59
Pencucia Sampling dan penimbangan 1 Final Penimbanga Penyusun Penambahan 54 HASIL DAN PEMBAHASAN Udang kupas mentah beku Peeled and Deveined merupakan salah satu produk pengolahan udang kupas mentah beku yang diproduksi di PT. 1368. Pengolahan udang dengan bahan baku udang vannamei yang berasal dari tambak milik sendiri. Bahan baku udang ini berasal dari tambak didaerah Lumajang, Situbondo, Tuban, Gresik, Kendal, Blimbing sari dan Bali. Menurut SNI udang kupas mentah beku SNI 01-3457.1- 2006 udang kupas mentah beku adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku udang segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut : penerimaan bahan baku, pencucian 1, pemotongan kepala, pengupasan, pencucian 2, sortasi, penimbangan, pembelahan, pencucian 3, penyusunan, pembekuan, penggelasan, pengepakan, pelabelan, dan penyimpanan. Proses pengolahan udang kupas mentah beku di PT.1368, dimulai dari penerimaan bahan baku, pencucian 1, sampling, penimbangan 1, pemotongan kepala, pencucian 2, sortasi, kupas kulit, cabut usus, pencucian 3, perendaman, penyusunan di conveyor, pembekuan, penimbangan, glassing, metal detector, pengemasan, penyimpanan beku, stuffing, dan ekspor. 5.1. Proses Pengolahan PND Block Frozen Penerimaan bahan baku

BAB V

Embed Size (px)

DESCRIPTION

for everything

Citation preview

Pencucian 1

Sampling dan penimbangan 1

Penimbangan 2

Pemotongan kepala

Pencucian 2

penimbangan 3

Sortasi awal

Final check

Penimbangan

Kupas kulit dan Belah

Pencucian 3

Penimbangan

perendaman

Penimbangan

Penyusunan

Penambahan air

pembekuan

Penggelasa

Metal detector

pengemasa

Penyimpanan

Stuffing/Ekspor

54

HASIL DAN PEMBAHASAN

Udang kupas mentah beku Peeled and Deveined merupakan salah satu

produk pengolahan udang kupas mentah beku yang diproduksi di PT. 1368.

Pengolahan udang dengan bahan baku udang vannamei yang berasal dari tambak

milik sendiri. Bahan baku udang ini berasal dari tambak didaerah Lumajang,

Situbondo, Tuban, Gresik, Kendal, Blimbing sari dan Bali.

Menurut SNI udang kupas mentah beku SNI 01-3457.1-2006 udang kupas

mentah beku adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku udang

segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut : penerimaan bahan baku,

pencucian 1, pemotongan kepala, pengupasan, pencucian 2, sortasi, penimbangan,

pembelahan, pencucian 3, penyusunan, pembekuan, penggelasan, pengepakan,

pelabelan, dan penyimpanan. Proses pengolahan udang kupas mentah beku di

PT.1368, dimulai dari penerimaan bahan baku, pencucian 1, sampling,

penimbangan 1, pemotongan kepala, pencucian 2, sortasi, kupas kulit, cabut usus,

pencucian 3, perendaman, penyusunan di conveyor, pembekuan, penimbangan,

glassing, metal detector, pengemasan, penyimpanan beku, stuffing, dan ekspor.

5.1. Proses Pengolahan PND Block Frozen

Penerimaan bahan baku

Gambar 2. Alur proses pengolahan PND Block Frozen

55

5.1.1.Penerimaan bahan baku

Udang yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi di

PT.1368 berasal dari tambak milik perusahaan sendiri, membeli ke suplier,

ataupun dibeli secara langsung ke petambak oleh perusahaan. Untuk data dan

jumlah bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bahan baku dibawa oleh suplier dengan menggunakan truk yang dilengkapi

dengan box fiber glass yang kedap air dan berisikan air dan es sehingga suhu

udang yang ada dalam box dapat dipertahankan dibawah 50C.

Penerimaan bahan baku dilakukan diruangan penerimaan yang berbeda dari

ruang proses dan terhubung melalui jendela. Kegiatan diruang penerimaan yaitu :

pembongkaran, pencucian 1, sampling dan penimbangan.

Udang yang datang ditangani dengan baik dan hati-hati. Menurut

Moelyanto 1992, setelah bahan baku datang langsung dilakukan persiapan untuk

proses pembongkaran yang harus dilakukan secara cepat dan hati-hati untuk

mencegah suhu udang naik karena pada suhu yang lebih tinggi pembusukan akan

berjalan cepat.

Udang yang telah dimasukkan kedalam keranjang kemudian diturunkan dari

truk melalui besi peluncur untuk masuk keruang penerimaan melalui pintu jendela

yang diberi plastic curtain. Proses penerimaan bahan baku dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar3. Proses penerimaan bahan

baku

Setelah udang masuk diruang penerimaan dilakukan pencucian 1 dengan

cara mencelupkan keranjang kedalam bak fiberglass yang berisi air dingin

56

berulang-ulang kali. Pencucian 1 bertujuan untuk menghilangkan kotoran-

kotoran, lumpur dan benda asing yang masih menempel pada udang. Air pada

bak pencucian diganti setiap pencucian 1 jam agar kondisi air tetap hygiene.

Setelah itu udang ditiriskan dan disampling (pengecekkan size).

Sampling dilakukan dengan cara mengambil beberapa udang dari setiap

keranjang, kemudian ditimbang sejumlah 1 Kg dan dihitung jumlahnya.

Sampling bertujuan untuk menetukan hasil timbangan, ukuran size dan mutu

udang. Sampling juga dipakai untuk pengujian mikrobiologi dan antibiotik yang

dilakukan secara internal di laboratorium milik perusahaan sendiri. Setelah

dilakukan sampling kemudian dilakukan penimbangan pembelian. Penimbangan

ini dilakukan dengan cara menimbang setiap 40 kg udang untuk 2 buah keranjang.

Penimbangan ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak udang yang diterima

perusahaan dan menetukan harga udang. Serta meyakinkan kepada suplier jumlah

bahan baku yang masuk. Hasil dari seluruh penimbangan kemudian dicocokkan

dengan nota timbang dan tanda terima yang berasal dari staf pembeli. Antara

berat udang dari tambak dengan berat pembongkaran hanya boleh selisih minimal

7 % kenaikan udang disebabkan karena air yang diserap udang yang berasal dari

es yang mencair selama pengangkutan. Proses sampling dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 4. Sampling

5.1.2.Pemotongan kepala (Deheading)

57

Udang yang telah ditimbang dan disampling masuk ke ruang poses. Udang

masuk ke ruang pemotongan kepala melalui pintu masuk kecil yang diberi plastik

curtain. Tahapan proses pemotongan kepala diawali dengan penimbangan pada

setiap keranjang, yang bertujuan untuk mencocokkan jumlah udang yang masuk

keruangan pemotongan kepala dan untuk mengetahui rendemen udang setelah

dilakukan pemotongan kepala. Udang tersebut kemudian diangkut kemeja

pemotongan kepala.

Pemotongan kepala dilakukan secara manual dengan cara mematahkan

kepala dari batas kelopak penutup kepala hingga leher. Pemotongan kepala harus

dilakukan dengan cepat, cermat, dan hati-hati, hal ini sudah sesuai dengan

petunjuk pada teknik penanganan dan pengolahan pada SNI 01-3457.3-2006.

Pemotongan kepala tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang. Panjang genjer

juga harus sesuai agar rendemen yang dihasilkan tidak menyusut. Pada proses

pemotongan kepala ini diharapkan rendemen berkisar antara 68 - 70%, sudah ada

ketentuan dari perusahaan mengenai cara pemotongan kepala yang benar.

Penerapan rantai dingin pada proses pemotongan kepala dilakukan dengan

memberikan es curah pada udang yang akan dan telah dipotong kepalanya. Proses

pemotongan kepala dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Proses pemotongan kepala

5.1.3.Pencucian II

Pencucian yang bertujuan untuk membuang lendir dan kotoran yang

menjadi sumber kontaminasi bakteri dan membersihkan kotoran dari kepala

udang yang masih menempel pada badan udang. Pencucian dilakukan dengan

mesin pembersih (washing tank). Pencucian menggunakan air dingin bersuhu

58

<50C yang mengalir.Menurut Hadiwiyoto (1993), air pencucian harus dalam

keadaan dingin bersuhu 0-60C, setiap kali pencucian air dalam bak diganti atau

didalam bak dialirkan air bersih dan dingin secara terus menerus. Mesin

pencucian udang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 6. Mesin pencuci udang

5.1.4.Penimbangan III

Penimbangan ini bertujuan untuk menentukan berat udang yang dhasilkan

tiap meja pemotongan kepala sehingga dapat diketahui rendemen dari HO ke HL

dan digunakan untuk menentukan upah karyawan borongan bagian pemotongan

kepala udang. Penimbangan dilakukan secara higienis menggunakan timbangan

yang tidak berkarat (SNI 01-3457.3-2006).

5.1.5.Sortasi awal

Udang dipindahkan dari keranjang ke meja sortasi. Penyortiran dilakukan

secara manual oleh karyawan yang telah berpengalaman secara cepat dan cermat.

Pada tahap ini udang ditumpuk diatas meja dan ditambahkan es curah, lalu udang

dipisahkan menurut ukuran. Selain untuk memisahkan udang berdasarkan kriteria

ukuran udang yang telah dientukan, juga untuk mempertahankan mutu dan

keseragaman ukuran udang.

Udang yang telah disortasi dikumpulkan dalam keranjang lalu direndam

dalam air dingin dengan suhu < 5oC pada bagian depan sisi meja, dan diatas udang

diberi es curah. Dan untuk udang yang kurang baik ditempatkan pada keranjang

tersendiri. Untuk mengetahui size dilakukan dengan cara mengambil sampel hasil

sortasi seberat 454 gr (1 lbs) dan dilanjutkan dengan menghitung jumlah udang

59

tersebut, bila jumlah sesuai dengan standar yang ditentukan, berarti tahap sortasi

awal dinyatakan benar. Proses sortasi awal dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 7.Proses sortasi awal

5.1.6.Sortasi akhir (final check)

Sortasi akhir dilakukan oleh karyawan berpengalaman secara cepat, cermat,

dan hati-hati dengan cara memisahkan kembali udang yang telah disortasi awal

sehingga didapatkan size sesuai rencana produksi. Penentuan size sesuai dengan

permintaan buyer dengan cara menimbang sebanyak 454 gr (1 lbs) dan dihitung

jumlah udangnya. Apabila ukuran udang belum sesuai maka dilakukan

pemisahan kembali antara udang yang kecil dan besar pada tiap keranjang sampai

didapat size yang sesuai.

Sortasi ini dilakukan untuk mengoreksi dan memastikan bahwa udang

yang telah dipisahkan pada tahap sortasi awal telah sesuai dengan ketentuan serta

memisahkan udang sesuai dengan tingkat mutu untuk menentukan arahan tahap

produksi selanjutnya. Final check dapat dilihat pada Gambar 7.

60

Gambar 8. Final check

5.1.7.Pengupasan kulit (peeled) dan pembelahan (deveined)

Pengupasan kulit udang dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual

menggunakan tangan dan menggunakan alat bantu berbentuk kuku, yang terbuat

dari bahan stainless steel yang digunakan pada ibu jari tangan kanan. Cara

pengupasan kulit udang yaitu dengan memegang udang pada bagian ruas keenam

dan ekor, kemudian ruas 1, 2, dan 3 dikupas dari arah bawah keatas secara

melingkar hingga terkupas, setelah itu dilakukan penguapasan pada ruas ke 4, 5,

6, dan ekor hingga tersisa bentuk udang tanpa kulit dan ekor.

Untuk pembelahan udang harus dilakukan dengan hati-hati dan harus

memiliki keterampilan yang cukup karena hasilnya sangat menentukan nilai harga

nantinya karena jenis produk ini merupakan permintaan dari buyer. Proses

pembelahan menggunakan alat seperti pisau tajam yang terbuat dari stailess,

udang dibelah punggungnya dari ruas ke dua sampai ruas kelima dan ambil usus

yang berada di sepanjang punggung udang. Untuk pembelahan jangan sampai

merusak daging udang. Proses pengupasan dan pembelahan telah sesuai dengan

SNI 01-3457.3-2006 petunjuk penanganan dan pengolahan udang kupas mentah

beku, udang yang telah dikupas dilakukan pembelahan dengan cara udang dibelah

dibagian punggung dengan menggunakan pisau, proses pengolahan dilakukan

secara cermat, cepat, dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk

minimal 50C.

Udang yang telah dikupas dan dibelah tersebut dikumpulkan dalam satu

keranjang besar untuk dibawa kebagian penimbangan, untuk mengetahui berapa

upah bagi karyawan borongan bagian kupas dan belah. Limbah kulit

dikumpulkan dalam keranjang besar dan dibawa ke ruangan pembuangan limbah

setiap 5 menit sekali untuk menghindari pencemaran bau diruangan proses, oleh

petugas sanitasi.

61

Hasil pengupasan dan pembelahan diletakan pada keranjang yang berisi air

dingin yang ditambahkan es agar suhu udang bertahan <5oC. Di PT. 1368 tahap

pengupasan dan pembelahan ini disebut dengan tahap value added, maksudnya

adalah udang yang mutunya kurang baik melalui tahap ini dapat ditingkatkan

mutunya. Proses pengupasan kulit dan cabut usus dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 9. Kupas kulit dan cabut usus

5.1.8.Pencucian III

Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan udang dari kotoran sisa

pengupasan kulit udang, mengurangi kontaminasi bakteri dan memperlambat

kemunduran mutu udang. Pencucian pada tahap ini dilakukan dengan cara

merendam keranjang yang berisi udang kedalam bak yang berisi air dingin

bersuhu <5oC. Air pencucian diganti setiap 1 jam sekali bertujuan untuk

mencegah kontaminasi silang dari air tehadap produk.

Menurut Hadiwiyoto (1993), air pencucian harus dalam keadaan dingin

bersuhu 0-60C, setiap kali pencucian air dalam bak diganti atau didalam bak

dialirkan air bersih dan dingin secara terus menerus.

5.1.9.Penimbangan IV

Penimbangan dilakukan setelah pencucian dan penirisan. Penimbangan ini

bertujuan untuk mengetahui jumlah produk sesuai dengan jumlah yang

ditargetkan, dan untuk mengetahui upah karyawan borongan. Penimbangan ini

juga bertujuan untuk mengetahui jumlah lot udang yang telah diproses dan jumlah

lot udang yang berada ditampungan. Penampungan dilakukan apabila bahan baku

melebihi kapasitas produksi atau melebihi kapasitas jam kerja.

62

Penimbangan harus dilakukan secara higienis menggunakan timbangan

yang tidak berkarat. Timbangan harus selalu dikalibrasi untuk menjaga ketetapan

penimbangan (Purwaningsih, 1995).

5.1.10. Perendaman (Soaking)

Untuk jenis produk udang Peeled and Deveined ada dua macam produk

yaitu Pnd Treatment, dan PnD Untreatment. Untuk produk PnD Treatment

dilakukan perendaman/soaking, ini tergantung dari permintaan buyer.

Perendaman dilakukan setelah proses pencucian, untuk memastikan udang bebas

dari kotoran sebelum dilakukan perendaman. Bahan tambahan yang digunakan

sebanyak 2,5-3,5% dari keseluruhan jumlah larutan. Perendaman menggunakan

bahan-bahan yang terdiri dari phospat yaitu STPP (Sodyum Tripolyposphat), dan

nonphospat yaitu Sphring 1. Dengan perbandingan posphat 60-70% dan

nonposphat 30-40%. Sedangkan perbandingan larutan dan udang adalah 1,5 :1,

dengan 150 larutan dan 100 kg udang.

Perendaman dilakukan untuk menambah berat, memperbaiki tekstur, warna

dan kekenyalan yang lebih baik. Perendaman dilakukan selama 1-3 jam

tergantung permintaan buyer. Perendaman dilakukan untuk mendapatkan ukuran

yang diinginkan. Biasanya setelah perendaman berat udang biasanya bertambah

sekitar 5-10%. Perendaman dilakukan dalam alat berbentuk tabung terbuka yang

diberikan besi pemutar yang terus menerus berputar untuk mengaduk agar

memastikan larutan tersebar merata pada seluruh udang.

5.1.11. Penimbangan V

Penimbangan ini dilakukan secara cepat dan hati-hati, penimbangan ini

bertujuan untuk mengukur berat udang per pan, biasanya udang setelah dtreatmen

ditiriskan selama 3 menit kemudian ditimbang seberat 4 lbs (1816-1820) atau 900

gr tergantung permintaan buyer.

Penimbangan harus dilakukan secara higienis menggunakan timbangan

yang tidak berkarat. Timbangan harus selalu dikalibrasi untuk menjaga ketetapan

penimbangan (Purwaningsih, 1995).

5.1.12. Penyusunan

63

Pada tahap penyusunan udang disusun dalam inner pan dengan

menggunakan tangan (manual) sesuai jenis, ukuran dan permintaan pasar.

Metode penyusunan udang ini dilakukan secara berlawanan arah. Setelah udang

disusun, permukaannnya ditekan dengan plate stainless berlubang untuk

meratakan permukaan udang agar terlihat rapi.

Menurut Purwaningsih (1995), penyusunan Head-less dalam pan pembeku

adalah penyusunan udang dengan metode ekor akan bertemu ekor dan potongan

kepala menghadap kesamping. Pada tahapan ini suhu pusat udang rata-rata 2,70C

Penyusunan udang dalam pan pembekuan dapatdilihat pada Gambar 9.

Gambar 10. Penyusunan udang dalam Inner pan

5.1.13. Pembekuan

Sebelum dibekukan produk dalam pan pembekuan disiram dengan air

dingin dengan suhu rata-rata 10C hingga pan terisi penuh dan diletakkan dalam

long pan. Tujuan dari pemberian media air es ini adalah membekukan produk

hingga mencapai suhu pusat maksimal -180C secara cepat dan tidak

mengakibatkan pengeringan terhadap produk.

Setelah itu dilakukan pembekuan dengan menggunakan Contact Plate

Freezer (CPF). Sebelum long pan diletakkan pada CPF, terlebih dahulu rak-rak

dibersihkan dengan penyemprotan air. Setelah melakukan pembersihan maka

long pan dimasukkan kedalam CPF, dimana 1 long pan terdapat 6 inner pan.

Pembekuan dilakukan dalam CPF dengan suhu -200C, selama 2,5-3 jam.

64

Pembekuan yang dilakukan di PT. 1368 telah dilakukan cukup baik, dimana

pembekuan berjalan dengan cepat, sehingga kristal es yang terbentuk berukuran

kecil dan kerusakan fisik pada udang akibat pembekuan dapat dicegah sekecil

mungkin. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), makin kecil ukuran kriatal es

yang terbentuk yaitu jika dibekukan dengan cepat diyakini bahwa ini hanya

menyebabkan sedikit kerusakan pada dinding sel, dan hanya menyebabkan sedikit

cairan ikan yang hilang waktu dilelehkan. Menurut Hariadi (1994), pembekuan

dengan menggunakan freezer ini berlangsung lebih cepat yaitu sekitar 3-5 jam,

dan tergolong paling efisien untuk produk-produk yang dikemas. Produk yang

dimasukkan dalam CPF dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 11. Pembekuan udang dalam CPF

5.1.14. Penggelasan

Proses penggelasan dilakukan setelah pelepasan udang blok dengan inner

pan yang dilakukan dalam bak stainless steel dan diatasnya terdapat pipa yang

mengalirkan air biasa yang berguna untuk memudahkan proses pelepasan inner

pan. Pelepasan inner pada bak ini dilakukan dengan menggunakan pencungkil.

Posisi inner pan dibalik dan ditekan atau dihentakkan hingga udang beku terlepas

dari inner pan, selanjutnya udang beku ini dialirkan / dicelupkan ke bak

penggelasan dengan suhu air glassing <50C yaitu 2,40C selama 2-3 detik sampai

penggelasan merata keseluruh udang. Proses penggelasan harus dilakukan secara

cepat, cermat, dan saniter dengan mempertahankan suhu pusat udang maksimal -

180C. Tujuan utama dari glazing adalah melapisi udang dengan air es agar tidak

mudah terjadi pengeringan pada saat penyimpanan.( SNI 01-3457.3-2006).

65

Penggelasan yang sempurna akan menghasilkan lapisan es dengan warna putih

merata atau permukaan udang mengkilat. Proses glassing dapat dilihat pada

Gambar 11.

Gambar 12. Proses penggelasan

5.1.15. Pendeteksian logam (Metal detecting)

Pendeteksian logam bertujuan untuk mendeteksi benda asing terutama yang

terbuat dari unsur logam pada produk. Udang yang telah dibekukan harus

melewati mesin/alat pendeteksi logam yang dilengkapi dengan conveyor.

Penggunaan mesin pendeteksi logam ini adalah dengan melewatkan udang

pada mesin. Apabila terdapat kelebihan kandungan unsur logam pada produk

beku, maka mesin akan berbunyi dan conveyor akan berhenti secara otomatis.

Jika hal ini terjadi, maka pengawas akan langsung menangani dan produk akan

dicairkan kembali untuk kemudian ditangani ulang. Proses pendeteksian logam

dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 13. Metal detector

5.1.16. Pengemasan (Packing)

Sebelum dilewatkan pada metal detector udang block dikemas terlebih

dahulu dengan menggunakan polybag yang terbuta dari polyethilen. Stelah itu

66

udang dilewatkan pada metal detector dan kemudian dikemas dengan inner carton

yang telah diberi label merk dagang, nama perusahaan, negara produsen, jenis

produk dan berat bersih.

Selanjutnya produk dikemas dengan menggunakan master carton yang diisi

dengan 6 inner carton. Sebelum produk dimasukkna kedalam inner carton

terlebih dahulu dilakukan pengecekkan meliputi kode, jenis produk, dan size, hal

ini harus selalu diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan pemberian informasi

terhadap konsumen.

Menurut Purwaningsih (1995), menjelaskan bahwa bahan pengemas yang

digunakan harus cocok dengan bahan yang dikemas, tidak bersifat racun, dan

menarik konsumen.

5.1.17. Penyimpanan beku di Cold Storage

Penyimpanan dilakukan dengan pengelompokkan size dan jenis produk dan

ditata rapi agar sirkulasi udara tetap terjaga didalam cold storage. Proses

penyimpanan diawali dengan memasukkan membawa master carton yang telah

berisi produk ke dalam cold sstorage, kemudian produk dipindahkan ke atas pallet

yang telah disiapkan di dalam cold storage sesuai dengan size, jenis produk, jenis

spesies, mutu, dan berat timbangan buyer. Penyusunan master carton di dalam

cold storage disusun agak renggang dari lantai, dinding dan langit-langit,

sehingga sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan pembongkaran. Suhu

dalam ruang cold storage rata-rata -210C. Suhu cold storage sudah dianggap baik

jika masih berkisar antara -200C sampai -300C. Hal terpenting dalam susunan cold

storage adalah bagaimana menjaga kestabilan suhu tersebut, karena fluktuasi di

dalam cold storage akan merusakkan produk (Hariadi, 1994).

Penyimpanan beku di cold storage bertujuan untuk mempertahankan

kualitas atau mutu produk selama disimpan menunggu waktu di ekspor dengan

menyimpan pada suhu -21oC (± 2oC). Fungsi penyimpanan beku adalah untuk

menyimpan beku menggunakan suhu rendah yang diinginkan yang dapat

mempertahankan kondisi dan mutu produk beku selama jangka waktu yang telah

ditetapkan (Ilyas, S 1983). Penyimpanan beku dalam cold storage dapat dilihat

pada Gambar 13.

67

Gambar 14. Penyimpanan pada Cold Storage5.1.18. Stuffing dan ekspor

Stufing adalah proses pemindahan / pemuatan master karton dari cold

storage ke dalam kontainer berpendingin. Proses ini dilakukan ketika produk

akan diekspor. Pemindahan produk ke container dilakukan secara cepat dan hati-

hati, suhu container terlebih dahulu diataur mencapai suhu -10oC. Staf QC

melakukan pengecekan dan pencatatan pada setiap melakukan pengangkutan

menggunakan lori dari cold storage ke container, untuk memastikan produk sesuai

permintaan dan mengetahui jumlah produk yang masuk kedalam kontainer

sebelum diekspor.

Kontainer yang dipakai untuk kegiatan ekspor merupakan satu paket

dengan kapal yang membawanya ke negara tujuan. Setiap kontainer mempunyai

nomor seal yang tertera pada dokumen traceability. Pihak jasa pengiriman barang

tersebut bertanggung jawab atas keamanan produk hingga kenegara tujuan.

Sebelum melakukan pengiriman produk ke negara tujuan, perusahaan melakukan

pengiriman contoh produk ke LPPMHP yang bertempat di Banyuwangi. Hasil uji

produk dari perusahaan diikut sertakan dalam bentuk laporan hasil internal audit

perusahaan yang dibuat oleh pengawas.

5.2. Pengujian Mutu Udang

5.2.1.Pengujian mutu organoleptik udang

5.2.1.1. Mutu organoleptik udang segar

Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan lembar score

sheet untuk penilaian terhadap bahan baku dengan melibatkan panelis dengan

68

enam kali pengamatan.Aspek yang dinilai pada bahan baku (udang segar) meliputi

kenampakan, bau, dan tekstur daging udang, sesuai dengan SNI, bahwa bahan

baku untuk udang beku harus mempunyai nilai organoleptik minimal 7.

Dari hasil pengujian organoleptik menggunkan score sheet yang dilakukan 6

orang panelis dan 6 kali pengamatan didapat nilai sebesar 8.Dari hasil tersebut

dapat terlihat bahwa mutu udang sudah memenuhi standard dan syarat yang

ditetapkan yaitu 7. Hal ini dikarenakan bahan baku yang datang untuk

pengolahan udang produk udang kupas belah beku masih sangat segar , memiliki

warna asli, bau masih segar sesuai jenis, antar ruas kokoh, daging masih padat.

Hal ini dikarenakan penanganan yang baik selama proses penanganan dan

pengangkutan yang dilakukan dengan cepat dan hati-hati, dan selalu

memerhatikan rantai dingin untuk mempertahankan mutu udang. Hasil yang

didapat dari pengujian olganoleptik menggunakan score sheet pada udang segar

dapat dilihat pada Lampiran2.

5.2.1.2. Mutu organoleptik udang beku

Mutu produk akhir sangat dipengaruhi oleh mutu bahan baku, apabila mutu

bahan baku yang digunakan untuk proses pengolahan udang beku dalam keadaan

segar, dan penanganan selama proses pengolahan dilakukan dengan baik dan

menjaga rantai dingin, maka akan didapat produk akhir dengan mutu yang juga

baik. Berdasarkan pengamatan dan pengujian organoleptik produk akhir

menggunakan score sheet didapat nilai sebesar 8. Dimana spesifikasi udang beku

untuk lapisan es rata, bening dan lapisan es cukup tebal pada seluruh permukaan,

belum terjadi dehidrasi dan diskolorasi, kenamakan masih utuh bercahaya setelah

dithawing, bau masih segar dan daging masih elastis. Mutu dari udang beku

sangat dipengaruhi oleh kesegaran bahan baku, penanganan saat proses

pengolahan, seperti penerapan rantai dingin dengan baik, dan penerapan sanitasi

hygiene selama proses, dan hal itu sudah diterapkan dengan cukup baik di PT.

1368.

5.2.2. Pengujian mikrobiologi

Selain pengujian organoleptik juga dilakukan pengujian laboratorium

internal oleh perusahaan yaitu pengujian mikrobiologi diantaranya pegujian ALT,

coliform,E.coli, Salmonella, V. cholera. Untuk hasil pengujian dapat dilihat pada

69

report of microbiologi test pada Lampiran6 . Pengujian mikrobiologi merupakan

syarat utama yang harus diperhatikan untuk produk ekspor. Pengujian dilakukan

oleh QC di laboratorium PT. 1368 yang bertujuan untuk controlling dan di

LPPMHP Banyuwangi untuk persyaratan ekspor. Pengujian dilakukan terhadap

produk dengan jumlah terbanyak dan yang akan diekspor dengan cara mengambil

sampel dengan metode pengambilan contoh pengujian produk perikanan.

Pengujian Angka Lempeng Total (ALT)

Pengujian ALT bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri dalam suatu produk

yang diuji tanpa melihat jenis bakterinya. Pengujian ALT di PT. 1368 dilakukan

pada bahan baku dan produk akhir. Yang berfungsi sebagai monitoring mutu.

Sebagai persyaratan ekspor pihak perusahaan juga melakukan pengujian ada

LPPMHP Banyuwangi.

Metode pengujian yang dilakukan sesuai dengan prosedur pengujian mutu

mikrobiologi ALT berdasarkan SNI 01-2332-2006. Untuk hasil pengujian ALT

pada bahan baku yang digunakan untuk produk Peelesd and Deveined dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Angka Lempeng Total Bahan Baku dan Produk Akhir

Pengamatan Standar SNI

Bahan Baku (koloni/gram)

Standar SNI Produk Akhir (koloni/gram)

1

5 x 105

4,7 x 104

5 x 105

12 x 104

II 5,6 x 104 8,9 x 104

III 6,3 x 104 12,3 x 104

IV 8,3 x 104 10,5 x 104

V 5,3 x 104 7,3 x 104

VI 7,6 x 104 7,3 x 104

Rata-rata 6,3 x 104 9,7 x 104

70

Dari Dari Tabel. 6 Dapat dilihat bahwa hasil pengujian ALT terhadap bahan

baku dan produk akhir untuk produk udang kupas mentah beku (PND) pada PT.

1368 telah memenuhi persyaratan SNI 01-2332.3-2006 untuk produk mentah

yaitu 5 x 105. Sedangkan rata-rata ALT pada bahan baku adalah 6,3 x 104 dan

untuk produk akhir adalah 9,7 x 104. Sehingga produk layak dan memenuhi

persyaratan untuk dikonsumsi sesuai dengan syarat mutu dan keamanan pangan.

5.3. Pengamatan Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan suatu

mikroba. Pada suhu diatas atau dibawah suhu optimum pertumbuhan, mikroba

akan terhambat. Berdasarkan prinsip tersebut maka diterapkan system

pengawetan hasil perikanan yang salah satunya menggunakan suhu rendah yaitu

pengesan dan pembekuan (Sumardi dan Sasminto, 1992).

Dari hasil pengamatan dapat terlihat kalau penerapan rantai dingin belum

memenuhi standar, mulai dari panen, pengangkutan, sampai pada penyimpanan di

cold storage. Dalam setiap tahapan proses suhu udang diusahakan agar tidak

melebihi 5oC, untuk memperlambat proses penurunan mutu udang. Suhu pada

setiap tahapan proses dapat dilihat pada Tabel. 7

Tabel 7. Suhu pada setiap tahapan proses

Tahapan Proses Pengamatan Suhu (oC) Rata-rata

1 2 3 4 5 6

Penerimaan bahan baku 8,65 8,5 8,3 7,75 4,5 7,75 7,5

Pencucian 8,15 9,3 9,4 7,95 4,9 8,25 7,9

Pemotongan kepala 9,6 10,1 9,6 7,8 7,4 7,85 8,7

Pencucian 2 11,9 10,6 11,9 10,6 8,3 10,4 10,6

Sortasi awal 12,6 11,1 13 10,1 9,55 9,45 10,96

Final check 12,7 11,2 12,7 11 8,6 8,65 10,7

Kupas kulit 9,85 11 9,8 7,75 6,6 11,7 9,4

71

Cabut usus 11,8 7,9 11,7 8,6 8,4 12,4 10,1

Perendaman 11 11,1 11 11,3 12,8 12,5 11,59

Penyusunan 8,5 7,8 8,5 8,8 8,8 9,35 8,6

Pembekuan CPF -20 -20 -20 -20 -20 -20 -20

Glazing (air) 0,05 0,15 0 0,1 0,05 0,05 0,06

Pengepakan -10,8 -11 -11 -11 -12 -11 -11,15

Penyimpanan beku (ruang) -24 -23 -25 -22 -23 -24 -23,42

Pada Tabel. 7 Dapat dilihat bahwa pada hampir semua tahapan didapat

suhu melebihi 5oC, yang disebabkan karena kurangnya es, biasanya karyawan

kurang memperhatikan penggunaan es, jadi harus selalu dikontrol oleh pengawas

atau QC, cara pemberian es yang dilakukan karyawan juga hanya dengan menaruh

es diatas keranjang-keranjang yang berisi udang, atau menaruh es curah hanya

pada permukaan, sehingga pemberian es tidak merata. Terlihat dari rata-rata suhu

dari 6 kali pengamatan belum memenuhi persyaratan. Pada saat pengepakan suhu

tidak mencapai suhu pusat udang tidak dipertahankan -18oC. Hal ini mungkin

disebabkan karena proses glassing dan juga pengaruh pembekuan cepat.

5.4. Pengamatan Rendemen

Rendemen dalam pengolahan udang beku adalah daging udang yang dapat

dimanfaatkan sesuai dengan produk yang akan diproduksi, setelah dilakukan

pengolahan. Perhitungan untuk rendemen yang dihasilkan dari bahan baku atau

udang utuh (HO) sampai menjadi produk Peeled and deveined dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Perhitungan Rendemen Udang Headless ke Peeled and Deveined

Pengamatan Bahan

baku HO

(kg)

Potong

kepala

HL (kg)

Kupas

belah PD

(kg)

Rendeme

n HO –

HL (%)

Rendeme

n HL –

PND (%)

Rendemen

HO –

PND (%)

1 1 1000 700 523 70% 74,7% 52,3%

2 1000 660 533 66% 83,8% 53,3%

2 1 1000 720 590 72% 81,9% 59%

2 1000 700 573 70% 81,8% 57,3%

3 1 1000 720 593 72% 82,3% 59,3%

2 1000 700 569 70% 81,2% 56,9%

72

4 1 1000 720 595 72% 82,6% 59,5%

2 1000 700 559 70% 79,8% 55,9%

5 1 1000 720 591 72% 82,1% 59,1%

2 1000 700 543 70% 77,5% 54,3%

6 1 1000 700 576 72% 82,3% 57,6%

2 1000 720 593 70% 82,3% 59,3%

Rata-rata 1000 705 569,83 71% 81,03 56,98

Dari Tabel 8. dapat kita lihat bahwa rendemen yang dihasilkan telah

memenuhi standar perusahaan, dimana rata-rata rendemen dari HO ke HL 71 %

dan rendemen dari HL ke PND 81,03%. Perusahaan memiliki standar sendiri dari

hasil kerja karyawan untuk proses potong kepala dan kupas belah, rendemen

untuk proses potong kepala atau rendemen dari HO ke HL adalah 68 – 70 %

sedangkan rendemen dari HL ke PND Cut adalah 80 – 85 %. Jadi rendemen yang

dihasilkan di PT.1368 sudah sesuai dengan standar perusahaan. Dapat dilihat

keahlian karyawan perusahaan telah melakukan penanganan dan pengolahan

selain dilakukan secara tepat, juga dilakukan dengan hati-hati, bila tidak cermat

pasti rendemen yang dilakukan pasti akan kecil (Ilyas, 1993). Pada proses potong

kepala pengawas harus sangat sering memperhatikan kerja karyawan, karena

biasanya karyawan borongan hanya mementingkan kecepatan dan kurang

memperhatikan hasil potongan kepala. Potongan kepala yang bagus adalah

apabila jengger pada ujung leher udang tidak terbuang, biasanya hal tersebut

kurang diperhatikan karyawan borongan.

5.5. Pengamatan produktivitas

Pengamatan produktivitas dilakukan didasarkan pada besar jumlah udang

kupas yang dihasilkan pada setiap satuan waktu. Pengamatan produktivitas pada

PT.1368 berdasarkan tiga gulir kerja yaitu pagi, siang dan sore, dengan 6

pengamatan dan 3 kali pengulangan. Produktivitas karyawan dihitung dengan

mengambil sample udang yang akan dikerjakan sebanyak 1 kg dan menghitung

waktu yang diperlukan karyawan untuk menyelesaikannya, sesuai tahapan

prosesnya. Perhitungan untuk produktivitas karyawan dapat dilihat pada

73

Lampiran 5. Berikut data produktivitas karyawan dari 6 kali pengamatan dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Produktifitas karyawan

Pengamatan Produktivitas (kg/orag/jam)

Potong kepala Kupas kulit Cabut usus

Pagi Siang sore pagi Siang Sore pagi Siang sore

1 67,9 55,4 55,1 17,14 20,22 22,5 12,12 21,95 17,14

2 73,5 53,7 45 28,34 37,11 30 7,18 25,35 18

3 51,4 60 50 18,94 21,17 15 15,32 15 18,95

4 78,2 55,1 54,5 30 32,73 18 15,65 12 19,67

5 60 48 60 20 15,65 17,14 14,4 13,3 22,5

6 60 72 67,9 24 36 21,82 14,23 20,57 16

Rata-rata 65,17 57,37 55,47 23,07 27,15 20,7 13,15 18,02 18,71

Pada Tabel 9. dapat dilihat bahwa nilai rata-rata produktivitas pada tahapan

pemotongan kepala lebih besar dari pada tahapan pengupasan kulit dan terdapat

perbedaan pada nilai rata-rata produktivitas dari waktu gulir kerja. Nilai rata-rata

produktivitas pemotongan kepala pada waktu gulir pagi adalah 65,17 kg/jam/org,

waktu siang 57,37 kg/jam/org, sedangkan untuk waktu gulir sore 55,47

kg/jam/org, dalam hal pemotongan kepala dilakukan oleh 1 orang yang sama dari

pagi sampai dengan sore. Sedangkan nilai rata-rata untuk produktivitas

pengupasan kulit pada waktu gulir pagi adalah 23,07 kg/jam/org, waktu siang

27,15 sedangkan untuk waktu gulir sore 20,7 kg/jam/org. Dan nilai rata-rata

produktivitas cabut usus untuk waktu gulir pagi 13,15 kg/jam/org, waktu siang

18,02, sedangkan untuk waktu gulir sore 18,71 kg/jam/org, hal ini disebabkan

karena yang melakukan kegiatan kupas kulit dan cabut usus adalah orang yang

berbeda-beda setiap waktunya mulai pagi sampai dengan sore.

5.6. Persyaratan fisik

5.6.1.Lokasi dan lingkungan unit pengolahan

PT. 1368 secara umum telah menempati lokasi yang memenuhi syarat bagi

suatu unit pengolahan. Terletak ditepi jalan raya Situbondo-Banyuwangi

74

sehingga mempermudah pengangkutan untuk kegiatan ekspor ataupun penerimaan

bahan baku. Sebagian besar lahan terbuat dari aspal sehingga mengurangi

timbulnya debu.

Tujuanpemilihan lokasi yang memenuhi syarat adalah untuk mencegah dan

meminimalisasikan pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan kontaminasi.

Lokasi perusahaan cukup baik karena terbebas dari sumber pencemaran, lokasi

pabrik jauh dari industri yang terpolusi atau perusahaan lain yang mungkin dapat

menimbulkan pencemaran terhadap makanan yang membahayakan kesehatan,

tidak berada di daerah yang mudah tergenang air (daerah banjir), karena genangan

air dapat merupakan tempat berkembangbiaknya serangga, parasit dan

mikroorganisme yang dapat mencemari makanan, bebas dari daerah yang

merupakan sarang hama seperti hewan pengerat dan serangga, jauh dari tempat

pembuangan sampah atau limbah, baik limbah padat, cair maupun gas, karena

timbunan sampah dan limbah merupakan sarang hama dan penyakit, jauh dari

pemukiman penduduk yang padat dan kumuh, jauh dari daerah penumpukan

barang bekas, daerah kotor dan daerah lain yang diduga dapat mengakibatkan

pencemaran terhadap makanan, tidak menjadi satu dengan rumah atau tempat

tinggal atau fasilitas lain yang bersamaan letak dan atau penggunaannya dengan

bangunan, hal tersebut oleh pihak perusahaan telah dilaksanakan sesuai dengan

persyaratan yang berlaku. Bangunan unit pengolahan harus ditempatkan di daerah

yang bebas dari kotoran yang bersifat bakteriologis, fisis dan kimia

(Purwaningsih, 1995).

5.6.1.1. Konstruksi Bangunan

1) Denah

Adanya pembagian ruangan yang jelas pada bangunan utama yang terdiri

dari ruangan penerimaan, proses dan ante room, merupakan salah satu cara untuk

mengetahui keterikatan antar aktivitas dan juga mencegah kontaminasi. Saling

berdekatannya ruangan yang ada seperti ruangan penerimaan bahan baku dengan

ruangan proses utama bertujuan untuk memperlancar aktivitas pekerjaan yang

dilakukan sehingga penanganan terhadap bahan baku dapat dilakukan dengan

cepat. Penanganan yang cepat terhadap bahan baku menyebabkan mutunya tidak

cepat mengalami kemunduran. Penempatan ruang mesin di belakang bangunan

75

utama sudah baik karena suara bising yang dihasilkan dari mesin tidak

menggangu aktivitas kerja karyawannya.

Bangunan unit produksi dirancang sedemikian rupa sehingga baik rancang

bangun itu sendiri, bahan-bahan maupun konstruksinya tidak menghambat

program sanitasi. Cukup luasnya ruang proses yang dimiliki untuk peralatan dan

penyimpanan barang atau material, lorong dan tempat kerja serta susunan bagian

peralatan diatur sesuai dengan urutan produksi bertujuan untuk menghindari

terjadinya kontaminasi silang pada setiap tahapan proses produksi yang dilakukan.

2) Langit-Langit

Bahan untuk langit-langit di ruang proses merupakan bahan yang tahan air

dan mudah dibersihkan, permukaannya halus, warnanya putih terang, tidak

menyilaukan, tinggi langit-langit terhadap lantai 4 meter, pertemuan antara

dinding dan langit-langit membentuk sudut. Namun masih ada ditemukan celah

pada langit-langit yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi.

Tinggi langit-langit dan lantai mendukung lancarnya sirkulasi udara di

ruang proses sehingga cukup memadai. .

3) Dinding

Kondisi dinding di ruang proses dilapisi oleh keramik/porselensetinggi 2

meter dari lantai, permukaannya halus dan rata, tidak retak dan berwarna putih

terang dan mudah dibersihkan, serta pertemuan antara dinding dan lantai tidak

membentuk sudut.

Dinding unit pengolahan kedap air, permukaan halus dan rata, tahan retak,

mudah dibersihkan dan berwarna terang (Wiryanti dan Witjaksono,

2002).Pertemuan antara dinding dan lantai tidak membentuk sudut sehingga

memudahkan untuk dibersihkan dan tidak memungkinkan terjadinya akumulasi

kotoran yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada produk yang

akhirnya akan membahayakan produk tersebut.

4) Lantai

Lantai unit pengolahan harus kedap air, permukaannya halus dan rata, tidak

licin, mudah diperbaiki, mudah dibersihkan, serta pertemuan antara lantai dan

dinding tidak membentuk sudut (Wiryanti dan Witjaksono, 2002).Konstruksi

76

lantai yang terbuat dari bahan porselen tidak menyerap air sehingga menghindari

terjadinya perembesan air dari bawah lantai. Selain tidak licin dan kuat, juga

mudah dibersihkan, konstruksi lantai dibuat miring 3º sehinga memudahkan

pengaliran air ke saluran pembuangan yang dilengkapi dengan penutup yang

terbuat dari bahan tahan karat. Pertemuan antara lantai dan dinding tidak

membentuk sudut, dimaksudkan untuk menghindari terjadinya genangan air dan

akumulasi kotoran yang berlebihan, tetapi masih ditemukan keretakkan pada

lantai yang dapat menyebabkan kontaminasi.

5) Penerangan

Penerangan di ruang proses diperoleh dari lampu neon (TL) 40 watt yang

diletakkan sejajar dengan langit-langitdan diberi pelindung dari bahan mika yang

tembus pandang. Penerangan yang terdapat di ruang proses pancaran sinarnya

tidak menyilaukan, densitas sinarnya cukup terang untuk ukuran ruangan yang

ada. Di bagian sortasi, penerangannya mencapai 50 foot candle karena pada tahap

sortasi dilakukan pengawasan/pemeriksaan terhadap ukuran, mutu dan warna

produk yang akan dihasilkan.

Besarnya densitas dari sinar yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan

dan tidak menyilaukan sehngga tidak merubah warna asli dari benda tersebut hal

ini untuk menghindari kesalahan kerja dan menjaga kesehatan mata karyawan.

Pemasangan pelindung yang terbuat dari bahan mika yang transparan pada setiap

lampu sudah tepat karena apabila tidak diberi pelindung dapat menimbulkan

kontaminasi produk.

6) Ventilasi

Sistem perputaran udara di ruang proses dilakukan dengan

menggunakanbloweryang terus menerus menghembuskan udara dingin ke seluruh

ruangan dan exhaust fanyang menyedot udara panas dari dalam ruangan.Saluran

ventilasi dan perputaran udara di ruang proses belum memadai untuk mencegah

terjadinya kontaminasi terhadap produk.

7) Pintu

Pintu masuk ke ruang proses terbuat dari alumunium, tahan karat, halus,

rata, tahan air dan mudah dibersihkan. Pintu dirancang sehingga bisa menutup

sendiri (self closing type) serta dilapisi plastik curtain.

77

Pintu dilapisi dengan plastik curtain yang berfungsi untuk mencegah

masuknya serangga atau binatang pengganggu lainnya dan pintu dirancang

sehingga dapat menutup sendiri (self closing type) dan dibuat berlapis kamar

gelap ditengahnya.Pintu sudah memenuhi persyaratan dengan permukaan pintu

harus tahan karat, halus dan rata serta tahan air dan mudah dibersihkan.

8) Saluran Pembuangan

Instalasi saluran pembuangan di ruang proses konstruksinya cukup untuk

mengalirkan air sisa pengolahan, terbuat dari bahan kedap air, permukaan halus,

rata, dan tidak membentuk sudut. Saluran ini terbenam ±1/2 meter dari permukaan

lantai dilengkapi dengan saringan dan penutup berlubang yang terbuat dari bahan

tahan karat. Saluran ini selalu dibersihkan sebelum dan sesudah proses dimulai.

Konstruksi saluran pembuangan di ruang proses telah sesuai dengan

persyaratan dilihat dari bahan dan ukurannya. Konstruksi yang demikian akan

memperlancar aliran air dan kotoran serta mudah dibersihkan.Permukaannya

halus, rata, kedap air, terbuat dari bahan alumunium yang tahan karat sehingga

dapat mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk. Lubang saluran

dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya tikus dan serangga atau

binatang pengganggu lainnya sertaberfungsi untuk menyaring limbah padat.

Limbah yang dihasilkan terdiri dari limbah cair dan limbah padat yang

berupa potongan-potongan kepala dan kulit udang. Penanganan limbah cair

langsung dialirkan ke laut, sedangkan limbah padat dikumpulkan terlebih dahulu

dan dipisahkan antara kepala udang dengan kulit udang, lalu dimasukkan ke

dalam wadah atau tong plastik, selanjutnya limbah padat ini dijual langsung ke

pembeli untuk dijadikan pakan ternak.

5.6.1.2. Fasilitas Unit Pengolahan

Ruang laboratorium terletak di bagian depan, bersebelahan dengan ruang

produksi. Laboratorium ini dilengkapi dengan peralatanpengujian yang

diantaranyaautoclave pembunuh bakteri dan autoclave sterilisasi, lemaripendingin

sebagai tempat menyimpan media dan incubator sebagai tempat menumbuhkan

bakteri, alat eliza sebagai alat pengujian antibiotic,bunsen, timbangan analytic,pH

meter, meja pengujian, hot plate stearer, blender, rak-rak penyimpan arsip, rak

78

sepatu dan rak-rak tempat menyimpan media dan peralatan pengujian.

Laboratorium diperusahaan ini melakukan pengujian seperti TPC, Salmonella, E

coli dan Vibrio cholera.

Selain itu juga terdapat ruang istirahat yang digunakan juga sebagai ruang

makan dimana ruang ini terletak terpisah dari bangunan unit produksi. Selain

ruang istirahat juga terdapat tempat beribadah. Dimana ruangan ini dipergunakan

sebagai mushola tempat ibadah umat muslim yang letaknya bersebelahan dengan

ruang istirahat. Setiap karyawan muslim wajib menjaga kebersihan dengan

membuat jadwal piket mushola.

5.6.2. Persyaratan operasional

5.6.2.1. Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

GMP merupakan cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar untuk

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu. Good

Manufacturing Practices (GMP) yang diterapkan di PT. Satu Tiga Enam

Delapanyang meliputi : seleksi bahan baku dan bahan pembantu, penanganan,

pengolahan, pengemasan, produk akhir, penyimpanan, dan distribusi.

Seleksi Bahan Baku

Bahan baku yang akan diproses di PT. 1368adalah udang yang datang dari

tambak, terhindar dari polusi dekomposisi dan terbatas dari antibiotik

Hal yang perlu pada saat penerimaan bahan baku adalah sebelum masuk

ruang proses, bahan baku harus dicuci terlebih dahulu. Proses pencucian yang

dilakukan di dalam ruang penerimaan umumnya sudah memenuhi persyaratan.

Penanganan bahan baku dilakukan untuk menjaga sanitasi dan higiene agar tidak

terkontaminasi dan tidak terdapat benda asing seperti pasir, potongan rumput dan

benda lainnya. Selain itu juga dilakukan pengujian terhadap mutu udang secara

organoleptik, mikrobiologi dan antibiotik. Untuk pengujian secara organoleptik

nilai bahan baku minimal 7. Namun masih ada sedikit bahan baku yang kulitnya

luka (scared), kulit yang tidak keras lagi (moulting) dan adanya perubahan warna

(discoloration). Kerusakan ini dapat terjadi akibat perlakukan udang di tambak

yang dapat menyebabkan kulitnya terluka atau terjadinya penurunan mutu udang

79

selama di perjalanan dari tambak ke perusahaan yang memakan waktu cukup

lama.

Peralatan yang digunakan untuk penerimaan harus bersih sebelum dan

setelah digunakan untuk mencegah kontaminasi.

Berdasarkan hasil tes mikrobiologi di laboratorium perusahaan

menunjukkan bahwa nilai uji mikrobiologi bahan baku yang akan diproses masih

berada di atas standar yang ditentukan sehingga bahan baku tersebut masih layak

untuk digunakan.

Bahan Pembantu

Bahan pembantu yang digunakan di untuk proses produksi di PT. 1368

adalah es, air, clorin dan bahan-bahan untuk soaking seperti garam, STPP

(Sodium Tripolyposphat).Bahan pembantu yang digunakan seperti air, es dan

klorin, dosis pemakaiannya telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh

pemerintah dan negara tujuan ekspor. Terhadap bahan pembantu tersebut terutama

terhadap air dan es selalu dilakukan penguijan baik oleh laboratorium perusahaan

maupun laboratorium pemerintah secara berkala. Air yang digunakan di PT. 1368

berasal dari air bor atau sumur, Air ini digunakan untuk proses pencucian. Oleh

karena itu kebersihan dan keamanannya harus diperhatikan. Proses pencucian

umumnya sudah dilaksanakan dengan baik. Untuk mengontrol mutu air yang

digunakan, dilakukan pengujian air secara berkala di laboratorium sendiri dan

Laboratorium Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Banyuwangi.

Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian ALT dan Choliform.

Es yang digunakan di PT. 1368 adalah es buatan sendiri sehingga dapat

dipantau proses pembuatannya dan telah diijinkan pemakaiannya oleh pihak

berwenang dimana setiap 1 (satu) minggu sekali dilakukan pengujian

mikrobiologi oleh laboratorium sendiri dan 6 (enam) bulan sekali oleh LPPMHP

Banyuwangi. Es yang biasa digunakan di perusahaan adalah es curah karena es

curah akan lebih cepat menurunkan suhu udang. Dengan ukurannya yang lebih

kecil, es curah dapat menyelimuti atau menutupi sebagian tubuh udang sehingga

penggunaannya lebih efisien.

80

Chlorin yang digunakan sebagai desinfektan, berfungsi untuk

menginaktifkan bakteri dan virus patogenik. PT 1368 menggunakan chlorin untuk

pencucian peralatan, tangan, kaki, dinding dan lantai, sedangkan untuk pencucian

udang menggunakan air dingin dengan suhu ≤ 5°C. Penggunaan chlorin telah

sesuai dengan persyaratan sanitasi karena disimpan pada tempat terpisah sehingga

tidak membahayakan bagi karyawan dan produk yang sedang diolah.STPP dan

garam digunakan sebagai bahan tambahan pada proses perendaman, bahan-bahan

ini digunakan sesuai dengan permintaan buyer

Penanganan

Penanganan bahan baku di PT. 1368 dilakukan dengan cepat dan terlindung

dari panas matahari, pengaruh panas cuaca dan kontaminasi kotoran.karena

dilakukan dalam ruangan yang tertutup dan sesuai dengan persyaratan sanitasi.

Setiap bahan baku yang masuk terlebih dahulu selalu diproses lebih dulu dan

diterapkan sistem FIFO (First In First Out) serta selalu dipertahankan suhunya

supaya tetap pada kisaran yang rendah (<5°C). penanganan bahan baku di ruang

proses dari tahap satu ke tahap berikutnya dilakukan secara hati-hati, cepat,

sanitasi dan higiene. Apabila ada produk yang datang ke perusahaan dimana

perusahaan telah menghentikan kegiatan prosesnya pada waktu itu, maka bahan

baku tersebut untuk sementara waktu ditampung di ruang penampungan dalam

bak fiber yang terlebih dahulu dibersihkan. Proses penampungan yang dilakukan

telah memenuhi syarat penyimpanan beku serta sanitasi dan higiene.

Penanganan awal yang dilakukan oleh perusahaan pada umumnya telah

dilakukan dengan baik. Penanganan awal meliputi pencucian awal dan sortasi.

Proses tersebut dilakukan secara cepat, hati-hati, saniter dan higienis serta

menerapkan rantai dingin.

Sistem FIFO telah dijalankan yaitu bahan baku yang datang lebih awal akan

diproses terlebih dahulu. Sementara itu bahan baku yang menunggu untuk

diproses lebih lanjut akan ditempatkan pada keranjang yang bersih dan di atasnya

diberi es curah untuk menjaga suhu udang agar tidak meningkat. Jika di ruang

proses terdapat kelebihan bahan baku yang tidak sempat diproses hari itu juga,

maka bahan baku tersebut akan disimpan dalam bak penampungan yang bagian

81

bawahnya diberi es balok dan pada bagian tengah dan atasnya diberi es curah. Hal

ini dimaksudkan agar udang tidak mengalami kemunduran mutu yang sangat

significant.

Pencucian yang dilakukan pada saat penerimaan awal telah dilakukan

dengan baik. Pencucian dilakukan dengan cara merendam keranjang yang berisi

udang berkali-kali ke dalam bak yang berisi air dingin, kemudian air pencucian

diganti bila telah digunakan. Pada tiap bagian tahapan proses produksi mulai dari

penerimaan bahan baku sampai distribusi ditempatkan atau dipekerjakan orang-

orang yang telah terampil dan diawasi secara ketat oleh QC dan supervisor agar

tidak terjadi kesalahan.

Pengolahan

Proses pengolahan udang beku di PT. 1368 pada umumnya sudah dilakukan

secara saniter dan higienis. Proses pembekuan yang dilakukan sesuai dengan

jenis produk dan suhu serta waktunya sesuai dengan persyaratan. Produk yang

sudah dalam bentuk beku sudah mempunyai ukuran dan bentuk yang teratur.

Sistem pemberian kode-kode dilakukan pada waktu memproses bahan baku,

seperti kode supplier, size, nomor lot dan lain-lain.

Pada saat pengolahan, setiap tahapan proses selalu dijalankan dengan

diagram alir proses. Produk akhir yang dibuat telah memenuhi standar yang

berlaku dan standar dari negara tujuan (buyer). Kode produksi pada produk akhir

dibuat untuk mempermudah identifikasi produk jika terjadi kesalahan. Selain itu

ada buyer yang meminta pada saat pemotongan kepala agar genjernya dibuang

dan ada juga buyer yang menginginkan agar pada saat pemotongan kepala

genjernya disisakan sehingga dapat menambah berat produk.

Pengemasan

Udang yang sudah dibekukan biasanya langsung dikemas dengan cepat,

tepat, hati-hati, teliti dan saniter. Apabila tidak dapat langsung dikemas, maka

untuk sementara waktu blok-blok udang disimpan di ruang penyimpanan beku.

Baik plastik polybag, inner carton maupun master carton yang digunakan sudah

sesuai dengan persyaratan bahan pengemas dan pelabelan. Setiap pengemas yang

82

dipakai minimal memuat label yang berisi merk/brand produk, size, berat bersih

produk, approval number, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa.

Proses pengemasan untuk produk akhir yang dilakukan oleh perusahaan

telah memenuhi persyaratan, baik selama proses maupun dalam jenis bahan

pengemasnya. Pengemasan dilakukan untuk menjaga udang dari kerusakan fisik.

Polybag yang digunakan sebagai kemasan primer harus dilipat dan ditutup rapat

(sealing) agar udang tidak mengalami dehidrasi. Sistem pelabelan yang

digunakan sudah cukup baik, keterangan yang tertera sudah jelas dan dapat

dibaca. Bahan kemasan tidak ada yang rusak, jika ada kerusakan maka akan

segera diganti dengan yang baru.

Produk Akhir

Produk akhir yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan mutu dari

masing-masing Negara pengimpor. Persyaratan umum dari negara tujuan antara

lain meliputi kode produksi yang sesuai dengan negara tujuan, bahasa yang

dipakai atau dicetak dalam bahasa Internasional serta dilengkapi dengan

persyaratan produk ekspor lainnya. Sebelum diekspor, produk akhir diuji

kandungan mikrobanya di laboratorium perusahaan dan LPPMHP Banyuwangi.

Produk akhir yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan, sebelum diekspor

terlebih dahulu produk diuji di laboratorium perusahaan sendiri dan LPPMHP

Banyuwangi.

Masih adanya benda asing, seperti adanya logam dan sisa kotoran pada

produk akhir disebabkan kurangnya perhatian terhadap pencucian dan sanitasi

selama proses berlangsung. Adapun hal ini yang dapat menyebabkan mesin metal

detector berhenti karena adanya logam yang berasal dari tambak seperti kerikil-

kerikil kecil yang berasal dari tambak pada saat dipanen. Tindakan

pencegahannya dengan melakukan defrost terhadap produk yang kemudian

dilakukan pengujian di laboratorium.

Penyimpanan

Setiap produk akhir yang dikemas langsung disimpan di cold storage yang

bersuhu ≤ -22°C (±2). Penyimpanan dalam cold storage disusun sedemikian rupa

sehingga seluruh permukaan master carton dapat terselubungi oleh hembusan

83

udara dingin dan menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Untuk

penyimpanan bahan-bahan kimia yang berbahaya seperti STPP, disimpan di

tempat terpisah dan diberi label, sedangkan untuk bahan pengemas disimpan di

tempat tersendiri yaitu di gudang kering terlindungi dari kontaminasi. Pintu dan

jendela tempat penyimpanan dilengkapi dengan tirai plastik curtain.

Pada prinsipnya penyimpanan produk akhir dalam cold storage telah

dilakukan dengan baik. Penyimpanan dengan sistem FIFO telah dijalankan.

Produk disimpan dalam rak-rak, disusun secara teratur sehingga tidak bersentuhan

dengan lantai ruang cold storage. Suhu cold storage menjadi meningkat dari suhu

yang ditetapkan, terjadinya fluktuasi suhu disebabkan karena seringnya pintu cold

storage terbuka dalam waktu yang cukup lama pada saat memasukkan master

carton. Namun peningkatan suhu tidak pernah lebih dari ±2°C. suhu cold storage

masih berkisar antara -21°C sampai dengan -25°C dan masih berada pada standar

yang berlaku.

Kondisi alat angkut dan distribusi produk akhir udang beku yang digunakan

PT. Satu Tiga Enam Delapan sesuai dengan jenis produk. Suhu container

disetting dalam kisaran suhu penyimpanan beku -20°C ± 2, untuk

mempertahankan mutu produk yang akan didistribusikan. Container yang

digunakan selalu dalam kondisi bersih untuk menghindari kontaminasi dari

kendaraan ke produk.

Pelaksanaan distribusi di PT. 1368 telah digunakan baik. Produk yang akan

diekspor dikeluarkan dari cold storage dengan cepat dan hati-hati. Apabila ada

kemasan yang rusak atau pelabelan yang salah, maka kemasan akan diganti.

Pengangkutan produk ke dalam kontainer dilaksanakan dengan sistem FIFO, suhu

di dalam kontainer diatur hingga mencapai suhu -22°C. Hal ini dilakukan untuk

mencegah kenaikan suhu pada produk selama transportasi.

Selama dilakukan stuffing, produk dihindarkan dari sinar matahari, hal ini

dimaksudkan agar tidak terjadi peningkatan suhu yang dapat menyebabkan

terjadinya dekomposisi pada produk. Upaya pencegahannya adalah dengan cara

mengatur penyimpanan kemasan dalam container agar sirkulasi udara dingin

merata pada produk. Selama transportasi suhu pusat produk selalu dijaga agar

tetap pada suhu -18°C.

84

5.6.2.2. Penerapan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) merupakan salah satu

persyaratan kelayakan dasar yang dimaksudkan untuk melakukan pengawasan

terhadap kondisi lingkungan agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap

produk yang dihasilkan. Secara umum SSOP yang diterapkan telah sesuai dengan

persyaratan aspek-aspek kelayakan dasar. Penerapan SSOP diawali dengan

kegiatan terpadu untuk membuat suatu lingkungan dalam ruang lingkup SSOP

yang dirancang sedemikian rupa, serta memperbaiki atau memelihara alur proses

sehingga semua aspek-aspek dari program kelayakan dasar yang baik dapat

tercapai.

Dalam operasional Standar Prosedur Operasi Pengolahan (SSOP) diunit

pengolahan, pihak perusahaan telah menerapkan 8 kunci SSOP yang meliputi

pasokan air dan es, peralatan dan pakaian kerja, pencegahan kontaminasi silang,

syarat label dan penyimpanan, kesehatan karyawan, toilet dan tempat cuci tangan,

pest control, bahan kimia, pembersih dan saniter, limbah.

Pasokan Air dan Es

Pasokan air berasal dari sumur artesis di belakang pabrik. Sebelum

disalurkan ke dalam ruang pengolahan ditampung terlebih dahulu di suatu bak

penampung dan melalui proses penyaringan untuk memisahkan air dari kotoran

berupa tanah atau pasir. Untuk mengontrol keamanan air, dilakukan pengujian

mikrobiologi terhadap air secara rutin setiap 1 minggu sekali, dan diuji di

LPPMHP Banyuwangi setiap 6 bulan sekali. Berdasarkan pengujian tersebut air

yang digunakan oleh perusahaan tersebut telah memenuhi persyaratan.

Air yang digunakan untuk menyalurkan bahan mentah termasuk air laut

untuk menyalurkan udang dan produk perikanan ke unit pengolahan, haruslah dari

suatu sumber yang tidak berbahaya bagi kesehatan dan penggunaannya hanya

dengan izin pejabat pemerintah yang berwenang (Ditjenkan, 1997).

Air yang digunakan untuk pencucian udang disalurkan terpisah dan tidak

berhubungan silang dengan system aliran air kotor. Air untuk pencucian dan

pengolahan, sebelum dipakai harus disaring dengan perlakuan lain sehingga air

tersebut bersih.

85

Es yang digunakan adalah buatan sendiri terbuat dari air yang berasal dari

sumur bor artesis yang telah memenuhi persyaratan (potable) dan telah diijinkan

pemakaiannya oleh pihak berwenang dimana setiap 1 minggu sekali dilakukan

pengujian terhadap mikrobiologi oleh laboratorium perusahaan sendiri dan 6

bulan sekali diuji oleh LPPMHP Banyuwangi. Es ini dibuat, ditangani dan

digunakan sesuai dengan persyaratan sanitasi. Lantai ruang penampungan es

terbuat dari keramik, dinding dan langit-langit dilapisi dengan bahan kedap air.

Sebelum digunakan es terlebih dahulu dicuci.

Pencegahan Kontaminasi Silang

Kontaminasi silang dapat dicegah dengan menerapkan cara berproduksi

yang baik dan benar (GMP). Konstruksi ruang pengolahan dirancang sedemikian

rupa sehingga terjadi pemisahan dengan batas yang jelas tiap tahapan proses,

antara bahan baku yang diterima dan produk akhir, bahan kimia dan sanitizer

disimpan pada tempat terpisah, pemisahan saluran antara air bersih dan air bekas

proses. Air yang digunakan untuk pencucian tidak digunakan lagi pada proses

selanjutnya. Pemakaian alat yang tidak bercampur-campur atau bertukaran, semua

sesuai dengan fungsinya. Untuk bahan kimia disimpan di gudang/tempat yang

terpisah dari ruang pengolahan dan diberi label yang jelas sehingga dalam

penggunaannya sesuai dengan instruksi dari perusahaan. Piket sanitasi dilakukan

dan diterapkan oleh staf QC sebagai koordinator untuk mengontrol dan menjamin

tidak terjadinya kontaminasi silang.

Sanitasi Peralatan yang Kontak dengan Produk

Sanitasi yang dilakukan pada peralatan bertujuan untuk memperlancar

proses, menciptakan kondisi agar alat mudah dibersihkan dan menjamin

keselamatan pekerja. Agar tujuan sanitasi tercapai maka dalam menempatkan alat

harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menunjang tujuan industri.

Sanitasi peralatan yang ada dilakukan secara continue sebelum dan setelah proses

produksi. Peralatan dibersihkan dengan menyemprotkan air bersih dan diberi krim

detergen, juga dilakukan pembersihan dengan menyikat kotoran tersebut. Setiap 1

minggu sekali keranjang yang digunakan direndam dalam air yang yang

mengandung chlor 200 ppm. Sedangkan untuk pencucian inner pan dilakukan

86

setiap selesai proses pembekuan yaitu dengan cara mencelupkan inner ke dalam

bak air yang mengandung chlor 100 ppm.

Toilet dan Tempat Cuci Tangan

Jumlah toilet yang tersedia sebanyak 4 buah toilet yang ada di bagian ruang

proses dan8 buah toilet bersambung dalam satu ruangan dengan kamar mandi di

uar ruang proses. Lantai toilet terbuat dari tegel, dan selalu dibersihkan oleh

petugas sanitasi setiap harinya. tetapi perlengkapan toilet yang tersedia tidak

sesuai dengan ketentuan. Misalnya perusahaan tidak menyediakan sarana untuk

mencuci tangan seperti sabun dan alat pengering (lap atau tissue), tidak adatanda

peringatan untuk mencuci tangan setelah keluar dari toilet. Hal ini berpengaruh

banyak terhadap sanitasi dan higiene karyawan dan akan menimbulkan bahaya

kontaminasi bagi produk yang seharusnya dijaga dengan ketat.

Pencegahan dan Perlindungan dari Bahan-Bahan Kontaminasi

Pengawasan terhadap bahan-bahan yang menjadi sumber kontaminasi

bertujuan untuk menjamin bahwa produk pangan, bahan pengemas, dan

permukaan kontak langsung dengan pangan terlindungi dari kontaminasi mikroba,

kimia dan fisik. Penerapannya adalah dengan memisahkan penggunaan air bersih

dan air kotor serta menyimpan bahan-bahan kimia penunjang sanitasi di gudang

yang letaknya terpisah dari ruang pengolahan. Pemakaian bahan-bahan kimia

sesuai dengan petunjuk dan instruksi dari perusahaan dan dikembalikan ke gudang

apabila tidak diperlukan. Bahan-bahan kimia yang digunakan diletakan di satu

ruangan khusus yang dinamakan ruang sanitasi, dan diberi nama pada setiap

bahan.

Pelabelan, Penyimpanan, dan Penggunaan Bahan Toksin

Pelabelan terhadap bahan-bahan toksin dilakukan untuk mencegah

penyalahgunaan dalam pemakaian yang mengakibatkan kontaminasi produk.

Penyimpanan bahan-bahan tersebut dilakukan pada tempat yang terpisah dari

ruang pengolahan dan jauh dari barang-barang yang kontak dengan produk, yaitu

87

gudang yang digunakan khusus untuk tempat penyimpanan bahan pengemas dan

bahan sanitiser.

Penyimpanan dilakukan di gudang yang letaknya terpisah dari ruang

pengolahan, yaitu di bagian belakang dan tidak ada penghubung antara ruang

proses dengan gudang tersebut. Bahan toksin digunakan sesuai dengan keperluan

dan dikembalikan ke tempat semula apabila tidak digunakan lagi.

Higiene Karyawan

Setiap karyawan yang menangani produk harus dalam kondisi yang sehat

dan bersih.Kesehatan dan kebersihan karyawan merupakan hal yang penting

dalam industri pembekuan udang. Karyawan yang tidak sehat dapat menjadi

sumber kontaminasi bagi produk, oleh sebab itu kesehatan karyawan harus selalu

diperiksa secara periodik dengan tujuan untuk menjamin agar tidak seorang

karyawan pun menderita penyakit yang dapat ditularkan melalui makan dan

bertindak sebagai pembawa penyakit.

Karyawan juga diwajibkan menjaga kebersihan pribadi selama mengikuti

kegiatan produksi karena karyawan merupakan salah satu sumber kontaminasi.

Untuk menghindari kontaminasi karyawan terhadap produk, pihak perusahaan

telah menyediakan perlengkapan kerja. Selain diharuskan menggunakan

perlengkapan kerja, sebelum masuk ruang proses karyawan diharuskan mencuci

kaki dengan air yang sudah dicampur dengan kalporit/chlor dengan konsentrasi

200 ppm dalam bak yang sudah disediakan dan mencuci tangan dengan sabun dan

air bersih.

Selama proses produksi berlangsung setiap karyawan tidak boleh makan,

minum, merokok ataupun meludah. Setiap karyawan tidak boleh menggunakan

aksesoris apapun seperti cincin, jam tangan, gelang, kalung dan tidak boleh

mempunyai kuku panjang atau memakai cat kuku.

Para pekerja selama menangani proses produksi diharuskan untuk

mengenakan perlengkapan kerja, antara lain sebagai berikut :

1). Seragam kerja

Terbuat dari kain, tujuannya untuk mencegah kemungkinan kntaminasi dari

tubuh pekerja. Sebelum masuk ruang proses produksi pakaian kerja

dibersihkan dulu di gosok dulu dengan alat rol yang dililit perekat.

88

2). Sarung tangan

Terbuat dari karet, tujuanya untuk mencegah kontak langsung antara tangan

pekerja dengan udang sehingga tidak menyebabkan kontaminasi. Sebelum

masuk ruang proses produksi sarung tangan karet disemprot dengan aquaplus

100 ppm.

3). Penutup kepala

Terbuat dari kain, tujuannya untuk mencegah kontaminasi dari rambut pekerja

dan setiap karyawan harus mengganti penutup kepala setiap dua hari sekali.

4). Sepatu boot

Terbuat dari karet, tujuannya untuk melindungi pekerja dari bahaya terpleset

karena lantai ruang produksi selalu dalam keadaan basah. Sebelum masuk

ruang proses produksi dicuci dengan larutan desinfektan 200 ppm.

5). Celemek plastik (apron)

Celemek plastik digunakan untuk menjaga kebersihan seragam kerja dan

sebelum masuk keruang proses produksi disemprot dengan aquaplus 100 ppm.

6). Masker

Masker terbuat dari kain, tujuannya untuk menutupi mulut dan hidung pekerja

apabila ada pekerja yang sedang sakit atau berbicara agar dapat menghindari

dari kontaminasi silang.

Perusahaan sudah menyediakan loker-loker untuk menyimpan perlengkapan

pribadi dan peralatan kerja di ruang ganti pakaian. Hal ini dimaksudkan agar

karyawan tidak membawa barang/benda apapun ke dalam ruang proses, karena

akan menjadi sumber kontaminasi terhadap produk.

Pengendalian Pest

Binatang pengerat dan serangga merupakan salah satu potensial kontaminasi

penyebar bakteri sehingga keberadaannya di dalam ruang pengolahan sangat tidak

diharapkan dan dilakukan berbagai upaya untuk mencegahnya. Prosedur yang

dilakukan oleh pihak perusahaan adalah dengan memasang penyaring pada

89

saluran pembuangan yang terbuat dari besi. Bagian yang berhubungan dengan luar

ruang pengolahan dilengkapi plastik curtain, alat pengendali anti serangga (insect

killer) di dekat pintu antara ruang penerimaan dengan ruang pemotongan kepala,

juga digunakan sistem mouse trappada setiap bagian di ruang proses. Pengawasan

binatang pengerat dan serangga dilakukan dengan cara inspeksi secara rutin oleh

pihak QC (Quality Control).

5.6.3.Penilaian Kelayakan Dasar

Penilaian kelayakan dasar pada PT.1368 menggunakan kuisioner dari

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dengan mengisi

kuisoner tersebut dan didapat beberapa penyimpangan dengan perincian sebagai

berikut: 6 Minor (Mn), 8 Mayor (My), 2 Serius (Sr), dan 0 Kritis (Kr). Hasil

penyimpangan didapat berdasarkan pengisian kuisioner UPI yang dapat dilihat

pada Lampiran 3. Dari hasil penilaian dan ketidak sesuaian yang ditemukan maka

hasil penilaian untuk PT. 1368 adalah Grade B (Baik). Hal ini tidak sesuai

dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) Nomor 26/PP/SKP/PB/IV/3/09.

Dengan perincian ketidak sesuaian dapat diihat pada Tabel.10.

Penilaian kelayakan dasar dilakukan dengan dua kali pengamatan. Hasil

penilaian kelayakan dasar di PT. 1368 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai kelayakan dasar

Kategori penyimpangan Jumlah penyimpanganMinor 6Mayor 7Serius 2Kritis -Rating B

Penyimpangan minor

Penyimpangan minor merupakan jenis penyimpangan karena tidak

sesuainya persyaratan sanitasi dan higiene tetapi masih dibawah kategori

penyimpangan mayor, serius dan kritis. Adapun penyimpangan minor yang

terjadi.

1) Ventilasi tidak mencukupi

90

Kurangnya pemasangan blower dan exhaust fan di ruang proses membuat

saluran ventilasi dan perputaran udara di ruang proses belum memadai untuk

mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk.

2) Lantai pada gudang beku tidak kedap air dan terbuat dari bahan yang sulit

dicuci

Konstruksi lantai yang terbuat dari seperti semen tidak menyerap air

sehingga menghindari terjadinya perembesan air dari bawah

lantai.Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner kelayakan dasar

(KEP.01/MEN/ 2007), Lantai kedap air dan terbuat dari bahan yang mudah

dicuci dan didesinfeksi.

3) Kemiringan lantai gudang beku tidak sesuai

Penyimpangan ini terjadi karena kemiringan lantai di ruang pengolahan

masih kurang sehingga dalam gudang beku masih ada air yang tergenang.

Menurut Ditjenkan (1997), lantai ditempat yang sifatnya untuk pekerjaan

basah, dimana ikan diterima diolah dan dikemas harus cukup kemiringannya,

terbuat dari bahan yang kedap air, tahan lama dan mudah

dibersihkan.Sedangkan menurut Wiryanti dan Witjaksono (2002), lantai

mempunyai kemiringan sehingga air dapat dengan lancar mengalir ke saluran.

Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner kelayakan dasar

(KEP.01/MEN/ 2007), kemiringan lantai sesuai tidak menyebabkan lantai

tergenang.

4) Sensor suhu pada alat pencatat suhu tidak diletakkan di lokasi/area yang

mempunyai suhu paling tinggi. Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner

kelayakan dasar (KEP.01/MEN/ 2007),

5) Tidak Tersedia peta penempatan perangkap dan umpan (verifikasi harus

dilakukan).Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner kelayakan dasar

(KEP.01/MEN/ 2007), tersedia peta penempatan perangkap dan umpan

(verifikasi harus dilakukan).

91

6) Tidak adanya pemberian nomor dan penempatan penangkapan lalat.

Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner kelayakan dasar (KEP.01/MEN/

2007), adanya pemberian nomor dan penempatan penangkapan lalat.

Penyimpangan Mayor

1) Lantai ruang pengolahan tidak terbuat dari bahan yang kedap air dan retak

Lantai unit pengolahan harus kedap air, permukaannya halus dan rata,

tidak licin, mudah diperbaiki, mudah dibersihkan, serta pertemuan antara

lantai dan dinding tidak membentuk sudut (Wiryanti dan Witjaksono,

2002).Konstruksi lantai yang terbuat dari bahan porselen tidak menyerap air

sehingga menghindari terjadinya perembesan air dari bawah lantai. Lantai

ruang pengolahan juga terdapat keretakkan. Sebagaimana telah diterapkan

pada kuisioner kelayakan dasar (KEP.01/MEN/ 2007. BAB V. B,3), lantai

ruang pengolahan terbuat dari bahan yang kedap air. tidak beracun, tidak

menyerap, tidak licin, tidak retak.

2) Dinding tidak bebas dari penonjolan, ada beberapa pipa dan kabel yang tidak

ditutup dengan baik.Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner kelayakan

dasar (KEP.01/MEN/ 2007, BAB V B.3), Bebas dari penonjolan dan seluruh

pipa dan kabel ditutup dengan baik.

3) Langit-langit tidak bebas dari retak dan celah

Langit-langit pada ruang proses terdapat celah yang dapat menyebabkan

kontaminasi terhadap produk. Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner

kelayakan dasar (KEP.01/MEN/ 2007, BAB V B.3), bebas dari retak dan

celah.

4) Ventilasi tidak memungkinkan untuk menyaring uap air

Ventilasi tidak memungkinkan untuk menyaring uap air dikarenakan

kurangnya pemasangan blower dan exhaust fan di ruang proses membuat

saluran ventilasi dan perputaran udara di ruang proses belum memadai untuk

menyaring uap air.Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner kelayakan

dasar (KEP.01/MEN/2007), ventilasi memungkinkan untuk menyaring uap

air.

92

5) Fasilitas cuci tangan tidak dilengkapi dengan pengering sekali pakai.

Sebagaimana telah diterapkan pada kuisioner kelayakan dasar

(KEP.01/MEN/2007, BAB V,B, 12), fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan

pengering sekali pakai.

6) Tidak mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah.Sebagaimana telah

diterapkan pada kuisioner kelayakan dasar (KEP.01/MEN/2007), unit

pengolahan harus mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah.

7) Setiap karyawan tidak mendapat pengecekan kesehatan. Sebagaimana telah

diterapkan pada kuisioner kelayakan dasar (KEP.01/MEN/2007), setiap

karyawan mendapat pengecekan kesehatan dan diiakukan secara berkala (cek

record dan verifikasi).

Penyimpangan Serius

1) Pakaian kerja tidak dicuci oleh DPI. Sebagaimana telah diterapkan pada

kuisioner kelayakan dasar (KEP.01/MEN/2007), pakaian kerja karyawan

dicuci oleh DPI.

2) Temperatur atau suhu tidak memenuhi standar atau < 30C. Sebagaimana

standar yang telah ditetapkan.