9
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor BAB III B A B PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA 3.1 Dasar Pemikiran Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangaan penuh kepada pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Hal ini berarti pula bahwa kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus mampu memberikan stimulus terhadap perekonomian daerah. Berkembangnya perekonomian daerah, akan berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan PAD dan lain sebagainya yang pada akhirnya akan bermuara kepada kesejahteraan masyarakat dan kemandirian daerah, serta penurunan terhadap ketergantungan pada pemerintah pusat. Makmun (2004) menegaskan bahwa pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Konsekuensinya, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan sharing dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulkan efek multiplier yang besar. Di satu sisi, pemerintah pusat juga menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal yang bertujuan untuk; (1) memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah; (2) menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif dan bertangggung jawab; dan (3) mengurangi kesenjangan pembangunan antardaerah. Dengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat dan lebih merata. Dalam persektif pembiayaan pembangunan, desentralisasi fiskal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi alokasi anggaran daerah. Peningkatan efisiensi alokasi anggaran tersebut seyogyanya akan mampu menjadi trigger pertumbuhan ekonomi di daerah seperti meningkatnya konsumsi, kebutuhan akan jasa perencanaan dan pembangunan, penyerapan buruh dan tenaga kerja, serta memicu kreativitas dan ide baru bagi para pelaku pembangunan di daerah. Selain itu, desentralisasi fiskal akan Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 39

BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB III B A B

PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA

3.1 Dasar Pemikiran

Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangaan penuh kepada pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Hal ini berarti pula bahwa kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus mampu memberikan stimulus terhadap perekonomian daerah. Berkembangnya perekonomian daerah, akan berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan PAD dan lain sebagainya yang pada akhirnya akan bermuara kepada kesejahteraan masyarakat dan kemandirian daerah, serta penurunan terhadap ketergantungan pada pemerintah pusat. Makmun (2004) menegaskan bahwa pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Konsekuensinya, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan sharing dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulkan efek multiplier yang besar.

Di satu sisi, pemerintah pusat juga menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal yang bertujuan untuk; (1) memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah; (2) menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif dan bertangggung jawab; dan (3) mengurangi kesenjangan pembangunan antardaerah. Dengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat dan lebih merata. Dalam persektif pembiayaan pembangunan, desentralisasi fiskal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi alokasi anggaran daerah. Peningkatan efisiensi alokasi anggaran tersebut seyogyanya akan mampu menjadi trigger pertumbuhan ekonomi di daerah seperti meningkatnya konsumsi, kebutuhan akan jasa perencanaan dan pembangunan, penyerapan buruh dan tenaga kerja, serta memicu kreativitas dan ide baru bagi para pelaku pembangunan di daerah. Selain itu, desentralisasi fiskal akan

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 39

Page 2: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

memberikan dampak yang signifikan, khususnya menyangkut pemerataan PDB per kapita di Indonesia. Pemerataan pendapatan ini akan berarti pula meningkatnya kesempatan dan lapangan kerja daerah.

Disisi lain, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, beban keuangan negara yang tercermin dalam APBN semakin berat. Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan upaya untuk mengatur alokasi pengeluaran pembangunan dimana pengeluaran pembangunan lebih diprioritaskan kepada sektor yang memberikan manfaat secara langsung bagi masyarakat. Hal ini berarti bahwa dalam menentukan pengeluaran pembangunan, baik pemerintah pusat maupun daerah, harus memperhatikan efisiensi dan efektivitas pengeluaran pembangunan serta dampaknya kinerja perekonomian wilayah, penganggguran, kemiskinan.

3.1.1 Tujuan Pengembangan Model Ekonometrika

Untuk mengetahui respon alokasi anggaran masing-masing sektor terhadap kinerja pembangunan daerah, pengangguran dan kemiskinan nilai elastisitas variabel-variabel yang mewakili kebijakan fiskal (belanja pegawai, belanja modal dan belanja barang dan jasa) perlu dihitung. Kajian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kinerja perekonomian wilayah selama diberlakukannya kebijakan desentralisasi. Secara spesifik tujuan kajian ini adalah:

(1) mengetahui besaran nilai elastisitas pengeluaran pemerintah (belanja modal, belanja barang dan belanja pegawai); dan

(2) mengetahui dampak pengeluaran pemerintah terhadap kinerja ekonomi yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB, penyerapan tenaga kerja dan tingkat kemiskinan berdasarkan sektor PDRB untuk seluruh provinsi.

3.2 Perumusan Model Ekonometrika

3.2.1 Spesifikasi Model

Spesifikasi model merupakan tahap awal dan merupakan tahap yang sangat penting. Dalam tahap ini dilakukan pengkajian mengenai hubungan diantara berbagai variabel endogen dan eksogen yang dituliskan dalam bentuk persamaan struktural. Menurut Intriligator, (1978), model ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yakni suatu unsur yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih peubah pengganggu. Sedangkan Koutsoyiannis, (1977) mendefinisikan model sebagai abstraksi dari fenomena dunia nyata.

Dari dua definisi di atas dapat diartikan bawa model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables)

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 40

Page 3: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

terhadap peubah endogen (dependent variables) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign) dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R²) serta nyata secara statistik (statistically significant) sedangkan kriteria ekonometrika menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, consistency, sufficiency, efficiency. Statisitk Dw adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji validitas dari asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977).

Spesifikasi model pengeluaran pemerintah yang dibangun terkait erat dengan tujuan penelitian. Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan pendekatan ekonometrik, yaitu model sistem persamaan simultan. Model dipilah ke dalam beberapa blok yaitu blok output, blok tenaga kerja, blok pengeluaran rumah tangga, blok kemiskinan dan blok fiskal. Berikut ini akan diuraikan persamaan untuk masing-masing blok sebagai berikut:

3.2.2 Blok Output

Persamaan untuk blok output atau produk domestik regional bruto (PDRB) terdiri dari 10 persamaan, yaitu 9 persamaan struktural dan satu persamaan identitas. Pesamaan struktural yaitu persamaan output sektor PDRB dan satu persamaan indentitas, yaitu total produk domestik regional bruto provinsi. Dalam persamaan stokhastik dapat dituliskan sebagai berikut:

Y1 = a0 WGY1 + a1 ISY1 + a2 IDY1 + a3 BMD + a4 BBJ + ε1 ………………….. (1) Y2 = b0 TKY2 + b1 BPG + b2 DT + ε2 ………………………………………….. (2) Y3 = c0 TKY3 + c1 ISY3 + c2 BMD + c3 BBJ + c4 BPG + ε3 ………………….. (3) Y4 = d0 TKY4 + d1 ISY4 + d2 BBJ + ε4 …………………………………………. (4) Y5 = e0 TKY5 + e1 IDY5 + e2 BMD + e3 BBJ + e4 BPG + ε5 ............................ (5) Y6 = f0 TKY6 + f1 IDY6 + f2 BMD + f3 BPG + ε6 ............................................... (6) Y7 = g0 TKY7 + g1 IDY7 + g2 BMD + g3 BBJ + g4 BPG + ε7 ............................ (7) Y8 = h0 TKY8 + h1 ISY8 + h2 BMD + h3 BPG + ε8 …………………………… (8) Y9 = i0 TKY9 + i1 IDY9 + i2 BMD + i3 BBJ + i4 BPG + ε9 …………………….. (9) GDP = Y10 + Y20 + Y30 + Y40 + Y50 + Y60 + Y70 + Y80 + Y90 .............................. (10) dimana: Yi = output PDRB sektor i dimana i = 1,2,3,...,9 1 = output PDRB sektor pertanian 2 = output PDRB sektor pertambangan 3 = output PDRB sektor industri 4 = output PDRB sektor listrik gas dan air 5 = output PDRB sektor bangunan

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 41

Page 4: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

6 = output PDRB sektor perdagangan 7 = output PDRB sektor transportasi dan angkutan 8 = output PDRB sektor lembanga keuangan 9 = output PDRB sektor jasa-jasa WGY1 = upah sektor pertanian BPG = pengeluaran untuk belanja pegawai BBJ = pengeluaran untuk belanja barang dan jasa BMD = pengeluaran untuk belanja modal GDP = total output sektoral PDRB provinsi ISi = Investasi Swasta di masing-masing sektor i IDi = Investasi Pemerintah Daerah di masing-masing sektor i Tanda parameter yang diharapkan a1 < 0, dan a2, a3, a4, b1, b2, c1, c2, c3, c4, d1, d2, e1, e2, e3, e4, f1, f2, f3, g1, g2, g3, g4, h1, h2, h3, i1, i2, i3, i4 > 0. 3.2.3 Blok Tenaga Kerja

Secara teoritis dapat diketahui bahwa secara umum fungsi dari permintaan tenaga kerja adalah tingkat upah dan tingkat output. Dalam penelitian ini selain kedua variabel tersebut juga dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah dan tingkat investasi baik swasta maupun pemerintah daerah. Blok tenaga kerja terdiri dari 9 persamaan perilaku. Persamaan sthokastik dari permintaan tenaga kerja di masing-masing sektor ditentukan sebagai berikut:

TKY1 = j0 + j1 WGY1 + j2 Y1 + j3 BPG + ε10 ............................................................ (11) TKY2 = k0 + k1 WGY2 + k2 Y2 + k3 ISY2 + k4 IDY2 + k5 BMD + k6 BBJ + ε11 .......... (12) TKY3 = l0 + l1 WGY3 + l2 Y3 + ε12 .......................................................................... (13) TKY4 = m0 + m1 WGY4 + m2 Y4 + m3 IDY4 +m4 BMD + ε13 .................................... (14) TKY5 = n0 + n1 WGY5 + n2 Y5 + n3 ISY5 + ε14 …………………………………… (15) TKY6 = o0 + o1 WGY6 + o2 Y6 + o3 ISY6 + ε15 ……………………………………… (16) TKY7 = p0 + p1 WGY7 + p2 Y7 + p3 ISY7 + ε16 ……………………………………… (17) TKY8 = q0 + q1 WGY8 + q2 Y8 +q3 IDY8 + q4 BBJ + ε17 ..…………………………. (18) TKY9 = r0 + r1 WGY9 + r2 Y9 + r3 ISY9 + ε18 ….……………………………………… (19) Dimana: TKYi = Jumlah tenaga kerja di sektor i WGYi = tingkat upah di sektor i Tanda parameter yang diharapkan j1, k1, l1, m1, n1, o1, p1, q1, r1 < 0, dan j2, j3, k2, k3, k4, k5, k6, l2, m2, m3, m4, n2, n3, o2, o3, p2, p3, q2, q3, q4, r2, r3 > 0.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 42

Page 5: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

3.2.4 Blok Pengangguran

Persamaan blok pengangguran didisagregasi berdasarkan daerah perkotaan dan perdesaan. Dalam penelitian ini blok pengangguran terdiri dari dua persamaan perilaku dan satu persamaan identitas. Berikut ini adalah model stokastik dari blok pengangguran, yaitu: UNE1 = s0 + s1 GDP + s2 ISY3 + s3 BPG + s4 UMP + s5 POP1 + ε19 …..……… (20) UNE2 = t0 + t1 GDP + t2 IDY1 + t3 BPG + t4 UMP + t5 LF + ε20 ......................... (21) UNEM = UNE1 + UNE2 ...................................................................................... (22) Dimana: UNE1 = jumlah pengangguran di perkotaan UNE2 = jumlah pengangguran di perdesaan UNEM = total pengangguran POP1 = jumlah penduduk di perkotaan LF = jumlah angkatan kerja Tanda parameter yang diharapkan s1, s2, s3, t1, t2, t3, < 0; dan s4, s5, t4, t5 > 0;

3.2.5 Blok Kemiskinan

Blok kemiskinan dibentuk dari empat persamaan struktural, yaitu persamaan tingkat kemiskinan di perdesaan, tingkat kemiskinan di perkotaan, human capital di perkotaan dan human capital diperdesaan. Bentuk persamaan struktural dituliskan sebagai berikut: POV1 = u0 + u1 GDP + u2 WGY9 + u3 ISY9 + u4 IDY9 + u5 POP + ε21 ..………. (23) POV2 = v0 + v1 GDP + v2 WGY1 + v3 ISY1 + v4 BPG + v5 POP + ε22 …..……… (24) Dimana: POV1 = jumlah penduduk miskin di perkotaan POV2 = jumlah penduduk miskin di perdesaan POP = jumlah penduduk Tanda parameter yang diharapkan untuk u1, u2, u3, u4, v1, v2, v3, v4 < 0; u5 dan v6 > 0;

3.2.6 Blok Fiskal Daerah

Blok fiskal daerah umumnya dibagi dalam dua kelompok, yaitu blok penerimaan daerah dan blok pengeluaran daerah. Penerimaan atau pendapatan daerah merupakan penjumlah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana perimbangan dan pendapatan lainnya yang sah. Pengeluaran daerah teridir dari 3 bagian bagian besar yaitu: belanja

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 43

Page 6: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

aparatur daerah, belanja pelayanan publik dan pembiayaan daerah. Khusus dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah belanja pelayanan publik. Adapun rincian dari belanja pelayanan publik adalah: (1) belanja pegawai (2) belanja barang dan jasa (3) belanja modal, (4) belanja perjalanan dinas, (5) biaya pemeliharaan, (6) belanja lain-lain, (7) bagi hasil dan bantuan keuagan, dan (8) pengeluaran tidak tersangka. Dari delapan jenis pengeluaran pelayanan publik di atas, dalam penelitian ini akan kita fokuskan pada pengeluaran belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal. Variabel pegeluran ini merupakan variabel eksogen. Dalam penelitian ini, fiskal daerah terdiri dari satu persamaan perilaku dan satu persamaan identitas. Persamaan perilaku blok fiskal adalah penerimaan dari pajak dan dana alokasi umum. RTAX = w0 + w1 GDP + w2 UPAH + ε23 ..………..………………………………. (25) PAD = RTAX + RRET + HPMD + PADL ………………………………………. (26) Tanda parameter yang diharapkan untuk w1, w2, x1, x2 dan x3 > 0. dimana: RTAX = penerimaan pajak daerah RRET = penerimaan retribusi daerah PAD = pendapatan asli daerah HPMD = penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah PADL = penerimaan lain-lain PAD yang sah

3.2.7 Perhitungan Elastisitas

Untuk mendapatkan nilai kuantitatif dari respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya, dapat digunakan konsep elastisitas. Untuk model yang dinamis dapat dihitung elastisitas jangka pendek dan jangka panjang. Adapun persamaan untuk mendapatkan nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang adalah : Elastisitas Jangka Pendek (ESR)

ESR = −

∂∂

Y

XXY

t

t * = −

Y

Xb …………………………………………………… (30)

dimana: b = koefisien parameter dugaan variabel eksogen −

X = rata-rata variabel eksogen −

Y = rata-rata variabel endogen

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 44

Page 7: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

3.3 Prosedur Analisis

3.3.1 Identifikasi Model

Indentifikasi model ditentukan atas dasar “order condition” sebagai syarat keharusan dan “rank condition” sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K - M) > (G - 1) ........................................................................................ (31)

dimana: K = Total variabel dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined. M = Jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan

tertentu dalam model, dan G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah variabel endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut. ( K – M ) > ( G – 1 ) = maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih

(overidentified) (K – M ) = ( G – 1 ) = maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat

(exactly identified ), dan (K – M ) < (G – 1 ) = maka persamaan tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi

(unidentified). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan, bahwa dalam suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Dalam penelitian ini, model yang telah dirumuskan terdiri dari 26 persamaan atau 26 variabel endogen ( G ), dan 46 predetermined variables, sehingga total variabel dalam model ( K ) adalah 72 variabel, sementara jumlah variabel dalam persamaan ( M ) adalah 6 variabel. Maka berdasarkan kriteria order condition yang ditunjukkan oleh persamaan (31) maka setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over identified.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 45

Page 8: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

3.3.2 Metode Pendugaan Model

Dari hasil identifikasi model, maka model dinyatakan over identified, dalam hal ini untuk pendugaan model dapat dilakukan dengan 2SLS (Two Stage Least Squares), 3SLS (Three Stage Least Squares), LIML (Limited Information Maximum Likelihood) atau FIML (Full Information Maximum Likehood). Dalam penelitian metode pendugaan model yang digunakan adalah 2SLS, dengan beberapa pertimbangan, yaitu penerapan 2SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah, sedangkan metode 3SLS dan FIML menggunakan informsi yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi model (Gujarati, 1999) Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F, dan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik t. Untuk pengolahan data digunakan perangkan lunak SAS/ETS.

3.3.3 Validasi Model

Untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk membuat suatu simulasi alternatif kebijakan atau non kebijakan dan peramalan, maka perlu dilakukan suatu validasi model, dengan tujuan untuk manganalisis sejauhmana model tersebut dapat mewakili dunia nyata. Dalam penelitian ini, kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan adalah: Root Means Percent Square Error (RMSPE)) dan Theil’s Inequality Coefficient (U) (Pindyck and Rubinfield, 1991).

∑=

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −=

n

ta

t

at

st

YYY

nRMSPE

1

21

( )

( ) ( )∑∑

==

=

+

−=

n

t

at

n

t

st

n

t

at

st

Yn

Yn

YYnU

1

2

1

2

1

2

11

1

dimana: s

tY = nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi a

tY = nilai aktual variabel observasi n = jumlah periode observasi

Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Sedangikan nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 46

Page 9: BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA · PDF fileDengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika U = 0 maka pendugaan model sempurna, jika U =1 maka pendugaan model naif. Untuk melihat keeratan arah (slope) antara aktual dengan hasil yang disimulasi dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R²). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSPE dan U-Theil’s dan makin besar nilai R², maka pendugaan model semakin baik.

3.4 Simulasi Model

Simulasi historis kebijakan dilakukan untuk menganalisis dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kinerja makroekonomi Indonesia (GDP, Pengangguran dan Kemiskinan). Beberapa alternatif skenario kebikajakn yang ditetapkan secara arbitrary yaitu:

1. Meningkatkan pengeluaran belanja pegawai sebesar 5 persen 2. Meningkatkan pengeluaran belanja modal sebesar 5 persen 3. Meningkatkan pengeluaran belanja barang dan jasa sebesar 5 persen 4. Simulasi kombinasi kebijakan dalam rangka untuk meningkatkan GDP nasional

sebesar 5 persen.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series dan cross-section. Cross-section mewakili seluruh provinsi (kecuali untuk Provinsi Sulawesi Barat, Irian Jaya Barat dan Kepulauan Riau), dengan demikian jumlah provinsi dalam penelitian adalah 30 provinsi dan series dimulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian ini, antara lain Biro Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan, dan publikasi lain yang dianggap relevan.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 47