22
30 BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSI Pada bagian ini akan dibahas hasil pengukuran, pengambilan data dan analisis dari uji terbang alat melayang. Pengujian yang dilakukan antara lain komponen elektronik, daya angkut, pengukuran suhu pada kontainer boks dan waktu terbang. Berikut adalah pembahasan dari pengujian yang telah dilakukan. 5.1 Pengukuran suhu pada kontainer boks Pengukuran ini dilakukan dengan cara menaruh beberapa ice pack pada boks kontainer yang digunakan untuk menyimpan botol vaksin. Selanjutnya, sebuah termometer diletakkan dalam boks kontainer kemudian ditutup. Langkah- langkah tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1(a)-(c). Gambar 5.1(a) Ice pack diletakkan di dalam boks kontainer

BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

30

BAB V

HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSI

Pada bagian ini akan dibahas hasil pengukuran, pengambilan data dan

analisis dari uji terbang alat melayang. Pengujian yang dilakukan antara lain

komponen elektronik, daya angkut, pengukuran suhu pada kontainer boks dan

waktu terbang. Berikut adalah pembahasan dari pengujian yang telah dilakukan.

5.1 Pengukuran suhu pada kontainer boks

Pengukuran ini dilakukan dengan cara menaruh beberapa ice pack pada

boks kontainer yang digunakan untuk menyimpan botol vaksin. Selanjutnya,

sebuah termometer diletakkan dalam boks kontainer kemudian ditutup. Langkah-

langkah tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1(a)-(c).

Gambar 5.1(a) Ice pack diletakkan di dalam boks kontainer

Page 2: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

31

Gambar 5.1(b) Termometer digital diletakkan di antara ice pack

Gambar 5.1(c) Boks kontainer ditutup

Pengukuran suhu dilakukan selama 30 menit dan dicatat temperatur yang

terbaca pada termometer setiap 1 menit. Pengujian ini dilakukan sebanyak 2 kali

dengan variabel yang berbeda. Pengukuran pertama dilakukan dengan

memasukkan 10 ice pack di dalam boks kontainer. Pengukuran kedua dilakukan

dengan memasukkan 4 ice pack ke dalam boks kontainer dan termometer

dimasukkan dalam sebuah tempat silinder dari logam seperti yang dapat dilihat

pada Gambar 5.2.

Page 3: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

32

Gambar 5.2 Termometer digital terletak di dalam silinder logam

Dari hasil pengujian didapatkan data sebagai berikut yang dapat dilihat pada

Gambar 5.3 dan Gambar 5.4.

Gambar 5.3 Grafik perubahan suhu pada kontainer boks dengan 10 ice pack

-10.9-10.7-10.1-9.7-9.4-8.9-8.5-8.2-7.9-7.5-7.2-6.8-6.5-6.1-5.9-5.6-5.4-5.2-5.0-4.7-4.5-4.3-4.2-3.9-3.7-3.5-3.3-3.3-3.2-3.0-3.0

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031

Suh

u (

ºC)

Waktu (menit)

Perubahan suhu pada kontainer boks dengan 10 ice pack

Page 4: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

33

Gambar 5.4 Grafik Perubahan suhu pada kontainer boks dengan 4 ice pack

Berdasarkan dari Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa suhu awal dari boks kontainer

tersebut dimulai dari -10.9 ºC dan suhu yang terakhir didapat setelah 30 menit

pengujian mencapai -3.0 ºC. Tidak terdapat vaksin yang bisa dibawa pada rentang

suhu -10.9 ºC sampai -3.0 ºC karena vaksin yang sensitif terhadap panas seperti

Polio harus dijaga pada suhu -20 ºC [14]. Sebaliknya, hasil pada percobaan kedua

yang dapat dilihat pada Gambar 5.4 menunjukkan suhu awal pada 2.8 ºC dan

berakhir pada 5.3 ºC. Rentang suhu 2.8 ºC sampai 5.3 ºC dapat digunakan untuk

mengangkut beberapa jenis vaksin seperti BCG, DTP, TT, DT, Td, DTP-HB-Hib,

Campak, Hepatitis B, Influenza [14].

5.2 Daya angkut maksimum quadcopter

Pengujian ini dilakukan dengan cara menerbangkan quadcopter yang

membawa sekumpulan buku dengan beban maksimum sesuai perhitungan teori.

2.83.1

3.43.6

3.83.94.14.1

4.34.54.64.64.64.74.84.94.94.9 5 4.94.94.95.05.05.05.15.15.15.25.35.3

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

5.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Suh

u(º

C)

Waktu (menit)

Perubahan suhu pada kontainer boks dengan 4 ice pack

Page 5: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

34

Jika quadcopter tidak mampu mengangkat maka beban akan dikurangi sebanyak

292 gram (berat untuk 1 buku). Pengujian dilakukan secara berulang hingga

quadcopter dapat terbang dengan stabil dengan beban maksimum sebenarnya yang

dapat diangkut selama 30 detik.

Hasil dari perhitungan teoritis, gaya angkat quadcopter sebesar 6.3

kilogram. Berat dari quadcopter sebesar 1320 gram. Secara teoritis, beban

maksimum yang dapat diangkut dari quadcopter adalah selisih dari gaya angkat

dengan berat quadcopter yaitu 4980 gram. Pengujian pertama kali dilakukan

quadcopter dengan membawa 17 buku (4964 gram). Berikut adalah tabel hasil

percobaan daya angkut maksimum quadcopter.

Tabel 5.1 Hasil pengujian daya angkut maksimum quadcopter

Pengujian ke- Jumlah buku Waktu terbang

1 17 -

2 16 -

3 15 -

4 14 -

5 13 -

6 12 -

7 11 -

8 10 -

9 9 -

10 8 -

11 7 -

12 6 -

13 5 5 detik

14 4 10 detik

15 3 30 detik

16 2 30 detik

17 1 30 detik

Page 6: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

35

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa quadcopter hanya mampu

mengangkat 3 buku (876 gram) untuk dapat terbang dengan stabil. Dengan

demikian, beban maksimum yang dapat diangkut oleh quadcopter sebesar 2196

gram. Persentase error antara hasil uji dengan perhitungan teori sebesar 44.23%.

5.3 Waktu terbang

Secara perhitungan teori quadcopter ini dapat terbang selama 5 menit.

Pengujian ini dilakukan dengan cara menerbangkan quadcopter yang membawa

botol vaksin secara berulang dengan menggunakan baterai 2 sel berkapasitas 5500

mAh dan memakai 4 buah ice pack. Pada pengujian ini, quadcopter diterbangkan

pada ketinggian tetap 10 meter. Quadcopter dikendalikan secara manual dan juga

secara otonom oleh penulis kemudian dicatat waktu terbangnya. Pengukuran waktu

terbang dilakukan hingga quadcopter mulai mendarat secara otomatis dan tegangan

pada tiap sel baterai mencapai 3.5 V. Setiap pengulangan dalam pengujian ini,

quadcopter akan ditambahkan 1 botol vaksin yang mempunyai berat sebesar 13

gram kemudian dilakukan pengulangan hingga quadcopter mengangkut 10 botol

vaksin. Berikut adalah grafik dari hasil pengujian yang telah dilakukan yang dapat

dilihat pada Tabel 5.2.

Page 7: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

36

Tabel 5.2 Hasil pengujian waktu terbang quadcopter

Jumlah botol Waktu

0 5 menit 2 detik

1 4 menit 59 detik

2 4 menit 55 detik

3 4 menit 48 detik

4 4 menit 44 detik

5 4 menit 42 detik

6 4 menit 38 detik

7 4 menit 37 detik

8 4 menit 33 detik

9 4 menit 24 detik

10 4 menit 25 detik

Berdasarkan dari Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa quadcopter ini dapat terbang

paling lama selama 5 menit 2 detik tanpa mengangkut botol vaksin. Sedangkan

ketika mengangkut 10 botol vaksin, quadcopter dapat terbang selama 4 menit dan

25 detik.

Selanjutnya, penulis melakukan uji coba terbang melayang dengan mode

otonom. Uji terbang dengan mode otonom dilakukan dengan cara menghubungkan

quadcopter ke smartphone Android menggunakan telemetry. Aplikasi yang

digunakan pada uji coba ini bernama Tower 3DR. Tampilan dari Tower 3DR dapat

dilihat pada Gambar 5.5.

Page 8: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

37

Gambar 5.5 Tampilan aplikasi Tower 3DR

Uji coba dilakukan dengan cara memerintahkan quadcopter untuk melayang pada

ketinggian 10 meter dan diukur waktu melayang quadcopter tersebut. Dari hasil uji

terbang mode otonom, quadcopter ini mampu terbang lebih stabil dan mampu

menahan gaya dari luar dibandingkan dengan kontrol manual. Durasi terbang ketika

dalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat

juga meningkat ditandai dengan waktu terbang yang lebih lama. Berikut adalah

durasi terbang dari quadcopter pada penerbangan dengan mode otonom yang dapat

dilihat pada Tabel 5.3.

Page 9: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

38

Tabel 5.3 Hasil pengujian waktu terbang quadcopter dengan mode otonom

Jumlah botol Waktu

0 5 menit 15 detik

1 5 menit 8 detik

2 5 menit 3 detik

3 4 menit 55 detik

4 4 menit 53 detik

5 4 menit 48 detik

6 4 menit 42 detik

7 4 menit 40 detik

8 4 menit 35 detik

9 4 menit 28 detik

10 4 menit 26 detik

Jika dibandingkan dengan data pada Tabel 5.2, mode otonom mempunyai

durasi waktu terbang lebih lama sekitar 10 detik. Namun, seiring bertambahnya

botol yang diangkut hampir tidak terjadi pertambahan waktu terbang yang

signifikan.

5.4 Hasil tuning PID

Untuk meningkatkan kestabilan dari quadcopter maka perlu dilakukan

tuning PID. Quadcopter ini telah diatur nilai koefisien PID untuk pergerakan dua

dari ketiga aksis yaitu pitch dan roll. Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat

grafik keluaran sensor accelerometer dan gyroscope dengan nilai koefisien PID

yang berbeda – beda. Tuning PID dikatakan berhasil jika hasil dari output sistem

kontrol mendekati dari nilai yang ditentukan (desired). Sebelum melakukan tuning

PID, perlu dilakukan trimming pada remote control untuk menghasilkan kestabilan

yang lebih baik. Berikut adalah hasil dari uji coba tuning PID pada pergerakan

ketiga aksis quadcopter :

Page 10: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

39

1. Pitch

a. PID pitch tanpa koefisien PID dengan nilai kP = 0, kI = 0, kD= 0

Gambar 5.6 Grafik pitch quadcopter tanpa koefisien PID

Ketika tidak ada nilai koefisien PID, quadcopter berosilasi dan tidak stabil

seperti yang dapat dilihat dari grafik pembacaan sensor pada aksis pitch pada

Gambar 5.6. Pada Gambar 5.6 terlihat adanya spikes pada output yang

menunjukkan bahwa quadcopter tersebut terbalik. Selain itu, quadcopter juga

tidak merespons input yang diberikan dari remote control. Nilai output sangat

jauh dari yang diharapkan. Output error dari pengaturan ini sebesar 22,158

derajat.

-200

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Ou

tpu

t (d

eraj

at)

Waktu (s)

Pitch Zero

Desired Pitch Actual Pitch

Page 11: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

40

b. PID pitch standar flight controller dengan nilai kP = 0.15, kI = 0.1, kD= 0.004

Gambar 5.7 Grafik pitch quadcopter dengan koefisien PID standar flight controller

Saat menggunakan nilai koefisien PID bawaan dari flight controller,

quadcopter tetap berosilasi dan mulai mendekati titik stabil seperti yang dapat

dilihat pada Gambar 5.7. Ketika diberi gangguan dari luar quadcopter masih

belum bisa mempertahankan kestabilan. Quadcopter dengan nilai koefisien PID

ini sudah bisa merespon input yang diberikan dari remote control dengan baik.

Output error juga menurun drastis dibandingkan tanpa menggunakan PID.

Output error dari pengaturan nilai PID ini menjadi 0,9768 derajat.

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Ou

tpu

t (d

eraj

at)

Waktu (s)

Pitch Default

Desired Pitch Actual Pitch

Page 12: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

41

c. PID pitch yang sudah di tuned dengan nilai kP = 0.164, kI = 0.114, kD= 0.004

Gambar 5.8 Grafik pitch quadcopter dengan koefisien PID yang sudah di tuned

Jika menggunakan nilai koefisien PID yang sudah di tune, osilasi dari

quadcopter semakin mendekati dari titik stabil yang dapat dilihat pada Gambar

5.8. Kelebihan dari koefisien PID yang sudah di tune ketika diberi gangguan dari

luar dalam aksis pitch, quadcopter mampu melawan gaya tersebut dan

mempertahankan kestabilannya. Output error-nya pun juga berkurang menjadi

0,387 derajat.

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Ou

tpu

t(d

eraj

at)

Waktu (s)

Pitch Tuned

Desired Pitch Actual Pitch

Page 13: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

42

2. Roll

a. PID roll tanpa koefisien PID dengan nilai kP = 0, kI = 0, kD= 0

Gambar 5.9 Grafik roll quadcopter tanpa koefisien PID

Ketika tidak ada nilai koefisien PID, quadcopter terus berosilasi pada aksis

roll dan tidak pernah mencapai titik stabil seperti yang dapat pada Gambar 5.9.

Pergerakan quadcopter juga selalu miring ke arah kanan dan tidak merespons

input yang diberikan dari remote control. Output error dari pengujian ini sebesar

15,985 derajat.

-35

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Ou

tpu

t(d

eraj

at)

Waktu (s)

Roll Zero

Desired Roll Actual Roll

Page 14: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

43

d. PID roll standar flight controller dengan nilai kP = 0.15, kI = 0.1, kD= 0.004

Gambar 5.10 Grafik roll quadcopter dengan koefisien PID standar flight controller

Saat menggunakan nilai koefisien PID bawaan dari flight controller, osilasi

dari quadcopter jauh berkurang dan sudah mendekati titik stabil. Quadcopter

masih belum bisa mempertahankan kestabilan jika diberi gangguan dari luar.

Quadcopter bisa merespon input yang diberikan dari remote control dengan

baik. Osilasi besar yang terdapat pada sebelah kanan grafik disebabkan karena

quadcopter dipegang oleh penulis. Output error dari hasil pengujian ini sebesar

1,022 derajat.

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Ou

tpu

t(d

eraj

at)

Waktu (s)

Roll Default

Desired Roll Actual Roll

Page 15: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

44

e. PID roll yang sudah di tuned dengan nilai kP = 0.147, kI = 0.134, kD= 0.003

Gambar 5.11 Grafik roll quadcopter dengan koefisien PID yang sudah di tuned

Saat menggunakan nilai koefisien PID yang sudah di tune, osilasi roll dari

quadcopter semakin berkurang dan berosilasi mendekati stabil sehingga

kestabilannya juga meningkat koefisien PID standar dari flight controller dilihat

pada Gambar 5.10 dan Gambar 5.11. Seperti yang telah dilakukan pada tuning

PID di aksis pitch, ketika diberi gangguan dari luar dalam aksis roll, quadcopter

mampu melawan gaya tersebut dan mempertahankan kestabilannya dengan nilai

PID yang baru. Osilasi besar yang terdapat di sebelah kiri dan kanan pada grafik

disebabkan karena penulis memegang quadcopter. Output error dari hasil akhir

pengujian tuning PID di aksis roll sebesar 0,552 derajat.

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Ou

tpu

t(d

eraj

at)

Waktu (s)

Roll Tuned

Desired Roll Actual Roll

Page 16: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

45

5.4 Diskusi

Pada penelitian ini, penulis juga melakukan tingkat keakuratan pendaratan

pada quadcopter. Pada pengujian ini, quadcopter diterbangkan dari tempat yang

berbeda-beda dan menuju ke satu titik tujuan yang sama. Titik tujuan diperoleh

dengan cara menaruh quadcopter pada satu titik tertentu di ruang terbuka kemudian

diambil data koordinat yang diperoleh dari flight controller. Setelah menentukan

titik tuju, penulis kemudian menaruh sebuah penanda pada titik tersebut sebagai

titik acuan. Quadcopter diberi perintah koordinat pada mode otonom untuk menuju

ke titik acuan kemudian diterbangkan. Setelah quadcopter mendarat, jarak antara

quadcopter dengan titik acuan diukur. Ilustrasi dari cara pengambilan data dapat

dilihat pada Gambar 5.12.

Gambar 5.12 Ilustrasi pengambilan data jarak pendaratan quadcopter

Berikut adalah gambar pada saat quadcopter terbang yang dapat dilihat pada

Gambar 5.13 dan pada saat dilakukan pengukuran jarak antara titik acuan dengan

titik quadcopter mendarat pada Gambar 5.14.

Page 17: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

46

Gambar 5.13 Quadcopter terbang pada mode otonom

Gambar 5.14 Pengukuran jarak pendaratan quadcopter

Page 18: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

47

Dari 10 kali percobaan didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 5.4 Pengukuran jarak pendaratan quadcopter terhadap titik acuan

Pengujian ke- Jarak (m)

1 0.16

2 1.34

3 1.56

4 0.57

5 1.44

6 1.22

7 1.48

8 1.13

9 0.31

10 1.93

Dari hasil yang didapatkan, jarak pendaratan quadcopter terhadap titik acuan

berkisar 0.16 – 1.93 meter. Dengan demikian, jarak rata-rata dari pendaratan

quadcopter terhadap titik tuju adalah sebesar 1.11 meter.

Pada perancangan sebelumnya, penulis mencoba menggunakan konfigurasi

quadcopter yang berbentuk seperti huruf H yang dapat dilihat pada Gambar 5.15.

Gambar 5.15 Konfigurasi Quadcopter berbentuk huruf H

Dari pengujian secara kualitatif, quadcopter yang berkonfigurasi huruf H pada

perancangan awal mempunyai kestabilan yang buruk. Hal ini disebabkan karena

Page 19: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

48

rigiditas yang lebih buruk sehingga ketika quadcopter diterbangkan kerangka

quadcopter selalu melengkung dan bergoyang. Selain itu, luas area penampang

yang terlalu besar membuat aliran udara yang buruk pada quadcopter. Sedangkan

pada perancangan ini yang menggunakan konfigurasi menyerupai huruf X,

quadcopter menjadi lebih stabil dan aliran udara juga lebih baik dibandingkan

perancangan sebelumnya.

Pada pengujian daya angkut quadcopter terjadi perbedaan persentase error

yang besar. Hal ini disebabkan efisiensi dari motor yang lebih rendah dibanding

yang diharapkan pada perhitungan teori. Penggunaan ukuran propeller yang lebih

besar dibandingkan ukuran propeller yang direkomendasikan dari datasheet motor

membuat arus yang ditarik oleh motor lebih besar. Hal ini juga dibuktikan dengan

motor yang lebih cepat panas ketika menggunakan propeller yang saat ini dipakai

dibandingkan dengan ukuran propeller yang direkomendasikan. Pengujian

selanjutnya dilakukan pengambilan data pada RPM motor menggunakan RPM

meter untuk mengetahui efisiensi motor yang sebenarnya ketika menggunakan

propeller yang dipakai pada quadcopter ini. Pengambilan data tersebut dapat dilihat

pada Gambar 5.16.

Page 20: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

49

Gambar 5.16 Pengukuran RPM motor pada quadcopter

Dari hasil pengukuran menggunakan tachometer, didapatkan kecepatan

rotasi maksimum adalah sebesar 4190 RPM. Sehingga RPM efektif dari quadcopter

ini sebesar 45.29%. Sehingga thrust maksimum yang dihasilkan sekitar 2.5 kg.

Dengan demikian, jika thrust tersebut dikurangkan dengan beban alat yaitu sebesar

1320 gram makan beban maksimum yang bisa diangkut sekitar 1180 gram. Jika

dibandingkan dengan uji coba sebelumnya maka selisih perbedaannya adalah

sebesar 304 gram.

Selanjutnya, waktu terbang dari alat ini masih jauh dari yang diharapkan.

Hal ini disebabkan karena keterbatasan dan kesalahan dalam pemilihan baterai yang

dipakai serta berat keseluruhan alat yang masih terlampau berat dari yang

diharapkan. Dengan demikian, solusi yang bisa disarankan untuk pengembangan

selanjutnya adalah menambah kapasitas baterai, mengurangi berat keseluruhan dari

Page 21: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

50

alat, dan memakai motor BLDC dengan nilai KV yang lebih rendah sehingga kerja

motor menjadi lebih efisien. Perlu diperhatikan ketika menggunakan kapasitas

baterai yang lebih besar dan motor dengan nilai KV yang lebih rendah, akan

menambahkan bobot dari alat tersebut.

Pada saat melakukan uji terbang dan kestabilan pada alat, pernah terjadi

sebuah kecelakaan. Quadcopter ini jatuh dengan tidak stabil dari ketinggian 10

meter yang dapat dilihat pada Gambar 5.17. Akibatnya, bagian penghubungan

lengan pada quadcopter ini mengalami kerusakan yang dapat dilihat pada Gambar

5.18.

Gambar 5.17 Quadcopter ketika jatuh ke tanah

Page 22: BAB V HASIL, ANALISIS DATA, DAN DISKUSIrepository.uph.edu/7716/7/Chapter5.pdfdalam mode otonom lebih lama dibandingkan dengan kontrol manual. Efisiensi alat juga meningkat ditandai

51

Gambar 5.18 Badan penghubung yang rusak

Kecelakaan ini disebabkan karena tidak dilakukan pengecekan kembali posisi salah

satu motor sebelum alat ini diterbangkan. Posisi motor tidak tegak lurus terhadap

kerangka quadcopter. Akibatnya, thrust yang dihasilkan tidak tegak lurus dengan

arah gravitasi sehingga quadcopter menjadi tidak stabil.