Upload
duongthu
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
KEPEMILIKAN SAHAM ASING PADA PENANAMAN
MODAL PERUSAHAAN
A. Bentuk- Bentuk Kerjasama Modal
Dalam era globalisasi atau lebih sering dikenal dengan era liberalisasi
perdagangan dan investasi, kehadiran bentuk kerjasama dalam menjalankan suatu
usaha sangat dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan untuk kelanggengan dan
kelangsungan suatu usaha.
Perkembangan kerjasama pihak asing dengan negara Indonesia baik
dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta pada akhir-akhir ini
berkembang pesat, perkembangan bentuk kerjasama ini bukan lagi terbatas pada
bentuk kerjasama dagang akan tetapi telah berkembang dalam bentuk penanaman
modal, baik untuk sektor jasa, perdagangan dan sektor industri. Hal ini tidaklah
terlepas dari usaha-usaha pemerintah dalam rangka memperpendek jarak antara
negara-negara sedang berkembang, khususnya Indonesia dengan negara-negara
yang sudah maju lainnya.37
37 Hulman Panjaitan & Anner Mangatur Sianipar, op cit, hal.130-131.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk kerjasama yang dimungkinkan dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk seperti joint venture, joint enterprise, kontrak karya, production sharing,
penanaman modal dengan DICS Rupiah, penanamaan modal dengan kredit
investasi, portfolio investment yang masing-masing bentuk kerjasama tersebut
mempunyai perbedaan, keunggulan dan kekuarangannya dalam kaitannnya
dengan para partner kerjasama serta negara Indonesia sebagai negera penerima
modal asing. .
1. Joint Venture
Joint venture adalah suatu unit terpisah yang melibatkan dua atau lebih
peserta aktif sebagai mitra. Kadang-kadang juga disebut sebagai aliansi strategis,
yang meliputi berbagai mitra, termasuk organisasi nirlaba, sektor bisnis dan
umum. Dari sudut ekonomi, joint venture adalah suatu persetujuan diantara dua
pihak atau lebih untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Sering kali,
suatu joint venture dilakukan apabila perusahaan-perusahaan itu melalui teknologi
yang saling melengkapi ingin menciptakan barang atau jasa yang akan saling
memperkuat posisi masing-masing. Sunaryati Hartono merumuskan joint venture
merupakan kerjasama antara pemilik pemodal asing dengan pemilik modal
nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka (contractueel).38
Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang diketemukan
dalam praktik aplikasi penanaman modal asing, sebagai berikut:
38 Ibid, hal 142.
Universitas Sumatera Utara
a. Technical Assistance (service) Contract: suatu bentuk kerja sama yang
dilakukan antara pihak modal asing dengan modal nasional sepanjang yang
bersangkut paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya: suatu
perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau meningkatkan
produksinya. Membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau
metode kerja. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan technical assistance dari
perusahaan modal asing luar diluar negeri dengan cara pembayaran dalam
bentuk royalti yakni pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat
diambilkan dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan.
b. Franchise and brand-use Agreement : suatu bentuk usaha kerja sama yang
digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak
memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti
Coca Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’Donalds, Kentucky Fried
Chicken,dan sebagainya.
c. Build, Operation and Transfer (BOT): suatu kerja sama yang relatif masih
baru dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerja sama antara para
pihak dimana suatu obyek dibangun, dikelola atau dioperasikan selama
jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli. Misalnya : pihak
swasta nasional mempunyai gedung atau bangunan mengadakan kerja sama
dengan pihak luar negeri untuk membangun suatu Department Store ataupun
Hotel dimana biaya pembangunan, perencanaan, pelaksanaan operasinya
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan oleh pihak asing dengan jangka waktu sesuai kerja sama lalu
kemudian diserahkan kepada pihak nasional.
2. Joint-Enterprise
Joint-enterprise adalah suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum
antara pemilik modal asing dan pemilik modal nasional. Joint enterpise
merupakan suatu perusahaan terbatas yang modalnya terdiri dari modal dalam
nilai rupiah maupun modal yang dinyatakan dalam valuta asing. Dengan
perkataan lain, kerjasama dalam bentuk joint enterprise adalah suatu bentuk
kerjasama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional yang
dituangkan dalam badan hukum Indonesia yang bertujuan menjalankan kegiatan
usaha di wilayah tujuan investasi. 39
39 Ibid, hal 147.
Pada permulaan berlakunya UU No. 1 Tahun 1967, tampaknya bentuk
usaha kerja sama ini yang paling dikehendaki oleh para pihak khususnya
penanaman modal asing. Alasan yang mendasari adalah:
a. Setiap usaha di Indonesia memerlukan rupiah untuk pembayaran barang-barang
yang lebih murah dan mudah diperoleh di Indonesia. juga untuk pembayaran
gaji pegawai dan lain-lain pengeluaran dibutuhkan rupiah oleh penanaman
modal asing.
Universitas Sumatera Utara
b. Penanaman modal asing tidak perlu menanamkan modal dalam bentuk valuta
asing, tetapi modal asing dapat berbentuk mesin-mesin atau lain hasil produksi
penanaman modal asing itu. Sehingga penanaman modal asing di Indonesia
oleh penanam modal asing itu telah menghasilkan efek yang menguntungkan,
yaitu bahwa tidak hanya dapat membayangkan dapat memperoleh keuntungan
dalam masa yang akan datang, akan tetapi pada saat ia diizinkan memasukkan
mesin-mesinnya (barang modal) ke Indonesia dengan bebas bea masuk, maka
ia pun telah mengekspor barang-barangnya ke luar negeri tanpa membayar
pajak impor untuk itu.
c. Dengan bekerja sama dengan pengusaha nasional, apalagi yang telah
berpengalaman, maka penanam modal asing itu dapat mengecilkan resiko
seminimal mungkin, sehingga sebenarnya penanaman modalnya di Indonesia
lebih merupakan pemberian kredit daripada penanaman modal asing yang
langsung (direct investment).40
Pengertian kontrak karya (contract of work) sebagai suatu bentuk usaha
kerja sama antara penanaman modal asing membentuk badan hukum Indonesia
dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerja sama dengan suatu badan
3. Kontrak Karya
40 Aminuddin Ilmar, op cit, hal 63.
Universitas Sumatera Utara
hukum yang mempergunakan modal nasional.41
Ditinjau dari segi penanaman modal asing sendiri, maka cara tersebut
sering lebih memuaskan, oleh karena masing-masing pihak dengan demikian
dapat mengadakan pembukuan dan kebijaksanaan yang terpisah. Kesulitan-
kesulitan yang dihadapi di dalam suatu perusahaan campuran, berhubung dengan
perbedaan pembukuan dalam rupiah dan pembukuan dalam valuta asing atau
berhubung dengan perbedaan pendapat mengenai manajemen perusahaan dengan
demikian lebih mudah dapat dihindari. Menurut Sunaryati Hartono
Bentuk kerja sama kontrak karya
ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara Badan Hukum Milik Negara
(BUMN) seperti: Kontrak Karya antara PN, Pertamina dengan PT.Caltex Pacific
Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari Caltex International Petroleum
yang berkedudukan di Amerika Serikat.
42
41 Ismail Suny dan Rudioro Rochmat, Tinjauan dan Pembahasan UUPMA dan Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Pradnya Parmitha, 1967), hal.108.
42 Sunaryati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1970), hal. 140.
oleh karena
negara tidak menjadi pemilik daripada bumi dan air dan kekayaan alam Indonesia,
akan tetapi hanya mempunyai hak untuk menguasai saja. Oleh sebab itu,
perusahaan negara (BUMN) juga hanya paling banyak dapat mengadakan
perjanjian dengan pihak lain (asing) untuk mengerjakan pengolahan (eksploitasi
dan eksploirasi) untuk dan atas nama perusahaan negara tersebut. Perjanjian
semacam itu disebutnya dengan nama kontrak karya, yang memberi tugas dan
kewajiban (dan karena itu hak) kepada pihak lain untuk menggali dan mengolah
Universitas Sumatera Utara
tanah yang menjadi kuasa pertambangan perusahaan tersebut. Adapun besarnya
imbalan tergantung dari hasil perjanjian kontrak karya tersebut.
Adanya berbagai bentuk dan corak kontrak karya dalam kerja sama antara
modal asing dengan modal nasional disebabkan adanya beberapa pertimbangan
diantaranya keleluasaan pihak asing untuk melakukan perjanjian kerja sama
dengan perusahaan negara (BUMN) yang sudah terjamin kepercayaannya oleh
karena ditopang dengan unsur negara didalamnya, penguasaan dimulai dari
manajemen sampai kepada pemasaran tetap berada di tangan penanaman modal
asing.43
Menurut Sunaryati Hartono
4. Production Sharing
44
43 Aminuddin Ilmar, op cit, hal. 65.
44 Sunaryati Hartono, op cit, hal. 145.
cara dengan production sharing ini sebelum
UU Nomor 1 Tahun 1967, yaitu dengan terhapusnya UU Penanaman Modal
Asing tahun 1965 oleh UU No. 16 Tahun 1965 boleh dikatakan merupakan satu-
satunya cara yang terpenting dilakukan oleh perusahaan-perusahaan negara.
Karena penanaman modal asing sudah dilarang dengan UU No. 16 Tahun 1965
itu, maka untuk memenuhi kebutuhan akan modal dan alat perlengkapan dari luar
negeri, dipikirkan orang suatu bentuk kredit yang dinamakan production sharing
atau bagi hasil.
Universitas Sumatera Utara
Dinamakan suatu production sharing atau bagi hasil, oleh karena kredit
yang diperoleh dari pihak asing ini beserta bunganya akan dikembalikan dalam
bentuk hasil produksi perusahaan yang bersangkutan yang biasanya dikaitkan
dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan Indonesia untuk
mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit. Dengan kata lain, bahwa
production sharing adalah suatu perjanjian kerja sama kredit antara modal asing
dengan pihak Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi
kredit.45
Dibandingkan denga kerjasama production sharing, maka penanaman
modal asing dengan DICS-Rupiah ini merupakan suatu bentuk campuran atau
variasi antara kredit dengan penanaman modal. Jika pada production sharing
suatu perusahaan (nasional) Indonesia memperoleh modal asing dalam bentuk
kredit, maka penanaman modal asing dengan DISC-Rupiah ini kredit modal asing
yang telah harus dikembalikan kepada kreditornya oleh pihak Indonesia dengan
adanya ketentuan Instruksi Presidium Kabinet nomor 28/EK/IN/5/1967 yang pada
prinsipnya menyatakan bahwa tagihan-tagihan para kreditor asing yang
menyangkut utang-utang yang tidak dijamin oleh pemerintah asing dapat diubah
menjadi penanaman modal asing di Indonesia. Kebijakan tersebut dinamakan
dengan Debt Investment Conversation Scheme (DISC), oleh sebab itu pelunasan
utang-utang tersebut diatas, yang semula diperhitungkan berdasarkan valuta asing
5. Penanaman Modal dengan DICS-Rupiah
45 Aminuddin Ilmar, op cit, hal 146.
Universitas Sumatera Utara
tetapi dibayar dengan rupiah terjadi dengan DISC-Rupiah yang merupakan Kertas
Pembendaharaan Negara berbunga 3 % setahun. Menurut Ismail Sunny, apabila
kreditornya sendiri yang menggunakan DISC-Rupiah, maka akan dicatat sebagai
modal adalah jumlah utang Republik Indonesia yang telah dihapuskan dengan
pembayaran berupa DISC, pencatatan mana dilakukan dengan valuta asing.46
Adanya penanaman modal dengan menggunakan kredit investasi adalah
merupakan kebijaksanaan pemerintah pada tahun 1970 dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Negara Ekonomi, Keuangan dan Industri Nomor
21/MENKUIN/4/1970. Dimana di dalam bidang penanaman modal tidak dapat
dipisahkan dengan tegas, oleh karena kredit luar negeri dapat menjadi penanaman
modal asing di dalam negeri. Dalam kenyataannya tampak bahwa kredit luar
negeri investasi menjadi modal nasional yang setelah bergabung dengan modal
asing dalam joint venture dapat digolongkan menjadi penanaman modal asing
meskipun jalan yang ditempuh sangat berbelit-belit. Dalam praktek penanaman
modal dengan kredit investasi ini banyak dilakukan oleh para pemodal dalam
negeri untuk membiayai setiap proyeknya yang ada di Indonesia.
6. Penanaman Modal dengan Kredit Investasi
47
46 Ibid, hal. 66-67.
47 Ibid, hal 67-68.
Universitas Sumatera Utara
7. Portfolio Investment
Portfolio Investment merupakan penanaman modal yang dilakukan melalui
pembelian saham atau efek suatu perusahaan yang sudah berdiri, melalui bursa
saham atau bursa efek. Pembelian saham dapat dilakukan melalui bursa baik
melalui penawaran umum maupun melalui penempatan modal pihak ketiga dalam
perusahaan (strategic partner atau direct placement)48
Dengan terjadinya perubahan struktur politik dan ekonomi di berbagai
bagian dunia, serta meluasnya globalisasi perekonomian dunia, banyak negara
yang dulunya sangat tertutup bagi penanaman modal asing, sekarang telah
membuka kesempatan yang sebesar-besarnya kepada modal asing dalam rangka
meningkatkan kesempatan kerja, pertumbuhan dan memperluas kegiatan
ekonominya. Keadaan tersebut telah menimbulkan persaingan yang semakin
tajam dalam penanaman modal asing untuk peningkatan dan perluasan investasi.
Perubahan di berbagai belahan dunia dimaksud berlangsung dengan cepat,
sehingga mendorong banyak negara melakukan efisiensi perekonomiannya agar
kelangsungan peningkatan dan perluasan investasi serta peningkatan produktivitas
dapat terjamin. Keadaan ini telah menimbulkan persaingan yang sangat tajam
dalam perdagangan dunia. Keadaan seperti diatas berlangsung bersamaan dengan
.
B. Pembatasan Kepemilikan Saham Pihak Asing
48.Budiman Ginting dan Mahmul Siregar, op cit, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
upaya bangsa Indonesia lebih meningkatkan dan memperluas kegiatan ekonomi
serta memperbaharui pembangunan nasionalnya dengan memberikan peranan
yang yang semakin besar kepada masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan
pembangunan. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam
meningkatkan daya saing dalam investasi dan perdagangan dunia serta alih
teknologi, kemampuan managerial dan modal agar semakin mampu meningkatkan
investasi, pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi di berbagai daerah, maka
dipandang perlu memberikan perangsang yang lebih menarik terhadap penanaman
modal asing. Guna mencapai sasaran dimaksud, maka dipandang perlu
melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan pemilikan saham dalam
perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing. 49
Sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994
tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka
Penanaman Modal Asing yang merupakan salah satu bagian dari kelengkapan
Undang-undang Penanaman Modal Asing, kegiatan penanaman modal di
Indonesia, khususnya penanaman modal asing, telah cukup berkembang dengan
baik dan mampu memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan
nasional. Namun demikian sejak pertengahan tahun 1997 di berbagai negara telah
terjadi perubahan keadaan ke arah kemunduran perekonomian yang disebut
sebagai krisis ekonomi, yang terjadi pula di Negara Indonesia. Dalam rangka
mempercepat pemulihan perekonomian nasional Indonesia akibat krisis tersebut,
49 Penjelasan Umun pada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
Universitas Sumatera Utara
diperlukan langkah kebijakan reformasi, khususnya kebijakan dibidang
penanaman modal untuk meningkatkan dan memperluas kegiatan ekonomi serta
memperbaharui pembangunan nasional dengan memberikan peranan yang
semakin besar kepada masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan
pembangunan nasional. Tampaknya pemerintah menyadari bahwa perkembangan
dunia bisnis khususnya dalam menarik investasi semakin kompetitif. Untuk itu
pada tahun 2001 pemerintah pun kembali menyesuaikan ketentuan penanaman
modal asing, yakni dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun
2001 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka
Penanaman Modal Asing (PP No.83/2001). Dalam pertimbangan dikeluarkannya
PP 83/2001 disebutkan, bahwa dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan
perluasan kegiatan ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya,
diperlukan langkah-langkah untuk lebih mengembangkan iklim usaha yang
semakin mantap dan lebih menjamin kelangsungan penanaman modal asing.
Sehubungan dengan hal inilah maka dipandang perlu menyempurnakan Peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang
Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
Jadi disini terlihat bahwa, pemerintah menyadari ketentuan investasi yang
masih berlaku saat ini perlu segera disesuaikan dengan perkembangan dunia
bisnis. Hal ini tercermin dari apa yang dijabarkan dalam Pasal 2 PP No. 83 Tahun
2001 sebagai berikut :
(1) Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk:
Universitas Sumatera Utara
a. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara
Indonesiadan atau badan hukum Indonesia; atau
b. langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan atau
badan hukum asing.
(2) Jumlah modal yang ditanamkan dalam rangka penanaman modal asing
ditetapkan sesuai dengan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya.
Dari ketentuan diatas dapat kita ketahui bahwa ada 2 bentuk perusahaan modal
asing yaitu perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh asing murni dan patungan
antara asing dan dalam negeri.
Selanjutnya dalam Pasal 6 PP No. 83 Tahun 2001 disebutkan:
(1) Saham peserta Indonesia dalam perusahaan yang didirikan sebagai mana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sekurang-kurangnya 5 % (lima per
seratus) dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian.
(2) Penjualan lebih lanjut saham perusahaan diatas jumlah sebagaimana dimakud
dalam ayat (1), dapat dilakukan kepada warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia yang modal sahamnya dimiliki warga negara Indonesia
melalui pemilikan langsung sesuai kesepakatan para pihak dan atau pasar
modal dalam negeri.
Pada dasarnya investasi asing dapat saja berupa 100% kepemilikan saham
pada perusahaan asing. Namun, bila tidak beroperasi lebih dari 15 tahun,
kepemilikan sahamnya harus dijual kepada perusahaan Indonesia atau dengan
Universitas Sumatera Utara
merger bisnis dengan pertukaran saham domestik secara langsung atau tidak
langsung.50 Hanya saja mengatur hal demikian harus tetap memmperhatikan
keterkaitannya dengan peraturan lain yang terkait. UUD 1945 pada Pasal 33 ayat
(2) dan (3) merupakan dasar pembatasan penguasaan saham pihak asing. Oleh
karena itu terhadap sektor-sektor usaha yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak tetap harus dikuasai oleh negara. Ketentuan
mengenai ini, diatur dalam Pasal 12 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, yaitu bidang usaha yang tertutup bagi PMA. Dengan demikian
pada sektor-sektor usaha tersebut tidak diperkenankan PMA dengan penguasaan
penuh. Mengijinkan pihak asing pada sektor usaha ini dengan penguasaan penuh,
dengan mempergunakan alasan perlakuan sama, adalah tindakan melawan
konstitusi. 51
Indonesianisasi saham atau divestasi saham adalah pelepasan,
pembebasan, pengurangan modal. Disebut juga divestment yaitu kebijakan
terhadap perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh investor asing untuk
secara bertahap tetapi pasti mengalihkan saham-sahamnya itu kepada mitra bisnis
lokal atau proses yang mengakibatkan pengalihan saham dari peserta asing kepada
C. Ketentuan Indonesianisasi Saham Pihak Asing
50 Salim Hs & Budi Sutrisno, op cit, ha.l 205.
51 Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal: Studi Kesiapan Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral, (Medan: 2005), hal. 414.
Universitas Sumatera Utara
peserta nasional, baik melalui penjualan secara langsung maupun jual beli saham
di pasar modal. Dapat berarti pula sebagai tindakan perusahaan memecah
konsentrasi atau pemupukan modal sahamnya sebagai akibat dari larangan
terjadinya monopolisasi.52
Melalui pasal 18 UU No.1 Tahun 1967 ditentukan bahwa jangka waktu
ijin penanaman modal asing tersebut tidak boleh melebihi 30 tahun, yang menurut
Pasal 3 PP No.83 Tahun 2001, perhitungan jangka waktu 30 tahun tersebut
dihitung dari saat usaha penanaman modal asing tersebut berproduksi secara
komersil. Setelah batas waktu ijin penanaman modal asing berakhir, maka pihak
asing harus mengalihkan jumlah sahamnya kepada negara atau pihak swasta yang
dipercayakan dengan menjualnya dalam bentuk saham. Dengan demikian,
pengelolaan badan usaha setelah 30 tahun berikutnya akan dikelola pihak negara
atau pihak swasta nasional tanpa pihak asing. Dalam pengalihan sahamnya setelah
batas waktu ijin berakhir tidaklah semudah yang dibayangkan. Kenyataannya
adalah berbeda, terbukti dari banyaknya sengketa antara pihak yang diakibatkan
oleh pengalihan saham sebagai suatu proses Indonesianisasi saham dimaksud.
53
Erman Radjagukguk, mengemukakan bahwa menjelang 10 tahun
dikeluarkannya kebijaksanaan Indonesianisasi, tidak banyak dapat diketahui
berapa jumlah perusahaan yang sudah melaksanakan pengalihan saham sehingga
partner nasional menjadi pemegang saham mayoritas atau sedikitnya memiliki
52 www.lawskripsi.com/, Divestasi Saham Asing, hal.1, diakses tanggal 6 November 2010.
53 Hulman Panjaitan & Anner Mangatur Sianipar, op cit, hal. 165-167.
Universitas Sumatera Utara
51% dari saham dalam perusahaan joint venture. Kesulitan utama yang dihadapi
pengusaha adalah dana untuk membeli saham-saham dari partner asing mereka.
Semula partner lokal mengharapkan bahwa dari keuntungan yang diperoleh
perusahaan joint venture, bagian mereka akan dapat digunakan untuk membeli
saham-saham tersebut. Namun sememtara perusahaan telah menghadapi
perkembangan yang semula tidak diharapkan, dalam arti belum dapat memperoleh
keuntungan sebagaimana yang diharapkan. 54
Ketentuan program Indonesianisasi tanggal 22 Januari 1974 diatas,
kemudian dijabarkan lebih lanjut dengan Surat Edaran No.
Kebijaksanaan mengenai program Indonesianisasi saham berawal dari
dicetuskannya hasil sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional, tanggal 22
januari 1974 yang berisi mengenai pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut:
1. Peningkatan partisipasi nasional dalam perusahaan PMA menuju posisi
mayoritas.
2. Peningkatan penggunaan tenaga kerja Indonesia dalam perusahaan-
perusahaan PMA serta keharusan menyelenggarakan pendidikan bagi tenaga
Indonesia.
3. Peningkatan partisipasi golongan pribumi baik dalam perusahaan PMA
maupun PMDN.
54 Ibid, hal. 167-168.
Universitas Sumatera Utara
B.1195/A/BKM/X/1974 tanggal 11 Oktober 1974, yang menguraikan lebih
terperinci mengenai kebijaksanaan tersebut, sebagai berikut:
1. Bagi proyek-proyek yang memakan waktu maksimum 3 tahun dalam
periode pembangunan proyeknya, kenaikan saham nasional mayoritas,
minimum 51 %, dalam waktu 10 tahun terhitung mulai tanggal Izin Usaha
Proyek yang dikeluarkan oleh Departemen Teknis.
2. Bagi proyek-proyek yang memakan waktu lebih dari 3 tahun dalam
pembangunan proyeknya, kenaikan saham nasional mayoritas, minimumnya
51 % dalam jangka 10 tahun terhitung mulai tanggal pertengahan antara
tanggal Izin Usaha Proyek yang dikeluarkan oleh Departemen Teknis dan
tanggal mulai berproduksi secara komersil.
3. Bagi proyek-proyek yang Persetujuan Sementara keluar sebelum tanggal 21
September 1974, kenaikan saham nasional menjadi mayoritas, minimum
51% dan masa 10 tahun, terhitung tetap mulai tanggal pengesahan P.T oleh
Departemen Kehakiman seperti yang telah berlaku sebelum petunjuk
Presiden tanggal 21 September 1974.
4. Bagi proyek-proyek yang belum keluar Persetujuan Sementara sesudah
tanggal 21 September 1974, berlaku ketentuan diktum 1 dan diktum 2 diatas
untuk kenaikan saham nasional menjadi mayoritas, minimum 5%.
Selanjutnya BKPM mengeluarkan kembali Surat Edaran No. B-
109/A/BKPM/II/1975 tanggal 21 Februari 1975, yang memberikan penjelasan
terhadap Surat Edaran terdahulu. Lalu pada tanggal 1 Juli 1981, BKPM
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan pedoman intern tentang peningkatan saham nasional, yang
menghubungkannya dengan pengembangan Pasar Modal dan Koperasi. Dalam
perkembangan selanjutnya, melalui Keputusan Ketua BKPM No. 12/SK/1986,
tanggal 4 Juni 1986 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Nasional dalam
perusahaan penanaman modal asing ditetapkan bahwa perusahaan penanaman
modal asing harus berbentuk usaha patungan atau joint venture dengan penyertaan
modal nasional sekurang-kurangnya 20% dan meningkat menjadi sekurang-
kurangnya 51 % dalam waktu sepuluh tahun sejak dimulainya produksi komersil
perusahaan. Ketentuan yang mengharuskan investor asing mendirikan usaha
patungan dengan pengiusaha nasional (Indonesia) pada waktu mendirikan
perusahaan PMA melunak, pada saat Indonesia hendak mengembangkan kawasan
pulau Batam sebagai kawasan ekonomi. Pemerintah Indonesia mengijinkan
perusahaan penanaman modal asing di pulau Batam, 100% sahamnya dimiliki
oleh pihak asing serta pengaturan yang terdapat dalam PP No.83 Tahun 2001.55
Dasar hukum Indonesianisasi saham dalam perusahaan penanaman modal
asing adalah berkaitan dengan kepemilikan saham dalam perusahaan yang
bersangkutan. Kepemilikan saham dalam perusahaan penanaman modal asing
dapat dimiliki baik oleh peserta asing maupun oleh peserta nasional, yang dalam
bidang-bidang usaha tertentu merupakan suatu keharusan, walaupun dalam bidang
usaha lain dimungkinkan adanya penanaman modal asing 100% atau secara
55 Ibid, hal. 179.
Universitas Sumatera Utara
penguasaan penuh (secara langsung). Ketentuan mengenai hal tersebut dapat
ditemukan dalam PP No. 83 Tahun 2001, yang dalam pasal 2 menyebutkan :
(1) Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk:
a. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara
Indonesia dan atau badan hukum Indonesia;
b. Langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara
dan/atau badan hukum asing;
(2) Jumlah modal yang ditanamkan dalam rangka penanaman modal asing
ditetapkan sesuai dengan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya. Dalam ketentuan
ini yang dimaksud dengan badan hukum Indonesia meliputi badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, koperasi dan perusahaan nasional lainnya.
Berikut ini akan diuraikan proses Indonesianisasi saham yang pernah
berlangsung baik kepada partner lokal dalam joint venture yang bersangkutan
maupun melalui pasar modal, yaitu:56
Pembatasan-pembatasan mengenai besarnya kepemilikan saham dalam
suatu perusahaan penanaman modal asing, umumnya diatur dalam anggaran dasar
atau dalam joint venture agreement, yang biasanya menentukan pengalihan saham
dalam jangka waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu tertentu partner dalam
1. Pengalihan saham kepada partner.
56 Ibid, hal. 184-185.
Universitas Sumatera Utara
perusahaan tidak bersedia membeli saham yang ditawarkan, maka saham tersebut
dapat dengan bebas ditawarkan kepada pihak ketiga. Pengalihan saham dalam
penanaman modal asing harus mendapat persetujuan dari partner dalam
perusahaan yang bersangkutan baru kemudian melaporkannya kepada BPKM
untuk mendapatkan ijin. PP No 83 tahun 2001 telah merubah ketentuan
Indonesianisasi/ divestasi dari PP yang terdahulu, dengan menetapkan bahwa
untuk usaha patungan penjualan lebih lanjut saham asing dilakukan berdasarkan
kesepakatan para pihak atau melalui pasar modal dalam negeri. Kesepakatan para
pihak dimaksud dalam hal ini menyangkut masalah waktu dan besarnya
perimbangan saham, seperti ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 6 PP No 83 Tahun
2001. Jangka waktu yang pasti dalam Indonesianisasi/ divestasi saham asing
hanya diperkenalkan oleh PP No. 83 Tahun 2001 bagi PMA yang 100% yakni
dalam waktu paling lama 15 tahun sejak produksi komersial. Berapa jumlah
saham yang wajib dialihkan diserahkan kepada kesepakatan para pihak
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) dari Surat Keputusan
Menteri Negara Penggerak Dana Investasi / Ketua BKPM No. 15/SK/1994
tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang
Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing sebagai berikut57
“ (1)Perusahaan penanaman modal asing yang seluruh (100%) modal sahamnya
dimiliki oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing, wajib
menjual sebahagian sahamnya kepada warga negara Indonesia dan/atau
:
57 Mahmul Siregar, op cit, hal 394.
Universitas Sumatera Utara
badan hukum Indonesia dalam jangka waktu paling lama lima belas tahun
sejak berproduksi komersial sebagaimana tercantum dalam Ijin Usaha
Tetapnya.
(2)Modal saham yang disetor dan ditempatkan yang dijual kepada Pihak
Indonesia sebagaimana domaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kesepakatan para pihak. “
Salah satu contoh pengalihan saham kepada partner adalah PT.
International Timber Corporation Indonesia (ITCI). PT. International Timber
Corporation Indonesia (ITCI) adalah suatu perusahaan joint venture antara
Weyerhaeuser, perusahaan Amerika yang berpusat di Tacoma dengan PT. All
Truba Inter, sebuah perusahaan Indonesia. Weyerhaeuser memiliki 65 %
penyertaan dalam joint venture ketika didirikan tahun 1971. Partner asing dalam
kerjasama ini pada tahap permulaan menanamkan modal sebesar US $ 35 juta dari
pusatnya di Amerika dan menanamkan kembali US $ 5 juta dollar setiap tahun
dari keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha di Indonesia. Lokal partner
mengandalkan Hak Pengusaha Hutan (HPH) yang dimilikinya sebagai penyertaan.
Tahun 1981, Weyerhaeuser mengundurkan diri dari Indonesia dengan
alasan yang tidak jelas. Besar kemungkinan disebabkan alasan ekonomis dan
perselisihan antara para partner dalam joint venture. Kemungkinan tersebut
adalah:
1. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk membatasi ekspor kayu gelondongan
bahkan kemudian melarangnya untuk melindungi hutan dan mendorong
Universitas Sumatera Utara
industri perkayuan di dalam negeri. Mr. Weyerhaeuser menyatakan di
Hongkong bahwa keputusan ini akan memengaruhi usaha perusahaannya.
2. Telah terjadi perselisihan antara Weyerhaeuser dan partnernya PT. All Truba
Inter, sehubungan dengan perjanjian pengalihan saham.
Pada tahun 1975, pemerintah Indonesia mengumumkan kebijaksanaan
baru di bidang kehutanan bahwa antara lain di dalam perusahaan joint venture,
HPH harus berada di tangan perusahaan nasional. Disamping itu, setelah 10 tahun,
51 % dari saham perusahaan yang bersangkutan harus berada di tangan pengusaha
nasional. Namun, menurut keterangan J.M. Joenes, Presiden Direktur PT. Tri
Usaha Bakti “Weyerhaeuser tidak mau mengakui ketentuan baru ini”. Hal ini
dikarenakan, partner lokal tidak menerima dividen antara tahun 1971-1974 karena
PT. All Truba Inter harus membayar kembali hutang-hutangnya sebesar $1juta
setiap tahun ditambah bungan 8,5 % setahun, jika mendapat keuntungan. Pada
waktu Weyerhaeurser memiliki 65 % dari saham, partner asing tersebut siap
untuk menjual seluruh sahamnya seharga $ 420.000 per satu persen saham.
Namun, partner lokal tidak mempunyai dana baik untuk membeli seluruh saham
yang ditawarkan tersebut maupun membayar hutangnya. Pada tahun 1981, BKPM
menegaskan lagi kebijaksanaan agar partner Indonesia harus menjadi pemegang
saham mayoritas. Kebijaksanaan ini menempatkan PT. All Truba Inter dalam
posisi yang sulit. J.M. Joenes menambahkan, bahwa sejak tahun 1971 sampai
pada saat terakhir, PT.All Truba Inter tidak pernah ikut dalam manajemen joint
venture tersebut dan J.M. Joenes mengatakan, “Partner Indonesia merasa seperti
partner yang tidur”.
Universitas Sumatera Utara
Pada bulan September 1980, Weyerhaeurser menjual 25 % sahamnya
dalam perusahaan joint venture tersebut kepada Bapindo, dengan demikian
partner asing hanya memiliki 40 % sisanya. Akhirnya pada bulan Oktober 1981,
Bapindo membeli seluruh sisa saham tersebut seharga $5 juta. Menurut J.M.
Joenes, saham-saham tersebut akan dapt dibeli kembali oleh PT. All Truba Inter
dalam jangka waktu tidak lebih dari 8 tahun. Jika PT. All Truba Inter tidak
membelinya dalam jangka waktu tersebut, Bapindo berhak menawarkannya
kepada pihak lain.
2. Pengalihan saham kepada masyarakat
Salah satu kemungkinan lainnya bagi partner asing, untuk mengalihkan
sahamnya dalam rangka Indonesianisasi adalah melalui pasar modal, dengan
menjual saham-saham tersebut pada masyarakat luas atau go public. Pada tahun
1976, pemerintah Indonesia menghidupkan kembali pasar modal dalam usaha
menarik masyarakat untuk ikut mengadakan investasi di sektor perindustrian. Ini
juga bertujuan untuk mencegah masyarakat menanamkan usahanya pada usaha-
usaha spekulatif lainnya, seperti mempergunakannya untuk membeli emas, tanah,
saham asing. Pemerintah mengatakan pula bahwa tujuan dari pasar modal antara
lain untuk menciptakan pemerataan pendapatan.58
58 Kepres No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal.
Selanjutnya pemerintah
mendirikan PT. Danareksa untuk membantu mereka yang mempunyai dana
terbatas, sehingga mampu membeli saham. Perusahaan ini membeli saham-saham
perusahaan go public dan kemudian memecahkannya dalam bentuk Sertifikat
Universitas Sumatera Utara
Danareksa dan kemudian menjualnya pada masyarakat. Di samping itu, PT.
Danareksa mendapat izin dari Menteri keuangan untuk ikut menjadi perantara dan
anggota bursa agar ia dapat melakukan usaha-usaha yang dianggap perlu untuk
menjaga stabilitas harga saham. Usahanya mengendalikan harga saham, dengan
membeli atau melepas saham suatu perusahaan, karena dianggap menghambat
tumbuhnya bursa. Karena bursa sering di intervensi, maka kurs saham suatu
perusahaan yang muncul dianggap sering tidak menampilkan keadaan perusahaan
itu sendiri. Bank Dunia menganjurkan agar PT. Danareksa secara bertahap
mengurangi peranannya sebagai stabilisator. Sementara investor asing
menganggap bahwa menjual saham melalui pasar modal adalah sarana yang baik
untuk memberikan identitas nasional pada perusahaan mereka. Lagipula
mengalihkan saham kepada masyarakat luas membawa manfaat lain, yaitu
masyarakat tidak akan mengambil bagian dalam manajemen dan cenderung pula
untuk tidak hadir dalam RUPS. Contoh perusahaan PMA yang mengalihkan
sahamnya melalui pasar modal yaitu PT. Goodyear Indonesia.
PT. Goodyear Indonesia adalah anak perusahaan dari Goodyear Tire &
Rubber Company, Akron, Ohio, Amerika Serikat. Goodyear didirikan di Amerika
Serikat tahun 1898. Perusahaan ini mulai beroperasi di Surabaya di bawah nama
NV.The Goodyear Tire & Rubber Company Limited tahun 1917, kemudian
membangun pabriknya di Bogor tahun 1935, yang menjadi pabrik ban yang
pertama di Indonesia. Perusahaan ini diambil alih oleh Jepang selama perang
dunia II dan dikembalikan kepada pemiliknya pada tahun 1946. Sejak itu
perusahaan mengalami pembaruan dan perluasan beberapa kali. Pada Maret 1965
Universitas Sumatera Utara
pemerintah Indonesia dibawah Presiden Soekarno mengambil alih Goodyear dan
dikembalikan lagi tahun 1967, ketika Goodyear diundang kembali untuk
memegang perusahaan tersebut di bawah UU No.1 tahun 1967. Pada 25 Juli 1978,
nama perusahaan ini diubah menjadi PT. Goodyear Indonesia. Perusahaan
terutama berusaha dalam memproduksi bermacam-macam ban dengan merek
dagang Goodyear sesuai dengan ketentuan pemerintah, hasil produksinya
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dimana Goodyear
menguasai 40 % dari pasar. Disamping itu dalam jumlah kecil, Goodyear juga
melakukan penjualan keluar negeri.
Pada tahun 1979, BKPM telah memberikan persetujuan untuk perluasan
usaha bagi Goodyear dan yang kedua tahun 1980 atas pertimbangan bahwa
diperkirakan permintaan akan ban bertambah 11 % setiap tahunnya. Bersamaan
dengan izin perluasan yang diberikan, pemerintah meminta kepada Goodyear
untuk menawarkan sahamnya kepada masyarakat Indonesia. walaupun Goodyear
berkewajiban go public, namun pemerintah tetap mengijinkan pemegang saham
asal, yaitu Goodyear Tire & Rubber Company, Ohio sebagai pemegang saham
mayoritas, dengan demikian mengontrol tetap jalannya perusahaan. Pada tanggal
20 September 1980, Goodyaer jemudina memenuhi persyaratan agar dapat
menjual sahamnya kepada publik. PT. Goodyear Indonesia atas nama Goodyear
Tire & Rubber Company, Ohio dalam hal ini menawarkan 15 % dari seluruh
jumlah saham kepada masyarakat Indonesia, sementara 85 % lainnya tetap
ditangan Goodyear Tire & Rubber Company. Dalam periode 24 November
sampai Desember 1980, perusahaan ini untuk pertama kali menawarkan sahamnya
Universitas Sumatera Utara
yang berjumlah 6.150.000 lembar (tercatat Rp.1000,- tiap lembar) dengan harga
Rp. 1250,- per saham.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL PATUNGAN
DI INDONESIA
A. Dasar Hukum Perjanjian Usaha Patungan
Berbicara mengenai penanaman modal asing berarti terkait dengan dua
atau lebih sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh investor dan hukum
Indonesia yang dianut oleh pemodal nasional. Untuk itu, perlu dipahami mengenai
aspek-aspek hukum dalam kerja sama usaha yang dilakukan dalam penanaman
modal asing. Dalam memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
Indonesia, kita masih menghadapi berbagai tantangan dan hambatan antara lain
pada bidang permodalan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta manajemen.
Salah satu usaha untuk mengatasinya ialah dengan penanaman modal asing yang
pada dasarnya berbentuk joint venture (kerjasama patungan).
Ketentuan mengenai kerjasama patungan tidak dicantumkan dalam
Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Namun didalam
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
dinyatakan bahwa:
Penanaman modal asing adalah kegiatan menanamkan modal untuk
melaksanakan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanaman modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian joint venture (perjanjian usaha patungan) dalam rangka
penanaman modal asing di Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk
sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi
investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Para pihak yang ada
dalam perjanjian joint venture, menetapkan klausa untuk membuat perusahaan
joint venture dengan status perseroan, klausa tersebut mengatur segi permodalan,
peran para pihak, nama, tempat dan jangka waktu berdirinya perusahaan, serta
klausa-klausa lain sehingga perusahaan yang diharapkan dapat terbentuk.
Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan pasal 5 ayat 2 Undang-
Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dinyatakan bahwa :
“Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia, kecuali ditentukan oleh undang-undang.”
Pembentukan perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum tunduk pada hukum
perusahaan (company law), yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Pada dasarnya perusahaan joint venture didirikan atas adanya perjanjian
antara investor asing dan nasional. Mengadakan perjanjian joint venture
merupakan langkah awal dalam membentuk perusahaan joint venture, sehingga
perusahaan joint venture dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian.
Umumnya perusahaan joint venture dimulai dengan suatu perjanjian patungan
yang dibuat antara pemegang saham menjelang perusahaan joint venture itu
Universitas Sumatera Utara
berdiri, dengan memperhatikan aspek tanggung jawab para pihak, adanya efisiensi
dalam operasi usaha, adanya keuntungan yang nyata, adanya hubungan yang adil
diantara para pihak. Dalam perjanjian joint venture berisikan hak dan kewajiban
para pihak, kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham,
peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi
dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan terjadi, dan
berakhirnya perjanjian joint venture. Dalam rancangan suatu perjanjian joint
venture, substansi perjanjiannya harus dibuat secara lengkap dan akurat, jangan
sampai terjadi kekosongan hukum karena akan sangat merugikan pihak
lokal/Indonesia dimana pihak asing selalu mencari-cari kelemahan pihak
lokal/Indonesia.
Pengusaha asing dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru
yang disebut perusahaan joint venture dimana mereka menjadi pemegang saham
yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Landasan pembentukan
perusahaan joint venture tersebut adalah perjanjian joint venture dan ketentuan
umum perjanjian tersebut diatur didalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata
(KUHPerdata). Dalam rangka menjalankan kegiatan penanaman modal asing di
Indonesia tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata. Namun keabsahannya
tetap didasarkan pada pasal 1338 KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak.
Dan sebagai batasan dalam asas kebebasan berkontrak adalah berdasarkan pasal
1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;
Universitas Sumatera Utara
b. Kecakapan bertindak dalam hukum;
c. Adanya hal tertentu;
d. Adanya suatu sebab yang halal.
Dasar hukum lain dari penanam modal kerjasama patungan tersebut
berkaitan dengan konsekuensi atau akibat hukumnya bagi para pihak. Dalam kerja
sama patungan akan semakin nyata apabila dihadapkan dengan penggabungan
usaha dalam bentuk merger. Penggabungan ini selalu dibarengi dengan timbulnya
Perseroan Terbatas (PT) baru, sedangkan perseroan-perseroan yang lama serentak
menghentikan eksistensinya. 59
Joint venture (kerjasama patungan) merupakan suatu pengertian yang luas.
Tidak saja mencakup suatu kerja sama dimana masing-masing pihak melakukan
penyertaan modal (equity joint ventures) tetapi juga bentuk-bentuk kerja sama
lainnya yang lebih longgar, bersifat kurang permanen serta tidak harus melibatkan
Dasar hukum yang juga terkait dengan penanaman kerja sama patungan
adalah permasalahan yang bersumber pada perbedaan kebiasaan dan perundang-
undangan antar negara, masalah pergerakan modal, barang-barang dan jasa-jasa
pada tingkat internasional sampai pada perbedaan politik, ekonomi, moneter
masing-masing negara asal dari perusahaan-perusahaan yang mengadakan
kerjasama tersebut.
59 Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal 159.
Universitas Sumatera Utara
partisipasi modal. Yang pertama mengarah kepada terbentuknya suatu badan
hukum, sedangkan pola yang kedua perwujudannya tampak dalam berbagai
kontrak kerjasama (contractual joint ventures) dalam bidang manajemen
(management contract), pemberian lisensi (license agreement), dan sebagainya.
Friedman membedakan adanya 2 macam joint venture, yaitu:
1. Joint venture yang tidak melaksanakan penggabungan modal, sehingga hanya terbatas pada know-how, yang mencakup bidang tertentu. Know-how disini mencakup pada Technical service agreement, franchise and brand use agreement, construction and other job performance contracts, management contracts and rental agreements. Penggabungan know-how ke dalam joint venture biasanya merupakan babak pertama menuju kerjasama yang lebih permanen, yang pada saatnya akan beralih pada kerjasama berdasarkan penggabungan modal.
2. Equity joint venture ditandai oleh partisipasi modal. Untuk membedakan jenis pertama dan jenis kedua , Friedman menggunakan istilah joint venture untuk yang pertama dan equity joint venture untuk jenis yang kedua.
Apa yang dirumuskan Friedman diatas, ternyata berbeda dengan
pengertian joint venture sehari-hari, karena partisipasi suatu perusahaan dalam
perusahaan lain mudah digolongkan pada joint venture. Dalam, pengetian sehari-
hari, joint venture merupakan suatu perusahaan baru yang didirikan bersama-sama
oleh beberapa perusahaan yang berdiri sendiri dengan menggabungkan potensi
usaha termasuk know how dan modal dalam perbandingan yang telah ditetapkan
menurut perjanjian kontrak yang telah disepakati bersama.60
1. Waktunya terbatas;
Joint venture merupakan kerjasama diantara dua orang atau lebih atau
badan usaha yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
60 Hulman Pandjaitan & Anner Mangatur Sianipar, op cit, hal. 146.
Universitas Sumatera Utara
2. Masing-masing pihak dapat menyerahkan kontribusi baik berupa uang atau
barang
3. Keuntungan atau kerugian dibagi sama
4. Untuk pihak-pihak yang berjasa diperhitungkan terlebih dahulu bunga modal,
komisi, bonus dan lain-lain.
5. Pimpinan usaha Joint Venture disebut “managing partner” yang mempunyai
kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan menyajikan laporan keuangan.61
61
Kepemilikan atas investasi dalam usaha patungan dapat dilakukan secara
bervariasi. Pada umumnya kepemilikan mayoritas ada pada pihak asing, dan
kepemilikan minoritas ada di tangan pihak nasional. Kepemilikan dapat juga
ditentukan seimbang, dapat pula 100 % pemilikan dipegang oleh salah satu
partner, sedangkan partner yang lain mempunyai hak opsi untuk mendapatkan
sebagian atau keseluruhan saham. Adapun kebijaksanaan untuk menentukan
persentase kepemilikan tersebut diatas, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
a. Partisipasi dalam keuntungan dan pertumbuhan usahanya.
b. Pembagian aset pada waktu pailit.
Universitas Sumatera Utara
c. Kapasitas usaha pemegang saham, yang menyangkut misalnya baik tentang
pengangkatan direktur dan distribusi aset maupun mengenai perubahan objek
perusahaan, serta perubahan struktur modal.
d. Kepatuhan pada kebijaksanaan domestik tentang penanaman modal asing dari
negara mitra lokal. 62
Penanaman modal dapat dilakukan melalui penanaman modal dalam
negeri dan penanaman modal asing. Pada penanaman modal asing, telah
dijabarkan dalam Pasal 1 butir 3, penanaman modal asing adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal negeri. Sedangkan
pengertian modal asing dijabarkan dalam Pasal 1 butir 8, modal asing adalah
Namun, PP No.83 Tahun 2001 tentang Pemilikan Saham Dalam
Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing telah
menetapkan mengenai komposisi mengenai pemilikan saham yang wajib dimiliki
oleh warga negara atau badan hukum Indonesia dalam usaha joint venture
tepatnya pada Pasal 6 ayat (1) yaitu pemilikan saham peserta Indonesia pada saat
pendirian usaha joint venture minimal 5 % dari seluruh modal setor perusahaan
pada saat pendirian.
B. Bentuk Badan Usaha Patungan
62 Fumarolla. Wordpress.com/2009/Joint-Venture di Indonesia/, di akses tanggal 23 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan
usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian
atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat diketahui bahwa yang dimaksud penanaman modal dalam hal ini adalah
dilakukan secara langsung (direct investment) dalam arti mendirikan suatu badan
usaha. Pengertian penanaman modal secara langsung berarti penanam modal
(investor) membentuk suatu badan usaha atau perusahaan di indonesia. Wujud
dari bentuk badan usaha yang dimaksud, dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 5
Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu:
(1) Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(2) Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
(3) Dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan :
a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas ;
b. membeli saham;dan
c.melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Apa yang dijabarkan dalam ketentuan diatas, untuk badan usaha yang
berstatus sebagai penanaman modal asing, pembentuk undang-undang
memasyarakatkan badan usahanya berbentuk hukum Perseroan Terbatas (PT).
Apa alasan mengapa harus berbentuk PT tidak dijelaskan dalam undang-undang
penanam modal. Hanya saja, bila dicermati lebih dalam apa alasannya berbentuk
PT, tampaknya hal ini ada kaitannya dengan eksistensi PT sebagai subyek hukum
Universitas Sumatera Utara
yang mandiri. Artinya PT dapat menggugat dan digugat di Pengadilan. Berkaitan
dengan pranata hukum PT, dalam kepustakaan hukum perusahaan disebutkan, PT
sebagai badan usaha yang berbadan hukum, mempunyai ciri tersendiri jika
dibandingkan dengan badan usaha lainnya yakni PT mempunyai kekayaan sendiri
terlepas dari pemilik (pemegang sahamnya); berhak menuntut dan dituntut di
pengadilan. Secara normatif badan usaha yang berbentuk PT diatur dalam
Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam undang-
undang ini disebutkan PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
perjanjian.63
Bagi penanam modal yang menggunakan jalur Penanaman Modal Asing,
UUPM dengan tegas mengemukakan harus berbentuk Perseroan Terbatas(PT).
Dari penjelasan tersebut, dapat dikemukakan, apapun bentuk badan
usaha yang dipilih oleh para calon investor, satu hal yang pasti kegiatan yang
dilakukan oleh investor dalam menjalankan usahanya dilakukan di wilayah
Negara Republik Indonesia. Hal ini membawa konsekuensi hukum, segala
aktivitas yang dilakukan oleh investor harus mengacu kepada norma-norma
hukum yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. Dalam hal ini dirasakan
betapa pentingnya harmonisasi antara satu peraturan dengan peraturan lainnya
agar tidak saling berbenturan. Dilihat dari sudut pandang ini adalah beralasan, jika
berbagai pihak mengharapkan undang-undang penanaman modal dijadikan
sebagai ketentuan hukum yang khusus (les specialis) dalam bidang penanaman
modal.
63 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, (Bandung:Nuansa Aulia, 2008), hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendirikan badan usaha berbentuk PT, menurut UU No.40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT), harus memenuhi syarat tertentu. Tepatnya
dalam Pasal 7 UUPT dijelaskan sebagai berikut: Ayat (1) Perseroan didirikan oleh
2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Selanjutnya dalam Ayat (4) dikemukakan: Perseroan memperoleh status badan
hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan. Untuk mendapatkan pengesahan status PT sebagai badan
hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, pendiri harus mengajukan
permohonan. Dalam permohonan tersebut, sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan ;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.64
Pada penanaman modal asing ada ketentuan khusus yang mengatur tentang
permodalan dan ataupun kepemilikan saham, hal ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan
Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing . Peraturan ini kemudian
diubah dengan Peraturan Pemerintah No.83 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
64 Pasal 9 ayat 1 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham Dalam
Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam
Pasal 1 PP No. 20/1994 dikemukakan: Persetujuan penanaman modal asing yang
diberikan dalam rangka mendirikan perusahaan penanaman modal asing yang
berbentuk Perseroan Terbatas menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia. Dari ketentuan PP No.20/1994 tersebut, dapat diketahui peluang bagi
investor asing dalam menjalankan usaha di Indonesia semakin terbuka.
C. Prosedur Pendirian Usaha Patungan
Untuk melaksanakan usaha dalam bentuk kerjasama patungan di
Indonesia, sesuai dengan Pasal 12 Keputusan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara
Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal
Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing, harus melalui prosedur pengajuan
permohonan antara lain:65
a. Calon penanam modal yang berminat untuk menanamkan modalnya dalam
bentuk kerja sama patungan mempelajari lebih dahulu daftar skala prioritas
penanaman modal yang berlaku dan mengadakan penelitian yang cukup
mengenai bidang usaha terbuka, lokasi, proyek, tingkat priorotas dan
ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.
65 Salim HS dan Budi Sutrisno, op cit, hal. 255.
Universitas Sumatera Utara
b. Apabila permohonan tersebut sesuai dengan peraturan Perundang-undangan
dan ketentuan persyaratan yang berlaku, calon tersebut mengajukan letter of
intent kepada Deputi bidang penilaian dan perijinan BKPM.
c. Deputi bidang penilaian dan perijinan setelah meneliti letter of intent tersebut.
Kemudian meneruskan kepada ketua BKPM untuk mendapatkan keputusan.
d. Keputusan BKPM tersebut segera diberitahukan kepada calon penanam modal
yang bersangkutan dan apabila BKPM menyetujui permohonan penanaman
modal tersebut, maka calon penanam modal segera mengajukan usulan proyek
secara lengkap kepada BKPM dengan mengisi formulir dan melampirkan,
antara lain:
1. Daftar kebutuhan tenaga kerja
2. Rencana lokasi penanaman modal
3. Ketentuan-ketentuan lain yang diperlukan.
e. Setelah permohonan tersebut dibahas dan dipertimbangkan dalam rapat
koordinator BKPM, maka ketua BKPM kemudian menyampaikan hasil
pertimbangannya dalam bentuk surat rekomendasi kepada Presiden untuk
mendapatkan persetujuan.
f. Jika Presiden menyetujui permohonan tersebut, maka Deputi bidang penilaian
dan perijinan menyelenggarakan penyusunan pemberian perijinan penanaman
modal yang telah disetujui pemerintah sesuai dengan pelimpahan wewenang
Universitas Sumatera Utara
menteri-menteri yang bersangkutan dan menyampaikan kepada calon penanam
modal yang bersangkuta.
Adapun prosedur pengajuan permohonan penanaman modal asing di
daerah dimana daerah telah diberi kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri
atau otonomi daerah adalah sebagai berikut:66
a. Proses produksi yang dilengkapi dengan bagan Alir Proses serta
mencantumkan jenis bahan baku/penolong bagi industri pengolahan.
1. Bagi peserta asing :
a. Fotokopi akte pendirian perusahaan dan perubahannya beserta
terjemahannya dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
b. Warga negara asing melampirkan fotokopi paspor lengkap yang masih
berlaku.
2. Bagi perusahaan penanam modal asing:
a. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen
Hukum dan Ham serta perubahannya.
b. Fotokopi izin usaha tetap (IUT).
c. Fotokopi NPWP/PPKP.
3. Uraian teknis:
66 http://www.bkpmd.go.id/, diakses pada tanggal 3 Oktober 2010.
Universitas Sumatera Utara
b. Uraian kegiatan usaha bagi bidang usaha jasa.
4. Naskah atau rancangan perjanjian usaha patungan antara peserta Indonesia
dengan peserta asing dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris,
ditandatangani oleh semua peserta patungan.
5. Bagi PMA yang 100 % modalnya dimiliki oleh badan hukum asing dan/atau
warga negara asing tidak diperlukan rancangan perjanjian usaha patungan.
6. Persyaratan dan/atau ketentuan sektoral tertentu yang dikeluarkan oleh
pemerintah provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan yang
masih berlaku.
Setelah itu, untuk mendapatkan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing,
investor asing harus melampirkan beberapa persyaratan, yaitu:
1. Perizinan tenaga kerja asing
2. Perizinan pertanahan
3. Perizinan lingkungan hidup dan izin daerah
4. Perizinan fasilitas
5. Pengesahan akte pendirian perusahaan.
Setelah prosedur tersebut dapat diselesaikan, barulah pemohon penanaman
modal dalam bentuk kerjasama patungan itu melaksanakan kegiatannya dari
Indonesia. Dengan adanya pengaturan-pengaturan diatas, maka penanaman modal
khususnya penanaman modal asing di Indonesia yang akan melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
usahanya diharuskan untuk melakukan kerjasama patungan dengan modal
nasional.
Pokok-pokok yang dicakup dalam perjanjian kerja sama patungan dengan
modal asing diwujudkan dalam klausula yang dirumuskan menurut sistem hukum
perjanjian yang berlaku. Pada dasarnya ada tujuh pokok materi yang dicakup
dalam perjanjian kerja sama patungan dengan modal asing yaitu mengatur:67
3. Direksi dan manajemen perusahaan patungan.
1. Pembentukan badan hukum perusahaan patungan, yaitu didalamnya mengatur
mengenai:
a. Peserta dalam kerja sama patungan.
b. Jenis kerja sama patungan.
c. Yurisdiksi yang dipakai, yang biasanya dikaitkan dengan pengaturan hukum
dan tersedianya perangsang dan fasilitas administratif.
d.Ketentuan-ketentuan yang dicakup dalam dokumen pembentukan perusahaan
patungan, masalah perlindungan dan jaminan pelaksanaan kerja sama
patungan tersebut.
e. Nama badan hukum perusahaan patungan tersebut.
2. Pemilikan dan struktur modal.
67 Sumantoro, op cit, hal. 211-216.
Universitas Sumatera Utara
4. Mengenai pengelolaan keuangan atau keuntungan perusahaan.
5. Dalam hal ada penggantian peserta karena mengundurkan diri, perlu
dirumuskan bagaimana mendapatkan peserta penggantinya.
6. Pengaturan mengenai pemasaran dan jasa-jasa teknis.
7. Untuk menyelesaikan sengketa jika timbul, maka beberapa cara penyelesaian
tersebut perlu dirumuskan cara-cara mana yang harus diambil.
Ketujuh pengaturan perjanjian kerja sama patungan tersebut merupakan
pola pokok-pokok saja. Dalam prakteknya, ada perjanjian kerja sama patungan
yang sangat sophisticated yang menyebutkan ketentuan, isinya secara terperinci,
serta mempunyai beberapa kaitan dengan perjanjian atau kontrak lainnya, seperti
lisensi paten, kontrak manajemen, pinjaman kredit, dan sebagainya.
Secara jelas tidak ada ketentuan yang mengatur format baku dari anggaran
dasar Perseroan Terbatas, para pihak dalam suatu perjanjian untuk mendirikan
badan hukum perseroan terbatas diberikan kebebasan untuk membuat anggaran
dasar dan menentukan isinya. Namun jika merujuk pengaturan yang ada dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas, maka anggaran dasar suatu perseroan
memuat hal-hal berikut:68
68 Muharyanto, Kedudukan Joint Venture Agreement dan Anggaran Dasar Joint Venture Company,
1. Nama dan tempat kedudukan perseroan
http://www.docstoc.com/docs/838592, diakses tanggal 15 Agustus, hal. 45- 46.
Universitas Sumatera Utara
Perseroan sebagai sebuah badan hukum (legal entity) menyandang hak dan
kewajiban hukum dan diakui secara hukum. Oleh karena itu badan hukum
perseroan terbatas adalah subjek hukum yang memiliki kemandirian secara
hukum, memiliki harta yang terpisah dari para pendirinya, anggota atau penanam
modal perusahaan tersebut. Sebagai subjek hukum, Perseroan dikenal melalui
sebuah nama dan kedudukannya yang jelas. Perseroan yang baru akan dibentuk,
tidak diperbolehkan memakai sebuah nama yang telah digunakan oleh pihak lain.
2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan
Badan hukum perseroan dibentuk dengan tujuan tertentu, yaitu mencapai
tujuan bisnis yang direncanakan, tujuan bisnis akan menunjukkan karakteristik
perseroan tersebut karena erat kaitannya dengan peraturan yang berlaku. Maksud
dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan. Perseroan yang bertujuan menjadi
Perseroan Terbuka (Tbk), maka peraturan pasar modal menjadi pedoman bagi
perseroan tersebut untuk bertindak atau melakukan kegiatannya, begitu juga
dengan perusahaan yang bertujuan menjalankan investasi yang masuk dalam
daftar investasi khusus, maka perseroan sebagai badan hukum akan banyak
mendasari kegiatannya dengan peraturan dan undang-undang khusus yang
mengatur bidang investasi tersebut.
Di dalam sebuah joint venture agreement untuk mendirikan joint venture
company, para pihak menyatakan dengan jelas tujuan dari kegiatan usaha
patungan yang akan dijalankan, dan kemudian tujuan dari kegiatan yang
Universitas Sumatera Utara
dijanjikan dalam kontrak tersebut dapat dituangkan dalam sebuah anggaran dasar
sebagai sistem manajemen perseroan terbatas (joint venture company).
D. Ketentuan Pengalihan Hak Atas Saham
Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan (transfer) tanpa
mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan. Bagaimanapun,
penjualan saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk
kepada ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang diperlukan. Tidak semua
pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh satu pihak, melainkan harus
memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati. Pengalihan
saham secara langsung akan mengakibatkan berubahnya komposisi kepemilikan
saham didalam perusahaan (internal transfer), maka ketentuan yang sudah ada
tidak akan banyak mengalami perubahan, itupun masih tergantung dari jumlah
saham yang dialihkan. Jika jumlah saham yang dialihkan mempengaruhi dan
menyebabkan penggantian kontrol perusahaan, maka akan merubah perjanjian
sebelumnya.69
Namun jika pengalihan saham tersebut dialihkan kepada pihak diluar
perusahaan (external transfer), maka hal tersebut menyebabkan masuknya
investor baru ke perusahaan. Ketentuan masuknya investor baru atau pemegang
saham baru biasanya melalui proses yang sangat ketat. Hampir semua perjanjian
69 Ibid, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
usaha patungan (joint venture agreement) mengandung ketentuan yang
membatasai pengalihan saham. Pendekatan yang dapat diambil dalam pembatasan
pengalihan saham diantaranya:
1. Pengalihan saham tidak diperbolehkan tanpa persetujuan para pihak.
2. Pengalihan saham tidak boleh dilakukan dalam periode tertentu, misalnya
selama 3 tahun pertama.
3. Pengalihan saham kepada pihak lain diperbolehkan dengan persyaratan bahwa
pemegang saham baru menyetujui ketentuan-ketentuan bisnis joint venture
company yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Dalam banyak ketentuan joint venture company yang terdiri banyak pihak,
para pihak diberikan hak untuk dapat membeli kembali saham-saham yang ada
terutama saham yang akan dialihkan sebelum dijual kepada pihak lain, saham
tersebut harus ditawarkan kepada pemegang saham lainnya terlebih dahulu
dengan harga yang telah ditetapkan dan disetujui. 70
Para pihak perlu menentukan dan mengenal cara-cara yang dapat
dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama yang timbul dan
mampu untuk mencari jalan keluarnya (problem solving), termasuk pada saat
E. Penyelesaian Sengketa
70 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tidak ada titik temu antara para pihak ketika pengambilan sebuah keputusan dalam
sebuah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau rapat-rapat Dewan Direksi.
Penyelesaian sengketa ini, setidaknya harus mempersiapkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Suatu kewajiban bagi para pihak dalam joint venture company untuk mencari
dan memecahkan masalah dengan mengerahkan orang-orang terbaik, paling
senior dan berpengalaman di perusahaan mereka, serta berwenang mengambil
keputusan.
2. Salah satu pihak dapat meminta penyelesaian sengketa diajukan melalui
mediasi, atau bentuk lain dari Alternative Dispute Resolution (ADR), tetapi
bukan merupakan suatu kewajiban bagi para pihak untuk terlibat dalam
prosedur ADR kecuali memang telah disepakati.
3. Penyelesaian melalui pengadilan umum atau pengadilan arbitrase yang telah
disetujui terlebih dahulu di dalam joint venture agreement, penyelesaian
sengketa yang diambil pada jalur pengadilan ini bersifat final dan mengikat.71
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase selalu menjadi pilihan utama
dalam joint venture agreement international. Proses yang dilalui saat penyelesaian
masalah bersifat sangat private, lebih fleksibel dibandingkan badan peradilan
lainnya. Jika para pihak berasal dari negara yang menandatangani konvensi New
York tahun 1958 dapat mengajukan proses sengketa melalui arbitrase
71 Ibid, hal.31.
Universitas Sumatera Utara
internasional. Sebagai penerapan prinsip kebebasan berkontrak, para pihak
memiliki kebebasan dalam menentukan dan memilih forum penyelesaian
sengketa. Jika badan arbitrase telah dipilih, maka ketentuan dalam perjanjian
harus dinyatakan secara tegas di peradilan arbitrase mana yang akan dipilih. Ada
banyak pilihan yang dapat menjadi alternatif, seperti UNCITRAL, International
Chamber of Commerces (ICC), Formely London Court of International
Arbitration (LCIA), Hongkong International Arbitration Center, Singapore
International Arbitration Centre, Vienna Arbitration Centre, Netherland
Arbitration Institute, Arbitration Institute of Stockholm Chamber of Commerce,
atau lembaga arbitrase internasional lainnya.
Pada saat perjajanjian antara para pihak dibuat, penting sekali untuk
menentukan hal-hal yang berkaitan dengan:
1. Pilihan hukum (choice of law), para pihak menentukan sendiri dalam kontrak
tentang hukum mana yang berlaku terhadap interprestasi kontrak tersebut.
2. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan sendiri
dalam kontrak tentang pengadilan atau forum yang berlaku jika terjadi
sengketa diantara para pihak.
3. Pilihan domisili (choice of domicille), dalam hal ini para pihak melakukan
penunjukan dimanakah domisili hukum para pihak tersebut.
Ketika para pihak melakukan pilihan hukum, pilihan forum, dan pilihan domisili,
maka pilihan tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek untung
dan ruginya secara matang. Jika para pihak tidak memilih pilihan hukum, forum
Universitas Sumatera Utara
dan domisili maka akan menimbulkan persoalan yuridis yang serius. Apabila
terjadi perselisihan atau sengketa diantara para pihak tersebut, akan menyebabkan
terjadinya benturan kepentingan dan benturan kekuasaan hukum.72
Pemilihan tempat arbitrase sangat penting, karena berkaitan dengan
penerapan prosedur dan aturan lembaga arbitrase yang dipilih. Pihak internasional
lebih memilih tempat arbitrase yang dirasakan lebih netral. Jarang sekali pihak
asing mau memilih Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) untuk
menyelesaikan sengketa. Hal tersebut berangkat dari kekhawatiran tidak adanya
netralitas dalam proses pengambilan keputusan.
72 Ibid, hal. 32.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu selanjutnya terhadap
permasalahan penelitian dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaturan penanaman modal asing secara langsung (direct investment) di
Indonesia saat ini diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal. Undang-undang ini menggantikan dua undang-undang yang berlaku
sebelumnya yaitu UU No.1 Tahun 1967 dan UU No. 6 tahun 1968 yang
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan
perjanjian-perjanjian Internasional yang telah diratifikasi. UU No. 25 tahun
2007 telah membuka pintu yang lebar bagi investasi langsung di Indonesia. hal
ini terlihat dari semakin luasnya bidang-bidang penanaman modal yang dibuka
bagi kegiatan penanaman modal, penyederhanaan syarat dan prosedur serta
banyaknya fasilitas penanaman modal yang disediakan. Pada sisi lain, UU
No.25 Tahun 2007 juga menetapkan kewajiban dan tanggung jawab penanam
modal sehingga dapat diminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul dari
kegiatan penanaman modal.
2. Pada prinsipnya keberadaan modal asing adalah sebagai unsur pelengkap dalam
pembiayaan pembangunan nasional. Oleh karena itu, beberapa peraturan
Universitas Sumatera Utara
perUndang-undangan di bidang penanaman modal membatasi kepemilikan
saham asing pada bidang-bidang usaha tertentu. Pembatasan kepemilikan
ssaham asing diatur dalam PP NO. 83 Tahun 2001 tentang Pemilikan Saham
dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal.
Disamping itu, pembatasan pemilikan saham asing untuk bidang-bidang usaha
tertentu diatur dalam kebijakan daftar negatif investasi sebagaimana terakhir
kali diatur dalam Peraturan Presiden No.36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di
Bidang Penanaman Modal.
3. Penanaman modal asing di Indonesia harus dilakukan dalam bentuk usaha
patungan (joint venture) khususnya terhadap bidang usaha yang dibatasi
kepemilikan saham asing. Pembentukan perusahaan penanaman modal
patungan didasarkan pada Perjanjian Pembentukan Usaha Patungan (Joint
Venture Agreement) yang disepakati para pihak. Joint Venture Agreement
tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU No.25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal dan peraturan pelaksanaannya. Joint Venture Agreement
tersebut akan menjadi dasar pembuatan Anggaran Dasar perusahaan patungan
yang didirikan. Oleh karena itu, selain tunduk pada ketentuan UU No.25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal, joint venture company tersebut juga harus
tunduk pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
B. Saran-Saran
1. Dengan lahirnya UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka
diharapkan perkembangan pengaturan penanaman modal di Indonesia menjadi
lebih baik. Kehadiran investor sangat dibutuhkan dalam mengelola potensi
ekonomi. Kehadiran investor ini diharapkan dapat memberikan dampak positif,
selain membuka lapangan pekerjaan, juga dapat menggerakkan roda
perekonomian.
2. Ketentuan kepemilikan saham asing pada perusahaan penanaman modal di
Indonesia telah diatur dalam PP No. 83 tahun 2001 tentang Pemilikan Saham
dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
Namun, pada PP No 83/2001 harusnya dikemukakan secara limitatif bidang-
bidang usaha apa saja yang tidak dapat dimasuki secara penuh. Bidang-bidang
inilah yang sering disebut menyangkut hajat hidup orang banyak dan penting
bagi negara. Sedangkan pada UUPMA secara limitatif dikemukakan bidang-
bidang usaha apa yang tidak dimasuiki PMA dan bidang usaha apa saja yang
tidak dapat dimasuki secara penuh.
3. Perlu diadakan peninjauan kembali aspek-aspek pengaturan Perundang-
undangan dan ketentuan pelaksanaan kerja sama patungan. Aspek-aspek yang
perlu ditinjau yaitu: Peraturan-peraturan yang belum ada ketentuan-ketentuan
pelaksanaannya sehingga mengakibatkan kurang atau tidak efektif, peraturan-
peraturan yang kurang jelas yang akan menimbulkan penafsiran-penafsiran
yang berbeda-beda, peraturan yang sudah tidak memadai untuk dipakai dan
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan dewasa ini sehingga perlu diperbaharui, masalah-masalah yang
belum ada pengaturannya sama sekali, masalah pengaturan yang teknis
sifatnya, seperti pengaturan di bidang tanah, pengaturan di bidang modal dan
sebagainya.Yang menjadi perhatian adalah meneliti peraturan-peraturan yang
perlu disempurnakan, dihapuskan atau diperbaiki sehingga dapat diciptakan
iklim pengaturan yang jelas, lengkap dan memberikan kepastian hukum.
Universitas Sumatera Utara