Upload
lebao
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
52
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PERAN AKUNTANSI SYARI’AH
PADA BNI SYARI’AH CABANG SEMARANG
4.1. Analisis Terhadap Implementasi Akuntansi Syari’ah Pada BNI
Syari’ah Cabang Semarang
Pepatah mengatakan ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah,
begitu pula teori tanpa adanya praktek adalah nonsense. Oleh karena itu
dalam bab ke empat ini akan dibahas analisis terhadap pelaksanaan
akuntansi syari’ah yang diterapkan pada Bank BNI Syari’ah cabang
Semarang.
Dalam praktik ekonomi kebutuhan informasi akuntansi tidak dapat
dibantah, begitupun dalam praktik ekonomi syari’ah. Namun demikian, pada
saat ini kiranya para ekonom muslim dapat sedikit lega karena dalam tataran
akuntansi –terutama akuntansi syari’ah- telah ada, yang paling tidak bisa
membuat sebuah rujukan atau referensi bagi akuntan muslim pada umumnya
dan para akuntan perbankan syari’ah khususnya. Fenomena ekonomi
syari’ah bagaimanapun juga akan tetap membutuhkan standar akuntansi dan
konvensi-konvensi akuntansi lainnya, dengan begitu masih ada kekurangan
yang perlu di sempurnakan. Setidaknya kebutuhan terhadap standar
akuntansi perbankan syari’ah sebagian telah terpenuhi dengan
diterbitkannya PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syari’ah,
meskipun masih ada kekurangan yang perlu disempurnakan.
53
Tujuan diberlakukannya akuntansi syari’ah tidak lain adalah untuk
menciptakan keadilan, kesejahteraan (sosial maupun ekonomi) dan
melindungi hak milik masyarakat. Bank BNI Syari’ah Cabang Semarang
sebagai salah satu bank yang berasaskan syari’ah tentunya dituntut mampu
menciptakan tujuan tersebut, oleh karena itu dituntut juga untuk
menggunakan sistem dan operasional secara syari’ah pula, termasuk di
dalamnya akuntansi. Akuntansi perbankan secara umum memang sudah ada
dalam PSAK No. 31 tahun 2000 dan PSAK lainnya yang mengatur tentang
akuntansi, baik akuntansi biaya, akuntansi rugi/laba, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah diuraikan di dalam bab III bahwa BNI Syari’ah
cabang Semarang mempunyai beberapa produk diantaranya adalah
Tabungan Syariah Plus, Murabahah, mudharabah dan lain-lain. Secara
umum proses akuntansi Bank BNI Syari’ah cabang Semarang sebagai
berikut :
setiap hari dicatat dalam setiap hari dicatat dalam
disusun
disiapkan
Dokumentasi Dasar Intern-Ekstern
Buku Jurnal Buku Besar Sub Buku Besar
Neraca Lajur
Laporan Keuangan
54
Menurut data yang Penulis dapat, jenis akuntansi yang digunakan di
BNI Syari’ah Cabang Semarang adalah berupa cash basis,1 yaitu akuntansi
berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain diakui ketika kas diterima
atau dibayarkan.2 Basis kas ini tentunya dapat mengukur kinerja keuangan
PT. Bank Negara Indonesia (BNI) Syari’ah Cabang Semarang yaitu untuk
mengetahui perbedaan antara penerimaan kas dan pengeluaran kas dalam
suatu periode. Karena dengan akuntansi yang berjenis Basis kas (cash basis)
tersedia informasi mengenai sumber dana yang dihasilkan selama satu
periode, penggunaan dana dan saldo kas pada tanggal pelaporan atau pada
kenyataannya (tanpa ada perkiraan), maka model pelaporan keuangan dalam
basis kas berbentuk Laporan Penerimaan dan Pembayaran (Statement of
Receipts and Payment) atau Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement).3
Penerapan akuntansi syari’ah di BNI Syari’ah Cabang Semarang ini tidak
hanya sekedar teori, karena setelah adanya PSAK No. 59 semua cabang
yang ada (devisi bank syari’ah) ditraining di Jakarta dalam rangka
memperkaya khazanah ilmu akuntansi syari’ah secara praktek.4
Ada beberapa perbedaan yang mendasar antara akuntansi syari’ah
(BNI Syari’ah) dengan akuntansi konvensional (bank konvensional), yakni:
1 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staff Penyelia Unit Keuangan dan Umum
dan Bapak Madekun pada tanggal 29 April 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang
2 Untuk lebih mengetahui lebih jelas tentang cash basis lihat di http://www.iaiglobal.or.id/elib-iai/knowledge/knowledge_18.htm
3 Ibid atau lihat Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: (UPP) AMPYKPN, tt., hlm. 303.
4 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staff Penyelia Unit Keuangan dan Umum dan Bapak Madekun pada tanggal 29 April 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang
55
1. Dalam hal memperoleh keuntungan
Pada tataran operasional perbankan, ada beberapa perbedaan
yang sangat mencolok antara bank konvensional dan bank syari’ah yaitu
pada akuntansinya, yakni pada hal profitnya, kalau keuntungan yang
didapat bank konvensional adalah bunga maka keuntungan yang ada
pada bank syari’ah adalah dengan bagi hasil.5 Menurut Muslihun
keuntungan bank konvensional berdasarkan tingkat suku bunga, sedang
keuntungan dari bank syari’ah di dapat dari hasil investasi.6 Hal tersebut
seperti dikatakan oleh Bpk. Madekun bahwa bank BNI Syari’ah pada
dasarnya bukan memberikan pinjaman uang, akan tetapi memberikan
pinjaman barang walaupun tehnisnya akan memberikan uang tetapi
memakai akad wakalah.7
2. Dalam hal Hutang
Bank konvensional menggunakan prisinp hutang uang sedang
bank syari’ah (BNI Syari’ah) menggunakan prinsip hutang pengadaan
barang8. Kedua jenis hutang tersebut tentu berbeda, karena kalau hutang
yang terjadi karena pinjam-meminjam uang maka tidak boleh ada
5 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum
bersama Bapak Madekun pada tanggal 29 April 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
6 Muslihun berpendapat bahwa semua usaha yang ada pada bank syari’ah pada prinsipnya adalah investasi, lihat Muslihun, “Argumen-Argumen Baru Pro-kontra Bunga Bank”, Istinbath, Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam, Mataram: STAIN Mataram, no.2, vol.1, 2004, hlm.130-132.
7 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum bersama Bapak Madekun pada tanggal 27 Mei 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
8 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum
bersama Bapak Madekun pada tanggal 25 Mei 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
56
tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya
materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Sedang tambahan akibat
inflasi dan deflasi atau sesuatu yang tidak jelas tidak diperbolehkan.
Adapun hutang pengadaan barang ini diberbolehkan karena tidak
sebagaimana bunga yang ada di bank konvensional. Hutang pengadaan
barang ini harus jelas dalam akadnya, baik tentang harga pokoknya
maupun harga jual itu sendiri atas harga pokok barang ditambah
keuntungan yang disepakati. Namun harga jual yang telah disepakati
tersebut tidak boleh berubah karena akan masuk dalam kategori riba
fadl.9
3. Pencatatan dalam pos-pos
Perbedaan akuntansi syari’ah dan konvensional ini juga bisa
dilihat melalui penempatan catatan pada masing-masing pos yakni dalam
neraca gabungan BNI Syari’ah cabang Semarang. Dalam neraca tersebut
menunjukkan sesuatu yang berbeda terutama dalam pos beban/biaya,
yang dalam neraca tersebut terdapat beban operasional dan zakat. Hal ini
menunjukkan bahwa BNI Syari’ah ini termasuk lembaga Islam yang
mengeluarkan zakat yang mana tidak semua lembaga Islam itu ada
catatan zakat sebagai beban perusahaan tersebut. Hal ini berbeda sekali
dengan bank konvensional yang tidak ada beban zakat perusahaan.
Namun begitu tampaknya BNI Syari’ah cabang Semarang ini tidak ada
9 Muslihun, “Argumen-Argumen Baru Pro-kontra Bunga Bank”, Istinbath, Jurnal
Hukum dan Ekonomi Islam, Mataram: STAIN Mataram, no.2, vol.1, 2004, hlm.132-133.
57
jasa layanan infak, shodaqah dan zakat sehingga kalau melihat neraca
tersebut dalam pos aktiva tidak ada.10
Untuk lebih jelasnya dalam analisis ini penulis juga sedikit
menguraikan beberapa produk yang sering digunakan di BNI Syari’ah
cabang Semarang. Hal ini sengaja penulis batasi karena memang ada
produk Bank BNI Syari’ah cabang Semarang yang bagi masyarakat
belum siap untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada di
dalamnya11.
a. Tabungan Syari’ah Plus
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tabungan
syari’ah plus ini menggunakan bentuk mudharabah dimana pemilik
dana memberikan kebebasan kepada pengelola dalam pengelolaan
investasi,12 dengan begitu posisi Bank BNI Syari’ah adalah sebagai
Mudharib dan masyarakat (nasabah) sebagai shohibu al maal. Karena
Bank sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima disajikan dalam
neraca sebagai investasi tidak terikat, sedang metode bagi hasil yang
digunakan adalah metode profit sharing (bagi hasil).13 Hal tersebut di
atas memang sudah sesuai dengan syari’ah dan PSAK No. 59. Adapun
metode bagi hasil dalam PSAK No. 59 ada dua metode yakni:
10 Lihat data lampiran dari BNI Syari’ah Cabang Semarang tentang Neraca Gabungan per
xxx dalam rupiah. Lihat juga karya Taswan, Akuntansi Perbankan; Transaksi dalam Valuta Rupiah, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, 2003
11 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum bersama Bapak Madekun pada tanggal 25 Mei 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
12 Buku Sistem Operasional Perbankan Syari’ah Indonesia (BNI Syari’ah), 2004. 13 Ibid.
58
a) Bagi Hasil (profit Sharing) yang berarti dihitung dari pendapatan
setelah dikurangi beban yang berlaku dengan pengelolaan dana
mudharabah.
b) Bagi pendapatan (Revenue Sharing), yakni dihitung dari total
pendapatan pengelolaan Mudharabah.14
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil Revenue Sharing 100
60
35 25
Penjualan Harga pokok penjualan Laba Kotor Beban Laba rugi bersih 10 Profit Sharing
b. Murabahah
Murabahah merupakan transaksi yang sangat sering di lakukan
untuk melakukan pembiayaan daripada produk lainnya seperti
pembiayaan Mudharabah dan musyarakah. proses Murabahah di BNI
Syari’ah cabang Semarang sebagaimana telah diuraikan di bab
sebelumnya bahwa dalam pembiayaan murabahah ini berdasarkan
pesanan yang mengikat, yakni pembeli tidak dapat membatalkan
pesanannya. sedang harga yang disepakati adalah harga jual dan harga
beli diberitahukan pada pembeli (nasabah)15. Hal ini sesuai dengan
pendapat ulama fiqh modern yang berpendapat bahwa janji untuk
membeli barang tersebut bisa mengikat pemesan, karena bila nasabah
bisa membatalkan begitu saja maka akan sangat merugikan pihak bank,
14 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Standar Akuntansi Keuangan; Per 1 April2002,
Jakarta: Salemba Empat, 2002, hlm. 59.4-59.5. 15 Buku Sistem Operasional Perbankan Syari’ah Indonesia (BNI Syari’ah), 2004.
59
dengan begitu perjanjian tersebut adalah sah demi menghindari
Kemadharatan.16 Untuk lebih memperkuat rasa kepercayaan kepada
nasabah maka BNI Syari’ah juga meminta nasabah untuk menyediakan
Agunan.
Dalam pencatatannya, pada saat akad, piutang murabahah diakui
sebesar biaya perolehan aktiva murabahah ditambah keuntungan yang
disepakati pada akhir periode, laporan keuangan piutang murabahah
dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang
dikurangi penyisihan kerugian piutang. Sedang laba murabahah diakui
pada periode terjadinya, yakni dengan sistem cash basis17. Hal ini sesuai
dengan ketentuan yang ada dalam PSAK No. 59 Tentang Akuntansi
Perbankan Syari’ah.18
Perlu diketahui bahwa produk ini menggunakan prinsip jual beli,
jadi keuntungan yang didapat bukan atas bagi hasil akan tetapi dengan
adanya margin keuntungan19 dari hasil jual beli tersebut.20 Sebagaimana
yang ada dalam ketentuan syari’ah bahwa Bai’ al Murabahah adalah
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Untuk penghitungan margin keuntungan dalam produk ini
16 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: BI dan
Tazkia Institute, tt., Hlm. 148. 17 Wawancara dengan Bp. Subarno sebagai Staff Penyelia Unit Pemasaran Bisnis (1) BNI
Syari’ah Cabang Semarang pada tanggal 2 Mei 2005. 18 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), op,cit. hlm. 59.10. 19 Maksud daripada marjin keuntungan adalah persentase tertentu yang ditetapkan oleh
pihak bank baik pertahun perhitungan marjin keuntungan secara harian, maka jumlah hari dalam setahun ditetapkan 360 hari, perhitungan marjin keuntungan secara bulanan, maka setahun ditetapkan 12 bulan. Lihat Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet, 2004, hlm. 254.
20 Buku Sistem Operasional Perbankan Syari’ah Indonesia (BNI Syari’ah), 2004.
60
tidak begitu rumit, karena BNI Syari’ah biasanya menggunakan
murabahah-Bai bi al-Thaman al-Ajil (angsuran). Berikut contoh
perhitungan angsuran murabahah.21
Kebutuhan investasi 12.000.000,00 Modal Sendiri 4.000.000,00 Pembiayaan Bank 8.000.000,00 Jangka waktu 3 Tahun Expectasi margin 10.50% Effective Harga beli bank 8.000.000,00 Margin bank 2.520.000,0022 Harga jual bank 10.520.000,00 Angsuran perbulan 292.222,2223
Contoh kasus Murabahah-Bai bi al Thaman al Ajil:
Seorang nasabah yang bernama A mengajukan Pembiayaan Murabahah,
untuk pembelian sepeda. Harga sepeda motor seharga 12.000.000,00
kemudian ada kesepakatan untuk marjin keuntungan sebesar
2.000.000,00 dan penyelesaian pembiayaan selama 24 bulan dengan
demikian pembiayaan yang tanggung oleh Si-A adalah 12.000.000,00
ditambah keuntungan margin 2.000.000,00. jadi secara sistematisnya
adalah sebagai berikut:
Modal Pinjaman : 12.000.000,00
Marjin keuntungan : 2.000.000,00
Waktu Angsuran : 24 kali
Maka angsuran perbulannya : 12.000.000,00 + 2.000.000,00 : 24 bln
21 http://www.bni.co.id/produklayan/p_syariah.asp?section=2&sub=1 22 Berasal dari 8.000.000,00 X 10.50% = 84.000.000,00 X 3 tahun = 2.520.000,00 23 Harga jual bank di bagi 36 bln (3 tahun) = 10.520.000,00 : 36 = 292.222,22
61
: 583.333,33 (angsuran Modal 500.000,00 +
angsuran marjin 83.333,33)
Perhitungan seperti diatas menurut Muhammad sangat mudah karena
menggunakan akad Murabahah Bai Al-Thaman Al-Ajil.24
M. Syafi’i Antonio mencontohkan misal pembeli memesan
komputer yang kemudian pedagang tersebut membeli komputer dari
grosir dengan harga 10.000.000,00 kemudian ia menambahkan
keuntungan sebesar 750.000,00 dan ia menjual 10.750.000,00 pada
pembeli (pemesan) dan telah ada kesepakatan tentang lama biaya, besar
keuntungan yang akan diambil pedagang, baik dengan angsuran atau
kontan.25
Pengakuan angsuran harga jual yang terdiri dari harga pokok dan
angsuran marjin keuntungan, BNI Syari’ah Cabang Semarang
menggunakan metode marjin keuntungan flat26. Dalam pengakuan
angsuran Adiwarman Karim mengatakan bahwa ada empat metode
dalam angsuran:
1. Metode marjin Keuntungan menurun
2. Marjin keuntungan rata-rata
3. Marjin keuntungan flat
24 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: (UPP) AMPYKPN, tt., hlm. 116-
117. 25 Muhammad Syafi’i Antonio, op. cit., hlm. 145. 26 Marjin keuntungan flat adalah perhitungan marjin keuntungan terhadap nilai harga
pokok pembiayaan secara tetap dari suatu periode ke periode lainnya, walaupun baki debetnya menurun sebagai akibat dari adanya angsuran harga pokok.
62
4. Marjin keuntungan annuitas27
c. Pembiayaan Ijarah (Sewa-beli)
Seperti yang ada dalam bab III, bahwa ijarah ini ada 2 jenis yang
ditawarkan yakni Ijarah Bai al Takjiri, yang mana dengan melalui sewa
ini pada akhirnya bertujuan untuk pemindahan kepemilikan kepada
kepemilikan kepada penyewa. Istilah tersebut lebih dikenal dengan
Ijarah Muntahia bi al Tamlik. BNI Syari’ah Cabang Semarang biasanya
melakukannya dengan penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu
yang disepakati dalam akad. Sedang biaya perbaikan obyek sewa
ditangung pemilik obyek maupun penyewa sebanding dengan bagian
kepemilikan masing-masing di dalam obyek sewa.28
Pengakuan pelepasan obyek sewa dalam Ijarah Mutahia bi al-
Tamlik adalah sebagai berikut:
a) Perpindahan hak milik sebagian obyek sewa diakui jika seluruh
pembayaran sewa telah selesai dan penyewa membeli sebagian
obyek sewa.
b) Obyek sewa dikeluarkan dari aktiva pemilik obyek (bank) pada saat
terjadinya perpindahan hak.
27 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, Cet, 2004, hlm. 255. 28 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum
bersama Bapak Madekun pada tanggal 25 Mei 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
63
c) Kalau penyewa tidak melakukan pembelian objek sewa yang tersisa
maka akuntansinya adalah:
- Jika penyewa melakukan perjanjian untuk membeli objek sewa,
kemudian memutuskan untuk tidak membelinya, dan ternyata
nilai dari obyek sewa tersebut lebih rendah dari nilai wajar maka
selisihnya diakui sebagai piutang pemilik objek sewa kepada
penyewa.
- Kalau pembatalan pembelian objek sewa tanpa adanya janji,
maka objek sewa dinilai sebesar nilai wajar atau nilai buku, mana
yang lebih rendah. Jika nilai wajar objek sewa tersebut lebih
rendah dari nilai buku, maka selisihnya diakui sebagai kerugian
pada periode berjalan.
Dengan begitu keuntungan bank dalam produk ini (Pembiayaan Ijarah)
diperoleh dari margin keuntungan atas barang yang di sewakan
Dari ketiga produk tersebut yang masuk dalam pencatatan dalam
pos aktiva adalah pembiayaan murabahah dan pembiayaan ijarah, sedang
tabungan syari’ah pencatatannya masuk dalam pos pasiva sebagai dana
pihak ketiga.29
Perlu diketahui bahwa pencatatan atas semua transaksi keuangan
bank syari’ah juga berpedoman pada persamaan (keseimbangan)
sebagaimana yang berlaku pada umumnya yaitu30:
Harta/Aktiva = Kewajiban + Modal
29 Data lampiran BNI Syari’ah, loc. cit. 30 Taswan, Akuntansi Perbankan; Transaksi Dalam Valuta Rupiah, Edisi Revisi, UPP
AMP YKPN, 2003, hlm. 15.
64
Persamaan di atas adalah pedoman dalam setiap pencatatan transaksi
keuangan bank syari’ah. Harta atau yang lebih sering disebut aktiva ini
dapat dipahami sebagai sisi kiri yang dikenal dengan istilah Debit sedang
kewajiban dan modal dihapami sebagai sisi Kredit. Untuk lebih
memudahkan adalah sebagaimana berikut:
Aktiva/Debit = Kewajiban + Modal Harta Kredit
Dari uraian masing-masing produk di atas dalam pencatatannya
adalah dengan sistem cash basis (berbasis kas) yakni semua transaksi, baik
pendapatan maupun biaya itu dicatat atau diakui ketika kas diterima,
dengan begitu cash basis tidak menerima adanya perkiraan pendapatan
sebagaimana akuntansi yang berbentuk accrual basis (akrual) yang berarti
pendapatan harus diakui pada saat diperoleh dan biaya diakui pada saat
biaya terjadi tanpa memandang apakah kas tersebut sudah diterima atau
belum. Dengan begitu dalam pencatatannya bank tersebut telah mengakui
adanya perkiraan pendapatan.
Contoh Bpk. A mempunyai tanggungan pembiayaan kredit
12.000.000,00 pada bank dan diangsur selama 1 tahun (12 bulan yakni
mulai dari bulan Januari-Desember) yang telah mengangsur 3 bulan
(sampai bulan Maret) pada saat ini (Maret) dan akhir pembayaran kepada
bank tiap bulannya adalah tiap tanggal 10, sehingga ketika tutup buku
pada tiap tanggal 1 maka aktiva tersebut sudah diakui sebagai perkiraan
pendapatan. Jenis akuntansi ini biasanya digunakan oleh bank
konvensional.
65
Menurut Prayudi sistem accrual kurang pas dengan jiwa syari’ah
karena menempatkan pendapatan yang belum nyata dalam laporan
keuangan.31 Menurut Zen Assegaf penggunaan akuntansi dengan sistem
cash basis sangat cocok dengan karakteristik syari’ah Islam dan sesuai
dengan karakteristik bank syari’ah itu sendiri.32 Dengan begitu sistem
accrual basis (yang sering digunakan bank konvensional) berarti telah
mencatat sesuatu yang belum benar-benar nyata, walaupun tidak tahu
keadaan suatu perusahaan tersebut akan untung atau justru merugi
sebagaimana Firman Allah:
) 34:لقمان(وما تدرى نفس ماذا تكسب غدا ...
Artinya : “…dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang di usahakan besok” (Q.S. Lukman: 34)33
Menurut Syari’ah, perusahaan atau institusi bisnis yang
menerapkan transaksi yang mengandung unsur gharar tidak
diperbolehkan, karena syari’ah melarang dengan tegas semua transaksi
bisnis yang mengandung unsur ketidakpastian dalam segala bentuk
apapun.34 Dengan begitu semakin jelaslah bahwa akuntansi dengan
sistem cash basis ini sangat cocok untuk perbankan syari’ah karena
bagaimanapun juga perbankan syari’ah harus mampu menegakkan
ekonomi yang Islami, yakni sebagai mana yang ada pada prinsip-prinsip
31 Prayudi, Kebangkitan Akuntansi Kapitalis,
http://www.fatimah.org/artikel/bangkrut.htm 32 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum
pada tanggal 24 April 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
33 Mahmud Junus, Tarjamah Al-Qur’an Al-Karim, Bandung: PT. Al-Ma’arif, cet., Ke-6, 1997, hlm. 504
34 Adiwarman Karim, op.cit., hlm. 84
66
akuntansi syari’ah yakni pertanggungjawaban,35 prinsip keadilan36 dan
prinsip kebenaran.37 Ketiga hal tersebut harus terpenuhi karena itu
merupakan pondasi pokok sebuah akuntansi yang syar’i. Dengan
memakai sistem cash basis maka setidaknya telah memenuhi beberapa
prinsip yang ada, seperti keadilan dan kebenaran yang mana
akuntansinya (sistem kas) dicatat ketika transaksi terjadi dan tidak ada
istilah perkiraan pendapatan. Pada tatanan teknis operasional, akuntansi
syari’ah menjadi instrumen yang dapat digunakan sebagai informasi
akuntansi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan keputusan ekonomi.38 Jadi penerapan sistem cash basis
sangat fundamental. Seperti halnya bank syariah tidak bisa mengalami
negative spread39 karena menggunakan prinsip bagi hasil. Jadi kalau
sistem cash basis ini dihilangkan, ciri akuntansi syariah ikut hilang.40
Selain itu juga ada sebuah kaidah fiqh yang mengatakan bahwa
suatu kewajiban yang tidak sepurna dengan sesuatu yang lain maka
sesuatu yang lain itu juga menjadi wajib.
35 Yang berarti harus bisa memegang amanah baik insaniah maupun Ilahiah, karena
tanggung jawab seorang seorang muslim bukan hanya kepada manusia akan tetapi juga pada sang Khaliq, Lihat Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta: UPP AMPYKPN, tt, hlm. 282.
36 Dapat berarti bahwa semua transaksi harus di catat dengan benar, Ibid. 37 Karena dalam akuntansi akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran
dan pelaporan maka diperlukan adanya kebenaran, Ibid. 38 Muhammad, Pengantar Akuntansi Syari’ah, Jakarta: PT. Salemba Empat, Cet. Ke-1,
2002, hlm. 128. 39 Yakni bila bunga dari peminjam ternyata lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban
bunga ke deposan maka bank harus menambahi sendiri. 40 Prayudi, loc, cit.
67
41مااليتم الواجب االبه فهو واجبArtinya: "Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali disertai
dengan sesuatu yang dapat mewujudkan terlaksananya kewajiban itu, maka sesuatu itu wajib juga"
Jadi menurut penulis menggunakan sistem cash basis itu
diharuskan apabila tanpa itu, sistem ekonomi Islam (akuntansi syari’ah)
tidak sempurna. Hal ini juga hampir sama dengan kaidah fiqh yang
mengatakan االمربشئ امر بوسائله (perintah menjalankan sesuatu perbuatan
berarti perintah juga kepada perkara yang menjadi wasilahnya perbuatan
tersebut).42
4.2. Analisis Terhadap Signifikansi Akuntansi Syari’ah Terhadap
Operasional di BNI Syari’ah Cabang Semarang
Sebuah perusahaan, organisasi atau lembaga keuangan tentunya
membutuhkan manajemen yang baik untuk bisa mengembangkan produk
dan keuntungannya. Salah satu alat guna menunjang perkembangan
ekonomi perbankan syari’ah adalah dengan menggunakan akuntansi dengan
baik dan benar, karena fungsi daripada akuntansi tersebut adalah
memberikan informasi guna pengambilan keputusan. Selain itu akuntansi
sangat di butuhkan baik untuk kalangan internal (bank) maunpun eksternal
(pihak-pihak yang membutuhkan), karena dengan adanya akuntansi, setiap
transaksi akan dicatat, dibukukan secara sistematis yang dapat di pahami
oleh semua instansi yang terkait karena memang sudah ada ketentuan dan
41 Abdu al Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah, Jakarta: Sa’adiyah Putra, tt., hlm. 41. 42 Abdu al Hamid Hakim, AlBayan, Jakarta: Sa’adiyah Putra, Juz 2, tt., hlm. 41.
68
peraturan yang mengatur tentang bagaimana pengakuan, pengukuran,
penyajian dan pengungkapan setiap transaksi yang ada kaitannya dengan
segala akitivitas sebuah lembaga keuangan atau bank tersebut. Bank
konvensional menganggap bahwa akuntansi itu penting untuk sebuah
lembaga keuangan yang mengelola dana masyarakat, karena dengan adanya
akuntansi sangat membantu dalam membuat keputusan serta untuk
mengetahui keadaan kas yang ada pada saat itu. Dengan hal tersebut maka
timbul suatu pertanyaan, bagaimana dengan Bank Syari’ah? Apakah
akuntansi ini di pandang sebagai salah satu alat untuk membantu dalam
membuat keputusan? Dan apakah penting akuntansi (syari’ah) bagi
perbankan syari’ah?
Menurut PT. Bank Negara Indonesia (BNI) Syari’ah Cabang
Semarang, Akuntansi itu sangat dibutuhkan bagi lembaga keuangan (bank)
karena akuntansi akan mempermudah dalam mengaudit kinerja keuangan
yang ada di bank tersebut. BNI syari’ah yang notabenenya berasaskan
syari’ah maka juga sangat membutuhkan sebuah akuntansi yang sesuai
dengan konsep dan perilaku syari’at Islam, yaitu akuntansi syari’ah.
Menurut Bapak Zen Assegaf bahwa suatu hal yang membodohi sekaligus
lucu kalau sebuah lembaga keuangan yang mengklaim sebagai bank syari’ah
akan tetapi sistem dan operasionalnya tidak sesuai dengan syari’ah Islam.43
Islam menganjurkan pola konvensi yang moderat, yakni tidak
berlebihan dan tidak terlalu sedikit. Dalam ekonomi dapat berarti untuk
43 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum pada tanggal 29 April 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
69
mendorong terpupuknya surplus konsumsi dalam bentuk simpanan, yang
kemudian di pergunakan untuk membiayai investasi baik produk maupun
perdagangan. Menurut Pontjowinoto yang dinukil juga oleh Muslihun,
kegiatan investasi adalah kegiatan menempatkan uang (dana) pada sesuatu
(aktiva) yang diharapkan akan meningkatkan nilainya di masa mendatang.44
Jelasnya perbedaan mendasar antara investasi dan bunga adalah
kalau investasi adalah suatu transaksi yang mengandung resiko karena
transaksi tersebut memiliki unsur ketidakpastian, sehingga keuntungan yang
didapat tidak pasti, tergantung pada produktifitas kegiatan tersebut karena
dalam pencatatan bagi hasil (baik untung atau rugi) kedua belah pihak
menunggu hasil akhir dari apa yang di lakukan pengelola dana (mudharib)
sehingga diantara keduanya ada keseimbangan kalau nantinya akan
mendapat keuntungan besar atau kecil atau bahkan rugi. Hal ini
sebagaimana yang ada dalam perbankan syari’ah dan sesuai dengan ajaran
Islam, karena melakukan usaha produktif dan investasi dibolehkan selama
tidak keluar dari koridor ajaran Islam.
Sedang bunga atau membungakan uang adalah suatu kegiatan yang
kurang mengandung resiko karena keuntungan yang didapat relatif pasti dan
stagnan, hal ini dikarenakan dengan sistem bunga. Dengan sistem ini akan
terjadi ketidak seimbangan antara kedua belah pihak karena bagi pemilik
dana sudah dapat di pastikan keuntungannya sedang pengelola dana belum
mengetahui apakah usahanya akan untung atau rugi. Hal ini bertentangan
44 Muslihun, op. cit., hlm.131.
70
dengan teori ekonomi Islam yang tidak menghendaki al-ghunmu bila ghurmi
(keuntungan yang tidak disertai oleh resiko).45 Sistem akuntansi
konvensional atau kapitalis dari sono-nya memang didesain untuk
mendukung pemilik modal.
Di sinilah bedanya sistem akuntansi kapitalis dan Syari’ah dibangun.
Akuntansi Syari’ah bukan saja untuk melayani kepentingan stockholder, tapi
juga semua pihak yang terlibat atau stakeholder. Itu berarti ada upaya
melindungi kepentingan masyarakat yang terkait langsung maupun tidak
langsung.
Karena itu, Akuntansi Islam bukan melulu bicara angka. Sebaliknya,
domain akuntansi juga mengukur perilaku (behavior). Konsekuensinya,
akuntasi Islam menjadi mizan dalam penegakan ketertiban perdagangan,
pembagian yang adil, pelarangan penipuan mutu, timbangan, bahkan
termasuk mengawasi agar tidak terjadi benturan kepentingan antara
perusahaan yang bisa merugikan kalangan lain. Oleh karena itu dalam akhir
periode pelaporan Akuntansi di BNI Syari’ah di haruskan membuat
pernyataan / sumpah (dalam bentuk berita acara) bahwa apa yang di tulis itu
benar apa adanya, hal ini untuk memenuhi persyaratan
pertanggungjawabannya sebagai akuntan muslim.46
Apalagi setelah melihat beberapa perbedaan yang ada pada sisi
operasionalnya yang selalu mengedepankan sosial masyarakat dan harus
45 Muslihun, op.cit., hlm. 132. 46 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum
pada tanggal 29 April 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
71
dituntut untuk lebih baik dari pada hari kemarin serta tidak lupa untuk
mengeluarkan zakat.
Dengan begitu akuntansi syari’ah sangat dibutuhkan oleh lembaga
atau organisasi Islam terutama bagi perbankan syari’ah. Karena menurut
Imam Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Muhammad al-Musahamah bahwa
sesungguhnya seorang pedagang atau yang lain tidak dapat mengambil
keputusan secara benar atau mengeluarkan pemikiran yang tepat tanpa
bantuan data-data yang tercatat dalam buku.47
Kemudian apakah ada hambatan-hambatan dengan pihak lain setelah
BNI Syari’ah cabang Semarang menggunakan akuntansi syari’ah? Menurut
BNI Syari’ah cabang Semarang dengan menggunakan akuntansi Syari’ah
hubungan antar bank atau perusahaan lain tidak ada hambatan yang berarti,
hal ini dikarenakan BNI Syari’ah melakukan hubungan dengan bank yang
berasaskan syari’ah pula. Jadi untuk masalah akuntasi tidak ada masalah.
Sedang hubungannya dengan perusahaan lain (yang notabenenya bukan
berdasarkan syari’ah) kalau ingin mengadakan kerjasama dengan BNI
Syari’ah maka harus mengikuti sesuai dengan peraturan yang ada pada
perbankan syari’ah.48
Adapun hubungan dengan nasabah menurut penulis, dengan adanya
akuntansi syari’ah ini akan semakin menyakinkan nasabah bahwa perbankan
47 Muhammad al-Musahamah, Nur Ghofar Isma’il, Akuntansi Syari’ah; Analisis
Pendapat Muhammad al-Musahamah tentang Ayat-ayat Akuntansi dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: Pesantren ekonomi Islam al-Musahamah, Cet. ke-1, 2005, hlm. 105. 48 Hasil wawancara dengan Bapak Zen Assegaf Staf Penyelia Unit Keuangan dan Umum pada tanggal 24 April 2005 di BNI Syari’ah Cabang Semarang, Jl. Pandanaran no. 102 Semarang.
72
syari’ah itu bukan hanya merupakan sebuah simbolik atau hanya sebuah
bank yang mengganti namanya dengan syari’ah, akan tetapi benar-benar
perbankan yang menggunakan sistem syari’ah baik sistem maupun
operasionalnya.