Upload
achmad-anwar
View
257
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PERADABAN ISLAM MASA BANI UMAYYAH II
( DI ANDALUSIA)
A. PENDAHULUAN
Pada periode Islam Klasik, Andalusia mencapai puncak keemasannya,
bahkan dikatakan mampu menyaingi Baghdad yang ada di Timur. Banyak
orang Eropa mendalami studi di universitas-universitas Islam disana. Ketika
itu bisa dikatakan, Islam telah menjadi guru bagi orang Eropa. Selama delapan
abad, Islam pernah berjaya di bumi Eropa (Andalusia) dan membangun
peradaban yang gemilang. Namun peradaban yang di bangun dengan susah
payah dan kerja keras kaum Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas
begitu saja karena kelemahan-kelemahan yang terjadi di kalangan kaum
Muslimin sendiri dan karena keberhasilan bangsa Barat / Eropa bangkit dari
keterbelakangan. Kebangkitan yang meliputi hampir semua element
peradaban, terutama di bidang politik yakni dengan dikalahkannya kerajaan-
kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya sampai kemajuan di bidang science
dan tehnologi.
B. PEMBAHASAN
1. Penaklukan Dan Pemerintahan
Al-Andalus, berarti "untuk menjadi hijau pada akhir musim panas"
dan merujuk pada wilayah yang diduduki oleh kerajaan Muslim di
Spanyol Selatan yang meliputi kota-kota seperti Almeria, Malaga, Cadiz,
Huelva, Seville, Cordoba, Jaen dan Granada.1
Andalusia terletak di benua Eropa barat daya dengan batas-batas di
timur dan tenggara adalah Laut Tengah, di selatan benua Afrika yang
terhalang oleh selat Gibraltar, di barat samudra Atlantik dan di utara oleh
teluk Biscy. Pegunungan Pyrenia di timur laut membatasi Andalusia
dengan Prancis. Andalusia adalah sebutan pada masa Islam bagi daerah
yang dikenal dengan semenanjung Iberia (kurang lebih 93 % wilayah
1 http://www.hispanicmuslims.com/andalusia/andalusia.html
1
Spanyol, sisanya Portugal) dan Vandalusia. Sebutan ini berasal dari kata
Vandalusia, yang berarti negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan
semenanjung itu pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum mereka
diusir ke Afrika Utara oleh bangsa Goth pada abad ke-5 M.2
Kondisi sosial masyarakat Andalusia menjelang penaklukan Islam
sangat memprihatinkan. Masyarakat terpolarisasi ke dalam beberapa kelas
sesuai dengan latar belakang sosialnya. Sehingga ada masyarakat kelas
satu, dua dan tiga. Kelompok masyarakat kelas satu, yakni penguasa,
terdiri atas Raja, para pangeran, pembesar istana, pemuka agama dan tuan
tanah besar. Kelas dua terdiri atas tuan-tuan tanah kecil. Tuan tanah kecil
adalah golongan rakyat kelas dua (second citizen). Kelompok masyarakat
kelas tiga terdiri atas para budak termasuk budak tani yang nasibnya
tergantung pada tanah, penggembala, nelayan, pandai besi, orang Yahudi
dan kaum buruh dengan imbalan makan dua kali sehari. Mereka tidak
dapat menikmati hasil tanah yang mereka garap. Rakyat kelas dua dan tiga
yang sangat tertindas oleh kelas atas banyak lari ke hutan karena trauma
dengan penindasan para penguasa. Demi mempertahankan hidup, mereka
terpaksa harus mencari nafkah dengan jalan membunuh, merampas atau
membajak. Dekadensi moral mereka itu bersamaan dengan jatuhnya
ekonomi mereka.3
Penaklukan oleh pasukan Islam atas Andalusia memberi dampak
positif yang luar biasa. Andalusia dijadikan tempat ideal dan pusat
pengembangan budaya. Ketika peradaban Eropa tenggelam dalam
kegelapan dan kehancuran, obor Islam menyinari seluruh Eropa melalui
Andalusia, kepada bangsa Vandhal, Goth dan Berber. Islam menegakkan
keadilan yang belum dikenal sebelumnya. Rakyat jelata tertindas yang
hidup dalam kegelapan mendapat sinar keadilan, memiliki kemerdekaan
hidup dan menentukan nasibnya sendiri. Para budak pada bangsa Goth
dimerdekakan oleh para penguasa Muslim dan diberi pekerjaan yang
2 Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, Cet. ke-1, 2007, hlm. 227-228.
3 Ibid., hlm. 228
2
sesuai dengan kemampuannya. Sikap toleransi kaum Muslim adalah
perjanjian damai dengan pihak para penguasa yang telah ditaklukkan.
Kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang diterapkan, memungkinkan
bangsa-bangsa yang ditaklukkan itu ikut ambil bagian dalam pemerintahan
bersama-sama dengan para penguasa Muslim. Jadi Islam tidak mengenal
adanya perbedaan kasta dan keyakinan. Saat ditaklukkan, tingkat
peradaban Andalusia sangat rendah dan keadaan umumnya begitu
menyedihkan, sehingga kaum Muslim lebih banyak mengajar daripada
belajar. Eropa sendiri di satu pihak diganggu oleh bangsa Berber Jerman.
Sementara itu filsafat Yunani dan ilmu pengetahuan telah lama pindah
tempat ke Syria dan Persia4
Penaklukan semenanjung ini diawali dengan pengiriman 500 orang
tentara Muslim dibawah pimpinan Tarif bin Malik pada Ramadhan tahun
91 H / 710 M.5 Ia dan pasukannya mendarat disebuah tempat yang diberi
nama Tarifa. Ekspedisi ini berhasil dan Tarif kembali ke Afrika Utara
membawa banyak ghanimah. Musa bin Nushair, Gubernur Jenderal al-
Maghrib di Afrika Utara kala itu, kemudian mengirimkan 7000 orang
tentara dibawan pimpinan Thariq bin Ziyad. Ekspedisi kedua ini mendarat
di bukit karang Gibraltar (Jabal al-Thariq) pada tahun 92 H / 711 M. Di
atas bukit itu, Thariq berpidato untuk membangkitkan semangat juang
pasukannya, karena tentara musuh yang akan dihadapi jumlahnya 100.000
orang. Thariq mendapat tambahan 5000 orang tentara dari Afrika Utara
sehingga total jumlah pasukannya menjadi 12.000 orang.6
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Salado (Lagund Janda)
pada bulan Ramadhan 92 H / 19 Juli 711. Pertempuran ini mengawali
kemenangan Thariq dalam pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai
akhirnya Toledo, ibu kota Gothia Barat, dapat direbut pada bulan
September tahun itu juga. Bulan Juni 712 M, Musa berangkat ke
4 Ibid., hlm. 233-235.5 P.M. Holt (ed), The Cambridge History of Islam, Cambridge: Press Syndicate of The
University of Cambridge, 1970, hlm. 406.6 Ali Sodikin dkk, Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern,
Yogyakarta: LESFI, Cet. ke-2, 2004, hlm. 79-80.
3
Andalusia membawa 18.000 orang tentara dan menyerang kota-kota yang
belum ditaklukkan oleh Thariq sampai bulan Juni tahun berikutnya. Di
kota kecil Talavera, Thariq menyerahkan kepemimpinan pada Musa. Pada
saat itu pula Musa mengumumkan Andalusia menjadi bagian dari wilayah
kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.Penaklukan
selanjutnya diarahkan ke kota-kota bagian Utara hingga mencapai kaki
pegunungan Pyrenia. Di balik pegunungan itu terbentang tanah Galia di
bawah kekuasaan bangsa Perancis. Musa berambisi menaklukkan wilayah
di balik pegunungan itu, namun khalifah al-Walid tidak merestuinya
bahkan ia memanggil Musa dan Thariq untuk pulang ke Damaskus.
Sebelum berangkat, Musa menyerahkan kekuasaan kepada Abd al-Aziz
bin Musa. Abd Aziz berhasil menaklukkan Andalusia bagian timur,
sehingga dengan demikian seluruh Andalusia sudah jatuh ke tangan umat
Islam, kecuali Galicia sebuah kawasan yang terjal dan tandus di bagian
barat laut semenanjung itu.7
Andalusia menjadi salah satu propinsi dari daulah Bani Umayyah
sampai tahun 132 H / 750 M. selama periode tersebut, para gubernur
Umawiyah di Andalusia berusaha mewujudkan impian Musa bin Nushair
untuk menguasai Galia. Akan tetapi, dalam pertempuran Poitiers di dekat
Tours pada tahun 114 H / 732 M tentara Islam di bawah pimpinan Abd al-
Rahman al-Ghafiqi di pukul mundur oleh tentara Nasrani Eropa di bawah
pimpinan Kartel Martel. Itulah titik akhir dari serentetan sukses umat
Islam di utara pegunungan Pyrenia. Setelah itu mereka tidak pernah
meraih kemenangan yang berarti dalam menghadapi serangan balik kaum
Nasrani Eropa. Ketika daulah Bani Umayyah runtuh pada tahun 132 H /
750 M, Andalusia menjadi salah satu propinsi dari daulah Bani Abbas
sampai Abd al-Rahman bin Muawiyah, cucu khalifah Umawiyah
kesepuluh Hisyam bin Abd Malik, memproklamasikan propinsi itu sebagai
negara yang berdiri sendiri pada tahun 138 H / 756 M. sejak proklamasi
itu, Andalusia memasuki babak baru sebagai sebuah negara berdaulat di
7 Ibid.
4
bawah kekuasaan Bani Umayyah II yang beribukota di Cordova sampai
tahun 422 H / 1031.8
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Andalusia hingga
jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana, Islam memainkan peranan yang
sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah
panjang yang dilalui umat Islam di Andalusia dapat dibagi menjadi enam
periode:
a. Periode pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Andalusia berada dibawah pemerintahan para
wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik Andalusia belum tercapai
secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi baik dari dalam
maupun luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan
diantara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan,
terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Didalam etnis Arab
sendiri, terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing, yaitu suku
Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis
ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada
figur penguasa yang tangguh. Itulah sebabnya di Andalusia pada saat
itu, tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya
dalam jangka waktu yang agak lama.9
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di
Andalusia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang
memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Karena
seringnya konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar,
maka dalam periode ini Andalusia belum memasuki kegiatan
pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini
8 Ibid., hlm. 80-81.9 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cet. ke-1, 1993,
hlm.93.
5
berakhir dengan datangnya Abd al-Rahman al-Dakhil pada tahun 138
H / 755 M.10
b. Periode kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Andalusia berada di bawah pemerintahan
amir, tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang ketika
itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Penguasa
Andalusia pada periode ini adalah Abd al-Rahman al-Dakhil, Hisyam
I, Hakam I, Abd al-Rahman al-Ausath, Muhammad bin Abd al-
Rahman, Munzir bin Muhammad dan Abdullah bin Muhammad.
Mengenai ad-Dakhil, diceritakan sewaktu Dinasti Bani
Umayyah tumbang oleh Dinasti Abbasiyah terjadi pembunuhan massal
dan pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga Umayyah. Ia melarikan diri
menyusuri Afrika Utara hingga tiba di Meknes, Maroko dan pindah ke
Melilla, dekat Ceuta di pesisir Laut Tengah menghadap semenanjung
Iberia. Inilah buat pertama kalinya seorang pangeran Bani Umayyah
masuk ke Andalusia, sehingga ia mendapat gelar ad-Dakhil. Setelah
melumpuhkan penguasa Andalusia, Yusuf bin Abd ar-Rahman, ia
akhirnya berkuasa disana.11
Pada periode ini, Andalusia mulai memperoleh kemajuan-
kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban.
Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-
sekolah di kota-kota besar. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan
hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang
militer. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Andalusia.
Sedang Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta
ilmu.
Pada periode ini, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada
pertengahan abad ke-9 M, stabilitas terganggu dengan munculnya
gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan (Martyrdom). Tetapi
10 Ibid., hlm. 94.11 Joesoef Souyb, Sejarah Daulat Umayyah II di Cordova, Jakarta: Bulan Bintang, Cet.
ke-1, 1977, hlm. 9.
6
gerakan ini tidak mendapat simpati dikalangan intern Kristen sendiri,
karena pemerintahan Islam kala itu mengembangkan kebebasan
beragama. Peribadatan tidak dihalangi, bahkan mereka juga tidak
dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi
karyawan pada instansi militer. Gangguan politik paling serius datang
dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun
852 M membentuk negara kota dan bertahan sampai 80 tahun.
Disamping itu, sejumlah orang yang tidak puas terhadap penguasa
melancarkan revolusi, yang terpenting diantaranya pemberontakan
Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.12
c. Periode ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini, Andalusia diperintah oleh penguasa dengan
gelar Khalifah. Penggunaan gelar ini berawal dari berita bahwa al-
Muktadir, Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad meninggal dunia
dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Maka Abdurrahman III menilai
bahwa keadaan ini menunjukkan suasana pemerintahan Abbasiyah
sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini
merupakan moment yang paling tepat untuk memakai gelar Khalifah
yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun
lebih. Maka dari itu, gelar Khalifah ini mulai dipakai sejak tahun 929
M. Khalifah besar yang memerintah pada periode ini yaitu Abd al-
Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M) dan Hisyam II
(976-1009 M).13
Pada periode ini, Andalusia mencapai puncak kemajuan dan
kejayaan, menyaingi Baghdad di timur. Al-Nashir mendirikan
universitas di Cordova yang perpustakaannya memiliki koleksi ratusan
ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri
perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati
kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
d. Periode keempat (1013-1086 M)12 Badri Yatim, op.cit., hlm. 95-96. 13 Ibid., hlm. 96.
7
Pada periode ini, Andalusia terpecah menjadi lebih dari 20
kerajaan kecil. Masa ini disebut Muluk al-Thawaif (Raja Golongan).
Mereka mendirikan kerajaan berdasarkan etnis Barbar, Slovia atau
Andalus yang bertikai satu sama lain sehingga menimbulkan
keberanian umat Kristen di utara untuk menyerang. Ironisnya, kalau
terjadi perang saudara, para pihak yang bertikai sering meminta
bantuan kepada Raja-raja Kristen. Periode ini meskipun terjadi
ketidakstabilan politik tetapi dalam bidang peradaban mengalami
kemajuan karena masing-masing ibu kota kerajaan lokal ingin
menyaingi Cordova, sehingga muncullah kota-kota besar seperti
Toledo, Sevilla, Malaga dan Granada.14
e. Periode kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, meskipun Andalusia telah terpecah-pecah
dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan,
yakni dinasti Murabithun (1086-1143) dan dinasti Muwahidun (1146-
1235 M). Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama
yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyfin di Afrika Utara. Ia masuk ke
Andalusia atas undangan penguasa Islam disana yang tengah memikul
beban berat perjuangan mempertahankan negeri dari serangan orang
Kristen. Ia dan tentaranya masuk Andalusia pada tahun 1086 M dan
berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan dikalangan
Raja-raja Muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai
Andalusia dan ia berhasil. Tetapi sepenggantinya adalah Raja-raja
yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir baik di
Afrika Utara maupun di Andalusia sendiri.
Sepeninggal Murabithun, muncul dinasti-dinasti kecil, tapi
hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M, dinasti
Muwahhidun di Afrika Utara yang didirikan oleh Muhammad bin
Tumart. Dinasti ini datang ke Andalusia dibawah pimpinan Abd al-
Mun'im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim penting di 14 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, Cet. ke-2, 2004,
hlm. 120.
8
Andalusia seperti Cordova, Almeria dan Granada jatuh dibawah
kekuasaanya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami
banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur.
Akan tetapi, tidak lama setelah itu Muwahhidun mengalami
keambrukan. Tentara Kristen, pada tahun 1212 M, mendapat
kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang
dialami oleh Muwahhidun memaksa penguasanya keluar dari
Andalusia dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235 M. Tahun
1238 M, Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh
di tahun 1248 M. Seluruh Andalusia kecuali Granada lepas dari
kekuasaan Islam.15
f. Periode keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada,
dibawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M) yang didirikan oleh
Muhammad bin Yusuf bin Nasr bin al-Ahmar16. Peradaban mengalami
kemajuan, tetapi hanya berkuasa di wilayah yang kecil seperti pada
masa kekuasaan Abdurrahman an-Nashir. Namun pada dekade terakhir
abad 14 M, dinasti ini telah lemah akibat perebutan kekuasaan.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajaan Kristen yang telah
mempersatukan diri melalui pernikahan antara Esabella dari Aragon
dengan Raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama-sama merebut
kerajaan Granada. Pada tahun 1487 mereka dapat merebut Malaga,
tahun 1489 menguasai Almeria, tahun 1492 menguasai Granada. Raja
terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke Afrika Utara.17
Pada akhir abad ke -14 M pihak Kristen sangat antusias untuk
mengkristenkan pemeluk Yahudi dan Muslim. Pada 1391 Yahudi
dipaksa menerima Baptisme, tahun 1478 program pemaksaan agama
diresmikan dan memerintahkan Yahudi untuk memilih Baptisme atau
15 Badri Yatim, op.cit., hlm. 99.16 L.P. Harvey, Islamic Spain, Chicago: The University of Chicago Press, 1990, hlm. 20.17 Musyrifah Sunanto, op.cit., hlm. 122-123.
9
pengusiran. Tahun 1492 nyaris seluruh pemeluk Yahudi diusir dari
Andalusia.18
Gerakan reconquista terus berlanjut. Tahun 1499, kerajaan
Kristen Granada melakukan pemaksaan orang Islam untuk menganut
Kristen dan buku-buku tentang Islam dibakar. Tahun 1502 kerajaan
Kristen ini mengeluarkan perintah supaya orang Islam Granada keluar
dari negeri ini kalau tidak mau menjadi Kristen. Ummat Islam harus
memilih antara masuk Kristen atau keluar dari andalus sebagai orang
terusir. Maka banyak orang Islam yang menyembunyikan
keislamannya dan melahirkan kekristenannya. Timbul pula
pemberontakan-pemberontakan. Pada tahun 1596, muslim Granada
memberontak dibantu oleh Kerajaan Utsmaniyyah. Antara tahun 1604-
1614 M kira-kira sekitar setengah juta kaum muslimin Andalusia
pindah ke Afrika Utara. Ini merupakan perpindahan terakhir ummat
Islam Andalusia. Sejak saat itu tak ada lagi ummat Islam di
Andalusia.19
2. Kemajuan Peradaban
a. Di bidang Ilmu Pengetahuan
Pemisahan Andalusia dari Bagdad secara politis, tidak
berpengaruh terhadap transmisi keilmuan dan peradaban antara
keduanya. Banyak muslim Andalusia yang menuntut ilmu di negeri
Islam belahan timur dan tidak sedikit pula ulama dari timur yang
mengembangkan ilmunya di Andalusia.
Prestasi umat Islam dalam memajukan ilmu pengetahuan tidak
diperoleh secara kebetulan, melainkan dengan kerja keras melalui
beberapa tahapan sistem pengembangan. Mula-mula dilakukan
penerjemahan kitab-kitab klasik Yunani, Romawi, India dan Persia,
kemudian dilakukan pensyarahan dan komentar terhadap terjemahan-
18 Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cet. ke- 1, 1999, hlm. 598.
19 Ibid.
10
terjemahan tersebut, sehingga lahir komentator-komentator muslim
kenamaan. Setelah itu dilakukan koreksi teori-teori yang sudah ada,
yang acap kali melahirkan teori baru sebagai hasil renungan pemikir-
pemikir muslim sendiri. Oleh karena itu, umat Islam tidak hanya
berperan sebagai jembatan penghubung warisan budaya lama dari
zaman klasik ke zaman baru, melainkan telah berjasa pula menemukan
teori-teori baru. Terlalu banyak teori orisinil temuan mereka, yang
besar sekali artinya sebagai dasar ilmu pengetahuan modern.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa
itu tidak terlepas kaitannya dari kerjasama yang harmonis antara
penguasa, hartawan dan ulama. Umat Islam di negara-negara Islam
waktu itu berkeyakinan bahwa memajukan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan umumnya, merupakan salah satu kewajiban pemerintahan.
Kesadaran kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh para pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat untuk
mengadakan perpustakaan-perpustakaan, disamping mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan. Sekolah dan perpustakaan, baik
perpustakaan umum maupun pribadi, banyak dibangun di berbagai
penjuru kerajaan, sejak dari kota besar sampai ke desa-desa.
Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban
yang sangat maju, sehingga hampir tidak ada seorangpun penduduknya
yang buta huruf. Dalam pada itu, Eropa Kristen baru mengenal asas-
asas pertama ilmu pengetahuan, itupun terbatas hanya pada beberapa
orang pendeta saja. Dari Andalusia ilmu pengetahuan dan peradaban
Arab mengalir ke negara-negara Eropa Kristen, melalui kelompok-
kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di Universitas
Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga-lembaga ilmu
pengetahuan lainnya di Andalusia. Yang pada gilirannya kelak akan
mengantarkan Eropa memasuki periode baru masa kebangkitan.20
Bidang - bidang ilmu pengetahuan yang paling menonjol antara lain21:20 Ali Sodiqin dkk, op.cit., hlm. 95-96.21 Badri Yatim, op.cit., hlm. 101-103.
11
a) Filsafat
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Andalusia adalah Abu
Bakr Muhammad bin al-Sayigh yang terkenal dengan nama Ibnu
Bajjah. Karyanya adalah Tadbir al-Mutawahhid, tokoh kedua
adalah Abu Bakr bin Thufail yang banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal
adalah Hay bin Yaqzhan. Tokoh terbesar dalam bidang filsafat di
Andalusia adalah Ibnu Rusyd dari Cordova. Ia menafsirkan
naskah-naskah Aristoteles dan menggeluti masalah-masalah
menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
b) Sains
Ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi dan kimia
berkembang dengan baik di Andalusia. Ibrahim bin Yahya al-
Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan berhasil membuat teropong
yang dapat menentukan jarak tata surya dan bintang. Ahmad bin
Abbas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm
al-Hasan bint Abi Ja'far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah
dua orang dokter dari kalangan wanita.
Di bidang sejarah dan geografi, muncul Ibnu Jubair yang
menulis negeri-negeri muslim Mediterania dan Ibnu Batutah yang
mengadakan ekspedisi hingga mencapai Samudra Pasai dan Cina.
Ibnu al-Khatib menyusun riwayat Granada sedang Ibnu Khaldun
dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah.22
c) Fiqh
Andalusia mayoritas menganut madzhab Maliki, yang
pertama kali diperkenalkan oleh Ziyad bin Abd al-Rahman. Ahli-
ahli fiqh lainnya diantaranya adalah Ibnu Yahya, seorang qadhi,
kemudian Abu Bakar bin al-Quthiyah, Munzir bin Sa'id al-Baluthi
dan Ibnu Hazm yang terkenal.22 Philip K Hitti, History of The Arabs, London: Macmillan and Co Ltd, Cet. ke- 10, 1970,
hlm.567
12
d) Musik dan Kesenian
Di bidang ini dikenal seorang tokoh bernama Hasan bin
Nafi yang berjuluk Zaryab. Dia juga terkenal sebagai penggubah
lagu dan sering mengajarkan ilmunya kepada siapa saja sehingga
kemasyhurannya makin meluas.
e) Bahasa dan Sastra
Tokohnya antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang
Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan
bin Usfur dan Abu Hayyan al-Gharnathi. Dan muncul banyak
karya sastra seperti al-Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-
Dzakhirah fii Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam dan Kitab
al-Qalaid karya al-Fath bin Khaqan.
b. Di bidang Pembangunan Fisik
Samah bin Malik menjadikan Cordova sebagai ibu kota
propinsi Andalusia menggantikan Sevilla pada tahun 100 H / 719 M. Ia
membangun tembok dinding kota, memugar jembatan tua yang
dibangun penguasa Romawi dan membangun kisaran air. Ketika ad-
Dakhil berkuasa, Cordova diperindah serta dibangun benteng di
sekeliling kota dan istana. Air danau dialirkan melalui pipa-pipa ke
istana dan rumah penduduk. Kebanggaan Cordova lainnya adalah al-
Qashr al-Kabir, al-Rushafa, Masjid Jami' Cordova, Jembatan
Cordova, al-Zahra dan al-Zahirah.
Al-Qashr al-Kabir adalah kota satelit yang dibangun ad-Dakhil
dan disempurnakan oleh beberapa penggantinya. Didalamnya
dibangun 430 gedung yang diantaranya merupakan istana-istana
megah. Al-Rushafa adalah sebuah istana yang dikelilingi taman yang
luas dan indah, yang dibangun ad-Dakhil di sebelah barat laut
Cordova. Peninggalan ad-Dakhil yang masih tegak berdiri hingga
sekarang adalah Masjid Jami' Cordova, didirikan tahun 170 H / 786 M
dengan dana 80.000 dinar. Masjid ini memiliki sebuah menara yang
13
tingginya 20 meter terbuat dari marmer dan sebuah kubah besar yang
didukung oleh 300 buah pilar yang terbuat dari marmer pula. Di tengah
masjid terdapat tiang agung yang menyangga 1000 lentera. Ada
sembilan buah pintu yang dimiliki masjid ini, semuanya terbuat dari
tembaga, kecuali pintu maqsurah yang terbuat dari emas murni. Ketika
Cordova jatuh ke tangan Fernando III pada tahun 1236, masjid ini
dijadikan gereja dengan nama Santa Maria, tetapi dikalangan orang
Andalusia lebih populer dengan la Mezquita, berasal dari bahasa Arab
al-Masjid.
Al-Nashir pada tahun 325 H / 936 M membangun kota satelit
dengan nama salah seorang selirnya, al-Zahra. Kemegahannya hampir
menyamai al-Qashr al-Kabir. Ia dilengkapi taman indah yang disela-
selanya mengalir air dari gunung, danau kecil berisi ikan beraneka
warna dan sebuah taman margasatwa. Sementara pada tahun 368 H /
978 M al-Manshur membangun kota al-Zahirah di pinggir Wadi al-
Kabir, tidak jauh dari Cordova. Al-Zahirah dilengkapi dengan taman-
taman indah, pasar, toko, masjid dan bangunan umum lainnya.23
3. Analisis Kemajuan Peradaban Andalusia
Salah satu sebab mengapa Andalusia mengalami kemajuan pesat di
dalam peradabannya menurut penulis salah satunya disebabkan policy dari
para penguasanya yang mempelopori berbagai kegiatan ilmiah. Meskipun
ada ketegangan politik dengan Bagdad di timur tapi tidak selalu terjadi
konfrontasi militer. Banyak para sarjana Islam dari wilayah Barat
menimba ilmu di Timur dengan membawa buku, teori dan gagasan
pengetahuan, begitu pula sebaliknya. Jadi meskipun umat Islam terpecah
secara politik tapi tetap dalam bingkai kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan politik pada periode al-Muluk al-Thawa'if tidak menyebabkan
mundurnya ilmu pengetahuan dan peradaban, bahkan setiap penguasa di
23 Ali Sodiqin dkk, op.cit., hlm. 84-87.
14
negeri-negeri kecil tersebut saling berkompetisi dalam ilmu pengetahuan
terutama usaha untuk menyaingi Cordova.
Sedang aspek kehancuran Andalusia dari berbagai literatur
menurut penulis disebabkan karena adanya konflik dengan Kristen.
Islamisasi yang terjadi kurang sempurna. Kerajaan-kerajaan Kristen
taklukan asal tidak melakukan perlawanan militer dibiarkan
mempertahankan hukum dan adat mereka, yang pada gilirannya akan
menciptakan kubu komunitas berbeda antara Arab-Islam dengan
Andalusia-Kristen yang memicu adanya nasionalisasi. Pada periode
kemunduran Islam, kerajaan-kerajaan Kristen ini akhirnya dapat
menghimpun kekuatan untuk mengenyahkan Islam dari Andalusia
terutama karena kondisi Andalusia yang terpencil secara militer, sehingga
sulit mendapat bantuan militer kecuali hanya dari Afrika Utara.
Faktor krusial lainnya didalam intern umat Islam telah terdapat
perpecahan. Terutama masalah yang berkaitan dengan etnis dan sosial.
Sering dijumpai konflik antara komunitas Arab Utara dan Arab Selatan,
antara Barbar dengan Arab serta problem naturalisasi bagi para mukallaf,
yang masih dipandang sebelah mata, terutama dengan pemberian term
ibad dan muwalladun yang bertendensi merendahkan. Yang paling fatal
lagi adalah tidak adanya mekanisme yang jelas dalam suksesi
kepemimpinan. Sehingga sering menimbulkan gejolak politik yang
melemahkan negara.
Dari aspek pengaruh peradaban Andalusia terhadap kebangkitan
Eropa (renaissance) adalah dipicu dengan banyaknya kaum terpelajar
Eropa yang belajar di pusat-pusat studi di Andalusia sehingga menyerap
berbagai gagasan dan pola pemikiran berbagai tokoh pengetahuan seperti
Ibnu Rusyd serta berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa melalui
terjemahan Arab yang dipelajari, yang kemudian di konversi ke bahasa
Latin. Yang pada akhirnya mempercepat terjadinya proses reformasi,
rasionalisasi hingga pada fase pencerahan di Eropa.
15
C. PENUTUP
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam
telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh,
bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan
yang lebih kompleks. Tapi pada abad ke – 10 M dunia Islam mulai
menampakkan tanda-tanda kemunduran, begitu juga peradabannya.
Kemunduran itu terjadi setapak demi setapak, sehingga pada pertengahan abad
ke – 12 M, tibalah saatnya masa keruntuhan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
16
Bullet, Richard W, Conversion to Islam in The Medieval Period, Massachusetts: President and Fellow of Harvard College, 1979.
Harvey, L. P, Islamic Spain, Chicago: The University of Chicago, 1990.
Hitti, Philip K, History of Arabs, London: Macmillan and Co LTD, Cet. ke-10, 1970.
Holt, P.M dkk (ed), The Cambridge History of Islam, New York: Cambridge University Press, 1970.
Karim, Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, Cet. ke-1, 2007.
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cet. ke-1, 1999.
Sodiqin, Ali dkk, Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, Cet. ke-2, 2004.
Souyb, Joesoe, Sejarah Daulat Umayyah II di Cordova, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. ke-1, 1977.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, Cet. ke-2, 2004.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cet. ke-1, 2006.
17