Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek
1. Identitas Subjek Primer 1
a. Identitas Subjek
Nama (inisial) : ID
Agama : Islam
Usia : 35 Tahun
Pendidikan : S1 Psikologi
Status : Guru Pendamping Khusus (GPK)
Lama Menjadi GPK : sejak 2011 (sudah 5 tahun)
b. Deskripsi Subjek
Subjek (selanjutnya ditulis ID) merupakan guru pendamping
khusus (selanjutnya ditulis GPK) di SDN Sumbersari 1 kota Malang.
ID sudah menjadi GPK di SDN Sumbersari 1 sejak tahun 2011,
sebelum menjadi GPK ID sempat bekerja di lembaga anak-anak
berkebutuhan khusus yang bernama Insan Dirgantara dan bertempat
di sawojajar. ID pernah menempuh pendidikan S1 Psikologi Klinis
dari Universitas Negeri Malang. Setelah masuk sebagai tenaga
pengajar di SDN Sumbersari 1, ID melanjutkan kuliah akta IV.
38
Saat ini ID mengajar ABK kelas 4 sampai kelas 6. Pada
tahun ajaran 2016-2017 ID mengajar 3 siswa ABK, salah satunya
yaitu siswa ADHD kelas 6. Berdasarkan pengalaman ID, kesulitan
dalam mengajar siswa ADHD yaitu karakter anak ADHD yang
susah diam, sering berjalan ketika waktu belajar, mudah jenuh dan
bosan ketika belajar, dan sering meracau ketika siswa ADHD
tersebut marah. Sejak menjadi GPK, ID sudah cukup sering
menangani siswa ADHD, awal menjadi GPK ID sudah menangani
siswa ADHD. ID sudah sering mengikuti pelatihan tentang ABK,
baik pelatihan yang diselenggarakan Dinas Pendidikan maupun
pelatihan di luar.
Sebelum menjadi GPK di SDN Sumbersari 1 ID sempat
menjadi pendamping anak berkebutuhan khusus (selanjutnya ditulis
shadow) di SD Muhamadiyah 4 Malang, siswa yang ditangani ID
yaitu siswa Autis. Namun karena ada lowongan GPK di SDN
Sumbersari 1, maka ID mendaftar menjadi GPK. Salah satu alasan
memilih SDN Sumbersari 1 karena sekolah tersebut lebih dekat
dengan rumahnya, sehingga memudahkan untuk lebih fokus
bekerja.
Alasan ID menjadi GPK yaitu karena pekerjaan tersebut
merupakan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan ilmunya
sebagai lulusan psikologi. ID memilih menjadi GPK dan menangani
siswa bekebutuhan khusus karena ID menurutnya dengan
39
membimbing anak berkebutuhan khusus, beliau dapat merasa
senang dengan berbaur dengan anak-anak SD khususnya dapat
berbagi cerita dan menganggap siswanya seperti anaknya sendiri.
Menurut ID, siswa ADHD yang pernah ditanganinya
memiliki perilaku yang impulsif. Siswa ADHD yang berinisial AL
lebih sering melakukan perilaku yang menganggu dan jahil terhadap
temannya. Selain itu AL juga suka membawa peralatan tulis yang
cenderung berbahaya seperti cutter. ID sering mengingatkan agar
AL tidak membawa cutter, namun AL membawa cutter lebih banyak
lagi.
Selain itu situasi sulit yang pernah dialami oleh ID, yaitu
ketika siswa ADHD yang ditanganinya sulit untuk diam dan
membuatnya emosi, sedangkan di satu sisi ID juga harus
menyelesaikan tugas dari Diknas dengan tepat waktu, sehingga ID
merasa kesulitan dan emosinya tidak stabil. Pada saat yang
bersamaan datang Kepala sekolah yang memberikan bantuan agar
ID dapat mengerjakan tugasnya dengan cepat, namun akhirnya ID
memilih untuk menangani siswanya tersebut dan menunda tugasnya.
2. Identitas Subjek Primer 2
a. Identitas Subjek
Nama (inisial) : FR
Agama : Islam
Usia : 33 tahun
40
Pendidikan : D1 Assiten Paramedis & Menempuh
Pendidikan S1 PLB (Pendidikan Luar Biasa)
Status : Guru Pendamping Khusus (GPK)
Lama Menjadi GPK : 3 Tahun
b. Deskripsi Subjek
Subjek (selanjutnya ditulis FR) merupakan GPK di SDN
Sumbersari 1. FR menjadi GPK di SDN Sumbersari 1 sejak tahun
2014 dan saat ini FR sudah menjadi GPK selama 3 tahun. FR
merupakan lulusan D1 Assitent Paramedis, dan kemudian saat ini
FR menempuh pendidikan S1 PLB (Pendidikan Luar Biasa) di IKIP
PGRI Jember.
Sebelum menjadi GPK, FR sempat menjadi shadow di
lembaga Insan Mandiri yang khusus menyediakan jasa shadow bagi
siswa berkebutuhan khusus. FR pernah menjadi shadow selama 2
tahun di SDN Sumbersari 1, kemudian setelah mendengar informasi
bahwa dibutuhkan seorang guru pendamping khusus di SDN
Sumbersari 1, FR mencoba mendaftarkan dirinya dan diterima
menjadi GPK.
Saat ini FR menangani 3 siswa ABK ADHD, yaitu NN dan
RD di kelas 3 dan RK di kelas 1. Dalam menangani subjek NN, RD
dan RK terdapat perbedaan perilaku pada 2 siswa ADHD tersebut,
menurut FR perilaku NN lebih cenderung tidak bisa fokus pada saat
41
pelajaran dan lebih hiperaktif di dalam kelas dengan selalu berbicara
sendiri dan berjalan-jalan di dalam kelas. DD lebih cenderung
memiliki sikap yang impulsif dan hiperaktif, RD memiliki sikap
yang sulit untuk diam dan lebih suka melawan perkataan shadow
yang menanganinya, tidak jarang RD suka memukul shadow yang
menanganinya. Sedangkan RK lebih cenderung mudah bosan dan
mudah jenuh pada saat pelajaran, bahkan tidak jarang RK sering
menangis hingga tantrum saat proses belajar mengajar di dalam
kelas.
1. Identitas Subjek Sekunder 1
a. Identitas Subjek
Nama (inisial) : DN
Agama : Islam
Usia : 23 tahun
Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan
Status : Shadow Teacher
Lama Menjadi Shadow Teacher : 2 Tahun
b. Deskripsi Subjek
Subjek DN merupakan shadow teacher yang disewa oleh orang
tua siswa dari lembaga jasa shadow teacher yang bernama Lembaga
Cahaya Nurani. DN merupakan shadow teacher yang menangani
siswa ADHD yaitu NN, subjek DN sudah menjadi shadow teacher
42
selama 2 tahun. Selain menangani NN, subjek terkadang juga
menangani RD yang mengalami gangguan autis dan menurutnya
terkadang perilaku RD juga lebih cenderung hiperaktif dan impulsif.
Sebelum menjadi shadow teacher, subjek NN pernah bekerja sebagai
karyawan di suatu swalayan di Kota Malang, kemudian karena ada
informasi dari temannya tentang lowongan menjadi shadow teacher
di lembaga Cahaya Nurani, maka subjek mencoba melamar menjadi
shadow teacher anak berkebutuhan khusus di lembaga tersebut dan
ditempatkan di SDN Sumbersari 1 Malang.
2. Identitas Subjek Sekunder 2
a. Identitas Subjek
Nama (inisial) : DD
Agama : Islam
Usia : 22 tahun
Pendidikan : SMA
Status : Shadow Teacher
Lama Menjadi Shadow Teacher : 1 Bulan
b. Deskripsi subjek
Subjek DD merupakan shadow anak berkebutuhan khusus
yang menangani siswa RD. DD merupakan shadow teacher yang
disewa oleh orang tua siswa dari Lembaga Cahaya Nurani dan
ditempatkan di SDN Sumbersari 1 Malang. Berdasarkan data
43
sekolah, Siswa RD merupakan siswa ADHD yang duduk di kelas 3
dan sedang ditangani oleh subjek FR. Subjek DD menjadi shadow
teacher selama 1 bulan. Subjek DD sedang menempuh pendidikan
S1 di Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya.
Subjek menjadi shadow teacher karena tertarik ketika diberitahu
bahwa terdapat lowongan menjadi shadow teacher di Lembaga
Cahaya Nurani.
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Penelitian Subjek ID
a. Hasil Wawancara Subjek
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, selanjutnya
peneliti melakukan analisis data yang didapatkan berdasarkan dimensi-
dimensi regulasi emosi yang dikemukakan oleh Gratz & Roemer (2003),
maka berikut ini analisis dari hasil data yang didapatkan ;
1) Reduksi data
Tabel 1. Reduksi Data Regulasi Emosi Subjek ID
Subtema Subtema Verbatim
Regulasi
Emosi
Menurut
Gratz &
Reomer
(2003)
Awereness and
Understanding of
emotions
(Kesadaran dan
pemahaman
emosi)
Definisi ;
kemampuan
individu dalam
mengontrol emosi
yang dialaminya
dan respon emosi
”Iya, lewat ucapan mas, dikerasi
ndak bisa” (ID, W2, 112)
44
yang
diperlihatkan
(perilaku dan nada
suara), sehingga
individu tersebut
dapat menunjukak
respon emosi
yang tepat dan
tidak meluapkan
emosi secara
berlebihan.
“Biasanya cuman negur aja
sudah paham mereka” (ID, W2,
115)
Gak cuma gak cuma itu, biasanya
ya , ya mungkin, kalo saya
punishmentnya mungkin ya
cuma ngomel-ngomel ndak ndak
terlalu itu tapi dia paham, kalo
sudah saya sudah marah ya
sudah dia paham, diem gitu, tapi
kalo sudah seperti itu kan
penanganannya harus koordinasi
juga sama orang tua, jadi gak cuma
di sekolah, tapi di rumah juga
harus ditangani juga, kan lebih
banyak... lebih banyak ee...
penanganan di rumah daripada di
sekolah, kalo di sekolah kita kan
cuma berapa jam sama anak,
mereka sudah bisa anak-anak
sudah bisa diarahkan tapi rumah
orang tua los balik lagi besoknya
perilaku itu (ID, W1, 94-98)
Acceptance of
emotions
(Penerimaan
emosi)
Definisi :
kemampuan
individu dalam
menerima suatu
keadaan yang
menimbulkan
emosi negatif dan
“Kadang ada, ada beneran mesti
ada anak kaya gitu, sampe dikasih
tau ndak dengerin diingetin, begini
ndak dengerin, segala macem ndak
ndengerin ya sudah, yasudah tak
suruh duduk aku keluar, kalau
aku tetep disini daripada aku
marah sama anak-anak gitu”
(ID, W2, 123-125)
45
tidak merasa malu
merasakan emosi
tersebut
The ability ti
engage in goal
(goal)
Kemampuan
untuk terlibat
dalam tujuan
Definisi : yaitu
kemampuan
individu agar
tidak terpengaruh
oleh emosi negatif
yang dirasakan
sehingga dapat
berpikir dan
melakukan
sesuatu dengan
baik dan tepat
“Yang tahun kemarin mas, tahun
kemarin, itu kelas 6 itu ADHD, dia
itu ndak bisa dikasih tau, kita pakai
mulut ndak bisa,kita pakai tangan
pun ndak bisa sampai ya ndak bisa
sampai kadang-kadang sampai
aku.. ya gitu kaya gitu sampai
nangis mas kadang-kadang kalau
sudah kena matematika itu nangis,
nangisnya itu kaya tak apain gitu,
disuruh diem malah nangis, ya
sudah biarkan, kalau dia ndak
berhenti biasanya tasnya tak
bawa keluar tak taruh keluar
pulango aja, tak bilangi gitu,
tapi dia diem, kalau sudah
diluar duduk diluar diem dia,
habis itu bentar istirahat habis
itu masuk, sudah lupa tadi,
seperti itu” (ID, W2, 140-144)
“Caranya itu lebih didiemkan
anaknya bu?” (IWR, W2, 145)
“He’em” (ID, W2, 146)
“Iya ndak papa, berarti kan
sudah mengambil keputusan
seperti itu, nanti saya yang ke
dinas, aku harus lembur di dinas
ya ndak papa, ndak masalah,
kan pernah walaupun sampai
malem tidurnya, paginya harus
masuk lagi, itu resikonya” (ID,
W2, 389-390)
“Kalo disini, kalo disini biasanya
saya ajak ngobrol mas, saya ajak
ngobrol, “kamu maunya apa”
kalo capek ya berhenti dulu,
ndak usah belajar, belajarnya
berhenti dulu, kalo saya saya
fleksibel, kalo memang dia gak
pengen belajar, mungkin capek
untuk belajar, ya sudah kita
belajarnya dengan cara yang
lain, mungkin dengan mainan
46
atau dengan apa, atau mungkin
kao dia suka menggambar
yaudah kita menggambar dulu
aja, sampe moodnya kembali
belajar, kalo dipaksa mereka
ndak akan bisa” (ID, W1, 123-
127)
Access to
emotions
regulation
strategies
(strategies)
definisi :
keyakinan yang
dimiliki individu
dalam mengatasi
suatu
permasalahan,
individu tersebut
memiliki
kemampuan untuk
menemukan suatu
cara yang dapat
mengurangi emosi
negatif dan dapat
dengan tepat dan
cepat
menenangkan
dirinya kembali.
“Eee kalau waktu pas sudah
relaksasi otomatis masalah kita
hilangkan dulu kan, nah kalau
nanti masuk sini baru balik lagi,
tapi kan emosi sudah...” (ID, W2,
134)
(Iwer) ”Jadi menetralisisrnya
lebih keluar, meninggalkam gitu
bu ya? (IWR, W2, 126)”
(Iwee) ”He’em” (ID, W2, 127)
Eee punishment, kita kasih
punishment yang dia ndak suka
(ID, W2, 112)
Contohnya kalau dia ndak suka
nari kita suruh nari, kalau dia
ndak suka loncat-loncat kita
suruh loncat-loncat, ada
trampolin disitu, kalau dia ndak
suka gerak badan kita suruh,
jongkok berdiri jongkok berdiri
47
jongkok berdiri, itu punishment
(ID, W2, 114-115)
’Terus itu ngefek sama anaknya?”
(IWR, W2, 116)
“Mereka malah seneng” (ID,W2,
117)
“Tapi itu kan hiburan buat anak
jadi ndak jenuh bu ya, jadi lebih
ke arah menetralisir anak
supaya ndak marah” (IWR, W2,
118)
“Iya buat lupa, lupa marahnya”
(ID, W2, 118)
48
2) Display Data Subjek ID
Gambar 2. Display Data Regulasi Emosi Subjek ID
Regulasi Emosi
Awereness and
Understanding of emotions
Acceptance of emotions The ability to engage in
goal (goal)
Access to emotions regulation
strategies (strategies)
Memahami emosinya
melalui ekspresi emosi
yang dirasanya tepat,
yaitu melalui ucapan dan
teguran yang merupakan
hukuman bagi siswa
tersebut
Menerima perasaan
emosi, dan memilih
menjauh dari hal
yang mengakibatkan
emosi
Menakut-nakuti
siswa agar berhenti
bertindak dan
berperilaku yang
membuat emosi
Mendiamkan siswa
agar sadar dengan
sendirinya
Mengambil suatu
keputusan tanpa
terpengaruh emosi
negatif
Menanyakan sebab
siswa berperilaku
tidak kondusif,
kemudianmenenangk
an dan membuat
pelajaran menjadi
rileks
Menetralisir keadaan
dengan keluar ruang dan
memilih menyendiri atau
hanya duduk diam, agar
emosinya kembali stabil
Mengatasi siswa dengan
memberikan metode
pengajaran yang
menyenangkan agar
emosinya teralihkan
49
3) Kesimpulan Gambaran Regulasi Emosi & Verifikasi Subjek ID
Berdasarkan data wawancara subjek ID yang telah diperoleh, maka berikutnya adalah melakukan penarikan kesimpulan terhadap gambaran
regulasi emosi subjek ID. Kemudian berdasarkan kesimpulan gambaran regulasi emosi tersebut, dilakukan verifikasi data dengan mencocokan
data kesimpulan gambaran regulasi emosi subjek ID dengan data wawancara subjek sekunder dan hasil observasi yang telah diperoleh. Proses
tersebut bertujuan untuk mencari kesesuaian dengan mencocokan gambaran regulasi emosi yang didapatkan. Berikut ini merupakan kesimpulan
gambaran regulasi emosi dan verifikasi data subjek ID :
Tabel 2. Verifikasi Hasil Wawancara & Observasi Subjek ID
Dimensi Subjek Hasil Observasi
Regulasi Emosi Subjek ID (Subjek Primer) DD (subjek Sekunder 2) Awereness and
Understanding of
emotions
1. Subjek lebih cenderung
mengekspresikan emosi
negatifnya yaitu berupa emosi
marah melalui teguran dan
ucapan 2. Ketika subjek merasa siswa ADHD
yang ditanganinya semakin sulit
diatur dan membuatnya emosi,
subjek memilih tindakan
menanyakan dan mengajak
bicara siswanya tersebut
mengenai penyebabnya menjadi
berperilaku sulit diatur, subjek
mengajaknya berbicara dan
1. Subjek DD mengatakan bahwa
subjek ID lebih dekat dengan
siswanya, khususnya dalam
berinteraksi pada saat di
dalam kelas 2. Subjek DD menyatakan bahwa
subjek ID terlihat sabar
menangani siswanya, menurut
subjek DD, selama ia menjadi
shadow tidak nampak ekspresi
emosi subjek ID yang terlalu
berlebihan dalam menangani
siswanya
1. Subjek memberikan
teguran berupa ucapan
pada siswanya ketika
siswa tersebut tidak
fokus dan menganggu
situasi pelajaran.
2. Subjek
mengekspresikan
melalui nada bicara
yang sedikit lebih tinggi dibandingkan saat ia
berbicara biasa.
50
terbuka sehingga dapat
mengetahui penyebab siswanya
sulit diatur.
3. Subjek mengekspresikan teguran
dan marahnya melalui tindakan
yang cenderung membuat siswa
menjadi terhibur dan dapat
melupakan emosinya serta
mengalihkan perhatianm siswanya
agar kembali dapat diatur.
3. Subjek DD mengatakan bahwa
subjek ID mengekspresikan
emosinya pada siswanya
melalui ucapan
Acceptance of
emotions 1. Subjek mampu mengambil
keputusan yang tepat ketika
dihadapkan pada suatu masalah dan
keadaan emosi secara bersamaan,
serta subjek mampu memfikirkan
konsekuensi dari keputusannya.
2. Subjek memilih menghindari dan
menjauh dari hal yang membuatnya
emosi, subjek lebih cenderung
menyendiri dan pergi jika siswa
ADHD yang ditanganinya berbuat
ulah dan berperilaku yang
membuatnya emosi. Setelah
emosinya stabil subjek kembali
menemui siswa tersebut
The ability ti engage
in goal (goal) 1. Ketika subjek mengalami suatu
keadaan yang membuat emosinya
tinggi akibat perilaku siswa ADHD
yang ditanganinya, subjek memilih
tindakan untuk metakuti-takuti
siswanya agar siswa tersebut dapat
sadar dengan sendiri terhadap
51
perilakunya dan emosi subjek juga
tidak semakin tinggi.
2. Ketika dalam keadaan emosi saaat
menangani siswa ADHD, subjek
memilih untuk mendiamkan siswa
tersebut agar siswa terebut dapat
menurunkan perilaku hiperaktif
atau impulsifnya dengan
sednririnya. Subjek juga lebih
memilih untuk menjauh dari siswa
ADHD agar emosinya tidak
semakin tinggi
3. Subjek mampu mengambil suatu
tindakan dan keputusan di saat
terdapat suatu masalah yang
bersamaan dengan tingginya emosi
yang diakibatkan oleh siswa ADHD
tanpa terpengaruh oleh emosi
negatif. Access to emotions
regulation strategies
(strategies)
1. Ketika siswa ADHD yang
ditanganinya membuat subjek
emosi, subjek memilih untuk
meninggalkan siswa tersebut dan
keluar ruangan agar tidak semakin
emosi dan tidak mengekspresikan
emosinya secara berlebihan. Subjek
memilih untuk menetralisir
emosinya terlebih dahulu,
kemudian jika emosinya sudah
stabil, subjek kembali menemui
siswa ADHD tersebut, sehingga
52
subjek dapat menangani siswa
tersebut secara tepat.
2. Ketika subjek merasa emosi
terhadap perilaku siswanya yang
hiperaktif atau impulsif, subjek
memilih tindakan untuk
memberikan metode pembelajaran
yang lebih santai terhadap siswa
tersebut, sehingga emosinya
menjadi lebih stabil dan subjek
mampu mengekspresikan dan
menangani siswa tersebut secara
tepat. Siswa ADHD yang
ditanganinya juga dapat kembali
fokus dan menuruti perintah dari
subjek.
Analisis verifikasi data :
Berdasarkan hasil gambaran regulasi emosi yang diperoleh pada subjek ID, yang kemudian telah diverifikasi berdasarkan keterangan wawancara
subjek DD sebagai subjek sekunder, maka didapatkan hasil verifikasi data bahwa terdapat kesesuaian antara keterangan yang diutarakan oleh
subjek primer dan subjek sekunder serta terdapat kesesuaian dengan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, kesesuaian tersebut
meliputi ;
1. Subjek ID memiliki kedekatan yang baik dari aspek komunikasi dan hubungan interpersonal dengan siswa yang ditanganinya, sehingga
siswa ADHD yang ditanganinya dapat lebih patuh pada subjek
2. Subjek ID menekspresikan emosinya melalui ucapan dan teguran serta ekspresi wajah yang dapat dipahami oleh siswanya jika ia sedang
serius dan marah
3. Tidak nampak tindakan fisik pada saat menangani siswanya, subjek ID hanya melakukan tindakan verbal seperti ucapan dan teguran
pada siswa tersebut
53
Tabel 3. Tabel Kesimpulan Gambaran Regulasi Subjek ID
Dimensi Regulasi Menurut
Gratz & Reomer (2003)
Gambaran Regulasi Emosi Subjek ID Kesimpulan
Awereness and Understanding of
emotions Subjek lebih cenderung mengekspresikan emosi
negatifnya yaitu berupa emosi marah melalui teguran dan
ucapan
Ketika subjek merasa siswa ADHD yang ditanganinya
semakin sulit diatur dan membuatnya emosi, subjek
memilih tindakan menanyakan dan mengajak bicara
siswanya tersebut mengenai penyebabnya menjadi
berperilaku sulit diatur, subjek mengajaknya berbicara dan
terbuka sehingga dapat mengetahui penyebab siswanya
sulit diatur.
Subjek mengekspresikan teguran dan marahnya melalui
tindakan yang cenderung membuat siswa menjadi terhibur
dan dapat melupakan emosinya serta mengalihkan
perhatianm siswanya agar kembali dapat diatur.
Subjek memiliki pemahaman terhadap emosi
yang dirasakannya melalui sikap menanyakan
penyebab perilaku siswanya berperilaku sulit
diatur dan sikap ekspresi emosi marah dengan
ucapan dan teguran pada siswa tersebut
Acceptance of emotions subjek ID memiliki gambaran perilaku dengan memilih
utnuk meninggalkan siswa ADHD disaat siswa tersebut
melakukan perilaku yang tidak baik yang membuatnya
emosi. Subjek ID menerima emosi yang dialaminya
dengan menjauhi sumber emosi yaitu siswa ADHD, subjek
ID memilih untuk meninggalkan siswa ADHD tersebut
agar emosi negatifnya tidak terluapkan secara berlebihan
Subjek memiliki kemampuan untuk menerima
emosi negatifnya berupa amarah dengan tidak
melampiaskan emosinya dan memilih untuk
menjauhi siswat ADHD tersebut
The ability ti engage in goal (goal) Ketika subjek mengalami suatu keadaan yang membuat
emosinya tinggi akibat perilaku siswa ADHD yang
ditanganinya, subjek memilih tindakan untuk metakuti-
takuti siswanya agar siswa tersebut dapat sadar dengan
Subjek memiliki kemampuan untuk
menentukan dan mengambil suatu keputusan
yang tepat tanpa terpengaruh emosi negatif
berupa emosi marah yang dirasakannya, serta
54
sendiri terhadap perilakunya dan emosi marah subjek juga
tidak semakin tinggi.
Ketika dalam keadaan emosi saaat menangani siswa
ADHD, subjek memilih untuk mendiamkan siswa tersebut
agar siswa terebut dapat menurunkan perilaku hiperaktif
atau impulsifnya dengan sednririnya. Subjek juga lebih
memilih untuk menjauh dari siswa ADHD agar emosinya
tidak semakin tinggi
Subjek mampu mengambil suatu tindakan dan keputusan
di saat terdapat suatu masalah yang bersamaan dengan
tingginya emosi yang diakibatkan oleh siswa ADHD tanpa
terpengaruh oleh emosi negatif.
mampu memikirkan dan siap terhadap
konsekuensi yang akan diterimanya
Access to emotions regulation
strategies (strategies) Ketika siswa ADHD yang ditanganinya membuat subjek
emosi, subjek memilih untuk meninggalkan siswa tersebut
dan keluar ruangan agar tidak semakin emosi dan tidak
mengekspresikan emosinya secara berlebihan. Subjek
memilih untuk menetralisir emosinya terlebih dahulu,
kemudian jika emosinya sudah stabil, subjek kembali
menemui siswa ADHD tersebut, sehingga subjek dapat
menangani siswa tersebut secara tepat.
Ketika subjek merasa emosi terhadap perilaku siswanya
yang hiperaktif atau impulsif, subjek memilih tindakan
untuk memberikan metode pembelajaran yang lebih santai
terhadap siswa tersebut, sehingga emosinya menjadi lebih
stabil dan subjek mampu mengekspresikan dan menangani
siswa tersebut secara tepat. Siswa ADHD yang
ditanganinya juga dapat kembali fokus dan menuruti
perintah dari subjek.
Strategi dan kemampuan subjek untuk
menetralisir emosi negatifnya berupa marah
dalam menangani siswa ADHD yaitu, dengan
memberikan metode pembelajaran yang
menyenangkan bagi dirinya dan siswanya
sehingga emosinya kembali stabil, selain itu
subjek juga lebih memilih untuk menyendiri
dan meninggalkan siswa tersebut untuk
merelaksasi emosinya.
55
2. Hasil Penelitian Subjek FR
a. Hasil Wawancara Subjek FR
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, selanjutnya peneliti
melakukan analisis data yang didapatkan berdasarkan dimensi-dimensi regulasi
emosi yang dikemukakan oleh Gratz & Roemer (2003), maka berikut ini
analisis dari hasil data yang didapatkan ;
1) Reduksi data
Tabel 4. Reduksi Data Regulasi Emosi Subjek FR
Subtema Subtema Verbatim
Regulasi Emosi
Menurut Gratz &
Reomer (2003)
Awereness and
Understanding of
emotions
(Kesadaran dan
pemahaman emosi)
Definisi ;
kemampuan
individu dalam
mengontrol emosi
yang dialaminya
dan respon emosi
yang diperlihatkan
(perilaku dan nada
suara), sehingga
individu tersebut
dapat menunjukak
respon emosi yang
tepat dan tidak
meluapkan emosi
secara berlebihan.
Saya berusaha, kalau saya sendiri
berusaha secara pribadi saya
berusaha untuk tidak emosi, karena
saya berusaha untuk tegas, jadi kalau
seandainya kamu tidak menuruti bu
Farida ya sudah saya biarkan, tapi dia
lama-lama kan takut, ya wes nanti
mamamu saya panggil, karena dia masih
mengerti gitu loh, si Nano masih
mengerti, “oh iya nanti kalau mamaku
dipanggil sama bu Farida nanti aku
dimarahin sama mamaku” gitu, jadi dia
nalarnya masih jalan gitu (FR, W1, 289-
292)
Saya lihat, saya lihat tanpa saya
berbicara, tapi bukan melotot ya, jadi
saya lihat tanpa saya bicara, “ayo,
Nano kerjakan”, kalau saya diem
terus saya lihat dia, dia sudah tahu
kalau saya itu marah gitu (FR, W1,
296-297)
(Iwe) Jadi dengan ekspresi ya? (IWR,
W1, 298)
56
(iwer) Ekspresi saya (FR, W1, 299)
(iwer) Itu anaknya sudah tau kalau
ibu marah? (IWR, W1, 300)
(iwe) Iya, he’em (FR, W1, 301)
Ya saya ginikan kalau sekarang ee..
saya pakai punishment jadi..
punishmentnya bukan pakai tindakan
punishmentnya pakai omongan. Kamu
kalau tidak mau membaca sendiri sudah
sekarang kembali ke kelas dua Bu
Farida antarkan ke kelas dua masuk lagi
di kelasnya Bu Novi. Aku tidak mau,
aku mau belajar aku mau membaca gitu
jadi gitu tapi memang tidak begitu
lancar mas masih belum begitu lancar
(FR, W2, 153-156)
(iwe) Iya punishment pun kayak
ancaman tapi kan ancaman dengan
bukan tindakan tapi dengan..... (FR, W2,
158)
(iwer) Ucapan ? (IWR, W2, 159)
(iwe) Iya ucapan , jadi kalau kamu
tidak menuruti Bu Farida kamu akan
gitu kan punishment itu seperti itu. Saya
tidak pernah punishment dengan cara
tindakan seperti itu saya apakan apakan
ndak. Lah wong anak seperti itu anak
istimewa lho ngapain kalau seandainya
kita melakukan tindakan eh pukul atau
diapakan lah wong orang tuanya itu gak
nangis gak ngenes lihat anaknya koyok
gitu digitukan. (FR, W2, 160-163)
Saya diam dulu, saya lihat , saya
plototin dia itu saya cuma pakai gitu
kayak ke si Nano itu sudah saya lihat
kemarin dia berulah kan dia belajar kan
abis ini dia berulah , berulahnya dia
ingin aa.. kan disitu ada putranya Bu
Indri dia main game pas istirahat. Lah aa
siapa dia kan satu kelas sama temenya
Radit , Radit itu nonton di sebelahnya
nah dia itu nonton sama Radit gak boleh
mungkin digeser-geser gitu ya itu
anaknya di geser-geser jangan-jangan
gitu di goda nah dia ndak terima di
pukulah kepalanya Radit , di pukul
kepalanya Radit. Terus shadownya
laporan gitu kan sama saya , saya masuk
waktu mau belajar laporan Bu Farida
tadi Nano mukul kepalanya Radit , saya
57
langsung dia langsung “huu aku ndak
mukul Bu Farida” saya lihat saja terus
akhirnya dia cerita-cerita sendiri saya
pentelengi dia saya tatap mata dia terus
habis itu dia langsung ngomong tadi itu
aku mau lihat adek Bagas main game
tapi sama Radit gak boleh bilang gitu,
akhirnya tak pukul kepalanya gitu dia
bilang gitu. Boleh gak mukul kepalanya
? tidak boleh. Dia bilang tidak boleh.
Wes, Bu Farida bilang apa ? kalau
kamu nangis belajar terus kamu
berulah jahil sama temenmu janjinya
Bu Farida apa ? kembali ke kelas dua
Bu Farida, gitu kan. Ya ayo tak anter
ke Bu Novi sekarang , enggak gitu kan
nangis dia gak mau. Terus akhirnya,
terus gimana gini ini ? wes a gausah
nurut sama Bu Farida , nurut… sekarang
minta maaf sama Radit. Akhirnya saya
suruh minta maaf dia minta maaf Radit
aku minta maaf ya? Janji tidak diulangi
lagi saya gitu , janji gak di ulangi lagi ya
saya bilang gitu. Ya wes sudah dan
akhirnya sekarang kayaknya dia takut
sekarang mau deket-deket sama Radit
dia takut, gitu makanya. (FR, W2, 284-
297)
(iwer) Tapi kalau marah-marah gitu
pernah gak ? (IWR, W2, 301)
(iwe) Enggak mas gak pernah , kalau
bener-bener marah lak saya kasihan
kan saya bilang kasihan anak-anak
mas. Ndak Insyaalllah saya gak pernah
marah-marah (FR, W2, 302-303)
Acceptance of
emotions
(Penerimaan emosi)
Definisi :
kemampuan
individu dalam
menerima suatu
keadaan yang
menimbulkan
emosi negatif dan
tidak merasa malu
merasakan emosi
tersebut
..........tapi kalau untuk saya merasakan
kayak apa anak itu emosi misalnya anak
itu lagi gak mood terus saya ikut-
ikutan gak mood saya gak berani ,
ndak. Saya berusaha untuk tidak
akan seperti itu (FR, W2 249-250)
58
The ability ti
engage in goal
(goal)
Kemampuan untuk
terlibat dalam
tujuan
Definisi : yaitu
kemampuan
individu agar tidak
terpengaruh oleh
emosi negatif yang
dirasakan sehingga
dapat berpikir dan
melakukan sesuatu
dengan baik dan
tepat
Gini ya, sebenarnya iya ada perbedaan
kalau saya karena saya basic therapys
terus habis itu dengan tindakan anak
yang kadang bu ini lho moro-moro
ngambil aa.. anu apa pulpen di meja
saya atau apa gitu lho. Saya sudah
menganggapnya itu biasa tapi kan
saya kasih tau, tidak boleh Nano kalau
mau ambil pulpen bilang dulu, buk
pinjam pulpen kalau gitu ya, tapi kan
kadang ada guru “wuu wes gak tau
sopan santun opo” kadang ada yang
seperti itu gitu lho. Orang kan emang
beda kalau antar guru nganu kadang
mungkin karena mereka merasa murid
yang mereka tangani kan banyak
bermacam dan satu kelas. Kan yang
menangani yang seperti ini kan lho wes
sumpek. Tapi sebenernya gitu itu gak
boleh , ya saya kadang saya kadang ya
gak apa istilahnya gak sehati soalnya ya
Allah aku wes tau soalnya anak ini
ABK ya wes istilahnya yo mbok yo
disadari gitu lho kalau anak itu
berbuat salah seperti itu disadari.
Kadang ya gak mau, itu yang saya
herankan kadang itu ada yang bilang
seperti itu. (FR, W2, 166-173)
Access to emotions
regulation
strategies
(strategies)
definisi : keyakinan
yang dimiliki
individu dalam
mengatasi suatu
permasalahan,
individu tersebut
memiliki
kemampuan untuk
menemukan suatu
cara yang dapat
mengurangi emosi
negatif dan dapat
dengan tepat dan
cepat menenangkan
dirinya kembali.
(iwer) Terus ngembalikan supaya mood
ngajar itu caranya gimana ? (IWR, W2,
263)
(iwe) Ya saya selingi sambil aa ngajak
nyanyi dia , iya terus aa dengan terapi
verbalnya dia kalau dia masih belum
bisa verbal kayak si Nano menunjukan
anggota badan tubuh biasanya saya
terapi seperti itu (FR, W2, 264-265)
Saya ajak main gitu (FR, W2, 267)
59
2) Display Data Subjek FR
Gambar 3. Display Data Regulasi Emosi Subjek FR
Regulasi Emosi
Awereness and
Understanding of emotions Acceptance of emotions The ability to engage in
goal (goal)
Access to emotions regulation
strategies (strategies)
Memahami keadaan
dengan berusaha tidak
emosi, namun tetap
berprinsip tegas dengan
tidak menuruti kemauan
siswa
Mengekspresikan emosi
melalui mimik wajah dan
menatap siswa ADHD
tersebut, kemudian
mengucapkan perintah
pada siswa ADHD agar
patuh pada subjek
Mengekspresikan emosi
melalui ucapan berupa
ancaman yaitu jika siswa
ADHD tidak patuh maka
akan dikembalikan ke
kelas bawah
Ketika siswanya
sedang emosi seperti
menangis dan di saat
yang bersamaan
subjek FR juga
sedang merasakan
emosi, subjek
memilih mengalah
dan tidak
melampiasakan,
namun lebih
cenderung menerima
perasaan emosi
tersebut
Subjek FR
menganggap perilaku
hiperaktif dan
impulsif siswa
ADHD yang
ditanganinya adalah
hal biasa dan subjek
menyadari perilaku
siswa yang
ditanganinya adalah
perilaku yang pasti
dimiliki pada siswa
ADHD, sehingga
subjek tidak
terpengaruh emosi
negatif secara
berlebihan
Menetralisir keadaan
dengan melakukan aktifitas
yang menyenangkan bagi
dirinya dan siswa yang
ditanganinya di sela-sela
pelajaran hingga emosinya
kembali stabil
60
3) Verifikasi Data Dan Kesimpulan Gambaran Regulasi Emosi Subjek FR
Berdasarkan data wawancara subjek FR yang telah diperoleh, maka berikutnya adalah melakukan penarikan kesimpulan terhadap gambaran
regulasi emosi subjek FR. Kemudian berdasarkan kesimpulan gambaran regulasi emosi tersebut, dilakukan verifikasi data dengan mencocokan
data kesimpulan gambaran regulasi emosi subjek FR dengan data wawancara subjek sekunder dan hasil observasi yang telah diperoleh. Proses
tersebut bertujuan untuk mencari kesesuaian dengan mencocokan gambaran regulasi emosi yang didapatkan. Berikut ini merupakan kesimpulan
gambaran regulasi emosi dan verifikasi data subjek ID :
Tabel 5. Verifikasi Hasil Wawancara & Observasi Subjek FR
Dimensi Subjek Hasil Observasi
Regulasi Emosi Subjek FR
(Subjek Primer)
DN (Subjek Sekunder 1) DD (Subjek Sekunder 2)
Awereness and
Understanding of
emotions
1. Subjek berusaha untuk
memahami emosinya
ketika siswa ADHD yang
ditanganinya berperilaku
yang membuatnya emosi
dengan selalu berusaha
sabar menghadapi siswa
tersebut, sehingga tidak
meluapkan emosinya
secara berlebihan. Namun
subjek memiliki prinsip
agar selalu tegas dalam
menghadapi siswa
1. DN mengatakan bahwa
dalam menghadapi siswa,
subjek FR menjelaskan
bahwa menangani siswa
ADHD harus tegas,
namun tegas bukan
berarti marah atau
mebentak, namun tegas
adalah tidak menuruti
kemauan dan perilaku
siswa ADHD tersebut, agar
perilaku siswa ADHD
dapat terkontrol. DN
1. DD mengatakan bahwa
jika siswa ADHD yang
ditangani subjek FR
melakukan perilaku
yang membuat FR
emosi, maka subjek
FR memperingatkan
dengan ucapan seperti
“kalau gak bisa diatur,
pulango aja”. Subjek
FR memberikan
peringatan berupa
ucapan yang
1. Ketika siswa ADHD
NN berperilaku tidak
baik, subjek FR
memberikan ancaman
akan menurunkannya
kembali ke kelas
bawah jika perilaku
siswa tersebut tidak
diubah, subjek
mengatakan pada
siswa tersebut ; “....ya
sekarang kembali ke
kelas satu..... gak
61
ADHD agar siswa
tersebut tidak semakin
berulah 2. Subjek
mengekspresikan
emosinya agar siswa
yang ditanganinya
dapat patuh dengan
cara diam dan hanya
melihat siswa tersebut
saja. Dengan cara
tersebut siswa ADHD
juga dapat mengerti
bahwa subjek sedang
marah, sehingga siswa
ADHD yang awalnya
berperilaku kurang baik
dapat patuh dan kondusif
kembali
3. Ketika siswa ADHD
yang ditanganinya
berperilaku tidak baik
dan membuatnya emosi,
subjek memberikan
peringatan berupa
ucapan akan
menurunkannya
kembali ke kelas bawah
jika tidak patut dan
tidak merubah
perilakunya menjadi
lebih baik. Subjek tidak
mengatakan bahwa
menangani siswa harus
tegas dan tidak dimanja.
2. DN mengatakan bahwa jika
siswa ADHD tidak dapat
patuh perintah subjek
FR, maka subjek FR
akan mengembalikan
siswa ADHD tersebut ke
kelas bawah.
menakut-takuti
siswanya agar siswa
tersebut mematuhi
perintahnya.
2. DD menjelaskan bahwa
jika subjek FR
memberikan ucapan
dan teguran atau
hanya dengan diam
dan memandangi
siswa siswa ADHD,
siswa ADHD tersebut
sudah mengerti
bahwa subjek FR
sedang marah. Siswa
ADHD tersebut juga
langsung mematuhi
perintah sub jek FR.
mbujuk besok gak
boleh diulangi lagi lho
ya ?kalau di ulangi
lagi janji langsung
masuk kelas satu...”.
62
mengekspresikan
emosinya secara
berlebihan, namun
melalui nada bicara yang
lebih tingga agar siswa
tersebut takut dan patut.
Subjek memahami
tindakan yang
dilakukannya sebagai
tindakan yang tepat. Acceptance of
emotions 1. Subjek menerima emosi
yang dialaminya ketika
menangani siswa ADHD
yang berperilaku tidak
baik. Subjek memilih
untuk mengalah dan
tidak ingin
melampiaskan
emosinya kepada siswa
tersebut jika siswa
tersebut emosinya juga
sedang tidak stabil.
Subjek memiliki rasa
kasihan pada siswa
tersebut, sehingga
subjek memilih untuk
lebih bersabar
meskipun dalam
keadaan emosi yang
diakibatkan perilaku
siswa ADHD yang
ditanganinya
2. DN mengatakan bahwa
ketika siswa ADHD
dalam keadaan emosi
seperti menangis,
maka tindakan yang
harus dilakukan
adalah memberi
ungkapan sanjungan
pada siswa tersebut
agar berhenti
menangis, namun jika
siswa ADHD
berperilaku kurang baik
maka harus ditangani
dengan tegas.
63
The ability ti
engage in goal
(goal)
1. Subjek tidak terpengaruh
emosi negatif yang
dirasakannya ketika
menghadapi siswa
ADHD, subjek
menyadari perilaku siswa
tersebut dan
menganggapnya hal yang
biasa, sehingga meskipun
dalam keadaan emosi,
subjek berusaha untuk
dapat berfikir tenang dan
mengatasi siswanya
dengan tepat, melalui
tindakan yang sering ia
lakukan tanpa meluapkan
emosi secara berlebihan
Access to emotions
regulation
strategies
(strategies)
1. Subjek memiliki strategi
untuk menetralisir
emosinya disaat
emosinya sedang tidak
stabil, cara tersebut yaitu
subjek melakukan
kegiatan yang
menyenangkan bersama
siswanya. Subjek lebih
sering melakukan therapy
verbal pada siswa ADHD
dan mengajak siswa
tersebut bernyanyi atau
melakukan aktifitas yang
menyenangkan lainnya.
64
Melalui aktifitas tersebut,
emosi negatif subjek
teralihkan dan membuat
emosinya kembali stabil,
sehingga dapat kembali
melakukan proses belajar
mengajar.
Analisis verifikasi data :
Berdasarkan hasil gambaran regulasi emosi yang diperoleh pada subjek FR, yang kemudian telah diverifikasi berdasarkan keterangan
wawancara subjek DD dan subjek DN sebagai subjek sekunder, maka didapatkan kesesuaian data bahwa terdapat kesesuaian antara
keterangan yang diutarakan oleh subjek primer dan subjek sekunder serta terdapat kesesuaian dengan hasil observasi yang telah dilakukan
oleh peneliti, kesesuaian tersebut meliputi ;
1. Subjek FR memiliki prinsip tegas pada saat menangani siswa ADHD
2. Subjek FR menekspresikan rasa emosinya melalui ucapan dan teguran berupa ancaman akan menurunkan kembali siswa ADHD jika
tidak patuh padanya
3. Jika siswa ADHD yang ditanganinya juga sedang dalam keadaan emosi yang meningkat seperti menangis dan marah, maka subjek ID
lebih bersabar dan tidak meluapkan emosinya pada siswa tersebut, penanganan subjek FR ketika dalam situasi tersebut yaitu subjek
memberikan ucapan sanjungan agar siswa yang ditanganinya dapat kembali kondusif.
65
Tabel 6. Kesimpulan Gambaran Regulasi Emosi Subjek FR
Dimensi Regulasi Emosi
Menurut Gratz dan Reomer
(2003)
Gambaran Regulasi Emosi Kesimpulan
Awereness and Understanding of
emotions Subjek berusaha untuk memahami emosinya ketika siswa
ADHD yang ditanganinya berperilaku yang membuatnya
merasakan emosi marah dengan selalu berusaha sabar
menghadapi siswa tersebut, sehingga tidak meluapkan
emosinya secara berlebihan. Namun subjek memiliki
prinsip agar selalu tegas dalam menghadapi siswa ADHD
agar siswa tersebut tidak semakin berulah.
Subjek mengekspresikan emosinya agar siswa yang
ditanganinya dapat patuh dengan cara diam dan hanya
melihat siswa tersebut saja. Dengan cara tersebut siswa
ADHD juga dapat mengerti bahwa subjek sedang marah,
sehingga siswa ADHD yang awalnya berperilaku kurang
baik dapat patuh dan kondusif kembali
Ketika siswa ADHD yang ditanganinya berperilaku tidak
baik dan membuatnya emosi, subjek memberikan
peringatan berupa ucapan akan menurunkannya kembali
ke kelas bawah jika tidak patut dan tidak merubah
perilakunya menjadi lebih baik. Subjek tidak
mengekspresikan emosinya secara berlebihan, namun
melalui nada bicara yang lebih tingga agar siswa tersebut
takut dan patut. Subjek memahami tindakan yang
dilakukannya sebagai tindakan yang tepat.
Subjek FR memiliki pemahaman terhadap
emosinya melalui sikap dan prinsip yang
lebih bersabar dalam menangani siswa
ADHD yang ditanganinya.
subjek mengekspresikan emosi marahnya
dalam bentuk ucapan dan teguran pada siswa
ADHD.
Acceptance of emotions Subjek menerima emosi yang dialaminya ketika
menangani siswa ADHD yang berperilaku tidak baik.
Subjek memilih untuk mengalah dan tidak ingin
melampiaskan emosinya kepada siswa tersebut jika siswa
Subjek mampu menerima emosinya dalam
bentuk sikap lebih mengalah dan tidak
meluapkan emosinya ketika siswa ADHD
yang ditanganinya menangis.
66
tersebut emosinya juga sedang tidak stabil. Subjek
memiliki rasa kasihan pada siswa tersebut, sehingga
subjek memilih untuk lebih bersabar meskipun dalam
keadaan emosi yang diakibatkan perilaku siswa ADHD
yang ditanganinya The ability ti engage in goal (goal) Subjek tidak terpengaruh emosi negatif yang
dirasakannya ketika menghadapi siswa ADHD, subjek
menyadari perilaku siswa tersebut dan menganggapnya
hal yang biasa, sehingga meskipun dalam keadaan emosi,
subjek berusaha untuk dapat berfikir tenang dan
mengatasi siswanya dengan tepat, melalui tindakan yang
sering ia lakukan tanpa meluapkan emosi secara
berlebihan
Subjek memiliki kemampuan agar tidak
terpengaruh emosi negatifnya berupa mahar
melalui sikap menganggap perilaku tersebut
adalah perilaku yang sudah biasa terjadi pada
ABK, sehingga mampu melakukan tindakan
yang tepat dan baik dengan menasehati siswa
tersebut.
Access to emotions regulation
strategies (strategies) Subjek memiliki strategi untuk menetralisir emosinya
disaat emosinya sedang tidak stabil, cara tersebut yaitu
subjek melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama
siswanya. Subjek lebih sering melakukan therapy verbal
pada siswa ADHD dan mengajak siswa tersebut
bernyanyi atau melakukan aktifitas yang menyenangkan
lainnya. Melalui aktifitas tersebut, emosi negatif subjek
teralihkan dan membuat emosinya kembali stabil,
sehingga dapat kembali melakukan proses belajar
mengajar.
Strategi subjek FR untuk menetralisir emosi
negatifnya yaitu melalui aktifitas dan kegiatan
yang menyenangkan bersama siswanya.
67
C. Pembahasan
Geniofam (Cahyaningrum, 2012) menjelaskan bahwa penempatan
anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan
berbagai model. Model kelas inklusi SDN Sumbersari 1 menggunakan
model kelas reguler dengan pull out , yaitu anak berkebutuhan khusus
belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-
waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar
dengan guru pembimbing khusus.
Proses jadwal kegiatan belajar untuk ABK di SDN Sumbersari 1
Malang yaitu, siswa ABK setiap hari aktif melakukan proses belajar-
mengajar di dalam reguler bersama siswa reguler lainnya. Namun untuk
siswa ABK kelas 3 yang seluruh siswa ABK-nya merupakan siswa ADHD,
melakukan proses belajar-mengajar bersama GPK di Ruang Sumber pada
hari kamis. Mata pelajaran yang diajarkan oleh GPK di Ruang Sumber yaitu
pelajaran tema seperti, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan
Pengetahuan Umum.
Subjek primer yang diambil pada penelitian ini yaitu guru pendamping
khusus (selanjutnya ditulis GPK) yang menangani siswa ADHD. Subjek
pada penelitian ini yaitu 2 GPK di sekolah SDN Sumbersari 1 Malang.
Maslach (Puspitasari & Handayani, 2014) menjelaskan bahwa
pekerjaan guru memiliki level tertinggi pada dimensi kelelahan emosional.
Guru sekolah inklusi tentunya juga akan mengalami kelelahan emosional,
khususnya dalam menangani siswa dengan berbagai karakteristik seperti
68
hiperaktif, impulsif, dan kurang dapat berkonsentrasi pada saat kegiatan
belajar mengajar. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan pada
kedua subjek yaitu ID dan FR, didapatkan tentang keadaaan dan perilaku
yang dilakukan oleh siswa ADHD sehingga mengakibatkan kedua subjek
mengalami emosi yang cukup meningkat. Kedua subjek memiliki
permasalahan emosi saat menangani siswa ADHD khususnya pada saat
siswa tersebut berperilaku impulsif dan hiperaktif, selain itu siswa ADHD
juga mengalami inatenntion atau tidak mampu berkonsentrasi saat kegiatan
belajar mengajar.
Menurut Ormrod (2008) siswa ADHD memiliki karakteristik salah
satunya yaitu memiliki masalah perilaku di dalam kelas (misalnya suka
menganggu, tidak mentaati aturan), karateristik tersebut merupakan
karakteristik siswa ADHD yang ditangani subjek ID. Menurut subjek ID,
perilaku siswa ADHD yang sering membuatnya emosi yaitu perilaku
impulsif dan hiperaktif. Perilaku hiperaktif yang sering dilakukan siswa
ADHD yang ditanganinya yaitu siswa ADHD tersebut cenderung suka
mengganggu temannya ketika kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas.
Selain itu menurut penjelasan subjek ID, siswa ADHD yang ditanganinya
juga cenderung berperilaku impulsif dengan membawa perlengkapan cutter
dan silet, sedangkan sujek ID sudah melarangnya. Semakin subjek ID
melarangnya maka siswa ADHD tersebut melengkapi dan membawa
perlengkapan sutter dan silet bertambah banyak.
69
Karakteristik siswa ADHD yang ditangani subjek FR lebih cenderung
tidak perhatian (innatention) pada saat pelajaran, siswa yang ditangani
subjek FR mengalami kesulitan dalam memusatkan dan mempertahankan
perhatian terhadap tugas yang diberikan. Siswa ADHD yang ditangani FR
juga mengalami permasalahan dalam mendengarkan, mengikuti arahan,
membuat kesalahan yang ceroboh berulang kali, perhatiannya mudah
beralih ke aktivitas-aktivitas lain yang menarik. Menurut subjek FR,
siswanya NN sulit untuk konsentrasi pada saat kegiatan belajar mengajar,
terkadang disela-sela pengajaran, siswanya NN tiba-tiba menceritakan
tentang game yang ada di android miliknya. Selain itu saat kegiatan belajar
mengajar NN juga sering mendadak tidak fokus dan menyela kegiatan
belajar mengajar dengan bercerita. Subjek berusaha sabar dan menasehati
NN dengan ucapan agar berceritanya nanti ketika pelajaran telah selesai,
namun NN hanya bisa fokus sekitar 5-15 menit saja kemudian kembali
bercerita, dan subjek terus memperingatkan melalui ucapan.
Hal yang dialami oleh subjek ID dan subjek FR tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Anjani, Naqiyah, Sutijono, & Laksmiwati
(2013) tentang konsentrasi belajar pada anak ADHD di SDIT At-Taqwa
Surabaya dan SDN V Babatan Surabaya, hasil penelitian tersebut
menjelaskan bahwa konsentrasi belajar pada anak ADHD terlihat sangat
kurang. Anak ADHD hanya mampu diam dan fokus selama 2-5 menit.
Perilaku tidak fokus dan kurangnya konsentrasi belajar terlihat seperti tidak
mendengarkan perintah guru, sering melihat teman-temannya, melakukan
70
kegiatan lain di luar kegiatan belajar, dan suka mengganggu teman. Hal
tersebut disebabkan, anak ADHD tidak mampu mengontrol perilaku
hiperaktifnya.
Sebelum menjadi GPK, kedua subjek memiliki latar belakang
pengalaman dan pekerjaan yang sama yaitu sebagai shadow. Berdasarkan
wawancara yang telah dilakukan oleh kedua subjek, subjek ID dan FR
menjelaskan bahwa melalui pengalaman sebagai shadow, mereka dapat
lebih memahami karakter siswa ABK dan mampu memberikan penanganan
yang tepat pada saat menangani ABK khususnya siswa ADHD. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningrum (2012), yang
menjelaskan bahwa kesiapan dan pengalaman guru dalam menangani anak
berkebutuhan khusus sangat diperlukan agar dapat memberikan layanan dan
bimbingan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan,
selanjutnya peneliti menganalisa hasil tersebut dengan menggunakan
dimensi regulasi emosi menurut Gratz & Reomer (2003). Dimensi tersebut
terdiri dari Awereness and Understanding of emotions, Acceptance of
emotions, The ability to engage in goal (goal), dan Access to emotions
regulation strategies (strategies).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis menggunakan
teknik analisis yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992), maka
didapatkan hasil bahwa kedua subjek primer penelitian memiliki gambaran
perilaku regulasi emosi pada dimensi Awereness and Understanding of
71
emotions. Awereness and Understanding of emotions merupakan bentuk
kemampuan individu dalam memahami dan mengerti terhadap emosi yang
dirasakannya dengan cara mengontrol emosi yang dialaminya dan respon
emosi yang diperlihatkan (perilaku dan nada suara), sehingga individu
tersebut dapat menunjukan respon emosi yang tepat dan tidak meluapkan
emosi secara berlebihan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
didapatkan bahwa kedua subjek cenderung menggunakan ekspresi berupa
ucapan untuk memberikan peringatan kepada siswa ADHD yang
ditanganinya ketika siswa ADHD tersebut melakukan perilaku yang tidak
tepat saat kegiatan belajar-mengajar seperti berperilaku hiperaktif, impulsif
dan kurang perhatian (inattention) atau tidak fokus saat belajar.
Subjek ID lebih cenderung menggunakan ucapan dan teguran, hal
tersebut juga sama dengan eskpresi emosi yang diperlihatkan oleh subjek
FR. Kedua subjek tersebut beranggapan jika menangani perilaku siswa
ADHD tidak bisa dengan tindakan yang terlalu keras seperti tindakan fisik,
hal tersebut juga diungkapkan oleh subjek ID yang menjelaskan bahwa
dalam menangani siswa ADHD tidak dapat dilakukan dengan cara yang
keras, namun perlu dilakukan dengan teguran dan ucapan serta memahami
perilaku siswa ADHD secara baik, sehingga dalam menangani siswa ADHD
tidak sampai meluapkan emosi secara berlebihan dan dapat memberikan
penanganan secara tepat.
Menurut subjek FR, dalam menangani siswa ADHD, emosi yang
dirasakannya sebaiknya dapat dikendalikan dengan kesabaran. Berdasarkan
72
hasil wawancara pada subjek FR, dapat diketahui bahwa subjek FR
memiliki kesadaran emosi dan mampu memahami emosinya ketika
menangani siswa ADHD, sehingga dengan memahami emosinya tersebut,
subjek FR dapat mengekspresikan emosinya secara tepat dan dapat
membuat siswa yang ditanganinya memahami dan mengerti emosinya.
Subjek FR memiliki prinsip dalam menangani siswa yaitu bersikap sabar
namun tegas, dengan arti tegas yaitu subjek FR mampu mengendalikan
sikap dan perilaku siswa ADHD tersebut. dalam mengeskpresikan
emosinya, subjek FR mengekspresikan melalui mimik wajah dan menatap
siswa tersebut, melalui ekspresi tersebut siswa ADHD sudah mengerti
bahwa subjek sedang marah.
Pada dimensi Acceptance of emotions, kedua subjek terlihat memiliki
perilaku yang menggambarkan dimensi tersebut. subjek ID dan subjek FR
memiliki gambaran kemampuan dalam menerima suatu keadaan yang
menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi
tersebut. pada subjek ID, gambaran perilaku tersebut terlihat pada perilaku
subjek ID yang memilih utnuk meninggalkan siswa ADHD disaat siswa
tersebut melakukan perilaku yang tidak baik yang membuatnya emosi.
Subjek ID menerima emosi yang dialaminya dengan menjauhi sumber
emosi yaitu siswa ADHD, subjek ID memilih untuk meninggalkan siswa
ADHD tersebut agar emosi negatifnya tidak terluapkan secara berlebihan.
Perilaku yang menggambarkan dimensi Acceptance of emotions pada
subjek FR yaitu subjek FR lebih bersikap untuk bersabar ketika siswa
73
ADHD yang ditanganinya berperilaku tidak baik dan membuat emosi.
Subjek lebih memilih menerima emosi negatifnya dengan diam dan
bersabar. Subjek FR memilih untuk mengalah dengan tidak meluapkan
emosinya ketika siswa ADHD yang ditanganinya juga mengalami emosi
yang tidak stabil seperti menangis akibat marah tidak ingin belajar. Hal
tersebut juga dituturkan oleh subjek sekunder DN, menurut penuturan DN,
jika terdapat siswa ADHD yang menangis atau marah, subjek FR lebih
mengalah dan menanganinya dengan sabar dengan cara memberikan ucapan
pujian pada siswa tersebut agar berhenti menangis. Hal tersebut
menunjukan bahwa FR memiliki kemampuan untuk menerima perasaan
emosinya, dan tidak meluapkan emosinya pada saat siswa ADHD yang
ditanganinya marah atau saat menangis.
Subjek ID dan subjek FR memiliki gambaran perilaku pada dimensi
the ability to engage in goal (goal), subjek ID dan subjek FR memiliki
kemampuan agar tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya,
sehingga kedua subjekk dapat berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik
dan tepat. Subjek ID sempat mengalami suatu keadaan emosi yang
diakibatkan siswa ADHD yang ditanganinya tiba-tiba menangis tanpa
sebab, sedangkan di saat yang bersamaan subjek sedang mengerjakan
laporan yang harus segera dikumpulkan ke Dinas Pendidikan. Pada saat
tersebut, subjek merasa emosi karena siswa ADHD yang ditanganinya tidak
bisa berhenti menangis dan semakin rewel, namun subjek ID tidak
terpengaruh emosi negatif dan tidak meluapkan emosinya secara
74
berlebihan, subjek ID melakukan suatu tindakan yang dirasa tepat yaitu
segera menangani siswa tersebut dan menunda pekerjaan laporannya.
Subjek juga mampu memikirkan konsekuensi dari keputusannya tersebut.
Perilaku subjek FR yang menggambarkan perilaku pada dimensi The
ability to engage in goal (goal) yaitu subjek FR tidak terpengaruh emosi
negatif dari perilaku hiperaktif dan impulsif yang dilakukan oleh siswa
ADHD yang ditanganinya, subjek FR menganggap perilaku yang dilakukan
siswa ADHD merupakan perilaku yang sudah biasa, sehingga subjek FR
dapat menyikapi perilaku tersebut dengan pemikiran yang baik dan tidak
sampai meluapkan emosinya secara berlebihan. Subjek FR menjelaskan
bahwa terkadang terdapat guru yang merasa marah akibat perilaku siswa
ADHD seperti mengambil bulpoin milik guru tanpa ijin, namun subjek FR
menganggap hal tersebut sebagai hal yang biasa dan memaklumi perilaku
tersebut karena siswa yang melakukan merupakan siswa berkebutuhan
khusus. Subjek FR dapat menyikapi dengan tepat dan tidak meluapkan
emosinya secara berlebihan, subjek mengambil tindakan untuk menasehati
siswa ADHD tersebut agar tidak mengulangi perilakunya kembali.
Pada dimensi Access to emotions regulation strategies (strategies),
kedua subjek memiliki kemampuan dalam mengatasi suatu permasalahan,
subjek ID dan subjek FR memiliki kemampuan untuk menemukan suatu
cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan tepat dan cepat
menenangkan dirinya kembali.
75
Strategi yang dimiliki subjek ID yaitu dengan cara meninggalkan
siswa ADHD tersebut dan menyendiri untuk menetralisir emosi yang
dirasakannya, sehingga ketika ia kembali melakukan kegiatan belajar
mengajar emosi subjek ID dapat kembali stabil. Selain itu subjek ID juga
melakukan aktifitas yang menurutnya dapat membuat emosinya kembali
stabil, yaitu menghukum siswanya dengan aktifitas yang tidak disukainya
seperti menari, bernyanyi atau meloncat-loncat menggunakan trampolin.
Menurut subjek melalui cara tersebut, emosinya dapat lebih stabil dan
perilaku siswa yang awalnya tidak kondusif dapat lebih kondusif kembali
karena siswa tersebut merasa senang dan tidak jenuh.
Sedangkan pada subjek FR, perilaku yang tampak yaitu subjek FR
melakukan aktifitas yang menyenangkan bagi siswanya dan dirinya sendiri,
seperti mengajak siswanya bermain atau melakukan therapy bicara bagi
siswa yang bicaranya kurang lancar. Melalui aktifitas tersebut, emosi subjek
FR yang awalnya tidak stabil dapat kembali stabil, dan proses belajar dapat
kembali kondusif.
Berdasarkan penjelasan dari kedua subjek, gambaran perilaku dimensi
Access to emotions regulation strategies (strategies) kedua subjek memiliki
kesamaan yaitu menetralisir perasaan emosi melalui aktifitas yang
menyenangkan bagi diri subjek sendiri dan bagi siswa yang ditanganinya,
sehingga situasi kondisi di dalam kelas dapat menjadi lebih baik. Hal
tersebut dapat membentuk hubungan yang baik antara guru dan siswa yang
ditanganinya. Tindakan kedua subjek tersebut sejalan dengan pendapat
76
yang dikemukakan oleh Kolachina (2014) (Mangkunegara & Puspitasari,
2015), bahwa guru harus menyadari bahwa pengajaran kecerdasan
emosional harus fokus sebagai strategi untuk pengembangan siswa. Hal ini
karena kecerdasan emosi guru berhubungan dengan kemampuan mengelola
emosi dan membangun hubungan dengan siswa dan lingkungan sekolah.
Menurut Wahyuni, Ruminiati, & Sutrisno (2014), guru sekolah inklusi
memiliki beberapa hambatan dalam menangani siswa ABK, yaitu perilaku
siswa yang hiperaktif dan kesulitan dalam konsentrasi. Berdasarkan hasil
wawancara, untuk mengembalikan konsentrasi siswa ADHD, subjek ID
mengajak siswanya untuk istirahat sejenak dan mengajaknya untuk bermain
permainan sederhana di dalam kelas, sehingga ketika siswa tersebut kembali
semangat maka subjek kembali meneruskan kegiatan belajar mengajar.
Sedangkan subjek FR lebih memberikan aktifitas yang disukai siswanya
seperti menggambar, contohnya ketika siswa ADHD yang ditanganinya
yaitu RK merasa jenuh, subjek FR memberikan kertas kosong pada siswa
tersebut, karena RK memiliki kegemaran untuk menggambar. Tindakan
tersebut sesuai dengan pendapat Diamond (Ormrod, 2008), yang
menjelaskan bahwa langkah yang baik dalam membantu siswa yang
mengalami masalah emosi dan perilaku adalah dengan memperlihatkan
kepedulian kepada siswa tersebut.
Kedua subjek memperlihatkan kepedulian dalam menangani siswa
ADHD ketika siswa ADHD tersebut mengalami innattention dan hiperaktif,
melalui pemberian aktifitas yang dapat membuat siswanya terhibur. Selain
77
itu, Subjek ID memiliki tindakan yaitu bertanya pada siswa ADHD yang
ditanganinya, mengenai apa yang yang dirasakan oleh siswa tersebut
sehingga mengakibatkan siswa tersebut tidak fokus dalam proses belajar
mengajar. Setelah memahami apa yang dialami siswa tersebut, subjek ID
memberikan tindakan yang tepat untuk mengembalikan konsentrasi siswa
ADHD yang ditanganinya.
D. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah dilakukan,
terdapat beberapa keterbatasan penelitian yang dapat disimpulkan, yaitu ;
1. Kesulitan dalam menemukan data verifikasi secara mendalam, karena
sedikitnya subjek sekunder yang mengetahui secara mendalam
informasi mengenai gambaran regulasi emosi pada subjek primer secara
detail.
2. Sedikitnya keadaan dan situasi secara langsung saat subjek benar-benar
menangani siswa ADHD dalam keadaan emosi.
3. Waktu dan rancangan jadwal observasi yang dilakukan peneliti tidak
direncanakan mendetail, sehingga perilaku yang diobservasi tidak
konsisten.
4. Pedoman pengkodean perilaku observasi yang kurang detail, sehingga
dalam mengkategorikan ekspresi dan perilaku subjek menjadi tidak
spesifik.
78