45
55 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan analisis dan pembahasan dari penelitian. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk. Menurut Van Dijk penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik kekuasaan. Pemahaman produksi teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan mengapa teks demikian adanya. Disini Van Dijk juga melihat bagaimana tatanan sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk, dan berpengaruh terhadap teks- teks tertentu. Dimensi teks merupakan Proses konstruksi realitas yang mengarah pada konstruksi citra yang diinginkan oleh media, yang menurut Hamad (2004) dalam proses konstruksi realitas, bahasa merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Selanjutnya penggunaan bahasa (simbol) tertentu menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Sedangkan jika dicermati secara teliti seluruh isi media entah media cetak ataupun media elektronik menggunakan bahasa, baik bahasa verbal (kata-kata tertulis atau lisan) maupun bahasa non verbal (gambar, foto, gerak-gerik, grafik, angka, dan tabel). Pada media massa, keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas-realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas hasilnya (baca, makna atau citra). Setiap kata, angka, dan simbol lain dalam bahasa yang kita pakai untuk menyampaikan pesan pada orang lain tentulah mengandung makna. Begitu juga, rakitan antara satu kata dengan kata lain menghasilkan satu makna. Penampilan secara keseluruhan sebuah wacana bahkan bisa menimbulkan makna tertentu.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

  • Upload
    haliem

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

55

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan analisis dan pembahasan dari penelitian. Teknik

analisis yang digunakan adalah analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk.

Menurut Van Dijk penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada

analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik kekuasaan.

Pemahaman produksi teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan mengapa

teks demikian adanya. Disini Van Dijk juga melihat bagaimana tatanan sosial,

dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana

kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk, dan berpengaruh terhadap teks-

teks tertentu.

Dimensi teks merupakan Proses konstruksi realitas yang mengarah pada

konstruksi citra yang diinginkan oleh media, yang menurut Hamad (2004) dalam

proses konstruksi realitas, bahasa merupakan instrumen pokok untuk

menceritakan realitas. Selanjutnya penggunaan bahasa (simbol) tertentu

menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Sedangkan jika dicermati secara

teliti seluruh isi media entah media cetak ataupun media elektronik menggunakan

bahasa, baik bahasa verbal (kata-kata tertulis atau lisan) maupun bahasa non

verbal (gambar, foto, gerak-gerik, grafik, angka, dan tabel).

Pada media massa, keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata

untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran

(makna citra) mengenai suatu realitas-realitas media yang akan muncul di benak

khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa

berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas hasilnya (baca, makna atau

citra). Setiap kata, angka, dan simbol lain dalam bahasa yang kita pakai untuk

menyampaikan pesan pada orang lain tentulah mengandung makna. Begitu juga,

rakitan antara satu kata dengan kata lain menghasilkan satu makna. Penampilan

secara keseluruhan sebuah wacana bahkan bisa menimbulkan makna tertentu.

Page 2: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

56

5.1 “KIBAR AKBAR TERBESAR DI LASEM DAN TIONGKOK KECIL

DI PULAU JAWA”

a. Struktur Makro

Struktur makro meliputi elemen tematik atau topik. Topik

menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dari

komunikator ketika melihat atau memandang peristiwa sehingga

peristiwa tersebut dimunculkan dengan judul “Kibar Akbar Terbesar

di Lasem dan Tiongkok kecil di Pulau Jawa”. Gagasan Van Dijk ini

didasarkan pada pandangan ketika komunikator meliput suatu peristiwa

dan memandang suatu masalah didasarkan pada suatu mental/pikiran

tertentu. Kognisi atau mental ini secara jelas dapat dilihat dari topik yang

dimunculkan dalam berita. Karena topik disini dipahami sebagai mental

atau kognisi dari komunikator, tidak mengherankan jika semua elemen

dalam berita mengacu dan mendukung topik dalam berita. (Eriyanto

2001: 235)

Penggunaan kata ‘kibar’ memberikan satu asumsi pada

suatu perayaan yang memiliki eksistensi yang diakui bahkan menjadi

pusat, seperti pada saat bagaimana kondisi Indonesia yang dijajah dan

bagaimana pahlawan dengan semangat juang berperang dan

‘mengibarkan’ bendera merah putih sebagai lambang untuk

memperjuangkan adanya pengakuan atas eksistensi negara Indonesia,

sehingga penggunaan kata ‘kibar’ meliputi makna ‘keberadaan’,

‘eksistensi’, ‘pengakuan’. Sedangkan kata ‘akbar’ memiliki makna

‘besar’, ‘penting’. Penggunaan kata ‘terbesar’ dimaknai bahwa perayaan

besar ini ‘paling besar’, ‘paling meriah’, ‘paling megah’ yang pernah ada

di kota Lasem.

Sedangkan penggunaan kata ‘Tiongkok kecil di Pulau Jawa’

mengenai kota Lasem, memberikan satu gambaran bahwa Lasem

Page 3: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

57

memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri

khas dari kota ini. Sedikit menilik sejarah dari kota Lasem, ternyata

Lasem memiliki sejarah yang sangat penting karena kedatangan etnis

Tionghoa di Indonesia di awali dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho

yang berasal dari Tiongkok sebagai penyebar agama Islam di Indonesia,

mendarat pertama kali di kota Lasem pada Tahun 1413. Salah satu

anggota dari rombongan Laksamana Cheng Ho yaitu Bi Nang Un ingin

tinggal di Lasem untuk menyebarkan Agama Islam diantara penduduk

asli, yang kemudian disusul dengan kedatangan etnis Tionghoa lainnya.1

Sejarah ini menjadi suatu dasar mengapa masyarakat Lasem dapat hidup

secara rukun dengan etnis Tionghoa tanpa adanya kesenjangan dan

perbedaan agama dan etnis, hal ini dikarenakan Cheng Ho yang seorang

Tionghoa merupakan tokoh penting bagi masyarakat Lasem yang

mayoritas memeluk agama Islam, sehingga eksistensi dan keberadaan

budaya dan agama Tionghoa dapat berkembang di tengah masyarakat

Lasem dan menjadi bagian dari kota Lasem tanpa menimbulkan konflik.

Peristiwa pada kondisi masyarakat Lasem yang begitu harmonis

merupakan realita pengecualian dibandingkan kelaziman, yang dijelaskan

oleh Coppel (1994) bahwa hal ini dikarenakan peranan kolonial Belanda

yang dengan giat menghalang-halangi penyeberangan perbatasan etnis.

Tidak ada prosedur yang dilembagakan yang memungkinkan seorang

penduduk Tionghoa dapat melepaskan diri dari golongan menengah

Timur Asing dan menjadi warga penduduk pribumi, tapi hal ini

merupakan pengecualian bagi masyarakat Lasem dikarenakan hubungan

antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Lasem telah terjalin dengan

baik dan telah bersatu sebelum kedatangan Belanda pada Tahun 1596.

Dari sejarah mengenai kota Lasem dan makna dari topik dapat

disimpulkan bahwa kebudayaan etnis Tionghoa sangat diakui

keberadaannya bahkan dianggap penting bagi kota Lasem dikarenakan

1 Toer, Pramoedya Ananta (1996), Arus Balik, Hasta Mitra, Jakarta.

Page 4: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

58

etnis Tionghoa sudah dianggap menjadi bagian dari masyarakat Lasem

sehingga membuktikan segala bentuk prasangka dan stereotipe yang

muncul pada etnis Tionghoa dan masyarakat Indonesia sebenarnya tidak

terlepas dari sejarah. Sejarah yang baik akan membawa hubungan yang

baik begitu juga sebaliknya sejarah yang buruk akan membawa hubungan

yang buruk yang dimana hubungan yang buruk dengan munculnya

stereotipe dan prasangka tidak terlepas dari sejarah wacana yang

dibentuk oleh penguasa.

Beranjak dari pemahaman ini, dapat diketahui pemilihan Kota

Lasem oleh Metro Xin Wen merupakan upaya pengkonstruksian wacana

yang dibangun oleh Metro TV atas keberadaan etnis Tionghoa di

Indonesia. Topik merupakan hal penting penanda keberpihakan media

terhadap kelompok tertentu. Dengan kata lain, pemilihan topik tentang

masyarakat Lasem dengan sudut pandang tertentu akan menunjukkan

kepentingan media atas kelompok tersebut. Metro TV melalui Metro Xin

Wen tampaknya memiliki agenda dalam pemilihan topik tentang Lasem.

Bukan tema tentang bagaimana konflik latent yang terbangun di

masyarakat Indonesia tentang keberadaan masyarakat Tionghoa, yang

bisa saja konstruksi media akan menyudutkan kelompok minoritas

tersebut. Namun justru sebaliknya, dipilihlah topik mengenai kota Lasem

yang dikenal dengan keharmonisan interaksi antar etnis.

Interaksi yang harmonis dibuktikan dengan adanya asimilasi pada

batik Lasem dan perayaan kibar akbar, sehingga wacana yang diangkat

oleh Metro Xin Wen mengenai kota Lasem bermaksud untuk

memberikan kesadaran bagi seluruh khalayak bahwa permasalahan serta

konflik yang berkepanjangan mengenai etnis Tionghoa dengan

masyarakat Indonesia sampai pada konteks kekinian sangat berkaitan erat

dengan wacana penguasa pada masa lampau, sehingga upaya

pengkonstruksian wacana ini dapat memberikan satu perenungan dan

kesadaran bagi kedua pihak untuk bisa menghilangkan seluruh stereotipe

Page 5: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

59

dan prasangka buruk hasil dari wacana masa lampau untuk bisa

menciptakan kehidupan pluralisme yang harmonis untuk kemajuan

bangsa dan negara.

b. Super Struktur

Alur pada teks pemberitaan mengenai “Kibar Akbar Terbesar di

Lasem dan Tiongkok Kecil di Pulau Jawa” menempatkan pada 2 alur

bagian; bagian pertama menayangkan berita mengenai perayaan kibar

akbar, dan bagian kedua menayangkan berita mengenai profil kota

Lasem yang kental dengan budaya Tionghoa. Pada setiap pergantian

bagian, di awal pemberitaan akan selalu ditekankan sejarah atau latar

kedatangan etnis Tionghoa ke Lasem pada abad ke 14 untuk menekankan

pada wacana mengenai sejarah Tionghoa di Lasem yang tidak

terkontaminasi oleh sejarah wacana politik kolonial Belanda yang datang

ke Indonesia pada abad 15 dengan berusaha memisahkan etnis Tionghoa

dan masyarakat pribumi pada saat itu, sehingga konteks pengecualian ini

lah yang membuat masyarakat Lasem dapat hidup berdampingan dan

harmonis.

Penekanan pada alur sejarah oleh Metro Xin Wen untuk membawa

pada pengertian bahwa pentingnya kehidupan berbangsa dengan tidak

lagi terus memberlakukan wacana pada masa lampau. Seperti yang

diungkapkan oleh Candy Jorian selaku produser Metro Xin Wen

mengenai tujuan dan maksud diangkatnya topik mengenai masyarakat

Lasem bahwa;

“Kota Lasem merupakan fenomena yang menarik yang meyakinkan kita semua bahwa perdamaian dan hubungan yang baik antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia bukan suatu hal yang mustahil, ini merupakan pengetahuan yang harus dimengerti dan ditanamkan oleh seluruh masyarakat luas bahwa semuanya dapat diperbaiki dan kita bisa hidup berdampingan seperti masyarakat di Lasem.”

Alur pada pemberitaan Metro Xin Wen juga selalu menggunakan

bahasa mandarin yang di terjemahkan dengan teks bahasa Indonesia, atau

jika pada bagian wawancara yang dimana nara sumber dalam

Page 6: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

60

pengucapan menggunakan bahasa Indonesia, maka akan diterjemahkan

pada teks bahasa mandarin. Pengemasan dalam bahasa mandarin

sebenarnya wujud kebebasan bagi etnis Tionghoa dalam melestarikan

dan mengekspresikan kebudayaan Tionghoanya, atau bisa juga sebagai

pengenalan bahasa sebagai wujud budaya Tionghoa kepada khalayak.

Bahasa mandarin ditempatkan sebagai bahasa yang penting oleh

metro TV sebagai media melalui program berita Metro Xin Wen, bahasa

mandarin dianggap bukan lagi sebagai bahasa yang tabu seperti yang

selama ini diberlakukan selama masa pemerintahan orde baru dengan

kebijakan hukum pembauran dengan penekanan dan pembatasan budaya

Tionghoa termasuk salah satunya bahasa mandarin. Dijelaskan oleh

Kasmun saparauns (2003) bahwa pada masa itu segala bentuk media

yang beraksara mandarin dilarang peredarannya, selain itu juga lembaga

pendidikan yang menggunakan bahasa mandarin juga dilarang, sehingga

budaya Tionghoa dalam hal ini bahasa mandarin yang dikemas oleh

Metro TV melalu program berita Metro Xin Wen bukan lagi suatu yang

dianggap tabu, bahkan menjadi bahasa yang penting karena penggunaan

bahasa mandarin mulai memiliki eksistensi yang penting di dunia

internasional dan masyarakat dapat lebih terbuka dan terbiasa dengan

kebudayaan Tionghoa di Indonesia.

c. Struktur Mikro

Struktur Mikro menjelaskan penggunaan bahasa tertentu dengan

demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang

dikandung. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan

struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. Dari

perspektif ini, bahkan bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas,

tetapi sekaligus dapat menciptakan realitas. Lewat analisis wacana kita

bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu

disampaikan. Lewat kata, kalimat, metafora macam apa suatu berita

Page 7: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

61

disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan

tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dai

suatu teks (Eriyanto, 2001:15)

Presenter : Pemirsa, apa kabar? Selamat datang di kota batik, Lasem.

Disini adalah kecamatan Lasem di Jawa Tengah. Sekalipun Lasem

hanyalah kota kecil, namun ia memiliki warisan sejarah yang teramat

kaya, khususnya warisan budaya Tionghoa, karena pada abad 14,

saat orang China pertama kali mendarat di Pulau Jawa, daerah

pertama yang ditapaki adalah Lasem. Jika ingin tahu lebih banyak

tentang Lasem, maka mari ikuti saya.

Pembukaan pada berita ini menggambarkan seperti apa kota

Lasem, ternyata Lasem merupakan kota kecil namun sangat terkenal

dengan kebudayaan batik. Penempatan kalimat bahwa Lasem disebut

dengan kota batik, membawa asumsi bahwa batik pada kota Lasem

memiliki kekhasan dibandingkan dengan batik-batik di kota lain seperti

pekalongan dan lain-lain. Selain itu kota Lasem terkenal dengan warisan

sejarah dan budaya Tionghoa, hal tersebut dijelaskan bahwa semenjak

abad ke-14, orang china pertama kali datang ke Indonesia menapaki

daerah Lasem.

Dalam segmen awal, Metro TV merasa perlu untuk menjelaskan

sejarah mengenai Lasem bukan tanpa alasan. Dalam sebuah program

berita, peletakan informasi pada kalimat serta kaitan antara kalimat satu

dengan kalimat lainnya dibuat dengan sebuah tujuan tertentu, termasuk

untuk membangun pemahaman mendasar tentang topik yang akan dibahas.

Metro Xin Wen perlu untuk menjelaskan bahwa Lasem terkenal dengan

kota batik karena batik merupakan hasil warisan budaya Tionghoa yang

tidak terlepas dari sejarah masuknya orang China di Lasem, sehingga

memberikan satu pemahaman bahwa orang China bukanlah orang asing

yang baru saja datang di Indonesia. Kalimat tersebut memberi gagasan atas

wacana bahwa China adalah bagian dari Indonesia sejak abad 14 yang

Page 8: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

62

terbukti dengan batik sebagai simbol peranan orang China yang masuk dan

membaur dengan masyarakat Lasem.

Pemilihan kata ‘china’ dan bukan ‘cina’ pada pemberitaan Metro

Xin Wen guna mengarahkan pada pesan yang positif mengenai etnis

Tionghoa, dikarenakan realitas mengenai pemahaman yang berkembang

selama ini, bahwa sebutan ‘cina’ pada umumnya dianggap sebagai sebuah

ejekan yang mengucilkan dan merendahkan dari masyarakat Indonesia

bagi etnis Tionghoa. Seperti yang terlihat di forum diskusi online di situs

kaskus oleh beberapa kaskuser;

“... kamu2 itulah yg pertama menumbuhkan prasangka dari kami kalo

kamu tetap ga mau bersosialisasi, jangan salahkan kami melabeli kamu

"cina! bukan chayna"..(beirutUserID: 1485885, post 12-03-2012, 02:33

PM )

“Gan.. ane orang tionghoa dari Medan.. n speak Chinese too..

Gan kadang miris ane naek angkot di Bandung.. masih banyak

masyarakat yang nyebut "Dasar si Cina" " wew.. rupanya masih ada yg

"benci" ya..? wkwk... “ Hendrick.young kaskuserUserID: 1318896 lokasi

Bandung,post12-03-2012, 12:40 PM)

Fenomena yang terjadi di masyarakat dengan memberikan satu

bentuk penghinaan dengan sebutan ‘cina’ tentunya merupakan hasil dari

konstruksi wacana pada penguasa dahulu yang mengarahkan pada

stereotipe dan prasangka buruk mengenai etnis Tionghoa. Dikarenakan hal

tersebut, maka Metro Xin Wen merasa perlu untuk meluruskan dengan

pemilihan kata ‘China’.

Lasem baru saja mengadakan kibar akbar pertama yang menarik

peserta dari sekitar 50 kelenteng dari seluruh negri. Suksesnya acara

kali ini tak lepas dari dukungan dan bantuan dari segenap warga

Lasem, jelas menunjukkan solidaritas masyarakat lasem yang tinggi.

Dari segmen berita ini dijelaskan bahwa acara kibar akbar ini

diikuti oleh 50 Kelenteng yang ternyata membawa satu pemahaman bahwa

Page 9: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

63

perayaan yang memiliki eksistensi dan keberadaan yang diakui dan juga

penting merupakan perayaan agama Buddha yang merupakan identitas dari

etnis Tionghoa, dan perayaan ini memang merupakan perayaan yang besar

karena dilihat dari jumlah kelenteng yang berpartisipasi. Dijelaskan bahwa

acara yang besar pada kota yang kecil ini pastinya akan melibatkan seluruh

masyarakat Lasem. Sedangkan dilihat dari realitas kehidupan beragama di

Indonesia, konflik yang terjadi antara agama mayoritas dan agama

minoritas kerap kali terjadi, seperti skandal penutupan gereja dikarenakan

adanya rasa keberatan dari agama mayoritas ketika suatu agama minoritas

mengadakan perayaan agamanya.

Hal ini memberi satu pemahaman, yang dimana ini merupakan

konstruksi yang dibangun oleh Metro Xin Wen bahwa jika acara yang

begitu besar dapat berlangsung dengan sukses, itu berarti acara tersebut

mendapatkan dukungan dan bantuan dari masyarakat Lasem yang non

Buddha. Dari pemahaman yang dikembangkan oleh Metro Xin Wen

melalui penyajian bahasa pada teks, menggiring pada nilai dari peristiwa

yang dimunculkan yakni nilai toleransi dalam kehidupan beragama.

VO: Ulang Tahun Dewi Mak Co jatuh pada tanggal 23 bulan 3

penanggalan China. Tahun ini, Kelenteng Tjoe An Kiong Lasem

merayakan kibar akbar untuk merayakannya. Ada sekitar 50

kelenteng di seluruh negri turut serta dalam kibar ini, setiap

kelenteng membawa sekitar 100 orang. Setiap rombongan membawa

serta patung Dewa Tuan Rumah mereka, jumlah seluruhnya sekitar

80 patung Dewa Tuan Rumah dalam kibar ini. Kibar dibuka oleh

Wakil Bupati Rembang, H. Abdul Hafidz. Beliau mengatakan,

merupakan suatu kebanggaan bagi warga Lasem untuk dapat

mengadakan acara ini, karena itu budaya ini harus terus

dipertahankan.

Pada paragraf ini berita diarahkan secara lebih spesifik mengenai

betapa besarnya perayaan yang diadakan pada kota Lasem. Dapat

Page 10: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

64

dibayangkan betapa besarnya perayaan ini dengan setiap kelenteng yang

berjumlah 50 membawa rombongannya yang berjumlah 100 beserta

dengan jumlah 80 Patung Dewa Rumah. Selain itu juga dijelaskan makna

dari perayaan ini bahwa untuk memperingati hari Ulang Tahun Dewi Mak

Co.

Pemilihan setiap kata dan kalimat yang diproduksi oleh Metro Xin

Wen dengan memberikan detil mengenai jumlah serta makna dari

perayaan yang mengarahkan pada kepercayaan agama Buddha, bukanlah

suatu yang tidak disengaja, namun memiliki maksud yang mengarahkan

pada satu pemahaman bahwa bentuk perayaan ini bukanlah bentuk

perayaan sosial yang hanya mengatasnamakan agama tertentu sehingga

alasan tersebut dapat melazimkan masyarakat Lasem yang non Buddha

untuk menerima dan mendukung perayaan tersebut, namun jelas bahwa

bentuk perayaan tersebut sangat berkaitan dengan kepercayaan dari agama

Buddha yang justru merupakan fenomena pengecualian pada kehidupan

multi etnis di Indonesia. Maksud dari Metro Xin Wen dalam memproduksi

bahasa-bahasa tertentu dalam penyampaian berita tersebut, bertujuan untuk

membangun wacana dan pengetahuan bagi khalayak terhadap kehidupan

pluralisme berbangsa yang ideal dengan mengedepankan nilai solidaritas

dan toleransi antar sesama.

Perayaan yang menggambarkan kepercayaan agama Buddha justru

disambut baik oleh Bupati Rembang sebagai perwakilan pemerintah. Hal

ini sangat berbanding terbalik dengan melihat pada bagaimana wacana

yang dikembangkan pada masa orde baru yang dijelaskan oleh Greiff

(1991:19) bahwa agama Buddha diakui oleh pemerintah sebagai agama

yang resmi di Indonesia diatur dengan UU No.5/1969. Diakuinya agama

Buddha seharusnya juga turut memberikan kebebasan bagi umat Buddha

untuk menjalankan ritual keagamaan, namun hal ini tidak sejalan dengan

dengan kebijaksanaan asimilasi pemerintah Orde Baru mengenai etnis

Tionghoa, yang pada akhirnya juga memberikan tekanan terhadap praktek

Page 11: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

65

keagamaan yang bersumber pada negeri leluhur sehingga praktek

keagamaan hanya dilakukan di lingkungan keluarga, akibatnya arak-

arakan keagamaan tidak pernah ada. Memasuki era reformasi kebebasan

bagi etnis Tionghoa dibuka dan tidak dibatasi lagi termasuk perayaan

agama.

Pada penyampaian berita Metro Xin Wen dijelaskan bahwa

perayaan tersebut dibuka oleh pemerintah daerah yang dimana Metro Xin

Wen berupaya untuk tidak hanya menunjukkan kebebasan yang diberikan

oleh pemerintah namun juga pemerintah memberikan sambutan,

penerimaan dan dukungan, sebagai bentuk tidak ada lagi diskriminasi bagi

etnis Tionghoa dan agama Buddha sebagai etnis dan agama minoritas.

Penekanan nilai pada berita bahwa tidak ada lagi bentuk diskriminasi dan

pengasingan kepada etnis Tionghoa oleh Metro Xin Wen untuk

mengarahkan khalayak terhadap penempatan etnis Tionghoa yang diakui

dan diterima pada konteks saat ini.

H. Abdul hafidz (Bupati Rembang) : “Untuk masyarakat Lasem ini

merupakan kebanggaan karena ini salah satu budaya yang bisa kita

angkat pada level nasional bahkan internasional”

Ungkapan dari Bupati Rembang dijelaskan oleh Bourdieu dalam

Rusdiarti (2003:33) sebagai bentuk ujaran performatif yang dianggap

bahwa bahasa merupakan praktik sosial dari seseorang, yang dimana

ujaran dari Bupati Rembang tersebut menunjukkan partisipasi pemerintah

terhadap ritual perayaan tersebut. Ujaran performatif tidak terlepas dari

institusi atau kapasitasnya sebagai Bupati sehingga memiliki otoritas untuk

memberikan pernyataan bahwa perayaan kibar akbar ini merupakan

budaya yang patut dibanggakan bagi masyarakat, sehingga komentar dari

bupati Rembang dengan kapasitasnya sebagai perwakilan pemerintah

seperti memberikan satu petunjuk dan arahan yang dibentuk oleh Metro

Xin Wen bagi masyarakat untuk bisa menghargai dan membanggakan

Page 12: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

66

budaya etnis Tionghoa sebagai bagian dari kekayaan budaya Bangsa

Indonesia.

Dijelaskan oleh Kasmun saparaus (2003:43) bahwa penekanan dan

pembatasan pada agama etnis Tionghoa yang bersumber pada negeri

Leluhur oleh pemerintah orde baru membawa imbas pada bentuk

pengasingan dan pendiskriminasian oleh masyarakat selama ini.

Masyarakat mayoritas yang memiliki stereotipe negatif mengenai etnis

Tionghoa (minoritas) merasa dibenarkan dengan pembelaan dari

pemerintah, sehingga kebijakan asimilasi yang dibuat oleh pemerintah

Orde Baru bukannya membawa pembauran bagi etnis Tionghoa sebagai

minoritas namun membuat etnis Tionghoa dikucilkan sehingga

membentuk kelompok yang ‘eksklusif’ dan tidak dianggap sebagai bagian

dari Bangsa Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh salah satu pendapat dari

salah satu kaskuser pada forum diskusi online di situ kaskus:

“segala bentuk perayaan imlek, barongsay, cap go meh tak pantas

dan tak perlu di lestarikan di Indonesia.Mereka cuma numpang

dagang di Indonesia” (gentongpenguin UserID: 2765153aktivis

kaskus31-01-2012, 08:32 PM)

Memasuki era reformasi dengan menjunjung hak dan kebebasan

agama dan suku, tidak membuat masyarakat Indonesia dengan semudah itu

juga menghilangkan segala bentuk diskriminasi yang telah berakar selama

masa Orde Baru, sehingga ujaran performatif dari Bupati Rembang selaku

wakil dari pemerintah sengaja diproduksi dan ditampilkan oleh Metro Xin

Wen dalam kemasan berita mengenai perayaan Kibar Akbar untuk

memberikan suatu wacana baru kepada masyarakat mengenai

penghapusan diskriminasi terhadap budaya dan agama etnis Tionghoa

untuk mewujudkan kesatuan dan keharmonisan berbudaya di Indonesia.

VO: Kibar mengelilingi Kecamatan Lasem sejauh 7 km. Meski cuaca

sangat panas, namun sama sekali tidak mengurangi antusiasme

penonton untuk menonton, peserta kibar pun penuh semangat

Page 13: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

67

mengikuti acara ini, lautan manusia memenuhi sepanjang jalan. Demi

menjaga ketertiban selama acara, beberapa jalan utama di Lasem

ditutup. Ketua panitia, Rudy Hartono mengatakan tujuan kibar ini

adalah untuk mengucap syukur atas segala berkat Tuhan, menolak

bala dan mempererat hubungan antar sesama.

Dalam segmen ini, Metro TV merasa perlu untuk menjelaskan

keberlangsungan pada kegiatan perayaan kibar akbar ini, untuk

mengarahkan pada suasana dan kondisi mengenai sambutan yang baik dari

masyarakat Lasem yang non Buddha dan non Tionghoa, sehingga

mengantar pada wacana yang dibangun oleh Metro Xin Wen mengenai

bentuk penerimaan dan penghapusan pada anggapan bahwa etnis Tionghoa

didiskriminasi dan diasingkan dari masyarakat Indonesia. Selain itu, secara

tidak langsung wacana tersebut memberikan kesadaran bagi masyarakat

Indonesia mengenai interaksi yang harmonis antar agama dan etnis, dititik

beratkan pada pentingnya penerimaan dan penghargaan terhadap suatu

budaya. Wacana yang dibangun oleh Metro TV melalui Metro Xin Wen

mengenai etnis Tionghoa merupakan suatu wacana baru yang ditanamkan

kepada khalayak untuk mendekonstruksi wacana penguasa sebelumnya

mengenai etnis Tionghoa, yang mengakibatkan etnis Tionghoa merasa

didiskriminasi sehingga mengarah pada sikap yang eksklusif.

Penyebab semakin kuatnya sikap eksklusif pada etnis Tionghoa

yang merupakan wacana politik yang dibentuk oleh penguasa Belanda

untuk menciptakan keterpisahan antara golongan Timur Asing dengan

golongan pribumi diperkukuh pada masa Orde Baru dengan kebijakan dan

hukum pembauran yang diberlakukan bagi etnis Tionghoa dengan bentuk

pembatasan dan penekanan pada budaya, agama kepercayaan, adat istiadat

dan bahasa. Dijelaskan oleh Kasmun Saparaus (2003) mengenai segala hal

yang merupakan budaya Tionghoa termasuk adat istiadat dan perayaan

agama yang beridentik Tionghoa dan bersumber dari Negeri leluhur,

dilarang dan dibatasi eksistensinya di wilayah umum dan hanya dilakukan

Page 14: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

68

di lingkungan keluarga saja. Kebijakan tersebut dituangkan dalam

Instruksi Presiden No.14 Tahun 1967, sehingga wacana yang muncul

adalah stereotipe bahwa budaya yang identik dengan kecinaan akan

membahayakan bagi kebudayaan nasional. Stereotipe yang dikembangkan

dari wacana tersebut memunculkan sikap yang mengucilkan dari

masyarakat Indonesia terhadap etnis Tionghoa yang menjalankan adat

istiadat Tionghoa. Seperangkat Wacana pada masa orde baru menurut St.

Tri Guntur Narwaya (2006) merupakan manifestasi kekuasaan yang

ditanam sedemikian rupa sehingga mengembangkan disiplin masyarakat

yang mengatur interaksi sosial, sehingga berimbas dengan adanya

diskriminasi oleh mayoritas terhadap minoritas.

Pada kenyataannya undang-undang yang memaksa etnis Tionghoa

menghilangkan identitas mereka telah mengasingkan golongan ini, karena

hal tersebut mengidentifikasikan mereka sebagai bagian yang terpisah dari

masyarakat Indonesia secara keseluruhan, sehingga terciptanya perasaan

tertindas. Selain itu dengan adanya tekanan dalam bentuk penindasan dan

pengasingan yang diberlakukan oleh pemerintah, banyak generasi etnis

Tionghoa yang pada akhirnya tidak memahami budaya serta bahasa etnis

mereka sendiri, sekalipun kebijakan yang dibuat adalah bentuk pelarangan

di depan umum, namun bentuk 'pengasingan' pemerintah terhadap budaya

dan identitas Tionghoa yang terlihat menjadi ‘ilegal’ di mata masyarakat

Indonesia sehingga memberikan tekanan secara sosial terhadap keturunan

Tionghoa yang kehilangan identitasnya namun juga tidak merasa menjadi

bangsa Indonesia karena merasa didiskriminasi dan diasingkan.

Konstruksi wacana dari teks berita yang disajikan oleh Metro Xin

Wen sangat berbanding terbalik dengan wacana yang dibentuk pada masa

orde baru mengenai etnis Tionghoa yang diasingkan dan anggapan bahwa

budaya Tionghoa dianggap membahayakan bagi kebudayaan nasional.

Bentuk diskriminasi yang ditanamkan pada orde baru rasa-rasanya tidak

terlihat pada peristiwa kibar akbar masyarakat Lasem, dengan

Page 15: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

69

menunjukkan begitu besar dan pentingnya perayaan ini sehingga jalanan di

Kota Lasem ditutup sehingga jelas mengapa di awal berita dijelaskan

bahwa perayaan ini tidak terlepas dari dukungan dari masyarakat Lasem,

karena perayaan ini sebenarnya akan menyita tempat dan waktu bagi

kegiatan rutinitas masyarakat Lasem, namun sikap antusias masyarakat

dan lautan manusia memeriahkan perayaan agama Buddha ini,

memberikan satu pemahaman kepada masyarakat bahwa perayaan ini

disambut dan diterima oleh masyarakat Lasem yang notabene non buddha.

Dijelaskan juga bahwa antusias masyarakat menyebabkan peserta acara

(yang merupakan anggota kelenteng) menjadi semangat.

Rudy Hartono (Ketua Panitia) : “Kita mengucapkan banyak

terimakasih atas berkat dari Dewi Mak Co dan Tuhan, sehingga

perekonomian-perekonomian khususnya di Kota Lasem bisa bagus

dan untuk sekop nasional supaya negara kita bisa menjadi lebih

baik.”

Ujaran performatif oleh ketua panitia merupakan bentuk ucapan

syukur dan harapan, yang menjelaskan mengenai identitas dirinya sebagai

umat Buddha dengan ucapan syukur yang diarahkan pada kepercayaannya

secara langsung dengan menyebut Dewi Mak Cho yang kemudian harapan

dari kibar ini sebagai wujud doa untuk perekonomian kota Lasem dan

negara Indonesia dapat lebih baik. Sehingga sangat menunjukkan

identitasnya sebagai seorang yang beragama Buddha dan beretnis

Tionghoa namun juga berbangsa Indonesia dengan pengharapan negara

Indonesia bisa lebih baik.

Wacana pada teks tersebut untuk memperteguh pemahaman bahwa

sekalipun tradisi tersebut merupakan tradisi yang beridentik Tionghoa

yang bermuasal dari Negeri Tiongkok, namun pesan dari tujuan dan

harapan dari tradisi tersebut tetap terarah bagi kepentingan negara

Indonesia.

Page 16: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

70

Penanaman wacana tersebut oleh Metro Xin Wen bertujuan untuk

menegaskan kekeliruan dari pihak-pihak, baik itu pemerintah maupun

masyarakat bahwa sekalipun budaya pada etnis Tionghoa diberikan

kebebasan untuk dirayakan dan dipelihara, tidak membuat etnis Tionghoa

merasa tidak berbangsa Indonesia seperti yang selama ini menjadi

ketakutan pemerintah orde baru sehingga diberlakukan hukum pembauran

yang menekan dan mendiskriminasi segala bentuk budaya etnis Tionghoa.

VO: Kibar ini tidak hanya diikuti oleh anggota kelenteng di seluruh

negri. Namun juga mendapat dukungan dan bantuan dari seluruh

warga Lasem, termasuk juga Forum Komunikasi Masyarakat Sejarah

dan Forum Silaturahmi Santri lasem Sekar Jagad. Forum Santri

bahkan bertugas menjaga keamanan di area kelenteng selama kibar

berlangsung, benar-benar menunjukkan semangat kekeluargaan dan

toleransi antar umat beragama dan suku yang berbeda di Lasem.

Abdul Rochmin (Ketua Santri Sekar jagad) : “Sebetulnya itu sudah

menjadi kebiasaan dari orang-orang Lasem untuk saling

menghormati diantara sesama, diantara komponen masyarakat di

Lasem ini.”

Penjelasan Sunartio (2001) mengenai data agama yang dipeluk

pada masyarakat Lasem di Tahun 2000 bahwa 21.244 adalah muslim,

1.203 pemeluk agama Katholik Roma, 987 pemeluk agama Kristen

Protestan dan 631 adalah pemeluk agama Hindu, Budha dan Confusius.2

Sangat terlihat jelas perbandingan jumlah antara agama Islam dengan

Buddha, yang dimana Islam merupakan pemeluk agama mayoritas dan

agama Buddha merupakan pemeluk agama yang minoritas di kota Lasem,

namun fakta tersebut membuka satu pemahaman mengenai kondisi

kehidupan pluralisme pada masyarakat Lasem, dimana tokoh Santri yang

2 Sunartio, Anindhita N. (2001), Perancangan Kawasan Pusat Kota Lama Lasem, Studi Kasus: Lingkungan Sekitar Alun-Alun Lasem, Program Magister Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung.

Page 17: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

71

merupakan tokoh masyarakat mayoritas turut serta dalam suksesnya

perayaan dari kepercayaan agama minoritas.

Ujaran performatif dari ketua santri dengan menegaskan bahwa

saling menghormati antara agama sudah menjadi kebiasaan dan budaya

dari masyarakat Lasem, menjelaskan kepada seluruh khalayak bahwa

kehidupan pluralisme yang harmonis di kehidupan berbangsa dapat

terwujud dengan membudidayakan sikap toleransi dan solidaritas.

permasalahan antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia, yang

tidak memiliki sikap toleransi sebenarnya juga tidak terlepas dari sejarah

yang dimana penguasa kolonial Belanda dan pemerintah orde baru turut

membentuk suatu wacana yang mampu mengatur sikap ‘disiplin’

masyarakat dalam berinteraksi dan bersosialisasi, sehingga menjadi

kemelut yang membentangkan jurang pemisah diantara hubungan etnis

Tionghoa dengan masyarakat Indonesia.

Wacana mengenai kota Lasem yang disajikan oleh Metro Xin Wen

berupaya memberikan wawasan terhadap pluralisme budaya yang

diartikan oleh Horton dan Hunt (1984) adalah suatu bentuk penyesuaian

diri dimana suku dan adat istiadat mereka yang berbeda dapat bekerja

sama secara damai dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial-kultural

berdasarkan hak-hak yang secara nisbih sama, yang berarti masing-masing

suku tanpa dipandang sebagai kelompok mayoritas ataupun minoritas

mempunyai kedudukan sederajad dalam mengembangkan dimensi-dimensi

kebudayaannya.

Metro Xin Wen berupaya mengusung wacana mengenai kehidupan

pluralisme yang harmonis melalui produksi berita dengan menyajikan

ujaran performatif dari tokoh Santri yang merupakan tokoh dari kelompok

mayoritas di Lasem, sehingga khalayak diarahkan untuk meneladani sikap

dari tokoh santri tersebut dan membuka satu pemahaman yang baru

mengenai nilai toleransi dan solidaritas dalam konteks kehidupan

pluralisme berbangsa dan bernegara, dengan mengarahkan pada realitas

Page 18: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

72

Lasem bahwa tradisi dan kepercayaan etnis Tionghoa merupakan bagian

dari budaya Indonesia sehingga diterima, dihormati dan diberikan apresiasi

oleh seluruh elemen masyarakat di Lasem dan pemerintah daerah pada

konteks kehidupan antar etnis, budaya dan agama yang harmonis di

Lasem. Penanaman wawasan pluralisme mengenai kehidupan solidaritas

dan toleransi yang dikonstruksi oleh metro Xin Wen, untuk mengarahkan

khalayak pada wacana baru agar tidak perlu adanya lagi sikap yang

eksklusif dan mendiskriminasi pada masyarakat.

VO: Selama ini warga Tionghoa Lasem hanya mengadakan kibar

kecil-kecilan pada perayaan Cap Go Meh setiap tahun. Kini, dalam

rangka memperkenalkan Lasem kepada khalayak luas, kibar

diadakan skala nasional.

Penuturan pada berita ini menjelaskan pada pilihan kata ‘terbesar’

dari topik judul berita ‘kibar akbar terbesar di Lasem’ yang ternyata kibar

akbar ini merupakan perayaan yang paling besar dibandingkan tahun-

tahun sebelumnya. Dijelaskan tujuan dari perayaan yang diadakan besar-

besaran dalam rangka untuk memperkenalkan kota Lasem kepada

khalayak, yang dari kalimat berita tersebut mengarahkan khalayak pada

pemahaman bahwa perayaan tersebut merupakan perayaan yang penting

dan menjadi identitas bagi kota tersebut. Sehingga Metro Xin Wen dalam

penyampaian maksud berita berusaha untuk menggiring pada realitas

bahwa budaya minoritas dari etnis Tionghoa dan agama Buddha justru

merupakan budaya yang membanggakan dan menjadi identitas bagi kota

tersebut. Realitas ini merujuk pada pemikiran Candy Jorian sebagai

produser Metro Xin Wen yang menyatakan bahwa;

“sikap ‘eksklusifitas’ dan 'diskriminasi' tidak akan pernah terwujud

ketika ada rasa berbagi dan rasa menolong antara sesama etnis dan

agama, dikarenakan setiap rangkaian tradisi dan ibadah sama-sama

dimaknai bahwa itu merupakan kekayaan Bangsa Indonesia dan kekayaan

Page 19: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

73

itu milik bersama,sekalipun itu bukan budaya dan tradisi mereka”(Candy

Natazia Jorian, Produser Metro Xin Wen)

Pemikiran Candy sebagai produser Metro Xin Wen tergambarkan

pada pemberitaan mengenai “Kibar Akbar terbesar di Lasem” yang

dimana wacana mengenai perayaan agama Buddha yang merupakan

agama minoritas haruslah dimaknai oleh masyarakat sebagai salah satu

bentuk kekayaan budaya Bangsa Indonesia sebagai milik bersama dan

patut dibanggakan dan didukung. Seperti menurut Horton dan hunt (1984)

bahwa keindahan pluralisme budaya Indonesia akan terlihat ketika setiap

budaya dapat ditonjolkan beriringan dengan sikap toleransi dan kerukunan

yang tercipta pada masyarakat Indonesia tanpa adanya stereotipe dan

diskriminasi.

Batik merupakan industri penting di Lasem. Setiap orang yang

datang ke Lasem, tidak akan lupa membeli batik. Orang Tionghoa

telah tiba di Pulau Jawa pada abad 14, mereka tiba pertama kali di

Lasem, serta hasil asimilasi 2 budaya Jawa-Tionghoa juga sangat

terlihat. Mari kita lihat bersama profil Kota Lasem.

Pada rangkaian kalimat ini dijelaskan bahwa batik yang merupakan

hasil asimilasi dari 2 budaya yakni budaya Tionghoa dan Jawa menjadi

industri yang sangat penting dan menguntungkan bagi kota ini, asimilasi

yang menguntungkan bagi kota Lasem ini karena kedatangan Tionghoa

pada abad 14. Kedatangan orang Tionghoa dan asimilasi yang

mewujudkan batik Lasem menjadikan simbol dari identitas bersama yakni

identitas masyarakat Lasem. Wujud asimilasi ini membuktikan bahwa

etnis Tionghoa tidak eksklusif seperti yang sudah tertanam di benak

masyarakat Indonesia. Batik sebagai wujud asimilasi dua budaya dan etnis

ini menunjukkan interaksi yang harmonis antara etnis Tionghoa dan etnis

Jawa, karena tidak ada sikap eksklusif yang mampu mewujudkan asimilasi

dengan pembentukan budaya baru.

Page 20: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

74

Wacana yang dibentuk oleh penguasa Belanda mengenai etnis

Tionghoa yang eksklusif bertujuan untuk adanya keterpisahan antara etnis

Tionghoa dengan masyarakat pribumi. Stereotipe yang merupakan hasil

wacana dari penguasa Belanda mengenai Tionghoa yang eksklusif

didekonstruksikan oleh Metro Xin Wen bahwa ‘etnis Tionghoa sebenarnya

tidak eksklusif’ melalui pemberitaan mengenai kedatangan etnis Tionghoa

ke Lasem pada abad ke 14 dan menghasilkan batik Lasem sebagai wujud

asimilasi. Sehingga pemahaman yang dikonstruksi oleh Metro Xin Wen

bahwa etnis Tionghoa sebenarnya tidak eksklusif, dan kemudian

menggiring pada pemikiran bahwa keeksklusifan yang terus berlanjut

sampai pada konteks kekinian pada etnis Tionghoa juga tidak terlepas dari

faktor bahwa masyarakat Indonesia sebagai masyarakat mayoritas itu

sendiri melakukan diskriminasi dan pengasingan bagi etnis mereka yang

minoritas.

Hal ini menjadi sebab akibat yang saling terkait sehingga wacana

yang ditekankan oleh Metro Xin Wen mengenai kehidupan interaksi

pluralisme pada masyarakat Lasem yang mencapai asmilasi, memberikan

refleksi bagi masing-masing pihak untuk bercermin agar tidak secara terus

menerus dipermainkan oleh sejarah lampau sampai pada konteks kekinian

karena konteks mengenai masyarakat Lasem merupakan suatu rujukan

yang mengarahkan pada satu pemikiran bahwa stereotipe akan terus

melekat ketika stereotipe tersebut masih terus diyakini oleh diri sendiri dan

akhirnya menjadi bumerang bagi kehidupan pluralisme dalam berbangsa di

Negara Indonesia.

VO: Lasem merupakan sebuah kecamatan kecil di pesisir pantai Laut

Jawa Utara. Memiliki sejarah yang panjang dan nuansa oriental yang

sangat kental, karena itulah ia dikenal sebagai “Tiongkok kecil”.

Perjalanan dengan mobil dari Semarang menuju Lasem sekitar 2-3

jam. Menurut catatan yang ada Lasem merupakan wilayah pertama

di Pulau Jawa yang ditapaki oleh Laksamana Cheng Ho pada abad

Page 21: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

75

14, mengawali masuknya budaya Tionghoa ke tanah air kemudian

banyak mempengaruhi budaya lokal.

menjelaskan Kota Lasem yang terkenal dengan nuansa oriental dan

julukan “Tiongkok kecil”, memberikan gambaran bahwa hal yang menarik

dan menonjol dari Kota kecil ini adalah budaya dan nuansa Tionghoa.

Kata dari ‘Tiongkok kecil’ tidak menjadi suatu permasalahan pada

masyarakat Lasem, dilihat dari hubungan interaksi antar masyarakat,

bahkan dijadikan suatu cirikhas dari kota tersebut.

Dijelaskan oleh Metro Xin Wen dalam kalimat yang memberikan

keterangan sejarah kedatangan etnis Tionghoa pada abad ke 14, yang

kedatangannya lebih dahulu daripada kedatangan Kolonial Belanda di

abad ke 15, dan juga kedatangan orang Tionghoa mempengaruhi banyak

budaya lokal, berusaha mengarahkan pada pemahaman bahwa etnis

Tionghoa pada masa itu tidak menarik diri terhadap masyarakat pribumi

dan masyarakat pribumi pun tidak membatasi diri. Pengaruh pertautan

budaya terjadi tanpa hambatan. Kondisi yang berusaha dijelaskan oleh

Metro Xin Wen, menggiring pada pemikiran bahwa hal tersebut dapat

terjadi karena tidak ada pihak luar yang berkuasa dan memonopoli wilayah

Indonesia dan juga tidak ada politik pemisahan golongan dan wilayah,

yang membuat etnis Tionghoa pada saat itu yang hijrah ke Indonesia untuk

harus memilih kepada siapa harus berpihak ataupun dipaksa untuk

mengikuti politik tersebut, namun etnis Tionghoa yang menapaki tanah

Jawa pada masa itu langsung berinteraksi dan melebur dengan masyarakat

pribumi.

Sigit Witjaksono (Tokoh Tionghoa) : “Orang Tionghoa sudah berbaur

dengan orang Indonesia sejak Cheng Ho datang, mereka datang dari

Tiongkok kesini hanya orang laki-laki saja, disini kawin dengan

wanita-wanita dari Jepara, wanita dari Lasem sehingga melahirkan

keturunan orang seperti saya ini yang dikatakan Hua Kiao yaitu

orang Tionghoa peranturan.”

Page 22: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

76

Ujaran performatif dari seorang tokoh Tionghoa menjelaskan

mengenai sejarah pertautan etnis Tionghoa dengan masyarakat lokal di

Lasem, yang dimana cikal bakal dari hubungan Tionghoa dengan

masyarakat lokal diawal dengan kedatangan Cheng Ho yang ingin

menyebarkan agama Islam yang sekarang menjadi agama mayoritas di

kota Lasem, kedatangan Cheng Ho pada Tahun 1413 jauh lebih awal

sebelum kedatangan Belanda ke Indonesia, sehingga pertautan tersebut

telah terjalin sebelum masuknya politik hukum dan wacana untuk adanya

keterpisahan antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia yang

dimana wacana tersebut masih terus berakar dan menjadi konflik yang

berkepanjangan pada kehidupan pluralisme di Indonesia.

Ujaran performatif dari tokoh Tionghoa di Lasem mengenai etnis

Tionghoa sudah berbaur yang disajikan oleh Metro Xin Wen, berbanding

terbalik dengan anggapan masyarakat Indonesia mengenai etnis Tionghoa

yang eksklusif. Dijelaskan oleh August Mellaz (2002) bahwa etnis

Tionghoa cenderung suka berkelompok-kelompok, dengan menjauhkan

diri dari pergaulan sosial dan lebih suka tinggal di kawasan tersendiri.

Stereotipe mengenai Tionghoa yang eksklusif dan cenderung

berkelompok dan tinggal di kawasan sendiri, sebenarnya merupakan

stereotipe dari hasil wacana yang dikembangkan oleh politik Belanda.

Wacana politik tersebut dijelaskan oleh Furnivall (1944) dalam Coppel

(1993), bahwa pada masa kekuasaan Belanda, dijalankannya politik

dengan kebijakan keterpisahan golongan dan wilayah. Diperkukuh oleh

hukum sehingga seluruh penduduk ini terbagi ke dalam tiga golongan yang

berbeda-beda, yakni golongan Eropa, golongan Timur Asia, dan golongan

pribumi. Tiga golongan ini memiliki hak-hak hukum dan hak-hak

istimewa yang juga berbeda-beda, dan pada umumnya, orang Tionghoa

sebagai golongan Timur Asing mempunyai kedudukan yang lebih

menguntungkan dibandingkan dengan penduduk pribumi. Maka dari itu,

asimilasi dengan penduduk pribumi akan menurunkan status sosial mereka

dan menyebabkan mereka kehilangan beberapa hak istimewa dalam

Page 23: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

77

hukum. Bahkan sekaligus ada keinginan untuk berasimilasi, politik

pemerintah Belanda semakin mempersulitnya. Sistem perkampungan

(wijkenstelsel), yang mengharuskan orang Tionghoa bermukim di kota dan

wilayah tertentu telah diperhebat, dan mereka diharuskan memperoleh

surat jalan apabila mereka hendak melakukan perjalanan keluar. Politik

Belanda memainkan peranan penting sekali dalam memastikan bahwa

suatu masyarakat golongan Timur Asing tidak terserap oleh penduduk

pribumi.

Politik Belanda tersebut memproduksi wacana mengenai etnis

Tionghoa yang eksklusif dan berkelompok, yang dimana wacana tersebut

mengatur dan membentuk kondisi yang sedemikian rupa untuk mencapai

tujuan politik Belanda, yakni agar tidak adanya persatuan antara etnis

Tionghoa dan masyarakat Indonesia. Wacana yang dibentuk oleh Belanda

tersebut dirasakan masih mengatur interaksi hubungan antara etnis

Tionghoa dan masyarakat Indonesia, dibuktikan oleh banyak pendapat dari

forum diskusi online terbesar di Indonesia yakni situs kaskus, dengan

beberapa pendapat dari kaskusers;

“tp tidak bisa dipungkiri juga, kadang tionghoa akan lebih "nyaman"

jika berkelompok dengan suku mereka sendiri. jadi ya ane

menghimbau juga, gak cuma di medan, singkawang, bangka, ataupun

daerah lain yg banyak suku tionghoanya.. berbaurlah dengan suku lain.

btw.. bini ane juga keturunan tionghoa, sedang ane jawa”

(kurniawan.mgl,kaskuser UserID: 3594676 .lokasi jogjakarta. Post 12-

03-2012, 10:51 AM)

“setuju gan, umumnya warga tionghoa biasanya eksklusif.bahkan di

kampung pun kadang2 gak mau baur sama warga pribumi. tapi kadang

karena warga pribuminya juga, coz kadang2 suka memberikan cap dan

stempel buruk ke warga tionghoa. intinya mah kedewasaan kedua belah

pihak memang sangat perlu.” ServexHONDA kaskuser, UserID: 1314366,

post12-03-2012, 20:40 PM)

Page 24: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

78

Hal ini memberikan satu petunjuk yang jelas bahwa stereotipe

buruk yang melekat pada etnis Tionghoa sangat erat kaitannya pada

konteks politik kolonial Belanda yang sengaja diciptakan agar tidak

adanya persatuan untuk melawan kolonial Belanda, sehingga stereotipe

mengenai etnis Tionghoa sangat berdasar pada sejarah dan konteks di

masa lalu.

Metro Xin Wen melalui pemberitaan mengenai kota Lasem

berupaya memaparkan dan menawarkan satu konteks pada kehidupan

masyarakat Lasem yang berbanding terbalik pada konteks penguasa masa

lampau yang secara kuat mempengaruhi hubungan etnis Tionghoa dengan

masyarakat Indonesia sampai masa sekarang, sehingga upaya metro Xin

Wen tersebut dapat mengarahkan khalayak pada pemikiran bahwa

stereotipe dan hubungan buruk yang tercipta merupakan hasil wacana

masa lampau.

VO: Asimilasi 2 budaya ini pun melahirkan budaya baru, budaya

peranakan. Batik Lasem yang termashyur memancarkan keindahan

budaya peranakan. Motif burung Hong yang elegan diselingi motif

tradisional Jawa diatas kain batik merah. Menceritakan pertautan 2

budaya, layaknya interaksi harmonis diantara suku Tionghoa dan

Jawa selama ini yang rukun dan bersatu.

Pada segmen ini, dijelaskan secara detil keindahan batik dan

pertautan budaya dari kedua etnis dengan mengarahkan bahwa pertautan

unsur-unsur budaya tersebut merupakan simbol dan bukti mengenai

interaksi harmonis diantara etnis Tionghoa dan Jawa.

Peristiwa pada masyarakat Lasem yang bisa dikatakan

pengecualian dibandingkan dengan kelaziman yang ternyata sangat

berdasar pada konteks kedatangan etnis Tionghoa yang lebih awal

menetap dan melebur sebelum kedatangan Belanda membuktikan bahwa

terjalin hubungan yang sangat harmonis yang dititik beratkan pada

Page 25: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

79

pencapaian asimilasi yakni pembentukan budaya baru sebagai identitas

bersama.

dijelaskan oleh Coppel (1994) Sekalipun kebudayaan orang

Tionghoa yang berakar sering dipengaruhi sekali oleh kebudayaan

berbagai kelompok etnis Indonesia (khususnya, seperti terlihat dalam

kasus Tionghoa peranakan) seperti pada upaya asimilasi dengan

seperangkat kebijakan pembauran yang dilakukan pada masa orde baru

untuk pencapaian asimilasi juga dikatakan tidak berhasil, Penelitian pada

masyarakat Tionghoa di Malang oleh Erin Kite (2004) ditarik kesimpulan

bahwa hukum-hukum dari Orde Baru mencapai keberhasilan yang

terbatas, yaitu kemampuan berbahasa Tionghoa antara kelompok usia 15

sampai 19 tahun amat berkurang, dan banyak orang Tionghoa sudah

berpindah agama menjadi penganut Kristen atau Katolik. Akan tetapi,

walau ketidakmampuan dan perubahan sesugguhnya tercipta oleh adanya

hukum-hukum tersebut, tidak mengurangi kekuatan identitas Tionghoa

pada masyarakat keturunan Tionghoa di Malang. Ini bisa dilihat dari hasil

angket yang memperlihatkan bahwa kebanyakan koresponden masih

merasa lebih seperti seorang Tionghoa daripada seorang Indonesia,

sehingga menjelaskan bahwa sekalipun ada pengaruh budaya etnis-etnis di

Indonesia pada budaya etnis Tionghoa ini, tidaklah berarti bahwa mereka

itu telah terasimilasikan ke dalam masyarakat pribumi.

Metro Xin Wen memberikan penjelasan bahwa asimilasi bukanlah

suatu hal yang dipaksakan apalagi dengan menekan dan menghilangkan

budaya dan tradisi etnis Tionghoa sehingga etnis Tionghoa menjadi

kehilangan jati diri dan merasa didiskriminasi, namun asimilasi merupakan

perwujudan yang alami dari seiringnya hubungan yang harmonis pada

kehidupan multietnis. Hal ini terlihat pada penjelasan secara detil yang

diarahkan pada segmen Metro Xin Wen mengenai unsur-unsur dua budaya

yang bertaut dan memancarkan keindahan pada batik Lasem, jika asimilasi

yang diartikan diwujudkan dengan penekanan dan penghilangan budaya

Page 26: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

80

dan jati diri dari suatu etnis, tidak mungkin ada batik Lasem yang memiliki

pertautan 2 unsur budaya termasuk salah satunya unsur budaya Tionghoa.

Hal ini memberikan satu arahan berpikir yang ditawarkan oleh Metro Xin

Wen bahwa untuk adanya asimilasi letaknya bukan pada pembunuhan

budaya dan karakter suatu kelompok namun bagaimana menumbuhkan

hubungan yang baik.

hal ini juga menjelaskan pada kondisi yang dipaparkan oleh

coppel (1994) bahwa Sekalipun kebudayaan orang Tionghoa yang berakar

sering dipengaruhi sekali oleh kebudayaan berbagai kelompok etnis

Indonesia, namun tidak sampai tahap asimilasi. Hal ini diyakini bahwa

kondisi tersebut belum sampai pada hubungan yang harmonis , sehingga

jelas bahwa asimilasi akan benar-benar tercapai hanya jika adanya

hubungan yang benar-benar harmonis seperti yang ditunjukkan oleh

masyarakat Lasem dengan tidak adanya stereotipe dan prasangka yang

memunculkan sikap diskriminasi dan eksklusifitas pada kehidupan multi

etnis.

Menurut sejarah, suku Tionghoa Lasem dahulu berperang bersama

dengan suku Jawa melawan penjajah Belanda

Penjelasan sejarah bahwa etnis Tionghoa ikut berpartisipasi

melawan penjajah membuktikan bahwa pertautan etnis ini memang sudah

terjalin lama sebelum kedatangan Belanda sehingga politik wacana dan

golongan tidak bisa diberlakukan bagi etnis Tionghoa di Lasem yang

sudah terlebih dahulu memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan,

berbeda dengan etnis Tionghoa di daerah lain dan menapaki tanah

Indonesia setelah kedatangan Belanda.

Muaja dalam Coppel (1994) menyatakan bahwa hubungan yang

tidak baik antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia tidak

terlepas dari politik yang mereka pilih pada awalnya kedatangan mereka

dengan melihat kondisi Indonesia yang dipegang oleh Belanda dan pretise

elit pribumi merosot sehingga membuat mereka tidak tertarik pada

Page 27: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

81

masyarakat pribumi, sehingga menurut Furnivall pada akhirnya

diperkukuh dengan politik penggolongan dan hak istimewa yang

dibedakan yang semakin diupayakan oleh Belanda untuk benar-benar

adanya keterpisahan, pada dua hal yakni keterpisahan hak dan

keterpisahan wilayah yang ternyata politik keterpisahan pada dua hal

tersebutlah yang melahirkan stereotipe negatif mengenai etnis Tionghoa.

Dari pemaparan tersebutlah memunculkan satu benak pada penulis

bahwa mungkin saja kenyataan bahwa etnis Tionghoa pendatang, bisa jadi

tidak menjadi permasalahan substansial dari permasalahan hubungan yang

buruk antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia sampai saat ini,

jika saja pendatang yang datang ke tanah Indonesia (etnis Tionghoa)

memilih kepada pribumi sebagai penduduk asli dari negeri yang mereka

datangi dibandingkan memihak kepada penguasa sementara. Seperti yang

terlihat dari konstruksi yang ditawarkan oleh Metro Xin Wen pada konteks

masyarakat Lasem yang dimana hubungan etnis Tionghoa dengan

masyarakat lokal terjalin harmonis tanpa ada kontaminasi kekuasaan

Belanda dan politik golongan dan keterpisahan, yang ternyata politik

tersebut membawa dampak yang panjang bagi hubungan etnis Tionghoa

dengan masyarakat Indonesia sampai pada konteks kekinian.

Upaya Metro Xin Wen dalam mengangkat konteks mengenai

hubungan yang harmonis pada masyarakat Lasem berupaya menyadarkan

khalayak bahwa hubungan yang buruk tidak terlepas dari adanya

kekuasaan lain dan sejarah politik wacana yang dibentuk oleh penguasa

tersebut. Berangkat dari pemahaman ini, diharapkan bisa membawa suatu

perenungan bagi masyarakat bahwa wacana mengenai sejarah kota Lasem

menjadi sebuah bukti bahwa jika saja penjajahan tidak masuk dan politik

keterpisahan tidak diberlakukan maka bukan suatu yang mustahil bahwa

hubungan masyarakat Indonesia dalam konteks luas dengan etnis

Tionghoa yang leluhurnya notabene sebagai pendatang akan harmonis dan

berdampingan seperti masyarakat Lasem, sehingga dari perenungan ini

Page 28: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

82

diharapkan khalayak mampu menentukan sikap untuk masuk ke dalam

konteks baru pada hubungan etnis Tionghoa dan masyarakat Indonesia

yang harmonis seperti pada masyarakat Lasem.

Industri yang berkembang di Lasem antara lain industri batik,

pembuatan terasi, dan perikanan. Pemerintah daerah setempat

sedang berusaha mengembangkan ekonomi kreatif dan pariwisata

Lasem. Karena itu, kini banyak bank yang mulai membuka cabang di

Lasem untuk membantu perkembangan ekonomi masyarakat

setempat. Ismanto (Camat Lasem) : “masyarakat Lasem terkenal

dengan masyarakat yang kreatif. Hal-hal yang berkaitan dengan

kegiatan-kegiatan ekonomi, kami mengaplikasikannya pada kegiatan

ekonomi yang digerakkan oleh Kabupaten yang dinamakan Program

Gerbang Elok (Gerakan Pembangunan Ekonomi Lokal). Kami

meningkatkan, kami aplikasikan di tengah-tengah masyarakat.”

VO:Terdapat banyak bangunan tua Tionghoa di Lasem, termasuk

diantaranya bangunan kelenteng dan perumahan. Bangunan-

bangunan ini pun telah dimasukkan menjadi calon bangunan Cagar

Budaya sejak tahun lalu.

Penjelasan pada segmen ini memberikan gambaran mengenai

perekonomian di Kota Lasem dan perindustrian yang memegang peranan

besar untuk perekonomian di Lasem adalah industri batik, sehingga

menekankan bahwa asimilasi budaya sebagai wujud keharmonisan

pluralisme dalam berbangsa justru akan membawa keindahan dan

menguntungkan dibandingkan dengan permusuhan yang menimbulkan

konflik dan kerugian.

Selain fokus perekonomian, budaya dan peninggalan sejarah dan

bangunan tua Tionghoa juga dijadikan sesuatu yang bermanfaat dengan

menjadi cagar budaya yang menguntungkan bagi pariwisata kota dan

penduduk Lasem.

Page 29: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

83

Pada penjelasan segmen ini, Metro Xin Wen berupaya memberikan

pemahaman kepada khalayak mengenai keindahan dan keuntungan dari

pencapaian kehidupan pluralisme yang harmonis tanpa adanya konflik,

yang dijelaskan bagaimana perkembangan kehidupan masyarakat Lasem

yang harmonis sehingga memusatkan pada kemajuan di berbagai bidang

seperti sumberdaya manusia yang diwadahi dengan penciptaan lapangan

kerja dan pariwisata.

Wacana yang dibangun oleh Metro Xin Wen diharapkan mampu

menjadi cermin bagi seluruh masyarakat untuk berkaca dan merefleksikan

kehidupan pluralisme seperti apa yang ingin diwujudkan, apakah harus

hidup dengan sejarah yang kelam dan merusak masa depan berbangsa

ataukah ingin memberikan sejarah yang baru bagi generasi kedepan

mengenai keindahan pluralisme berbangsa untuk kemajuan Negara

Indonesia.

5.2 “BUKU TENTANG WANITA TIONGHOA YANG INSPIRATIF”

a. Struktur Makro

Struktur makro meliputi elemen tematik atau topik. Topik

menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dari

komunikator dari keseluruhan berita, sehingga peristiwa tersebut

dimunculkan dengan judul “Buku tentang wanita Tionghoa yang

Inspiratif”.

Kata ‘buku’dimaksudkan pada sebuah media yang memproduksi

suatu wacana dan makna sehingga mampu membangun suatu pencitraan

yang berdasarkan pada kognisi dan ideologi dari penulisnya. Topik atau

subjek pembahasan dari buku tersebut adalah ‘wanita Tionghoa’, sehingga

jelas bahwa kandungan wacana pada buku tersebut yakni ingin memberikan

interpretasi dan pencitraan mengenai etnis Tionghoa dikhususkan pada

wanita Tionghoa yang berdasar pada ideologi penulis. Kata ‘yang’ pada

Page 30: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

84

judul ingin memberikan satu penjelasan dan arahan pada interpretasi yang

ingin dibentuk oleh penulis mengenai ‘wanitaTionghoa’. Penjelasan yang

ingin ditekankan oleh penulis buku tersebut bahwa ‘wanita Tionghoa

menginspirasi’ dari kata ‘inspiratif’ pada judul. Kata ‘inspiratif’

mengandung makna ‘memberikan inspirasi’ yang dapat dianalogikan pada

suatu hal yang dilakukan atau dialami seseorang (etnis Tionghoa/wanita

Tionghoa) melebihi dari yang dialami orang lain sehingga pengalaman

tersebut dapat menjadi panutan orang lain yang mengetahuinya, atau bisa

juga dimaknai pada sesuatu yang mengandung makna positif yang diluar

konteks biasanya. Berbicara mengenai konteks berarti diartikan pada suatu

masa dan kondisi yang disesuaikan pada subjek topik yaitu mengenai etnis

Tionghoa, sehingga maksud dari buku yang diangkat oleh metro Xin Wen

ingin membahas mengenai permasalahan etnis Tionghoa di negara

Indonesia, yang dimana maksud dari media mengkonstruksi berita tersebut

bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat mengenai

permasalahan yang ada dan memberikan satu wacana baru yang baik dan

menjawab permasalahan yang selama ini berkembang mengenai etnis

Tionghoa kepada khalayak.

Berangkat dari pemahaman tersebut, Metro Xin Wen sebagai media

yang mampu memproduksi wacana bagi khalayak melalui pemberitaan

mengenai “buku wanita Tionghoa yang inspiratif” berupaya mengangkat

permasalahan dan konflik mengenai etnis Tionghoa dan wacana yang

dibangun merupakan wacana untuk menuntaskan permasalahan yang ada

mengenai etnis Tionghoa dan mengarahkan pada citra yang baik dan positif

mengenai etnis Tionghoa, sehingga dari topik tersebut terlihat jelas

keberpihakan media dalam hal ini Metro Xin Wen terhadap etnis Tionghoa,

sehingga diharapkan dengan wacana yang dibangun, khalayak memiliki

pola pikir yang sama dengan media untuk berdamai dengan etnis Tionghoa

dan menempatkan posisi etnis Tionghoa sebagai bagian dari bangsa

Indonesia.

Page 31: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

85

b. Super Struktur

Alur pada pemberitaan mengenai “Buku Wanita Tionghoa yang

Inspiratif” diawali dengan mengisahkan perjuangan Kartini dan manfaat

dari perjuangan Kartini untuk menghantarkan kepada perjuangan wanita

Tionghoa yang merupakan pengamalan nilai juang Kartini pada konteks

sekarang. Kemudian alur selanjutnya dibawa kepada buku yang

mengisahkan perjuangan 9 wanita Tionghoa yang dengan kerja keras dan

keberaniannya menebas stereotipe masyarakat serta kebanggaan mereka

akan keindonesiaannya sehingga berhasil mencapai prestasi gemilang,

kemudian alur dibawa pada ujaran performatif dari nara sumber yang

merupakan tokoh-tokoh dari wanita Tionghoa yang secara langsung

mengemukakan pendapat mereka yang sarat dengan pernyataan diri

mereka sebagai seorang Indonesia dan kebanggaannya untuk semakin

meneguhkan wacana dari berita yang bertujuan untuk menebas stereotipe

dan kecurigaan yang selama ini tertanam pada masyarakat.

Alur yang dibuat oleh metro Xin Wen yang bertujuan untuk

menghapus stereotipe mengenai etnis Tionghoa kepada khalayak,

merupakan alur yang menekakan pada permasalahan sejarah wacana

politik penguasa, baik pada masa kolonial Belanda ataupun masa

pemerintahan orde baru yang akhirnya membentuk stereotipe negatif

mengenai etnis Tionghoa.

Dijelaskan oleh August Mellaz (2002) mengenai anggapan

masyarakat bahwa etnis Tionghoa bukan bangsa Indonesia, kesetiaan etnis

Tionghoa terhadap Indonesia diragukan, mereka tinggal di Indonesia

hanyalah demi alasan-alasan oportunistis, ketimbang perasaan yang

sebenarnya untuk memihak kepada negara dan rakyat mereka.

Oportunisme semacam ini adalah ciri-ciri khas dari orang Tionghoa yang

hanya mementingkan uang, perdagangan dan bisnis. Mereka itu, tidak

seperti orang Indonesia yang memiliki rasa pengabdian kepada cita-cita.

Page 32: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

86

Stereotipe-stereotipe semacam ini yang berusaha untuk dihapus

oleh Metro Xin Wen karena jika terus berkembang maka mengakibatkan

adanya problematik kebangsaan yang berkepanjangan antara etnis

Tionghoa dan masyarakat Indonesia dan bukan suatu hal yang tidak

mungkin bahwa problematik tersebut dapat memanas sehingga masyarakat

menjadi lebih anarkis seperti pada kerusuhan Mei 1998, hal ini yang

diungkapkan oleh candy selaku produser dari Metro Xin Wen;

“jika kita mengingat waktu kerusahan mei '98, kenapa etnis Tionghoa yang menjadi sasaran? itu karena dari masyarakat ada stereotip bahwa orang cina pasti kaya semua, padahal kan belum tentu, selain itu juga karena sudah ada rasa curiga yang tertanam.”

Metro TV sebagai media yang turut menyumbang solusi bagi

permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia berupaya

melalui pembuatan alur berita pada “Buku Wanita Tionghoa yang

Inspiratif” untuk sampai pada pengahapusan stereotipe negatif mengenai

etnis Tionghoa di mata masyarakat Indonesia agar kehidupan berbangsa

yang harmonis dapat tercipta.

Alur pada pemberitaan Metro Xin Wen menggunakan bahasa

mandarin yang diterjemahkan dengan teks bahasa Indonesia, sekalipun

pada bagian dimana nara sumber yang merupan wanita tokoh Tionghoa

berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia akan diterjemahkan

dalam teks bahasa mandarin. Penggunaan bahasa mandarin itu sendiri

untuk memberikan pemahaman bahwa bahasa yang merupakan salah satu

budaya dari etnis Tionghoa merupakan bahasa yang penting dan perlu

dilestarikan.

Bahasa mandarin ditempatkan sebagai bahasa yang penting oleh

metro TV sebagai media melalui program berita Metro Xin Wen, bahasa

mandarin dianggap bukan lagi sebagai bahasa yang tabu seperti yang

selama ini diberlakukan selama masa pemerintahan orde baru dengan

kebijakan hukum pembauran dengan penekanan dan pembatasan budaya

Tionghoa termasuk salah satunya bahasa mandarin. Dijelaskan oleh

Page 33: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

87

Kasmun saparaus (2003) bahwa pada masa itu segala bentuk media yang

beraksara mandarin dilarang peredarannya, selain itu juga lembaga

pendidikan yang menggunakan bahasa mandarin juga dilarang. Sehingga

budaya Tionghoa dalam hal ini bahasa mandarin bukan lagi suatu yang

dianggap tabu, bahkan menjadi bahasa yang penting karena penggunaan

bahasa mandarin mulai memiliki eksistensi yang penting di dunia

internasional dan masyarakat dapat lebih terbuka dan terbiasa dengan

kebudayaan Tionghoa di Indonesia.

c. Struktur Mikro

Selamat pagi pemirsa, selamat menonton acara Xin Wen Lifestyle.

Senang sekali saya Christine Ng dapat kembali bertemu dengan anda.

Hari ini merupakan hari yang penting bagi para wanita Indonesia,

sebab hari ini kita memperingati hari kelahiran R.A. Kartini, seorang

pahlawan wanita Indonesia. Tanpa Kartini tentunya tidak akan ada

wanita Indonesia yang hebat seperti anda dan saya. Pada zaman

Kartini, keluar dari rumah pun kaum wanita tidak diijinkan, apalagi

muncul di depan layar seperti ini, tentu lebih tidak mungkin lagi.

Untuk itu kita perlu berterimakasih pada ibu Kartini untuk kebebasan

dan kecerdasan yang kini kita miliki.

Pada pemberitaan teks ini bertepatan dengan hari Kartini, maka teks

pemberitaan diawali dengan pengantar mengenai jasa dan semangat juang

Kartini bagi para perempuan Indonesia yang dampaknya sampai sekarang

dirasakan. Melalui perjuangan Kartini, perempuan diberi hak yang sama

dengan laki-laki untuk turut serta mengembangkan kemampuan demi

kemajuan bangsa dan negara.

Pengantar tersebut dikonstruksi oleh Metro Xin Wen bukanlah tanpa

maksud, yang dimana pengantar ingin menggiring khalayak pada isi

pembahasan berita mengenai buku tersebut, bagaimana Metro Xin Wen

menganalogikan wanita Tionghoa seperti Kartini yang memiliki perjuangan

Page 34: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

88

besar. Perjuangan seperti apakah yang dimaksud dari pengantar ini akan

membawa pada gagasan isi berita.

Setiap orang memiliki cara berbeda dalam memperingati hari Kartini.

Aimee Dawis meluncurkan buku keduanya mengenai keturunan

Tionghoa pada bulan April tahun ini. Bukunya berjudul “Potret

Inspirasi Tokoh Perempuan Tionghoa Indonesia”. Yang bercerita

tentang kisah sukses 9 tokoh wanita Indonesia keturunan Tionghoa.

Semangat juang Kartini tersebut dapat dimaknai setiap perempuan

Indonesia dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan dan potensinya,

memperingati hari Kartini dimaknai dengan cara meneruskan semangat

juang Kartini, dengan terus mengembangkan diri dan kemampuan untuk

menggapai cita-cita dan prestasi demi kemajuan bangsa dan Negara

Indonesia. Pada teks berita dijelaskan bagaimana Aimee memaknai

semangat juang Kartini dengan meluncurkan buku ciptaannya mengenai

kisah sukses perempuan Tionghoa, yang isinya menceritakan mengenai

perjuangan dari tokoh-tokoh perempuan Tionghoa untuk meraih sukses

dalam menggapai cita-citanya. Perjuangan tersebut mengamalkan nilai

juang Kartini seperti yang diungkapkan oleh candy sebagai produser Metro

Xin Wen mengenai topik berita ini;

“pemberitaan mengenai peluncuran buku mengenai ‘Tokoh Perempuan Tionghoa yang Menginspirasi’ bertepatan dengan hari Kartini yang merupakan pejuang kesetaraan perempuan Indonesia, banyak perempuan-perempuan Tionghoa yang punya semangat juang seperti Kartini untuk Indonesia dalam berbagai bidang seperti olahraga, pendidikan musik,keilmuwan, bisnis, kementrian dan sebagainya yang diangkat melalui buku ciptaan Aimee Dawis, perjuangan mereka tidak hanya pada upaya pencapaian prestasi saja, namun sampai juga pada perjuangan untuk menebas stereotipe mengenai etnis mereka. Perjuangan yang mereka alami sama hal nya dengan Kartini yang merupakan perjuangan melawan arus dari konstruksi masyarakat untuk membawa pada suatu perubahan yang baik.” (Candy Natazia Jorian, Produser Metro Xin Wen)

Keberpihakan media dalam hal ini Metro Xin Wen terhadap

permasalahan etnis Tionghoa sangat terlihat dari pemaparan pendapat dari

produser Metro Xin Wen, jelas bahwa citra yang ingin dibangun mengenai

etnis Tionghoa merupakan citra yang baik dan positif. Upaya pencitraan

Page 35: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

89

tersebut dilakukan oleh Metro Xin Wen salah satunya dengan

menganalogikan semangat juang dan kegigihan perempuan Tionghoa sama

dengan Kartini yang memperjuangkan emansipasi wanita pada jamannya

walaupun dalam konteks dan hal yang berbeda. Perjuangan Kartini

sangatlah diyakini oleh masyarakat Indonesia, sehingga pengantar mengenai

semangat juang Kartini yang diyakini oleh masyarakat Indonesia dijadikan

landasan pikir bagi khalayak sebagai upaya pencitraan yang dibangun oleh

Metro Xin Wen mengenai etnis Tionghoa untuk membawa khalayak pada

cara berpikir yang sama dengan Metro Xin Wen.

VO: Orang Tionghoa Indonesia telah merajut banyak kisah hidup

menarik di negeri ini. Aimee Dawis meluncurkan buku “Indonesia

Tionghoa Mencari Identitas” pada tahun 2010. Dua tahun kemudian, ia

meluncurkan buku “Potret Inspirasi Tokoh Perempuan Tionghoa

Indonesia”, pada bulan April 2012. Buku ini merangkum kisah sukses 9

wanita Tionghoa Indonesia, yang lewat kerja keras, keberanian mereka

menebas stereotype serta kebanggaan mereka akan keindonesiaannya,

sehingga mengantar mereka mencapai prestasi gemilang.

penulis dari buku “Potret Inspirasi Tokoh Perempuan Tionghoa

Indonesia” bernama Aimee dawis, merupakan seorang penulis, peneliti aktif

sebagai dosen paruh waktu di ilmu komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik dan kajian budaya di Fakultas Ilmu Budaya Unversitas

Indonesia, yang memiliki minat dalam mengamati perkembangan kaum

Tionghoa-Indonesia3, dibuktikan dengan 2 buku tulisannya yang dipaparkan

pada teks Metro Xin Wen yakni berjudul “Indonesia Tionghoa Mencari

Identitas” dan “Potret Inspirasi Tokoh Perempuan Tionghoa Indonesia”.

Judul dari buku Aimee Dawis memunculkan fenomena permasalahan yang

terjadi pada etnis Tionghoa.

3 http://www.fimela.com/read/2012/05/16/aimee-dawis-temukan-secret-of-happiness-dengan-membaca, posted 16 Mei 2012

Page 36: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

90

Pada kalimat “Orang Tionghoa Indonesia telah merajut banyak

kisah hidup menarik di negeri ini”, terdapat kata ‘orang Tionghoa

Indonesia’ yang dalam hal ini Metro Xin Wen bertujuan untuk memberikan

suatu makna dan citra bahwa orang Tionghoa merupakan bangsa Indonesia

atau ‘yang telah menjadi bangsa Indonesia’, sehingga pengunaan kalimat

tersebut dilakukan oleh Metro Xin Wen untuk memunculkan satu konteks

bahwa dulunya Tionghoa bukanlah bangsa Indonesia tetapi suatu

masyarakat dari bangsa lain yakni bangsa Tionghoa. Pilihan kata ‘banyak

kisah’ memberikan satu pemahaman adanya suatu perjalanan panjang

mengenai etnis Tionghoa, yang bisa diartikan bahwa dengan ‘banyak kisah’

maka terdapat ‘banyak konteks’, sehingga rangkaian kalimat tersebut ingin

memunculkan adanya berbagai konteks sejarah mengenai permasalahan-

permasalahan pada etnis Tionghoa di negara Indonesia.

Dijelaskan oleh August Mellaz (2002) anggapan mengenai etnis

Tionghoa di mata masyarakat bahwa Tionghoa adalah bangsa lain.

Anggapan ini diperjelas dengan pandangan mengenai kesetiaan etnis

Tionghoa kepada Indonesia diragukan, orang Tionghoa yang tampaknya

memihak kepada Indonesia tidak bersungguh hati, mereka hanya berpura-

pura melakukan itu demi alasan-alasan oportunitis. Oportunitis semacam ini

adalah ciri-ciri khas dari orang yang hanya mementingkan uang,

perdagangan dan bisnis. Mereka itu, tidak seperti orang Indonesia yang

memiliki rasa pengabdian kepada cita-cita.

Pandangan mengenai etnis Tionghoa yang dianggap sebagai bangsa

lain oleh masyarakat Indonesia dianggap oleh Christian Wibisono dalam

tulisannya bahwa merupakan bentukan dari wacana politik Belanda bahwa

etnis-etnis dari tanah air digolongkan sebagai pribumi (inlander), sedangkan

etnis Tionghoa dengan perkecualian digolongkan sebagai "Timur Asing"

(Vreemde oosterlinger), sehingga dipandang oleh orang Indonesia sebagai

suatu bangsa tersendiri, yaitu bangsa Tionghoa. hal ini yang sepertinya

menjadi cikal bakal bahwa etnis Tionghoa terus mengalami kesulitan untuk

Page 37: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

91

adanya pengakuan bahwa mereka sudah menjadi etnis di Negeri ini, karena

sudah dari semenjak jaman Belanda pembentukan golongan dengan

membagi golongan pribumi yang merupakan etnis-etnis tanah air dan

penggolongan sendiri pada etnis Tionghoa sebagai golongan "Timur Asing"

yang merupakan akar dari tertanamnya anggapan bahwa mereka bukan

bagian dari bangsa Indonesia yang dari semenjak kekuasaan Belanda

mereka sudah dibedakan dan berbeda, terlepas dari bahwa sebenarnya

memang etnis Tionghoa merupakan pendatang.

Wacana politik yang dibangun oleh penguasa Belanda tidak hanya

dibedakan secara golongan namun secara hak, membuat etnis Tionghoa

pada masa itu mendapatkan kesempatan yang lebih dalam mengembangkan

diri khusunya di bidang perdagangan, yang sampai dengan masa sekarang

masih bertahan, yang dijelaskan oleh Coppel (1994) bahwa dalam hubungan

inilah maka kesadaran tentang keunggulan orang Tionghoa dalam situasi

yang menguntungkan pada masa itu adalah bukti yang sering kali

menyakitkan hati. Dibuktikan dari beberapa pendapat dari para kaskuser

pada forum diskusi online mengenai etnis Tionghoa di web kaskus;

“segala bentuk perayaan imlek, barongsay, cap go meh tak pantas dan

tak perlu di lestarikan di Indonesia.Mereka cuma numpang dagang di

Indonesia” (gentongpenguin UserID: 2765153aktivis kaskus31-01-2012,

08:32 PM)

“inget, kamu2 itu pendatang dari timur jauh dgn perahu2 kayu semua,

karna disana pun awalnya kamu miskin, makan aja ga sanggup. jadi..

kamu2 itulah yg pertama menumbuhkan prasangka dari kami kalo kamu

tetap ga mau bersosialisasi, jangan salahkan kami melabeli kamu "cina!

bukan chayna".. (beirutUserID: 1485885, post 12-03-2012, 02:33 PM )

Rasa sakit hati dan kecurigaan inilah yang sadar dan tidak sadar

menjadi suatu problematik pada kehidupan multietnis dan pluralisme

mengenai etnis Tionghoa dengan etnis lain di Indonesia. Dikarenakan status

etnis Tionghoa yang rentan di negri ini sehingga yang sering kali terjadi

dalam keadaan politik negara Indonesia yang tidak baik, etnis Tionghoa

selalu menjadi sasaran, seperti pada kejadian tragedi anti Tionghoa pada

Page 38: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

92

masa G 30/S PKI dan Mei 1998 berupa aksi kerusuhan dan kekerasan,

pemusnahan dan gerakan rasisme yang pada akhirnya membawa

pengalaman yang buruk bagi etnis Tionghoa untuk mampu bersosialisasi

dengan masyarakat Indonesia.

“....... Setelah peristiwa 13 dan 14 Mei di Jakarta dan Solo, mulai

merembes cerita tentang kekejian dan kekejaman dalam bentuk

pemerkosaan terhadap putri-putri nonpribumi belasan tahun di depan

mata sanak keluarganya. Ada yang tidak sanggup menahan malu dan

penderitaan batin, sehingga bunuh diri. Ada yang disekap dalam mobil

dan dibakar bersama mobilnya, .... kerusuhan apa pun yang membuat

massa mengamuk dan membuat kerusakan gedung-gedung di sepanjang

jalan yang dilaluinya, masyarakat nonpribumi keturunan Tionghoa yang

selalu menjadi korban...”4

Pengalaman ini mempengaruhi karakteristik dan pola kehidupan

etnis Tionghoa yang kehilangan jati dirinya sebagai etnis Tionghoa namun

tidak juga diakui menjadi bagian dari bangsa Indonesia oleh masyarakat.

Permasalahan yang polemik ini disadari oleh generasi etnis

Tionghoa. Mereka memang tidak bisa semudah itu disamakan dengan

masyarakat lain bahwa mereka benar adanya merasa berbangsa Indonesia,

sehingga banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh generasi etnis Tionghoa

untuk menyatakan kebanggaan dan rasa nasionalisme mereka terhadap

negara Indonesia agar masyarakat dapat menerima dan menganggap mereka

sama dengan yang masyarakat lainnya.

Upaya Metro Xin Wen dalam memunculkan wacana mengenai

permasalahan-permasalahan etnis Tionghoa bertujuan sebagai landasan

untuk bisa mendekonstruksi wacana yang sudah berkembang dan

memunculkan citra yang baru yang diinginkan oleh Metro Xin Wen, dengan

cara memberi ruang bagi para tokoh Etnis Tionghoa untuk mengangkat

tentang eksistensi mengenai rasa nasionalisme mereka melalui prestasi di

berbagai bidang, sehingga dengan cara tersebut Metro Xin Wen memberikan

pengetahuan dan wacana baru kepada masyarakat luas sehingga stereotipe 4 Kwik Kian Gie dan Nurcholish (1999:14)

Page 39: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

93

dan kecurigaan etnis Tionghoa bisa terhapus dan dapat memunculkan sikap

mau terbuka dan menerima etnis Tionghoa sebagai bagian dari Bangsa

Indonesia.

Aimee Dawis (penulis buku): “Semuanya menganggap bahwa mereka

itu orang Indonesia first and famous, tapi terutama orang Indonesia

dan they just happen to be chinese, jadi etnis mereka itu etnis Tionghoa

tapi mereka merasa bahwa Indonesia is aplace we can contribute the

most”

Ujaran performatif dari penulis buku “tokoh perempuan Tionghoa

yang menginspirasi” sangat sarat dengan pemikiran etnis Tionghoa yang

berusaha membuktikan ketidakbenaran dari stigma-stigma negatif yang

mengarah kepada etnis Tionghoa bahwa mereka merupakan kelompok

masyarakat yang terpisah dari Indonesia dan tinggal di Indonesia hanya

untuk kepentingan pribadi mereka dalam mencari nafkah dan mengeruk apa

yang menjadi hak dari masyarakat Indonesia dalam segi ekonomi, karena

pada pemberitaan mengenai “Buku Wanita Tionghoa yang Menginspirasi”

diberikan satu fakta bahwa etnis Tionghoa dengan usaha dan ketekunan

mampu memperoleh prestasi yang membanggakan Negara Indonesia di

berbagai bidang karena mereka merasa berbangsa Indonesia hanya saja

beretnis Tionghoa.

Ujaran performatif yang disajikan oleh Metro Xin Wen dalam

penuturan Aimee Dawis, untuk menekankan bahwa etnis Tionghoa bukan

bangsa lain terbukti dan prestasi yang berhasil diraih sehingga membangun

ssuatu upaya pencitraaan yang dilakukan oleh Metro Xin Wen bahwa etnis

Tionghoa merupakan bagian dari Bangsa Indonesia dan bangga menjadi

bangsa Indonesia. Wacana yang dibangun mengenai etnis Tionghoa

merupakan bangsa Indonesia diupayakan oleh Metro Xin Wen sebagai

bentuk keberpihakan media tersebut terhadap etnis Tionghoa, sehingga

stereotipe sebelumnya yang menyatakan bahwa etnis Tionghoa merupakan

kelompok terpisah dari bangsa Indonesia yang mengantarkan pada

Page 40: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

94

kerusuhan dan penganiayaan pada etnis Tionghoa tidak perlu terjadi dan

dialami lagi oleh etnis Tionghoa.

Kesembilan tokoh ini antara lain: Menteri Pariwisata dan Ekonomi

Kreatif, Mari Elka pangestu; Pengusaha sukses, Siti Hartati Murdaya;

Atlet bulutangkis legendaris internasional, Susi Susanty; Pelestari

busana tradisional, Josephine Kowara; Pemilik media fashion ternama,

Dian Muljadi; Sastrawan peneliti dan psikolog, Myra Sidharta; Perintis

pendidikan musik tanah air, Kuei Pin Yeo; Perempuan pertama

keturunan Tionghoa yang menjadi profesor di Fakultas Ilmu Budaya

UI, Melani Budianta; Sosiolog dan pejuang hak-hak perempuan, DR.

Mely G. Tan.

Melihat penjabaran nama-nama tokoh perempuan Tionghoa yang

sukses dan menginspirasi ini, mengingatkan pada satu konteks wacana

mengenai etnis Tionghoa pada masa Orde Baru bahwa segala hal mengenai

identitas etnis Tionghoa diasingkan dan ditutupi, hal ini dijelaskan oleh

Kasmun Saparaus (2003:48) secara eksplisit menunjukkan adanya

kekawatiran pemerintah dalam rangka melindungi kelompok mayoritas

terhadap meluasnya kebudayaan Tionghoa. Keperpihakan, untuk

melindungi kelompok mayoritas ini diambil agar kemapanan (establisment)

kekuasaan yang dimiliki dapat dilanggengkan, karena didukung mayoritas.

Elite membutuhkan dukungan mayoritas, sehingga cenderung untuk

mengabaikan minoritas. Konsekuensinya, pemerintah terpaksa melakukan

usaha-usaha untuk melarang berkembangnya kebudayaan Tionghoa, sebagai

salah satu cara untuk mendapatkan simpati mayoritas. Bentuk tekanan

kebudayaan tersebut dapat mencakup pembatasan perkembangan agama dan

kepercayaan, tekanan adat-istiadat, tekanan bahasa, serta kesempatan untuk

memperoleh pendidikan. Dengan pengukuhan pembatasan dan penekanan

etnis Tionghoa secara hukum membuat etnis Tionghoa menjadi diasingkan

dan didiskriminasi, sehingga semakin menguatkan stereotipe mengenai etnis

Tionghoa selama ini, bahwa etnis Tionghoa merupakan bangsa lain dan

bukan bagian dari bangsa Indonesia. Cara pemerintah orde baru agar tidak

Page 41: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

95

terjadinya konflik yang meruncing mengenai etnis Tionghoa, disikapi

dengan cara memihak terhadap mayoritas dan mengasingkan minoritas

tanpa benar-benar mencoba untuk mencari jalan untuk adanya suatu

perdamaian, bahkan suatu stereotipe yang buruk mengenai etnis Tionghoa

pun tidak coba untuk diluruskan. Etnis Tionghoa dianggap kelompok yang

benar-benar tidak diberikan hak untuk berpendapat mengenai identitas

mereka.

Pada konteks sekarang, Metro Xin Wen mencoba untuk meluruskan

stereotipe-stereotipe mengenai etnis Tionghoa, melalui penjabaran nama-

nama dari tokoh perempuan Tionghoa beserta dengan prestasi bidang

mereka masing-masing yang memberikan sumbangsih bagi kemajuan

Negara Indonesia,sehingga diharapkan dari wacana yang dibangun oleh

Metro Xin Wen ini sanggup untuk membuka mata setiap orang bahwa

tokoh-tokoh tersebut benar adanya berprestasi di berbagai bidang yang tidak

hanya di bidang perekonomian seperti stereotipe yang selama ini

berkembang mengenai etnis Tionghoa yang oportunitis. Metro Xin Wen

mengarahkan pada pemahaman bahwa kesetiaan dan kebanggaan mereka

pada Indonesia diwujudkan dengan turut memajukan bidang yang mereka

geluti melalui prestasi sebagai wujud rasa nasionalisme mereka.

Hal ini diperteguh oleh komentar salah seorang tokoh perempuan

Tionghoa di buku ‘Potret Inspirasi Tokoh Perempuan Tionghoa Indonesia”

pada berita Metro Xin Wen;

Mely G.Tan (salah satu tokoh sebagai sosiolog dan pejuang hak-hak

perempuan ) : “Dimasukkan dalam bukunya Aimee, saya kira ini

merupakan sesuatu yang juga untuk memperlihatkan bahwa

sebenarnya perempuan Tionghoa itu cukup banyak yang berperan

dalam berbagai bidang.”

Melly G. Tan yang seorang sosiolog dan sinolog (ahli masalah

china) menempuh pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia,

jurusan Sinologi. Ujaran performatifnya pada pemberitaan Metro Xin Wen

Page 42: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

96

memperlihatkan habitus linguistik (persepsi dan logika bahasa) yang

menunjukkan institusi atau kapasitasnya sebagai seorang sinolog dalam

menangkap fenomena buku karya Aimee Dawis, yang dimana ujaran

performatifnya diproduksi oleh Metro Xin Wen sebagai peneguhan wacana

baru untuk mendekonstruksi stereotipe mengenai etnis Tionghoa selama ini

bahwa etnis Tionghoa tidak hanya berperan di bidang ekonomi dan bisnis

sehingga terlihat menjadi oportunitis di pandangan masyarakat Indonesia,

namun wacana pada buku ‘Potret Inspirasi Tokoh Perempuan Tionghoa

Indonesia” memberikan satu pemahaman bahwa cukup banyak etnis

Tionghoa yang bergerak dan berprestasi di bidang lain dan memberikan

kontribusi bagi negara di bidang yang digeluti tokoh tersebut.

Sedangkan wacana mengenai etnis Tionghoa yang bangga sebagai

bangsa Indonesia dan memiliki kesetiaan pada negara, diproduksi oleh

Metro Xin Wen dengan meliput komentar dari seorang tokoh perempuan

Tionghoa pada buku ‘Potret Inspirasi Tokoh Perempuan Tionghoa

Indonesia” di bidang pemerintahan yang dituntut untuk memiliki komitmen

yang tinggi dalam mengabdi pada negara yakni Mari Elka Pangestu sebagai

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Mari Elka Pangestu (salah satu tokoh buku sebagai Menteri Pariwisata

dan Ekonomi Kreatif) : “Saya bangga menjadi orang Indonesia karena

kita kuat di dalam hal-hal seperti pluralisme, keagamaan dan

kesetaraan, walaupun belum sempurna, tetapi kita lebih baik dari

banyak negara lain.”

Ujaran performatif dari Mari Elka Pangestu sebagai salah satu tokoh

dari buku “potret Inspirasi Tokoh Perempuan Tionghoa Indonesia”

memberikan satu fakta yang dimunculkan oleh Metro Xin Wen mengenai

permasalahan etnis Tionghoa, bahwa mereka tidak sama halnya dengan

etnis lain dalam menyatakan kebangsaannya. Etnis Tionghoa perlu usaha

lebih keras untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka memang

benar merasa berbangsa Indonesia dikarenakan stereotipe masyarakat bahwa

Page 43: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

97

etnis Tionghoa merupakan bangsa lain yang berasal dari negri Tiongkok,

kemudian datang ke Indonesia untuk merampas hak masyarakat Indonesia

di bidang perekonomian dan perdagangan dan bersikap eksklusif. Hal ini

juga terlihat oleh salah satu kaskuser yang beretnis Tionghoa pada diskusi

forum mengenai etnis Tionghoa di kaskus, bagaimana dia berusaha menepis

stereotipe buruk mengenai etnisnya kepada seluruh kaskuser dalam forum

dengan menyatakan rasa dan tindakan nasionalismenya dengan mengikuti

salah satu organisasi semi militer Indonesia;

“saya suku Tionghoa dari Medan, bagi agan sekalian yang belum

pernah tinggal di Medan pasti kurang mengerti.Simplenya begini,

banyak (tidak semua) masyarakat suku batak yg juga masih sangat

anti dengan suku Tionghoa, mereka bahkan membenci tanpa alasan,

menghina walaupun cuma sekedar "Cino doi (bahasa batak)" bahkan

yang ngomong anak sd dan smp yang saya simpulkan mereka dapat

dari lingkungan atau keluarga.Yaa karena demikian secara tidak

langsung kalangan suku Tionghoa hanya "dekat" dengan orang suku

Tionghoa saja. Saya bahkan salah satu yang sangat bergaul dengan

orang suku batak karena saya besar di kampung Sumut, jd lebih faseh

berbahasa batak daripada temen saya yang orang batak.Yaa demikian

sedikit pengetahuan saya tentang hubungan antara suku tionghoa

dan suku batak. CMIIW - no sara - saya mencintai Indonesia,

bahkan saya mengikuti salah satu organisasi semi militer

Indonesia..Terimakasih” ( 16bk1111er kaskuser UserID: 1108533,

post 12-03-2012, 11:58 AM )

Ruang yang diberikan oleh Metro Xin Wen terhadap tokoh-tokoh

etnis Tionghoa melakukan ujaran performatif untuk menebas stereotipe

buruk yang selama ini berkembangan mengenai etnis mereka, diproduksi

oleh Metro Xin Wen sebagai suatu wacana dan citra mengenai etnis

Tionghoa kepada khalayak sebagai wujud keberpihakan Metro Xin Wen

terhadap etnis Tionghoa yang sebenarnya bertujuan agar stereotipe yang

selama ini berkembang agar tidak secara terus-menerus diyakini apalagi

diberlakukan secara kolektif oleh masyarakat Indonesia, sehingga

memunculkan satu konflik yang besar dan terus berkelanjutan yang

Page 44: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

98

dimana konflik tersebut mengarah pada tindak anarkis pada masyarakat

dalam bentuk kerusuhan, terror dan pemusnahan terhadap etnis Tionghoa.

Hal ini memperlihatkan secara jelas bobroknya kehidupan pluralisme

dalam berbangsa di Indonesia.

VO: Buku ini ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Buku ini

menekankan pentingnya persamaan gender dan kesetaraan dalam

masyarakat. Penulis berharap buku ini dapat memberikan inspirasi

bagi wanita Indonesia untuk lebih giat demi mencapai impian mereka.

Pada akhir teks berita, disampaikan mengenai harapan dari penulis

buku, untuk adanya persamaan gender dan kesetaraan dalam masyarakat,

dan agar semangat juang dari tokoh-tokoh perempuan Tionghoa dapat

dijadikan inspirasi dan panutan bagi perempuan lain untuk bisa berprestasi.

Semangat juang yang menuai prestasi tersebut sebenarnya tidak hanya untuk

menginspirasi tapi secara tidak langsung sebagai bukti ketidakbenaran

mengenai stereotipe yang terbentuk didasarkan pada wacana di masa lalu,

sehingga stereotipe itu bisa dilupakan dan dihilangkan. Batapa tidak

bijaknya terus hidup dengan stereotipe yang diberlakukan secara kolektif

tanpa menilai dari sisi individual seseorang. Metro Xin Wen mengangkat

berita “Buku tentang Wanita Tionghoa yang inspiratif” memberikan satu

wacana baru untuk tidak lagi menggunakan stereotipe di masa lalu untuk

dijadikan tolak ukur dalam hidup berbangsa, dan menjadi bahan refleksi

kembali bagi masing-masing pihak untuk berbenah diri agar kehidupan

pluralisme berbangsa pada konteks kekinian dapat lebih baik dan

memfokuskan pada apa yang dapat dilakukan oleh masing-masing

individual sebagai bangsa Indonesia untuk kemajuan bangsa dan negara

dibandingkan harus terus meributkan mengenai tuduhan-tuduhan yang

hanya berdasarkan pada stereotipe masa lampau.

Bourdieu dalam Rudiarti (2003:38) menyatakan bahwa wacana yang

dibentuk oleh Metro Xin Wen, bukanlah hanya suatu wacana yang

diharapkan dapat dipahami oleh khalayak bahwa wacana tersebut

Page 45: BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2340/6/T1... · 57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri khas

99

merupakan bentuk solusi terhadap permasalahan kehidupan pluralisme di

negara Indonesia khususnya mengenai etnis Tionghoa dengan masyarakat

Indonesia, namun wacana yang merupakan kumpulan dari tanda dan simbol

yang bertujuan untuk dipercaya dan dipatuhi. Dipercaya dan dipatuhi

menunjukkan otoritas yang ingin dicapai Metro Xin Wen sebagai media.

Otoritas ini adalah bentuk kekuasaan yang tertinggi , yaitu kekuasaan

simbolik.