Upload
ngobao
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
43
BAB VII
LAMPIRAN DAN KESIMPULAN
VII.1 LAMPIRAN
VII.1.1 ARSITEKTUR BALI.
Arsitektur Bali terutama arsitektur tradisional Bali adalah sebuah aturan tata
ruang turun temurun dari masyarakat Bali seperti rontal Asta Kosala kosali,
Asta Patali, dll yang sifatnya luas meliputi segala aspek kehidupan masyarakat
Bali. Ini pula yang mesti dipahami oleh arsitek Bali dalam merancang sebuah
bangunan dengan memperhatikan tata ruang masyarakat Bali (arsitektur Bali).
Arsitektur tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar
yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah :
* Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga
* Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala
* Konsep keseimbangan kosmologi, Manik Ring Cucupu
* Konsep court, Open air
* Konsep kejujuran bahan bangunan
* Konsep Dimensi tradisional Bali yang didasarkan pada proporsi dan skala
manusia yang meliputi Astha, Tapak, Tapak Ngandang, Musti, Depa, Nyari,
A Guli serta masih banyak lagi yang lainnya.
Tri Angga adalah konsep dasar yang erat hubungannya dengan perencanaan
arsitektur, yang merupakan asal-usul Tri Hita Kirana. Konsep Tri Angga
membagi segala sesuatu menjadi tiga komponen atau zone:
* Nista (bawah, kotor, kaki),
* Madya (tengah, netral, badan) dan
* Utama (atas, murni, kepala)
Ada tiga buah sumbu yang digunakan sebagai pedoman penataan bangunan di
Bali, sumbu-sumbu itu antara lain:
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
44
* Sumbu kosmos Bhur, Bhuwah dan Swah (hidrosfir, litosfir dan atmosfir)
* Sumbu ritual kangin-kauh (terbit dan terbenamnya matahari)
* Sumbu natural Kaja-Kelod (gunung dan laut)
Dari sumbu-sumbu tersebut, masyarakat Bali mengenal konsep orientasi
kosmologikal, Nawa Sanga atau Sanga Mandala. Transformasi fisik dari konsep
ini pada perancangan arsitektur, merupakan acuan pada penataan ruang
hunian tipikal di Bali
PENERAPAN TRI HITA KARANA PADA PERENCANAAN
PERUMAHAN DI BALI
Dibukanya Pulau Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan fasilitas
pendukung lainnya, termasuk perumahan yang memerlukan lahan yang luas,
sedangkan perumahan telah ada, terutama di kota-kota sudah sangat padat,
dan lahan yang masih tersisa sangat terbatas.
Untuk mengatasi keterbatasan lahan, perlu ada strategi di dalam perencanaan
sehingga memenuhi persyaratan perumahan yang sehat dimana dicapai dengan
terpenuhinya unsur-unsur fisik, psikologi, dan sosial oleh penghuni dalam
menggunakan perumahan tersebut.
Dalam perencanaan perumahan dapat dicapai dari dua segi, menyesuaikan
dengan lingkungan dan memanfaatkan teknologi. Teknologi diciptakan karena
ada kekurangan dalam proses biologis, atau membutuhkan waktu yang terlalu
lama. Tetapi menggunakan teknologi berlebihan, mengakibatkan keadaan kritis
pada lingkungannya. Faktor utama penyebab pecemaran lingkungan adalah
manusia.
Oleh karena itu, untuk mengatasi lingkungan di Bali diperlukan pendekatan
kultural dengan kearifan lokal yang telah dimiliki, salah satunya “Tri Hita
Karana” yaitu…
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan lingkungannya.
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
45
1. Hubungan Manusia dengan Tuhan
Untuk mencapai kedamaian dan keharmonisan dalam jiwa, setiap
pemeluk agama Hindu diajarkan lima prisip kepercayaan yang disebut
Panca Srada yaitu:
a. Brahman percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa,
b. Atman percaya adanya roh,
c. Karma Pala percaya kepada segala perbuatan pasti ada hasilnya,
d. Reinkarnasi percaya adanya penitisan kembali,
e. Moksah tujuan akhir pemeluk Hindu, yaitu ketenangan abadi atau
bebas dari ikatan duniawi.
Dalam upaya untuk mengharmoniskan hidup ini dengan Tuhan dengan sesama
manusia dan lingkungan, pemeluk agama Hindu perlu melaksanakan panca
yadnya yakni dewa yadnya, pitra yadnya, resi yadnya, manusa yadnya, dan
buta yadnya.
Agar bisa melakukan hubungan antara atma dengan paratma atma untuk bisa
mencapai kesucian jiwa
Lebih lanjut, jika lahan yang tersedia memungkinkan perlu dibangun fasilitas
persembahyangan pada setiap rumah dan perumahan yang memadai sesuai
dengan desa kala patra dengan mempertimbangkan lahan yang tersedia.
2. Hubungan Manusia dengan Manusia
Manusia tidak akan sempurna bila hidup sendiri. Manusia akan menata
hubungan dengan yang lainnya dengan bermasyarakat.
Menurut Pudjiwati Sajogyo dalam Sosiologi Pembangunan, masyarakat
pada umumnya dapat diklasifikasikan atas:
1. Kesatuan budaya dan keagamaan
2. Kesatuan pekerjaan /ekonomi.
3. Kesatuan politik.
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
46
Dalam budaya Bali yang penduduknya kebanyakan agama Hindu
memperhatikan pembinaan keluarga mulai dari terbentuknya janin sampai
meninggal penuh dengan upacara adat dan agama.
Sedangkan hubungan yang lebih besar dibidang budaya, politik, ekonomi
dilaksanakan di atas kesatuan kelompok seperti banjar, sekeha, subak. Dari
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan periode, sehari-hari, mingguan
maupun tahunan, dalam perencanaan agar dipertimbangkan dengan sebaik-
baiknya. Sebagai contoh dalam perencanaan kurang dipikirkan adanya ruang
terbuka untuk menerima tamu pada saat pelaksanaan upacara pernikahan atau
upacara besar lainya, maka upacara tersebut harus dilakukan di luar
lingkungan perumahan yang biasanya membutuhkan dana yang lebih banyak.
3. Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan mencakup sangat luas. Menurut Emil
Salim dalam Lingkungan Hidup dan Pembangunan mengungkapkan
bahwa lingkungan hidup dan pembangunan diartikan sebagai segala
benda, kondisi dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita
tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
Secara umum, lingkungan sering di klasifikasikan dalam:
1. Lingkungan Abiotik; yaitu lingkungan benda-benda mati seperti air,
tanah, gas, api, dan gas energi yang terkandung didalamnya.
2. Lingkungan Biotik; yakni, flora, fauna, dan segala sesuatu yang
memiliki zat hidup baik yang hidup di darat maupun di air.
3. Lingkungan cultural/kebudayaan yakni mencakup seluruh aktivitas
manusia yang menempati dimensi ruang yang tidak terbatas.
Bangunan rumah dalam perumahan tradisional Bali perencanaanya
memperhatikan lingkungan abiotik dengan menutup bangunan dengan tembok
penyengker (tembok keliling), sedangkan tiap bangunan yang ada di dalamnya
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
47
dibiarkan terbuka agar bisa memanfaatkan cahaya, udara, dengan leluasa
dengan membuka ruang seluas mungkin yang bisa berorietasi ketengah (natah).
Satu areal pekarangan pada rumah tradisional Bali pada umumnya dibagi atas
tiga bagian yaitu bagian luan (atas) digunakan untuk tempat persembahyangan,
bagian tengah untuk tempat tinggal sedangkan bagian teben (rendah) untuk
menyimpan bahan-bahan yang tidak berguna lagi dan memelihara hewan. Pada
setiap areal ini juga direncanakan tempat-tempat untuk tumbuh-tumbuhan
yang bermanfaat untuk sarana upacara, kebutuhan rumah tangga maupun
untuk obat-obatan.
Dari segi kekuatan juga diperhatikan pemilihan bahan bangunan, juga
disesuaikan dengan lingkungannya sebagai akibat dari posisi pulau Bali yang
merupakan jalur gempa, maka bahan struktur lebih banyak dipertimbangkan
menggunakan bahan-bahan yang lebih fleksibel, seperti kayu maupun bambu.
Dari segi keindahan bahan-bahan yang dipakai, bahan alamiah dengan warna
aslinya, penempatannya juga diatur sesuai dengan logika seperti bahan yang
memberi kesan yang ringan ditempatkan pada bagian atas sedangkan bahan
yang kesannya berat ditempatkan pada bagian bawah dengan proporsi yang
telah terencana. Hal-hal tersebut dapat memberi gambaran dan inspirasi untuk
membantu perencanaan rumah dan perumahan untuk masa kini dan yang akan
datang.
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
48
VII.1.2 PERSYARATAN ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG DI BALI.
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2005
TENTANG PERSYARATAN ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Pasal 1
Arsitektur adalah tata ruang dan tata bentuk sebagai wadah kegiatan manusia
baik individu maupun kelompok untuk menunjang kesejahteraan jasmani dan
rohani.
Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan secara turun –temurun yang
dianggap baik dan benar oleh masyarakat.
Arsitektur tradisional Bali adalah tata ruang dan tata bentuk yang
pembangunannya didasarkan atas nilai dan norma-norma baik tertulis maupun
tidak tertulis yang diwarikan secara turun-temurun.
Arsitektur non tradisional Bali adalah arsitektur yang tidak menerapkan
norma-norma arsitektur tradisional Bali secara utuh tetapi menampilkan gaya
arsitektur tradisional Bali.
Arsitektur setempat adalah arsitektur yang telah mentradisi/berakar/mapan
dalam budaya masyarakat di suatu satuan lingkungan tradisi dari tradisi kecil
sampai lingkungan tradisi besar di propinsi Bali.
Arsitektur warisan adalah arsitektur peninggalan masa lampau di Provinsi Bali,
baik dalam keadaan terawatt/dimanfaatkan sesuai fungsinya atau tidak
terawat/tidak digunakan sesuai fungsi, bergerak atau tidak bergerak, berupa
kesatuan atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisanya, yang dianggap
memiliki nilai-nilai penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah, kebudayaan, dan
nilai-nilai signifikan lainnya, seperti yang diatur dalam peraturan perundang –
undangan.
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
49
Persyaratan Arsitektur adalah persyaratan yang berkaitan dengan bentuk dan
karakter penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, dan
kesimbangan/keselarasanya dengan lingkungannya.
Gaya arsitektur tradisional Bali adalah corak penampilan arsitektur yang dapat
memberikan citra/nuansa arsitektur berlandasarkan budaya Bali yang dijiwai
oleh agama Hindu melalui penerapan berbagai perinsip bentuk yang
mengandung identitas maupun nilai-nilai arsitektur tradisional Bali.
Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
pekarangan sebagai tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau dibawah tanah dan/atau air.
Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas
dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, kegiatan budaya, kegiatan
campuran, maupun kegiatan khusus.
Bangunan gedung fungsi usaha adalah bangunan gedung yang digunakan
sebagai tempat untuk kegiatan usaha.
Bangunan gedung fungsi social dan budaya adalah bangunan gedung yang
digunakan sebagai tempat untuk kegiatan pelayanan social dan kegiatan
interaksi manusia dengan lingkungan serta kehidupannya.
Bangunan gedung fungsi campuran adalah bangunan gedung yang memiliki
lebih dari satu fungsi.
Bangunan gedung fungsi khusus adalah bangunan gedung yang mempunyai
tingkat kerahasiaan fungsi yang tinggi dan/atau yang mempunyai potensi resiko
bahaya yang besar.
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
50
Pekarangan adalah bidang lahan dengan bentuk dan ukuran tertentu yang
bersisi atau akan diisi bangunan.
Penyelenggaraan adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses
perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan,
pelestarian, dan pembongkaran.
Pemanfaatan adalah kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan
fungsi yang telah ditetapkan termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan dan
pemeriksaan secara berkala.
Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga kehandalan bangunan gedung beserta
prasana dan sarananya agar tetap laik fungsi.
Pembingkaran adalah kegiatan membongkar/merobohkan seluruh atau sebagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasana dan
sarananya.
Peransert masyarakat adalah berbagaikegiatan masyarakat yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk ikut mengawasi
dan bergerak dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Kawasan khusus adalah suatu satuan territorial yang ditetapkan oleh Gubernur
berdasarkan persyaratan arsitektur khusus, karakteristik alam, dan budaya
dengan tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pelestarian, dan pengayaan
kasanah Arsitektur Bali.
Pasal 2
Arsitektur bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas manfaat,
kehendak, keindahan, dan kekhasan bentuk/karakter arsitektur serta
keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
Pasal 3
Pengaturan persyaratan arsitektur bangunan gedung bertujuan untuk;
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
51
a) mewujudkan bangunan gedung yang memiliki corak dan karakter
arsitektur tradisional Bali secara umum maupun corak arsitektur khas
setempat serta yang serasi dan terpadu dengan lingkungannya; dan
b) mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung
agar menghasilkan bangunan gedung yang sesuai dengan prinsip-prinsip
arsitektur tradisional Bali.
Pelestarian Bali didukung pula oleh lestarinya budaya Bali. Nilai-nilai
luhur arsitektur tradisional Bali sebagai bagian dari budaya Bali
merupakan unsure yang juga harus dilestarikan. Melestarikan arsitektur
sebagai bagian dari budaya bali di samping dengan cara
mempertahankan identitas fisik arsitetur sebagai bagian dari aspek
ekspresif budaya Bali, juga perlu memberi peluang kreativitas untuk
mengadaptasi tuntutan perkembangan penduduk serta kemajuan
teknologi. Kebebasan berkreasi dalam asrsitektur merupakan has azasi
manusia, namun sebagai makhluk social yang menginginkan terjadinya
kekayaan budaya melalui pelestarian identitas arsitektur diperlukan
adanya rambu-rambu berupa peraturan sebagai aat pengedalian.
Undang – Undang tentang Bangunan Gedung Nomor 28 dan Peraturan
Daerah Tingkat I Bali Nomor 4 tahun 1974 telah mengatur persyaratan
arsitektur bangunan gedung termasuk penyelenggaraan bangunan gedung,
termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada
setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran
masyarakat dan Pembina oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan
ketentuah penurup.
Esensi yang terkandung dari peraturan perundangan tersebut, khususnya
yang berkaitan dengan persyaratan arsitektur adalah adanya rambu-rambu
dalam pengembangan arsitektur, insentif untuk pembangunan arsitektur,
insentif untuk pembangunan arsitektur tradisional, dan penyelamatan
arsitektur warisan yang bernilai tinggi.
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
52
Oleh karena itu, arstektur di Provinsi Bali dimasa depan terdiri atas :
a. Arsitektur warisan;
b. Arsitektur tradisional Bali;
c. Arsitektur non tradisional Bali.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan
bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus diselenggarakan secara
tertib dan terkendali.
Karena pengendalian langsung tentang persyaratan arsitektur bangunan
sesuai dengan semangat otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang
– Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Maka Kabupaten/Kota harus membuat peraturan daerah kabupaten/kota yang
memat ketentuan tentang persyaratan arsitektur bangunan gedung dengan
mengadopsi, menjabarkan, dan lebih memperinci subsansi Peraturan Daerah ini
agar memiliki kekhasan sesuai potensi daerah dan lebih mudah ditetapkan.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas
kemanfaatan, keselamatan , keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung
dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan
dan berkeadilan.
Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan
hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung
untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan
pemenuhan persyaratan arsitektur bangunan gedung dengan
lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan
berkeadilan.
Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan
hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung
untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan
pemenuhan persyaratan arsitektur bangunan gedung dan tertib
penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya..
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
53
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI
TAHUN 2009
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI
Pasal 163
Ayat (1)
Huruf A
Amplop bangunan yang ditetapkan, antara lain, meliputi garis sempadan bangunan,
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar hijau, dan
ketinggian bangunan.
Dalam pengembangan ketinggian bangunan yang memanfaatkan ruang udara di
atas permukaan bumi dilakukan pembatasan sebagai berikut:
- pada prinsipnya ketinggian bangunan dibatasi maksimum 16 meter diatas permukaan
tanah tempat bangunan didirikan.
- guna memberikan kelonggaran pengembangan bentuk atap arsitektur tradisional Bali,
ketinggian bangunan dihitung dari permukaan tanah sampai dengan perpotongan
bidang tegak struktur bangunan dan bidang miring atap bangunan, serta dilarang
memanfaatkan ruang diatas bidang perpotongan tersebut untuk melakukan kegiatan
yang bersifat permanen.
- bangunan-bangunan yang ketinggiannya boleh melebihi 16 meter adalah: bagian-bagian
bangunan umum yang tidak perlu lantai untuk aktivitas manusia yaitu bangunan
fasilitas peribadatan seperti pelinggih untuk pura, menara-menara dan kubah mesjid
dan gereja, pagoda dan yang sejenis; bangunan khusus yang berkaitan dengan
pertahanan kemananan dan keselamatan penerbangan, menara dan antene pemancar
pertelekomunikasian dan menara jaringan transmisi tegangan tinggi; monumen, dan
sebagainya yang mutlak membutuhkan persyaratan ketinggian lebih dari 16 meter,
pembangunannya tetap memperhatikan keserasian terhadap lingkungan sekitarnya
serta dikoordinasikan dengan instansi terkait.
- bangunan umum dan bangunan khusus yang ketinggiannya boleh melebihi 16 meter
diprioritaskan pengembangannya pada kawasan-kawasan di luar : kawasan lindung,
kawasan budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah (sawah produktif), tempat suci
dan kawasan suci, permukiman tradisional (permukiman yang tumbuh secara alami serta
didukung oleh kehidupan budaya setempat yang kuat).
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
54
Sumber: http://www.denpasarkota.go.id/instansi/?cid==IzM&s=kritik&xid=479
TANGGAPAN :
Dasar Ketentuan :
1. Perda Kodya Dati II Denpasar Nomor 10 Tahun 1999, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Denpasar
2. Perda Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2001, tentang Ijin Bangun.
3. Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II Denpasar, Nomor 41 Tahun 1995,
tentang Garis Sempadan Bangunan di Kota Denpasar
4. Keputusan Walikota Denpasar Nomor 317 Tahun 2003, tentang Penataan Kawasan Pantai
Kota Denpasar.
Syarat- syarat :
1. Bangunan Perkantoran :
KDB, maksimum 50 % dari luas lahan.
KLB, maksimum 4 x KDB, dengan ketinggian tidak lebih dari 15 meter.
Wajib menyediakan parker secara memadai dengan luas minimum adalah :
Seluas 20 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai satu.
Seluas 30 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai dua.
Seluas 40 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai tiga.
Bagi parkir didalam bangunan ( in door ) dan bertingkat diperkenankan hanya 1 (satu)
lantai dibawah permukaan tanah, serta puncak bangunan harus menggunakan atap.
2. Bangunan Hotel :
KDB, maksimum 40 % dari luas lahan.
KLB, maksimum 4 x KDB, dengan ketinggian tidak lebih dari 15 meter.
Wajib menyediakan parker secara memadai dengan luas minimum adalah :
Seluas 20 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai satu.
Seluas 30 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai dua.
Seluas 40 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai tiga.
Bagi parkir didalam bangunan ( in door 0 dan bertingkat diperkenankan hanya 1 (satu)
lantai dibawah permukaan tanah, serta puncak bangunan harus menggunakan atap.
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
55
3. Khusus untuk kawasan Pantai Sanur, dari Pantai Matahari Terbit sampai
dengan Pantai Mertasari :
Bangunan diatas 2 (dua) lantai, sempadan bangunan ditetapkan 100 meter dari jalan
setapak.
Bangunan 2 (dua) lantai sempadan bangunan ditetapkan 50 meter dari jalan setapak.
Bangunan tidak bertingkat memakai dinding tembok, sempadan bangunan ditetapkan
25 meter dari jalan setapak.
Bangunan tidak bertingkat dan terbuka, sempadan bangunan ditetapkan 5 meter dari
jalan setapak.
Pagar halaman dibangun dengan jarak 1,5 (satu setengah) meter dari jalan setapak
yang dapat dipergunakan sebagai telajakan.
Dari proses Yadnya inilah melahirkan konsep Filsafat Ekosistem Dalam Hindu Dharma
yaitu Tri Hita Karana.
Menurut arti katanya, Tri Hita Karana berarti tiga sebab adanya kebaikan.
Tri = tiga;
Hita = kebaikan
Karana = sebab (sumber).
Ketiga sumber inilah yang melahirkan Sorga di alam nyata (Sekala) dan sorga bahkan
samapai alam Bhatara dan dewa-dewa di alam tidak nyata (Niskala).
Tri Hita Karana merupakan pedoman bagi penganut Agama Hindu di dalam
mengembangkan hidup kemasyarakatannya. Ini berkembang menjadi ajaran tentang
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, sekaligus tentang ketergantungan satu
sama yang lain dalam berbagai aspek kehidupan ini.
Dalam pandangan Agama Hindu masyarakat itu sendiri diwarnai oleh sesuatu yang
hidup oleh kehidupan itu sendiri, dan oleh yang menghidupi.
Masing-masing sebab ini mempunyai jalur tertentu yang mengarah pada satu kaitan
yang satu dengan yang lain saling berkaitan, sebagai satu-kesatuan.
Karena tidak akan berakibat kebaikan bila jalur yang satu tidak mengindahkan yang
lainnya.
Kiranya sudah terjawab bagaimana mencapai Sorga Sekala & Niskala yaitu
melaksankan Tri Hita Karana
[BBAALLAAII AAPPRREESSIIAASSII TTAARRII] TUGAS AKHIR (RA 091381)
EKA NURDIANA ::: 3205.100.007 Dosen Koordinator : Ir. M Salatoen, MT Dosen Pembimbing : Ir. Rullan Nirwansyah, MT.
56
VII.2 KESIMPULAN
Perumahan adalah bangunan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan
Perumahan layak merupakan kebutuhan dasar manusia dan
merupakan faktor penting untuk meningkatkan harkat dan
kesejahteraan. Selain itu rumah dan perumahan merupakan
cerminan dari jati diri manusia baik perorangan maupun
kelompok dan kebersamaan dalam masyarakat.
Perencanaan suatu perumahan memerlukan pemikiran dengan
pandangan yang luas dalam pengaturan fisik maupun pengaturan
sosialnya dengan pertimbangan teknik dan budaya yang
berlangsung pada lingkungan setempat.
Konsep Tri Hita Karana tentu masih relefan diterapkan di Bali
pada kini maupun untuk masa yang akan datang dengan tidak
mengabaikan perkembangan teknologi dan budaya yang akan
berlangsung. Tri Hita Karana merupahkan konsep universal yang
bisa berlaku secara regional, nasional maupun internasional