43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaturan Praktik Transfer Pricing di Indonesia a. Undang-undang 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Hukum Positif di Indonesia ketentuan Transfer Pricing secara umum diatur dalam Pasal 18, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPH). Dalam Undang-undang 36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (3) menyebutkan Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biayaplus, atau metode lainnya. b. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan menyebutkan dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi 48 KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pengaturan Praktik Transfer Pricing di Indonesia

a. Undang-undang 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Dalam Hukum Positif di Indonesia ketentuan Transfer Pricing

secara umum diatur dalam Pasal 18, Undang-undang Nomor 36 Tahun

2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPH). Dalam Undang-undang 36

Tahun 2008 Pasal 18 ayat (3) menyebutkan Direktur Jenderal Pajak

berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan

pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung

besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai

hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan

kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan

istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak

yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya‐plus,

atau metode lainnya.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011

tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban

Perpajakan menyebutkan dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi

48

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

49

dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib

Pajak, kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk

mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang

mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran

dan kelaziman usaha.

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 32/PJ/2011 tentang

Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Antara Wajib

Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

Seperti yang tersebut di atas bahwa Transfer Pricing diselenggarakan

oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan

Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle/ALT). Prinsip Kewajaran dan

Kelaziman Usaha berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan

Kelaziman Usaha Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai

Hubungan Istimewa. Dalam Peraturan tersebut, pada Pasal 1 angka 6

dikatakan bahwa Harga Wajar atau laba Wajar adalah harga atau laba

yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan pihak-pihak yang tidak

mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi sebanding, atau harga

atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba yang memenuhi

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Untuk mengidentifikasi

penerapan Prinsip dan Kelaziman Usaha yang dilakukan Wajib Pajak

dengan pihak yang mempunyai Hubungan istimewa dilakukan dengan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

50

sebuah analisis. Dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan Analisis

Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau

Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan

antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa

untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan

antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan

melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis

transaksi dimaksud.

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor213/PMK.03/2016 tentang Jenis

Dokumen dan/atau Informasi Tambahan Yang Wajib Disimpan Oleh

Wajib Pajak Yang Melakukan Transaksi Dengan Pihak Yang

Mempunyai Hubungan Istimewa.

Atas dasar peraturan tersebut di atas, Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 213/PMK.03/2016, Pasal 3 ayat (3) mewajibkan semua pihak

baik domestik maupun luar negeri yang melakukan transaksi afiliasi

untuk menerapkan Arm’s Length Principle. Praktik Transfer Pricing erat

kaitanya dengan Hubungan Istimewa antar wajib pajak. Ketentuan

tersebut diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 213/PMK.03/2016 ,Pasal 1 angka 5 menyebutkan

bahwa Penentuan Harga Transfer adalah penentuan harga dalam

Transaksi Afiliasi, Transaksi Afiliasi tersebut dalam Pasal 1 angka 3

dijelaskan yaitu Transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dengan Pihak

Afiliasi, dan Pihak Afiliasi dalam Pasal 1 angka 2 disebutkan yaitu

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

51

sebagai pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan Wajib

Pajak. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan

tersebut menyatakan bahwa Dokumen Penentuan Harga Transfer adalah

dokumen yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar

penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Penentuan

Harga Transfer yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

e. Peraturan dan Prinsip lainya terkait Transfer Pricing.

Pengaturan tentang Transfer Pricing di Indonesia tidak lepas dari

prinsip yang mendasari praktik pengaturan Transfer Pricing yang telah

menjadi kebiasaan umum untuk diterapkan di banyak negara. Prinsip

utama yang dianut dalam pengaturan Transfer Pricing adalah diacunya

konsep dalam kerangka teoritikal akuntansi yaitu prinsip Arm’s Length

Principle. OECD dalam pernyataan resminya yang dituangkan di Pasal 9

The OECD Model Tax Convention menyatakan sebagai berikut:

“[When] conditions are made or imposed between the two

[associated] enterprises in their commercial or financial relations which

differ from those which would be made between independent enterprises,

then any profits which would, but for those conditions, have accrued to

one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so

accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed

accordingly.”

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

52

Pernyataan di paragraf 1 Pasal 9 dari Model OECD inilah yang

menjadi basis pola hubungan bilateral dalam konteks tax treaty antara

negara-negara anggota OECD dan beberapa negara non-OECD.

Argumentasi utama yang dibangun oleh OECD dalam penerapan

prinsip Arm’s Length ini adalah prinsip Arm’s Length memberikan

keseimbangan yang luas dalam perlakuan pajak untuk Multinational

Enterprises (MNEs) dan Independent Enterprises. Arm’s Length

Principle menempatkan Multinational Entreprises dan Independent

Enterprises pada keadaan yang lebih adil dalam penghitungan beban

untuk tujuan perpajakan, sehingga hal itu dapat menghindari upaya-

upaya terjadinya keuntungan pajak yang mengubah posisi relatif

kompetitif dari kedua jenis entitas tersebut. Sejalan dengan itu, meninjau

kembali posisi pajak-pajak dalam transaksi tersebut dari keputusan

ekonomi, prinsip Arm’s Length meningkatkan pertumbuhan perdagangan

internasional dan investasi.

Sekalipun pendekatan ini membawa kemajuan yang sangat berarti

dalam pengaturan transaksi yang melibatkan adanya hubungan istimewa,

namun dalam praktik pelaksanaannya ditemui beberapa kesulitan sebagai

berikut:

1) Perusahaan-perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa mungkin

melakukan transaksi-transaksi yang tidak terjadi di perusahaan-

perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa (non-affiliated

companies or enterprises). Terjadinya transaksi-transaksi model ini

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

53

tidak dimotivasi oleh kepentingan penghindaran pajak tetapi dalam

transaksional bisnis antar perusahaan affiliasi tersebut menghadapi

kondisi-kondisi bisnis atau komersial berbeda dengan yang dihadapi

oleh anggota suatu perusahaan non-affiliasi.

2) Penerapan prinsip ini mungkin akan menimbulkan beban administratif

baik bagi Wajib Pajak maupun fiskus dalam mengevaluasi jumlah

yang signifikan dan tipe-tipe transaksi-transaksi cross-border.

Meskipun perusahaan affiliasi umumnya menetapkan syarat-syarat

bagi sebuah transaksi affiliasi pada saat transaksi terjadi, namun pada

titik tertentu perusahaan diminta menunjukkan bahwa perusahaan

affiliasi konsisten dengan prinsip Arm’s Length Transaction. Disisi

lain, fiskus akan berupaya melakukan verifikasi dalam beberapa tahun

ke depan setelah terjadinya transaksi-transaksi affiliasi tersebut.

Fiskus kemudian akan mencoba mengumpulkan informasi transaksi

sejenis, kondisi pasar pada saat transaksi affiliasi terjadi untuk sekian

banyak dan ragam transaksi. Aktivitas ini biasanya akan menjadi lebih

sulit seiring dengan berlalunya waktu.

3) Wajib Pajak dan fiskus sering kali mengalami kesulitan memperoleh

informasi yang memadai untuk menerapkan prinsip arm’s length. Hal

ini karena prinsip arm’s length mensyaratkan Wajib Pajak dan fiskus

untuk mengevaluasi transaksi-transaksi yang tidak dapat dikontrolnya,

termasuk juga aktivitas-aktivitas bisnis dari perusahaan non affiliasi

dan membandingkannya dengan transaksi-transaksi di perusahaan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

54

affliliasi. Hal ini memunculkan permintaan akan sejumlah data yang

subtansial. Informasi yang dapat diakses kemungkinan tidak lengkap

dan sulit diinterpretasikan. Informasi lain, jika itu ada, mungkin akan

sangat sulit diperoleh dengan sejumlah alasan. Kebutuhan akan

informasi terkait transaksi perusahaan non affiliasi, dengan alasan

kerahasiaan maka tidak mudah memperolehnya. Pada titik ini harus

disadari bahwa Transfer Pricing bukan ilmu pasti tetapi membutuhkan

penggunaan pertimbangan pada setiap bagian di kedua belah pihak,

Wajib Pajak dan Fiskus (Roy Martfianto: 2011).

2. Usaha mengatasi Transfer Pricing untuk memaksimalkan Pajak Penghasilan

Perusahaan Multinasional

a. Melalui Rencana Aksi (Action Plan) BEPS

Untuk mengatasi penghindaran pajak yang dilakukan Perusahaan

Multinasional melalui skema Tax Planning yang didalamnya dapat

dilakukan praktik Transfer Pricing, negara-negara anggota G20

mendeklarasikan aksi bersama dengan Organizations Economics for Co-

orperations and Development dalam 15 Rencana Aksi atas isu Based

Erosion and Profit Shifting(BEPS). 15 Rencana Aksi tersebut didasarkan

pada prinsip utama yaitu koherensi, subtansi, dan transparansi serta

diharapkan perubahan strandar perpajakan Internasional. Adapun 15

Rencana Aksi tersebut berupaya untuk:

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

55

1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan

usaha (Action Plan 2,3,4,5).

2) Memperbaiki standar perpajakan internasional dengan cara

menyelaraskan hak pemajakan dengan subtansi ekonomi (Action Plan

6,7,8,9,10).

3) Menjamin transparansi sekaligus meningkatkan kepastian dan

prediktabilitas (Action Plan 11,12,13,14) untuk membentuk instrument

multilateral dalam merespon isu BEPS dan memonitor Rencana Aksi

BEPS (Plan 15). Selain itu terdapat Rencana Aksi lainya yang membahas

perlakuan pajak atas ekonomi digital (Darussalam dan Ganda C. Tobing.

2014: 4).

Terkait kesiapan Indonesia untuk mengimplementasikan Rencana

Aksi tersebut, Pusat Kebijakan Penerimaaan Negara (PKPN), Badan

Kebijakan Fiskal menyatakan beberapa ketentuan perpajakan di Indonesia

telah sejalan dengan Rencana Aksi BEPS tersebut. Dari 15 Rencana Aksi

BEPS tersebut terdapat 6 Aksi yang fokus pada penanganan Transfer

Pricing, yaitu Rencana Aksi ke 8,9,10,12,13, dan 14 ( Ichda Rizqoh

Karomatunnisa. 2016: 316).

Hasil dari Rencana Aksi tersebut dapat berupa report, rekomendasi,

dan revisi atas OECD Model Convention atau Transfer Pricing

Guideliness. Dari 6 Rencana Aksi tersebut yang fokus pada penanganan

Transfer Pricing dapat dijabarkan sebagai berikut:

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

56

1) Rencana Aksi 8,9,10 : Assure that Transfer Pricing Outcomes are in the

with Value Creation.

Penghindaran pajak oleh Perusahaan Multinasional saat ini

menempatkan Transfer Pricing sebagai instrumen yang paling sering

paling digunakan untuk menggeser laba. Arm’s Length Principle yang

selama ini mencerminkan konsensus internasional dianggap memiliki

kelemahan. Kelemahan yang dimaksud tidak terlepas dari asumsi dasar

dalam Arm’s Length Principle bahwa semakin besar fungsi, asset, dan

resiko dari salah satu pihak bertransaksi, maka semakin besar pula

remunerasi diharapkan akan diperoleh pihak tersebut. Hal ini

mendorong Perusahaan Multinasional untuk memindahkan fungsi,

asset, resiko ke Yurisdiksi yang mengenakan pajak rendah. Dalam

Rencana Aksi ke 8, 9, 10 menempatkan isu asset tidak berwujud, resiko

dan modal, serta transaksi beresiko tinggi lainya.

Rencana Aksi ke Sembilan mengidentifikasi isu alokasi resiko oleh

OECD berdasarkan kontrak dibanding realitas ekonomi dari grup

perusahaan secara terintegrasi. Rencana Aksi ini mempertimbangkan

seberapa besar substansi ekonomi yang diperlukan dalam kaitanya

dengan alokasi resiko.

Rencana Aksi ke Sepuluh, pada dasarnya OECD Transfer Pricing

Guideliness mengakui bahwa transaksi afiliasi yang tidak atau jarang

yang dilakukan oleh pihak independen tidak dengan sendirinya

menunjukan bahwa transaksi afiliasi ini tidak wajar. Dalam hal ini

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

57

OECD berupaya mengklarifikasi kondisi yang memungkinkan

dilakukan rekarakterisasi suatu transaksi. Pada dasarnya, OECD

memperbolehkan otoritas pajak untuk melakukan rekarakterisasi

transaksi afiliasi dalam kasus-kasus tertentu.

2) Rencana Aksi ke 12 : Require Taxpayers to Disclose their Aggressive

Taxpalning Arrangements.

OECD Menekankan bahwa dasar dari tiap upaya untuk mengatasi

Aggressive Tax Planning adalah ketersediaan informasi. Dengan

ketersediaan informasi yang tepat sasaran, teapat waktu dan

komprehensif, maka otoritas pajak dapat melakukan deteksi awal atas

skema Aggressive Taxplanning. OECD mendefinisikan manfaat pajak

serta transaksi yang dikategorikan aggressive atau abusive terkait

dengan upaya OECD untuk memonitor skema Aggressive Taxplanning.

3) Rencana Aksi ke 13: Re-examine Transfer Pricing Documentation.

Sebagai bagian dari transparasi dan untuk menghindari informasi

asimetris antara wajib pajak dan otoritas pajak, OECD dalam Rencana

Aksi ke 13 ini menganggap perlu untuk melakukan revisi atas

persyaratan dokumentasi Transfer Pricing.

Terdapat dua hal yang penting dalam Rencana Aksi ke 13 ini.

Yang pertama adalah, standarisasi dokumen Transfer Pricing melalui

pendekatan dua tingkat, yaitu master file yang memuat informasi yang

relevan mengenai semua perusahaan dalam grup Perusahaan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

58

Multinasional, dan local file yang memuat informasi secara spesifik

tentang transaksi afiliasi yang dilakukan oleh perusahaan.

4) Rencana Aksi ke 14: Make Dispute Resolution Mechanism more

Effective.

Data statistik dari negara-negara anggota OECD menunjukan

peningkatan yang cukup signifikan dalam proses penyelesaian sengketa

perpajakan internasional melalui MAP. Hal ini mengindikasikan adanya

keinginan kuat dari otoritas pajak di negara-negara anggota OECD

untuk menyelesaikan sengketa perpajakan internasional melalui MAP

(Mutual Agreement Procedure). Namun dalam hal ini bukan berarti

MAP tidak mempunyai kelemahan, MAP tidak memberi kepastian

karena tidak mewajibkan otoritas pajak untuk melakukan kesepakatan.

Dalam hal tersebut, Rencana Aksi ke 14 ini mengidentifikasi

kemungkinan penolakan oleh otoritas pajak untuk menginisiasi MAP

dan arbitrase sebagai penghalang dalam menyelesaikan sengketa

perpajakan internasional. Solusi atas penolakan dalam memberikan

akses ke MAP ini relevan dalam konteks BEPS karena beberapa negara

dapat menolak akses ke MAP jika transaksi yang disengketakan

dianggap abusive, misalnya transaksi yang berhubungan dengan

penyalahgunaan P3B (Darussalam dan Ganda C. Tobing. 2014: 14-20).

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

59

b. Melalui Pertukaran Sistem Informasi Otomatis (Automatic Exchange of

Information).

Guna mengimplementasikan keterbukaan informasi perpajakan atau

automatic exchange of information (AEoI) pemerintah melalui Kementrian

Keuangan telah meresmikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70

tahun 2017 sebagai aturan turunan dari Perppu No. 1 Tahun 2017. Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses

Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Perppu ada untuk

mengakomodasi kesepakatan Sistem Pertukaran Informasi Otomatis

(Automatic Exchange of Information) yang akan mulai berjalan tahun 2018.

Automatic Exchange of Information (AEoI) adalah kerja sama di

antara 139 negara (per 17 Januari 2017) yang tergabung dalam Global

Forum untuk saling membuka data finansial di negara masing-masing.

Tujuan pelaksanaan AEoI adalah untuk mengurangi kemungkinan

penghindaran pajak. Ketika akses data terbuka, suatu negara dapat melacak

wajib pajaknya yang menaruh uang di luar negeri.

Secara teori, kehadiran AEoI menjadi penting karena dapat

meningkatkan probabilitas tertangkap dari pengemplang pajak. Wajib pajak

selalu dalam posisi untuk mengambil keputusan, apakah dia akan membayar

pajak atau tidak, dan jika membayar, berapa jumlah pendapatan (income)

yang akan dia laporkan. Berdasarkan model ekonomi yang dikembangkan

oleh Bayer, Oberhofer, Winner (2015), terdapat dua hal yang memengaruhi

seorang wajib pajak melaporkan jumlah hartanya.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

60

Pertama, beratnya hukuman apabila melanggar aturan (tidak

membayar pajak) dan besarnya peluang dia akan tertangkap. Hal ini menjadi

indikasi bahwa besarnya denda dari tidak membayar pajak, serta

kemampuan pemerintah untuk menegakkan hukum dan melakukan

pengawasan, menjadi pertimbangan individu dalam membayar pajak. Jika

hukuman ringan dan peluang tertangkapnya kecil, individu akan cenderung

melaporkan pendapatan yang lebih rendah (cenderung untuk mengemplang

pajak).

Kedua, detection shock. Model yang dikembangkan oleh Bayer,

Oberhofer, Winner menjadi menarik karena memasukkan variabel ini.

Detection shock adalah satu kejadian yang secara mendadak dapat

menyebabkan peluang pengemplang pajak tertangkap menjadi lebih besar.

Mereka mengambil contoh kebocoran data di Jerman. Mereka berargumen

bahwa ketika detection shock semakin besar, individu akan cenderung lebih

patuh dalam membayar pajak, mendeklarasikan pendapatan lebih besar di

periode pertama.

Pada konteks AEoI, 16 negara yang tergabung dalam AEoI melaporkan

terdapat kenaikan jumlah pelaporan harta di luar negeri sebesar 17 persen

pada periode 2011-2015.

Sebelum penerapan AEoI dilaksanakan secara serentak, sejumlah

negara sudah melakukan perjanjian pertukaran informasi (exchange of

information/EoI) antarnegara untuk memerangi penggelapan pajak.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

61

Contohnya, pada periode 2010-2014 Swedia membuat 396 permintaan

pertukaran informasi (EoI request) dengan jumlah total pendapatan pajak

yang bisa dipungut (tax effect) mencapai 330 juta euro. Australia juga

melaksanakan hal yang sama, mengajukan 400 EOI request pada 2013, dan

pajak yang berhasil diselamatkan (tax recovered) mencapai 326 juta euro

(OECD, 2015). Data tersebut menunjukkan, pertukaran informasi

antarnegara sangat efektif untuk mendongkrak penerimaan pajak negara.

Oleh sebab itu, keberadaan AEoI menjadi sangat penting.

AEoI membawa perubahan baru dalam dunia perpajakan. Guna

mendukung pelaksanaannya, pada tahun 2014 OECD menyusun apa yang

disebut sebagai Common Reporting Standard (CRS). Pada CSR diatur

sejumlah hal yang harus dipersiapkan oleh negara-negara yang berkomitmen

menjalankan AEoI.

Dari 101 negara yang berkomitmen melaksanakan AEOI pada periode

2017-2018, hanya 12 negara yang belum memenuhi persyaratan, salah

satunya Indonesia. Pada laporan terakhir yang diterbitkan, status Indonesia

masih partly comply karena peraturan yang ada di Indonesia masih belum

mendukung bagi pelaksanaan AEoI. Agar AEoI dapat berjalan di Indonesia,

sejumlah regulasi harus direvisi. Pada tingkatan undang-undang, setidaknya

terdapat empat Undang-undang yang perlu direvisi, yaitu Undang-undang

Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Perbankan, Undang-undang

Perbankan Syariah, dan Undang-undang Pasar Modal. Revisi pada keempat

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

62

Undang-undang tersebut dibutuhkan agar mekanisme pertukaran informasi

antara Direktorat Jenderal Pajak dan institusi keuangan dapat berjalan.

Setiap negara peserta AEoI diharuskan memenuhi tenggat 30 Juni 2017

untuk menyiapkan kerangka peraturannya, dan mustahil bagi Indonesia

melakukan revisi empat UU dalam tenggat sependek itu. Dari empat UU

tersebut, hanya UU KUP yang masuk prioritas legislasi pada tahun 2017.

Undang-undang Pasar Modal masuk longlist Program Legislasi Nasional

(Prolegnas) 2014-2019, sedangkan Undang-undang Perbankan Syariah

bahkan tidak masuk longlist Prolegnas. Lebih lanjut, Undang-undang Pasar

Modal dan Undang-undang Perbankan Syariah, berdasarkan informasi yang

penulis dapatkan, belum ada draf revisinya.

Ketidakpatuhan Indonesia dalam memenuhi tenggat dapat berakibat

fatal ke depan. Forum global sudah menetapkan langkah-langkah defensif

(defensive measures) bagi negara-negara yang gagal memenuhi komitmen

waktunya.

Setidaknya terdapat dua implikasi dari keterlambatan mematuhi

komitmen tersebut. Pertama, peringkat (rating) Indonesia di forum global

akan menjadi buruk. Hal ini tentu tidak baik mengingat akan menghambat

perbaikan iklim investasi yang sedang dibangun. Sejumlah lembaga

keuangan global sudah memakai peringkat yang dikeluarkan oleh Global

Forum sebagai dasar untuk kebijakan investasi. Contohnya European

Investment Bank dan International Finance Corporation (OECD, 2016).

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

63

Kedua, opportunity loss atau potensi yang hilang dari terhambatnya

pelaksanaan AEoI di Indonesia. Berdasarkan data Bank Dunia, dana ilegal

(illicit fund) yang berasal dari warga negara Indonesia mencapai Rp 4.000

triliun. Kebijakan amnesti pajak terbukti belum berhasil membawa dana-

dana tersebut pulang sehingga keberadaan AEoI diharapkan dapat

membawa dana tersebut kembali (Muhammad Syarif Hidayatullah. 2017:

6).

Dalam aturan Peraturan Menteri Keuangan No 70 tahun 2017 ini,

pemerintah menentukan jenis lembaga keuangan yang menjadi subjek

pelapor dan pemberi informasi perpajakan, di antaranya adalah Lembaga

Jasa Keuangan (LJK) di sektor Perbankan, Pasar Modal dan Perasuransian

di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Jasa Keuangan

lainnya selain sektor perbankan, seperti pasar modal dan perasuransian di

bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.

Menurut Suryo Utomo, Staff Ahli Menteri Keuangan Bidang

Kepatuhan Pajak, Tata cara penyampaian informasi juga telah diatur

lengkap di PMK ini, tercatat terdapat dua penyampaian informasi pajak

yang telah diatur, yakni secara otomatis dan penyampaian data sesuai

permintaan. Penyampaian secara Otomatis adalah informasi yang terekam

dalam satu periode waktu, misalnya setahun, dan ini baru mulai berlaku

untuk pelaksanaan tahun 2018 mendatang atas keadaan tahun 2017. Jadi

sifatnya otomatis tanpa permintaan bisa elektronik atau non-elektronik.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

64

Eleketronik yang dimaksud adalah melalui Otoritas Jasa Keuangan Online.

Data nasabah juga dapat diajukan berdasarkan permintaan, terutama terkait

kebutuhan akses informasi perpajakan, sistem “By request” ini bukanlah hal

baru.

Menurut ketentuan KUP (ketentuan umum perpajakan) saat ini dengan

permintaan maka Direktur Jendral Pajak bisa meminta informasi kepada

pemilik atau wajib pajak bersangkutan. Perbedaannya, kondisi sekarang

permintaan harus melalui Menteri Keuangan dan Ketua Otoritas Jasa

Keuangan, baru ke lembaga keuangan. Dalam Perppu ini permintaan tidak

lagi oleh Menteri Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan, namun langsung

Direktur Jendral Pajak ke lembaga keuangan pemilik rekening. Terkait

dengan elemen yang diminta, dalam aturan ini jelas terlihat yakni mengenai

data identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening, identitas

lembaga keuangan, saldo dari rekening, serta penghasilan terkait rekening

(Suheriadi. 2017).

B. Pembahasan

1 .Pengaturan Transfer Pricing di Indonesia

Praktik Transfer Pricing adalah hal yang wajar dan penting dilakukan

oleh Perusahaan Multinasional untuk mendata, menstransmisikan, dan

mengontrol kemampuan finansial suatu Perusahaan Multinasional secara

global. Praktik Transfer Pricing yang dilakukan oleh pihak-pihak yang

mempunyai Hubungan Istimewa ini harus mematuhi Arm’s Length Principle

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

65

(Prinsip Kewajaran dan Kelayakan Usaha), namun dengan berbagai celah

aturan dan perkembangan teknologi yang cepat memudahkan Perusahaan

Multinasional melakukan penghindaran pajak. Pengaruh globalisasi

menjadikan banyak perusahaan baru terutama yang bergerak di bidang

komunikasi dan informasi sangat mudah melakukan Profit Shifting melalui

praktik Transfer Prcing. Berikut adalah pembahasan mengenai perturan

Transfer Pricing,

a. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Dalam peraturan perpajakan Indonesia, untuk mengatasi Trasnfer

Pricing pada penjelasan Pasal 18 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

tentang Pajak Penghasilan, menyatakan bahwa Kesepakatan Harga

Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah kesepakatan antara

Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar

produk yang dihasilkannya kepada pihak‐pihak yang mempunyai

hubungan istimewa (related parties) dengannya.

Tujuan diadakannya APA adalah untuk mengurangi terjadinya

praktik penyalahgunaan Transfer Pricing oleh Perusahaan Multinasional.

Persetujuan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak tersebut dapat

mencakup beberapa hal, antara lain harga jual produk yang dihasilkan, dan

jumlah royalti dan lain‐lain, tergantung pada kesepakatan. Keuntungan

dari APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan

penghitungan pajak, Fiskus tidak perlu melakukan koreksi atas harga jual

dan keuntungan produk yang dijual Wajib Pajak kepada perusahaan dalam

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

66

grup yang sama. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan

kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau

bilateral, yaitu kesepakatan Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas

perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib Pajak yang berada di

wilayah yurisdiksinya (Yudi Ardianto. 2009: 189).

b. Perbandingan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 dan

Peraturan Direktur Pajak Nomor 32/PJ/2011 sebagai Perubahan Nomor

43/PJ/2010.

Menurut Taripar Dolly (Nusa Tax Consulting) perbandingan

ketentuan Transfer Pricing dalam peraturan ini (Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016) dengan peraturan sebelumnya

(Peraturan Direktur Pajak Nomor PER-32/PJ/2011) adalah sebagai

berikut:

1) Jenis Dokumen

Peraturan Sebelunya, Wajib Pajak hanya mempersiapkan dokumen lokal

(local file), adapun dokumen lokal tersebut berupa informasi :

a) Identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

b) Informasi transaksi afiliasi dan transaksi independen yang dilakukan

Wajib Pajak.

c) Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.

d) Informasi keuangan.

e) Peristiwa/kejadian/fakta non keuangan yang mempengaruhi

pembentukan harga atau tingkat laba.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

67

Peraturan sekarang, Wajib Pajak wajib mempersiapkan dokumen lokal

(local file), dokumen induk (master file) dan Laporan per negara (country

by country report). Dokumen Induk tersebut berupa informasi :

a) Struktur dan bagan kepemilikan grup usaha serta negara atau

yurisdiksi masing-masing anggota grup usaha.

b) Kegiatan usaha yang dilakukan oleh grup usaha.

c) Harta tidak berwujud yang dimiliki grup usaha.

d) Aktivitas keuangan dan pembiayaan dalam grup usaha.

e) Laporan keuangan konsolidasi entitas induk dan informasi

perpajakan terkait transaksi afiliasi.

Untuk laporan per negara (country by country report) berisikan informasi

berupa:

a) Alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per

negara atau yurisdiksi dari seluruh anggota Grup Usaha baik di dalam

negeri maupun luar negeri, yang meliputi nama negara atau yurisdiksi,

peredaran bruto, laba (rugi) sebelum pajak, Pajak Penghasilan yang

telah dipotong/ dipungut/ dibayar sendiri, Pajak Penghasilan terutang,

modal, akumulasi laba ditahan, jumlah pegawai tetap, dan harta

berwujud selain kas dan setara kas.

b) Daftar anggota Grup Usaha dan kegiatan usaha utama per negara

atau yurisdiksi.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

68

2) Batasan Transaksi (Threshold Transaction)

Peraturan sebelumnya, batasan transaksi yang Wajib membuat Transfer

Pricing Document adalah transaksi hubungan istimewa minimal Rp.

10.000.000.000,- (sepuluh miliar) dalam 1 (satu) tahun pajak.

Peraturan sekarang, dibagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu pertama, yang

wajib membuat dokumen induk dan dokumen lokal kedua, yang wajib

membuat dokumen induk, dokumen lokal dan laporan per negara.Yang

wajib membuat dokumen induk dan dokumen lokal meliputi :

a) nilai peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun

Pajak lebih dari Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) ;

b) nilai transaksi afiliasi tahun pajak sebelumnya dalam satu tahun

pajak :

i) lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk

transaksi barang berwujud; atau

ii) lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk

masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga, pemanfaatan

barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi lainnya; atau

c) Pihak Afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif

Pajak Penghasilan lebih rendah dari pada tarif Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh.

Sementara yang wajib membuat dokumen induk, dokumen lokal dan

laporan per negara yaitu :

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

69

a) Wajib Pajak yang merupakan Entitas Induk dari suatu Grup Usaha

yang memiliki peredaran bruto konsolidasi pada Tahun Pajak

bersangkutan paling sedikit Rp 11.000.000.000.000,00 (sebelas

triliun rupiah)

b) Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri berkedudukan sebagai anggota

Grup Usaha dan entitas induk dari Grup Usaha merupakan subjek

pajak luar negeri, Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan

laporan per negara sepanjang negara atau yurisdiksi tempat Entitas

Induk berdomisili:

i) Tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara.

ii) Tidak memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia

mengenai perpajakan.

c) Memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai

pertukaran informasi perpajakan, namun laporan per negara tidak

dapat diperoleh pemerintah Indonesia dari negara atau yurisdiksi

tersebut.

3) Ikhtisar dan Kertas Kerja

Peraturan sebelumnya, tidak ada kewajiban membuat Ikhtisar dan

Kertas Kerja.Sekarang, salah satu kelengkapan Transfer Pricing

Document adalah adanya lampiran Ikhtisar (lampiran huruf B) dan Kertas

Kerja (lampiran huruf E) sebagaimana disebutkan dalam lampiran PMK

213 yaitu berupa pernyataan Wajib Pajak telah menyelenggarakan dan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

70

menyediakan dokumen induk dan dokumen lokal sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

4) Cakupan Transaksi

Peraturan sebelumnya, transaksi mencakup lintas negara (cross

border) dan transaksi dalam negeri yang spesifik (specific domestic

transaction). Peraturan sekarang, transaksi mencakup lintas negara (cross

border) dan transaksi dalam negeri (domestic transaction).

5) Perspektif Waktu Analisa Penerapan Prinsip Kewajaran

Peraturan sebelumnya, keduanya baik ex-ante approach maupun ex-

post approach. Ex-ante approach adalah suatu pendekatan penetapan

harga dilakukan sebelum transaksi atau kontrak dilakukan. Ex-post adalah

suatu pendekatan penetapan harga setelah transaksi/kontrak dilakukan.

Peraturan sekarang, Ex-ante approach dilakukan bagi yang

menyelenggarakan dokumen induk dan lokal sementara ex-post bagi yang

menyelenggarakan laporan per negara.

6) Bahasa Transfer Pricing Document

Peraturan sebelumnya, tidak ada kewajiban penggunaan bahasa

Indonesia dalam menyelenggarakan dokumentasi penentuan harga

transfer, sehingga rata-rata dilakukan dengan bahasa negara pemilik induk

perusahaan.

Peraturan Sekarang, Wajib berbahasa Indonesia termasuk bagi Wajib

Pajak yang sudah mendapatkan izin menyelenggarakan pembukuan dalam

bahasa asing dan mata uang selain rupiah.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

71

7) Surat Pernyataan Ketersediaan Dokumen

Sebelumnya, tidak ada kewajiban. Sekarang. Wajib membuat surat

pernyataan ketersediaan dokumen. Dalam pasal 4 ayat 3 PMK 213

disebutkan bahwa dokumen Penentuan Harga Transfer harus dilampiri

dengan surat pernyataan mengenai saat tersedianya dokumen Penentuan

Harga Transfer tersebut ditandatangani oleh pihak yang menyediakan

dokumen Penentuan Harga Transfer.

Di Indonesia, konsep Arm’s Length Principle yang diusung OECD

ini diadopsi di dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 32/PJ/2011

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang

Perubahan Atas Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-43/PJ/2010

tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam

Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan

Istimewa, untuk menjelaskan klausul kewajaran dan kelaziman usaha

yang disebutkan di Pasal 18 ayat 3 UU No. 36 Tahun 2008.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

213/PMK.03/2016 sebagai pengganti Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor 32/PJ/2011 terdapat beberapa perubahan dalam pengaturan

ketentuan praktik Transfer Pricing.

Didalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.32/PJ/2011 Pasal 18

terkait dengan Dokumen Transfer Pricing, dalam ayat (4) Wajib Pajak

dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen yang disesuaikan

dengan bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

72

penggunaan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih,

termasuk laporan keuangan yang tersegmentasi. Selanjutnya dalam ayat

(5) menjelaskan Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang

harus disediakan oleh Wajib Pajak sekurang-kurangnya mencakup:

1) Gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,

struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional

kegiatan usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha.

2) Kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya.

3) Hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang

diperjualbelikan, hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-

ketentuan dalam kontrak/perjanjian, dan strategi usaha.

4) Pembanding yang terpilih.

5) Catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba

Wajar yang dipilih oleh Wajib Pajak serta alasan penolakan metode

yang tidak dipilih.

Sementara dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 213/PMK.03/2016, pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan Dokumen

Harga Transfer terdiri atas:

1) Dokumen Induk.

2) Dokumen Lokal.

3) Laporan per negara.

Terkait dengan pengaturtan Transfer Pricing di Indonesia, Melalui

Peraturan terbaru Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

73

tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib

Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak

yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaanya,

seperti yang telah tertulis dalam hasil penelitian, terdapat beberapa

perubahan maupun penambahan dengan peraturan sebelumnya (Peraturan

Direktur Jendral Pajak Nomor PER- 32/PJ/2011).

Menurut Detroit Tax Solutuions, dalam peraturan terbaru ini

(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016) mengenalkan

pendekatan dokumentasi tiga tingkat yang sejalan dengan BEPS Action

Plan-13, penggunaan ambang batas (threshold) untuk pengelolaan

dokumen, dan mewajibkan dokumen dibuat dengan bahasa Indonesia.

Peraturan ini juga mengatur petunjuk pihak yang wajib menyelenggarakan

dokumen, hal yang harus tercangkup dalam dokumen, dan kapan dokumen

harus tersedia. Peraturan ini diterbitkan sehubungan dengan ketentuan atas

penentuan dokumen Harga Transfer, dan tidak menggantikan peraturan

yang berlaku sebelumnya yaitu Peraturan Direktur Jenderal pajak Nomor

PER-32/PJ/2011 tentang Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha antara

Wajib Pajak dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

Dengan berlakunya aturan terkait Transfer Pricing Document maka

untuk dapat diakui sebagai Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Wajib

Pajak tidak hanya menyelenggarakan dokumen lokal saja dalam penentuan

Harga Transfer sebagai dasar penerapan kewajaran dan kelaziman usaha

atas transaksinya dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

74

tetapi menyelenggarakan dan menyimpan 3(tiga) tingkat dokumen yang

berupa :

1. Dokumen induk.

2. Dokumen lokal.

3. Laporan per Negara (Deloitte Tax Solutuions. 2017:1)

Menurut Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jendral Pajak,

John Hutagaol (2017) Dokumen lokal berisikan data dan informasi

mengenai identitas Wajib Pajak dan kegiatan usahanya, transaksi ubungan

istimewa dan transaksi independen, prinsip kewajaran dan kelaziman

usaha, informasi keuangan, dan kejadian non-keuangan yang berdampak

pada pembentukan harga.

Dokumen Induk berisikan data dan informasi mengenai struktur dan

organisasi grup usaha mencakup negara dan jurisdiksi dimana anggota-

anggota perusahaan grup berdomisili, kegiatan usaha, harta tidak berwujud

yang dimiliki, aktivitas keuangan dan pembiayaan, laporan keuangan

konsolidasi, dan informasi perpajakan terkait dengan transaksi Transfer

Pricing.

Country by Country Report berisikan daftar anggota perusahaan grup

usaha dan jenis usaha di masing-masing negara dan/atau jurisdiksi, alokasi

penghasilan bruto, pajak yang dibayar, aktivitas usaha dari masing-masing

anggota grup usaha di masing-masing negara dan/atau jurisdiksi.

Atas dasar tersebut di atas, terbitnya Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 213/PMK.03/2016 dapat mendorong keterbukaaan perpajakan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

75

bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan transaksi Hubungan

Istimewa di antara anggota grup usaha. Penentuan kewajaran harga

transaksi tersebut merupakan hal penting bagi ketentuan perpajakan di

Indonesia khususnya Institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam peraturan lama yaitu Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor

PER 43/PJ/2010, disebutkan dalam Pasal 18 ayat (4) bahwa Wajib Pajak

dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) yang harus diselenggarakan disesuaikan dengan

bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung penggunaan

metode Penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih. Dengan

tidak ditentukan secara jelas jenis dokumen Transfer Pricing yang harus

dipenuhi Perusahaan Multinasional dalam menyiapkan dokumen Transfer

Pricing, hal tersebut menyebabkan pembuatan dokumen hanya terpacu

pada syarat yang disebutkan pada Pasal 18 ayat (3) PER 43/PJ/2010 yaitu,

gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,

struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional kegiatan

usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha,kebijakan

penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya, dan lain sebagainya

dimana dapat disimpulkan bahwa hal tersebut hanya memuat Dokumen

Lokal.

Keberadaan Dokumen Lokal memberikan informasi yang mermuat

data tentang Perusahaan Multinasional di yurisdiksi negara tersebut. Maka,

dari Dokumen Lokal hanya akan didapat harga yang dapat dibandingkan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

76

dengan transaksi harga wajar di negara Perusahaan Multinasional tersebut

berada. Perusahaan Multinasioanl memiliki sifat dasar lintas negara,

dengan hanya menggunakan dokumen dengan cangkupan kualitas lokal

maka hal tersebut tidak akan menjadi halangan bagi suatu Perusahaan

Multinasional untuk melakukan Transfer Pricing dengan pihak yang

mempunyai Hubungan Istimewa di wilayah yurisdiksi lain.

Dengan adanya Dokumen Induk yang memuat data tentang

Perusahaan yang berafiliasi dengan Perusahaan Multinasional di suatu

negara, maka pihak pemerikasa pajak akan mendapat informasi lebih

tentang struktur, intensitas kegiatan, harta tidak berwujud, maupun

pembiayaan keuangan suatu perusahaan secara global yang berhubungan

dengan Perusahaan Multinasional tersebut khususnya terkait Harga

Transfer yang ditetapkan dari suatu transaksi yang dilakukan.

CbCR (Country by Country Report) adalah jenis dokumen/laporan

yang sangat penting dalam mengedepankan transparansi. Dalam diokumen

ini akan didapat informasi lebih alokasi laba maupun aktivitas perpajakan

Perusahaan Multinasional di negara lain. Hal tersebut mendorong

keterbukaan informasi dan memudahkan pemerikasaan pajak terkait

dengan kewajaran Harga Transfer yang dilakukan dengan pihak lain yang

mempunyai Hubungan Istimewa di negara lain. Dengan Country by

Country Report dan Dokumen Induk masing-masing negara tempat

Perusahaan Multinasional dan afiliasinya berada, lebih mudah mengetahui

transaksi yang dilakukan Perusahaan Multinasional, terkait harga, maupun

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

77

keutungan perusahaan tersebut di berbagai negara melalui laporan aktivitas

pajaknya, sehingga dapat diminimalan praktik Transfer Pricing diluar dari

harga wajar.

Hal lain yang penting menjadi pembahasan perubahan ketentuan

Transfer Pricing adalah dalam peraturan lama (PER-43/PJ/2010),

transaksi mencakup lintas negara (cross border) dan transaksi dalam

negeri yang spesifik (specific domestic transaction). Sekarang, transaksi

mencakup lintas negara (cross border) dan transaksi dalam negeri

(domestic transaction). Dengan pengaturan transaksi dalam negeri untuk

semua transaksi maka seluruh keutungan yang diperoleh dari upaya

Perusahaan Multinasional di Indonesia dapat dipungut pajak maksimal.

Sebab, perkembangan teknologi dan informasi, menciptakan beberapa

transaksi menguntungkan yang bukan merupakan transaksi dalam negeri

spesifik yang dinyatakan dalam peraturan tersebut. Sebagai contoh adalah

E-Commerce maupun E-Bussiness dengan berbagai macam dan metode

transaksinya maka dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

312/PMK.03/2016 hal tersebut dapat dikenai pajak sebagaimana

Perusahaan Multinasional yang bergerak dalam bidang lainya yang telah

diatur dalam peraturan perpajakan Indonesia.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

78

C. Perbandingan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/MPK.03/2016

dengan Rencana Aksi Based Erosion and Profit Shifting ke 13.

Globalisasi adalah faktor pendorong Perusahaan Multinasional

berkembang dengan cepat di seluruh dunia. Peraturan penghindaran pajak

yang dilakukan oleh Perusahaan Multinasional mendorong negara-negara

yang tergabung dalam forum negara G-20 bersama dengan Organization

of Economics Co-operation and Development (OECD) untuk melakukan

Rencana Aksi untuk mengatasi penggerusan basis pajak yang disebabkan

praktik Transfer Pricing. Beberapa Rencana Aksi tersebut diadopsi ke

dalam peraturan perpajakan di masing-masing negara termasuk dalam

peraturan perpajakan dan keuangan di Indonesia.

Menurut M. Darmawan Saputra, Danny Darussalam Tax Center

Consulting, Selain Dokumen Harga Transfer ada beberapa hal dari PMK

Nomor 213/PMK.03/2016 yang merupakan penerapan dari rekomendasi

BEPS Action Plan khusus aksi BEPS-13 pada forum negara-negara G-20,

yaitu sebagai berikut: :

Tabel 3

Tabel Perbandingan PMK Nomor 213/PMK.03/2016 dan Aksi

BEPS-13

Hal yang

Diatur

Rekomendasi BEPS Action

Plan 13

Peraturan PMK

Nomor

213/PMK.03/2016

Jenis Dokumen

yang

digunakan

Menggunakan pendekatan 3

tingkat, yaitu Master File;

Local File; dan Country by

Country Reporting.

Menggunakan 3 jenis

dokumen, yaitu

Dokumen Induk

(Master File);

Dokumen Lokal

(Local File); dan

Laporan per Negara

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

79

(Country by Country

Reporting)

Pasal 2 ayat (1) PMK

2013

Jenis data dan

informasi yang

digunakan

Menganut prinsip

“Contemporaneous

Documentation”, atau

dengan kata lain

menggunakan data

pembanding yang tersedia

pada saat terjadinya transaksi

dengan tujuan wajib pajak

akan menetapkan harga

transfer menggunakan data

pembanding, sesuai dengan

arm’s length principle .

BEPS 13 juga

merekomendasikan bahwa

otoritas pajak juga harus

mempertimbangkan beban

kepatuhan wajib pajak.

Menggunakan data

dan informasi yang

tersedia pada saat

dilakukan transaksi

afiliasi untuk

Dokumen Induk dan

Dokumen Lokal dan

Menggunakan data

dan informasi yang

tersedia sampai

dengan akhir tahun

pajak untuk Laporan

Per Negara.

Wajib pajak dianggap

tidak menerapkan

prinsip kewajaran dan

kelaziman usaha jika

tidak memenuhi

ketentuan di atas.

(Pasal 3 PMK 213)

Batas Waktu

Pelaporan

Paling lambat dilaporkan

saat batas waktu pelaporan

surat pemberitahuan (SPT)

pada tahun pajak yang

bersangkutan.

Khusus untuk laporan per

negara, paling lambat

dilaporkan satu tahun setelah

batas waktu pelaporan SPT

pada tahun yang

bersangkutan.

Wajib melampirkan

pada SPT Tahunan

Pajak Penghasilan

Badan berupa ikhtisar

atas Dokumen Induk

dan Dokumen Lokal

dan harus tersedia

paling lama 4 (empat)

bulan setelah akhir

tahun pajak.

Laporan per Negara

wajib dilampirkan

pada SPT Tahunan

Pajak Penghasilan

Badan pada tahun

pajak berikutnya dan

harus tersedia paling

lama 12 (dua belas)

bulan setelah akhir

tahun pajak.

(Pasal 4 dan Pasal 7

PMK 213)

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

80

Penggunaan

Bahasa

Tidak dijelaskan secara pasti,

namun menggunakan

terminologi “commonly used

language” atau bahasa yang

biasa digunakan agar tidak

mengurangi kegunaan atas

dokumen tersebut.

Jika dibutuhkan

penerjemahan lebih lanjut

atas suatu dokumen, otoritas

pajak harus secara spesifik

meminta bagian yang ingin

diterjemah dan menyediakan

waktu yang cukup untuk

wajib pajak.

Harus dibuat oleh

wajib pajak dalam

Bahasa Indonesia,

kecuali mendapat izin

untuk

menyelenggarakan

pembukuan dalam

bahasa asing dan mata

uang selain rupiah.

Jika menggunakan

bahasa asing, wajib

disertai dengan

terjemahannya dalam

Bahasa Indonesia.

(Pasal 11 PMK 213)

Ketidakpatuhan

dan Sanksi

BEPS ke 13 menjelaskan

mengenai peristiwa yang

dianggap sebagai

ketidakpatuhan oleh wajib

pajak, yaitu:

1) Tidak memenuhi

ketentuan dokumentasi

Transfer Pricing sesuai

dengan ketentuan yang

berlaku;

2) Tidak memberikan

dokumentasi sesuai

dengan jangka waktu

yang diberikan.

Atas ketidakpatuhan

tersebut,

direkomendasikan agar

wajib pajak dikenakan

sanksi sebagai berikut:

i) Sanksi administratif

berupa denda (dapat

menggunakan jumlah

tetap atau sesuai

proporsi).

ii) Sanksi non-moneter

seperti pengalihan

beban pembuktian.

PMK 213 tidak

mengatur ketentuan

mengenai sanksi.

Namun, ketentuan

mengenai sanksi

merujuk pada Undang

– Undang nomor 6

Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan

Sebagaimana Telah

diubah Terakhir

dengan Undang –

Undang Republik

Indonesia Nomor 16

Tahun 2009 tentang

Ketentuan Umum

Cara Perpajakan)

Wajib pajak akan

dikenakan sanksi

apabila tidak

memenuhi kewajiban

sebagai berikut:

1) Tidak menggunakan

data dan informasi

sesuai dengan Pasal

3 ayat (1) dan (2)

pada PMK 213.

2) Tidak

menyampaikan

dokumen yang

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

81

diminta oleh otoritas

pajak atau

menyampaikan

dokumen melebihi

jangka waktu yang

ditetapkan sesuai

dengan Pasal 5 PMK

213.

3) Tidak memenuhi

ketentuan

sebagaimana diatur

dalam Pasal 7 ayat

(1), (2), (3), dan (4)

pada PMK 213.

Kerahasiaan

Informasi

Otoritas pajak harus dapat

memastikan informasi yang

terdapat didalam seluruh

dokumen (Master File, Local

File, Country by Country

Reporting).

PMK 213 tidak

mengatur mengenai

kerahasiaan informasi,

tetapi tunduk pada

ketentuan umum

sebagaimana diatur

dalam Pasal 34 UU

KUP.

Sumber: (M. Saputra Darmawan. 2017)

2. Upaya untuk mengatasi Transfer Pricing

Dengan bergabungnya Indonesia pada forum G-20 dan komitmen

Indonesia menerapkan Action Plan BEPS Project, maka hal tersebut

berimplikasi pada peraturan perpajakan dan keuangan domestik.

Sebagaimana Peraturan Direktur Jendral Pajak PER 43/PJ/2010 jo PER

32/PJ/2011, maupun Peraturan Menteri keuangan Nomor 213/PMK.03/2017

yang berkaitan dengan Transfer Pricing ,yang merupakan implementasi dari

Rencana Aksi ke 13, hal tersebut merupakan kemajuan positif dan diharapkan

perubahan-perubahan peraturan tersebut dapat memenuhi kebutuhan akan

perubahan Global.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

82

Selain Rencana Aksi ke 13, upaya dalam Rencana Aksi lainya untuk

mengatasi Transfer Pricing adalah sebagai berikut:

a. Rencana Aksi ke 8,9, dan 10.

Terkait asset tidak berwujud, terdapat empat upaya yang

dikembangkan. Pertama, mengadopsi definisi secara luas dan jelas terkait

asset tidak berwujud terpiash dari pengertian dalam standar akutansi

maupun hukum atas properti. Yang kedua, memastikan laba yang timbul

dari penggunaan dan pengalihan aset tidak berwujud sesuai dengan value

creation. Ketiga, mengembangkan aturan Transfer Pricing atas

pengalihan asset tidak berwujud yang sulit diukur nilainya. Hal ini

mencerminkan suatu asset tidak berwujud yang belum bisa ditetapkan

seberapa besar nilai laba dan manfaatnya, sehinggga pada saat aset tidak

berwujud ini dialihkan terdapat perbedaan signifikan nilai laba yang

diharapkan dan nilai laba aktual yang diperoleh dari aset tidak berwujud.

Keempat, memperbarui aplikasi Cost Contribution Arrangements (CCA).

CCA dalam OECD Trasnfer Pricing Guideliness dapat diaplikasikan

dalam setiap pembagian biaya untuk memperoleh jasa maupun

mengembangkan aset berwujud meskipun pada umumnya CCA ini

digunakan pada pengembangan aset tidak berwujud.

b. Rencana Aksi ke 12.

Pada aksi ke 12 ini OECD mengidentifikasi atas transaksi-transaksi

apa saja yang dikategorikan sebagai Aggressive Taxplanning sehingga

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

83

dapat menghindari ketidakpastian ada atau tidaknya manfaat pajak dari

suatu transaksi.

c. Rencana Aksi ke 13.

Pada Aksi ke 13 ini yaitu terkait dengan keharusan dokumen induk

dan laporan pajak per negara yang diadopsi dalam Peraturan menteri

Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016. Tujuan dari master file

documentation ini adalah untuk memberikan gambaran yang lengkap

tentang bisnis perusahaan multinasional secara global, laporan keuangan,

struktur utang, beban pajak, dan alokasi penghasilan, aktivitas ekonomi

dan pembayaran pajak sehingga dapat membantu otoritas pajak

mengevaluasi resiko Transfer Pricing yang signifikan. Informasi yang

diperlukan dalam master file adalah blue print dari perusahaan

Multinasional dan memuat informasi yang dikelompokan ke dalam lima

kategori:

1) Struktur organisasi grup Perusahaan Multinasional

2) Deskripsi Perusahaan Multinasional

3) Aset tidak berwujud Perusahaan Multinasional.

4) Aktivitas pendanaan internal Perusahaan Multinasional.

5) Kondisi keuangan dan pajak.

Yang kedua adalah menyusun Country by Country Reporting

(CbCR). Country by Country Reporting adalah sebagai respon untuk

menuntut agar Perusahaan Multinasional semakin transparan dalam

laporan keuanganya sehingga permasalahan profit shifting dapat diatasi.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

84

Untuk tujuan perpajakan konsep CbCR didasarkan pada keterbukaan

informasi bisnis, seperti laba dan pajak yang dibayarkan di setiap negara

tempat Perusahaan Multinasional beroperasi. Informasi yang dimuat dalam

CbCR diantaranya adalah informasi yang berhubungan dengan alokasi

laba Perusahaan Multinasional secara global, jumlah pajak yang dibayar,

jumlah aset berwujud, jumlah pegawai dan total biaya remunerasi pegawai

di setiap negara tempat Perusahaan Multinasional beroperasi. OECD

menekankan bahwa informasi yang dimuat dalam CbCR ini merupakan

bukti bahwa Transfer Pricing yang dilakukan Perusahaan Multinasional

adalah wajar atau tidak wajar.

d. Rencana Aksi ke 14

Untuk melengkapi Rencana Aksi BEPS lainya maka OECD

meningkatkan efektivitas penyelesaian sengketa perpajakan internasional

sehingga dapat meningkatkan kepastian dan prediktabilitas bagi dunia

usaha. Untuk itu OECD memasukan upaya meningkatkan efektivitas

mekanisme penyelesaian sengketa melalui Mutual Agreement Procedure

(MAP) dan arbitrase sebagai salah satu aksi dalam proyek BEPS

(Darussalam dan Ganda C. Tobing. 2014: 14-20).

Secara formal Advance Pricing Agreement dalam peraturan perpajakan

sudah mengedepankan kerjasama antar negara, serta pemeriksaan informasi

yang intensif dengan Wajib Pajak. Namun, dalam implementasi sulit

membuktikan data dokumen Transfer Pricing yang sebenarnya karena

Advance Pricing Agreement tersebut mempunyai beberapa kelemahan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

85

diantaranya adalah pemeriksaan dokumen terhadap Wajib Pajak yang diluar

ketentuan umum peraturan Pajak Penghasilan, biaya pelaksanaan yang mahal,

dan masing- masing negara harus melakukan kesepakatan dengan negara lain

terkait Advance Pricing Agreement. Menurut pandangan Penulis, bercermin

dari perjanjian Tax Treaty antara Indonesia dan Singapura tentang attraction

of rule yang tidak disepakati Singapura terkait keuntungan Perusahaan

Multinasional di Indonesia yang berpusat di Singapore, hal teresebut dapat

menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain.

Namun dengan adanya program Automatic Exchange of Information,

secara otomotis keterbukaan informasi antar negara yang melakukanya dapat

dilakukan untuk mendapatkan data dokumen Transfer Pricing suatu

Perusahaan Multinasional, ditambah dengan dokumen laporan per negara

(CbCR) dan master file. Penarikan pajak penghasilan Perusahan

Mutinasional dapat dilakukan dengan merubah Advance Pricing Agreement

dengan negara lain, sebagai contoh Singapura terkait dengan kasus Google

Asia Pasific Ltd. sesuai standar AEoI dan ketentuan Rencana Aksi BEPS.

Dengan ikut serta menerapkan Aautomatic Exchange of Information,

yang merupakan sebuah rencana dari negara G20 dan diinisiasi oleh

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)

mengenai sistem yang mendukung adanya pertukaran informasi rekening

Wajib Pajak antarnegara. Dengan adanya sistem ini, wajib pajak yang telah

membuka rekening di negara lain akan bisa terlacak secara langsung oleh

otoritas pajak negara asalnya. AEoI adalah standar global baru yang nantinya

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

86

akan berguna untuk mengurangi peluang pengemplang pajak untuk

menghindari pembayaran pajak.

Menurut Kwik Kian Gie dalam Seminar Nasional berjudul “Automatic

Exchange of Information, The end Tax Evasion?” menyebutkan bahwa para

pemimpin negara-negara G-20 mengumumkan inisiatif untuk memberlakukan

AEoI. Maksudnya adalah untuk menggalang kesepakatan dalam menciptakan

aturan-aturannya, guna pertukaran data keuangan secara otomatis. Yang

dipertukarkan adalah harta yang disimpan di bank-bank di negara-negara

peserta AEOI.

Di samping AEOI juga ada kesepakatan yang dinamakan “Standard

for Exchange of Information on Request (EOIR). Negara-negara yang

bersepakat dalam bentuk EOIR memperoleh informasi atas permintaan.

Dikatakan bahwa EOIR merupakan complement (kelengkapan) dari AEOI.

Kewajiban bank-bank dari negara-negara peserta AEOI terdiri dari tiga

langkah, yaitu :

a. Pengumpulan data (Collection). Bank-bank harus melakukan

penelitian/audit mendalam (due diligence) tentang nasabahnya, dengan

maksud memperoleh data yang relevan dari account-nya yang harus

dilaporkan.

b. Pelaporan (Reporting). Setiap lembaga keuangan harus melaporkan

informasi yang bersangkutan kepada aparat pajak dari negaranya sendiri.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

87

c. Pertukaran (Exchange). Setiap aparat perpajakan harus melakukan

pertukaran informasi dengan partner AEOI.

Negara-negara peserta AEOI mengirimkan dan menerima informasi

setiap tahun tanpa melakukan permintaan. Maka disebut pertukaran datanya

secara otomatis (Kwik Kian Gie. 2017).

Menurut Direktur Jendral Pajak, Sigit Priadi Pramudito, sistem kerja

AEoI yaitu pertukaran data keuangan warga negara asing yang tinggal di

sebuah negara. Pertukaran data keuangan tersebut tidak dilakukan secara

sembarangan, melainkan dilakukan antar otoritas pajak yang berwenang di

setiap negara. Singkatnya, setiap negara yang telah bergabung dengan sistem

AEOI akan mengirimkan dan menerima informasi awal (pre-agreed

information), setiap tahunnya tanpa harus mengajukan permintaan khusus

(Rizki Abadi. 2017).

Direktorat Jenderal Pajak dapat melihat informasi keuangan setiap

warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) yang berada

di dalam negeri. Misi utamanya, untuk mengungkap kepatuhan para wajib

pajak. Termasuk, mengintip dana para deposan yang disimpan di luar negeri.

Keterbukaan akses informasi keuangan ini juga semakin memudahkan

proses antisipasi sekaligus pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Seperti diketahui selama ini banyak orang yang menggunakan jasa perbankan

untuk melakukan TPPU guna mencuci hasil bisnis haramnya. Sesuai dengan

Perppu tersebut, lembaga jasa keuangan wajib melakukan prosedur

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

88

identifikasi rekening keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan

berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Menurut Direktur Jendral Pajak Kementrian Keuangan, Ken

Dwijugeastiadi Beberapa manfaat yang akan diperoleh jika Indonesia

menerapkan AEoI adalah antara lain.

a. Melalui AEoI akan menjaga kredibilitas komitmen Indonesia untuk AEoI

dan menjadi bagian jaringan pertukaran informasi keuangan global.

b. Memperoleh informasi keuangan wajib pajak Indonesia di luar negeri

yang masif dan akurat.

c. Memperluas dan memperkuat database informasi wajib pajak Indonesia.

Keempat mencegah dan mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian

uang dan pendanaan terorisme.

d. Mencegah dan mendeteksi terjadinya praktik penghindaran dan

pengelakan pajak yang menggunakan offshore financial center.

e. Menegakkan Undang-undnag pengampunan pajak, dan memperoleh

informasi keuangan milik Wajib Pajak Indonesia yang belum ikut program

pengampunan pajak dan terakhir mendorong repatriasi dana milik wajib

pajak Indonesia dari luar negeri (Muhammad Iqbal. 2017).

Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03.2017 tentang

Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan, ditujukan untuk menunjang terlaksanya AEoI di Indonesia.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

89

Dari perubahan-perubahan peraturan di atas menunjukan peraturan

perpajakan dan keuangan global mengarah kepada keterbukaan. Hal terbsebut

harus mampu dimaksimalkan Indonesia dengan cara melandasi menggunakan

peraturan-peraturan domestik yang sesuai dengan perkembangan peraturan

Internasional.

Menurut Dikertur Global Tax Policy Center, Dr. Jeffrey Owens

berpendapat bahwa tantangannya adalah bagaimana otoritas pajak dapat

menjaga manfaat era globalisasi, namun di sisi lain harus

memastikan bahwa perusahaan- perusahaan multinasional membayar pajak

mereka dengan benar. Selain itu, otoritas pajak juga harus bekerja keras

untuk menutup peluang dari kelemahan globalisasi itu sendiri.

Seiring dengan perkembangan globalisasi, otoritas pajak

seringkali tidak mampu menandingi kecepatan perkembangan pelaku usaha.

Menanggapi hal tersebut, Owens menyetujui bahwa seluruh otoritas pajak

akan selalu ketinggalan dibandingkan pelaku usaha karena pelaku usaha

akan terus menerus memicu perkembangan globalisasi melalui struktur

usahanya. Dengan demikian, otoritas pajak harus memiliki pemahaman

usaha (business understanding) yang baik, sehingga dengan adanya

pemahaman tersebut dapat terbangun dialog antara pelaku usaha dengan

pihak otoritas pajak. Forum-forum dialog ini akan mendorong terbangunnya

cooperative compliance, yang pada akhirnya membuat kedua belah

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.ump.ac.id/5815/5/PANDU YUNADI = BAB IV.pdf1) Membentuk koherensi internasional terhadap pajak penghasilan badan usaha

90

pihak menjadi lebih transparan. Hal ini merupakan solusi terbaik bagi

Wajib Pajak maupun otoritas pajak (Ganda C. Tobing. 2014: 107).

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017