bab i,ii,iii

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lkjl

Citation preview

BAB I

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang

Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Indonesia mengalami pertambahan jumlah masjid yang sangat pesat dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk muslim yang semakin banyak, baik karena faktor keturunan yang lahir secara sunnatullah maupun kalangan non muslim masuk Islam, juga karena faktor-faktor lain yang menuntut tersedianya kebutuhan sarana ibadah seperti bagi para pegawai dikalangan perkantoran, para karyawan dan buruh dikalangan pengusaha, para mahasiswa dan pelajar dikalangan lembaga pendidikan, para pedagang dan masyarakat umum yang sedang musafir. Kebutuhan sarana tersebut memunculkan istilah baru seperti masjid perkantoran, masjid kampus, masjid sekolah, masjid bandara, masjid pelabuhan dan sebagainya.

Menengok ke masa lalu, bahwa pemahaman masjid dalam perjalanan sejarah telah banyak mengalami pasang surut dan penyempitan arti serta fungsi, sangat tergantung pada situasi sosial politik masa itu, maka masjid hanya dipahami dan digunakan tidak lebih dari sekedar tempat shalat atau ritual saja. Sebagai contoh keberadaan masjid di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda sangat kecil perannya dalam membangun umat, karena pihak penguasa saat itu telah menyempitkan pemahaman fungsi masjid. Padahal Rasulullah saw mendirikan masjid tidak hanya sekedar untuk shalat semata, tetapi juga difungsikan sebagai pusat kegiatan dan pembinaan umat.

Kaitannya dengan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam, terutama dalam melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah, juga memiliki peran strategis dalam pembinaan ukhuwah islamiyah dan masyarakat pada umumnya, serta memiliki peranan utama dalam melestarikan shalat berjamaah. Sejalan dengan perkembangan dan penyebaran agama Islam, jika diketahui terdapat umat Islam di suatu tempat, dipastikan disitu ada masjid atau tempat sholat. Mereka merasa terpanggil dan terketuk hatinya untuk mendirikan masjid, setidak-tidaknya terdapat shalat berjamaah walaupun mula-mula hanya menggunakan ruangan atau tempat yang ada.

Di awal seseorang belajar agama Islam akan selalu diingatkan dengan sejarah masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah saw. Sebagaimana diterangkan dalam sejarah Islam bahwa setelah Rasulullah saw berjuang menegakkan agama Islam selama 13 tahun di Makkah sejak beliau usia 40 tahun sampai 53 tahun kurang membawa hasil yang menggembirakan. Akhirnya beliau, mendapat perintah Allah SWT bersama para sahabatnya untuk hijrah ke Yasrib (sekarang Madinah), karena kalau tidak pindah risalah atau ajaran yang dibawa beliau tidak akan berhasil. Menjelang larut malam nabi ke luar menuju ke rumah Abu Bakar dan terus bertolak ke Yastrib dengan diselingi persembunyian di gua Tsuur. Sesampainya di Quba beliau selama empat hari yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis beristirahat dan membangun sebuah tempat ibadah untuk melaksanakan shalat berjamaah secara terang-terangan dan tempat penyebaran agama Islam. Jerih payah Nabi dan para sahabat menghasilkan sebuah bangunan yang sangat sederhana yang disebut masjid Quba

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah pembangunan Masjid Quba itu?2. Bagaimanakah sejarah perkembangan arsitektur Masjid Quba itu ?C. Tujuan1. Untuk Mengetahui sejarah pembangunan Masjid Quba.2. Untuk Mengetahui sejarah perkembangan arsitektur Masjid Quba.BAB II

PEMBAHASAN A. Definisi Masjid

Perkataan Masjid berasal dari kata pokok / dasar sujud ( bahasa arab ) yang berubah bentuk menjadi masjid. Pengertian sujud ini dalam islam adalah kepatuhan ketundukan yang dilakukan dengan penuh kehidmatan sebagai pengakuan muslim sebagai insan hamba Tuhan, kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai khaliknya, dan tidak kepada lain-lain di alam semesta ini. Jadi sesungguhnya seluruh tempat di muka bumi ini adalah tempat sujud atau masjid.

pengertian yang kedua adalah penyempitan dari arti yang pertama tadi. Di sini masjid diartikan sebagai suatu bangunan twempat orang-orang islam melakukan ibadah yang dapat dilakukan secara individual, serta kegiatan lain dalam hubungannya dengan kebudayaan islam.

Ciri yang khas dari masjid bila dibandingkan dengan langgar atau mushola atau surau adalah di dalam masjid orang dapat/diperkenankan mngerjakan itikaf/tafakur, sedangkan pada kedua bangunan yanglain tersebut tidak diperkenankan.

Pada umumnya musholla terutama dimaksudkan sebagai tempat sholat fardhu lima kali sehari semalam. Langgar/ Surau dimaksudkan selain sebagai tempat sholat fardhu juga dipergunakan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran terutama hal-hal yang bertalian dengan masalah keagamaan. Masjid selain sebagai tempat shalat fardhu, tempat pendidikan dan pengajaran sehubungan dengan eksistensi kebudayaan islam, juga dimaksudkan sebagai tempat shalat berjamaah, seperti shalat Jumat, shalat hari Raya ( kalau tidak di tanah lapang ), shalat Tarawih( pada malam bulan ramadhan ) dan lain-lain, serta sebagai tempat melakukan itikaf.B. Fungsi Masjid

Fungsi masjid yang sebenarnya adalah sebagai tempat pusat ibadah dan kebudayaan islam. Sedangkan ibadah di dalam agama islam mencakup :1. Hubungan manusia dengan Tuhan, yang berwujud : salat, itikaf dan lain-lain. Semua muslim yang telah baligh atau dewasa harus menunaikan shalat lima kali sehari. Walaupun beberapa masjid hanya dibuka pada hari Jumat, tapi masjid yang lainnya menjadi tempat shalat sehari-hari. Pada hari Jumat, semua muslim laki-laki yang telah dewasa diharuskan pergi ke masjid untuk menunaikan shalat ke masjid, berdasarkan al-Jum'ah ayat 9. Ayat yang berarti bahwa orang beriman, ketika mendengarkan seruan untuk menunaikan shalat Jumat agar bersegera ke masjid untuk mengingat Allah. Shalat jenazah, biasanya juga diadakan di masjid. Shalat jenazah dilakukan untuk muslim yang telah meninggal, dengan dipimpin seorang imam. Shalat jenazah dilakukan di area sektar masjid. Ketika gerhana matahari muncul, kaum Muslimin juga mengadakan shalat khusuf untuk mengingat kebesaran Allah. Pada dua hari raya atau 'idain, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha umat Muslim juga melakukan shalat. Biasanya, beberapa masjid kecil di daerah Eropa atau Amerika akan menyewa sebuah gedung pertemuan untuk menyelenggarakan shalat Id. Di Indonesia, Shalat Id biasa dilakukan di lapangan terbuka yang bersih dan masjid sekitar. Masjid, pada bulan Ramadhan, mengakomodasi umat Muslim untuk beribadah pada bulan Ramadan. Biasanya, masjid akan sangat ramai di minggu pertama Ramadhan. Pada bulan Ramadhan, masjid-masjid biasanya menyelenggarakan acara pengajian yang amat diminati oleh masyarakat. Tradisi lainnya adalah menyediakan iftar, atau makanan buka puasa. Ada beberapa masjid yang juga menyediakan makanan untuk sahur. Masjid-masjid biasanya mengundang kaum fakir miskin untuk datang menikmati sahur atau iftar di masjid. Hal ini dilakukan sebagai amal shaleh pada bulan Ramadhan. Pada malam hari setelah shalat Isya digelar, umat Muslim disunahkan untuk melaksanakankan shalat Tarawih berjamaah di masjid. Setelah shalat Tarawih, ada beberapa orang yang akan membacakan Al-Quran. Pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, masjid-masjid besar akan menyelenggarakan Itikaf, yaitu sunnah Nabi Muhammad saw. untuk berdiam diri di Masjid (mengkhususkan hari-hari terakhir ramadhan guna meningkatkan amal ibadah ) dan memperbanyak mengingat Allah swt. .2. Hubungan manusia dengan manusia, yang berwujud : Zakat fitrah, nikah, dan lain-lain. Rukun ketiga dalam Rukun Islam adalah zakat. Setiap muslim yang mampu wajib menzakati hartanya sebanyak seperlima dari jumlah hartanya. Masjid, sebagai pusat dari komunitas umat Islam, menjadi tempat penyaluran zakat bagi yatim piatu dan fakir miskin. Pada saat Idul Fitri, masjid menjadi tempat penyaluran zakat fitrah dan membentuk panitia amil zakat.Panitia zakat, biasanya di bentuk secara lokal oleh orang-orang atau para jemaah yang hidup di sekitar lingkungan masjid. Begitupula dalam pengelolaannya. Namun, untuk masjid-masjid besar, seperti di pusat kota, biasanya langsung ditangani oleh pemerintah kota (pemkot) atau pemerintah daerah (pemda). Fungsi utama masjid yang lainnya adalah sebagai tempat pendidikan. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Quran dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia. Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga disediakan di masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat, dimana perkembangan agama Islam melaju dengan sangat pesat. Beberapa masjid juga menyediakan pengajaran tentang hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya agak berpisah dari masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu keislaman. Masjid juga menjadi tempat kegiatan untuk mengumpulkan dana. Masjid juga sering mengadakan bazar, dimana umat Islam dapat membeli alat-alat ibadah maupun buku-buku Islam. Masjid juga menjadi tempat untuk akad nikah, seperti tempat ibadah agama lainnya .3. Hubungan manusia dengan dirinya, yang berwujud : mencari ilmu, mengaji, dan lain-lain. Seperti yang telah dijelaskan pada point kedua pada fungsi masjid, masjid juga mempunyai fungsi utama sebagai tempat pendidikan baik itu pendidikan formal maupun nonformal.4. Hubungan manusia dengan alam, yang berwujud memelihara, memanfaatkan dan tidak merusak alam. Manusia sebagai kholifah di bumi diperintahkan untuk memelihara, memanfaatkan dan tidak merusak alam. Manusia adalah makhluk yang paling mulia di muka bumi ini. Manusia diciptakan sebagai penerima dan pelaksana ajaran.. Adapun menurut Prof. Dr Omar Muhammad al Toumi al Syaibani memperinci pandangan Islam mengenai manusia terdiri atas delapan prinsip, yakni:

a. Kepercayaan bahwa manusia makhluk yang termulia di dalam jagat raya ini.

b. Kepercayaan akan kemuliaan manusia.

c. Kepercayaan bahwa manusia itu ialah hewan yang berpikir.

d. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai tiga dimensi: badan, akal dan roh.

e. Kepercayaan bahwa manusia dalam pertumbuhannya terpengaruh oleh faktor-faktor warisan (pembawaan) dan alam lingkungan.

f. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai motivasi dan kebutuhan.

g. Kepercayaan bahwa ada perbedaan perseorangan di antara manusia.

h. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai keluasan sifat dan selalu berubah.

Oleh karena itu ia ditempatkan pada kedudukan yang mulia. Sesuai dengan kedudukannya yang mulia itu,Allah Swt menciptakan manusia dalam bentuk yang seimbang. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. yang artinya : Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia itu dalam bentuk yang sebaik-baiknya ( Q.S. At-Tini : 4) .

Untuk memepertahankan kedudukannya yang mulia dan bentuk pribadi yang bagus itu, Allah melengkapinya dengan akal dan perasaan yang memungkinkannya menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta membudayakan ilmu yang dimilikinya. Ini berarti bahwa manusia sebagai makhluk yang mulia adalah karena (1) akal dan perasaan ,(2) ilmu pengetahuan dan (3) kebudayaan, yang seluruhnya dikaitkan kepada pengabdian pada Pencipta, Allah Swt. Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat, yaitu:- Memakmurkan Bumi (Al-imarah).

Manusia mempunyai kewajiban bersama yang dibebankan oleh Allah SWT. Manusia harus mengeksplorasi kekayaan bumi bagi kemanfaatan umat manusia. Maka sepatutnya hasil eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil dan merata dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi itu.

Memelihara Bumi (Ar-riayah).

Memelihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara aqidah dan akhlak. Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat berpotensi dalam merusak dan menghancurkan alam. Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari agar Allah tidak sia-sia dalam menciptakan alam smesta ini. Penciptaan manusia mempunyai tujuan yang jelas, yakni dijadikan sebagai khalifah atau penguasa (pengatur) bumi. Maksudnya, manusia diciptakan oleh Allah agar memakmurkan kehidupan di bumi sesuai dengan petunjukNya yaitu agama Islam.

Hubungan manusia dengan manusia dengan jalan berjamaah menimbulkan kesatuan sosial muslim dan cenderung menciptakan kebudayaan islam. Diketahui salah satu jenis seni kebudayaan islam yang berkembang saat ini adalah seni membaca Al-Quran ( Tilawah), seni Al-Banjari, dan lain-lain. Dimana tempat pelaksanaannya kebanyakan adalah di masjid. Sedangkan agama adalah sebagai pondasinya dan ijtihad ( daya hidup kebudayaan islam ) merupakan daya penggerak/motor dari kebudayaan tersebut. Kebudayaan mempunyai beberapa unsur: segi sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknik, bahasa, kesenian, filsafat. Pada zaman nabi Muhammad Saw. dan para Khulafaur Rasyidin semua unsur kebudayaan itu terpancar di dalam masjid. Jadi, dengan demikian kebudayaan islam sebetulnya tidak akan lepas hubungannya dengan masjid.C. Sejarah Perkembangan Arsitektur Kubah Masjid

Seni bangunan berqubah sudah muncul jauh sebelum peradaban Islam lahir. Hanya saja, ketika peradaban Islam muncul, seni bangunan berqubah yang sudah ada diadopsi dan dikembangkan oleh peradaban Islam untuk dijadikan sebagai simbol keindahan dan keagungan bangunan masjid. Bangunan masjid mula-mula dibangun pada masa Nabi saw belum dikenal adanya qubah. Lebih dari itu, perlu dipahami juga bahwa dalam pembangunan masjid tidak ditemukan adanya syariat harus diberi qubah. Secara cultural-historis, sesungguhnya arsitektur bangunan berqubah telah muncul dalam perkembangan peradaban seni arsitektur di berbagai kebudayaan manusia dengan bentuknya yang berkembang dan berubah-ubah. Konon, peradaban yang pertama kali mengembangkan arsitektur bangunan berqubah adalah bangsa Mesopotamia sekitar tahun 4000 SM. Selanjutnya, pada tahun 1400 SM bangsa Myceanemae Greek telah mengembangkan bangunan makam berqubah (Tholos Tomb). Meski demikian, ada juga yang berpendapat bahwa seni bangunan berqubah baru muncul pada tahun 100 M yang dipleopori oleh bangsa Romawi. Buktinya adalah keberadaan bangunan Pantheon (kuil) di kota Roma yang telah menggunakan qubah sebagai salah satu elemennya.

Diketahui bahwa bangunan masjid yang mula-mula menggunakan seni bangunan berqubah adalah Masjid Umar di Baitul Maqdis, Yerussalem. Qubah pada bangunan masjid tersebut dalam dunia seni arsitektur dikenal dengan nama Qubah Batu (dome of rock). Bangunan masjid Umar yang berqubah itu secara historis mulai dibangun pada tahun 685 M dan selesai pada tahun 691 M, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Dinasti Umayyah. Arsitek dari bangunan tersebut adalah Raja bin Hayyat dan Yazid bin Salam dari Palestina.D. Sejarah Perkembangan Arsitektur Menara Masjid

Jejak bangunan menara sebagai elemen penting bangunan masjid berawal dari ditemukannya jejak bahwa di rumah sahabat Ibnu Umar terdapat semacam tiang yang difungsikan sebagai tempat mengumandangkan adzan bagi muadzin. Jika tidak ada tiang, para sahabat, seperti Bilal jika mengumandangkan adzan senantiasa naik ke atap rumah agar suara adzannya didengar dari kejauhan. Atas dasar fakta itulah kemudian muncul inspirasi untuk membangun menara pada bangunan masjid. Khalifah al-Walid dari Bani Umayyah adalah orang yang mula-mula mengembangkan seni bangunan menara.

Dilihat dari segi fungsi utamanya, kedudukan menara adalah sebagai tempat mengumandangkan adzan. Dengan mengumandangkan adzan di atas menara, maka jangkauan suaranya menjadi lebih jauh. Hanya saja, dalam perkembangannya kemudian fungsi menara tidak hanya sebatas sebagai tempat adzan. Menara pada masjid juga berfungsi sebagai elemen yang menambah nilai keindahan, kemegahan, kekuasaan dan keberadaan peradaban Islam. Dari fungsi-fungsi tersebut, selanjutnya secara simbolik keberadaan menara pada masjid juga dianggap mengandung nilai keindahan dan kemegahan serta simbol keberadaan peradaban Islam. Menara dapat menjadi tanda akan kehadiran, keberadaan dan bahkan kemajuan Islam di satu tempat. Menara sebagai elemen masjid, dari dalamnyalah kemudian terpancar nilai-nilai keberadaan, keindahan, keagungan dan bahkan ketinggian peradaban Islam. Oleh karena itu, menara pun dianggap sebagai simbol dan identitas umat Islam serta identitas peradaban Islam yang murni.

Paling tidak ada lima model dan bentuk bangunan menara masjid di dalam peradaban Islam. Model pertama, yaitu bentuk klasik, bentuk bangunan menara yang dibangun di atas lantai dasar berbentuk segi empat, semakin naik bentuknya berubah menjadi octagonal (segi delapan) dan di puncaknya berbentuk menara silinder dengan ujung puncaknya berupa qubah kecil. Bentuk kedua, bentuk variasi yaitu bentuk bangunan menara yang dibangun dengan landasan bangunan bawah segi empat, semakin naik menjadi segi enam dan diberi balkon berbentuk persegi delapan. Bentuk ketiga adalah menara yang berbentuk silinder, yaitu bangunan menara yang berdiameter silinder dengan dan semakin ke atas bentuknya semakin mengecil dan lancip seperti pensil. Bentuk keempat adalah menara bersegi empat yaitu bangunan menara yang berbentuk segi empat dari bawah ke atas. Dan bentuk kelima adalah menara berbentuk spiral, yaitu bangunan menara yang berbentuk seperti spiral yang semakin ke atas semakin mengecil seperti rumah siput atau keong.

Kelima bentuk bangunan menara tersebut, sering kali menjadi ciri khas dari bangunan menara di tempat-tempat tertentu. Menara berbentuk klasik lebih banyak berkembang di kawasan Syiria, Arab dan Mesir. Menara berbentuk variasi lebih banyak berkembang di wilayah Mesir, khususnya di Masjid al-Azhar. Sementara menara berbentuk silinder banyak berkembang di kawasan Persi, khususnya Iran dan Turki. Sedangkan menara yang berbentuk spiral lebih banyak berkembang di wilayah kultur Persi bagian utara, seperti di Samarran (Irak) dan Balkan.E. Sejarah Pembangunan Masjid Quba

Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah saw. pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi di Quba, sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Madinah. Dalam Al Quran disebutkan bahwa masjid Quba adalah mesjid yang dibangun atas dasar takwa (Surat At Taubah:108). Allah s.w.t memuji masjid ini dan orang yang mendirikan sembahyang di dalamnya dari kalangan penduduk Quba dengan Firman-Nya:

Sesungguhnya masjid itu yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut bagimu (Hai Muhammad) bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri.......(At Taubah, 108).

Jejak pembangunan masjid Quba tidak dapat dilepaskan dari persitiwa hijrah yang dilakukan Nabi saw dari kota Makkah menuju Yatsrib (Madinah). Begitu menerima wahyu yang mengizinkannya untuk berhijrah, dengan didampingi Abu Bakar, Nabi saw segera melakukan perjalanan hijrahnya. Setelah melakukan perjalanan yang cukup menegangkan, akhirnya Nabi saw dan Abu Bakar dapat keluar dari kota Makkah. Selanjutnya, pada hari Senin tanggal 22 September tahun 622 M yang, menurut Ibnu Hisyam (Sirah Ibnu Hisyam, 2000, I: 446) bertepatan pada tanggal 12 Rabiul Awwal dan menurut Syibli Numani (Siratun Nabi,1970, I: 311) bertepatan pada tanggal 8 Rabiul Awwal, dimana Nabi Muhammad Saw. telah sampai di pinggiran kota Madinah, tepatnya di pemukiman Bani Amr bin Auf yang terkenal dengan nama Quba. Di Quba, Nabi saw berhenti dan singgah beberapa hari di rumah salah satu tokohnya, yaitu Kultsum bin Hidam. Sementara, Abu Bakar tinggal di rumah Khabib bin Isaf dari Bani Al-Harts Khazraj (Sirah Ibnu Hisyam, 2000, I: 446-7). Tidak lama setelah Nabi sampai di Quba, Ali yang sebelumnya ditinggalkan di Makkah datang menyusul dan bergabung. Di dalam Sirah Ibnu Hisyam (2000, I: 447) dijelaskan bahwa Nabi saw tinggal di Quba selama empat hari, yaitu sejak Senin sampai Kamis, kemudian hari Jumat melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Hanya saja, orang-orang Bani Amr bin Auf menyatakan bahwa Nabi saw tinggal di Quba sekitar dua pekan. Selama tinggal di Quba, Nabi saw dibantu para sahabat dari Bani Amr bin Auf membangun masjid yang pertama. Masjid itu dibangun di tanah milik dari keluarga Kultsum bin Hidam.

Masjid yang kemudian diberi nama masjid Quba itu dibangun dalam keadaan yang relatif sederhana. Pada awalnya, masjid Quba hanya merupakan pelataran atau tanah lapang berbentuk persegi panjang, yang di pojok-pojoknya dipancangkan tiang-tiang. Masing-masing tiang dikaitkan, sehingga membentuk bangunan ruangan yang masih belum berdinding. Atapnya dibuat dari pelepah daun kurma yang dicampur tanah liat. Begitu juga, dengan lantainya dibuat dari pelepah daun kurma. Selanjutnya, di sisi ruangan mulai dibangun dinding yang terbuat dari batu bata tanah liat (Omar Amin Hoesin, 1981: 197). Pembangunan masjid Quba membutuhkan waktu selama empat hari. Setelah pembangunannya selesai, Nabi saw melaksanakan shalat di masjid tersebut bersama-sama para sahabatnya. Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa shalat berjamaah yang dilakukan itu adalah shalat Jumat. Oleh karena itu, shalat Jumat di masjid Quba itu kemudian dipandang sebagai shalat jumat pertama yang dilakukan Nabi saw (Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, 2005, 222-3). Hanya saja, Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa shalat Jumat yang pertama bukan dilakukan di masjid Quba, tapi di masjid Bani Salim bin Auf, tepatnya di lembah Ranuna (Sirah Ibnu Hisyam, 2000, I: 447). Setelah dirasa cukup tinggal di Quba dan pembangunan masjid telah usai, pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awwal atau 24 September tahun 622, setelah shalat Jumat (ada yang menyebut pada pagi hari, sehingga ketika masuk waktu shalat Jumat Nabi saw baru sampai di Lembah Ranuna dan shalat Jumat di masjid yang ada di Lembah itu/Bani Salim), Nabi saw melanjutkan perjalanannya menuju Madinah. Pembuatan kiblat masjid ini dilakukan dua kali, yakni saat pertama ketika kiblatnya menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina, dan kemudian menghadap ke Baitullah di Makkah. Perlu diketahui bahwa pada awalnya, kiblat untuk menghadapkan wajah umat Islam tatkala shalat adalah ke arah Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) di Jerussalem. Hanya saja, Nabi saw merasa kurang mantap jika shalat harus menghadap ke arah Baitul Maqdis, khususnya setelah berada di Madinah. Pada bulan Rajab (sumber lain menyebut bulan Syaban), turunlah wahyu (Q.s. Al-Baqarah [2]: 144) yang memerintahkan Nabi saw mengubah arah kiblat shalatnya dari Baitul Maqdis menuju ke Baitullah Kabah. Ada dua versi terkait dengan tempat peristiwa turunnya wahyu perubahan arah kiblat shalat. Pertama, versi ini menyebutkan bahwa perintah perubahan arah kiblat shalat itu turun tatkala Nabi saw sedang melaksanakan shalat Dzuhur di masjid Bani Salimah. Nabi saw menerima wahyu itu tatkala telah masuk pada rakaat ketiga. Untuk itu, disebutkan bahwa pada dua rakaat pertama, Nabi saw shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis, sedangkan pada dua rakaat yang terakhir menghadap ke arah Baitullah Kabah di Masjidil Haram. Dengan begitu, masjid ini dalam sejarahnya kemudian memiliki dua mihrab sehingga di sebut dengan nama Masjid Kiblatain (Harun Nasution dkk, 1992, 648-9).

Kedua, versi ini menyebutkan bahwa wahyu tentang perintah perpindahan arah kiblat shalat itu memang turun ketika Nabi saw sedang mengerjakan shalat Dzuhur di Masjid bani Salimah. Hanya saja, ketika waktu shubuh berikutnya tiba, ternyata masyarakat Quba belum tahu jika ada perpindahan arah kiblat. Untuk itu, mereka tetap shalat menghadap ke Baitul Maqdis. Ketika memasuki rakaat yang kedua, datang salah seorang sahabat yang ikut shalat dzuhur bersama Nabi saw ketika perintah perpindahan arah kiblat itu turun. Begitu tahu bahwa, masyarakat Quba masih shalat menghadap kearah Baitul Maqdis, sahabat itu berseru bahwa arah kiblat shalat telah dirubah menghadap ke Baitullah Kabah. Untuk itu, jamaah pun mengganti arah kiblat menuju ke arah Baitullah Kabah (Imam Muhammad Asy-Syaukani, terj. 1970, II: 323-4). Tidak terlalu lama menempuh perjalanan dari Lembah Ranuna akhirnya Nabi saw, Abu Bakar, dan Ali dengan disertai sahabat-sahabat yang lain sampai di kota Madinah. Di gerbang kota Madinah, Nabi disambut dengan suka cita oleh penduduk setempat. Seperti halnya ketika memasuki pemukiman Quba, pada saat memasuki kota Madinah, Nabi saw segera memikirkan perlunya dibangun masjid sebagai basis kehidupan umat Islam. Untuk itu, segera dicari tempat yang representatif sebagai tempat dibangun masjid. Atas petunjuk onta yang dinaiki Nabi saw, akhirnya terpilihlah tanah milik dua anak yatim bersaudara, Sahal dan Suhail, sebagai lahan untuk pembangunan masjid pertama di kota Madinah. Di tanah itulah kemudian dibangun rumah Nabi saw dan sekaligus masjid Nabi yang kemudian dikenal dengan nama masjid Nabawi (Sirah Ibnu Hisyam, 2000, I: 448-9).F. Sejarah Perkembangan Arsitektur Masjid Quba

Masjid Quba yang menjadi pilar pembangunan masjid ketika itu dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang relatif sederhana, apa adanya, yaitu dari batu tanah liat, pohon kurma dan pelepah daun kurma serta daun kurma itu sendiri. Dengan bahan-bahan yang seperti itu, maka dapat dibayangkan betapa sederhananya Masjid Quba ketika itu. Oleh karena bentuknya dan bahannya yang sederhana itu, maka jika terjadi hujan airnya pun masuk dan membasahi masjid. Untuk itu, jika pada waktu shalat tiba dan ternyata terjadi hujan, maka Nabi saw memerintahkan kepada Bilal agar menyerukan adzan dengan seruan supaya umat Islam shalat di rumah masing-maing. Mengapa demikian? Karena masjidnya masih belum memungkinkan digunakan untuk shalat ketika terjadi hujan.

Seiring dengan perjalanan waktu, maka dinamika pembangunan masjid mengalami perkembangan. Masjid Quba pun kian hari kian disempurnakan sehingga representatif sebagai pusat peribadatan dan interaksi sosial dalam segala keadaan. Mulailah dibuat dinding yang lebih kokoh dan atap yang semakin rapat. Meski demikian, sampai Nabi saw wafat. nilai artistik pembangunan masjid belum terpikirkan. Secara desainnya, masjid tetap masih sederhana. Memasuki masa Khulafa ar-Rasyiddin, persoalan nilai artistik masjid mulai diperhatikan. Dilakukanlah berbagai upaya untuk mendesain masjid agar terlihat indah dan menarik sehingga menyejukkan dan mengkhusyukan orang yang memasukinya Dari situlah mulai muncul upaya mendesain masjid dengan nilai artistik yang seindah mungkin.

Masjid Quba di masa pemerintahan Utsman bin Affan, diperbaiki karena rusak berat. Lantas ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Gubernur Madinah, di masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik (penguasa ke-7 Dinasti Umawiyyah di Suriah), ia memugar kembali masjid ini, di samping melengkapinya dengan sebuah menara. Sederet perbaikan, pemugaran, dan perluasan selanjutnya terus dilaksanakan oleh para penguasa Muslim. Antara lain oleh Sultan Al-Asyraf Saif Al-Din Qait-Bey dari Dinasti Mamluk. Pada 888 H/1580 M, masjid tersebut dibangun kembali seluruhnya dan dilengkapi dengan sebuah mimbar baru dari pualam. Mimbar tersebut kemudian diganti dengan mimbar (terkenal dengan sebutan Mimbar Masjid Raya) yang dihadiahkan sang sultan pada Masjid Nabawi dketika Sultan Murad III, penguasa ke-13 Dinasti Usmaniyyah berkuasa di Turki, menghadiahkan sebuah mimbar indah pada Masjid Nabawi.

Adapun menara dan kubah Masjid Quba dewasa ini berasal dari masa pemerintahan Dinasti Usmaniyyah di Turki. Kemungkinan besar menara tersebut dibuat pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II, tepatnya pada 1245 H/1825 M. Pembangunan menara tersebut dilakukan di bawah pimpinan Muhammad Ali, gubernur Mesir kala itu, dan para insinyur dan tukang batu dari Mesir. Pembangunan tersebut baru rampung pada masa pemerintahan putra sang sultan: Abdul Majid. Sedang pendapat yang menyatakan bahwa bangunan kecil yang terdapat dalam shahn merupakan lokasi pemberhentian unta Rasulullah saw ketika pertama kali memasuki Madinah adalah tidak benar. Masjid Quba dewasa ini, selepas dipugar dan diperluas oleh Raja Faisal bin Abdul Aziz pada 1388 H/1968 M dan dipugar dan diperluas lagi oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz pada 1405 H/1985 M. Dengan mengutip buku berjudul Sejarah Madinah Munawarah yang ditulis Dr Muhamad Ilyas Abdul Ghani, masjid Quba ini direnovasi dan diperluas dengan menelan biaya sebesar 90 juta riyal yang membuat masjid ini memiliki daya tampung hingga 20 ribu jamaah. Bentuknya yang ada dewasa ini merupakan bentuk masjid tersebut ketika diperbarui oleh Umar bin Abdul Aziz.

.Di sisi selatan masjid dibuat galeri terbuka dengan deretan tiang-tiang. Sedangkan di sisi sebelah utara terdapat dua serambi bertiang. Di sisi timur dan barat terdapat tempat terbuka dengan dinding tembok yang bagian atasnya berjejer kubah-kubah. Di sini ada enam kubah besar, masing-masing berdiameter 12 meter, serta 56 kubah kecil yang masing-masing berdiameter enam meter. Kubah-kubah tersebut ditopang oleh pilar-pilar beton yang sangat kokoh. Sementara lantai halaman (tempat terbuka) tadi, dihampari marmer yang anti panas. Kompleks masjid ini memiliki luas 135.000 meter persegi. Masjid yang memiliki empat menara setinggi 47 meter itu memiliki ruang shalat utama seluas 5.035 meter persegi. Masjid ini sebelum diperluas hanya memiliki luas 1.200 meter persegi. Di kompleks masjid ini terdapat kantor, pertokoan dan ruang tamu. Kompleks masjid juga dilengkapi dengan tempat tinggal Imam dan Muadzin.Masjid ini memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu terdapat tiga pintu utama dan 16 pintu. terdiri dari tiga pintu utama. Tiga pintu utama berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jamaah ke dalam masjid. Dua pintu diperuntukkan untuk masuk para jamaah laki-laki sedangkan satu pintu lainnya sebagai pintu masuk jamaah perempuan. Diseberang ruang utama mesjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn, terdapat sebuah sumur tempat wudhu.BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULAN

Dari uraian di atas telah dijelaskan bahwa masjid sebagai tempat ibadah umat Islam, terutama dalam melaksanakan shalat 5 waktu secara berjamaah, juga memiliki peran strategis dalam pembinaan ukhuwah islamiyah dan masyarakat pada umumnya, serta memiliki peranan utama dalam melestarikan shalat berjamaah. Fungsi masjid yang sebenarnya adalah sebagai tempat pusat ibadah dan kebudayaan islam. Sedangkan ibadah di dalam agama islam mencakup ( 1 ) Hubungan manusia dengan Tuhan, yang berwujud : salat, itikaf dan lain-lain; (2) Hubungan manusia dengan manusia, yang berwujud : Zakat, fitrah, nikah, dan lain-lain; ( 3 ) Hubungan manusia dengan dirinya, yang berwujud : mencari ilmu, mengaji, dan lain-lain; ( 4 ) Hubungan manusia dengan alam, yang berwujud : memelihara, memanfaatkan dan tidak merusak alam, dan lain-lain

Adapun kesimpulan dari Uraian diatas adalah:1. Jejak pembangunan Masjid Quba tidak dapat dilepaskan dari persitiwa hijrah yang dilakukan Nabi saw dari kota Makkah menuju Yatsrib(Madinah). Begitu menerima wahyu yang mengizinkannya untuk berhijrah, dengan didampingi Abu Bakar, Nabi saw segera melakukan perjalanan hijrahnya. Setelah melakukan perjalanan yang cukup menegangkan, akhirnya Nabi saw dan Abu Bakar dapat keluar dari kota Makkah tepatnya di pemukiman Bani Amr bin Auf yang terkenal dengan nama Quba. Di Quba ( Madinah ), Nabi saw berhenti dan singgah beberapa hari di rumah salah satu tokohnya, yaitu Kultsum bin Hidam.Selama tinggal di Quba, Nabi saw dibantu para sahabat dari Bani Amr bin Auf membangun masjid yang pertama. Masjid itu dibangun di tanah milik dari keluarga Kultsum bin Hidam. Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah saw. pada tahun 1 Hijriyah di Quba, sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Madinah pada hari Senin tanggal 22 September tahun 622 M yang dibangun di tanah milik dari keluarga Kultsum bin Hidam. Pada awalnya, masjid Quba hanya merupakan pelataran atau tanah lapang berbentuk persegi panjang, yang di pojok-pojoknya dipancangkan tiang-tiang. Masing-masing tiang dikaitkan, sehingga membentuk bangunan ruangan yang masih belum berdinding. Atapnya dibuat dari pelepah daun kurma yang dicampur tanah liat. Begitu juga, dengan lantainya dibuat dari pelepah daun kurma. Selanjutnya, di sisi ruangan mulai dibangun dinding yang terbuat dari batu bata tanah liat (Omar Amin Hoesin, 1981: 197). Pembangunan masjid Quba membutuhkan waktu selama empat hari. Setelah pembangunannya selesai, Nabi saw melaksanakan shalat di masjid tersebut bersama-sama para sahabatnya. Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa shalat berjamaah yang dilakukan itu adalah shalat Jumat. Pembuatan kiblat masjid ini dilakukan dua kali, yakni saat pertama ketika kiblatnya menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina, dan kemudian menghadap ke Baitullah di Makkah2. Masjid Quba yang menjadi pilar pembangunan masjid ketika itu dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang relatif sederhana, apa adanya, yaitu dari batu, tanah liat, pohon kurma dan pelepah daun kurma serta lantainya dari daun kurma itu sendiri. Seiring dengan perjalanan waktu, maka dinamika pembangunan masjid mengalami perkembangan. Masjid Quba pun kian hari kian disempurnakan sehingga representatif sebagai pusat peribadatan dan interaksi sosial dalam segala keadaan. Masjid Quba di masa pemerintahan Utsman bin Affan, diperbaiki karena rusak berat. Lantas ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Gubernur Madinah, di masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik (penguasa ke-7 Dinasti Umawiyyah di Suriah), ia memugar kembali masjid ini, di samping melengkapinya dengan sebuah menara. Sederet perbaikan, pemugaran, dan perluasan selanjutnya terus dilaksanakan oleh para penguasa Muslim. Antara lain oleh Sultan Al-Asyraf Saif Al-Din Qait-Bey dari Dinasti Mamluk. Pada 888 H/1580 M, masjid tersebut dibangun kembali seluruhnya dan dilengkapi dengan sebuah mimbar baru dari pualam. Mimbar tersebut kemudian diganti dengan mimbar (terkenal dengan sebutan Mimbar Masjid Raya) yang dihadiahkan sang sultan pada Masjid Nabawi ketika Sultan Murad III, penguasa ke-13 Dinasti Usmaniyyah berkuasa di Turki. Adapun menara dan kubah Masjid Quba dewasa ini berasal dari masa pemerintahan Dinasti Usmaniyyah di Turki. Kemungkinan besar menara tersebut dibuat pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II, tepatnya pada 1245 H/1825 M. Pembangunan menara tersebut dilakukan di bawah pimpinan Muhammad Ali, gubernur Mesir kala itu, dan para insinyur dan tukang batu dari Mesir. Masjid Quba dewasa ini, selepas dipugar dan diperluas oleh Raja Faisal bin Abdul Aziz pada 1388 H/1968 M dan dipugar dan diperluas lagi oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz pada 1405 H/1985 M dengan menelan biaya sebesar 90 juta riyal yang membuat masjid ini memiliki daya tampung hingga 20 ribu jamaah. Di sisi selatan masjid dibuat galeri terbuka dengan deretan tiang-tiang. Sedangkan di sisi sebelah utara terdapat dua serambi bertiang. Di sisi timur dan barat terdapat tempat terbuka dengan dinding tembok yang bagian atasnya berjejer kubah-kubah. Di sini ada enam kubah besar, masing-masing berdiameter 12 meter, serta 56 kubah kecil yang masing-masing berdiameter enam meter. Kubah-kubah tersebut ditopang oleh pilar-pilar beton yang sangat kokoh. Sementara lantai halaman (tempat terbuka) tadi, dihampari marmer yang anti panas. Kompleks masjid ini memiliki luas 135.000 meter persegi. Masjid yang memiliki empat menara setinggi 47 meter itu memiliki ruang shalat utama seluas 5.035 meter persegi. Masjid ini sebelum diperluas hanya memiliki luas 1.200 meter persegi. Bentuknya yang ada dewasa ini merupakan bentuk masjid tersebut ketika diperbarui oleh Umar bin Abdul Aziz. Masjid ini memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu terdapat tiga pintu utama dan 16 pintu. Tiga pintu utama berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jamaah ke dalam masjid. Dua pintu diperuntukkan untuk masuk para jamaah laki-laki sedangkan satu pintu lainnya sebagai pintu masuk jamaah perempuan. Diseberang ruang utama mesjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn, terdapat sebuah sumur tempat wudhu.LAMPIRAN

Gambar menara masjid Quba dilihat dari sebelah utara.

Gambar menara masjid Quba dilihat dari

sebelah barat

Gambar menara masjid Quba dilihat dari

sebelah timur

Halaman belakang Masjid qubaDAFTAR PUSTAKAIr. Zein Wiryoprawiryo, IAI.1986. Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur. Surabaya : PT Bina Ilmu.http://id.wikipedia.org/wiki/Masjidhttp://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Qubahttp://masjidtamanmelati.wordpress.com/2009/08/03/sejarah-masjid-masjid-bersejarah/http://majalah-alkisah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=422:keistimewaan-spiritual-masjid-quba&catid=29:baitullah&Itemid=38http://suara-muhammadiyah.com/2010/?p=414http://suara-muhammadiyah.com/2010/?p=1568http://suara-muhammadiyah.com/2010/?p=1489 HYPERLINK "http://www.bima" www.bimasislam.com : bangunan awal masjid,diakses pada tanggal 6 juni 2010 pukul 19.16

HYPERLINK "http://www.wikipedia.co.id" www.wikipedia.co.id: masjid, diakses pada tanggal 6 juni 2010 pukul 20.10

HYPERLINK "http://www.wikipedia.co.id" www.wikipedia.co.id: masjid, diakses pada tanggal 6 juni 2010 pukul 20.15

www.suara-muhammadiyah.com: Masjid Quba ,QUBAH DAN MENARA MASJID (2)+simbol+keagungan+dan+keindahan+Peradaban+Islam diakses pada tanggal 06 Juni 2010, pada pukul 20.20

www.suara-muhammadiyah.com: Masjid Quba, Pilar Peribadatan dan Peradaban Islam diakses pada tanggal 06 Juni 2010, pada pukul 20.20

www.pelita.com Nabi+Muhammad+Arsitek+Masjid+Quba+diMadinah

PAGE 15