56
30 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Timbulnya Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Lingkungan hidup pada masa Ki Hadjar Dewantara kecil sangat besar pengaruhnya terhadap jiwanya yang sangat peka terhadap kesenian dan nilai-nilai kultural maupun religius (Ki Suratman, 1989 : 132). Pendidikan yang diperolehnya di lingkungan keluarga sudah mengarah dan terarah ke penghayatan nilai-nilai kultural yang sesuai dengan lingkungannya. Pendidikan keluarga tersebut tersalur melalui pendidikan kesenian (cerita wayang kulit, sastra, gending, seni suara), pendidikan adat (sopan santun, tata krama, kehidupan keraton) dan pendidikan agama (filsafat Hindu dan ajaran Islam), yang kemudian berpengaruh kepada sifat kepribadiannya. Dr. Wahidin Sudirohusodo kepada para pelajar STOVIA (sekolah dokter Jawa) telah menganjurkan agar para pelajar tersebut mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa. Gagasan ini disambut baik oleh para pelajar STOVIA. Pada 20 Mei 1908, Sutomo beserta kawan-kawannya seperti Cipto Mangunkusumo dan Gunawan mendirikan sebuah organisasi kebangkitan nasional, yakni Budi Utomo (BU). Waktu itu Ki Hadjar Dewantara juga menjadi pelajar di STOVIA, beliau bersekolah disana selama tahun 1905-1910, namun tidak sempat tamat karena sakit. Ki Hadjar aktif dalam bagian seksi propaganda BU untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Timbulnya ......Pendidikan ialah sebagai laku-kodrat (instinct) dalam hidup manusia yang beradab serta bersifat kebudayaan (ceramah Ki Hadjar

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 30

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Latar Belakang Timbulnya Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

    Lingkungan hidup pada masa Ki Hadjar Dewantara kecil sangat

    besar pengaruhnya terhadap jiwanya yang sangat peka terhadap kesenian dan

    nilai-nilai kultural maupun religius (Ki Suratman, 1989 : 132). Pendidikan yang

    diperolehnya di lingkungan keluarga sudah mengarah dan terarah ke

    penghayatan nilai-nilai kultural yang sesuai dengan lingkungannya. Pendidikan

    keluarga tersebut tersalur melalui pendidikan kesenian (cerita wayang kulit,

    sastra, gending, seni suara), pendidikan adat (sopan santun, tata krama,

    kehidupan keraton) dan pendidikan agama (filsafat Hindu dan ajaran Islam),

    yang kemudian berpengaruh kepada sifat kepribadiannya.

    Dr. Wahidin Sudirohusodo kepada para pelajar STOVIA (sekolah

    dokter Jawa) telah menganjurkan agar para pelajar tersebut mendirikan

    organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat

    bangsa. Gagasan ini disambut baik oleh para pelajar STOVIA. Pada 20 Mei

    1908, Sutomo beserta kawan-kawannya seperti Cipto Mangunkusumo dan

    Gunawan mendirikan sebuah organisasi kebangkitan nasional, yakni Budi

    Utomo (BU). Waktu itu Ki Hadjar Dewantara juga menjadi pelajar di STOVIA,

    beliau bersekolah disana selama tahun 1905-1910, namun tidak sempat tamat

    karena sakit. Ki Hadjar aktif dalam bagian seksi propaganda BU untuk

    mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai

  • 31

    pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Sepak

    terjangnya kemudian makin nampak lagi dalam organisasi Indische Partij, Tiga

    Serangkai dan Komisi Bumiputera yang waktu itu lebih banyak berhaluan

    politik. Selain berorganisasi, Ki Hadjar juga aktif sebagai wartawan dan

    penulis. Tulisan-tulisannya yang berisi kritikan serta ejekan terhadap penguasa

    kolonial Belanda masa itu menghasilkan beberapa resiko, diantaranya hukuman

    penahanan penjara dan pembuangan atau pengasingan oleh pemerintah kolonial

    Belanda.

    Pembuangan Ki Hadjar Dewantara ke Belanda menjadi titik baru

    perjuangan Ki Hadjar. Kepergiannya tersebut merupakan kesempatan untuk

    memperluas pengetahuan, pandangan hidup, bakat dan jiwanya dengan dasar-

    dasar yang lebih luas terutama dibidang pendidikan dan kebudayaan. Ki Hadjar

    berkesempatan untuk memperkaya ilmu dan pengalamannya tentang

    pendidikan, untuk selanjutnya bisa merumuskan sistem pendidikan yang paling

    tepat bagi pemuda Indonesia. Hal ini terutama setelah ia yakin bahwa

    kolonialisme tidak mungkin hanya dilawan melalui kegiatan bidang politik saja,

    melainkan melalui segala bidang kehidupan termasuk juga perlawanan melalui

    bidang pendidikan dan kebudayaan.

    Selama perjuangan di Belanda, isteri Ki Hadjar, Nyi Hadjar

    (Sutartinah Sasraningrat) mempunyai arti penting tersendiri. Nyi Hadjar

    merupakan pemberi semangat Ki Hadjar Dewantara yang utama dalam masa

    pengasingan yang berat, termasuk pemberi saran dan masukan untuk

    mengusahakan pendidikan bagi tanah air Indonesia. Mereka berdua aktif

  • 32

    belajar, menimba teknik dan aspek-aspek material barat dengan jiwa dan moral

    Indonesia. Nyi Hadjar sempat belajar memperdalam ilmu pengetahuan hingga

    meraih ijazah Guru Frobel, sedangkan Ki Hadjar Dewantara berhasil meraih

    Akte Guru Eropa.

    Ki Hadjar berhasil menemukan perbedaan asasi dalam

    membandingkan kondisi pendidikan di negeri Belanda dan Indonesia. Di negeri

    Belanda diterapkan pendidikan nasional, sedangkan di Indonesia masih

    diberikan pendidikan kolonial. Pendidikan nasional bagi pelajar atau pemuda di

    Belanda hasilnya dinilainya sangat positif, sedang pendidikan kolonial yang

    diterima pemuda Indonesia ternyata tidak memungkinkan berkembangnya

    pribadi pemuda Indonesia yang berjiwa kebangsaan. Kesimpulannya ialah

    bahwa kepada pemuda di Indonesia, seharusnya juga diberikan pula pendidikan

    nasional, yakni pendidikan nasional Indonesia.

    Pada bulan September 1919, Ki Hadjar kembali ke Indonesia.

    Sekembalinya Ki Hadjar Dewantara ke tanah air tersebut, keadaan masyarakat

    belum banyak berubah akibat penjajahan kolonial. Pada waktu itu masih jarang

    sekali rakyat Indonesia yang sadar dan bisa menuntut ilmu, karena pemerintah

    kolonial Belanda sangat membatasi kemauan rakyat Indonesia untuk menuntut

    pendidikan dan pengajaran. Hanya sedikit sekali yang dapat menuntut ilmu,

    yakni anak kaum ningrat dan orang kaya. Anak-anak dari golongan rakyat biasa

    atau lapisan bawah tidak mampu membiayai sekolah putra-putrinya. Tiada arah

    pendidikan yang mendewasakan rakyat, adanya hanya “manut” dan sangat

    menonjol adanya pengajaran waktu itu hanya untuk mencukupi kepentingan

  • 33

    penjajah (Ki Sarino Mangun Pranoto dalam buku 60 Tahun Taman Siswa, 1982

    : 75).

    Pada tahun 1921, Ki Hadjar Dewantara bergabung dengan kelompok

    diskusi kebudayaan, Sarasehan Selasa Kliwonan, yang rupanya menjadi

    dorongan akhir pada keberhasilan keputusannya untuk mendirikan suatu sistem

    sekolah nasional. Selama diskusi-diskusi dalam kelompok itu, ia merencanakan

    suatu pendidikan yang asli Bumiputera, yang akan menanam nilai-nilai

    kemerdekaan dan nasionalisme pada kaum muda sebagai dasar perjuangan

    politik untuk kemerdekaan.

    Bagi Ki Hadjar, bangsa Indonesia harus segera mempersiapkan

    suatu konsep pendidikan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia supaya bangsa

    kita lebih tahu akan nasibnya sendiri dan mudah bersatu untuk menuju kearah

    tercapainya kemerdekaan. Sesuai dengan dasar dan maksudnya, maka

    pendidikan dan pengajaran harus berlandaskan semangat jiwa nasional, jiwa

    merdeka dan kerakyatan demi berhasilnya cita-cita negara. Sehingga pemikiran

    pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang bercorak nasional pada awalnya muncul

    dalam rangka mengubah sistem pendidikan kolonial menjadi sistem pendidikan

    nasional yang berdasarkan pada kebudayaan sendiri.

    Akhirnya pada tahun 1922, Ki Hadjar mendirikan sekolah Taman Siswa

    yang pertama di Yogyakarta. Sekolah ini dalam perkembangannya menjadi

    contoh hasil yang jelas dari usaha-usaha pendidikan yang dengan teliti

    dikembangkan dan dirancang oleh Ki Hadjar Dewantara untuk memecahkan

    persoalan-persoalan yang timbul akibat benturan dan ketimpangan antara

  • 34

    pendidikan barat dan timur. Tanpa membelakangi pendidikan barat, sekolah

    Taman Siswa berusaha membulatkan konsep pendidikan Indonesia yang akar-

    akarnya berasal dari kebudayaan sendiri sebagai kepribadian nasional.

    Perguruan Taman Siswa lahir untuk mendobrak sistem pendidikan saat

    itu yang tidak cocok dengan kebutuhan perjuangan bangsa Indonesia melalui

    dunia pendidikan. Taman Siswa didirikan untuk merombak sistem kolonial bagi

    rakyat Indonesia yang intelektualistis, individualistis dan materialistis menjadi

    sistem pendidikan nasional yang memberikan pendidikan kecakapan dan

    keterampilan (keprigelan), yang membina sikap-sikap untuk mengatasi masalah

    hidup (Manshuri dalam buku Pendidikan dan Pembangunan 50 Tahun Taman

    Siswa, 1976 : 45).

    B. Pendidikan dalam Perspektif Ki Hadjar Dewantara

    a. Dasar Pendidikan

    Pendidikan adalah salah satu usaha untuk memberikan segala nilai-

    nilai kebatinan, juga ada pada hidup rakyat yang berkebudayaan, kepada tiap-

    tiap turunan baru, tidak hanya berupa pemeliharaan, akan tetapi juga dengan

    maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju keluhuran

    hidup manusia (ceramah Ki Hadjar Dewantara dalam Rapat Besar Umum

    Taman Siswa, Pusara 1952 : 159). Pendidikan pada umumnya berarti daya

    upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),

    pikiran (intellect), dan tubuh anak (Ki Hadjar Dewantara, Pusara Jilid XIII No 3

    Edisi Januari 1951 : 41). Maksudnya supaya usaha pendidikan itu dapat

  • 35

    memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak

    yang kita didik dapat selaras dengan alam dan masyarakatnya.

    Pendidikan ialah sebagai laku-kodrat (instinct) dalam hidup manusia

    yang beradab serta bersifat kebudayaan (ceramah Ki Hadjar Dewantara dalam

    Rapat Besar Umum Taman Siswa, Pusara 1952 : 159). Kebudayaan adalah

    perwujudan budi (Ki Hadjar Dewantara dalam Pusara, 1952 : 170). Manusia

    dengan sadar akan senantiasa mengembangkan, mengarahkan, mengatur segala

    daya dan kekuatannya guna menyempurnakan kebudayaan yang sudah ada

    maupun menciptakan kebudayaan baru yang bermanfaat dan selaras bagi

    perkembangan kehidupan seluruh jiwa dan badannya.

    Pendidikan yang bersifat kebudayaan dimaksudkan untuk memberi

    tuntunan didalam hidup terhadap berkembangnya tubuh dan jiwa kanak-kanak

    agar kelak dalam pribadinya, anak-anak tersebut dapat memperoleh kemajuan

    lahir dan batin. Kemajuan lahir dan batin anak harus menuju kearah adab dan

    kemanusiaan, sehingga mereka dapat menjaga diri mereka dari pengaruh-

    pengaruh negatif dari apapun yang disekelilingnya.

    Adab dan kemanusiaan berarti adanya keluhuran serta kehalusan

    dalam kecerdasan budi manusia baik bagi dirinya maupun orang-orang lain

    yang berada dalam satu lingkungan yang sama dan menimbulkan kebudayaan

    bersama. Dalam usaha pendidikan yang berdasarkan kebudayaan itulah akan

    termasuk pula dengan sendirinya usaha-usaha untuk mempertinggi taraf hidup

    kemasyarakatan dimana alam kebangsaan ikut berhubungan. Didalam hubungan

    kemanusiaan dan kebangsaannya, tiap-tiap manusia berhak dan wajib bersama-

  • 36

    sama dengan manusia lain menyelenggarakan kehidupan bersama berdasarkan

    saling hormat-menghormati, sehingga dengan demikian akan terwujud

    masyarakat yang hidup didalam alam kekeluargaan.

    Tujuan pendidikan kebangsaan adalah untuk menghilangkan ras

    diskriminasi didalam tatanan sosial kehidupan masyarakat. Sehingga dalam

    segala bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apalagi kesempatan

    dalam memperoleh pendidikan, tidak boleh ada pembedaan dan pemisahan

    kedudukan, pangkat, warna kulit, golongan darah maupun keturunan.

    Pendidikan kebangsaan mendidik anak untuk berwatak kuat,

    berpandangan luas (senang mencari ilmu pengetahuan sendiri), kemauan belajar

    yang tinggi, suka bekerja atas dasar gotong royong demi kesejahteraan bersama.

    Anak dididik untuk menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, jujur,

    dan cinta tanah air. Pikiran anak yang seperti itu dapat dikembangkan melalui

    berbagai jenis pelajaran, diantaranya pelajaran agama, kesenian (contohnya:

    permainan, tarian dan nyanyian tradisional), pelajaran kesusilaan, olahraga,

    keterampilan, serta kegiatan-kegiatan lain yang harus melihat kemampuan dan

    bakat masing-masing anak. Inilah pendidikan yang pada akhirnya akan bersifat

    kemerdekaan.

    Kemerdekaan adalah suasana atau alam dimana segala kehidupan

    ada didalam keadaan yang selaras, sehingga manusia tidak merasa adanya

    pembatasan-pembatasan dan paksaan lahir dan batin yang berupa rasa angkuh,

    serakah, kebencian, rendah diri, takut, dan lain-lain. (Ki Hadjar Dewantara

  • 37

    dalam Pusara 1952 : 170). Suasana seperti ini bagi Ki Hadjar adalah syarat

    mutlak guna tumbuh dan berkembangnya kepribadian yang sekuat-kuatnya.

    Didalam suasana alam merdeka, potensi serta kepribadian anak

    dapat tumbuh dan berkembang dengan bebas namun tetap selaras dengan

    keadaan-keadaan kekuatan alam lain yang hidup disekelilingnya baik dalam

    keluarga, sekolah, dan masyarakat. Jika sikap pendidik terlalu keras dan

    memaksa, maka jiwa anak bisa tertekan sehingga pertumbuhan potensinnya

    akan mengalami hambatan. Pendidikan juga harus ditujukan kepada kecakapan

    panca indra, tajamnya pikiran, jernihnya perasaan, tetap dan kuatnya kemauan

    serta budi pekerti yang matang. Itulah tiang-tiang kemerdekaan hidup. Sari

    pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan selanjutnya juga terangkum

    dalam poin-poin penting berikut:

    1. Segala syarat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan

    kodratnya suatu keadaan.

    2. Kodratnya keadaan tadi telah ada dan tersimpan dalam adat-istiadat

    masing-masing rakyat dan daerah. Karena bergolong-golong dan

    beraneka ragam maka kodrat keadaan tersebut merupakan kesatuan

    dengan sifat perikehidupan sendiri-sendiri. Sifat-sifat itu muncul dari

    campurnya semua daya upaya untuk mendapat hidup tertib dan

    damai.

    3. Adat istiadat sebagai sifat daya dan upaya akan kehidupan yang

    tertib dan damai itu tak lepas dari pengaruh “jaman” dan “alam”.

  • 38

    Oleh karena suatu adat istiadat bisa saja berubah bentuk isi dan

    iramanya.

    4. Kita perlu mengetahui dan mempelajari keadaan jaman yang telah

    sampai perkembangannya di jaman sekarang. Hal ini bertujuan

    untuk agar supaya kita bisa belajar dan tak mengulangi kesalahan di

    masa lalu pada masa yang akan datang.

    5. Pengaruh baru adalah ketika terjadi kontak budaya antar bangsa.

    Kita harus selalu waspada dan teliti dalam memilih mana yang baik

    untuk menambah kemuliaan hidup yang masih selaras dengan corak

    budaya bangsa kita.

    Ki Hadjar Dewantara dalam mempertimbangkan dasar pendidikan

    yang tepat bagi bangsa Indonesia seperti yang sudah dijelaskan diatas

    didasarkan atas beberapa faktor penting, yakni:

    1. Setiap anak memiliki kekuatan kodrat yang dalam perkembangannya

    perlu mendapat tuntunan-tuntunan melalui pendidikan. Anak akan

    mendapat kecerdasan yang lebih luas sekaligus terlepas dari segala

    macam pengaruh yang tidak baik. Pendidikan juga akan menuntun

    mereka sebagai manusia sekaligus anggota masyarakat yang dapat

    memperbaiki sifat dan perilakunya yang belum tepat untuk mencapai

    kebahagiaan dan keselamatan hidup.

    2. Pertumbuhan seorang anak berlangsung secara evolusioner,

    sehingga akan menimbulkan tahapan dan kondisi yang berbeda-

    beda. Dalam setiap tingkatan perkembangan kodratnya tersebut,

  • 39

    misalnya dari segi usia, keadaan fisik dan psikis, perlu diikuti

    dengan tuntunan-tuntunan hidup. Sudah seharusnya masing-masing

    anak mendapat perhatian dan pendekatan yang tepat dan sesuai

    dengan perkembangan kodrat yang sedang dialaminya. Anak-anak

    yang memiliki perkembangan kodrat yang tidak normal (cacat fisik,

    keterbelakangan mental, dan sebagainya) tentunya harus mendapat

    perhatian dan tuntunan dengan cara yang khusus.

    3. Setiap anak mempunyai sifat dan kepribadian yang berbeda-beda.

    Maka seorang pendidik baik guru maupun orang tua harus

    memperhatikan bahwa kondisi setiap anak itu tidak sama, masing-

    masing memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Sehingga

    pendekatan halus dan pelan kepada individual anak akan lebih

    mengena sesuai dengan keperluan anak didik pada saat dan dalam

    keadaan yang tepat pula.

    4. Setiap manusia mempunyai hasrat untuk dihormati dan diperlakukan

    sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Dalam kondisi yang

    bagaimanapun pada dasarnya manusia menghendaki untuk dihargai

    dan diperlakukan oleh orang lain sesuai dengan kemanusiannya.

    Sehingga tugas pendidik adalah menumbuhkan rasa harga diri yang

    baik dan kuat pada anak. Harga diri ini merupakan modal utama

    dalam mengembangkan kepribadiannya.

    5. Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial.

    Didalam usaha peningkatan dirinya secara individu, seorang anak

  • 40

    juga perlu mendapat perhatian untuk menumbuhkan kesadaran

    bermasyarakat dan berbangsa. Pendekatan ini akan

    menghindarkannya dari sifat dan sikap individualisme, yang

    selanjutnya diharapkan akan menjunjung tinggi kepentingan

    bersama, bangsa dan negara daripada kepentingan sendiri.

    b. Muatan Pendidikan

    Pendidikan yang teratur bagi Ki Hadjar Dewantara adalah

    pendidikan yang bersandar atas ilmu pendidikan yang tidak berdiri sendiri,

    melainkan selalu memerlukan sumbangan dari ilmu-ilmu lain. Beberapa

    contoh ilmu yang menjadi syarat penting sebagai muatan dalam ilmu

    pendidikan dalam hal ini adalah:

    1. Ilmu Agama (rohani)

    Di dunia ini derajat manusia dianggap yang paling luhur. Tiap-tiap

    agama mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk yang mulia,

    dikaruniai Tuhan dengan sifat utama yang tidak sama dengan

    makhluk ciptaan lainnya yakni adanya cipta, rasa, dan karsa. Oleh

    karena itu, pendidikan harus mengandung nilai-nilai religius untuk

    menumbuhkan iman serta selalu mengingatkan anak akan adanya

    Tuhan sebagai penguasa jagad raya. Pendidikan yang didasarkan

    pada nilai-nilai religius pastilah juga akan selalu menggunakan cara-

    cara dan usaha mendidik (pengajaran) yang baik dan benar.

    2. Ilmu jiwa manusia (psikologi)

  • 41

    Ki Hadjar Dewantara dalam majalah Keluarga tahun ke-I No.6 Edisi

    Mei 1937 memberikan beberapa penjelasan mengenai jiwa, yakni:

    a. Jiwa merupakan kumpulan macam-macam kekuatan atau

    kecakapan dalam hidup batin manusia, misalnya : pikiran,

    perasaan dan kemauan.

    b. Jiwa menyebabkan manusia dapat berpikir, berperasaan dan

    berkehendak (budi).

    Salah satu masalah pendidikan yang penting ialah bagaimana dan

    seperti apa masuknya pengaruh-pengaruh yang akan membentuk

    dasar jiwa anak, yakni segala pengaruh yang masuk kedalam hidup

    anak-anak sedari kecil. Pengaruh-pengaruh yang baik dan tepat

    dalam aktivitas pendidikan akan membentuk dasar jiwa anak yang

    baik pula, begitupun sebaliknya.

    3. Ilmu hidup jasmani

    Ilmu jasmani digunakan sebagai acuan dalam memberikan

    pendidikan tubuh kepada anak-anak. Pendidikan tubuh akan

    mempergunakan segala gerak badan yang pantas untuk memajukan

    kesehatan, menghaluskan tingkah laku, mengolah tenaga dan

    kemampuan anak agar menjadi pribadi yang kuat, terampil, cekatan,

    teliti dan tertib. Gerak badan yang pantas berarti jangan sampai

    merusak rasa kesucian dan menyalahi kodrat, terutama gerak badan

    bagi perempuan (Ki Hadjar Dewantara dalam Pusara Jilid XIII No. 5

    Edisi April 1951: 44). Berhubungan dengan maksud pendidikan

  • 42

    tubuh secara nasional, maka hendaknya hasil kebudayaan yang

    mengandung wirasa, wirama dan wiraga dapat terus diajarkan

    misalnya seni tari, seni drama atau sandiwara, wayang, lagu dan

    permainan (dolanan) tradisional.

    4. Ilmu Moral-Kesopanan (etika) dan Keindahan (estetika)

    Berpadunya nilai etika dan estetika dengan ilmu pendidikan dalam

    pemikiran seorang Ki Hadjar Dewantara telah menghasilkan konsep

    pendidikan budi pekerti pada eranya. Pendidikan budi pekerti harus

    mempergunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa kebangsaan

    yakni menuju pada tata krama, kesusilaan, ketertiban dan kedamaian

    lahir maupun batin.

    c. Alat Pendidikan

    “Peralatan” pendidikan dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara

    dimaksudkan sebagai cara mendidik. Cara mendidik sangat banyak macamnya,

    namun diantaranya terdapat beberapa yang dianggapnya pokok, yakni:

    1. Memberi contoh

    Anak akan mengenal sesuatu hal yang baik jika pendidik langsung

    mempercontohkan kepadanya. Maka seorang pendidik wajib

    mengatur segala perbuatan didepan anak dengan sebaik-baiknya di

    berbagai lingkungan, baik di sekolah, di rumah, di masyarakat, di

    jalan, di berbagai tempat. Pada umumnya anak akan suka dan sering

    mencontoh kebiasaan pendidik tersebut. Sehingga sikap dan perilaku

    pendidik harus memperlihatkan nilai-nilai seperti ketertiban,

  • 43

    ketetapan (janji), ketepatan (disiplin), kerajinan, kejujuran,

    kebenaran, mencontohkan hal-hal yang berkaitan dengan tanggung

    jawab dan kewajiban anak pula. Hal inilah yang harus dimanfaatkan

    sebaik-baiknya oleh para pendidik khususnya guru dan orang tua.

    2. Pembiasaan dalam pergaulan (pakulinan)

    Didalam pergaulan sehari-hari dengan orang tua, saudara, guru,

    teman, maupun siapa saja, anak harus dibiasakan berperilaku yang

    baik sesuai nilai dan norma yang berlaku. Pembiasaan perilaku yang

    baik dalam pergaulan ini akan membentuk kebiasaan-kebiasaan anak

    yang selanjutnya akan dilakukan secara berulang sesuai situasi dan

    kondisi yang sedang dihadapinya. Hasilnya adalah dalam pergaulan

    itu, akan terlihat anak-anak yang mempunyai kebiasaan baik seperti

    suka menolong, tulus hati, ramah, dan sopan. Anak yang masih

    mempunyai kebiasaan kurang baik tidak boleh dibiarkan begitu saja.

    Guru dan orang tua harus memberikan pengarahan dan perhatian

    yang lebih untuk menambah pengertian anak agar merubah

    kebiasaan buruk itu.

    3. Pengajaran (wulang-wuruk)

    Pengajaran adalah pendidikan yang bermaksud memberi ilmu

    pengetahuan ataupun latihan-latihan kecakapan atau kepandaian

    yang semuanya ditujukan kearah kesediaan, kesanggupan serta

    kemampuan untuk melakukan segala kewajiban hidup dan

    penghidupan (Ceramah Ki Hadjar Dewantara dalam Rapat Besar

  • 44

    Umum Taman Siswa, Pusara 1952 : 160). Pengajaran juga

    merupakan usaha untuk mendidik pikiran dan melatih kecakapan

    dan kepandaian yang terutama dipergunakan untuk

    memperkembangkan dan mencerdaskan pikiran, serta untuk

    menyiapkan kesediaan dan kemampuan hidup didalam masyarakat

    (Ki Hadjar Dewantara dalam Pusara Jilid XIII No. 5 Edisi April

    1951 : 81). Pengajaran di sekolah-sekolah harus berarti bahwa anak

    tidak hanya mendapat pelajaran yang bersifat pengetahuan

    akademis, namun juga harus disertakan pula pelajaran yang dapat

    menambah perkembangan kepribadian anak. Isi pengajaran yang

    berdasarkan kebudayaan bangsa akan mempertumbuhkan semangat

    kebangsaan yang kuat. Pelajaran-pelajarannya bisa diambil dari

    sumber-sumber keagamaan, adat istiadat, kesenian, bahasa daerah,

    sejarah kebangsaan dan sebagainya.

    4. Hukuman dan Perintah

    Hukuman dalam kerangka pikir seorang Ki Hadjar Dewantara

    dimaksudkan untuk menghidupkan rasa keadilan pada anak serta

    memberikan pengertian bahwa segala perbuatan orang yang tidak

    baik itu akan membuat akibat sendiri-sendiri. Barangsiapa bersalah

    maka akan menerima hukuman. Hukuman ini diberikan agar anak

    mengerti dengan benar akan kesalahannya dan tidak mengulangi

    kesalahan itu kembali. Dalam konteks ilmu pendidikan, menurut Ki

  • 45

    Hadjar, hukuman kepada anak tidak boleh diberikan dengan

    seenaknya, melainkan harus dibatasi oleh tiga aturan, yaitu:

    1. Hukuman harus selaras dengan kesalahan anak,

    2. Hukuman harus dilakukan dengan adil,

    3. Hukuman harus lekas dijatuhkan.

    Dari ketiga aturan tersebut, beberapa contoh aplikasi dalam

    masalahnya adalah sebagai berikut:

    1. Jika seorang anak kedapatan tidak membuang sampah pada

    tempatnya maka orangtua akan menyuruh si anak memungut

    kembali sampah tersebut dan menyuruh membuang ketempat

    sampah; jika seorang siswa kedapatan mengotori kelas, maka guru

    segera menyuruh si anak untuk membersihkannya.

    2. Jika dirumah anak tidak membereskan mainannya seusai bermain,

    maka orang tua menyuruhnya merapikan kembali.

    3. Jika ada anak yang tidak mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah,

    maka guru lebih baik memberikan tugas atau pekerjaan rumah

    tambahan.

    Contoh-contoh hukuman yang diberikan diatas adalah hukuman yang

    tidak bersifat siksaan. Sedangkan hukuman yang bersifat siksaan seperti

    berdiri dibelakang papan tulis dalam waktu tertentu, dicubit, menjewer

    kuping dan sebagainya berakibat lama kelamaan anak akan kehilangan

    kecintaannya kepada si pemberi hukuman.

  • 46

    5. Perilaku

    Salah satu tujuan pendidikan ialah sebagai penuntun manusia dalam

    berperilaku sehari-hari diberbagai lingkungan hidup. Dalam hal ini

    pendidik akan menjadi pemimpin atau ketua dari penuntun laku anak.

    Cara-cara berperilaku seorang pendidik yang baik dan tepat menurut Ki

    Hadjar Dewantara terangkum dalam sistem among. Among berarti

    asuhan dan pemeliharaan dengan penuh suka cita, dengan memberi

    kebebasan anak asuhan untuk berkembang sesuai kemauan, kemampuan

    dan kemanusiaan.

    6. Pengalaman lahir dan batin (tringa: ngerti, ngrasa, nglakoni)

    Ki Hadjar Dewantara mempunyai pandangan bahwa segala ajaran yang

    kita anut, dan terhadap semua paham hidup yang kita peluk, diperlukan

    pengertian, kesadaran dan kesungguhan untuk melaksanakannya. Begitu

    pula dalam dunia pendidikan, pendidik dan anak didik sama-sama

    memiliki kesempatan untuk mengerti, menyadari dan melakukan hal-hal

    yang diajarkan. Jika demikian maka pendidikan itu tidak hanya sekedar

    teori-teori. Keberhasilan pendidikan sejatinya lebih bisa dilihat melalui

    penerapan atau aplikasi.

    Dari penjelasan mengenai pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang

    pendidikan diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa beliau menjadikan kodrat

    manusia (anak) sebagai dasar dan pusat perhatian. Didalam proses pertumbuhan

    dan hidupnya, setiap anak ingin menerima dan menghayati dunianya sendiri

    dalam segala bentuk, sehingga mereka menginginkan pula suatu kebebasan

  • 47

    dalam mengembangkan diri. Kebebasan disini bukan berarti bahwa anak itu

    dapat dibiarkan berbuat semaunya sendiri. Kebebasan diartikan sebagai

    kemungkinan bagi anak untuk mengembangkan dirinya seluas mungkin, yang

    disertai dengan tanggungjawab dan disiplin diri dan pengawasan dari berbagai

    pihak, sehingga anak-anak dapat berkembang merdeka dan serasi sesuai

    jiwanya. Yang tak kalah penting ialah dalam rasa kebebasan atau kemerdekaan

    itu, jiwa anak harus selalu terikat dengan budaya bangsa sendiri.

    Pendidikan yang dicita-citakan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah

    Pendidikan Nasional. Hal ini diinsyafi benar oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa

    perjuangan kemerdekaan bangsa harus didasari jiwa merdeka dan jiwa nasional

    dari bangsa itu. Hanya orang-orang yang berjiwa merdeka saja yang sanggup

    berjuang menuntut dan selanjutnya mempertahankan kemerdekaan. Syaratnya

    ialah Pendidikan Nasional, dan pendidikan merdeka pada anak-anak yang akan

    dapat memberi bekal kuat untuk membangun karakter bangsa. (Haryanto, 2011

    : 15).

    C. Pendidikan Karakter dalam Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

    Ki Hadjar Dewantara memberi penjelasan bahwa watak atau

    karakter merupakan perpaduan daripada segala tabiat manusia yang bersifat

    tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu

    dengan yang lain. Sebenarnya bersatunya pikiran, perasaan dan kemauan itulah

    yang merupakan budi manusia. Ketiga-tiganya adalah syarat mutlak untuk

    mewujudkan manusia susila atau makhluk yang beradab. (Ki Hadjar

    Dewantara, 1977 : 407).

  • 48

    “Budi pekerti” atau “watak” atau “karakter” yaitu bulatnya jiwa

    manusia (Ki Hadjar Dewantara dalam Dwi Siswoyo dkk, 2007 : 169). Budi itu

    sendiri merupakan alat batin manusia untuk menimbang baik buruk, benar

    salah, luhur hina, halus kasar, dan sebagainya (bermuatan cipta, rasa, karsa)

    yang mempengaruhi, mengarahkan dan menuntun semua perbuatan manusia.

    Budi adalah kesatuan antara pikiran, perasaan dan kemauan, sedangkan

    “pekerti” itu artinya “tenaga”. Jadi “budi pekerti” itu sifatnya adalah jiwa

    manusia, mulai dari angan-angan hingga berubah menjadi tenaga (usaha dan

    tindakan).

    Budi pekerti merupakan hasil aktualisasi diri dari budi yang dimiliki

    dalam perbuatan manusia baik yang nampak maupun tidak. Budi pekerti yang

    bersifat tetap dan menonjol akan membentuk watak seseorang. Sedangkan

    watak adalah merupakan bagian integral dari kepribadian manusia, dan

    kepribadian itu baik secara individual maupun sebagai bangsa merupakan jati

    diri seseorang atau bangsa itu. Sehingga pada akhirnya budi pekerti merupakan

    realisasi dan sekaligus menunjukkan jati diri.

    Pendidikan budi pekerti yang dicetuskan oleh Ki Hadjar merupakan

    usaha penting dalam menghindari praktik pendidikan yang berat sebelah.

    Maksudnya ialah pendidikan yang hanya mementingkan kemampuan akademik

    anak. Ki Hadjar Dewantara sejak awal pendirian perguruan Taman Siswa telah

    menolak adanya gejala tersebut. Dalam sekolah yang didirikannya itu, beliau

    menentukan suatu alternatif baru dalam pendidikan, yakni mengupayakan

    pendidikan yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan

  • 49

    cipta, rasa, dan karsa dalam satu integralitas yang selaras dan harmonis dengan

    alam dan jiwanya. Itulah corak budi pekerti manusia yang luhur, yang berwatak

    baik akan berperilaku baik pula.

    Ki Hadjar Dewantara selalu mencari sintesa antara kepentingan

    individu manusia dan kepentingan hidup bersama manusia didalam setiap

    konsepsi dan ajaran hidupnya. Hak seseorang tidak boleh melanggar hak orang

    lain, dengan perwujudan hak seseorang tidak boleh meninggalkan

    kewajibannya terhadap kehidupan bersama (Ki Suratman, 1991 : 3). Atas dasar

    yang seperti itu, maka pendidikan budi pekerti dalam pemikiran Ki Hadjar

    Dewantara mempergunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa

    kebangsaaan menuju kesucian, ketertiban dan kedamaian lahir batin, tidak saja

    syarat-syarat yang sudah ada dan ternyata baik, melainkan juga syarat-syarat

    jaman baru yang berfaedah dan sesuai dengan maksud dan tujuan bersama.

    Ajaran maupun konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara selalu

    berlatar belakang dari berbagai nilai, terutama kebudayaan, kebangsaan,

    kemanusiaan, kerakyatan, alam, dan spiritual. Berikut ini merupakan kumpulan

    konsep pendidikan hasil pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang memiliki

    urgenitas dengan pendidikan karakter:

    1. Trisentra (Tripusat) Pendidikan

    Didalam proses tumbuh kembangnya seorang anak, Ki Hadjar

    Dewantara memandang adanya tiga pusat pendidikan yang memiliki peranan

    besar. Semua ini disebut “Tripusat Pendidikan”. Tripusat Pendidikan mengakui

    adanya pusat-pusat pendidikan yaitu;

  • 50

    1). Pendidikan di Lingkungan Keluarga

    “Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting,

    oleh karena sejak timbulnya adab kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga

    itu selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia”

    (Sumber: Ki Hadjar Dewantara, Wasita Tahun 1 No.4 Juni 1935).

    “Alam keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah alam pendidikan yang

    permulaan. Pendidikan disitu pertama kalinya bersifat pendidikan dari orang

    tua, yang berkedudukan sebagai guru (penuntun), sebagai pengajar dan

    sebagai pemimpin pekerjaan (pemberi contoh). Tiga bagian itu didalam

    hidup keluarga belum terpisah-pisah akan tetapi bersifat total”

    (Sumber : Ki Hadjar Dewantara, Keluarga No.4 Tahun I Oktober 1937)

    Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai alam keluarga sebagai

    pusat pendidikan diatas, didasarkan pada hal-hal berikut:

    a. Setiap keluarga pada dasarnya menginginkan anak-anak yang kelak

    akan sanggup dan mampu melaksanakan segala yang baik untuk

    kehidupannya. Sehingga pendidikan dalam keluarga merupakan usaha

    pendidikan yang berlaku sebagai kodrat (instinct).

    b. Didalam lingkungan keluarga, seorang anak berkomunikasi,

    bersosialisasi dengan seluruh warga keluarga itu seperti ayah, ibu,

    saudara-saudarinya, kakek, nenek dan siapa saja yang tinggal

    bersamanya didalam rumah tersebut.

    c. Rasa cinta, rasa bersatu, rasa kebersamaan dan perasaan-perasaan lain

    pada umumnya yang dirasakan anak dalam keluarga sangat berperan

    dalam membentuk jiwa anak, khususnya dalam pendidikan budi pekerti.

  • 51

    d. Didalam keluarga terdapat banyak kesempatan untuk mendidik anak

    secara pribadi (individual) sehingga pendidikan yang diberikan akan

    terasa lebih mendalam. Orang tua dapat menanamkan benih-benih

    kebatinan anak sejak masa kecil (pra sekolah). Ayah atau ibu akan dapat

    berdiri bebas sebagai guru, sebagai pengajar kecerdasan pikiran serta

    pemberi ilmu pengetahuan dasar dan pemberi contoh-contoh laku

    kesosialan. Hal ini merupakan hak setiap orang tua yang tidak bisa

    diganggu gugat oleh orang lain.

    2). Lingkungan Sekolah (perguruan)

    Alam perguruan merupakan pusat perguruan yang teristimewa

    berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual)

    beserta pemberian ilmu pengetahuan (balai-wiyata). Pemikiran Ki Hadjar

    Dewantara tentang lingkungan sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan

    didasarkan oleh beberapa hal seperti berikut:

    1. Di sekolah terjadi berbagai aktivitas pendidikan, diantaranya:

    - pemberian berbagai ilmu pengetahuan

    - pengajaran; pembekalan berbagai keterampilan kepada anak didik,

    - menyediakan fasilitas-fasilitas dan kesempatan kepada anak didik

    untuk mengembangkan kemampuan, bakat dan minat melalui

    organisasi, kegiatan intra maupun ekstrakurikuler.

    2. Sekolah merupakan salah satu pusat latihan anak untuk bersosialisasi.

    Orang-orang yang ada dilingkungan sebuah sekolah adalah merupakan

    komunitas, dimana terjadi pergaulan antara siswa dengan siswa, siswa

  • 52

    dengan pamong, dengan pegawai atau karyawan lain, bahkan dengan

    masyarakat sekitarnya. Jadi anak-anak belajar berinteraksi, saling

    pengaruh mempengaruhi.

    3. Kewajiban perguruan sebagai badan pendidikan ialah untuk memberi

    dasar pada pendidikan yang diberikan, sesuai dengan

    pertanggungjawabannya dalam memberi bekal hidup pada anak didik,

    salah satunya melatih siswa untuk mengabdi pada perikemanusiaan (Ki

    S Mangunsarkoro, Pusara Jilid XIV No. 8 : 21).

    4. Jika pendidikan budi pekerti di keluarga terpisah dengan pendidikan di

    alam perguruan (sekolah), maka pendidikan budi pekerti akan menjadi

    sia-sia, oleh karena sekolah juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap

    perkembangan diri seorang anak.

    3). Alam Pemuda (Masyarakat)

    Alam pemuda sekarang ini telah diperluas menjadi lingkungan atau

    alam kemasyarakatan sebagai tempat seorang anak berlatih membentuk

    watak dan kepribadiannya. Usaha pembangunan jiwa pemuda asalkan

    dilakukan bersama-sama dengan usaha pembangunan dalam masyarakat

    kita, pasti akan membawa banyak manfaat (Ki Hadjar Dewantara dalam

    Pusara Jilid XIV No.5 Edisi September 1952 : 59). Pendidikan dalam

    masyarakat dapat dilakukan oleh:

    a. Lembaga keagamaan : pendidikan yang selalu diintegerasikan dengan

    ajaran keagamaan, misalnya pesantren kilat di masjid dan sekolah

    minggu di gereja.

  • 53

    b. Organisasi pemuda : usaha pendidikan juga dilaksanakan didalam

    organisasi-organisasi dengan tujuan dan sasaran utamanya

    mengembangkan kemampuan para pemuda, misalnya: perkumpulan

    olahraga, karang taruna (pendidikan kepemimpinan), dan lain-lain.

    Ketiga lingkungan pendidikan tersebut sangat berkaitan erat satu dengan

    lainnya, tidak bisa dipisah-pisahkan dan memerlukan kerjasama yang sebaik-

    baiknya untuk memperoleh hasil pendidikan maksimal seperti yang dicita-citakan.

    Untuk mencapai keberhasilan pendidikan, harus ada keharmonisan diantara ketiga

    pusat pendidikan ( Ki Soenarno HD, 1989 : 125).

    Alam pemuda atau masyarakat sangat besar pengaruhnya pada penguasaan

    diri seorang anak dalam pembentukan watak atau karakter. Sebab didalam alam ini

    pulalah kenakalan anak sering muncul. Penyebabnya karena banyak faktor,

    diantaranya: salah pergaulan, penyalahgunaan kemajuan teknologi informasi,

    imitasi budaya barat yang negatif, dan sebagainya. Dalam hal ini jika terdapat

    hubungan yang erat antara sekolah (perguruan) dengan keluarga (rumah) dan

    lingkungan pergaulan dalam masyarakat, maka berlangsungnya pendidikan

    terhadap anak selalu dapat diikuti serta diamati, agar dapat berjalan sesuai dengan

    tujuan yang hendak dicapai. Sehingga seminimal mungkin anak dapat

    terselamatkan dari berbagai bentuk penyimpangan sosial.

    Hal tersebut menunjukkan pula bahwa pendidikan sangat bisa diusahakan

    dan dilakukan secara luas. Berlangsungnya pendidikan tidak hanya menjadi tugas

    sebuah sekolah yang seiring kemajuan jaman dianggap paling bertanggungjawab

    dalam menangani masalah pendidikan anak. Ki Hadjar Dewantara tidak

  • 54

    memandang perguruan atau sekolah sebagai lembaga yang memiliki orientasi

    mutlak dalam proses pembentukan karakter anak. Beliau justru memandang

    pendidikan sebagai suatu proses yang melibatkan unsur-unsur lain di luar sekolah.

    Sebab pendidikan seharusnya tidak hanya terbatas kita peroleh dari dalam sekolah

    formal maupun informal, namun kita juga harus aktif melaksanakan dan mencari

    nilai-nilai pendidikan itu didalam masyarakat. Maka pendidikan itu akan

    berlangsung terus menerus dan tidak mengenal usia.

    2. Sistem Among

    Sistem Among merupakan sistem pendidikan dari Ki Hadjar

    Dewantara dari yang diaplikasikan sepenuhnya didalam perguruan Taman

    Siswa. Kata “among” berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti mengasuh,

    mengabdi dengan pengorbanan agar yang dimong merasa bahagia (Dwi

    Siswoyo, 2008 : 136). Tujuan metode among adalah membina kemandirian dan

    kedisiplinan pribadi, mengganti cara mengajar konvensional (penuh perintah

    dan paksaan) dengan cara pengajaran baru yang lebih mengutamakan

    kemerdekaan dan ketertiban.

    Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa pendidikan Taman Siswa

    bercita-cita mendorong jiwa raga anak-anak secara bebas dan menuju pada adab

    perikemanusiaan. Dasar pemikiran ini adalah bahwa anak mempunyai kodrat

    untuk tumbuh dan berkembang secara merdeka. Oleh sebab itu, maka metode

    among ini memiliki beberapa ciri khas, diantaranya:

  • 55

    1. Anak-anak dibiasakan untuk cinta kepada cita-cita sosial sehingga kelak

    anak tidak akan memiliki sifat individualis, namun mendahulukan

    kepentingan bersama.

    2. Anak-anak dibiasakan untuk bergotong royong, bantu-membantu,

    bekerjasama dengan orang lain.

    3. Anak-anak diberi kesempatan untuk berinteraksi, bersosialisasi dan

    berorganisasi.

    Lebih lanjut dapat penulis katakan bahwa prinsip dari metode among

    adalah memberi kemerdekaan kepada anak didik untuk aktif belajar, mencari

    ilmu, mengembangkan dirinya dengan cara mereka sendiri. Tugas pendidik

    adalah menjaga agar kemerdekaan yang diberikan kepada anak ialah kebebasan

    yang bertanggungjawab, tidak membahayakan keselamatan diri sendiri atau

    orang lain. Sehingga cara pendidikan among bermaksud memberikan

    kesempatan sebanyak-banyaknya kepada anak untuk membina disiplin pribadi

    dan untuk mengembangkan pribadinya secara wajar melalui pemahaman, usaha

    dan pengalaman sendiri. Sedangkan para pendidik sebagai pemimpin proses

    pendidikan diharuskan banyak memberi bimbingan dan tuntunan. Dalam sistem

    among, pendidik dan anak didik sama-sama memperoleh pengalaman sesuai

    konsep Tringa: ngerti = mengerti, ngrasa = merasa, nglakoni = melakukan.

    Oleh karena itu, pendidik sebagai pemimpin anak didik diwajibkan bersikap

    sesuai Trilogi Kepemimpinan, yaitu :

  • 56

    1. Ing ngarsa sung tuladha,

    Secara etimologi, kata ing = di, ngarsa = depan, sung = memberi,

    tuladha = contoh atau tauladan. Maksudnya adalah orang-orang yang

    berada didepan sebagai pemimpin dan pendidik (orang tua, guru dan

    tokoh masyarakat) harus dapat menjadi contoh yang baik bagi orang-

    orang (anak) yang dipimpin dan dididiknya. Didalam menghadapi

    penilaian umum, pendidik harus menjadi teladan dengan mewujudkan

    tujuan dan cita-cita pendidikan bagi anak secara konsisten dan

    konsekuen.

    2. Ing madya mangun karsa

    Secara etimologi, kata ing = di, madya = tengah, mangun =

    membangun, karsa = inisiatif. Maksudnya ialah seorang pendidik harus

    bisa:

    � membangun inisiatif ditengah-tengah anak didikanya,

    � memperbaiki keadaan-keadaan yang bersifat negatif menjadi positif,

    � senantiasa memberi motivasi, membangkitkan semangat,

    menumbuhkan daya aktivitas dan kreativitas sesama dalam hidup.

    � memberikan ide, saran, masukan serta kritik yang membangun.

    3. Tut wuri handayani.

    Secara etimologi, kata tut berasal dari kata ngetutke = mengikuti, wuri =

    mburi = belakang, handayani = wibawa. Maksudnnya seorang pendidik

    harus menarik diri kebelakang untuk mengikuti dan mengawasi anak

  • 57

    didik namun tetap memberi pengaruh dan menunjukkan kewibawaan.

    Beberapa contoh kewibawaan itu ialah:

    � Tetap memberi kemerdekaan pada anak didik untuk berkembang

    sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.

    � Pendidik tidak bersikap otoriter, tidak memiliki keinginan sedikitpun

    untuk menguasai atau memaksa anak didik.

    � Senantiasa memberi koreksi dengan sabar jika anak didik

    melakukan tindakan yang salah, bukan memberikan hukuman yang

    sewenang-wenang.

    � Pendidik tidak bertindak dan berkata kasar terhadap anak, mengasuh

    dan mendidik dengan penuh kasih sayang, perhatian, serta bersikap

    adil ( tidak diskriminasi).

    Dari penjelasan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa secara keseluruhan

    metode among dijalankan atas dasar jiwa dan semangat kekeluargaan serta

    kemerdekaan bagi anak. Tujuan utama dari metode ini adalah pembinaan

    swadisiplin pada anak. Maksud dari swadisiplin tersebut yakni pribadi yang dapat

    merdeka. Merdeka dalam artian bukan hidup penuh dengan kebebasan yang mutlak,

    melainkan hidup merdeka menurut nilai-nilai hidup tertentu yang oleh masing-

    masing anak dihayati secara otonom (sendiri-sendiri), dan dilaksanakan secara

    sukarela dan ikhlas.

    Sifat sukarela dan ikhlas dalam anak tersebut muncul karena dalam

    hidupnya mereka juga telah terbebas dari rasa dipaksa dan terpaksa, bebas dari

    ketidakadilan, bebas dari hukuman yang bersifat menyiksa, bebas dari rasa

  • 58

    perselisihan dan permusuhan. Sebaliknya, hidup anak yang merdeka itu dipenuhi

    dengan suasana kegembiraan, keharmonisan yang selalu dipelihara.

    Pelaksanaan metode among dapat menghasilkan jiwa anak yang merdeka

    lahir batinnya. Maksudnya adalah anak-anak yang berjiwa dinamis dan maju,

    memikiki semangat untuk beraktivitas dan berkreativitas, hidup tentram dan tenang,

    mampu mengendalikan diri, memiliki kebijaksanaan dan kesabaran, mampu

    menghadapi permasalahan bahkan menemukan solusi dari pemecahan masalah

    tersebut.

    3. Pancadarma

    Pancadarma merupakan ciri khas dari perguruan Taman Siswa yang

    sebelumnya dikenal dengan sebutan “Dasar-Dasar Taman Siswa 1947”.

    Pancadarma dinyatakan sebagai lanjutan cita-cita Ki Hadjar Dewantara dan kawan-

    kawannya yang tergabung dalam “Paguyuban Selasa Kliwonan” (Ki

    Mangunsarkoro, Pusara edisi Maret 1952 : 6). Selanjutnya tentang konsep

    Pancadarma, Ki Hadjar Dewantara menyatakan sebagai berikut :

    “Dasar-dasar yang termaktub didalam Pancadarma kita, yaitu : 1. Kemerdekaan, 2.

    Kodrat Alam, 3. Kebudayaan, 4. Kebangsaan, dan 5. Kemanusiaan, dengan sendirinya

    mendorong asas (yakni aliran, haluan, anjuran tekad, niat, dan kemauan), supaya kita

    berbuat segala apa yang berdasarkan lima dasar tersebut”

    (Sumber : Asas-asas dan Dasar Tamansiswa dalam Buku Seri Ketamansiswaan IV, Majelis

    Luhur Persatuan Tamansiswa : 1984 )

    Urutan dari masing-masing dasar dalam Pancadarma adalah bukan sesuatu

    yang berdiri sendiri-sendiri, tidak boleh diartikan pula bahwa urutan tersebut

    menunjukkan tingkat keutamaan dan kepentingannya. Pancadarma merupakan

    suatu konsep yang berkesinambungan, yang kelima dasarnya harus dijalankan

  • 59

    secara selaras dan seimbang guna mencapai cita-cita yang diinginkan. Untuk lebih

    memperjelas hal ini, Ki Hadjar memberikan penggambaran sebagai berikut:

    “Berilah kemerdekaan dan kebebasan kepada anak-anak kita, bukan kemerdekaan

    yang leluasa, namun yang terbatas oleh tuntutan kodrat-kodrat alam yang khas atau nyata,

    dan menuju kearah Kebudayaan, yakni keluhuran dan kehalusan hidup manusia. Agar

    kebudayaan tadi dapat menyelamatkan dan membahagiakan hidup dan penghidupan diri

    dan masyarakat maka perlulah dipakainya dasar kebangsaan, akan tetapi jangan sekali-kali

    dasar ini melanggar atau bertentangan dengan dasar yang lebih luas, yaitu dasar

    kemanusiaan.” (Sumber: Ki Hilmi Yusuf dalam buku “Ki Hadjar Dewantara dalam

    Pandangan Para Cantrik dan Mantrinya”, 1989 : 57)

    Berdasarkan penjelasan dan keterangan tentang konsep Pancadarma oleh Ki

    Hadjar Dewantara serta murid-muridnya yang kemudian menjadi pamong di

    perguruan Taman Siswa, maka konsep Pancadarma untuk pendidikan karakter

    dapat penulis perjelas sebagai berikut:

    1). Kemerdekaan

    Pendidikan atas dasar kemerdekaan merupakan salah satu bentuk pengamalan

    sila kedua Pancasila, yakni “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”.

    Kemerdekaan merupakan salah satu karunia dari Tuhan kepada setiap manusia,

    yakni hak untuk mengatur hidupnya sendiri, namun dengan mengingat dan

    berpegang pada syarat-syarat tertentu guna tertib dan damainya masyarakat.

    Karena itu maka kemerdekaan harus diartikan sebagai swadisiplin atas dasar

    nilai-nilai yang luhur, baik sebagai individu maupun sebagai anggota

    masyarakat. Kemerdekaan harus menjadi dasar yang kuat untuk

    mengembangkan pribadi yang sadar akan suasana yang selaras dalam hidup

    bermasyarakat. Oleh sebab itu, pendidik dan anak didik berkewajiban untuk :

  • 60

    a. Memegang hak untuk mengatur hidupnya sendiri.

    b. Menghormati hak orang lain.

    c. Mengembangkan swadisiplin diri.

    d. Menjaga maupun mengusahakan keharmonisan dan ketertiban bersama.

    Beberapa contoh sikap diatas, jika dipakai dan diaplikasikan didalam setiap

    sendi kehidupan masyarakat Indonesia maka akan berujung pada tercapainya

    “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

    2). Kodrat Alam

    Pendidikan berdasarkan kodrat alam merupakan salah satu bentuk pengamalan

    sila pertama Pancasila, yakni “KeTuhanan Yang Maha Esa”. Kodrat alam

    sebagai perwujudan kekuasaan Tuhan mengandung arti bahwa, pada

    hakekatnya manusia sebagai makhluk Tuhan adalah satu dengan alam semesta

    ini. Karena itu, usaha pendidikan harus selaras dengan unsur-unsur alam.

    Sebagai contoh penerapannya, maka pendidik dan anak didik berkewajiban

    untuk :

    a. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

    b. Menghormati, menjaga dan menyelaraskan diri dengan alam semesta.

    c. Pendidik senantiasa memasukkan nilai-nilai keagamaan dan alam dalam

    kegiatan pendidikan dan pengajaran.

    3). Kebudayaan

    Kebudayaan sebagai salah satu dasar pendidikan mengandung arti bahwa

    pendidikan harus ikut pula menjaga dan memelihara nilai-nilai dan bentuk

    kebudayaan nasional. Dalam memelihara kebudayaan nasional itu yang paling

  • 61

    penting adalah membawa kebudayaan nasional itu kearah kemajuan yang sesuai

    dengan perkembangan masyarakat tanpa melunturkan corak dan nilai-nilai

    dasar dari budaya tersebut. Dalam hal ini pendidik dan anak didik berkewajiban

    untuk :

    a. Menjunjung tinggi nilai-nilai hidup yang luhur, seperti: adat istiadat,

    tradisi dan tata krama.

    b. Mencintai, memelihara, memajukan kebudayaan nasional.

    c. Bersikap selektif terhadap kebudayaan asing yang masuk

    d. Pendidik memanfaatkan budaya nasional sebagai salah satu bahan atau

    sumber pengajaran, misalnya dalam seni tari, seni rupa, seni musik.

    4). Kebangsaan

    Dasar kebangsaan juga merupakan ciri khas pengamalan Pancasila sebagai

    pedoman hidup bangsa Indonesia, yakni sila “Persatuan Indonesia” dan

    “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/

    Perwakilan”. Dasar ini mengandung arti bahwa rakyat Indonesia harus memiliki

    rasa cinta tanah air, rasa satu bangsa Indonesia, untuk menggapai kesejahteraan

    bersama. Sehingga pendidik dan anak didik berkewajiban untuk:

    a. Menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan

    pribadi dan kelompok.

    b. Saling bekerjasama melalui konsep hidup gotong royong dan

    musyawarah untuk mufakat.

    c. Menghindari permusuhan antar warga negara maupun kebencian

    terhadap bangsa lain.

  • 62

    d. Berperan serta dalam mengisi kemerdekaan dan mencapai cita-cita

    nasional.

    e. Menjunjung tinggi semangat Bhinneka Tunggal Ika untuk persatuan dan

    kesatuan bangsa.

    5). Kemanusiaan

    Dasar kemerdekaan, kebudayaan dan kebangsaan dalam pendidikan tidak boleh

    bertentangan dengan dasar kemanusiaan, bahkan harus menjadi sifat dan bentuk

    laku yang nyata. Dasar Kemanusiaan merupakan pengamalan dari sila-sila

    Pancasila sebagai tuntunan dasar dalam kehidupan rakyat Indonesia, khususnya

    sila “ Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab ”. Oleh karena itu, pendidik dan

    anak didik berkewajiban :

    a. Memiliki sifat dan sikap kemanusiaan yang timbul dari keluhuran akal

    dan budi.

    b. Saling tolong menolong, memiliki sifat tepa selira.

    c. Saling menghormati perbedaan antar manusia, misalnya perbedaan ras,

    suku, warna kulit, dan sebagainya.

    d. Memiliki maupun berlaku cinta-kasih terhadap sesama.

    4. Teori Trikon

    Kebudayaan sebagai salah satu dasar pendidikan harus

    dikembangkan sesuai Teori Trikon Ki Hadjar Dewantara. Teori Trikon

    merupakan usaha pembinaan kebudayaan nasional yang mengandung tiga sifat

    dasar yaitu kontinuitas, konsentrisitas, dan konvergensi.

  • 63

    a. Dasar Kontinuitas

    Pendidikan nasional adalah juga usaha kebudayaan, yaitu suatu usaha untuk

    memperbaiki dan mempertingi derajat turunan seseorang dan bangsa. Ki Hadjar

    Dewantara menjelaskan bahwa budaya, kebudayaan atau garis hidup bangsa itu

    sifatnya berkelanjutan, tak terputus-putus. Kehidupan suatu bangsa yang

    dipenuhi dengan perkembangan dan kemajuan kebudayaan akan terus

    menerima pengaruh nilai-nilai baru baik dari perkembangan sendiri maupun

    dari luar. Unsur kebudayaan asli dan tradisional yang masih berguna harus tetap

    dikembangkan dan dibina terus menerus tanpa terputus. Dalam hal ini

    kontinuitas dapat diartikan bahwa dalam mengembangkan dan membina

    karakter bangsa harus merupakan kelanjutan dari budaya sendiri. Sehingga

    kontinuitas sangat berpegang teguh pada kewajiban untuk mewariskan dasar-

    dasar budaya bangsa Indonesia secara terus menerus.

    b. Dasar Konsentris

    Dasar konsentris berarti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan, kita harus

    mementingkan kebudayaan Indonesia sendiri sebagai sentralnya, namun juga

    bersikap terbuka dengan budaya asing maupun budaya baru yang masuk. Syarat

    mutlaknya ialah keterbukaan itu harus disertai sikap yang kritis dan selektif

    terhadap pengaruh dan dampak-dampak dari kebudayaan di sekitar kita. Unsur-

    unsur yang selaras dan sesuai dengan corak kepribadian bangsa dapat diambil

    guna memperkaya dan mempertinggi mutu kebudayaan kita. Begitupula dengan

    usaha pendidikan karakter bagi anak, pendidikan yang diusahakan itu harus

    berakar pada budaya bangsa Indonesia, meskipun lagi-lagi tidak tertutup

  • 64

    kemungkinan untuk mengakomodir budaya luar yang baik dan selaras dengan

    budaya bangsa. Dapat penulis simpulkan bahwa dasar konsentris berpegang

    pada pemanfaatan apek-aspek dalam budaya luar untuk pengembangan budaya

    yang bersifat nasional Indonesia.

    c. Dasar Konvergensi

    Dasar konvergensi bermaksud menyatukan kebudayaan sendiri dengan

    kebudayan asing demi kemajuan bersama. Dalam hubungannya dengan usaha

    pendidikan karakter bagi anak, dasar konvergensi berarti bekerja sama dengan

    bangsa lain untuk mengusahakan pembinaan karakter dunia sebagai kebudayaan

    kesatuan umat sedunia (konvergen), tanpa mengorbankan kepribadian atau

    identitas bangsa masing-masing. Oleh sebab itu, seperti apapun bentuk

    perkembangan jaman, ciri atau corak khas kebudayaan bangsa Indonesia tidak

    harus ditiadakan demi membangun kebudayaan dunia. Dari keterangan ini dapat

    penulis simpulkan bahwa dasar konvergensi berpegang pada pemanfaatan

    aspek-aspek budaya (baik nasional maupun internasional) sebagai dasar hidup

    masyarakat global (bersama).

    D. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Untuk Pendidikan Karakter

    Bangsa di Sekolah Dasar (SD) Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa

    Pendidikan budi pekerti didalam lingkungan keluarga seiring

    kemajuan jaman telah mulai sedikit diabaikan. Dilain pihak, lingkungan sosial

    (masyarakat) tidak memiliki banyak kesadaran bahwa tindakan, perhatian dan

    kepedulian mereka terhadap anak pada dasarnya akan memberikan pengaruh

    yang cukup besar pada pengembangan kepribadian anak tersebut. Keluarga dan

  • 65

    masyarakat dewasa ini cenderung lebih mempercayakan pendidikan anak yang

    sepenuhnya pada lingkungan sekolah. Maka lingkungan sekolah mau tidak mau

    menempati baris terdepan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan karakter

    yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan.

    Pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang terumuskan dalam

    beberapa konsep dan berhasil direalisasikan didalam Perguruan Taman Siswa

    harusnya direvitalisasikan kedalam sekolah-sekolah masa kini. Apalagi dalam

    lingkup Sekolah Dasar (SD) sebagai jenjang pendidikan formal yang mendasar

    dan amat penting bagi anak. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan

    kurikulum yang pengembangannya kini diotonomikan kepada sekolah harus

    dimanfaatkan seluas-luasnya demi tercapainya visi dan misi sekolah. Dalam hal

    ini penulis meyajikan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta

    sebagai sekolah percontohan yang berhasil melaksanakan pendidikan karakter

    yang berlandaskan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

    a. Profil SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa

    � Nama Sekolah : SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa

    � Alamat : Jalan Tamansiswa No. 25 Wirogunan

    Kecamatan Mergangsan Yogyakarta 55151,

    Telp (0274) 388546

    � Tahun Berdiri : 1992

    � Status - Akreditasi : Swasta - A

    � E-mail : [email protected]

  • 66

    � Visi : “Menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya

    dan pendidikan budi pekerti luhur”

    � Misi :

    • Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien dan

    terukur untuk mewujudkan pendidikan bermutu.

    • Menyelengarakan pendidikan kesenian dan penanaman nilai-nilai

    budaya untuk mewujudkan pendidikan berbasis seni budaya.

    • Menerapkan “among system” dengan tekanan keteladanan silih

    asah, silih asih dan silih asuh implementasi pendidikan budi pekerti

    luhur.

    b. Strategi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa

    Visi dan misi sekolah yang hendak dicapai tersebut diatas hanya

    dapat terwujud dengan dukungan dan peran serta para pemangku kepentingan

    pendidikan. Untuk itu strategi yang dipilih SD Taman Muda Ibu Pawiyatan

    Tamansiswa dalam upaya mencapai tujuan tersebut ialah dengan semangat

    gotong royong yang dilandasi kekeluargaan. Dalam hal manajemen sekolah, SD

    Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menerapkan sistem manajemen

    terbuka, dengan mematuhi “Tri Pantangan” dari Ki Hadjar Dewantara yakni:

    1. Pantang menyalahgunakan kekuasaan,

    2. Pantang menyalahgunakan kehartabendaan,

    3. Pantang menyalahgunakan kewenangan.

    SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa secara bertahap

    dimonitoring, dievaluasi, dan dikendalikan setiap kurun waktu tertentu untuk

  • 67

    mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang diberlakukan secara

    nasional. Atas dasar kesepatan dengan dewan guru (pamong), komite sekolah,

    manajemen sekolah, dan penyelenggara pendidikan, SKL SD Taman Muda Ibu

    Pawiyatan Tamansiswa dirumuskan sebagai berikut:

    1. Menjalankan ajaran agama yang dianut siswa sesuai dengan tahap

    perkembangan anak.

    2. Mampu mengaktualisasikan diri dalam berbagai bentuk seni budaya,

    olahraga dan mendalami cabang ilmu pengetahuan yang dikehendaki

    sesuai potensi yang dimiliki.

    3. Mematuhi aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya.

    4. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, golongan, dan sosial

    ekonomi pada masyarakat sekitarnya.

    5. Menunjukkan kemampuan berpikir secara logis, kritis dan kreatif dengan

    bimbingan pamong (guru).

    6. Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan, kebanggaan

    terhadap bangsa, negara, tanah air Indonesia.

    7. Mampu menampilkan diri dalam kebiasaan sopan santun dan berbudi

    pekerti luhur sebagai cerminan akhlak mulia dan iman takwa kepada Tuhan

    Yang Maha Esa.

    8. Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman dan

    memanfaatkan waktu luang.

    9. Bekerjasama dalam kelompok, tolong menolong, dan menjaga diri sendiri

    dalam pergaulan di lingkungan keluarga, teman, sekolah dan masyarakat.

  • 68

    10. Mampu melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

    c. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum

    SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa didalam

    mengembangkan kurikulum sekolah berlandaskan dan berpegang teguh pada

    pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan adalah usaha kebudayaan

    dan sekolah adalah taman persemaian kebudayaan. Satuan pendidikan sebagai

    pusat pengembangan kebudayaan tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang

    dianut oleh bangsa tersebut. Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang

    dianut dan bersumber dari Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa,

    bernegara, dan bermasyarakat. Nilai-nilai budaya itu ialah nilai keTuhanan, nilai

    kemanusiaan, nilai persatuan dan kesatuan, nilai kerakyatan serta nilai keadilan

    sosial. Kesemua nilai ini dijadikan dasar filosofis dalam pengembangan

    kurikulum satuan pendidikan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.

    d. Struktur dan Muatan Kurikulum

    Struktur kurikulum dalam SD Taman Muda Ibu Pawiyatan

    Tamansiswa meliputi sejumlah mata pelajaran termasuk muatan lokal dan

    program pengembangan diri yang kesemuanya mengandung maksud dan tujuan

    pembinaan pendidikan karakter.

    � Mata Pelajaran

    Kelompok mata pelajaran di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa

    memiliki cakupan dan kegiatan masing-masing namun semuanya tetap mengacu

  • 69

    pada Peraturan Pemerintah (PP) No.19/2005 tentang Standar Nasional

    Pendidikan (SNP).

    1. Pendidikan Agama

    Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia terdiri dari

    Pendidikan Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dengan tujuan

    membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

    kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Ruang

    Lingkupnya berupa perwujudan pendidikan agama yang bermanfaat

    dalam pembinaan akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti atau moral.

    2. Pendidikan Kewarganegaraan

    a. Tujuan:

    • Agar peserta didik berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam

    menanggapi isu kewarganegaraan.

    • Agar peserta didik berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab,

    bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa

    dan bernegara serta anti korupsi.

    • Agar peserta didik berkembang secara demokratis dan positif untuk

    membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia

    agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain secara harmonis.

    b. Ruang Lingkup, meliputi aspek-aspek:

    • Persatuan dan Kesatuan Bangsa : kerukunan, keadilan, sumpah

    pemuda, bela negara, kesetaraan gender, cinta tanah air.

    • Konsep pancasila, gotong royong, norma, hukum dan peraturan.

  • 70

    • Hak asasi manusia : hak dan kewajiban anak, persamaan kedudukan,

    kebebasan berpendapat , penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM).

    3. Bahasa Indonesia

    a. Tujuan, peserta didik mampu:

    • Berkomunikasi sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan

    maupun tertulis.

    • Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai

    bahasa persatuan.

    • Memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan dan

    memperhalus budi pekerti.

    b. Ruang Lingkup: meliputi aspek-aspek mendengarkan, berbicara,

    membaca dan menulis.

    4. Matematika

    a. Tujuan, peserta didik mampu:

    • Memahami konsep matematika secara akurat, efisien dan tepat

    dalam pemecahan masalah sesuai penalaran.

    • Memiliki rasa ingin tahu, perhatian, minat dalam mempelajari

    matematika untuk menumbuhkan sikap ulet dan percaya diri dalam

    pemecahan masalah.

    b. Ruang Lingkup: meliputi aspek-aspek seperti bilangan, pengukuran dan

    pengolahan data.

    5. Ilmu Pengetahuan Alam

    a. Tujuan, peserta didik mampu:

  • 71

    • Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

    berdasarkan keberadaan, keindahan, keteraturan alam ciptaan-Nya.

    • Mengembangkan konsep pengetahuan IPA yang bermanfaat bagi

    kehidupan.

    • Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta memelihara dan

    menjaga kelestarian alam.

    b. Ruang Lingkup, meliputi aspek-aspek seperti: makhluk hidup serta

    interaksinya, sifat dan kegunaan benda, bumi dan alam semesta.

    6. Ilmu Pengetahuan Sosial

    a. Tujuan, peserta didik mampu:

    • Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

    masyarakat dan lingkungannya: hak dan kewajiban, bela negara,

    kesetaraan gender, ketaatan pada hukum, dan lain-lain.

    • Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis,

    berkomunikasi, rasa ingin tahu, bekerjasama dalam masyarakat yang

    majemuk (keterampilan dalam kehidupan sosial).

    • Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

    kemanusiaan.

    b. Ruang Lingkup, meliputi aspek-aspek seperti: manusia, tempat dan

    lingkungan sosial, waktu dan perubahan sosial, Kebudayaan dan sistem

    sosial.

  • 72

    7. Seni Budaya dan Keterampilan

    Seni Budaya dan Keterampilan masuk kedalam rumpun mata pelajaran

    estetika yang dimaksudkan untuk meningkatkan sensitifitas anak,

    kemampuan berekspresi, kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.

    a. Tujuan lainnya ialah peserta didik mampu:

    • Memahami pentingnya seni budaya dan keterampilan serta

    memberikan sikap apresiasi.

    • Menampilkan kreativitas-kreativitas dan peran serta dalam seni

    budaya dan keterampilan dalam berbagai tingkat.

    b. Ruang Lingkup, meliputi aspek-aspek:

    • Seni Rupa: mencakup pengetahuan, keterampilan dan nilai dalam

    menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-

    mencetak, dan sebagainya.

    • Seni Musik: mencakup kemampuan olah vokal, menyanyikan lagu

    dan memainkan alat musik khususnya yang masih bersifat

    tradisional.

    • Seni Tari: mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh.

    • Seni Drama: mencakup keterampilan pementasan dengan

    memadukan seni tari, seni musik dan peran dengan jalan cerita yang

    mengandung nilai budi pekerti luhur.

    • Keterampilan: mencakup aspek kecakapan hidup berupa

    keterampilan personal, sosial dan akademik.

  • 73

    8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

    a. Tujuan, peserta didik mampu:

    • Mengembangkan kemampuan pengelolaan diri dalam upaya

    pemeliharaan kesehatan jasmani.

    • Meningkatkan pertumbuhan fisik dan keterampilan gerak dasar.

    • Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab,

    kerjasama dan percaya diri.

    b. Ruang Lingkup, meliputi aspek-aspek:

    • Permainan dan olahraga: permainan dan olahraga tradisional, bela

    diri, atletik, dan sebagainya.

    • Aktivitas pengembangan jasmani: senam kesehatan jasmani.

    • Pendidikan luar kelas: berkemah, jelajah alam.

    • Kesehatan: penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-

    hari khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap

    sehat.

    • Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup

    yang bersifat individual dan kolektif kemasyarakatan seperti

    keterbebasan dari bahaya narkoba, HIV/AIDS, dan penyakit-

    penyakit lain.

    � Muatan Lokal

    Muatan lokal yang dipilih ditetapkan berdasarkan cirri khas, potensi

    dan keunggulan daerah serta ketersediaan sarana dan prasarana maupun tenaga

    pendidik. Sasaran pembelajaran muatan lokal adalah pengembangan jiwa

  • 74

    kewirausahaan dan kemandirian serta penanaman nilai-nilai sosial budaya. Nilai-

    nilai kewirausahaan dan kemandirian yang dikembangkan antara lain meliputi :

    inovasi, kreativitas, berpikir kritis, komunikasi dan etos kerja. Sedangkan nilai

    sosial budaya yang dikembangkan adalah meliputi : nasionalisme, patriotisme,

    kekeluargaan, kejujuran, disiplin, tanggungjawab, peka terhadap lingkungan dan

    kerjasama.

    Penanaman nilai-nilai kewirausahaan, kemandirian serta nilai-nilai

    sosial budaya tersebut diintegerasikan dalam proses pembelajaran yang

    dikondisikan agar nilai-nilai tersebut menjadi sikap dan perilaku dalam

    kehidupan sehari-hari. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa

    mengembangkan dan melaksanakan muatan lokal sebagai berikut:

    1. Pendidikan Ketamansiswaan

    a. Tujuan, peserta didik mampu:

    • Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam merespon hidup dan

    kehidupan dengan berpijak pada nilai-nilai Ketamansiswaan

    (Pancadarma).

    • Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, bertindak secara

    cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk

    mewujudkan masyarakat tertib, damai dan bahagia.

    b. Ruang Lingkup, meliputi aspek-aspek: mengenal serta meneladani sosok

    Ki Hadjar Dewantara, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai

    Ketamansiswaan.

  • 75

    2. Bahasa Jawa

    a. Tujuan, peserta didik mampu:

    • Mengembangkan kemampuan dan keterampilan berkomunikasi

    dengan menggunakan bahasa Jawa (unggah-ungguh basa).

    • Meningkatkan kepekaan dan penghayatan terhadap karya sastra Jawa.

    • Memupuk tanggungjawab untuk melestarikan bahasa tradisional

    sebagai budaya daerah dan salah satu unsur budaya nasional.

    b. Ruang Lingkup: mencakup komponen kemampuan berbahasa, bersastra

    dan berbudaya Jawa serta meliputi aspek mendengarkan, berbicara,

    membaca dan menulis.

    3. Bahasa Inggris

    Tujuan dari mata pelajaran bahasa Inggris adalah agar peserta didik memiliki

    keterampilan-keterampilan dalam penggunaan dan pengembangan

    kemampuan berbahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Sehingga peserta

    didik mampu bersaing dan mampu menjawab tuntutan jaman.

    � Pengembangan Diri

    Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan di SD Taman Muda

    Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang bertujuan untuk memberikan kesempatan

    kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai

    dengan kebutuhan, bakat dan minat. Kegiatan ini mencakup dua program

    kegiatan, yakni:

    1. Kegiatan Pengembangan Diri Secara Terprogram

  • 76

    Kegiatan ini dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu

    tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual maupun

    kelompok melalui penyelenggaraan kegiatan sebagai berikut:

    a. Kegiatan Bimbingan dan Konseling

    Nilai yang ingin ditanamkan dalam kegiatan ini ialah kemandirian,

    percaya diri, pengendalian diri, kejujuran, disiplin, bertanggungjawab,

    komunikatif, keberanian dalam mengambil keputusan. Sehingga

    kegiatan ini menjadi usaha penting dalam pembinaan karakter atau

    kepribadian anak. Strategi pelaksanaannya berupa layanan konseling

    individual dan layanan konseling kelompok melalui tatap muka dengan

    guru kelas. Didalam layanan konseling tersebut, guru harus memberikan

    berbagai motivasi dan tuntunan.

    b. Kegiatan Ekstrakurikuler:

    Nilai yang ingin ditanamkan dalam kegiatan ini adalah kedisiplinan,

    kerjasama, semangat kebangsaan, kerja keras, ketekunan, serta

    kepedulian sosial dan lingkungan alam. Strategi pelaksanaannya berupa

    latihan kepemimpinan, latihan beorganisasi, pengembangan

    keterampilan dan kemampuan melalui kegiatan-kegiatan: Pramuka,

    Baca Tulis Al Quran, Teknologi Informasi dan Komunikasi (komputer),

    Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Seni Tari , Seni Musik; Marching

    Band, Bina Vocal dan Karawitan, Olahraga; Bela Diri (Pencak Silat) dan

    Sepak Bola.

  • 77

    2. Kegiatan Pengembangan Diri Secara Tidak Terprogram

    Kegiatan ini dilaksanakan sebagai kegiatan pembiasaan yang merupakan

    proses pembentukan, penanaman, dan pengamalan nilai-nilai luhur untuk

    menuntun sikap perilaku budi pekerti luhur, yang berupa:

    a. Kegiatan Rutin (kegiatan yang dilakukan secara terjadwal).

    • Contohnya: upacara bendera setiap hari Senin dan hari besar nasional,

    berbaris didepan kelas sebelum masuk kelas, Semutlis (sepuluh menit

    membersihkan lingkungan sekolah), Java day, English day, piket kelas,

    berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.

    b. Kegiatan Spontan (kegiatan yang tidak terjadwal dalam kejadian khusus).

    • Contohnya: 3S (Senyum, Salam dan Sapa), meminta maaf jika berbuat

    kesalahan, berterimakasih, peduli terhadap sesama, peduli terhadap

    lingkungan sekitar, membuang sampah pada tempatnya.

    c. Keteladanan

    • Merupakan bentuk-bentuk kepribadaian yang dapat dijadikan contoh

    atau teladan semua orang.

    • Contohnya: sikap dan perilaku guru yang sesuai dengan metode among,

    mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi,

    tepat waktu dan disiplin diri, santun dalam bertindak dan berbicara,

    jujur dan berani mengambil keputusan, memberikan perlindungan

    terhadap yang lemah, berpenampilan rapi dan bersih, pengendalian diri,

    menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya.

  • 78

    e. Relevansi Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

    Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditegakkan atas prinsip-

    prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Nilai-

    nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai luhur yang mengatur

    berbagai sendi kehidupan rakyat Indonesia. Pendidikan karakter bangsa

    bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,

    yaitu warga negara yang memiliki kemampuan serta kemauan dalam

    menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.

    Konsep-konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang masih dapat dipakai dan

    dikembangkan untuk pendidikan karakter masa kini telah diidentifikasi sesuai

    falsafah Pancasila serta memperhatikan hal-hal berikut:

    1. Budaya

    Nilai-nilai budaya yang diakui oleh masyarakat akan menjadi dasar hidup

    dari masyarakat itu sendiri. Sehingga posisi budaya amatlah penting dalam

    kehidupan antar anggota masyarakat. Dengan demikian budaya haruslah

    tetap menjadi sumber nilai utama dalam pendidikan karakter bangsa.

    2. Tujuan Pendidikan Nasional

    Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kehidupan yang harus

    dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia. Nilai kehidupan tersebut akan

    menunjukkan kualitas yang dimiliki. Oleh karena itu, tujuan pendidikan

    nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan

    pendidikan karakter bangsa. Pendidikan Nasional ialah pendidikan yang

    beralaskan garis hidup bangsanya (cultureel – nasional) dan ditujukan untuk

  • 79

    keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negeri dan

    rakyatnya, sehingga pantas bekerja bersama-sama dengan bangsa lain untuk

    kemulyaan segenap manusia diseluruh dunia (Ki Hadjar Dewantara dalam

    Wasita Jilid II No. 2 Edisi Juli – Agustus 1930)

    Berdasarkan sumber-sumber atau dasar acuan tersebut, teridentifikasi

    sejumlah nilai dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara untuk pendidikan

    karakter bangsa yang wajib diaplikasikan dilingkungan sekolah, yakni:

    1. Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama

    yang dianutnya, toleransi, hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

    2. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

    orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.

    3. Swadisiplin diri: tindakan pengendalian diri sendiri yang menunjukkan

    perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

    4. Sopan santun: sikap, perkataan dan perbuatan yang dihasilkan dari budi

    pekerti yang luhur, mencerminkan etika dan estetika.

    5. Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain

    dalam menyelesaikan kewajiban dan melaksanakan tanggungjawab.

    6. Kreatif, Pantang Menyerah, Ulet, Teliti dan Terampil: berinisiatif, berusaha

    menghasilkan sesuatu dengan ide-ide baru, bersungguh-sungguh, tidak

    mudah putus asa saat menghadapi kegagalan dan masalah.

    7. Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanah Air : cara berpikir, bertindak dan

    berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas

  • 80

    kepentingan diri dan kelompoknya, menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan

    penghargaan yang tinggi terhadap bangsanya sendiri.

    8. Cinta Damai: sikap, perkataan dan perbuatan yang menyebabkan orang lain

    merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

    9. Peduli Lingkungan Alam: sikap dan tindakan yang selalu berupaya

    mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan

    mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam.

    10. Peduli Lingkungan Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

    bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

    f. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa

    Mengacu pada pembahasan tentang struktur dan muatan kurikulum

    diatas, dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya di SD Taman

    Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, pengembangan konsep pendidikan Ki Hadjar

    Dewantara untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa dilaksanakan secara

    terintegrasi kedalam berbagai mata pelajaran, muatan lokal, pengembangan diri

    dan keteladanan di sekolah. Didalam upaya pengintegrasian nilai-nilai dalam

    konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang relevan dengan pendidikan karakter

    bangsa dengan kehidupan di alam sekolah, hendaknya diperhatikan pula adanya

    beberapa strategi berikut:

    1. Di sekolah, tugas pokok guru ada tiga:

    - Melanjutkan pembinaan pendidikan keluarga karena guru berperan sebagai

    orangtua di sekolah.

  • 81

    - Membetulkan pendidikan keluarga yang salah atau yang kurang baik,

    misalnya: anak yang mempunyai kebiasaan berkata kotor harus diberi

    pembinaan yang serius agar kebiasaan buruk itu bisa dihentikan.

    - Memberi pendidikan karakter atau nilai-nilai luhur yang belum pernah

    diberikan dalam keluarga yakni yang terintegerasi melalui mata pelajaran

    yang diajarkan di sekolah, misalnya:

    � Didalam mata pelajaran matematika, ketika anak diajarkan

    mengerjakan soal-soal yang menuntut sebuah jawaban yang eksak

    (pasti), maka selama proses mengerjakan dan menemukan jawaban,

    guru membimbing siswa dengan menanamkan nilai ketelitian,

    kesabaran, pantang menyerah dan keuletan, nantinya hasil keeksakan

    tersebut akan menunjukkan sebuah nilai kejujuran.

    � Didalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, ketika anak

    diajarkan mengenai sejarah nasional, maka guru tidak hanya

    bertugas menyampaikan materi, namun guru harus menanamkan

    semangat perjuangan para tokoh nasional, misalnya mencontohkan

    gaya bicara Ir. Soekarno yang tegas dan lantang ketika berpidato,

    menceritakan pengalaman pahlawan nasional yang gagah berani dan

    pantang menyerah ketika menghadapi kaum penjajah.

    � Didalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, maka guru dalam

    menyampaikan materi harus senantiasa menanamkan nilai-nilai

    penghormatan terhadap alam sebagai anugerah dari Tuhan Yang

    Maha Esa. Sehingga anak akan dibiasakan pula untuk menjaga

  • 82

    kelestarian alam termasuk hal-hal didalamnya, misalnya: membuang

    sampah pada tempatnya, menyiram tanam-tanaman, mendidik

    pemakaian listrik dan alat-alat elektronik secara baik dan benar;

    memadamkan lampu jika sudah tidak dipakai, mematikan televisi

    jika sudah tidak dilihat, dan sebagainya.

    2. Sekolah dan guru dapat menambah ataupun mengurangi nilai-nilai tersebut

    diatas sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan hakekat-hakekat dalam

    Kurikulum berupa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).

    3. Terdapat dua indikator pendidikan karakter yang sesuai nilai-nilai budaya dan

    karakter bangsa:

    � Indikator Sekolah dan Kelas

    Indikator ini berkenaan dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan

    sehari-hari atau rutin. Oleh karena itu, indikator sekolah dan kelas

    menunjuk kepala sekolah, guru, karyawan atau pegawai lain di sekolah

    sebagai penanda untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi

    satuan pendidikan.

    � Indikator Mata Pelajaran

    Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku seorang peserta didik

    berkenaan dengan matapelajaran tertentu.

    4. Perilaku yang dikembangkan oleh kedua indikator tersebut bersifat progresif.

    Artinya perilaku tersebut berkembang semakin kompleks antara satu jenjang

    kelas dengan jenjang kelas diatasnya. Guru memiliki kebebasan dalam

    menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum

    ditingkatkan ke perilaku-perilaku yang lebih kompleks.

  • 83

    5. Pembelajaran menggunakan pendekatan proses belajar aktif yang berpusat

    pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, didalam dan luar

    lingkungan sekolah, serta di masyarakat.

    6. Program dan kegiatan pembinaan pendidikan karakter bangsa di sekolah

    dikembangkan dengan upaya pengkondisian atau perencanaan sejak awal

    tahun pelajaran, dan dimasukkan dalam kalender pendidikan sekolah sehingga

    peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang

    menunjukkan nilai karakter dan budaya bangsa.

    7. Pembelajaran pendidikan karakter di kelas dikembangkan melalui kegiatan

    belajar dengan cara pengintegrasian kedalam mata pelajaran serta dituangkan

    dalam Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

    penggunaan metode among.

    8. Pembelajaran pendidikan karakter di masyarakat dikembangkan dengan

    melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang dirasa dapat menumbuhkan rasa

    cinta tanah air, pengabdian masyarakat, bakti sosial, dan sebagainya.

    9. Penilaian pendidikan karakter bangsa dilakukan secara terus menerus oleh

    guru dengan mengacu pada indikator pencapaian nilai-nilai budaya dan

    karakter bangsa seperti berikut:

    a. Melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu

    tindakan didalam kelas, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat sekitar.

    b. Model anecdotal record, yakni catatan yang dibuat oleh guru ketika

    melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai pendidikan karakter

    yang dikembangkan.

  • 84

    c. Memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang

    memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan

    perkembangan kemampuan dan nilai yang dimiliki.

    10. Dari hasil pengamatan, catatan guru, tugas yang diberikan, laporan dan

    sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan dan pertimbangan yang

    dinyatakan dalam kategori atau kode-kode kualitatif, maksudnya adalah:

    Sesuai hasil penilaian terhadap perkembangan karakter peserta didik,

    maka selanjutnya tugas guru yang sebelumnya bertindak sebagai evaluator berubah

    menjadi seorang korektor dan motivator. Guru akan memberikan koreksi berupa

    pendampingan, bimbingan atau tuntunan kepada peserta didik yang belum mampu

    mencapai indikator. Bentuk tindakan dan perhatian kepada masing-masing anak

    Kategori Arti Makna

    BT

    Belum Terlihat

    Apabila peserta didik belum memperlihatkan

    tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan

    dalam indikator.

    MT

    Mulai Terlihat

    Apabila peserta didik sudah mulai

    memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku

    yang dinyatakan dalam indikator tetapi

    belum konsisten.

    MB

    Mulai

    Berkembang

    Apabila peserta didik sudah memperlihatkan

    berbagai tanda perilaku yang dinyatakan

    dalam indikator dan mulai konsisten.

    MK

    Membudaya

    Apabila peserta didik terus menerus

    memperlihatkan perilaku yang dinyatakan

    dalam indikator secara konsisten.

  • 85

    tidaklah sama, memiliki intensitas yang berbeda, karena disesuaikan dengan tingkat

    perkembangan dan kemampuannya. Jelaslah ini sebagai bentuk pengamalan konsep

    dasar pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara yang selalu menjunjung tinggi setiap

    bentuk dan tahapan perkembangan jiwa kodrati anak dalam suasana kemerdekaan

    dan kemanusiaan, seperti terungkap dalam kutipan berikut:

    “Mengenali sifat-kodrati dengan sifat kebudayaan pendidikan itu perlu, karena

    kadang-kadang terdapat kesalahan-kesalahan dalam manusia melakukan usaha kebudayaan

    yakni menyalahi kodrat hidup manusia hingga tersesat lakunya. Untuk memperbaikinya

    perlulah dalam melakukan segala usaha pendidikan manusia selalu mengingati tuntutan

    kodrat”

    (Sumber : ceramah Ki Hadjar Dewantara pada Rapat Besar Umum Taman Siswa 1950)

    “Tumbuh dan berkembangnya anak menurut kodrat (natuurlijkegroei) itu perlu

    sekali untuk segala kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluasnya. Maka dari itu,

    pendidikan yang beralaskan syarat paksaan dan hukuman ketertiban, dianggap memperkosa

    hidup kebatinan anak. Pemeliharaan dan perhatian merupakan alat pendidikan untuk

    mendapat tumbuhnya hidup anak lahir dan batin menurut kodratnya sendiri”.

    (Sumber: Wasita Jilid I No. 2 Edisi Oktober 1928).

    Ki Hadjar Dewantara dan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa

    sama-sama menggunakan pendekatan humano holistic, yakni bahwa pendidikan

    karakter harus dapat membantu pembangunan kepribadian manusia seutuhnya,

    dalam arti bahwa semua potensi dan kemampuan manusia dapat tumbuh dan

    berkembang secara optimal. Pertumbuhan jasmaniah dan perkembangan kejiwaan

    diupayakan selaras dan harmonis agar dapat mewujudkan perilaku baik dan nyata,

    sehingga tercapailah kebahagiaan, keselamatan hidup manusia dalam masyarakat,

    berbangsa dan bernegara di NKRI maupun kancah global.