8
BAB III DISKUSI 3.1 Rehabilitasi Mental Intervensi yang dirancang untuk membantu penderita yang mengalami ketidakmampuan/disabilitas karena penyakit jiwa, dengan memperbaiki fungsi dan kualitas hidup mereka agar memperoleh keterampilan dan dukungan yang diperlukan untuk memerankan orang dewasa dalam lingkungan pilihan mereka. 3.2 Definisi ECT ECT (Electro Convulsive Terapy) adalah tindakan dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Terapi elektrokonvulsif menginduksi kejang grand mal secara buatan dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau kedua pelipis. ECT merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang

BAB III.pembahasan ECT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

poiuy

Citation preview

Page 1: BAB III.pembahasan ECT

BAB III

DISKUSI

3.1 Rehabilitasi Mental

Intervensi yang dirancang untuk membantu penderita yang mengalami

ketidakmampuan/disabilitas karena penyakit jiwa, dengan memperbaiki fungsi

dan kualitas hidup mereka agar memperoleh keterampilan dan dukungan yang

diperlukan untuk memerankan orang dewasa dalam lingkungan pilihan mereka.

3.2 Definisi ECT

ECT (Electro Convulsive Terapy) adalah tindakan dengan menggunakan

aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.

Terapi elektrokonvulsif menginduksi kejang grand mal secara buatan dengan

mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau kedua

pelipis. ECT merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik

digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus

tersebut cukup untuk menimbulkan kejang gran mal, yang darinya diharapkan

efek yang terapeutik tercapai.

3.3 Indikasi ECT

Indikasi dilakukannya ECT antara lain,

1. Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon terhadap

antidepresan atau yang tidak dapat meminum obat. Gangguan afek yang berat:

Page 2: BAB III.pembahasan ECT

pasien dengan gangguan bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik

dengan ECT. Pasien dengan gejala vegetatif yang jelas cukup berespon.

2. Pasien dengan bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima

pengobatan untuk mencapai efek terapeutik.

3. Ketika efek samping Electro Convulsive Therapy yang diantisipasi

kurang dari efek samping yang berhubungan dengan blok jantung, dan selama

kehamilan.

4. Gangguan skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited

memberikan respons yang baik dengan ECT. Cobalah antipsikotik terlebih

dahulu, tetapi jika kondisinya mengancam kehidupan (delyrium hyperexcited),

segera lakukan ECT.

3.4 Kontraindikasi ECT

Tidak ada kontraindikasi yang mutlak. Pertimbangan lebih berarti agar

pasien mendapatkan terapi psikofarmaka ataupun ECT. Secara garis besar dibagi

dua, yaitu :

1. Resiko sangat tinggi:

a) Peningkatan tekanan intrakranial (karena tumor otak, infeksi sistem

saraf pusat),

b) Infark miokard.: ECT sering menyebabkan aritmia berakibat fatal

2. Resiko sedang:

a) Osteoatritis berat, osteoporosis, atau fraktur yang baru, siapkan selama

terapi (pelemas otot) dan ablasio retina.

Page 3: BAB III.pembahasan ECT

b) Penyakit kardiovaskuler (misalnya hipertensi, angina, aneurisma,

aritmia), berikan premedikasi dengan hati-hati, dokter spesialis jantung

hendaknya ada disana.

c) Infeksi berat, cedera serebrovaskular, kesulitan bernafas yang kronis,

ulkus peptik akut, feokromasitoma.

3.5 Prosedur Pelaksanaan

1. Persiapan

Persiapan Pasien:

Sebelum ECT dilakukan, pasien perlu dipersiapkan dengan cermat

meliputi:

Pemeriksaan fisik dan kondisi pasien (jantung, paru, tulang, otak)

Informed consent

Pasien harus puasa minimal 6 jam sebelum ECT dilakukan

Persiapkan pasien agar agar tidak takut dengan mengalihkan

perhatian, atau dengan pemberian premedikasi

Perhiasan, jepit rambut, atau gigi perlu dilepas terlebih dahulu

Bantuan perawat untuk mencegah terjadinya luksasi/fraktur saat

terjadinya kejang

2. Persiapan alat:

Mesin ECT lengkap

Kasa basah untuk pelapis elektrode

Tabung dan masker oksigen

Penghisap lendir

Page 4: BAB III.pembahasan ECT

Obat-obat: coramine, adrenaline

Karet pengganjal gigi agar lidah tidak tergigit

Tempat tidur datar dengan alas papan

3. Pelaksanaan:

Pasien tidur terlentang dengan pakaian longgar

Bantalan gigi dipasang

Perawat memegang rahang bawah/kepala, bahu, pinggul, dan lutut

Dokter memberikan aliran listrik melalui 2 elektrode yang

ditempelkan dipelipis

Akan terjadi kejang tonik terlebih dahulu, diikuti kejang klonik dan

kemudian akan terjadi fase apneu beberapa saat sebelum akhirnya

bernapas kembali seperti biasa. Fase apneu ini sangat penting diperhatikan

dan tidak boleh terlalu lama.

4. Pengawasan pasca ECT:

Penting dilakukan pengawasan karena pasien biasanya masih

belum sadar penuh

Kondisi vital kembali seperti semula, biasanya pasien tertidur.

Kadang-kadang dapat juga pasien menjadi gelisah dan bergerak

tidak menentu seperti delirium. Pada fase ini perlu diawasi sampai

kesadaran penuh kembali.

Setelah sadar, pasien biasanya bingung dan mengalami disorientasi bahkan

amnesia. Perlu distimulasi dengan cara mengajak komunikasi, membantu

Page 5: BAB III.pembahasan ECT

memulihkan orientasidan ingatannya secara bertahap. Berikan suasana tenang dan

nyaman.

Prosedur Pelaksanaan ECT di RSJ Cisarua antara lain,

Pemasangan monitor

Pemasangan alat elektroda untuk ECT

Pemasangan saturasi O2

Pemasangan INT dan tensimeter

Berikan SA 0,25 mg

Masukan obat anestesi

Pasang spatel agar tidak tergigit

Lakukan ECT dengan monitor

Pasien tidur terlentang tanpa bantal dengan pakaian longgar, bantalan gigi

terpasang, perawat memegang rahang bawah/kepala, bahu pinggul dan lutut.

Dokter memberikan aliran listrik melalui 2 elekrode yang ditempelkan dipelipis.

Akan terjadi kejang tonik terlebih dahulu kemudian kejang klonik lalu terjadi

apneu beberapa saat sampai akhirnya pasien dapat bernapas kembali seperti biasa.

Fase apneu ini perlu diperhatikan karena tidak boleh terlalu lama.