Upload
dimaria69
View
243
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 bahanqq.pdf
1/103
SKRIPSI
PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU TERHADAP KEAMANAN PANGAN
JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
Oleh
RINA NUZULIA FITRI
F24102072
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
7/25/2019 bahanqq.pdf
2/103
PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU TERHADAP KEAMANAN PANGAN
JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
Oleh
RINA NUZULIA FITRI
F24102072
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
7/25/2019 bahanqq.pdf
3/103
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU TERHADAP KEAMANAN PANGAN
JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
Oleh
RINA NUZULIA FITRI
F24102072
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1984
Di Sumedang
Tanggal lulus : 11 April 2007
Menyetujui,
Bogor, 14 Mei 2007
Prof. Dr. Winiati P Rahayu
Pembimbing Akademik
Mengetahui
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
7/25/2019 bahanqq.pdf
4/103
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1984 di
Sumedang, Jawa Barat. Penulis adalah anak ke-2 dari 3
bersaudara, pasangan keluarga Drs.Agus Salim, AR. MSi
dan Emin Rukmini (alm). Riwayat pendidikan penulis
dimulai dari TK Pertiwi Merauke (19881990), SD Negeri 1
Merauke (19901993), SD Negeri Sukatali Sumedang
(19931996), SMP Negeri 1 Merauke (1996 1999) dan
SMU Negeri 1 Merauke (1999 2002).
Penulis kemudian masuk Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2002 dan terdaftar sebagai mahasiswapada Program Studi Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor,
Penulis pernah mengurus beberapa acara sebagai anggota panitia pelaksana seperti
Lepas Landas Sarjana, BAUR dan sebagainya. Penulis melakukan Kuliah Kerja
Nyata di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat dengan
judul Bergerak Bersama dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan,
Kewirausahaan serta Kelestarian Lingkungan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Teknologi Pertanian IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul Persepsi
Orang Tua dan Guru Terhadap Keamanan Jajanan Anak Sekolah Dasar di
Kota Bogordi bawah bimbingan Prof. Dr. Winiati P.Rahayu.
7/25/2019 bahanqq.pdf
5/103
7/25/2019 bahanqq.pdf
6/103
terjadi karena menurut guru pangan jajanan yang dijual di sekitar sekolah hanya
sebagian yang aman (69,38%) dan kurang bersih (85,00%). Untuk pencegahan baik
ibu (96,98%) maupun guru (92,50%) sudah mengingatkan anak untuk mencuci
tangan sebelum menyentuh pangan.
Dilihat dari korelasi antar parameter dengan menggunakan uji chi-square
terhadap responden orang tua diketahui bahwa terdapat hubungan antara profilresponden seperti usia, pekerjaan, pengeluaran dan pendidikan dengan beberapa
persepsi responden terhadap keamanan pangan. Namun setelah dilakukan regresi di
dapatkan bahwa nilai R square rata-rata mendekati 0. Artinya hubungan yang ada
sangat lemah. Demikian pula dengan korelasi antar parameter guru. Dari analisis
Chi-squareterdapat hubungan antara profil guru seperti umur dengan persepsi guru
dalam memonitor keamanan pangan jajanan di kantin sekolah dan di sekitar sekolah
serta pengaruh yang ditimbulkan oleh bahan kimia berbahaya serta jenis kelamin
guru dengan aktivitas guru dalam memonitor keamanan jajanan disekitar sekolah dan
gangguan kesehatan anak setelah jajan di sekitar sekolah. Namun setelah dilakukan
regresi diperoleh nilaiR squaremendekati 0.
7/25/2019 bahanqq.pdf
7/103
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, hidayah serta nikmat yang telah diberikannya, sehingga penulis dapatmenyelesaikan skripsi dengan judul: PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU
TERHADAP KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR
DI KOTA BOGOR.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan
skripsi ini, terutama kepada:
1. Ayah Drs. Agus Salim Ar, MSi dan Bunda Encum Aan Hasanah S.sos yang
selalu memberikan dukungannya berupa doa dan kasih sayang, semangat dan
materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini.
Karya ini kupersembahkan untuk kalian.
2. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku Pembimbing Akademik atas bantuan,
bimbingan, saran, kritik dan dukungan pada penulis selama penulis menimba
ilmu di ITP.
3. Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, MS dan Ibu Dra. Waysima, MSc yang telah
meluangkan waktu serta telah memberikan masukan kepada penulis.
4. Kepala Sekolah dan Para Guru tempat penulis melakukan penelitian serta
para orang tua atas bantuan maupun kerjasamanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir.
5. Seluruh Staf pengajar ITP yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
selama belajar di ITP.
6.
Almarhumah Mamah Mien, Tetehku Revy JuniaSari, ade-adeku: Alfindra
Sepalawandika dan Reni Febrianti serta keponakan kecilku Ervian Ikhsandi
Sentosa.
7.
Seluruh keluarga di Sumedang dan di Aceh yang selalu memberikan
semangat agar penulis cepat menyelesaikan tugas akhir dan atas doa yang
diberikan selama ini.
8.
Sahabat terbaikku: Meilina, Rizky, Dian, Hana, Denok, Retno, Vero, Ira, dan
Dikres. Terima kasih atas persahabatan, dukungan, dan candanya.
7/25/2019 bahanqq.pdf
8/103
9. Dadan Moh. Ramdan, SP yang selalu memberi warna dan keceriaan dalam
kehidupanku. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya semoga untuk
selamanya.
10.Teman-teman sebimbingan: Yayah, Ocha, mba Nur, mba Anita, mba Rini,
dan mba Aryani.
11.Anak-anak golongan C ITP 39, khususnya C2 (Arti, Rizky yandi, Aulia,
Bekti) dan semua anak-anak ITP 39 lainnya atas kebersamaan selama ini.
12.MrQ crew: Nita, Mega, dan Vivi atas segala dukungan dan persahabatannya.
13.Teman-teman KKN Purwasari (Heri, anggi, Elka, Tuti, Rina, Erik, Dikky).
Terima kasih atas persahabatan yang tetap ada hingga saat ini.
14.Teman-teman lain (Dewi, Elis, Dida, Itang, Afriandi, Anggun, dan Dodi,).
Atas kebersamaan dan dukungannya.15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
karenanya saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan dalam perbaikan
selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta
pembaca umumnya.amin.
Bogor , 14 Mei 2007
Penulis
7/25/2019 bahanqq.pdf
9/103
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................... 1
B. TUJUAN ........................................................................................ 3
C. KEGUNAAN PENELITIAN ......................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH ............. 4
B. KEBIASAAN JAJAN ANAK SEKOLAH ..................................... 6
C. RISIKO BAHAYA KERACUNAN PANGAN.............................. 8
D. PERSEPSI TERHADAP KEAMANAN PANGAN ...................... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ...................................... 15
B. CARA PENENTUAN SAMPEL ................................................... 15
1. Penentuan SD ............................................................................ 15
2. Penentuan Orang Tua dan Guru ................................................ 16
C. CARA PENGUMPULAN DATA ................................................. 17
D. PENYUSUNAN DAN PENGUJIAN KUISIONER ...................... 18
1. Validitas ................................................................................... 19
2. Reliabilitas ............................................................................... 20
E. ANALISIS DATA ......................................................................... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEADAAN UMUM LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN ..... 24
B. VALIDITAS KUISIONER ............................................................ 26
7/25/2019 bahanqq.pdf
10/103
C. RELIABILITAS KUISIONER ...................................................... 28
D. PROFIL RESPONDEN ................................................................. 28
1. Orang Tua ................................................................................ 28
2. Guru ................................................................................ 30
E. PERSEPSI ORANG TUA .............................................................. 34
1. Rutinitas Sarapan ..................................................................... 34
2. Kebiasaan Jajan ........................................................................ 36
3. Pangan Jajanan di Sekolah ....................................................... 38
F. PERSEPSI GURU .......................................................................... 40
1. Aktifitas Guru untuk Memonitor Pangan Jajanan dan
Mengingatkan Anak Didik ..................................................... 40
2. Pangan Jajanan di Sekolah ....................................................... 413. Kebersihan Pangan jajanan ....................................................... 42
G. PERBANDINGAN ANTARA PERSEPSI ORANG TUA DAN
GURU ............................................................................................ 42
1. Gangguan Kesehatan ................................................................. 42
2. Bahan Kimia Berbahaya ........................................................... 44
3. Sanitasi dan Higienis ................................................................. 45
4. Informasi Tentang Keamanan Pangan ...................................... 48
5. Klasifikasi Tingkat Persepsi Responden ................................... 49
H. KORELASI ANTAR PARAMETER TERHADAP PERSEPSI .... 50
1. Orang Tua ................................................................................ 50
2. Guru .......................................................................................... 51
V. KESIMPILAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN .............................................................................. 52
B. SARAN .......................................................................................... 53
1. Orang Tua ................................................................................ 542. Guru ......................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 55
LAMPIRAN ....................................................................................... 60
7/25/2019 bahanqq.pdf
11/103
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data korban dan penyebab kasus keracunan pangan di
lingkungan sekolah pada tahun 2006 ..................................... 5
Tabel 2. Gejala diare akibat bakteri pathogen ....................................... 9
Tabel 3. Pemanis buatan yang diizinkan digunakan oleh Badan POM
dan aturannya .......................................................................... 12
Tabel 4. Distribusi penentuan sampel orang tua dan guru .................... 17
Tabel 5. Nilai angka kritik r* ................................................................ 20
Tabel 6. Skor beberapa pertanyaan tertutup .......................................... 22
Tabel 7. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian .................................. 24Tabel 8. Responden yang mengisi kuisioner secara lengkap ................ 25
Tabel 9. Hasil uji validitas kuisioner responden orang tua .................. 26
Tabel 10. Hasil uji validitas kuisioner responden guru ........................... 27
Tabel 11 Sebaran orang tua berdasarkan usia ........................................ 28
Tabel 12 Sebaran orang tua berdasarkan pekerjaan ............................... 29
Tabel 13 Sebaran orang tua berdasarkan pengeluaran ........................... 30
Tabel 14 Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan ............................. 31
Tabel 15. Gangguan kesehatan anak menurut responden orang tua dan
guru ......................................................................................... 43
Tabel 16. Pengetahuan orang tua dan guru tentang bahan kimia berbahaya45
Tabel 17. Respon orang tua dan guru terhadap sanitasi dan higienis ..... 46
Tabel 18. Informasi tentang keamanan pangan ....................................... 48
Tabel 19. Klasifikasi tingkat persepsi responden .................................... 50
7/25/2019 bahanqq.pdf
12/103
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses terjadinya persepsi ....................................................... 13
Gambar 2. Tabulasi antara umur dan jenis kelamin guru ......................... 33
Gambar 3. Sebaran tingkat pendidikan guru ............................................. 34
Gambar 4. Tabulasi silang antara kebiasaan dan rutinitas sarapan anak .. 35
Gambar 5. Frekuensi pemberian dan jumlah uang saku anak................... 36
Gambar 6. Jajanan yang dibeli oleh anak sekolah .................................... 38
Gambar 7. Tabulasi silang antara gejala gangguan kesehatan anak dan
gangguan kesehatan yang dialami anak .................................. 44
7/25/2019 bahanqq.pdf
13/103
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data sekolah dasar di kota Bogor (Dinas Pendidikan Kota
Bogor tahun 2006) .................................................................. 60
Lampiran 2. Contoh kuisioner untuk orang tua ......................................... 68
Lampiran 3. Contoh kuisioner untuk guru .................................................. 73
Lampiran 4. Data responden yang melakukan pengujian kuisioner ............ 77
Lampiran 5. Pertanyaan yang bersifat tertutup ............................................ 77
Lampiran 6. Identifikasi jenis pangan jajanan ............................................. 77
Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas kuisioner responden orang tua ................ 79
Lampiran 8. Hasil uji reliabilitas kuisioner responden guru ....................... 80
Lampiran 9. Sebaran orang tua berdasarkan tingkatan kelas anak .............. 81
Lampiran 10.Sebaran guru berdasarkan umur .............................................. 81
Lampiran 11.Sebaran guru berdasarkan jenis kelamin ................................. 81
Lampiran 12.Sebaran guru berdasarkan kelas .............................................. 81
Lampiran 13.Rutinitas sarapan pagi anak ..................................................... 82
Lampiran 14.Kebiasaan sarapan anak .......................................................... 82
Lampiran 15.Tabulasi silang antara kebiasaan sarapan dengan rutinitasarapan
anak ......................................................................................... 82Lampiran 16.Persepsi orang tua tentang kepraktisan membawa bekal ........ 82
Lampiran 17.Pemberian uang saku pada anak ............................................. 82
Lampiran 18.Jumlah uang saku anak per hari .............................................. 83
Lampiran 19.Tabulasi silang antara pemberian uang saku dan besarnya uang
saku ......................................................................................... 83
Lampiran 20.Kegunaan uang saku oleh anak ............................................... 83
Lampiran 21.Peran orang tua untuk memonitor jajanan yang dikonsumsi
anak ......................................................................................... 83
Lampiran 22.Persepsi orang tua tentang pangan jajanan.............................. 83
Lampiran 23.Penyajian pangan jajanan yang baik menurut orang tua ......... 83
Lampiran 24.Lingkungan penjual pangan jajanan menurut orang tua ......... 84
Lampiran 25.Kegiatan guru memonitor jajanan yang dikonsumsi anak ...... 84
7/25/2019 bahanqq.pdf
14/103
Lampiran 26.Kegiatan guru menghimbau sarapan pagi pada anak .............. 84
Lampiran 27.Kegiatan guru menghimbau anak agar tidak jajan sembarangan 84
Lampiran 28.Ada/Tidaknya fasilitas kantin ................................................. 84
Lampiran 29.Persepsi guru tentang keamanan pangan jajanan .................. 84
Lampiran 30.Persepsi guru tentang pangan yang tidak aman dikonsumsi ... 85
Lampiran 31.Persepsi guru tentang kebersihan jajanan di kantin dan di
sekitar sekolah ......................................................................... 85
Lampiran 32.Tabulasi silang antara gejala gangguan kesehatan dan waktu
gangguan kesehatan yang dialami anak .................................. 85
Lampiran 33.Jenis bahan kimia berbahaya pada pangan jajanan menurut
responden ................................................................................ 85
Lampiran 34.Hasil analisis statistika persepsi responden orang tua............. 86Lampiran 35.Hasil analisis statistika responden guru .................................. 87
7/25/2019 bahanqq.pdf
15/103
I.PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam
menjaga kesehatan tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan serta kecerdasan masyarakat. Oleh karena itu, pangan yang
dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi jumlah,
jenis, maupun mutu, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit bagi yang
mengkonsumsinya. Pangan aman dikonsumsi apabila pangan tersebut bebas (di
bawah toleransi maksimum yang dipersyaratkan) dari cemaran biologis, kimia,
dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
manusia.
Pangan jajanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Selain harga yang murah dan jenisnya yang beragam, pangan jajanan
juga menyumbangkan kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang, terutama anak-anak sekolah sangat
menyukai pangan jajanan. Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk
memberikan penampilan yang menarik dan rasa yang disenangi anakanak
dengan menambahkan bahanbahan tertentu tanpa memperdulikan
keamanannya (Fardiaz, 1993).
Di sisi lain, pangan jajanan dapat menimbulkan berbagai efek yang
negatif terhadap kesehatan apabila proses produksinya atau penyajiannya tidak
memperhatikan persyaratan keamanan pangan. Sebagian besar pangan jajanan
dibuat di lingkungan keluarga sebagai industri rumah tangga, dimana perhatian
terhadap praktek sanitasi dan higienitas masih sangat minimal khususnya dalam
menangani, mengolah dan menyajikan pangan jajanan.
Menurut Rahayu (2006a), kasus keracunan pangan yang paling sering
dilaporkan dari tahun 2004-2006 di Indonesia adalah keracunan akibat pangan
jajanan dan keracunan akibat pangan olahan. Pengujian yang dilakukan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2006 terhadap pangan jajanan
diketahui bahwa pada 13.536 sampel menunjukkan 11.871 (87,69%) sampel
7/25/2019 bahanqq.pdf
16/103
memenuhi syarat dan 1.665 (12,31%) sampel tidak memenuhi syarat. Pangan
yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena menggunakan pemanis buatan
bukan untuk makanan diet (31%), menggunakan benzoat melebihi batas
(7,93%), menggunakan formalin (8,88%), menggunakan boraks (8,05%),
menggunakan pewarna bukan untuk makanan (12,67%), cemaran mikroba
(19,10%) dan TMS lainnya (12,13%) (Badan POM, 2007).
Berita media massa seringkali memuat terjadinya kasus keracunan
pangan serta penggunaan bahan kimia berbahaya yang membahayakan
kesehatan. Sebagian masyarakat Indonesia seperti kurang menyadari pentingnya
permasalahan keamanan pangan yang dihadapinya. Terjadinya kasus keracunan
pangan dianggap sebagai hal yang lumrah bila tidak memakan korban jiwa.
Demikian juga penyalahgunaan bahan kimia berbahaya yang tidak memberiefek akut masih banyak terjadi. Ironisnya kasus keracunan pangan tersebut
sering kita jumpai terhadap anak sekolah.
Pangan jajanan (street food) untuk anak sekolah umumnya dan anak
sekolah dasar pada khususnya perlu mendapat perhatian lebih dari semua pihak,
baik dari orang tua maupun pihak sekolah. Siswa sekolah dasar merupakan
objek yang sangat rentan terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh pangan
jajanan. Anak sekolah merupakan konsumen makanan jajanan yang cukup besar
jumlahnya. Mereka mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan,
selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenal, dan secara umum nafsu
makan mereka tidak mengalami masalah (Komalasari, 1991). Makanan ringan,
sirup, bakso, mie ayam dan sebagainya menjadi makanan jajanan sehari-hari di
sekolah.
Kebiasaan jajan pada anak sangat erat hubungannya dengan kehidupan
ekonomi dan kebiasaan makan yang terdapat di lingkungan keluarga. Untuk itu
perlu peran orang tua, terutama ibu rumah tangga sebagai penjaga gerbang (gate
keeper) yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan hidangan bagi
seluruh keluarga (Engel et al., 1994). Selain itu, peran guru tidak dapat
dihilangkan dimana guru sebagai panutan bagi siswa sekolah diharapkan dapat
berperan dalam pengawas terhadap peredaran pangan jajanan, khususnya yang
terdapat di sekolah.
7/25/2019 bahanqq.pdf
17/103
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua dan guru
terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah dasar sebagai dasar
pengembangan strategi untuk memasyarakatkan pengetahuan keamanan pangan
bagi orang tua dan guru sehingga orang tua dan guru dapat berkontribusi lebih
maksimal terhadap keamanan pangan jajanan di sekolah.
C. KEGUNAAN PENELITIAN
Diharapkan penelitian ini berguna sebagai masukan bagi :
1. Orang tua untuk lebih waspada terhadap pangan jajanan yang dikonsumsioleh anak mereka.
2. Guru dan pihak sekolah untuk ikut aktif mengawasi pangan jajanan yang
beredar di kantin dan di sekitar sekolah.
3. Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab mengawasi jajanan, khususnya
yang beredar di sekolah agar dapat aktif memberdayakan orang tua dan guru
untuk meningkatkan keamanan pangan jajanan sekolah dan meningkatkan
aktifitas pembinaan dan pengawasan keamanan pangan jajanan anak
sekolah.
7/25/2019 bahanqq.pdf
18/103
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH
Keamanan pangan ataufood safetykini menjadi isu yang sangat popular
di dunia. Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologi, kimia
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia (UU RI No 7, 1996). Aspek keamanan pangan bila tidak
diperhatikan dapat menjadikan pangan berbalik menjadi sumber malapetaka,
sumber penyakit, bahkan kematian (Sulaeman, 1996).
Keamanan pangan tercermin dari angka keracunan pangan di suatu
negara. Keracunan pangan pada prinsipnya disebabkan karena seseorang
memakan pangan yang mengandung senyawa beracun. Senyawa beracun
tersebut mungkin saja terkandung dalam pangan secara alami, tercemar
lingkungan, terbentuk akibat proses pengolahan, atau terbentuk karena hidupnya
mikroba pembentuk racun.
Kasus keracunan pangan tampaknya sudah menjadi langganan di
Indonesia, namun masih sangat sedikit yang dilaporkan. Hal tersebut
mengakibatkan angka keracunan pangan yang tercatat under estimate, jauh lebih
kecil dari angka sebenarnya (fakta) (Krisnovitha, 2004). Berdasarkan data yang
dihimpun oleh Badan POM RI, kasus keracunan pangan yang dilaporkan
masyarakat dari tahun 2003 hingga tahun 2005 terdapat peningkatan yaitu dari
34 kasus pada tahun 2003 menjadi 164 kasus pada tahun 2004 dan 184 kasus
pada tahun 2005. Pada tahun 2006 terjadi penurunan pelaporan kasus keracunan
pangan sehingga yang terlaporkan hanya 106 kasus (Rahayu, 2006a). Sedangkan
untuk kasus keracunan yang terjadi pada anak sekolah dapat dilihat pada Tabel
1.
7/25/2019 bahanqq.pdf
19/103
Tabel 1. Data korban dan penyebab kasus keracunan pangan di lingkungan
sekolah pada tahun 2006
Tempat Korban Makanan
RT
Olahan Jajanan Jasa Boga Lain-lain
TK 144
SD 584 2 6 8 3
SLTP 78 2 1
SLTA 25 2 1
PT 71 1
Total 902 2 6 12 4 1
Sumber: Rahayu (2006b)
Menurut Rahayu et al. (2005), terjadinya kasus keracunan atau
gangguan kesehatan di lingkungan sekolah akibat keamanan pangan
dikarenakan oleh: (1) ditemukannya produk pangan olahan di lingkungan
sekolah yang tercemar bahan berbahaya (mikrobiologis dan kimia); (2) kantin
sekolah dan pangan siap saji di sekolah yang belum memenuhi syarat higienitas;
(3) donasi pangan yang bermasalah.
Menurut data Badan POM RI, kasus keracunan pangan terbesar di
Indonesia salah satunya masih bersumber pada pangan jajanan (Rahayu, 2006a).
Pangan jajanan adalah pangan yang diproduksi oleh pengusaha sektor informal
dengan modal terbatas atau kecil dan dijajakan di tempat-tempat keramaian,
sepanjang jalan serta di pemukiman/perkampungan dengan cara berjualan
berkeliling, menetap atau kombinasi dari kedua cara tersebut. Aspek positif dari
pangan jajanan yaitu dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap
kelompok konsumen tertentu yang pada umumnya tidak mempunyai cukup
waktu untuk makan di rumah seperti pelajar, mahasiswa, buruh dan karyawan.
Pangan jajanan yang dijual para pedagang umumnya masih rendah
dalam hal mutu mikrobiologi dan kimiawi (Fardiaz dan Fardiaz, 1992). Pangan
jajanan sering tidak disiapkan secara higienis baik saat pengolahan maupun di
tempat berjualan, biasanya dibiarkan terbuka dan dapat terkontaminasi serangga,
polusi debu dan asap knalpot kendaraan. Pangan yang terlihat bersih baik
penampilan, cara penjualan maupun lingkungan tempat penjualan, biasanya
7/25/2019 bahanqq.pdf
20/103
dianggap aman oleh konsumen untuk di konsumsi (Fardiaz, 1993). Disamping
itu, pedagang sering menambah bahan berbahaya dan menggunakan bahan
tambahan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan yang diizinkan pada
pangan jajanan, sehingga cepat atau lambat akan mengakibatkan gangguan
kesehatan.
Menurut Rahayu et al. (2005), pangan jajanan di sekolah umumnya
dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu makanan utama (nasi goreng,
nasi soto, mie bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan sejenisnya), penganan
atau kue-kue (tahu goreng, cilok, martabak telur, apem, keripik, jelly, dan
sejenisnya), minuman (es campur, es sirup, es teh, es mambo, dan sejenisnya),
dan buah-buahan (pepaya potong, melon potong, dan sejenisnya).
Pada penelitian yang dilakukan terhadap pangan jajanan di Bogor telahditemukan Salmonella paratyphi Adi 25% - 50% sampel minuman yang dijual
oleh pedagang kaki lima. Bakteri ini berasal dari es batu yang tidak dimasak
terlebih dahulu. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi juga
ditemukan pada pangan jajanan seperti penyalahgunaan bahan kimia berbahaya
seperti Boraks (pengempal yang mengandung logam berat Boron), formalin
(pengawet yang digunakan untuk mayat), Rhodamin B ( pewarna merah pada
tekstil), danMethanil Yellow(pewarna kuning pada tekstil) (Judarwanto, 2006).
Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat
karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit
seperti antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Pengaruh
jangka pendek penggunaan bahan kimia berbahaya ini menimbulkan gelaja-
gejala yang sangat umum seperti pusing dan mual.
B. KEBIASAAN JAJAN ANAK SEKOLAH
Kebiasaan jajan merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan makan.Kebiasaan jajan adalah istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku
manusia yang berhubungan dengan makanan dan makan seperti tata krama
makan, frekuensi makan, jenis makanan, jumlah makanan, kepercayaan
terhadap makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan antar anggota
7/25/2019 bahanqq.pdf
21/103
keluarga, penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau tidak suka), dan
cara pemilihan makanan yang hendak dimakan (Suhardjo, 1989).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan jajan. Hasil Penelitian
Susanto (1986), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
memilih pangan jajanan adalah faktor psikologi, kesukaan dan pengetahuan.
Selain itu terdapat faktor pembatas yaitu uang jajan dan makanan.
Kebiasaan jajan ini mempunyai kebaikan dan keburukan. Kebaikan dari
jajan adalah jika makanan yang dibeli sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan,
maka bisa melengkapi atau menambah kebutuhan gizi anak; mengisi
kekosongan lambung; dan dapat digunakan untuk mendidik anak dalam memilih
jajan menurut standar gizi empat sehat lima sempurna. Sedangkan keburukan
dari kebiasaan jajan adalah dapat memboroskan keuangan rumah tangga apabilajajan tanpa perhitungan; jajan yang terlalu banyak bisa mengurangi nafsu makan
di rumah; dan membahayakan kesehatan apabila jajanan yang dibeli tidak
terjamin kesehatannya (Martoatmodjo et al., 1973).
Hasil penelitian Komalasari (1991), menyatakan bahwa alasan anak
sekolah mempunyai kebiasaan jajan antara lain :
Tidak sempat sarapan sebelum pergi sekolah, karena ibu yang tidak sempat
menyiapkan makanan, atau anak yang tidak bernafsu untuk makan
sehingga suka jajan di luar
Alasan psikologi, dimana mereka merasa tidak solider pada teman atau
gengsi turun jika tidak jajan
Ibu tidak sempat menyiapkan bekal untuk ke sekolah
Anak biasa mendapat uang jajan dari orang tua
Kebutuhan biologi yang perlu dipenuhi, walaupun anak sudah makan di
rumah tetapi tambahan pangan jajanan masih diperlukan karena kegiatan
fisik di sekolah yang memang memerlukan tambahan energi.
Kebiasaan makan yang teratur dalam keluarga akan membentuk
kebiasaan yang baik bagi anak-anak. Selanjutnya pola makan dalam keluarga
harus juga diperhatikan, frekuensi makan bersama dalam keluarga, pembiasaan
makan yang seimbang gizinya, tidak membiasakan makanan atau minuman
manis, membiasakan banyak makan buah dan sayur diantara waktu-waktu
7/25/2019 bahanqq.pdf
22/103
makan dan sebagainya. Bagi anak sekolah dasar, peranan guru dan
kebijaksanaan sekolah sangat berarti, karena mereka sudah tidak diawasi oleh
orang tua. Misalnya bagaimana seorang guru memotivasi bahwa membawa
bekal dari rumah itu lebih baik daripada jajan, kemudian memberi penerangan
bekal yang baik dan sehat untuk dibawa. Hal lain yang dapat dilakukan sekolah,
misalnya membatasi, menyeleksi dan memonitor pangan jajanan yang
disodorkan penjual baik yang ada di kantin maupun di sekitar sekolah. Selain
itu, para guru juga harus memberi teladan yang baik dalam menerapkan
kebiasaan makan, misalnya tidak turut mengkonsumsi pangan jajanan
sembarangan.
C. RISIKO BAHAYA KERACUNAN PANGAN
Keracunan pangan (foodborne disease) adalah penyakit yang disebabkan
oleh mikroorganisme dan racunnya, kimia atau racun alami. Penyakit yang
ditimbulkan oleh ketiga hal tersebut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai
berikut: (1) penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang mencemari pangan
dan masuk ke dalam tubuh, kemudian hidup, berkembang biak, dan
menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan (food infection), (2) penyakit
yang disebabkan oleh racun atau toksin yang dihasilkan oleh mikroba pada
pangan (food poisoning), dan (3) penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia
dan unsur alami (Badan POM RI, 2003). Tingkat keparahan penyakitfoodborne
diseasetergantung pada jumlah pangan terkontaminasi yang dimakan dan pada
besarnya pengaruh pangan tersebut terhadap individu.
Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme antara lain berasal dari
bakteri patogen. Terdapat jenis penyakit foodborne disease yang disebabkan
bakteri patogen yaitu infeksi dan intoksifikasi. Infeksi dihasilkan karena
mikroorganisme patogen berkembang biak dalam tubuh dan menghasilkan
penyakit, sedangkan intoksifikasi muncul ketika toksin diproduksi oleh patogen
yang terkonsumsi. Intoksifikasi tidak memerlukan tumbuhnya bakteri dalam
tubuh manusia, sehingga onset time(jarak waktu konsumsi dan timbulnya gejala
penyakit) intoksifikasi umumnya lebih singkat daripada infeksi. Intoksifikasi
dapat terjadi ketika pangan disimpan pada kondisi yang sesuai untuk
7/25/2019 bahanqq.pdf
23/103
pertumbuhan patogen dan memproduksi toksin. Pengolahan pangan dapat
menghancurkan mikroorganisme tapi tidak toksinnya (Supardi dan Sukamto,
1999).
Gejala keracunan pangan yang muncul pertama kali yaitu berupa diare
yang dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen.Gejala-gejala tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Gejala diare akibat bakteri patogen
Waktu Inkubasi Penyebab Etiologi
7 12 jam Toksin bakteriBacillus cereus
Clostridium perfringens
18 72 jam Bakteri
Campylobacter jejuni
Kolera
Vibrio choleraeEscherichia coli
Salmonellosis
Salmonella enteritidis
Shigellosis
Vibrio parahaemolyticus
Yersiniosis
> 72 jam
VirusGastroenteritis norwalk
Gastroenteritis virus non-spesifik
cacing
Disenteri amuba (Amebiasis)
Anisakiasis
Infeksi cacing pita daging
(Taeniasis)
Infeksi cacing pita babi
(Diphyllobothriasis)
Giardiasis
Infeksi cacing pita daging babi
(Taeniasis)Sumber : Badan POM RI (2006)
Penyakit yang disebabkan kimia berasal dari senyawa atau bahan-
bahan kimia yang sengaja ditambahkan atau yang telah ada pada bahan pangan
itu sendiri. Salah satu cemaran bahan kimia dapat terjadi karena
penyalahgunaan bahan berbahaya. Contoh penyalahgunaan bahan berbahaya
yang banyak terjadi pada pangan jajanan adalah formalin, boraks, zat pewarna,
dan zat pemanis.
7/25/2019 bahanqq.pdf
24/103
Pemerintah Indonesia telah menetapkan sejumlah bahan kimia yang
diperbolehkan ditambahkan dalam pangan dan bahan kimia yang dilarang
ditambahkan dalam pangan disertai pengaruh yang akan ditimbulkan bahan
kimia bagi tubuh. Hal ini diatur di dalam Peraturan Menteri kesehatan No.722/
Menkes/ Per/ IX/ 88 (Syah et al., 2005)
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak
disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemakaian formalin pada pangan akan
memberikan efek negatif yang cukup fatal. Sifat formalin sangat mudah diserap
melalui saluran pernapasan dan pencernaan sehingga formalin yang
dicampurkan dalam pangan, akan bereaksi cepat dengan lapisan lendir di
saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Pada dosis rendah, formalin dapatmenyebabkan sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, menimbulkan
depresi susunan syaraf, gangguan peredaran darah, iritasi lambung, alergi,
bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen
(menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Konsumsi formalin pada dosis
tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejangkejang), haematuri (kencing
darah), dan haematomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian.
Selain itu, penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat menimbulkan
kerusakan hati dan ginjal (Syah et al., 2005).
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan bahan kimia berbahaya
yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan pangan. Boraks adalah
senyawa berbentuk kristal, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan
normal. Toksisitas boraks tidak langsung dirasakan oleh orang yang
mengkonsumsi pangan yang mengandung boraks, akan tetapi boraks dapat
diserap oleh tubuh secara komulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar).
Winarno (1997), menyatakan bahwa boraks berpengaruh buruk, seperti
mengganggu berfungsinya testis dan metabolisme enzim. Pada dosis tinggi,
boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing,
muntah, diare, kram perut, cyanisdan konvulsi. Bagi anak kecil dan bayi, bila
dalam tubuhnya terdapat 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian,
7/25/2019 bahanqq.pdf
25/103
sedangkan untuk orang dewasa, kematian terjadi pada dosis 10-20 gram atau
lebih.
Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk membuat makanan
lebih menarik. Namun tidak semua pewarna aman untuk dikonsumsi. Peraturan
Menteri Kesehatan No: 239/Menkes/per/V/85 menetapkan beberapa pewarna
yang dinyatakan berbahaya adalah Alkanet, Auramine, Black 7984, Burnt
Umber, Butter Yellow, Chocolate Brown FB, Chrysoidine R, Crysoine S, Citrus
Red no. 2, Fast Red E, Fast Yellow AB, Guinea Green B, Indanthrene Blue RS,
Magenta, Metanil Yellow, Oil Orange SS, Orcein, Orange G, Orange GGN,
Orange RN, Violet dan Rhodamine B. pada jangka waktu lama pewarna-
pewarna tersebut berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker
(Syah et al., 2005).Jenis jajanan yang mengandung zat pewarna yang dilarang antara lain
pewarna Amaranthyang sering ditambahkan pada pembuatan sirup, minuman
ringan/limun, es campur;Auraminepada sirup, limun, saos, es mambo, bakpau,
es cendol, es kelapa;Metanil Yellowpada sirup, limun, pisang goreng, manisan
mangga/kedondong; Rhodamine B pada sirup, limun, es mambo, bakpao, es
cendol, es kelapa, serta beberapa kue basah (Effendy, 2006).
Pemanis buatan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit
mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk
pangan dalam jumlah tertentu (Badan POM, 2004). Berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.05.5.1.4547
tahun 2004 ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan digunakan dalam
produk pangan tertentu. Penentuan izin penggunaan ketiga belas jenis pemanis
buatan tersebut didasarkan suatu kajian dan penelitian yang dilakukan oleh
Expert Commonitte on Food Additives (JECFA). Kajian dan penelitian yang
dilakukan JECFA digunakan untuk menetapkan acceptable daily intake (ADI)
atau jumlah batas maksimum konsumsi pemanis buatan dalam satu hari yang
aman bagi kesehatan. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan (mg/kg BB).
Ketiga belas pemanis buatan yang diizinkan digunakan tersebut disertai ADI
dapat dilihat dalam Tabel 3.
7/25/2019 bahanqq.pdf
26/103
[
Tabel 3. Pemanis buatan yang diizinkan digunakan oleh Badan POM dan
aturannya
No Pemanis Buatan mg/kg BB
1 Acesulfam-K(Acesulfame-K) 15
2 Alitam (Alitame) 0.343 Aspartam (aspartame) 50
4 Siklamat (Cyclamate) 11
5 Neotam (Neotame) 2
6 Sakarin (Saccharin) 5
7 Sukralosa (Sucralose) 11-15
8 Isomalt Not specified
9 Laktitol (Lactitol) Not specified
10 Maltitol Not specified
11 Manitol (Mannitol) Not specified
12 sarobitol Not specified
13 Xilitol (Xylitol) Not specified
Keterangan:Not specifiedberarti dapat digunakan dalam pangan tanpa pembatas sesuai dengan Cara
Produksi Pangan yang Baik (GMP)
Sumber:Syah et al. (2005)
Pemanis buatan yang umum digunakan dan menjadi kontroversi di
kalangan dunia adalah sakarin, siklamat, dan aspartam. Sakarin merupakan zat
pemanis tertua dan biasanya dijual dalam bentuk garam Na atau Ca. Sakarin
tidak mengandung kalori tetapi memiliki tingkat kemanisan 300 kali dari gula.
Zat pemanis ini larut dalam air dan etanol, berasa pahit dan menimbulkanaftertaste(Varnam dan Sutherland, 1994).
Siklamat termasuk pemanis buatan nonkalori yang telah digunakan lebih
dari 50 negara. Tingkat kemanisan siklamat adalah 30-80 kali lebih manis dari
gula dan siklamat tidak membentuk aftertaste seperti halnya sakarin.Siklamat
merupakan garam natrium dan kalsium dari asam siklamat dan berbentuk kristal
halus (Varnam dan Sutherland, 1994). Pemakaian siklamat umumnya dicampur
dengan sakarin (10:1). Sedangkan Aspartam adalah senyawa metil dipeptida,
yaitu L-aspartil-L-phenil-alanin-metil ester yang memiliki tingkat kemanisan
150-200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam berupa kristal putih dan
tidak memiliki aftertaste pahit seperti sakarin. Aspartam tidak stabil pada
temperatur 150oC, namun memiki kestabilan yang tinggi pada produk-produk
kering.
7/25/2019 bahanqq.pdf
27/103
D. PERSEPSI TERHADAP KEAMANAN PANGAN
Menurut Cohen (1981), persepsi merupakan suatu proses yang timbul
akibat adanya rangsangan yang mengenai organ sensori dari seorang individu.
Di dalam proses persepsi, seorang individu akan menyusun dan menerjemahkan
rangsangan sensori sehingga dikembangkan suatu pengertian tersendiri akan
dunia di sekitarnya. Rangsangan (stimulus) adalah energi dari dalam tubuh yang
dapat merangsang bagian-bagian tubuh untuk memproduksi suatu efek dalam
makhluk hidup itu sendiri. Sedangkan sensasi (sensation) adalah akibat,
pengertian atau terjemahan dari rangsangan yang terjadi secara langsung dan
cepat menciptakan suatu sikap dan perilaku. Persepsi adalah interpretasi dari
sensasi, sehingga persepsi dapat diartikan juga sebagai proses kompleks yang
dipilih, disusun dan diterjemahkan oleh individu serta merangsang panca indera
untuk menghasilkan gambaran yang mempunyai arti dan saling berhubungan
(Gambar 1).
Gambar 1. Proses terjadinya persepsi
Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan
lingkungan sekitarnya dan secara substansi bisa sangat berbeda dengan realitas,dengan kata lain persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi
juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga
keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi memiliki sifat subjektif karena
setiap orang akan memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang
berbeda-beda (Setiadi, 2003).
Stimulus
Persepsi
Sensasi
Organ
Sensori
Pengertian Sikap dan
perilaku
7/25/2019 bahanqq.pdf
28/103
Menurut Robbins (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
dibagi kedalam tiga bagian, yaitu: (1) faktor situasi meliputi waktu, keadaan
pekerjaan dan keadaan sosial, (2) faktor si pengamat sendiri seperti
sikap/pendirian, alasan yang mendasari/motivasi, perhatian/minat, pengalaman,
dan harapan, serta (3) faktor target meliputi sesuatu (kesenangan) yang baru,
gerakan dan suara. Ulfa (2002) menambahkan bahwa pengalaman masa lampau
mempengaruhi setiap hipotesis persepsi yang dibentuk.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2002), diketahui bahwa
secara umum persepsi konsumen terhadap keamanan pangan jajanan berbeda-
beda, tergantung pada usia, pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan, dan
pengeluaran. Dari hasil tersebut juga dapat diketahui bahwa sebagian besar
konsumen mengetahui tentang keamanan pangan namun konsumen kurangwaspada dan kurang memperhatikan keamanan dan aspek nutrisi dari pangan
jajanan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di enam kecamatan terhadap dua belas Sekolah
Dasar (SD) yang berada di wilayah Kota Bogor. Dari setiap kecamatan dipilih
dua kategori sekolah yaitu Sekolah Dasar Negeri dan Sekolah Dasar Swasta.
Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Juni 2006 sampai
Oktober 2006.
B. CARA PENENTUAN SAMPEL
Sampel adalah sebagian populasi yang dianggap mewakili seluruh
populasi. Populasi adalah jumlah seluruh unit analisa yang ciri-cirinya akan
diduga. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara multistage
random sampling, yaitu pengelompokan unit-unit analisa ke dalam gugusgugus
7/25/2019 bahanqq.pdf
29/103
yang merupakan satuan-satuan pengambilan sampel. Pengambilan sampel
dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama ditetapkan wilayah Kota
Bogor sebagai daerah penelitian. Dari Kota Bogor diambil kecamatan-
kecamatan yang tersebar di dalam wilayah tersebut yaitu Bogor Utara, Bogor
Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah dan Tanah Sareal,
selanjutnya dari kecamatan tersebut diambil beberapa sekolah dasar yang akan
dijadikan sebagai sampel. Multistage random sampling merupakan probability
sampling, sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara objektif (Singarimbun dan
Effendi, 1995).
1.Penentuan SD
Penentuan sampel SD dilakukan secarapurposive(sengaja) denganmemilih sejumlah SD dari 299 SD yang terdaftar di Dinas Pendidikan Kota
Bogor tahun 2006 (Lampiran 1). Kriteria yang digunakan dalam penentuan
sekolah adalah (1) mewakili tiap-tiap kecamatan, (2) memiliki jumlah
murid minimal 464 anak, (3) memiliki letak dan lokasi yang mudah
dijangkau oleh kendaraan umum, (4) memiliki tingkat sosial ekonomi
berbeda-beda, (5) jenis pangan jajanan yang dijual pedagang di lokasi
penelitian baik di kantin sekolah maupun di sekitar sekolah bervariasi. Pada
penelitian ini jumlah sekolah yang digunakan sebagai sampel adalah 12 SD
yang terdiri dari SD negeri dan SD swasta yang tersebar di 6 kecamatan di
Kota Bogor.
2.Penentuan Sampel Orang Tua dan Guru
Orang tua yang digunakan sebagai sampel adalah ibu rumah tangga,
dimana ibu rumah tangga memegang peranan penting dalam rumah tangga
sebagai penjaga gerbang (gate keeper) yang bertanggung jawab dalam
pemilihan dan persiapan hidangan bagi seluruh keluarga. Ibu berperan
sebagai penentu dan pembuat keputusan dalam keluarga, khususnya yang
menyangkut anak (Engel et al., 1994). Sedangkan Guru bertanggung jawab
mengawasi anak selama berada di lingkungan sekolah.
7/25/2019 bahanqq.pdf
30/103
Jumlah Orang tua dan Guru yang akan digunakan sebagai sampel
dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin
(Simamora, 2002):
2.1 eN
Nn
+=
Keterangan : n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan r yang masih dapat ditolelir atau di
inginkan (10 %)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bogor tahun 2005-
2006, jumlah ibu rumah tangga di Kota Bogor sebanyak 194.357 orang dan
jumlah guru di Kota Bogor sebanyak 3.923, sehingga diperoleh jumlah
sampel minimal yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak
100 orang ibu rumah tangga dan 98 orang guru. Namun untuk
meningkatkan keakuratan data serta untuk mengantisipasi kemungkinan
yang tidak diinginkan saat penelitian di lapangan, pada penelitian jumlah
responden yang diambil sebagai sampel sebanyak 250 orang ibu rumah
tangga dan 180 orang guru. Distribusi lengkapnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi penentuan sampel orang tua dan guru
Persepsi 0rang tua Guru
Bogor Utara 40 28
Bogor Selatan 40 30
Bogor Timur 40 30
Bogor Barat 44 32
Bogor tengah 42 30
Tanah Sareal 44 30
Total 250 180
7/25/2019 bahanqq.pdf
31/103
C. CARA PENGUMPULAN DATA
Data yang dihimpun meliputi identitas responden (usia, pekerjaan,
pengeluaran keluarga, pendidikan, dan jenis kelamin), pengetahuan tentang
keamanan pangan jajanan, sumber informasi, persepsi tentang keamanan pangan
jajanan, dan kebiasaan anak. Hal ini diperoleh dengan jalan penyebaran
kuisioner kepada ibu rumah tangga dan guru. Penyebaran kuisioner dilakukan
dengan 2 cara yaitu melakukan wawancara langsung dengan responden dan
melakukan kerja sama dengan pihak sekolah. Wawancara langsung dengan
responden baik orang tua maupun guru dilakukan dilingkungan sekolah
sehingga responden mengetahui kondisi jajanan anak sekolah yang ada di kantin
dan di sekitar sekolah. Sedangkan kerja sama dengan pihak sekolah dilakukan
karena pada saat pengambilan data sedang dilakukan ulangan umum, yang tidak
memungkinkan peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan
responden orang tua maupun guru. Selain itu, ada pula data pendukung berupa
keadaan umum sekolah diperoleh dari pengamatan langsung serta wawancara
dengan pihak sekolah yang bersangkutan.
D. PENYUSUNAN DAN PENGUJIAN KUISIONER
Pertanyaan dalam kuisioner penelitian ini disusun sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi tiga yaitu
pertanyaan bersifat tertutup, pertanyaan semi terbuka dan pertanyaan terbuka
(Lampiran 2 dan Lampiran 3). Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang tidak
memungkinkan responden untuk memberikan jawaban selain dari pilihan
jawaban yang disediakan. Pertanyaan semi terbuka adalah pertanyaan yang
memungkinkan responden untuk menjawab dengan memilih salah satu atau
lebih alternatif jawaban yang telah disediakan atau menulis jawabannya sendiri
jika tidak tersedia pada pilihan jawaban. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah
pertanyaan yang diisi sendiri oleh responden atau tidak terdapat pilihan jawaban
yang harus dipilih.
Sebelum daftar pertanyaan (kuisioner) disebarkan kepada responden,
kuisioner tersebut diuji terlebih dahulu. Pengujian dilakukan untuk mengetahui
7/25/2019 bahanqq.pdf
32/103
apakah ada pertanyaan yang perlu dihilangkan atau ditambah, apakah responden
dapat mengerti arti pertanyaan tersebut, apakah urutan pertanyaan perlu diubah,
apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperhalus dengan mengubah bahasa dan
berapa lama waktu yang diperlukan dalam wawancara.
Pengujian kuisioner dilakukan sebelum penelitian. Pengujian ini masing-
masing dilakukan terhadap 30 responden. Jumlah responden tidak ada patokan
yang pasti dan sangat tergantung pada homogenitas responden. Untuk pengujian
kuisioner umumnya digunakan 30-50 kuisioner dan dipilih responden yang
keadaannya kurang lebih sama dengan responden yang sesungguhnya akan
diteliti (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pada penelitian ini, ke tiga puluh
responden dipilih berdasarkan kedekatannya dengan karakteristik responden
yang akan diuji dan dipilih dari beberapa sekolah yang berada di wilayah KotaBogor (Lampiran 4).
Ketepatan pengujian suatu hipotesa tentang hubungan variabel penelitian
sangat tergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut.
Pengujian hipotesa penelitian tidak akan tepat mengenai sasarannya bila data
yang dipakai untuk menguji hipotesa adalah data yang tidak reliabel dan tidak
menggambarkan secara tepat konsep yang diukur atau tidak valid (Singarimbun
dan Effendi, 1995).
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kelebihan
suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap valid bila mampu mengukur
apa yang ingin diukur atau dengan kata lain mampu memperoleh data yang
tepat dari variabel yang diteliti (Singarimbun dan Effendi, 1995). Dari jenis
pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner, uji validitas hanya dilakukan
pada pertanyaan yang bersifat tertutup (Lampiran 5). Pengujian validitas
kuisioner dilakukan dengan menggunakan rumus teknik korelasi product
moment pada selang 5%, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan akan
kecil sekali. Adapun rumusproduct momentyang digunakan adalah sebagai
berikut:
7/25/2019 bahanqq.pdf
33/103
( ) ( )
( )[ ] ( )[ ]2222 YYNXXNYXXYN
r
=
Keterangan: X = Skor pertanyaan
Y = Skor total pertanyaan
N = Banyaknya respondenr = Indeks validitas
Secara statistik angka korelasi yang dihasilkan untuk tiaptiap
pertanyaan harus dibandingkan dengan angka kritik tabel nilai korelasi r
(Tabel 5). Cara melihat angka kritik adalah dengan melihat baris N-2.
Dalam penelitian ini, jumlah N yang digunakan bernilai 30, maka angka
kritik yang dilihat adalah melihat baris 30 2 = 28. Apabila rhitung lebih
besar daripada rtabel, maka pertanyaan tersebut dianggap valid. Demikian
sebaliknya, apabila r hitung lebih kecil daripada r tabel, maka pertanyaantersebut kemungkinan mempunyai susunan kalimat yang kurang baik
sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda bagi responden
(Singarimbun dan Effendi, 1995).
Tabel 5. Nilai angka kritik r*
Derajat
bebas
Taraf
Kepercayaan Derajat
bebas
Taraf
Kepercayaan
5 % 1% 5% 1%
1 0.997 1.000 16 0.468 0.575
2 0.950 0.990 17 0.456 0.561
3 0.878 0.959 18 0.444 0.549
4 0.811 0.917 19 0.433 0.537
5 0.754 0.874 20 0.432 0.526
6 0.707 0.834 21 0.413 0.526
7 0.666 0.798 22 0.404 0.515
8 0.632 0.765 23 0.396 0.505
9 0.602 0.735 24 0.338 0.495
10 0.576 0.708 25 0.381 0.485
11 0.553 0.684 26 0.374 0.478
12 0.532 0.661 27 0.367 0.463
13 0.497 0.623 28 0.361 0.463
14 0.497 0.606 29 0.355 0.456
15 0.482 0.590 30 0.349 0.449
*Singarimbun dan Effendi, (1995)
7/25/2019 bahanqq.pdf
34/103
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Bila alat pengukur tersebut
digunakan untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukurannya
relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut dinyatakan reliabel
(Singarimbun dan Effendi, 1995).
Teknik pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
teknik pengukuran ulang (test-retest). Dalam teknik ini, responden yang
sama menjawab pertanyaan yang sama. Jarak waktu antara pengukuran
pertama dan pengukuran kedua adalah selama 2 minggu. Pengukuran
pertama dinyatakan sebagai x dan pengukuran kedua dinyatakan sebagai y.
Hasil pengukuran pertama dikorelasikan dengan hasil pengukuran kedua
dengan menggunakan teknik korelasiproduct moment.
E. ANALISIS DATA
Kuisioner yang didapat dari responden pertama - tama dipilih dengan
melihat jawaban yang ada. Kuisioner dinyatakan valid apabila responden
menjawab semua pertanyaan secara benar, dengan ketentuan sebagai berikut: 1)
Identitas responden dijawab semua; 2) Untuk jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan tentang persepsi dijawab sesuai perintah; 3) Setiap pertanyaan
tertutup jawabannya hanya satu; 4) Setiap pertanyaan semi terbuka jawabannya
hanya satu, apabila dijawab lebih dari satu maka dianggap menjawab
lainnya; 5) Setiap pertanyaan terbuka diisi sesuai pertanyaan.
Persepsi terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah diukur
dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan aspek
keamanan pangan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dianalisis secara
deskriptif dan statistik. Pertama-tama data ditampilkan dalam bentuk tabel
kontingensi yang berupa persentase dari kelompok jawaban yang sama dari
semua responden pada suatu pertanyaan. Untuk pertanyan yang bersifat terbuka
dan semi terbuka, pengolahan data hanya sampai disini. Sedangkan untuk
pertanyaan yang bersifat tertutup (Lampiran 5) analisis dilanjutkan ke program
7/25/2019 bahanqq.pdf
35/103
SPSS, yaitu Crosstabulation (tabulasi silang). Keluaran dari Crosstabulation
berupa nilai chi-square.
Nilai Chi-squareberguna untuk melihat ada tidaknya hubungan antar
satu parameter dengan parameter yang lain (Santoso, 2001). Dimana hipotesis
yang digunakan adalah:
H0 : Tidak ada hubungan antara parameter
H1 : Ada hubungan antara parameter
Dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
(a) Berdasarkan probabilitas
Jika probabilitas < 0.05, maka tolak H0
Jika probabilitas > 0.05, maka terima H0
(b) Berdasarkan perbandingan Chi-square hitung dan tabelJika chi-squarehitung < chi-squaretabel, maka terima H0
Jika chi-squarehitung > chi-squaretabel, maka tolak H0
Keterangan:
chi-square tabel dapat dilihat pada tabel chi-square dengan tingkat
signifikansi () = 5% dan derajat bebas (df) tertentu.
Sebelum dimasukkan ke dalam program SPSS, pertanyaan yang bersifat
tertutup diolah terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat persepsi responden
terhadap keamanan pangan. Skala yang digunakan untuk menentukan tingkatan
adalah skala Likert (Khomsan, 2000), masing-masing pertanyaan diberi skor
sebagai berikut:
Pertanyaan positif : Ya (3), Kadang-kadang atau sebagian (2),Tidak (1)
Pertanyaan negatif : Ya (1), Kadang-kadang atau sebagian (2), Tidak (3)
7/25/2019 bahanqq.pdf
36/103
Untuk beberapa pertanyaan tertutup lainnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Skor beberapa pertanyaan tertutup
Responden PersepsiSkor
1 2 3 4
Orang tua
Kebiasaan
Sarapan
1-2
kali/minggu
3-5
kali/minggu
Setiap
hari-
Jumlah
Uang Saku
< Rp
1.000,00
Rp
1.000,00
Rp
5.000,00
> Rp
5.000,00
Rp
10.000,00
> Rp
10.000
Guru
Kondisi
jajanan
kantin
KotorKurang
BersihBersih
Kondisi
Jajanan
Sekitarsekolah
KotorKurang
Bersih
Bersih
Kemudian pertanyaan tertutup tersebut dibuat klasifikasi menjadi tiga
kategori, yaitu bagus, sedang dan buruk. Klasifikasi tersebut mengacu pada
Slamet (1993) dengan mencari rata-rata dan standar devisiasi:
Bagus = Skor > (+ sd)
Sedang = (- sd) < Skor < (+ sd)
Buruk = Skor < ( sd)
Keterangan : = Nilai rata-rata
sd = Standar devisiasi
Setelah diperoleh nilai chi-sguaredan spearman, data tersebut di
regresi untuk mengetahui kekuatan hubungan antar dua variabel sehingga akan
diperoleh nilai R square. Nilai R square berkisar pada angka 0 sampai 1,
dengan catatan semakin kecil angka R squaremaka semakin lemah hubungan
kedua variabel (Santoso, 2001).
7/25/2019 bahanqq.pdf
37/103
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEADAAN UMUM LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Sekolah Dasar (SD) yang menjadi lokasi penelitian berjumlah 12
sekolah yang berada di 6 kecamatan di wilayah Kota Bogor yaitu Bogor Utara,
Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah dan Tanah Sareal.
Sekolah yang menjadi lokasi penelitian adalah sekolah dasar negeri dan sekolah
dasar swasta dari tiap-tiap kecamatan di Kota Bogor yang distribusi lengkapnya
ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian
KecamatanSekolah Dasar Keberadaab UKS
Negeri Swasta Negeri Swasta
Bogor Utara Bantarjati 5 Bogor Raya Ada Ada
Bogor Selatan Batu Tulis 2 Mardi Waluya Ada Ada
Bogor Timur Ciheuleut 2 Advent Ada Tidak Ada
Bogor Barat Cilendek 1 Insan Kamil Ada Ada
Bogor Tengah Polisi 4 Regina Pacis Ada Ada
Tanah SarealPondok
Rumput 1Bina Insani Ada Ada
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sekolah yang dijadikan lokasi
penelitian memiliki jumlah siswa sebanyak 464 siswa, kecuali SD Bogor Raya.
SD Bogor Raya yang dijadikan sampel penelitian memiliki jumlah siswa
sebanyak 201 siswa. Pengambilan Sampel SD Bogor Raya disebabkan oleh
letak sekolah yang mewakili kecamatan Bogor Utara untuk SD swasta.Kecamatan Bogor Utara hanya memiliki dua SD swasta yaitu SD Bogor Raya
(201 siswa) dan SD Hanaeka (58 siswa). Sekolah yang dijadikan lokasi
penelitian umumnya berada di wilayah yang mudah dijangkau oleh kendaraan
umum, memiliki tingkat sosial ekonomi berbeda-beda, sebagian besar memiliki
sarana usaha kesehatan sekolah (UKS) serta jenis pangan jajanan yang dijual
7/25/2019 bahanqq.pdf
38/103
pedagang di lokasi penelitian baik di kantin sekolah maupun di sekitar sekolah
bervariasi (Lampiran 6).
Dari hasil pengambilan data menunjukan bahwa responden yang mengisi
kuisioner secara lengkap adalah sebanyak 232 orang responden ibu rumah
tangga dan 160 orang responden guru (Tabel 8). Jumlah tersebut sudah
memadai, mengingat jumlah minimal yang harus diambil masing-masing 100
orang ibu rumah tangga dan 98 orang guru. Namun jumlah responden yang
diperoleh tersebut lebih kecil dari jumlah awal responden yang akan diuji dalam
penelitian, yaitu sebanyak 250 untuk responden ibu rumah tangga dan 180 untuk
responden guru. Hal ini disebabkan karena sebanyak 18 responden ibu dan 20
responden guru sisanya tidak mengembalikan kuisioner dikarenakan hilang dan
tidak mengisi kuisioner secara lengkap atau tepat sehingga tidak memungkinkan
dilakukannya pengolahan data.
Sekolah yang diteliti umumnya memiliki koperasi/kantin sekolah selain
pedagang yang berjualan di sekitar sekolah. Namun ada satu sekolah yang tidak
memiliki kantin sekolah yaitu SDN Pondok Rumput 1 yang terletak di
kecamatan Tanah Sareal. Alasan tidak terdapatnya kantin sekolah pada SDN
Pondok Rumput 1 tersebut dikarenakan pengelola kantin telah meninggal dunia
dan belum ada yang melanjutkan usaha pengelolaan kantin tersebut.
Tabel 8. Responden yang mengisi kuisioner secara lengkap
Persepsi0rang tua Guru
Bogor Utara 37 22
Bogor Selatan 38 24
Bogor Timur 36 27
Bogor Barat 41 29
Bogor tengah 40 26Tanah Sareal 40 32
Total 232 160
7/25/2019 bahanqq.pdf
39/103
B. VALIDITAS KUISIONER
Uji validitas kuisioner dilakukan terhadap 30 responden ibu yang
mewakili orang tua dan 30 responden guru. Uji tersebut dilakukan terhadap
pertanyaan yang bersifat tertutup, dimana terdapat 14 pertanyaan untuk orang
tua dan 15 pertanyaan untuk guru. Nilai korelasi (r) dihitung menggunakan
metode one shot(pengukuran hanya sekali) (Prastito, 2004). Validitas kuisioner
menghasilkan nilai rhitung seperti yang terlihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.
Tabel 9.Hasil uji validitas kuisioner responden orang tua
No. Pertanyaan Nilai r hitung Keterangan
1 0,578 Valid
2 0,376 Valid
3 0,375 Valid
4 0,478 Valid
5 0,433 Valid
8 0,700 Valid
9 0,495 Valid
12 0,743 Valid
14 0,693 Valid
16 0,634 Valid
17 0,383 Valid
19 0,379 Valid
22 0,550 Valid
23 0,651 Valid
Keterangan:
Jumlah responden = 30 orang Nilai rtabel = 0,361
Nilai = 0,05
Hasil uji validitas parameter persepsi orang tua menunjukkan bahwa
semua pertanyaan yang diajukan dinyatakan valid, karena nilai r hitung lebih
besar dari nilai rtabel pada selang kepercayaan 95% untuk N-2. Hal ini berarti
bahwa pertanyaan pada kuisioner yang digunakan dapat diterima oleh orang tua.
7/25/2019 bahanqq.pdf
40/103
Tabel 10.Hasil uji validitas kuisioner responden guru
No. Pertanyaan Nilai r hitung Keterangan
1 0,780 Valid
2 0,138 Tidak Valid
3 0,780 Valid
4 0,469 Valid
6 0,362 Valid
8 0,504 Valid
9 0,382 Valid
10 0,448 Valid
12 0,591 Valid
14 0,483 Valid
15 0,480 Valid
16 0,661 Valid
17 0,400 Valid
18 0,422 Valid
21 0,780 Valid
*Keterangan:
Jumlah responden = 30 orang Nilai rtabel = 0,361 Nilai = 0,05
Hasil uji validitas parameter persepsi guru terhadap keamanan jajanan
anak sekolah menunjukkan ada pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan
nomor 2, dimana nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel. Pertanyaan yang
tidak valid artinya pertanyaan tersebut tidak mengukur aspek yang sama dengan
pertanyaan lain, atau menimbulkan penafsiran yang salah bagi responden
(Singarimbun dan Effendy, 1995). Pertanyaan nomor 2 yang tidak valid
berbunyi Apakah sekolah memiliki Kantin?. Namun berdasarkan uji validitas
secara subjektif pertanyaan tersebut telah lulus dari uji validitas dan pertanyaan
tersebut mudah dimengerti atau tidak menimbulkan bias. Pertanyaan tersebut
berupa pertanyaan realita (nyata) yang tidak memerlukan pengetahuan guru
sehingga tidak perlu diganti atau dihilangkan. Hal ini berarti bahwa kuisioner
7/25/2019 bahanqq.pdf
41/103
responden guru diterima untuk selanjutkan digunakan dalam penyebaran
kuisioner.
C. RELIABILITAS KUISIONER
Reliabilitas kuisoner dilakukan dengan metode yang sama pada uji
validitas. Responden yang digunakan dalam uji reliabilitas berjumlah 30 orang
responden dengan teknik pengulangan pertanyaan dalam selang waktu 14 hari
antara pengukuran pertama dan kedua. Berdasarkan pengujian reliabilitas
persepsi orang tua dan guru terhadap keamanan pangan jajan anak sekolah
masing-masing diperoleh nilai r hitung sebesar 0,981 dan 0,975. Nilai r tabel
pada selang kepercayaan 95% untuk N-2 adalah 0,361. Hasil uji reliabilitas
terhadap kuisioner orang tua dan kuisioner guru menunjukkan bahwa r hitung
lebih besar daripada r tabel. Hal ini berarti bahwa kuisioner yang digunakan
dalam penelitian telah reliabel atau dapat dipercaya. Data hasil perhitungan
reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
D. PROFIL RESPONDEN
1. Orang Tua
Profil responden orang tua dibagi menjadi 5 kriteria, yaitu usia,
pekerjaan, pengeluaran, pendidikan formal terakhir yang ditamatkan, dan
jumlah anak usia sekolah dasar. Berdasarkan data yang diperoleh sebagian
besar orang tua berada dalam kisaran usia 36-46 tahun (53,45%). Data
sebaran orang tua berdasarkan kelompok usia terdapat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran orang tua berdasarkan usia
Usia N % N
< 25 tahun 21 9,05
25 35 tahun 78 33,62
36 46 tahun 124 53,45
> 46 tahun 9 3,88
Total 232 100,00
7/25/2019 bahanqq.pdf
42/103
Menurut Sumarwan (2003), usia 16-18 tahun termasuk kelompok
remaja lanjut, 19-24 tahun termasuk kelompok dewasa awal, 25-35 tahun
termasuk kelompok dewasa lanjut dan 36-50 tahun termasuk kelompok
paruh baya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa lebih dari 50%
responden dalam penelitian ini berdasarkan siklus hidupnya termasuk
kelompok ibu rumah tangga dari dewasa lanjut hingga paruh baya.
Berdasarkan pekerjaan, lebih dari setengah responden dalam
penelitian ini adalah ibu rumah tangga tanpa pekerjaan sambilan atau ibu
rumah tangga penuh (63,79%). Sedangkan sisanya sebanyak 27,59%
responden ibu rumah tangga memiliki pekerjaan sambilan dan sebanyak
862% responden ibu rumah tangga lainnya bekerja di luar rumah secara
penuh. Tabel 12 menyajikan data sebaran orang tua berdasarkan kelompokpekerjaan.
Tabel 12. Sebaran orang tua berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan N % N
Ibu RT tanpa pekerjaan sambilan 148 63,79
Ibu RT dengan pekerjaan sambilan 64 27,59
Ibu RT dengan pekerjaan penuh di luar
rumah20 8,62
Total 232 100,00
Ibu rumah tangga tanpa pekerjaan sambilan, umumnya
mendedikasikan dirinya untuk peran sebagai istri dan ibu bagi anak-
anaknya dalam rumah tangga. Ibu rumah tangga dengan pekerjaan sambilan
dalam penelitian ini berarti selain menjalani perannya sebagai istri dan ibu
di keluarga juga memiliki pekerjaan non formal yang menyumbangkan
pemasokan untuk keluarga, seperti dengan membuka toko atau kios
(berdagang) di rumah atau pasar, menerima jasa jahitan, membuka salon
sampai menjadi pembantu atau tukang cuci pakaian. Sedangkan ibu rumahtangga dengan pekerjaan penuh diluar rumah berarti ibu yang bekerja
selama periode tertentu (Term-Time Working), dimana ibu bekerja penuh
waktu selama periode/waktu tertentu, setelah itu ada jeda untuk beberapa
waktu di rumah sebelum kembali bekerja selama periode tertentu.
Misalnya, menjadi guru sekolah dan pekerja kantoran (Anonim, 2005a).
7/25/2019 bahanqq.pdf
43/103
Ada perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan bagi anak
antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah
tangga penuh. Ibu yang bekerja berarti sebagian waktunya akan tersita,
sehingga peranannya dalam hal mengurus anak terpaksa dikerjakan oleh
orang lain (Suhardjo, 1989).
Para peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan
data mengenai pendapatan dari responden. Responden merasa tidak nyaman
jika harus mengungkapkan pendapatan yang diterimanya dan sebagian
merasa bahwa pendapatan adalah suatu hal yang sangat pribadi sehingga
sangat sensitif jika diberitahukan pada orang lain. Untuk mengatasi
kesulitan di atas, penelitian ini menggunakan metode lain dalam mengukur
pendapatan seseorang konsumen, yakni melalui pendekatan pengeluaransekeluarga perbulan (Sumarwan, 2003).
Berdasarkan pengeluaran sekeluarga perbulan yang ditampilkan
pada Tabel 13, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
pengeluaran sekeluarga perbulan sebesar Rp 1.000.000,00Rp 2.500.000,00
(45,26%). Badan Pusat Statistik (BPS) (2006), menetapkan penduduk yang
tergolong sangat miskin pendapatannya setara Rp 480.000 per rumah
tangga (RT) per bulan, rumah tangga miskin apabila pendapatannya Rp
600.000 per bulan dan mendekati miskin pendapatannya Rp 700.000 per
RT per bulan. Dari hasil tersebut diketahui bahwa pendapatan responden
dalam penelitian ini yang didekati dengan pengeluaran, umumnya berada
pada kelompok pendapatan menengah keatas.
Tabel 13. Sebaran orang tua berdasarkan pengeluaran
Pengeluaran N % N
< Rp 1.000.000 84 36,21
Rp 1.000.000 Rp 2.500.000 105 45,26
> Rp 2.500.000 Rp 5.000.000 36 15,52
> Rp 5.000.000 7 3,01
Total 232 100,00
Apabila dilihat dari tingkat pendidikan responden, sebanyak
78,45% responden berpendidikan sekolah lanjutan (Tabel 14). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa responden telah memiliki tingkat
7/25/2019 bahanqq.pdf
44/103
pendidikan yang cukup memadai. Sebaran tingkat pendidikan responden
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua dinilai cukup mampu
mengakses informasi yang diperlukan untuk kelangsungan dan
kesejahteraan keluarganya. Selain itu, responden juga dinilai cukup mampu
memahami instruksi yang diberikan peneliti lewat kuisioner selama
pengambilan data, sehingga menunjang pencapaian tujuan penelitian
(Mardiyanti, 2005).
Tabel 14. Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan
Pendidikan N % N
Sekolah Dasar (SD atau sederajat) 30 12,93
Sekolah lanjutan (SLTP, SLTA atau sederajat) 182 78,45
Perguruan tinggi (Diploma, S-1, S-2, atau S-3) 20 8,62
Total 232 100,00
Menurut Sumarwan (2003), pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran
sangat terkait satu sama lain. Pendidikan yang rendah akan mencerminkan
jenis pekerjaan dan pendapatan serta daya beli terhadap pangan. Sedangkan
menurut Sanjur (1982), pendidikan ibu memiliki hubungan dengan
perbaikan pola konsumsi pangan keluarga. Dengan semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu dan pengetahuan yang dimiliki maka akan terjadi perbaikan
kebiasaan makan, serta perhatian pada kesehatan dan makanan yang bergizi
juga bertambah.
Pada penelitian dapat dilihat bahwa, responden umumnya memiliki
satu orang anak yang berada pada usia sekolah dasar (89,66%) sedangkan
responden yang memiliki dua orang anak pada usia sekolah dasar hanya 24
orang (10,34%) (Lampiran 9). Anak usia sekolah dasar memerlukan banyak
gizi dimana mereka masih dalam proses pertumbuhan sehingga diperlukan
perhatian dari orang tua yang tinggi terhadap kebutuhan pangan baik
kuantitas maupun kualitasnya. Jumlah anak usia sekolah dasar yang lebih
sedikit pada satu keluarga menyebabkan perhatian orang tua lebih banyak
pada anak tersebut sehingga asupan gizi pada anak lebih baik (Khomsan,
2002). Penyebaran terhadap tingkat kelas anak merata pada semua
tingkatan yaitu dari kelas 1 sampai kelas 6. Sehingga data yang didapatkan
mampu mewakili ibu dari anak usia sekolah dasar.
7/25/2019 bahanqq.pdf
45/103
2. Guru
Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan
mendidik orang lain (Syah, 2000). Guru sebagai pendidik ataupun pengajar
merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Seorang
guru harus mampu menyampaikan pesan-pesan kepada anak didiknya
tentang segala suatu yang menyangkut nilai-nilai kehidupan disamping hal-
hal yang terdapat dalam kurikulum pengajaran.
Selain itu, guru juga dapat berperan sebagai (a) informator, yaitu
sumber penyampaian informasi berupa ilmu pengetahuan, (b) organisator,
yaitu menjaga dan mengatur keserasian kegiatan belajar mengajar, (c)
katalisator, yaitu mengatur kegiatan belajar mengajar kearah tujuan, (d)
inisiator, yaitu mengambil inisiatif pertama sehingga menimbulkan
semangat baru untuk melaksanakan semua kegiatan belajar mengajar ke
tujuan interaksional, (e) moderator, yaitu sebagai pengantar belajar bagi
siswa (Wahab, 1993).
Profil responden guru dikelompokkan menjadi usia, jenis kelamin,
dan pendidikan formal terakhir yang ditamatkan. Berdasarkan Lampiran 10
dan Lampiran 11 diketahui bahwa profil usia responden guru, yaitu berusia
kurang dari 25 tahun (6,88%), berusia 25-35 tahun (51,87%), berusia 36-46
tahun (35.00%), dan berusia diatas 46 tahun (6,25%). Responden tersebut
dibagi dua berdasarkan jenis kelamin yaitu 58,12% adalah perempuan dan
41.88% adalah laki-laki. Sebagian besar guru tersebut adalah perempuan
dengan usia antara 25 tahun hingga 35 tahun (31,87%) (Gambar 2).
7/25/2019 bahanqq.pdf
46/103
Tabulasi umur g uru
3.13
31.87
19.37
3.753.75
20
15.63
2.5
0
5
10
15
20
25
30
35
< 25 tahun 25-35 tahun 36-46 tahun >46 tahun
Umur
Persentase(%
)
Perempuan
Laki-laki
Gambar 2. Tabulasi antara umur dan jenis kelamin guru
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
tahun 1979 tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dijelaskan bahwa
umur pensiun bagi guru sekolah dasar adalah 60 tahun dan berdasarkan
Badan Kepegawaian Negara tahun 2005 diketahui bahwa guru sekolah
dasar termuda adalah berumur 21 tahun (Anonim, 2005b).
Menurut Sibarani (2006), berdasarkan tingkat produktivitas kerja,
kisaran usia produktif adalah 15-64 tahun, sedangkan kisaran usia tidak
produktif di atas 64 tahun dan dibawah 15 tahun. Dengan demikian
diketahui bahwa responden guru dalam penelitian ini termasuk dalam
tangga usia produktif yang cukup tinggi. Usia produktif yang cukup tinggi
pada guru dapat menciptakan proses belajar mengajar yang efisien sehingga
tujuan pendidikan dapat terlaksana.
Dilihat dari tingkat pendidikan pada Gambar 3, responden guru
berada pada sebaran pendidikan diploma (34,36%) dan sarjana (65,64%).
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 123/U/2001 tanggal 13 Juli 2001, khususnya Pasal 2 ayat
1, dimana kualifikasi pendidikan untuk guru sekolah dasar minimal adalah
lulusan D-II PGSD dan dalam situasi kondisi tertentu dimungkinkan
menerima lulusan PGSD, Penyetaraan, SPG dan SGO. Tingkat pendidikan
seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara pandang,
7/25/2019 bahanqq.pdf
47/103
cara berpikir, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Responden yang
memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap
informasi (Sumarwan, 2003).
Pendidikan Guru
34.36%
65.64%
Diploma (D1, D2atau D3)
Sarjana (S-1, S-2, atau S-3)
Gambar 3. Sebaran tingkat pendidikan guru
Responden guru yang diambil dalam penelitian ini menyebar merata
dari kelas 1 sampai kelas 6 (89,37%) ditambah dengan beberapa guru
bidang studi (10,63%) ( Lampiran 12).
E. PERSEPSI ORANG TUA
1. Rutinitas Sarapan
Tabel mengenai rutinitas sarapan anak sekolah terdapat pada
Lampiran 13, sedangkan kebiasaan sarapan dari anak sekolah dapat dilihat
pada Lampiran 14. Dari kedua Lampiran tersebut dapat diketahui seberapa
sering anak melakukan sarapan sebelum berangkat ke sekolah serta
kebiasaan sarapan itu sendiri. Sebagian besar anak hanya kadang-kadang
saja sarapan sebelum berangkat ke sekolah (64,22%) dan anak yang
melakukan sarapan setiap hari hanya sebesar 32,76%. Akan tetapi ada pula
anak yang tidak melakukan sarapan sama sekali sebelum berangkat ke
sekolah yaitu sebesar 3,02%.
Setiap anak mempunyai pola dan kebiasaan sarapan yang berbeda-
beda (Gambar 4). Hal ini dapat juga dilihat pada Lampiran 15 yang
menunjukkan bahwa anak dari responden yang kadang-kadang sarapan di
rumah terbagi menjadi dua frekuensi yaitu kadang sarapan dengan
7/25/2019 bahanqq.pdf
48/103
frekuensi 1-2 kali seminggu (16,38%) dan kadang sarapan dengan frekuensi
3-5 kali seminggu (47,84%).
Anak yang melakukan sarapan pagi memiliki stamina yang fit
selama mengikuti kegiatan di sekolah. Sedangkan anak yang tidak sarapan
pagi akan mengalami kekosongan lambung sehingga kadar gula akan
menurun. Gula darah merupakan energi utama bagi otak. Dampak
negatifnya adalah ketidakseimbangan sistem syaraf pusat yang diikuti
dengan rasa pusing, badan gemetar atau rasa lelah. Dalam keadaan
demikian anak akan sulit untuk menerima pelajaran dengan baik (Khomsan,
2002). Ada banyak alasan yang menyebabkan anak tidak sarapan, misalnya
tidak disiapkan oleh orang tuanya, bangun kesiangan dan sebagainya. Salah
satu solusi dari berbagai alasan tersebut adalah dengan membawakan bekal
kepada mereka. Namun berdasarkan penelitian, orang tua menyatakan
bahwa jajan lebih praktis daripada membawa bekal dari rumah (83,62%).
Hal ini memperkuat dugaan bahwa alasan anak untuk jajan adalah tidak
sarapan di rumah (Lampiran 16).
Frekuensi Sarapan
0
0
32.76
16.38
47.84
0
0 10 20 30 40 50 60
1-2/ minggu
3-5/minggu
Setiap hari
Persentase (%)
Kadang
Ya
Gambar 4. Tabulasi silang antara kebiasaan sarapan dengan rutinitas
sarapan anak
7/25/2019 bahanqq.pdf
49/103
2. Kebiasaan Jajan
Pada Lampiran 17, diketahui bahwa sebagian besar orang tua
memberikan uang saku kepada anak (98,70%) dan hanya 1,30% orang tua
yang tidak memberikan uang saku untuk anak. Besarnya uang saku yang
diberikan orang tua kepada anak yaitu kurang dari Rp 1.000,00 (3,88%), Rp
1.000,00-Rp 5.000,00 (79,74%) dan Rp 5.000,00-Rp 10.000,00 (15,08%)
(Lampiran 18). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pratomo (2002), dimana diketahui bahwa rata-rata besarnya uang saku yang
diterima oleh siswa sekolah berkisar antara Rp 1.000,00-Rp 5.000,00 per
hari (58,02%). Kenaikan harga pada berbagai elemen komoditas pada tahun
2006 tidak merubah besarnya uang saku orang tua kepada anak.
Dari tabulasi antara pemberian uang saku dan besarnya uang saku
yang diberikan pada anak (Gambar 5 dan Lampiran 19), dapat diketahui
bahwa orang tua yang selalu memberikan uang saku tiap hari pada anak
berbeda-beda yaitu kurang dari Rp 1.000,00 (3,02%), Rp 1.000,00-Rp
5.000,00 (71,55%), dan lebih dari Rp 5.000,00-Rp 10.000,00 (13,36%).
Begitu pula orang tua yang tidak rutin atau kadang-kadang memberikan
uang saku pada anak, mereka memberikan jumlah yang berbeda pula yaitu
kurang dari Rp 1.000,00 (0,86%), berkisar antara Rp 1.000,00-Rp 5.000,00
(8,19%) dan lebih dari Rp 5.000,00-Rp 10.000,00 (1,72%).
Frekuensi Uang Saku
3.02
71.55
13.36
0.86
8.19
1.72
0 20 40 60 80
< Rp 1000
Rp1000 Rp
5.000
> Rp 5.000 Rp
10.000
Persentase (%)
Kadang
Ya
Gambar 5. Frekuensi pemberian dan jumlah uang saku anak
7/25/2019 bahanqq.pdf
50/103
Uang saku yang diberikan orang tua kepada anak tersebut sebagian
besar digunakan untuk membeli jajan (80,35%). Sisanya uang saku tersebut
oleh anak digunakan untuk membeli mainan (17,90%) dan keperluan
lainnya (1,75%) (Lampiran 20). Keperluan lainnya maksudnya adalah uang
saku yang diberikan oleh orang tua kepada anak digunakan untuk
menabung, ongkos angkutan, dan uang kas sekolah. Anak yang
menggunakan uang saku untuk jajanan umumnya selalu dimonitor oleh
orang tua (86,96%) (Lampiran 21).
Menurut Sekarsari (2003), faktor utama penyebab anak sekolah
membeli jajan adalah mereka merasa lapar lagi walaupun sudah makan di
rumah (47,10%), tidak sempat sarapan di rumah (13,17%), tidak membawabekal dari rumah (18,12%), dan 2,90% menyatakan bahwa jajan dilakukan
hanya untuk gengsi atau malu oleh teman jika tidak jajan.
Jajanan yang dikonsumsi anak berbeda-beda. Menurut Rahayu et al.
(2005), pangan jajanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah umumnya
dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu 1) Makanan utama (nasi
goreng, nasi soto, mie bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan
sejenisnya); 2) Penganan atau kue (tahu goreng, cilok, martabak telur,
apem, keripik, jelly, dan sejenisnya); 3) Minuman (es campur, es sirup, es
teh, es mambo, dan sejenisnya); 4) Buah-buahan (pepaya potong, melon
potong, dan sejenisnya). Dari 184 anak yang menggunakan uang saku
untuk membeli jajanan, diketahui bahwa sebanyak 40,76% anak dari
responden membeli jajanan berupa penganan, 30,46% anak dari responden
membeli jajanan berupa makanan utama. Sisanya anak responden membeli
jajanan berupa minuman (23,37%) dan buah-buahan (5,44%).
Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6.
7/25/2019 bahanqq.pdf
51/103
Jajanan yang sering d ikonsumsi anak
30.43%
40.76%
23.37%5.44% Makanan utama
Panganan
Minuman
Buah - buahan
Gambar 6. Jajanan yang dibeli oleh anak sekolah
Pola makan yang dianjurkan kepada anak seharusnya mengandung
karbohidrat berkisar 50-60 persen dari total kalori yang dikonsumsi.
"Sementara asupan lemak tidak lebih dari 30 persen dari total kalori, dan
protein 20-25 persen. Tambahannya air, mineral, dan vitamin diperlukan
meski dalam jumlah kecil, karena merupakan unsur yang menjaga
keseimbangan atau membantu metabolisme makanan yang utama tadi
(Anonim, 2007). Khusus untuk protein hewani seorang anak dianjurkan
agar mengkonsumsi kira-kira 5 gram protein asal ternak ditambah 10 gram
protein ikan (Khomsan, 2002). Namun dari sekian banyak jajanan yang
dibeli oleh anak umumnya hanya terbuat dari karbohidrat sehingga tidak
memenuhi standar gizi anak.
3. Pangan Jajanan di Sekolah
Pangan jajanan anak sekolah beraneka ragam baik jenis, bentuk,
warna, rasa dan penampilan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
menurut orang tua sebanyak 94,97% pangan jajanan yang dikonsumsi anak
mengandung bahan kimia berbahaya dan sebanyak 65.52% pangan jajanan
di sekolah tidak higienis atau mengandung kuman (Lampiran 22). Dari data
tersebut dapat kita ketahui bahwa umumnya orang tua berpendapat bahwa
pangan jajanan anak sekolah tidak aman untuk dikonsumsi.
7/25/2019 bahanqq.pdf
52/103
Pangan jajanan di sekolah sangat berisiko terhadap cemaran
biologis atau kimiawi yang banyak mengganggu kesehatan baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Pangan yang baik dalam penampakan
belum tentu aman untuk dikonsumsi. Dari hasil pengawasan pangan
jajanan anak sekolah tahun 2005 yang dilakukan oleh 18 Balai Besar/Balai
POM, dengan cakupan pengambilan sampel makanan jajanan anak sekolah
seluruhnya 861 sampel yang memenuhi syarat sebanyak 517 sampel
(60,04%), dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 344 sampel
(39,96%), terdiri dari Benzoat10 sampel, Siklamat93 sampel, Sakarin29
sampel, Rhodamin B 85 sampel, Amaranth 3 sampel, Methanyl yellow 2
sampel, Boraks 34 sampel, Formalin 7 sampel, ALT 60 sampel, MPN
Coliform 48 sampel, Kapang/kamir 32 sampel, E. coli 32 sampel,Salmonella thypii12 sampel, Staphylococcus aureus12 sampel, dan Vibrio
cholerae 2 sampel (Rahayu et al., 2005). Sedangkan berdasarkan hasil
penelitian Agustina (2002) terhadap pangan jajanan seperti mie ayam, mie
bakso, mie rebus, pastel, tahu isi, bakso ikan goreng dan sambel di kantin
sekolah yang berada di wilayah Bogor, hampir semuanya positif
mengandung Salmonella Paratyphi A, Staphylococ