15
BAB V PEMBAHASAN Bab ini akan disajikan mengenai pembahasan hasil penelitian yang meliputi kepuasan pelayanan posyandu dengan frekuensi kunjungan balita di posyandu di Desa Kedung Upit Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen A. Analisa Univariad 1. Gambaran kepuasan pelayanan posyandu Kepuasan/ ketidak puasan pelanggan merupakan perbedaan antara harapan dan kinerja yang dirasakan (suprapto.2011). kepuasan yang dirasankan ibu balita terhadap posyandu merupakan suatu bentuk evaluasi terhadap kinerja suatu posyandu dan sebagian bentuk penilaian ibu balita terhadap pelayanan yang diberikan. Hasil penelitian kepuasan pelayanan posyandu yang ada di Desa Kedung Upit Kabupaten Sragen menunjukan dari 100 responden di dapatkan 62 orang (62%) merasa puas atas 53

BAB v Revisi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab v

Citation preview

Page 1: BAB v Revisi

BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini akan disajikan mengenai pembahasan hasil penelitian yang meliputi

kepuasan pelayanan posyandu dengan frekuensi kunjungan balita di posyandu di

Desa Kedung Upit Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen

A. Analisa Univariad

1. Gambaran kepuasan pelayanan posyandu

Kepuasan/ ketidak puasan pelanggan merupakan perbedaan antara

harapan dan kinerja yang dirasakan (suprapto.2011). kepuasan yang

dirasankan ibu balita terhadap posyandu merupakan suatu bentuk evaluasi

terhadap kinerja suatu posyandu dan sebagian bentuk penilaian ibu balita

terhadap pelayanan yang diberikan.

Hasil penelitian kepuasan pelayanan posyandu yang ada di Desa

Kedung Upit Kabupaten Sragen menunjukan dari 100 responden di dapatkan

62 orang (62%) merasa puas atas pelayanan yang diberikan oleh petugas

posyandu. Keandalan (reability), empati (empathy), ketanggapan

(responsiveness) merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat

kepuasan ibu balita

Keandalan (reability), empati (empathy), ketanggapan

(responsiveness) merupakana aspek dimensi untuk kepuasan konsumen.

Dimensi keandalan (reability) merupakan kemampuan untuk melaksanakan

53

Page 2: BAB v Revisi

54

jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, dalam dimensi ini dapat

dilihat aspek yaitu kemampuan petugas posyandu dalam memberikan

pelayanan seperti pelayanan pemeriksaan, pengobatan yang tepat, perawatan

yang tepat, pelayanan yang tidak berbelit-belit dan jatwal pelayanan yang

tepat waktu.hal ini membuat ibu balita merasa puas atas pelayanan yang

diberikan. Empati (empathy), merupakan syarat untuk peduli, memberikan

perhatian pribadi kepada pelanggan. Dalam dimensi ini dapat dilihat aspek

mengenai tidak membedakan status, mendengarkan keluhan pasien dan

memberikan perhatian khusus kepada setiap pelanggan. Hal ini membuat ibu

balita yang hadir ke posyandu merasa puas atas pelayanan yang diberikan oleh

petugas posyandu. Sedangkan ketanggapan (responsiveness) merupakan

kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat

atau tanggap. Dalam dimensi ini dapat dilihat aspek kemampuan petugas

posyandu dalam menyelesaikan keluhan pasien, memberikan informasi yang

jelas, mengenai kecepatan petugas posyandu dalam memberikan respon

keluhan pasien. Hal ini membuat ibu balita merasa puas karena petugas

posyandu selalu tanggap dan cepat dalam merespon keluhan ibu balita.

Keandalan (reability), ketanggapan (responsiveness) dalam penelitian

ini meliputi peryataan yang menggambarkan kemampuan petugas posyandu

dalam melakukan pelayanan serta kegiatan pada saat posyandu. Faktor-faktor

tersebut diinterprestasikan dalam peryataan petugas posyandu yang

menggambarkan bagaimana petugas posyandu dalam melakukan pelayanan,

Page 3: BAB v Revisi

55

kecepatan petugas posyandu dalam menanggapi keluhan ibu balita, cara

petugas dalam memprioritaskan ibu balita dalam memberikan pelayanan,

informasi-informasi yang diberikan petugas posyandu terkait kesehatan balita.

Empati (empathy), merupakan syarat untuk peduli, memberikan

perhatian pribadi kepada pelanggan. Empati meliputikemudahan dalam dalam

melakukan hubungan komunikasi, perhatian dan peduli serta memahami

kebutuhan dari pelanggan. (Cecep. 2012). Empati dalam penelitian ini

merupakan aspek yang berpengaruh dalam kinerja , empati disini meliputu

perhatian petugas kesehatan dalam kegiyatan posyandu, sikap perhatian dan

peduli serta cara petugas posyandu berkomunikasi kepada ibu balita, serta

pernyataan petugas posyandu yang menggambarkan tentang cara petugas

posyandu dalam memperhatikan kesehatan balita sehingga ibu balita merasa

empati yang petugas berikan dan ibu balita pun merasa nyaman dan puas

dengan kinerja yang dilakukan petugas posyandu.

Ketiga faktor dalam penelitian ini menjadi faktor yang paling

mempengaruhi kinerja petugas posyandu terhadap kepuasan ibu balita.

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Desi (2014) yang menyebutkan

bahwa Reability (keandalan), Empathy (empati), Tangibles (keberwujudan)

merupakan aspek dimensi untuk kepuasan konsumen. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian Suryawati (2006 yang dikuti oleh Parinduri 2009) yang

menyebutkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh perilaku, tanggapan,

dan perhatian perawat pada keluhan pasien. Hal ini juga sesuai dengan

Page 4: BAB v Revisi

56

penelitian Hermanto (2010) yang menyatakan bahwa variable empati dan

keberwujudan merupakan variable yang berpengaruh terhadap kepuasan

pasien rawat inap di SRUD. DR. H Soemarno S, Kalimantan timur.

2. Gambaran frekuensi kunjungan balita ke posyandu

Salah satu indicator partisipasi masyarakat dalam kegiyatan posyandu

adalah kunjungan balita ke posyandu. Dari hasil penelitian di posyandu Desa

Kedung Umpit Kabupaten Sragen didapatkan dari 100 responden ibu balita

sebagian besar aktif melakukan kunjngan ke posyandu, yaitu sejumlah 52

orang (52%). Menurut DEPKES RI (2008) ibu di katakana aktif ke posyandu

jika ibu hadir dalam mengunjungi posyandu sebayak ≥ 8 kali dalam 1

tahun.artinya ibu hamper selau mengikuti kegiatan posyandu. Dengan

aktifnya ibu ke posyandu sangat bermanfaat bagi ibu antara lain mendapat

informasi dan pelayanan kesehatan bagi anak balita, pertumbuhan anak balita

terpantausehingga tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk, bayi dan anak

mendapatkan vitamin A, bayi memperoleh imunisasi lengkap (Ismawati,

2010). Partisipasi ibu balita ke Posyandu dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan,

sosial ekonomi, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya), faktor pendukung

(lingkungan fisik, tersedia atau tidak fasilitas atau sarana kesehatan), dan

faktor penguat (tingkat kepuasan, sikap dan perilaku petugas kesehatan atau

petugas lain) (Notoatmodjo, 2010).

Page 5: BAB v Revisi

57

Faktor predisposisi antara lain: yang petama tingkat pendidikan ibu.

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk memberikan

kemampuan untuk berfikir, menelaah dan memahami informasi yang

diperoleh dengan pertimbangan yang lebih rasionaldan pendidikan yang baik

akan memberikan kemampuan yang baik pula dalam mengambil keputusan

tentang kesehatan keluarga (Hastono, 2009). Sedangkan Notoatmojo (2003),

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang.hal ini sesuai dengan penelitian Yuryanti (2010) yang menyatakan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan perilaku

kunjungan ibu ke posyandu. Yang kedua sikap ibu, menurut Purwanto dalam

Wawan (2010) sikap dapat bersifat positif dan negative, positif jika

kecenderungan tindakan berupa mendekati, menyenangi dan mengharapkan

obyek tertentu. Sedangkan negative bila kecenderungan tindakan menjahui,

menghindari, dan tidak menyukai objek tertentu. Apabila ibu balita

melakukan kunjungan keposyandu menunjukan bahwa proporsi perilaku

kunjungan baik dengan sikap positif terhadap kunjungan ke posyandu. Hal ini

sesuai dengan penelitian Hestri (2012) yang menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara sikap ibu dengan perilaku ibu balita berkunjung ke

posyandu.

Faktor pendukung yang petama tempat pelaksanaan posyandu.

Tempat-tempat pelaksanaan kegiyatan posyandu sebaiknya berada pada

lokasi yang mudah terjangkau oleh masyarakat, tempat penyelenggaraan

Page 6: BAB v Revisi

58

tersebut bias dilakukan di salah satu rumah warga, balai desa/ kelurahan,

balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruang perkantoran

atau tempat khusus di bangun secara swadaya oleh masyarakat setempat

(Kemenkes, 2011). Dari hasil penelitian Hesti (2012) mengatakan tidak ada

hubungan yang bermakna antara tempat pelaksanaan posyandu dengan

perilakuk ibu balita berkunjung ke posyandu. Yang kedua Jarak posyandu,

pada umumnya orang akan mencari tempat pelayanan kesehatan ke fasilitas

yang berlokasis didekat tempat tinggal mereka. Bila keadaan mengharuskan

mereka pergi ketempat yang jauh lokasinya, maka tempat tersebut harus

memiliki fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dan dapat memberikan

pelayanan kesehatan lanjutan (www.woldpress.com). Hal ini sama dengan

penelitian dari Maharsi (2007) dengan hasil ada hubungan antara jarak

posyandu dengan tingkat kunjungan ibu balita dating ke posyandu.

Faktor penguat antara lain dukungan keluarga Kedudukan seorang istri

dalam keluarga bergantung pada suami, sedangkan kedudukan seorang anak

perempuan bergantung pada ayah. Keikutsertaan perempuan dalam suatu

kegiatan biasanya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari keluarga

ataupun suaminya, sehingga keluarga ataupun suami tersebut dapat menjadi

faktor yang mempengaruhi keikutsertaan perempuan dalam suatu program

(Muniarti, 2004). Hal ini sesuai dengan penelitian Yuyanti (2010) bahwa ada

hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan kunjungan ibu balita

ke posyandu.

Page 7: BAB v Revisi

59

B. Analisa Bivariad

1. Ada hubungan antara kepuasan pelayanan posyandu dengan frekuensi

kunjungan balita ke posyandu Desa Kedung Upit Kabupaten Sragen

Berdsarkan hasil penelitian didapatkan hasil p-velue 0,000 <0,05 maka

disimpulkan bahwa ada hubungan yang siknifikan antara kepuasan pelayanan

posyandu dengan frekuensi kunjungan balita ke posyandu di Desa Kedung

Upit Kabupaten Sragen dan dari hasil uji OR didapatkan 11,7. Artinya ibu

balita yang tidak puas beresiko 11,7 kali lebih besar tidak aktif melakukan

kunjungan posyandu dibandingkan responden yang puas. Hal ini di

karenakan apabila ibu balita merasa senang, gembira atau puas atas

pelayanan yang diberikan petugas posyandu pasti dia akan berkunjung lagi ke

posyandu utuk menimbang balitanya. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan

oleh Muninjaya (2014) yang mengatakan pelagan yang puas akan berbagi

rasa dan pengalaman mereka kepada teman, keluarga dan tetangga. Sikap

seperti ini akan memberikan nilai tambah untuk kepuasan pengguna

(keluarga dan masyarakat) yang juga menjamin partisipasi aktif (complience)

mereka.

Berdasarkan distribusi responden kepuasan pelayanan posyandu

dengan frekuensi kunjungan balita di posyandu desa Kedung Upit Kabupaten

Sragen menunjukan bahwa dari 100 responden didapatkan 62 orang (62%)

mengatakan puas dari 62 orang itu 42 orang (72,6%) aktif ke posyandu dan 7

Page 8: BAB v Revisi

60

orang (18,4) tidak aktif ke posyandu. Sedangkan 38 orang (38%) mengatakan

tidak puas dari 38 orang tersebut 31 orang (81,6%) tidak aktif ke posyandu

dan 7 orang aktif ke posyandu.

Berdasarkan data di atas didapatkan dari 62 orang (62%) ibu balita

yang mengatakan puas, 17 orang (27,4%) tidak aktif ke posyandu. Hal ini

dikarenakan kunjungan ibu balita ke posyandu tidak hanya di pengaruhi oleh

tingkat kepuasan ibu balita saja tetapi di pengaruhi oleh faktor lain antara lain

pekerjaan ibu. Sebagian besar masyarakat di Desa Kedung Upit bekerja

sebagai buruh tani tidak terkecuali ibu-ibu sehingga ibu-ibu yang mempunyai

balita mementingkan mencari nafkah untuk membantu keluarganya

dibandingkan untuk membawa anaknya ke posyandu. Hal ini sesuai dengan

pendapat Depkes (2002) yaitu Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik

untuk kepentingan sendiri maupun keluarga. Faktor pekerjaan berpengaruh

pada peran ibu yang memiliki balita sebagai timbulnya suatu masalah pada

ketidak aktifan ibu berkunjung ke posyandu, karena mereka mencari nafkah

untuk memenuhi kebutuhan yang belum cukup, yang berdampak pada tidak

adanya waktu para ibu balita untuk aktif pada kunjungan ke posyandu, serta

tidak ada waktu ibu mencari informasi karena kesibukan mereka dalam

bekerja. Kondisi kerja yang menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi

ketidak aktifan. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya frekuensi ibu yang

memiliki balita untuk berkunjung ke posyandu akan berkurang. Hal ini juga

sesuai teori yang dikemukakan oleh Hastono (2009) yang mengatakan ibu

Page 9: BAB v Revisi

61

yang bekerja akan lebih sibuk sehingga tidak ada waktu untuk kunjung ke

posyandu di bandingkan ibu yang tidak bekerja.

Berdasarkan data diatas didapatkan dari 38 ibu balita yang tidak puas 7

diantaranya aktif mengikuti kegiyatan posyandu. Hal ini di sebabkan karena

jarak antara rumah ibu balita dekat dengan posyandu. Sesuai teori yang

dikemukakan oleh Asdhany & Kartini (2012) semakin dekat jarak tempuh

rumah dengan dengan tempat penyelenggaraan posyandu, maka akan lebih

banyak masyarakat memanfaatkan posyandu. Sedangkan menutut Kresno

(2005) Faktor biaya dan jarak pelayanan kesehatan dengan rumah

berpengaruh terhadap perilaku penggunaan dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

C. Keterbatasan penelitian

Beberapa kendala atau keterbatasan yang dihadapi dan dirasakan oleh

peneliti dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1. Pada penelitian ini peneliti hanya meneliti kepuasan pelayanan posyandu

tetapi tidak melihat fakta-fakta lain yang mempengaruhi kunjungan balita ke

posyandu seperti umur ibu, pendidikan, pekerjaan, akses terhadap pelayanan

kesehatan, dukungan keluarga, dukungan kader posyandu, dan dukungan

tokoh masyarakat

2. Terlalu sibuknya responden sehingga peneliti susah untuk bertemu.