lebih tinggi, bukan digantungkan

pada nilai atau moral. Norma hukum yang ditetapkan itu tidak lain adalah undang-

undang yang adalah sumber hukum, diluar undang-undang bukan hukum, teori

hukum positif mengakui adanya norma hukum yang bertentangan dengan nilai dan

moral tetapi tidak mengurangi keabsahan norma hukum tersebut.

Aliran positivisme sangat mengagungkan hukum tertulis, semua persoalan

dalam masyarakat diatur dalam hukum tertulis, pada hakekatnya merupakan

penghargaan kepada kekuasaan yang mencipatakan hukum tertulis itu, sehingga

dianggap hukum.82

Dalam positivisme hukum, pandangan yang paling berpengaruh

adalah Hans Kalsen dengan teori hukum murni. Kalsen mangatakan bahwa hukum

dan keadilan adalah dua konsep yang berbeda sehingga keadilan itu harus dipisahkan

dari hukum law and justice are two different). Tidak mungkin memakai keadilan,

karena keadilan itu bukan urusan hukum tetapi urusan politik.83

Aliran positivisme hukum telah memperkuat pelajaran legisme, yaitu suatu

pelajaran yang menyatakan bahwa tidak ada hukum diluar Peundang-

undangan.Hakim legisme merupakan hakim yang dipengaruhi oleh mazhab atau

aliran positivisme hukum. H. L. A. Hart, yang berpandangan sebagai berikut.84

1) Hukum adalah perintah.

2) Analisis terhadap konsep-konsep hukum berbeda dengan studi

sosiologis, historis, dan penilaian kritis.

82

Ibid, hal 235 83

Ibid, hal 242 84

Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2001, hal.57-58.

Page 51: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

125

3) Keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-

peraturan yang sudah ada lebih dahulu, tanpa perlu menunjuk kepada

tujuan-tujuan sosial, kebijaksanaan dan moralitas.

4) Penghukuman secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan

oleh penalaran rasional, pembuktian atau pengujian.

5) Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan positum, harus

senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan dan

diinginkan.85

Positivisme hukum berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum

adalah Undang-undang, sedangkan peradilan berarti semata-mata penerapan

Undang-undang pada peristiwa yang konkrit.86

Undang-undang dan hukum

diidentikkan.87

Hakim positivis juga dapat dikatakan sebagai corong Undang-

undang. Hakim yang menganut positivisme hukum sejalan dengan pengutamaan

kepastian hukum, yang beranggapan bahwa apabila hakim diberikan wewenang

menafsirkan undang-undang atau menemukan hukum sendiri langsung ke

masyarakat, maka kepastian hukum akan terganggu.88

Hakim dalam memutus

perkara dapat dianggap tidak perlu memperhatikan tujuan penegakan hukum

untuk mewujudkan keadilan dan kemanfaatan. Anggapan legisme hukum sesuai

dengan trias politica-nya Monstequie yang mengajarkan hanya apa saja yang

dibuat bdan legislative saja yang dapat memuat hukum, jadi sesuatu kaidah yang

tidak ditentukan oleh badan legislative bukanlah merupakan kaidah hukum.

85

Muhamad Erwin, Op.,Cit, hal. 249-250. 86

Sudikno Mertokusumo dan Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum , Citra Aditya Bakti,

Yogyakarta, 1993, hal. 5. 87

Ibid., hal. 120.

88Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Sapta Artha Jaya, Jakarta,1996, hal. 114.

Page 52: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

126

5. Pemikiran Positivisme Hukum.

Ketika kaum positivisme mengamati hukum sebagai obyek kajian, ia

menganggap hukum hanya sebagai gejala sosial. Kaum positivisme pada

umumnya hanya mengenal ilmu pengetahuan yang positif, demikian pula

positivisme hukum hanya mengenal satu jenis hukum, yakni hukum positif.

Positivisme hukum selanjutnya memunculkan analytical legal positivism,

analytical jurisprudence, pragmatic positivism,dan Kelsen‟spure theory of law.89

Oleh aliran positivis hukum hanya dikaji dari aspek lahiriahnya,apa yang

muncul bagi realitas kehidupan sosial, tanpa memandang nilai-nilai dan norma-

norma seperti keadilan, kebenaran,kebijaksanaan, dan lain-lain yang melandasi

aturan-aturan hukum tersebut, maka nilai-nilai ini tidak dapat ditangkap oleh

panca indera. Sebenarnya positivisme hukum juga mengakui hukum di luar

undangundang, akan tetapi dengan syarat: “hukum tersebut ditunjuk atau

dikukuhkan oleh undang-undang”. Di samping itu, pada dasarnya kaum

positivisme hukum tidak memisahkan antara hukum yang ada atau

berlaku(positif) dengan hukum yang seharusnya ada, yang berisi norma-norma

ideal, akan tetapi kaum positivis menganggap, bahwa kedua hal tersebut harus

dipisahkan dalam bidang-bidang yang berbeda.

Oleh karena mengabaikan apa yang terdapat di balik hukum, yakni berupa

nilai-nilai kebenaran,kesejahteraan dan keadilan yang seharusnya ada dalam

hukum, makapositvisme hanya berpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

89

Arief Sidharta, Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya. Bandung: Remaja Rosda Karya,

1994, hal. 51

Page 53: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

127

1) Hukum adalah perintah-perintah dari manusia (command of human

being).

2) Tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral, antara hukum

yang ada (das sein) dengan hukumyang seharusnya (das sollen).

3) Analisis terhadap konsep-konsep hukum yang layak dilanjutkan dan

harus dibedakandari penelitian-penelitian historis mengenai sebab-sebab

atau asal-usul dari undangundang, serta berlainan pula dari suatu

penilaian kritis.

4) Keputusan-keputusan (hukum) dapat dideduksikan secara logis dari

peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dahulu, tanpa perlu menunjuk

kepadatujuan-tujuan sosial,kebijaksanaan, dan moralitas.

5) Penghukuman (judgement) secara moral tidakdapat ditegakkan dan

dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian, atau pengujian.90

Dari keterangan di atas berikut prinsip-prinsip yang dijadikan pegangan

kaum positivisme hukum, makaterlihat dengan jelas, bahwa aliran positivisme

mempunyai pengaruh terhadap filsafat hukum, yang berwujud dengan nama

positivisme hukum. Sebelum positivisme hukum terlebih dahulu ada aliran

pemikiran dalam ilmu hukum yaitu legisme. Pemikiran hukum ini berkembang

semenjak abad pertengahan dan telah banyakberpengaruh di berbagai negara,

tidak terkecuali di Indonesia. Aliran ini mengidentikkan hukum dengan undang-

undang, tidak ada hukum di luar undang-undang tertulis. Satusatunya sumber

hukum adalah undang-undang.91

Aliran legisme, menganggap undang-undang sebagai „barang keramat‟, dan

mendorong para penguasa untuk memperbanyak undang-undang sampai seluruh

kehidupan diatur secarayuridis. Mereka berpikir, bila terdapat peraturan-

peraturan yangbaik, hidup bersama akan berlangsung dengan baik. Aliran

positivismedan legisme, yang mengedepankan undangundang tertulis, mendapat

90

W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum. Jakarta: Rajawali, 1996, hlm. 147. Lihat juga

Satjipto Raharjo. IlmuHukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal.148. 91

Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 59.

Page 54: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

128

dukungan kuat di wilayah hukum kontinental, yang memiliki kecenderungan

akan adanya kodifikasi hukum. Semangat kodifikasi ini sebenarnya diilhami pula

oleh hukum Romawi. Pada zaman Romawi, kekuasaan yang menonjol dari raja

adalah membuat peraturan melalui dekrit, yang dari berbagai dekrit ini dijadikan

rujukan oleh para administrasi negara dalam menjalankan dan memutus berbagai

perkara. Meskipun kaum positivis hukum dengan tegas memisahkan hukum yang

ada dengan hukum yang seharusnya ada, pemisahan antara wilayah kontemplatif

dan wilayah empiris,akan tetapi dalam kerangka pemikiran hukum aliran

positivis tetap dikategorikan sebagai aliran filsafat dalam hukum, dengan metode

mereka sendiri yang khas dan dipengaruhi oleh cara berpikir empirisme.

Hukum dan peraturan perundang-undangan pada dasarnya hanyalah

merupakan sarana atau lambang yang secara intrinsik dan ideal mengandung

kebenaran dan keadilan. Namun menerjemahkan idealitas hukum dalam bahasa

masyarakat ternyata tidak mudah. Tidak sedikit orang memandang hukum an

sich, sebagai realitas obyektif tanpa makna, bahkan ada sarjana yang menggagas

“teori hukum murni”, dan menganggap hukum steril dari elemen-elemen non-

yuridis seperti etika, moral, agama, dan lain-lain. Dalam kaitan ini dapatlah

dikatakan, bahwa menganggap hukum itu bebas dari unsur-unsur non-hukum

adalah khayalan belaka. Friedman menunjukkan bahwa agama mempengaruhi

pandangan filsafat dan pandangan politik dari ajaran skolastik, prinsip-prinsip

etika mempengaruhi filsafat hukum Kant, ekonomi mendasari filsafat hukum

Page 55: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

129

Marxisme, sedangkan ilmu pengetahuan empiris memberikan inspirasi terhadap

pendekatan fungsional gerakan realis.92

Selain itu, jauh sebelumnya, Hegel juga pernah menyebutkan, bahwa hukum

merupakan pencerminan dari roh (moralitas). Secara ideal, setiap jenis peraturan

perundangan-undangan harus memuat aspek yuridis, sosiologis,dan filosofis.

Aspek yuridis antara lain,berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

1) Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-

undangan.

2) Keharusan adanya kesesuaian bentukatau jenis peraturan perundang-

undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh

peraturan yang lebih tinggi atau sederajat.

3) Keharusan mengikuti tata cara tertentu.

4) Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi

tingkatannya.

Aspeksosiologis berkaitan dengan ajaran Sociological jurisprudence, yang

menyebutkan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan

hukum yang hidup di dalam masyarakat. Hukum atau undang-undang akan

memilikilegitimasi sosial, ketika hukum tersebut sesuai dan dapat diterima oleh

masyarakat yang bersangkutan, selain itu terdapat kesesuaian antara keinginan

atau kebutuhan masyarakat dengan kehendakpembentuk undang-undang.

92

W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum,Jakarta: Rajawali, 1996, hal 2

Page 56: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

130

Sedangkan aspekfilosofis, berkaitan dengan isi dari undang-undang tersebut

ialah yang memuat nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Apabila dalam pertimbangan hakim menyampingkan moral, maka sudah

barang tentu putusan itu akan jauh dari keadilan, sebagaimana sudah dibahasa

sebelumnya, bahwa dalam memutuskan sebuah perkara pidana, maka moralitas

yang baik akan membawa kualitas yang baik bagi putusan itu, keadilan yang

menjadi tujuan utama dalam hukum, akan tidak bermakna, sebab kepastia

hukum diutamakan, penulis melihat pada Undang-undang No 48 tahun 2009

pasal 1 butir satu menyatakan „’Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan

negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasiladan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara

Hukum Republik Indonesia.

Dari kutipan ayat ini, dapat dilihat bahwa kepastian hukum dalam hal ini

lebih diutamakan, tampa mempertimbangkan hukum yang hidup dalam

masyarakat. Savigny berpendapat bahwa

1) Hukum itu lahir dari kebiasaan;

2) Hukum itu ditemukan bukan dibuat;

3) Hukum itu berasal dari perasaan rakyat

4) Hukum itu merupakan produk dari bangsa yang jenius

5) Hukum itu hadir sebagai ekspresi jiwa bangsa

Page 57: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

131

Roncoe Pound berpendapat bahwa hukum harus dilihat sebagai suatu

lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

sosial. Selain itu juga dianjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses

(law in action) yang dibedakannya dengan hukum yang tertulis (law in books).

Pond juga mengatakan bahwa hukum itu merupakan a tool of social engineering

(hukum sebagai pranata sosial atau hukum sebagai alat membangun masyarakat).

Menurut Pound, pada saat terjadi keseimbangan antara kepentingan dalam

masyarakat maka yang akan muncul adalah kemajuan hukum. Ia mengadakan

tingga penggolangan utama,terhadap kepantingan-kepetingan yang dilindungi

oleh hukum

a. Public interest, yang meliputi kepentinan negara sebagai badan hukum

dala tugasnya untuk memelihara hakekat negara dan kepentingan negara

sebagai penjaga dari kepentingan sosial.

b. Kepentingan orang-perorangan

1) Kepentingan pribadi

2) Kepentingan-kepentingan dalam hubungan dirumah tangga

3) Kepentingan mengenai harta benda

c. Kepentingan sosial yang meliputi keamanan umum, keamanan dari

institusi-institusi sosial, moral umum, pengamanan sumberdaya sosial,

kemajuan sosial dan kehidupan individual.

Rasa empati tidak dapat disembunyikan Ketua Majelis Hakim sewaktu

membacakan putusan dengan menangis tersedu-sedu. Dalam kasus Mina,

Page 58: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

132

menunjukan bahwa hakim juga manusia bahwa faktor psikologis juga ikut

mempengaruhi. Hakim juga terlihat menangis saat membaca putusannya.

Mengapa menangis ketika membaca putusan kasus Mina? alam teori

penalaran klasik, bernalar dengan argumentasi rasa kasihan atau iba

bertentangan dengan logika. Dalam konsep logika, dianggap kesesatan

dalam penalaran atau disebut argumentum ad Misericordiam. (B. Arief

Sidharta, 2008, hal. 61). Rasa kasihan dianggap tidak logis, dikhawatirkan

.terjadi pencampuradukan antara perasaan dan jalan pikiran hakim, sehingga

mempengaruhi hakim dalam putusannya. Menurut ajaran Positivisme

Hukum, hakim dilarang menggunakan perasaan dan faktor-faktor non

hukum, tetapi harus dengan rasio atau nalar murni. Apakah pada waktu

memeriksa perkara “kepala” dan “hati” hakim benar-benar bisa dikosongkan?

Tidak sesederhana sebagaimana dibayangkan Hans Kelsen dalam “The

Pure Theory of Law” bahwa hukum tidak boleh terkontaminasi anasir

nonhukum.( Hans Kelsen, 1976).

Dalam pengadilan, yang mengadili dan diadili bukan benda mati,

sesungguhnya bukan totalitas kognitif dan logika tetapi juga tak terhindarkan

hubungan kemanusiaan. Hukum adalah pergulatan manusia tentang manusia.

Pertimbangan hakim dalam putusan kasus Min menunjukan sisi kemanusiaan

hakim menanggapi sisi kemanusiaan pihak yang berperkara. Selama

hakim manusia, ia tidak bisa lepas dari faktor psikologis (empati, emosi, iba,

marah, dan sebagainya)

Page 59: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

133

Fantasi dan imajinasi suatu yang diharamkan oleh aliran legisme yang

merupakan varian paling ekstrem dari Positivisme Hukum. Legisme

mengindentikkan hukum hanya sebagai hukum positif, sehingga hakim

dilarang menggunakan fantasi dan imajinasi karena dikhawatirkan keluar dari

tawanan Undang-undang.

Ronald Dworkin kurang sepakat dengan cara pandang klasik itu Dworkin

mengingatkan bahwa seorang hakim ketika dihadapkan pada kasus konkrit

tidak saja berurusan dengan masalah teknis (prosedural semata) tetapi juga

berhadapan dengan substansi hukum. Ketika seorang hakim mempersoalkan

masalah etika, bukan lagi bertanya tentang prosedur teknis penyelesaian

hukum tetapi juga mempersoalkan substansi hukum apakah adil atau tidak.

(Ronald Dworkin, 1999 : 1)

Upaya hakim berusaha keras mencari berbagai sumber, tidak hanya

membaca teks hukum formal melainkan juga sumber-sumber non hukum

patut dihargai. Kasus Mina dan rasmina sekilas memang kelihatan remeh

temeh (hanya 3 kakao dan 6 piring) tetapi sesungguhnya ”hard cases” yang

sarat dengan perselisihan paradigma.

Tamanaha melihat “hard cases” sebagai suatu yang sangat dilematis,

sebagai berikut (Brian Z. Tamanaha, 2010 : 192.);

“What jurists refer to as “hard cases” usually fall into one of the

two preceding categories: cases involving gaps, conflicts, or

ambiguities in the law, and cases involving bad rules or bad results. It

confuses matters to lump the two together under same label because

they raise distinct dilemmas. The former asks what a judge should do

when the law is unclear; the latter asks what a judge should do when a

Page 60: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

134

clear law or its consequences is deemed objectionable. Both situations

are “hard” in the sense that there is no easy course for the judge. They

sometimes merge, for instance, when a bad result encourages a judge to

see the law as less clear than initially thought, paving the way for a

different result. But the distinction between these types of hard cases is

generally marked. The former is continous with legal analysis in which

the judge engage in difficult search for the correct legal answer,

whereas the latter raises questions about the extent of the judge’s

obligation to follow the law.”

(Terjemahan bebasnya sebagai berikut: Apa yang ahli hukum sebut

sebagai “kasus-kasus berat” biasanya jatuh ke salah satu dari dua

kategori sebelumnya: kasus-kasus yang melibatkan kesenjangan,

konflik, atau ambiguitas dalam hukum, dan kasus-kasus yang

melibatkan aturan yang buruk atau hasil buruk. Masalah ini

membingungkan untuk menyatukan di bawah label yang sama karena

mereka menimbulkan dilema-dilema yang berbeda. Hakim pertama

bertanya apa yang harus dilakukan ketika hukum tidak jelas, hakim

kedua bertanya apa yang harus dilakukan bila hukum yang jelas

atau konsekuensinya dianggap pantas. Kedua situasi adalah “keras

atau rumit” dalam arti bahwa tidak ada yang mudah bagi hakim. Mereka

(kadangkala bergabung, misalnya, ketika akibat buruk mendorong

hakim untuk melihat hukum sebagai kurang jelas dari pemikiran

awalnya, membuka jalan bagi hasil yang berbeda. Namun perbedaan

antara jenis kasus yang sulit umumnya ditandai. Yang pertama adalah

terus-menerus dengan analisis hukum di mana hakim terlibat dalam

pencarian sulit untuk jawaban hukum yang benar, sedangkan yang

terakhir ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kewajiban

hakim untuk mengikuti hukum.)

Bagi para hakim konservatif hukum diandaikan sudah lengkap,

tidak ada celahnya, dan jelas. Pandangan semacam itu melukiskan

hukum mampu menghasilkan jawaban yang pasti terhadap semua kasus

sehingga tidak mengenal istilah “hard cases”

Berbeda dengan Dworkin yang melihat “hard cases” sebagai

laboratorium istimewa. Bagi Dworkin, bagaimanapun “hard cases” sangat

Page 61: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

135

signifikan (sebagai kasus penting) yang menguji prinsip-prinsip

fundamental. Terobosan putusan hakim menjadi penting karena tidak semua

kasus hukum yang kompleks dan berat (hard cases) dapat secara

langsung ditemukan jawabannya dalam hukum positif yang tersedia. Dalam

“hard cases” diperlukan kemampuan menganalisis, menginterpretasi, dan

melakukan terobosan hukum untuk mendapat jawaban yang memadai.

Meskipun demikian, menurut Dworkin, para hakim bukan, dan seharusnya

tidak, menjadi pembuat hukum. Karena itu bagi Dworkin, tetap dibutuhkan

teori yang lebih memadai untuk menangani „kasus berat‟. Kalau hakim tidak

boleh membuat hukum sementara dia dihadapkan kasus berat, bagaimana

terobosan hukum bisa dimungkinkan?

Dworkin berpendapat,”I shall argue that even when no settled rule

disposes of the case, one party may nevertheless have a right to win.” Tanpa

peraturan yang ditentukan untuk kasus sekalipun, salah satu pihak yang

berperkara tetap berhak memenangkan perkara. Dengan demikian, tugas

hakim, menurut Dworkin, menemukan hak-hak dari pihak-pihak yang

berperkara. Pertanyaannya, kalau dalam kasus berat tidak tersedia prosedur

untuk menentukan apa yang menjadi hak hukum setiap pihak, lalu apakah

hakim memeriksa dan memutus perkara tanpa prosedur apa pun?

Dworkin menjawab pertanyaan itu dengan memberi perbedaan yang jelas

antara apa yan disebut argumen prinsip (argument of principles) dan

argumen kebijakan (argument of policies). Disebut argumen kebijakan

ketika hakim berusaha mempertanggungjawabkan keputusan dengan dengan

Page 62: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

136

menunjukan manfaat bagi komunitas politik secara keseluruhan.

Sementara itu, argumentasi prinsip adalah argumen hakim yang

membenarkan putusan karena pada dasarnya menghormati atau melindungi

hak-hak individu atau kelompok, misalnya anti-diskriminasi di mana

minoritas mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan perhatian

yang sama. (Dworkin, 1978 : 81- 130)

Setiap kasus (baik “hard cases” maupun “clear cases”) pada

hakikatnya unik sehingga memerlukan interpretasi hukum yang baru, atau

dengan kata lain, tidak pernah ada dua perkara yang sepenuhnya serupa.

Karena itu, hakim harus mengambil “fresh judgement” untuk menemukan

hukum yang tepat. Setiap pasal dalam undang-undang pidana itu sebenarnya

selalu mensyaratkan bahwa suatu perbuatan hanya dapat dianggap sebagai

perbuatan pidana apabila memenuhi unsur ”melanggar hukum”, yang di

dalam bahasa aslinya disebut wederechtelijk. Kebiasaan masyarakat adat

Bayumas, mengambil buah untuk dijadikan bibit, tidak melanggar hukum

adat setempat, atau tidak melanggar norma yang hidup dalam masyarakat.

Hakim dalam putusannya sebenarnya mempertimbangkan apakah ada

dasar pembenar dan alasan pemaaf yang dapat meniadakan tindak pidana

yang dilakukan oleh terdakwa tersebut tidak hanya merujuk pada KUHP

tetapi juga hukum yang tidak tertulis, yakni; alasan pemaaf yang tidak

tertulis adalah “tidak tercela”.93

93

JURNAL YUDISIAL, Pergulatan Nalar & Nurani, Vol-III/No-03/Desember/2010 hal., 235

Page 63: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

137

Nenek Mina dan Rasmina, dari keterangan mereka, barang yang diambil

sudah mereka akui, dan sudah mereka meminta maaf, seharusnya ini

menjadi pertimbangan dalam kasus ini. Kedua nenek tersebut tidak

mengakui bahwa memang betul, itu bukan milik mereka, nenek Mina

Berjanji tidak mengulanginya lagi, Nenek Rasmian mengaku diberikan oleh

majikannya, sudah sepatutnya hakim mempertimbangkan diluar Undang-

undang. Sebab menurut penulis, keadilan ditemukan dalam masyarakat.

6. Pandangan keadilan Jhon Rawls.

Keadilan adalah kebijakan utama dalam institusi sosial, sebagai mana

kebenaran dalam sistem pemikiran. Suatu teori, betapapun elegan dan

ekonomisnya, harus ditolak dan direvisi jika ia tidak benar, begitupun juga

hukum dan konstitusi, tidak peduli betapapun`efesien dan rapinya, harus

direformasi atau dihapus jika tidak adil. setiap orang memiliki kehormatan

yang berdasar pada keadilan sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bisa

membatlakannya. Atas dasar ini keadilan menolak jika lenyapnya kebebasan

bagi sejumlah orang dapat dibenarkan oleh hal-hal lebih besar yang

didapatkan orang lain. Keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang

dipaksakan pada segelintir orang diperberat oleh sebagaian besar keuntungan

yang dinikmati banyak orang. Karena itu dalam masyarakat yang adil

kebebasan warga negara dianggap mapan, hak-hak yang dijamin oleh keadilan

tidan tunduk pada tawaran-tawaran politik atau kalkulasi kepentingan sosial.

Satu-satunya hal yang mengijinkan kita untuk menerima teori yang salah

adalah karena tidak adanya teori yang lebih baik, secara analogis, ketidak

Page 64: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

138

adilan bisa dibiarkan hanya ketika ia butuh menghindari ketidak adilan yang

lebih besar. Sebagai kebajikan utama manusia, kebanaran dan keadilan tidak

bisa diganggu gugat. 94

Proposisi tersebut nampak menunjukan keayakinan intuitif kita

tentang keutamaan keadilan. Tak layak proposisi tersebut diutarakan

terlampau kuat. Dalam setiap kesempatan Rawls ingin mencari tahu apakah

penegasan tersebut atau penegasan yang sama adalah masuk akal, dan jika ya,

bagaimana proposisi tersebut dapat dibernarkan. Sekarang katakanlah sebuah

masyarakat tertata dengan baik ketika ia tidak hanya dirancang untuk

meningkatkan kesejahteraan anggotanya namun ketika ia juga secara efektif

diatur oleh konsepsi public mengenai keadilan, yakni masyarakat dimana;

1. Setiap orang menerima dan mengetahui bahwa orang lain menganut

prinsip keadilan yang sama

2. Institusi-institusi sosial dasar yang ada umumnya sejalan dengan

prinsip-prinsip tersebut

Sebagai warga negara, Rasmina dan Mina hanya ingin memenuhi

kebutuhan hidup mereka, kedua nenek ini sudah selayaknya dipelihara oleh

negara, sebagaiman termuat dalam dasar negara Indonesia Pancasila (sila ke-

lima) dan UUD 1945 pasal 34 ayat1 (1) dan Ayat (2). Negara memnpunyai

peran penting dalam menjaga dan melindungi, bukan hanya secara ekonomi

semata, tetapi pada saat mereka terjerak kasus hukum semacam ini, perbuatan

94

Jhon Rawls, Teori keadilan, Pustka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hal 3-4.

Page 65: BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14707/3/T2_322015019_BAB... · 1. Kasus-kasus Kecil yang Dijatuhi Vonis oleh Hakim

139

mereka sebetulnya ini pukulan kepada negara yang bisa dikatakan gagal

memenuhi kewajiban mereka. Hakim seharusnya melihat tidak hanya pada

Undang-undang semata, tetapi harus juga mempertimbangkan keadilan sosial

sebagai jaminan dari negara. Dalam menyikapi nilai kerugian materill yang

terjadi, maka surat edaran Mahkama Agung No 2 Tahun 2012, Tentang

Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP,

menegeskan untuk memperhatikan nilai kerugian yang di alami, apabila nilai

kerugiannya Rp,2.500.000.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) maka

pelaku dapat dipidanakan.