Upload
dinhcong
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manajemen komunikasi masih menjadi istilah yang dekat dengan
organisasi atau korporasi. Namun studi budaya dan komunikasi
melahirkan istilah fandom di mana fandom merupakan komunitas yang
tidak memiliki struktur yang jelas (Booth, 2015). Secara definitif fandom
dimaknai sebagai perkumpulan fans atau di sini disebut sebagai individu
yang memiliki kesenangan yang sama (Jenkins, 2013). Salah satu fandom
yang memiliki karakteristik unik adalah fandom K-Pop.
Sangjoon Lee dan Abe Mark Nornes (2015) dalam bukunya
berjudul “Hallyu 2.0: The Korean Wave in the Age of Social Media”
menjelaskan fans K-Pop untuk lingkup Indonesia sendiri dikatakan aktif
membentuk komunitas baik virtual maupun di kehidupan nyata. Fandom
K-Pop memiliki keunikan sendiri karena dianggap sebagai kumpulan fans
yang ekstrim baik dari segi perilaku maupun identitas yang ada dalam diri
mereka (Blackman & Kempson, 2016:171).
Salah satu fandom K-Pop terbesar di Indonesia adalah fandom
EXO, yang menyebut dirinya sebagai EXO-L. EXO adalah salah satu
kelompok penyanyi laki-laki atau lebih sering disebut sebagai boy group
asal Korea papan atas yang memiliki tingkat popularitas cukup tinggi yang
dibuktikan dengan tingginya nominal penjualan album fisik dan album
digital mereka, ditambah besar dan solidnya fandom EXO-L
(Soompi.com, 2017). Dari dalam fandom EXO sendiri, peneliti
memetakan ada beberapa genre fandom yang menarik untuk dikaji salah
satunya fandom dengan genre “boys love”.
“Boys love” (BL) adalah istilah yang digunakan fans untuk
menggambarkan hubungan antara sesama laki-laki yang ada dalam
imajinasi fans (Levi, Mark & Dru, 2008). Fandom “boys love” sendiri
mulai berkembang di Jepang dan para fans dengan mandiri mengorganisir
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
dirinya sendiri. Levi, Mark & Dru (2008) menjelaskan bahwa para
penggemar “boys love” merasa dirinya sebagai bagian dari fandom
minoritas di mana mereka dianggap menyalahi norma etis.
EXO’s OTP menjadi salah satu fandom dengan genre “boys love”
di dunia virtual melalui akun LINE@ tetapi sekaligus mengadakan event
gathering. Pada dasarnya ada banyak fandom EXO yang berkembang di
Indonesia tetapi EXO’s OTP merupakan fanbase pertama di akun LINE@
yang berani mengusung genre “boys love” dengan jumlah adders 35.099
dan sudah menulis 9760 post (pra penelitian atau data ini diambil pada
November 2017). Fandom ini berdiri pada tahun 2015 secara mandiri dan
saat ini dikelola oleh satu ketua dan tujuh admin.
Menyinggung masalah manajemen komunikasi dalam komunitas,
sampai saat ini studi mengenai permasalahan tersebut masih belum banyak
ditemukan. Lokus manajemen komunikasi masih seputaran organisasi
saja. Manajemen komunikasi sendiri diartikan sebagai proses sistematis
perencanaan, implementasi, mengawasi, dan mengevaluasi kegiatan dalam
organisasi (Tripathi, 2009). Manajemen komunikasi dianggap sebagai
elemen yang penting untuk membangun organisasi yang ideal, sementara
konsep tersebut belum diadaptasi dalam konteks komunitas termasuk
fandom.
Para fans dengan sendirinya dan sukarela membentuk fandom dan
mengelolanya sendiri. Dengan kata lain mereka melakukan manajemen
komunikasi secara mandiri pada fandom yang dibentuk dan diikutinya.
Dalam kasus fandom EXO’s OTP berdasarkan mini riset peneliti melalui
wawancara singkat pada founder yang dilakukan pada November 2017,
pihak yang bersangkutan mengatakan bahwa tidak ada sistem pengelolaan
komunikasi yang teratur.
Sebagai salah satu bentuk fandom minoritas, para admin dari
fandom EXO’s OTP mengaku kesulitan untuk mengelola fandom ini baik
secara online maupun offline. Kendala utamanya adalah mayoritas fans
atau keseluruhan adders dari akun LINE@ EXO’s OTP dinilai lebih aktif
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
di dunia virtual dibanding saat diadakan acara gathering. Pihak pengelola
mengaku sudah kerap mengirimkan broadcast message melalui LINE
mengenai adanya event gathering merayakan ulang tahun anggota EXO,
acara trip menonton konser bersama atau sekedar berkumpul saja. Namun
sayangnya tidak semua anggota fandom mau turut serta dalam kegiatan
offline karena malu dan tidak mau diketahui identitasnya jika mereka
bagian dari fandom “boys love”.
Sementara secara keseluruhan kegiatan online maupun offline
hanya direncanakan jika dirasa ada momen-momen tertentu seperti momen
kebersamaan “boys love” anggota EXO dan perayaan anniversary EXO.
Informasi awal yang diperoleh peneliti dari ketua fandom EXO’s OTP
juga mencakup masalah sistem kelola fandom EXO’s OTP yang
sepenuhnya berasal dari keinginan pribadi, rasa kebersamaan dan
kesenangan pada konten homoerotisme pada EXO. Masalah lain yang
menyangkut ranah manajemen komunikasi termasuk kendala terbatasnya
kuota para admin sehingga menghambat unggahan konten. Adapun
minimnya kuota data juga menurunkan intensitas informasi yang disajikan
di halaman fandom EXO’s OTP.
Selain itu kehadiran anti fans yang terkadang merusak konten yang
sudah disampaikan para admin juga menjadi tantangan tersendiri.
Misalnya memberikan komentar-komentar yang dianggap kontra dengan
konsep “boys love”. Permasalahan lain seperti minimnya keikutsertaan
fans pada aktivitas offline diasumsikan karena pengemasan pesan media
melalui desain poster yang kurang menarik. Sebagai sebuah fandom,
EXO’s OTP tidak memiliki aturan khusus hanya saja ada prosedur yang
harus diikuti admin saat melakukan posting di akun LINE@ atau saat
merencanakan adanya acara pertemuan.
Secara konsep, manajemen komunikasi yang berlangsung dalam
fandom berbeda dengan manajemen komunikasi pada umumnya.
Perbedaan mendasar antara organisasi dan komunitas adalah organisasi
memiliki struktur yang jelas sementara komunitas tidak (Griffin, 2003).
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
Fandom dianggap sebagai kelompok yang tidak memiliki struktur jelas
sehingga menyulitkan pengelola untuk melakukan pengaturan terhadap
anggota atau fans yang menjadi bagiannya. EXO’s OTP sendiri menjadi
salah satu fandom yang bergerak di dunia virtual melalui akun LINE@
tetapi sekaligus mengadakan event gathering di dunia offline.
Kompleksitas antara studi manajemen komunikasi, studi fandom
online maupun offline serta kajian budaya menarik perhatian peneliti untuk
mengeksplorasi lebih dalam mengenai manajemen komunikasi fandom.
Selain karena alasan tersebut, penelitian ini penting dilakukan mengingat
penelitian-penelitian sebelumnya mengenai manajemen komunikasi dalam
konteks komunitas terlebih fandom masih jarang dilakukan. Perlu
ditekankan juga jika dalam melakukan penelitian ini, peneliti berposisi
sebagai akademisi ilmu komunikasi yang menganalisa fenomena
manajemen komunikasi fandom EXO’s OTP baik yang bergerak di ranah
virtual maupun di kehidupan nyata. Selanjutnya untuk dapat menganalisa
problematika manajemen komunikasi dalam fandom “boys love” EXO’s
OTP offline dan online tersebut, peneliti menggunakan metode studi kasus.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana manajemen komunikasi fandom
“boys love” EXO’s OTP offline dan online ?
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan praktis
Untuk mengeksplorasi bagaimana manajemen komunikasi diterapkan
dalam mengelola fandom “boys love” EXO’s OTP offline dan online
b. Tujuan akademis
Untuk mengeksplorasi perkembangan studi manajemen komunikasi dalam
komunitas khususnya fandom K-Pop secara offline maupun online
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
adanya aktivitas fandom K-Pop dengan genre “boys love” yang secara
mandiri melakukan manajemen komunikasi dalam mengelola
komunitasnya baik online maupun offline
b. Manfaat akademis
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
tentang manajemen komunikasi pada komunitas tidak terstruktur seperti
halnya fandom “boys love” K-Pop baik secara offline dan online
E. TINJAUAN PUSTAKA
Sampai saat ini studi mengenai manajemen komunikasi dalam
komunitas utamanya fandom masih minim. Studi terkait fandom masih
banyak membahas ranah audiens seperti komunikasi interpersonal antar
fans yang bermediasi oleh media, kemudian studi mengenai aktivitas
fandom itu sendiri dan beberapa penelitian lain seperti jaringan sosial yang
terbentuk dalam fandom. Dari sekian banyak penelitian mengenai
komunikasi dalam fandom terutama pada lokus manajemen komunikasi,
peneliti hanya menemukan beberapa literatur review yang setidaknya
mencakup empat poin dalam topik penelitian ini yaitu studi manajemen
komunikasi, studi komunitas virtual dan offline, studi fandom, serta
fandom “boys love”.
Sebagai contoh pada penelitian yang dilakukan oleh Walter
Dettling dan Petra Schubert (2002) mengenai manajemen komunitas
virtual yang anggotanya adalah para pelajar. Dalam penelitiannya, Walter
dan Petra menjelaskan bahwa komunitas virtual menimbulkan
kompleksitas lebih tinggi dibandingkan komunitas offline (Dettling &
Petra, 2002:32). Alasannya karena kehadiran jaringan internet menambah
luapan informasi sekaligus menjadi medium yang memudahkan individu
untuk mengomunikasikan pesan.
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
Dari temuan penelitiannya, Walter dan Petra menjelaskan
komponen yang sekiranya harus masuk dalam alur manajemen komunitas
terdiri dari tiga hal yaitu memetakan terlebih dahulu apa saja aktivitas
komunitas virtualnya, kemudian siapa saja yang bernaung atas tanggung
jawab dari komunitas virtual tersebut, lalu analisa mengenai aktivitas yang
terjalin dari komunitas virtual tersebut (Dettling & Petra, 2002:33).
Dengan adanya pemetaan pola tersebut, Walter dan Petra menggambarkan
komunitas virtual sejatinya memerlukan manajemen yang tidak lebih
mudah dari sebuah organisasi dikarenakan komunitas sifatnya tidak
hierarki layaknya organisasi (Dettling & Petra, 2002:34).
Meskipun penelitian ini membahas mengenai komunitas virtual,
sayangnya penelitian Walter dan Petra lebih dekat dengan studi
manajemen dibanding kajian komunikasinya sehingga poin yang dapat
diadopsi oleh peneliti hanya pada proses memetakan informan untuk
memperoleh gambaran mengenai cara mengelola komunitas di era digital.
Penelitian lain yang kiranya dapat menjadi tinjauan pustaka bagi
penelitian ini adalah temuan dari penelitian Christine Uber Grosse (2002)
berjudul “Managing Communication within Virtual Intercultural Teams”.
Grosse (2002:22) menjelaskan bahwa untuk membangun perusahaan
bisnis ideal maka manajemen komunikasi menjadi elemen penting yang
dijadikan basis strategi keberhasilan. Dalam temuan penelitiannya Grosse
(2002:30-32).memetakan empat manajemen komunikasi yang dianggap
sukses diterapkan untuk membangun perusahaan bisnis yaitu menjalin
hubungan yang baik melalui kepercayaan dan sikap saling pengertian,
menunjukkan rasa sopan santun dengan cara berkomunikasi yang baik,
lalu memahami keberagaman untuk saling menguatkan identitas antar
anggota.
Sama dengan masalah sebelumnya, tinjauan pustaka dari temuan
Grose lebih kepada manajemen komunikasi dalam ranah organisasi
perusahaan sementara lokus penelitian peneliti lebih pada manajemen
komunikasi komunitas, khususnya fandom. Grosse lebih fokus pada
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
konsep manajemen komunikasi yang digunakan untuk membentuk
perusahaan bisnis ideal dibanding sekedar melihat strategi apa yang
mereka lakukan.
Untuk lebih membahas mengenai kajian fandom, peneliti mencoba
untuk mencari bahasan yang kiranya mendekati topik penelitian salah
satunya melalui penelitian Lauren F. Sessions (2010) berjudul “How
Offline Gathering Affect Online Communities”. Sessions (2010) dalam
temuannya menjelaskan bahwa teori computer mediated communication
menjadi teori yang dianggap relevan untuk membaca aktivitas fandom
terlebih di media baru.
Melalui jurnal tersebut peneliti memperoleh informasi bahwa
kehadiran media menambah kompleksitas aktivitas fandom terutama
fandom di media baru. Meskipun tidak banyak dibahas dalam isi
penelitian, Sessions (2010:378) sedikit menyinggung topik mengenai
tantangan terbesar fandom untuk mengorganisir dirinya sendiri baik secara
offline maupun online. Sessions menjelaskan bahwa fandom sebagai
komunitas yang tidak berhierarki justru dianggap lebih sulit diatur
dibanding kelompok organisasi misalnya. Selain itu Sessions dalam
temuan penelitiannya juga memaparkan fakta bahwa terkadang ada anti
fans yang gemar menyampaikan pendapat saat di dunia virtual. Ini yang
kemudian menjadi tantangan bagi pengelola atau di sini admin untuk
melakukan pendekatan pada anti fans tersebut agar tidak merusak konten
yang sudah diproduksi oleh para admin di ranah komunitas virtual
(Sessions, 2010:378-379).
Selanjutnya peneliti mencoba mengeksplorasi studi terdahulu
mengenai kajian fandom di era digital. Pada penelitian pertama milik Hye
Kyung Lee (2011) berjudul “Participatory media fandom: A case study of
anime fansubbing” misalnya. Lee mencoba menganalisa konsumsi dan
distribusi produk budaya global melalui fenomena fansubbing acara
animasi. Fansubbing adalah aktivitas fans menerjemahkan subtitle atau
bahasa dalam konteks ini yaitu bahasa Jepang menjadi bahasa Inggris.
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
Digitalisasi menjadi pemicu para fans secara bebas menerjemahkan tanpa
memedulikan isu copyright (Lee, 2011:1132). Appadurai (dalam Lee,
2011:1132) berpendapat bahwa globalisasi budaya merupakan fenomena
yang kompleks karena gabungan dari beberapa dimensi seperti halnya
ethnoscape, mediascape, technoscape, finanscape, ideoscape.
Lee (2011:1333) pada penelitiannya mengajukan empat pertanyaan
penelitian yaitu mengenai struktur dan organisasi dalam grup; dinamika
fandom fansubbing; etika fansubbing; dan hubungan fansubbing dengan
industri. Dari keempat pertanyaan penelitian yang diajukan Lee, peneliti
berfokus pada dua analisa yang dikemukakan oleh Lee saja dengan alasan
dua temuan lainnya kurang berkorelasi dengan tema penelitian yang
diambil oleh peneliti. Adapun dua analisa Lee yang dijadikan bahan
bacaan oleh peneliti adalah tentang struktur dan organisasi dalam fandom
fansubbing; dan dinamika fandom fansubbing.
Pada temuan struktur dan organisasi pada fandom fansubbing, Lee
(2011:1335) menjelaskan tidak ada struktur yang jelas dari fandom ini.
Fansubbing sebagai aktivitas mandiri yang dilakukan fans tidak bisa
dikekang dalam struktur hierarkis layaknya organisasi. Fansubbing lebih
kepada hobi, persahabatan dan keterikatan pribadi bukan tanggung jawab
seperti halnya konsep yang diterapkan dalam organisasi (Lee, 2011:1144).
Sementara itu dari sisi dinamika fandom subbing, Lee dalam temuan
penelitiannya menjelaskan copyright yang menjadi isu sensitif tidak
menghalangi para fans dalam menerjemahkan subtitle serial anime yang
mereka sukai. Adapun satu teori yang relevan dengan temuan Lee adalah
participatory media. Dalam konteks penelitiannya, participatory media
digambarkan sebagai suatu aktivitas fans menghasilkan terjemahan secara
mandiri, fans melakukan distribusi atas produk tersebut (Lee, 2011:1144).
Melalui penelitian Lee, peneliti memperoleh gambaran bahwa fans
di era digital seakan tidak memiliki batasan untuk beraktivitas di dunia
maya. Kemudahan akses teknologi ditambah antusiasme mereka untuk
memperoleh informasi (dalam konteks ini yang dimaksudkan adalah
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
terjemahan bahasa Inggris) menjadi bukti bahwa fans tidak hanya aktif
mengonsumsi tetapi juga menciptakan konten. Di satu sisi fandom
fansubbing adalah kelompok bebas yang tidak mau terikat sebuah sistem
layaknya organisasi. Para fans mengorganisir dirinya sendiri berdasarkan
kesukaan mereka pada translating seriel anime Jepang.
Selanjutnya temuan penelitian Eriko Yamato (2016) dengan judul
“Construction of discursive fandom and struktural fandom through anime
comics and game fan conventions in Malaysia” juga menjadi tinjauan
pustaka dalam penelitian ini. Yamato mengeksplorasi bagaimana konsep
atau struktur fandom dalam budaya populer Jepang diterapkan kaum muda
Malaysia pada acara gathering (Yamato, 2016:1). Melalui metode
penelitian observasi partisipan Yamoto memperoleh data bahwa dalam
kehidupan sehari-hari para fans anime merasa dirinya dikucilkan dan
mereka lebih dihargai atas kebersamaan ketika bertemu sesama fans anime
(Yamato, 2016:1). Yamoto juga menjelaskan gathering menjadi salah satu
cara untuk menerapkan sistem demokratis dibanding sekedar menjalin dan
membangun hubungan persahabatan antar fans (Yamato, 2016:2).
Dalam konteks studi komunikasi Yamato juga menyinggung
keberadaan media sangat membantu fans memperoleh informasi mengenai
acara gathering. Fans mengetahui informasi gathering antar fandom
melalui forum online (Yamato, 2016:3). Sebagai kelompok marjinal, para
fans anime yang terdiri atas kaum muda di Malaysia ini senang saat
mereka bertemu secara offline karena merasa memiliki teman senasib
(Yamato, 2016:9). Yamato menggarisbawahi keberadaan fans tidak
sekedar sebagai anggota dari fandom tersebut tetapi lebih kepada rasa
kebersamaan dan keterikatan sesama minoritas. Terlepas dari anggapan
minoritas yang menjadi predikat para fans anime di Malaysia, mereka
tetap secara aktif mengikuti fandom secara online maupun mengikuti
kegiatan fandom offline seperti gathering (Yamato, 2016:11).
Dari penelitian Yamato tersebut peneliti memperoleh gambaran
bahwa fans tidak hanya aktif di dunia online tetapi juga ikut dalam
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
kegiatan offline. Both dan Kelly (dalam Yamato, 2016:3) juga
menjelaskan bahwa fans mengikuti aktivitas fandom offline meskipun
mereka juga menggunakan media terutama media sosial untuk
berkomunikasi dengan fans lain. Selain itu fandom minoritas justru
memiliki keterikatan yang lebih tinggi dibandingkan fandom ada
umumnya.
Penelitian ketiga yang menjadi bahan bacaan peneliti diperoleh
dari temuan Ratna Pertama Sari (2012) dalam jurnalnya berjudul “Fandom
dan Konsumsi Media: studi etnografi kelompok penggemar Super Junior,
ELF Jogja”. Sari pada penelitiannya menganalisa perilaku bermedia fans
K-Pop khususnya fandom ELF yang konsumtif dan agresif (2012:7). ELF
Jogja sebagai salah satu fandom K-Pop tidak hanya menggunakan media
sebagai alternatif pencarian informasi idolanya, membeli DVD ataupun
merchandise bergambar idolanya tetapi juga mengikuti fandom online dan
offline (Sari, 2012:9). Dalam temuan penelitiannya Sari menjelaskan fans
K-Pop tidak hanya sekedar menunjukkan identitasnya sebagai fans di
salah satu fandom tertentu tetapi juga bergabung dalam fandom tersebut.
Adapun temuan menarik dari studi fandom K-Pop Ratna Pertama
Sari adalah fans lebih percaya diri menyampaikan pesan provokatif di
laman fandom online dibanding saat bertemu di acara fan gathering
misalnya (Sari, 2012:9). Istilah fanwar (perang atau adu argumen antar
fans) menjadi isu yang sering muncul pada komunitas virtual fandom K-
Pop sehingga fandom online K-Pop dianggap lebih kompleks
dibandingkan fandom offline-nya (Sari, 2012:10). Sementara itu fans K-
Pop menemukan teman sepemikiran dengan ketetarikan yang sama tanpa
pandangan miring tentang fanatisme mereka pada K-Pop saat bertemu fans
di kehidupan nyata (Sari, 2012:10). Melalui penelitian Ratna Pertama Sari,
peneliti memperoleh gambaran mengenai karakteristik fandom offline dan
online K-Pop di Jogjakarta di mana fandom offline lebih kepada
keterikatan kebersamaan sementara fandom online cenderung kompleks
karena munculnya fanwar dan antifans.
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
Selanjutnya temuan penelitian lainnya yang juga dijadikan
referensi oleh peneliti mencakup topik tentang komunitas virtual.
Dikarenakan temuan penelitian yang membahas komunitas virtual
khususnya fandom masih minim maka menurut peneliti beberapa tinjauan
pustaka mengenai komunitas virtual ini dapat membantu memberikan
gambaran mengenai karakteristik, dinamika dan proses transmisi pesan
yang terjalin dalam fandom online.
Miriam Sobre Denton (2015) pada temuannya berjudul “Virtual
intercultural bridgework: social media, virtual cosmopolitanism, and
activist community-building” beranggapan bahwa membangun komunitas
virtual bukan perkara yang mudah untuk dilakukan. Kehadiran media
baru, budaya, perbedaan preferensi setiap orang menjadi sensititivas
tersendiri yang muncul di ranah komunitas virtual (Denton, 2015:1716).
Membangun komunitas virtual harus siap dengan segala resiko termasuk
kehadiran hacker yang dapat meretas informasi-informasi pribadi. Di sisi
lain komunitas virtual menjadi alternatif bagi individu untuk berinteraksi
dengan orang lain melalui bantuan teknologi media virtual (Denton,
2015:1719). Dari penelitian Denton, peneliti memperoleh informasi bahwa
komunitas virtual memiliki karakteristik bebas yang rentan isu negatif
seperti peretasan informasi. Membangun komunitas virtual harus dimulai
dari kesepahaman tujuan dan mengesampingkan perbedaan preferensi
untuk meminimalisir konflik termasuk dalam konteks fandom sebagai
topik penelitian yang diangkat oleh peneliti.
Penelitian lain yang menjadi tinjauan pustaka pada penelitian ini
diperoleh dari temuan D. Baglieri dan R. Consoli (2009) berjudul
“Collaborative innovation in tourism: managing virtual communities”.
Komunitas virtual digunakan untuk menunjang bisnis pariwisata
khususnya mendongkrak popularitas wisatawan (Baglieri & Consoli,
2009:353). Wang (dalam Baglieri & Consoli, 2009:354-356)
mengklasifikasikan empat elemen komunitas virtual yaitu pertama adanya
individu yang berinteraksi melalui media sebagi cara mereka menunjukkan
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
ekistensi sekaligus pemenuhan kebutuhan. Kedua, individu secara terbuka
membagikan cerita tentang keinginan mereka, minat, pertukaran informasi
dan kebutuhan memperoleh layanan. Ketiga, komunitas virtual terdiri atas
kebijakan pengaturan yang dibuat secara mandiri untuk membatasi dan
mengarahkan interaksi antar individu. Kemudian keempat, komunitas
virtual merupakan sistem komputer yang mendukung dan memediasi
interaksi sosial sekaligus memfasilitasi kebersamaan.
D. Baglieri dan R.Consoli (2009:357) pada temuan penelitiannya
juga menceritakan keharusan sebuah organisasi ataupun komunitas untuk
dapat mengidentifikasi komunitas virtual dari sisi visi dan misi, tujuan
serta kebijakan. Sementara itu pengoperasian komunitas virtual
bergantung pada bagaimana mereka memahami esensi komunitas tersebut
secara komprehensif. Kegagalan pengoperasian komunitas virtual dapat
berakibat pada rentannya adu argumen dan mudahnya anggota untuk
keluar masuk sebagai anggota komunitas (Baglieri & R. Consoli,
2009:358-389).
Melalui penelitian Baglieri dan Consoli peneliti memperoleh
gambaran bahwa mengoperasikan komunitas virtual bergantung pada
bagaimana komunitas tersebut memahami dirinya sendiri. Artinya mereka
harus menyadari apa saja media yang digunakan, bagaiman
mengoperasikan dan siap dengan segala resiko seperti mudahnya anggota
keluar masuk. Konsep ini setidaknya dapat digambarkan juga untuk
konteks fandom sebagai kelompok yang bebas, dekat denga media dan
tidak hierarkis.
Pada lingkup yang lebih spesifik peneliti mengeksplorasi beberapa
jurnal mengenai studi fandom “boys love”. Adapun dua penelitian yang
nantinya dapat membantu peneliti merumuskan kerangka pemikiran
adalah penelitian Feichi Chiang (2016) berjudul “Counterpublic but
obedient: a case of Taiwan’s BL fandom” dan penelitian Chunyu Zhang
(2016) berjudul “Loving Boys Twice as Much: Chinese Women’s
Paradoxical Fandom of “Boys’ Love” Fiction”.
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
Sonoko Azuma (dalam Chiang, 2016:224) menjelaskan “boys
love” (BL) adalah istilah yang digunakan fans untuk menggambarkan
hubungan antara sesama laki-laki yang ada dalam imajinasi fans. Pada
penelitian pertama, Chiang (2016) melihat fandom “boys love” dalam
konteks virtual membentuk forum diskusi online, kelompok-kelompok
kecil di beberapa media sosial. Interaktivitas antar fans terjalin saat
mereka mendiskusikan alur cerita fiktif tulisan para fans (fanfic) dan
karikatur (fanart). Chiang menjelaskan fandom “boys love” sebagai
kelompok minoritas memiliki keterikatan yang kuat satu sama lain
meskipun di kehidupan nyata mereka berjenis kelamin perempuan dan
normal tetapi menyukai sesuatu bernada homoseksual erotis (Chiang,
2016:226-227).
Masih dalam penelitian yang sama Chiang menganalisa fandom
Boys Love sebagai kelompok fans minoritas menjadikan fujoshi (istilah
bagi fans “boys love”) cenderung bersikap tertutup dan lebih memilih
meluapkan emosinya di laman-laman media (Chiang, 2016:226-228).
Melalui penulisan fanfic dan fanart bertemakan homoseksual misalnya,
Chiang menekankan kehadiran internet sekaligus media baru
menggabungkan kesempatan fans lokal maupun global untuk saling
bertukar informasi mengenai cerita homo erotis (Chiang, 2016:231).
Temuan dari penelitian Feichi Chiang dapat dijadikan bahan bacaan bagi
peneliti karena fandom “boys love” aktif membentuk komunitas virtual,
aktif berinteraksi sesama fans lain mengenai sensasi berimajinasinya pada
cerita bernada homo erotis sekaligus mereka saling membagi informasi
mengenai fanart dan fanfic “boys love”. Sayangnya Chiang kurang
mengeksplorasi aktivitas fandom “boys love” secara offline sehingga
peneliti hanya memperoleh gambaran mengenai aktivitas fandom “boys
love” secara online saja.
Penelitian kedua yang menggambarkan aktivitas fandom Boys
Love diperoleh dari temuan Chunyu Zhang (2016) berjudul “Loving Boys
Twice as Much: Chinese Women’s Paradoxical Fandom of “Boys’ Love”
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Fiction”. Berbeda dengan penelitian Chiang, di sini Zhang menggunakan
metode penelitian analisis resepsi sehingga hasil penelitian lebih kepada
pemaknaan fans pada konten “boys love” itu sendiri. Meskipun begitu
peneliti menemukan sejumlah bahasan Zhang yang menyinggung aktivitas
fandom virtual “boys love” di China.
Hidup di negara konservatif dengan ketatnya peraturan pemerintah
justru membuat fandom “boys love” di China tumbuh dengan pesatnya.
Sampai saat ini Zhang pada penelitiannya menjelaskan jika China belum
memberikan batasan hukum media pada persebaran konten “boys love” di
dunia maya. Selain karena belum adanya aturan hukum yang jelas di
China, memiliki kesamaan kesenangan dan pemikiran menjadi alasan
fandom “boys love” di China semakin berkembang.
Meskipun tidak ada jumlah yang pasti untuk menyebutkan berapa
jumlah fandom “boys love” di China, Zhang mengaku bahwa sebagian
besar fandom “boys love” di China aktif mengadakan acara pertemuan
berikut mereka juga membentuk komunitas virtual di media sosial, portal
website, ataupun kelompok-kelompok kecil di aplikasi chat. Pada dasarnya
fandom “boys love” di China disibukkan dengan diskusi online mereka
mengenai adanya percintaan antara dua laki-laki, sensasi virtual yang
diperoleh pada sensualitas dalam cerita maupun gambar “boys love”
(Zhang, 2016:257).
Temuan menarik dari penelitian Zhang adalah fandom “boys love”
tidak hanya diikuti oleh perempuan tetapi juga laki-laki. Fans laki-laki
yang hobi membaca cerita fiksi “boys love” mengatakan dirinya
meragukan cinta perempuan di kehidupan nyata. Keraguan pada cinta
lawan jenis ini justru menjadikan fans laki-laki di China menikmati juga
imajinasi homoseksual yang disampaikan dalam cerita fiksi “boys love”
(Zhang, 2016:259). Dari penelitian tersebut peneliti mendapatkan
gambaran akademis mengenai China sebagai negara yang masih
konservatif tidak menghalangi aktivitas fandom “boys love” di media
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
maupun di pertemuan di kehidupan nyata. Selain itu fandom “boys love”
tidak hanya diikuti oleh perempuan tetapi juga laki-laki.
Adanya beberapa literatur review yang telah dipaparkan di atas,
peneliti memperoleh gambaran bahwa mayoritas kajian fandom masih
banyak membahas mengenai studi audiens dan misalpun ada yang
membahas mengenai konteks manajemen komunikasinya, komunitas yang
dimaksud bukanlah fandom melainkan organisasi atau perusahaan.
Informasi lain yang diperoleh peneliti adalah fandom “boys love” tidak
takut untuk menunjukkan eksistensinya di dunia maya melalui komunitas-
komunitas virtual dan juga pertemuan dengan sesama fans “boys love”
lainnya. Predikat minoritas justru membuat mereka saling terikat satu
sama lain dan lebih terbuka pada kedatangan fans lain.
Minimnya studi mengenai pengelolaan fandom ini justru menarik
perhatian peneliti untuk mengeksplorasi lebih jauh mengenai bagaimana
manajemen komunikasi fandom khususnya fandom K-Pop dengan genre
“boys love” yang bergerak di dunia virtual sekaligus di dunia offline.
F. KERANGKA PEMIKIRAN
a. Fandom
Penamaan fandom pada dasarnya muncul dari kata fan dan
kingdom yang diartikan sebagai sekumpulan penggemar yang
mengidolakan obyek atau subyek tertentu (Duits, Koss & Stijn, 2014:77).
Lebih lanjut lagi Linda Duits, Koos Zwaan dan Stijn Reijnders (2014:77-
78) dalam bukunya berjudul “The Ashgate Research Companion to Fan
Cultures” menjelaskan fandom tidak hanya sekedar perkumpulan para fan,
fans maupun penggemar tetapi mereka juga memiliki kekuatan dan
keterikatan yang kuat satu sama lain.
Kajian mengenai fandom juga tidak lepas dari teori-teori maupun
konsep yang membahas mengenai fans itu sendiri. Xiao Dong Yue dan
Chau-kiu Cheung (2000:91) menjelaskan fans mayoritas berasal dari kaum
muda yang kerap mengidolakan suatu obyek tertentu secara berlebihan.
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Dalam konteks mengidolakan selebriti misalnya, kaum muda yang
didominasi oleh perempuan ini terkadang sampai pada tahap merasa
seakan-akan idola yang mereka kagumi adalah miliknya. Selain itu ada
dua motivasi mengidolakan yaitu pertama berharap idola menjadi
pasangannya atau secara tidak langsung menjalin romantisme dengan
idolanya. Kedua berharap menjadi atau minimal menyamai idolanya.
Istilah mengidolakan diartikan sebagai pemujaan berlebih pada
suatu obyek fisik tertentu, bahkan terkadang penggemar menganggap
mereka sebagai sosok paling sempurna (Cheung & Xiao, 2018:1).
Mengidolakan suatu obyek tertentu misalnya pada selebriti tidak sebatas
menggemari tetapi juga lebih kepada munculnya halusinasi atau khayalan
seakan-akan mereka menjalin hubungan yang sangat dekat dengan
idolanya. Efek negatif dari mengidolakan secara berlebihan adalah
munculnya depresi, kecemasan, kecanduan, menguntit idolanya, dan
tentunya konsumtif (Cheung & Xiao, 2018:1).
Studi mengenai fandom juga memiliki keterkaitan dengan studi
selebriti dan audiens yang diterpa sajian media massa terutama film, musik
dan drama (Lee, David & Hyounggon, 2008:810). Perpaduan di antara
ketiganya selanjutnya diistilahkan sebagai kajian budaya populer. Kajian
budaya di masyarakat modern menghasilkan ikon populer yang dijadikan
panutan ataupun obyek dari sebuah fandom, yang salah satunya adalah
selebriti. Selebriti diatikan sebagai obyek, lambang atau ikon budaya yang
dikonsumsi masyarakat melalui medium media massa (Lee, David &
Hyounggon, 2008:809).
Pada konteks mengidolakan, budaya selebriti menjadi bentuk
aktivitas pemujaan baru di kalangan masyarakat (Alexander, 2010:325).
Fans tidak sekedar mencari tahu tentang hal-hal yang berkaitan dengan
idolanya tetapi lebih kepada terus menerus mengikuti apa dan kemana saja
aktivitas idolanya. Konsep mengenai pemujaan pada selebriti menjelaskan
bahwa memuja selebriti adalah kepuasaan tersendiri dan menjadi bagian
dari kebutuhan emosional untuk beberapa orang (Alexander, 2010:325).
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
Mengidolakan selebriti cenderung menimbulkan pikiran
romantisme di benak fans. Greene dan Adams Price (dalam Cheung &
Xiao, 2003:255) menjelaskan jika terkadang penggemar bersikap kurang
rasional dalam berpikir ketika mereka telah mencapai tahap mengidolakan
yang ekstrem. Di sisi lain ekstremitas penggemar dalam mengidolakan
selebriti justru dapat memberikan semangat dan motivasi pada diri seorang
penggemar.
Membahas fandom dari sisi historis nampaknya tidak akan lepas
dari peran media yang dianggap menjadi salah satu modernisasi digital
fandom (Duits, Koss & Stijn, 2014:78). Abigail De Kosnik (2016:195)
menjelaskan ada dua budaya dalam fandom yaitu print fandom dan net
fandom. Print fandom dimulai pada tahun 1960 sampai tahun 1980 yang
didominasi oleh bentuk aktivitas fandom dengan memanfaatkan media
cetak seperti mengarang cerita fiksi dan meninggalkan masukan-masukan
di rubrik majalah atau zine (Kosnik, 2016:195). Selanjutnya memasuki
awal tahun 1990 beberapa fandom yang disebut Kosnik sebagai net
fandom mulai mengenal media baru sebagai platform media untuk saling
berbagi.
Di era pra modernisasi, aktivitas fandom didominasi pada
komunikasi secara tatap muka pada pertemuan-pertemuan antar fandom
dan persuratan melalui mail yang dikirimkan oleh para fans dari satu
fandom ke fandom lain (Wang, 2017:153). Selain itu dua bentuk lain dari
fandom di masa sebelum mengenal internet adalah self published dan
distributed fanzines (Barton & Jonathan, 2014: 132-133). Dalam kategori
self published, fans disibukkan dengan aktivitas memproduksi majalahnya
sendiri, menuliskan fan fiction untuk memenuhi keinginan membagi
pengalaman mengenai idolanya. Selanjutnya distributed fanzines
merupakan bentuk mendistribusikan cerita-cerita fiksi karya fans ke dalam
rubrik-rubrik majalah tertentu atau melalui fanzines. Fanzines adalah
fandom yang dibentuk oleh fans secara mandiri berwujud majalah yang
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
selanjutnya isi dari fanzines tersebut ditujukan juga untuk fans lain (Barton
& Jonathan, 2014: 133).
Bentuk dari kegiatan fandom semakin berkembang pesat semenjak
era media baru termasuk saat internet mulai dikenal. Cheng Lu Wang
(2017:153-154) dalam referensinya berjudul “Exploring the Rise of
Fandom in Contemporary Consumer Culture” menjelaskan bahwa
memasuki era internet hadir sebagai platform berkomunikasi, fans di
dalam suatu fandom dapat secara mudah menyatukan pemikirannya,
berekspresi lebih bebas sekaligus mengkritik obyek yang diidolakan.
Sifat kritis dari fans kemudian memicu adu argumentasi antar satu
fans dalam satu fandom dengan fans lain. Wujud kritik tersebut dapat
disampaikan oleh fans melalui tulisan di blog, mengedit konten Wiki,
meninggalkan komentar di portal web blog maupun forum diskusi online
(Wang, 2017:153). Kenyataan tersebut pada akhirnya berujung pada
asumsi bahwa fandom adalah audiens aktif yang tidak hanya selektif dalam
memilih media mana untuk diakses tetapi juga mereka
menginterpretasikan teks media, sekaligus menyampaikan pemikirannya
terhadap obyek yang diidolakan di halaman portal media online.
Fenomena tersebut selanjutnya disebut sebagai fandom partcipatory oleh
Henry Jenkins (dalam Wang, 2017:153).
Selain itu Henry Jenkins (2006) menjelaskan kehadiran fandom
sebagai studi budaya populer di mana penggemar atau fans yang memiliki
ketertarikan sama dan berkumpul menjadi satu kesatuan fandom. Teori
mengenai fandom dianalogikan sebagai kelompok fans yang aktif untuk
tidak hanya mengonsumsi informasi terkait idolanya tetapi juga ikut aktif
memproduksi hal-hal yang bersinggungan dengan idolanya (Gray, Cornel
& C. Lee, 2007: 93-94). Penjelasan lebih lanjut mengenai fandom
dijelaskan oleh Henry Jenkins (2006) dalam bukunya berjudul
“Convergence Culture” yang menggambarkan fans secara aktif juga
membentuk fandom-nya secara mandiri dengan genre masing-masing
sesuai kegemarannya.
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
Sama halnya dengan konsep fandom yang diungkapkan Alan
McKee (dalam Gray, Cornel & C.Lee, 2007:88-89) yaitu aktivitas fans
mendirikan fandom menjadi bukti bahwa fans merupakan kelompok yang
aktif. Jika dikaitkan dengan manajemen komunikasi maka fans
diasumsikan sebagai kelompok yang membentuk, menjalankan, sekaligus
mengevaluasi kegiatannya dengan memanfaatkan komunikasi.
Komunikasi yang dimaksudkan di sini tidak hanya terbatas oleh siapa dan
kepada siapa pesan disampaikan tetapi lebih kepada perangkat media apa
yang dipilih untuk digunakan agar pesan dapat diterima dengan efektif.
Kehadiran internet menjadi titik awal perkembangan fandom
modern di mana fandom semakin aktif memproduksi konten medianya
sendiri terutama saat kemunculan Web 2.0 (Genz & Ulrike, 2015:209). Di
sisi lain Web 2.0 ternyata banyak mengubah struktur fandom di mana
terkadang terjadi pro kontra sendiri antar fans yang tergabung dalam satu
fandom. Henry Jenkins (2013:86) menyampaikan salah satu teori
mengenai fandom yaitu organized fandom theory. Teori tersebut bercerita
bahwa fandom merupakan sekumpulan individu yang bekerja sama
sekaligus berkompetensi untuk saling menginterpretasi dan mengevaluasi
teks media, berdebat juga bernegosiasi terkait informasi mengenai
idolanya. Organized fandom theory juga menjelaskan tentang kemandirian
fans untuk membentuk sekaligus mengorganisir fandom-nya sendiri atas
dasar kebersamaan dan ketertarikan yang sama.
Teori lain yang menjelaskan tentang fandom di era media baru
disampaikan Horton dan Whol (dalam Booth, 2010:157) melalui
parasocial interaction theory yang menjelaskan karakter setiap fandom
ataupun fans terbentuk berdasarkan kondisi sosial. Paul Booth (2010:157-
158) pada bukunya berjudul “Digital Fandom: new media studies”
menyampaikan parasocial interaction theory sebagai proses sampai mana
para fans dalam tiap-tiap fandom yang diikutinya melibatkan diri secara
online sekaligus menciptakan karakter virtualnya. Adapun teori yang juga
berkaitan dengan fandom di media baru adalah participatory media
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
fandom yang digagas oleh William H. Dutton (2013) dalam bukunya “The
Oxford Handbook of Internet Studies”. Teori tersebut menceritakan
tentang kehadiran internet yang memungkinkan perubahan fans dari yang
semula audiens pasif menjadi audiens aktif. Fans membentuk fandom di
media baru atas dasar keinginannya sendiri sekaligus mengisi konten
media yang berkaitan dengan aktivitas fandom berdasar dari idenya
sendiri. Fandom di era media baru tidak sekedar konsumtif pada konten
media yang berhubungan dengan idolanya tetapi lebih kepada mereka turut
berpartisipasi aktif pada proses pembuatan konten media fandom-nya
(Dutton, 2013).
Keberadaan media baru menjadi salah satu medium yang
memudahkan fandom berinteraksi sekaligus bertukar informasi antar
sesama anggota fans. Kemudahan mengakses tanpa batasan ruang dan
waktu menjadi fasilitas yang setidaknya sudah dimanfaatkan secara
maksimal oleh fans untuk membentuk fandom di media-media baru
(Kosnik, 2016). Paul Booth (2010) dalam bukunya berjudul “Digital
Fandom: new media studies” juga ikut menambahkan pemikirannya
mengenai karakter yang terbentuk pada fandom di media baru lebih
beragam.
Cheng Lu Wang (2018:5) dalam konsep segmentasi fandom
menjelaskan jika tiap fans ataupun fandom memiliki karakter yang
berbeda-beda, dan mengenali karakter anggota fans adalah hal yang cukup
penting untuk dipelajari terutama fandom di era media baru. Misalnya
dalam kasus haters maupun anti-fans Mark Duffett (2013:48) menjelaskan
kehadiran mereka dapat mengancam kehadiran fandom akibat kerap kali
meninggalkan komentar kebencian, terutama yang difasilitasi media baru.
Oleh karenanya fandom yang bergerak di media baru rentan terhadap
perang argumentasi di antara fans yang direpresentasikan oleh avatar.
Kemudian saat ini fandom di media online tidak hanya sekedar
forum-forum online tetapi juga fandom membuat website yang terdaftar
atas nama fansite. Dalam jurnalnya berjudul “Technology, fandom and
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
community in the second media age” Rhiannon Bury (2016) menjelaskan
fandom di media baru muncul karena pengaruh internet. Lebih lanjut lagi
Bury (2016) menganalisa fans yang tergabung dalam jaringan fandom
online lebih bebas mengekspresikan jati dirinya menggunakan avatar
dibanding dalam kehidupan nyata. Rasa nyaman dan kebersamaan menjadi
faktor utama mengapa fans lebih memilih berinteraksi di komunitas online
(Bury, 2016). Masih dalam penelitian terkait, Bury (2016) melihat media
sosial seperti Facebook dan Twitter sebagai medium paling sering diakses
dan dimanfaatkan untuk membentuk fandom dibandingkan laman portal
website. Sementara platform Tumblr lebih kepada informasi berupa fan art
dan fan fiction, kemudian laman Livejournal menjadi portal yang
dimanfaatkan fandom untuk mendiskusikan topik tertentu.
Adapun bentuk media baru lain dalam dunia fandom adalah melalui
aplikasi-aplikasi media sosial berbasis chatting seperti WhatsApp dan
LINE. Melalui dua platform tersebut fandom dibentuk dalam grup-grup
kecil. Jika WhatsApp banyak berfokus pada aktivitas chatting secara
personal, LINE lebih kepada bentuk “closed social media platform”
artinya LINE adalah bentuk media sosial tertutup yang membebaskan
penggunanya untuk mengunggah tulisan atau status dan hanya dapat
diakses oleh orang-orang yang diinginkan (Hyder, 2016:152). Kehadiran
LINE cukup membuat nyaman para penggunanya karena dapat dengan
bebas berkomunikasi dengan orang yang dikenal secara dekat tanpa harus
khawatir foto yang mereka bagikan dan status yang ditulis akan dicuri
oleh orang lain (Hyder, 2016:152). Kehadiran LINE sebagai aplikasi
chatting namun juga sedikit seperti media sosial yang sifatnya tidak terlalu
terbuka ini sudah mulai dimanfaatkan beberapa fans untuk memperluas
jaringan fandom-nya dengan membentuk komunitas virtual baik melalui
grup maupun penggunaan fitur LINE@.
Teori lain yang mencakup bahasan akademis mengenai fandom
juga disampaikan oleh David Bell. Melalui bukunya berjudul “An
Introduction to Cybercultures”, David Bell (2001:92) menjelaskan fandom
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
sebagai bentuk komunitas yang diadopsi dari budaya-budaya populer dan
diikuti oleh anggota fans dengan karakter unik. Keunikan yang
dimaksudkan di sini bahwa fandom memiliki dua kehidupan yang berbeda
yaitu online life dan real life (offline life). Munculnya dua karakteristik
komunitas fandom tersebut didukung oleh proses globalisasi dan
pertukaran budaya yang pada akhirnya memicu perdebatan di kalangan
akademisi terkait dua karakteristik fandom tersebut (Bell, 2001:92)
Fandom dalam artian online life di dominasi oleh kegiatan-kegiatan
di portal media baru seperti diskusi online, menikmati maupun
memproduksi konten yang berhubungan dengan idolanya dengan fasilitas
internet, bahkan bergabung dengan forum-forum atau nama fandom
tertentu. Sementara karakter offline life atau real life lebih pada kegiatan
pertemuan secara fisik antar penggemar dalam satu nama fandom tertentu
(Bell, 2001:92-93).
Dari penjelasan mengenai fandom di atas dapat dijelaskan jika
fandom terbentuk atas kumpulan para penggemar/fans dengan kesenangan
yang sama terutama dalam hal mengidolakan selebriti. Studi mengenai
fandom juga berhubungan dengan konsep-konsep mengidolakan, di mana
fans kerap berimainasi romantisme. Kemudian fandom di era sebelum
media baru biasanya didominasi acara bertatap muka sementara fandom di
era media baru cenderung lebih kompleks karena kemunculan berbagai
karakter fans yang bervariasi. Fans merupakan golongan audiens aktif, hal
tersebut dibuktikan dengan konsumsi fans pada informasi mengenai
idolanya dan juga kontribusi fans pada pembuatan karya-karya dengan
topik idolanya seperti fan fiction, fan art, bahkan fans-fans juga
membentuk sekaligus menjalankan fandom-nya sendiri.
b. Fandom K-Pop
Hallyu wave hadir sebagai pintu masuk K-Pop ke wilayah-wilayah
Asia. Hallyu wave dimaknai sebagai meluasnya atau tersebarnya budaya
Pop Korea secara mendunia atau global di berbagai negara (Kim, 2013).
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
Youna Kim (2013) pada buku yang ditulisnya berjudul “The Korean
Wave: Korean media go global” menceritakan bagaimana gelombang
budaya Korea atau istilah populernya yaitu hallyu wave sebenarnya mulai
dikenal pada sekitaran tahun 1990-an. Perkembangan hallyu wave
selanjutnya semakin meluas sejak kehadiran internet di tahun 2000-an dan
kemudian akademisi menyebutnya sebagai hallyu wave 2.0. Sementara itu
salah satu bentuk dari hallyu wave sendiri adalah K-Pop yaitu singkatan
dari Korean Pop sebagai genre musik pop Korea.
Korean Pop atau lebih dikenal dengan istilah K-Pop menjadi salah
satu fenomena global (Lie, 2015:12). K-Pop dapat berkembang cepat
dalam cakupan luas karena kehadirannya yang dapat membentuk
perubahan sosial sekaligus mengembangkan komunitas-komunitas
pencinta K-Pop itu sendiri. Adapun perubahan sosial yang dimaksud
adalah pertukaran budaya dalam K-Pop yang selanjutnya menjadi platform
bagi mereka untuk membentuk suatu komunitas yang disebut dengan
fandom (Lie, 2015:4).
Popularitas K-Pop mendapat perhatian cukup besar dari penggemar
yang didominasi oleh kaum muda. Kemunculan fans atau penggemar K-
Pop di wilayah Asia khususnya di Indonesia inilah yang kemudian
mendorong terbentuknya fandom. Sejumlah nama fandom K-Pop seperti
Sone (fans SNSD), Shawol (fans SHINee), VIP (fans BigBang),
Cassiopeia (fans TVXQ/DBSK), EXO-L (fans EXO), Army (fans BTS),
Wannable (fans Wanna One), Hottest (fans 2PM), ELF (fans Super
Junior), Once (fans Twice), Reveluv (fans Red Velvet), Blink (fans Black
Pink) dan lain sebagainya menunjukkan eksistensinya dari membentuk
komunitas di kehidupan nyata maupun komunitas online. Muhammad
Hisyam dan Cahyo Pamungkas (2016:212-214) dalam bukunya
“Indonesia, Globalisasi, dan Global Village” menjelaskan sejak Agustus
2010 fans dari berbagai nama fandom K-Pop di Indonesia membentuk
United K-Pop Lovers Indonesia (UKLI).
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
Konsep transnasional fandom dianggap mampu menggambarkan
perkembangan fandom K-Pop di berbagai belahan dunia yang diawali dari
kehadiran Korean Wave (Duits, Koos & Stijn, 2014). Terbentuknya
fandom K-Pop diawali dari film, serial drama, variety show dan tentunya
musik. Teori mengenai fandom sebagai kumpulan fans aktif disampaikan
oleh Alan Mc Kee (dalam Gray, Cornel & C. Lee, 2007:91) yang
menjelaskan jika fandom tidak sekedar mengonsumsi informasi tetapi juga
memproduksi informasi mengenai idolanya. Bentuk fandom K-Pop
sebagai audiens aktif tersebut dapat dilihat dari partisipatif dan
antusiasimenya para fans dalam hal pertemuan antar fans dalam satu
fandom (fan gathering) dan menciptakan konten media dengan sendirinya,
seperti video fanmade, fanart maupun fanfic (Kim, 2017:293). Dalam hal
kegiatan fan gathering pecinta K-Pop, tingkat kebersamaan menjadi lebih
erat karena merasa memiliki kesamaan ketertarikan menjadikan rasa
persaudaraan mereka.
Di sisi lain digitalisasi turut menjadi faktor utama aktifnya fandom
K-Pop utamanya di Indonesia dalam ranah online seperti membentuk
komunitas pencinta K-Pop di media sosial facebook, twitter bahkan
instagram (Hisyam & Cahyo, 2016:213). Bentuk lain dari fandom K-Pop
khususnya di Indonesia juga terlihat dari maraknya grup-grup kecil pada
aplikasi chat seperti WhatsApp dan LINE yang mengusung nama fandom
dengan genre tertentu seperti genre BIM (Bias is Mine), Bromance, Boys
Love, ataupun fandom K-Pop yang sekedar menyajikan informasi
mengenai idolanya termasuk beberapa kegiatan project fans.
Tidak hanya sekedar membentuk komunitas di media sosial dan di
aplikasi chat, para pegiat fandom K-Pop Indonesia ini juga membentuk
laman website media online secara mandiri yang kontennya di isi
sepenuhnya oleh para fans berkaitan tentang informasi mengenai idola K-
Pop. Adapun yang dimaksudkan dari fandom K-Pop tersebut adalah situs
www.koreanwaveindo.com, www.koreanindo.net, www.kpopezine.com
dan www.infokpop.com (Hisyam & Cahyo, 2016:213). Adapun bentuk
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
lain dari aktivitas fandom-fandom K-Pop di Indonesia adalah acara-acara
bernuansa Korea seperti Korean Days yang dilangsungkan di wilayah
Yogyakarta sejak tahun 2000-an. Selain itu kompetisi K-Pop Cover Dance
juga menumbuhkan minat fans dalam menunjukkan eksistensinya sebagai
bagian dari fandom K-Pop (Hisyam & Cahyo, 2016:213).
Aktivitas fandom K-Pop di Indonesia juga ditunjang oleh
keberadaan media baru, termasuk internet di dalamnya. Melansir dari
beberapa artikel berita dijelaskan bahwa saat ini beberapa fandom K-Pop
di Indonesia dinilai agresif dan gencar beradu argumen atau lebih dikenal
dengan istilah fan war di laman-laman portal diskusi online
(Hype.idntimes.com, 2017). Bagi seseorang yang masuk dalam bagian
fandom K-Pop dirinya akan merasa memiliki harga diri lebih sehingga
seakan-akan wajib membela idolanya sebagai sosok yang benar menurut
mereka. Argumentasi tersebut disetujui oleh teori mengenai fandom
menurut Matt Hills (2002:30) dalam bukunya berjudul “Fan Cultures”
yang menjelaskan bahwa fans secara spontan melakukan pembelaan
sekaligus pembenaran atas seseorang atau sesuatu yang digemari.
Shane Blackman dan Michelle Kempson (2016) dalam bukunya
“The Subcultural Imagination: theory, research and reflexivity in
contemporary youth cultures“ menjelaskan konsep-konsep karakteristik
fandom K-Pop yang berbeda dengan fandom-fandom lain di mana
kehadiran mereka lebih bersifat agresif, ekstrem tetapi memiliki loyalitas
yang tinggi. Ekstrim yang dimaksud di sini adalah mayoritas dari fandom
K-Pop dianggap terlalu berlebihan dalam mengidolakan sesuatu seperti
kesenangan berimajinasi idolanya adalah miliknya atau idolanya penyuka
sesama jenis. Namun di sisi lain mereka memiliki loyalitas baik pada
subyek yang diidolakan maupun pada sesama fans pada satu fandom.
c. Manajemen Komunikasi dalam Konteks Fandom
Sampai saat ini manajemen komunikasi masih menjadi istilah yang
banyak digunakan dalam konteks organisasi. Berbeda halnya jika sudut
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
pandang manajemen komunikasi ditarik dalam konteks fandom di mana
fandom sendiri lebih kepada komunitas bukan organisasi terlebih lagi
korporasi. Fandom seperti yang disampaikan oleh Jenkins (2013) adalah
kelompok kecil yang membentuk dirinya sendiri berdasarkan kesamaan
minat.
Jika di dalam konteks organisasi, manajemen komunikasi diartikan
sebagai penggunaan komunikasi dalam hal merancang strategi yang
sistematis dimulai dari perencanaan, implementasi, penerapan dan evaluasi
(Bell & Dayle, 2010). Pada dasarnya istilah manajemen dan komunikasi
berasal dari dua ranah berbeda karena manajemen dipahami sebagai
aktivitas planning, organizing, leading dan controlling (Schermerhorn.
2011:16). Sementara komunikasi lebih kepada bagaimana pesan
disampaikan dari komunikator diterima oleh komunikan (Conville & L.
Edna, 1998). Perpaduan dari istilah manajemen komunikasi ini selanjutnya
dimaknai sebagai proses menyampaikan pesan yang efektif (Suprapto,
2009).
Penelitian ini menggunakan teori manajemen yang digagas oleh
Henri Fayol (1959: 43-107) yang mengartikan manajemen sebagai proses
planning, organizing, commanding, coordinating dan controlling. Teori
tersebut berasumsi bahwa individu memegang peran penting dalam
kesuksesan sebuah proses manajemen, di mana identifikasi pekerjaan dan
tugas masing-masing harus jelas sehingga dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Albarran, 2010:79-80). Selain itu Fayol juga menekankan
bahwa manajemen merupakan sebuah proses yang fleksibel dan dituntut
dapat menyesuaikan kondisi disekelilingnya. Berikut detail penjelasan
mengenai lima fase manajemen komunikasi Henri Fayol:
1. Planning
Tahapan pertama yaitu planning atau diartikan sebagai
fase perencanaan pada suatu organisasi, komunitas atau dalam
penelitian ialah fandom. Henri Fayol (1959: 43) menjelaskan
bahwa tahap perencanaan memiliki peranan penting yang
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
didominasi oleh peran ketua. Pada tahapan ini, ketua
menentukan kegiatan, aktivitas, ataupun rencana-rencana
program yang akan dilaksanakan. Perencanaan yang
dimaksudkan juga termasuk ketua atau pemimpin dapat
mendefinisikan tujuan, visi dan misi organisasi. Hal tersebut
menjadi dasar atau pondasi agar kegiatan-kegiatan yang
dilakukan sesuai tujuan yang telah dibuat.
Verona dan Prandeli (2002) juga menambahkan jika
melalui penggunaan komunikasi yang baik, ketua dituntut
untuk dapat menganalisa anggota dalam komunitas atau
organisasinya termasuk media atau saluran informasi apa yang
mereka gunakan agar rencana kegiatan lebih terarah pada target
sasaran. Fase perencanaan juga mencakup perencanaan awal
mengenai jumlah pegawai dan kriteria pemilihan pegawai.
Kriteria yang dimaksudkan juga perlu memperhatikan
sekaligus menyesuaikan tujuan organisasi atau komunitas agar
bawahan yang dipekerjakan cukup dan memiliki kapasitas
untuk menjalankan kegiatan yang dimaksudkan. Seorang
pemimpin memiliki andil yang besar dalam fase perencanaan
karena keputusan terbesar berada di tangannya. Selain itu
planning yang baik ialah ketika rancangan kegiatan, tujuan dan
cara kerja yang dirumuskan oleh ketua atau pemimpin tidak
sekedar disampaikan tetapi juga dapat dipahami oleh
bawahannya (Albarran, 2010:79-80)
2. Organizing
Tahapan kedua dalam manajemen komunikasi Henri
Fayol ialah organizing. Henri Fayol (1959:53) mendefinisikan
organizing sebagai langkah pembagian tugas pada pekerja atau
bawahan secara detail dan didasarkan oleh kemampuannya
masing-masing. Fase ini perlu dilakukan dalam manajemen
komunikasi agar bawahan dapat menjalankan tugas sesuai
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
bakatnya masing-masing dan tentunya tidak melanggar aturan
yang dibuat pemimpin. Organizing pada dasarnya berfungsi
memudahkan pemimpin untuk nantinya melalui tahapan
manajemen komunikasi selanjutnya, yaitu menginstruksi,
mengoordinasi dan mengontrol tugas yang ia bagi pada
pekerjanya (Fayol, 1959:60)
3. Commanding
Henri Fayol (1959:98) menjelaskan bahwa elemen
commanding pada manajemen komunikasi tidak kalah
pentingnya dari dua tahap sebelumnya yaitu planning dan
organizing. Commanding diartikan sebagai bentuk perintah,
peraturan maupun instruksi yang diberikan pemimpin untuk
dilaksanakan bawahannya agar sejalan dengan visi, misi dan
tujuan organisasi. Fase commanding juga menuntut pemimpin
untuk tidak sekedar memerintahkan bawahannya untuk
melaksanakan tugas yang ia beri, tetapi juga memberikan
nasihat jika diperlukan (Fayol, 1959:100). Dalam tahapan
ketiga manajemen komunikasi menurut Henri Fayol ini,
commanding juga mencakup pemahaman bawahan atas
pekerjaan atau tugas yang diberikan oleh atasannya.
4. Coordinating
Memasuki fase keempat dalam manajemen komunikasi,
Henri Fayol (1959: 104) menjelaskan tahapan coordinating
adalah harmonisasi antara tugas satu dengan tugas lain yang
diberi pemimpin dan dilaksanakan oleh bawahannya.
Coordinating dilaksanakan untuk menyelaraskan antara satu
pekerjaan dengan pekerjaan lain sehingga tidak tetap berjalan
sesuai tujuan organisasi. Dalam fase ini pemimpin harus saling
berkomunikasi dengan bawahannya untuk menyesuaikan dan
memastikan apakah tugas yang diberikan di tiap-tiap divisi
telah berhasil dilaksanakan (Fayol. 1959:105).
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29
5. Controlling
Controlling didefinisikan sebagai kegiatan
pengendalian dan pengawasan seorang pemimpin pada
kegiatan dan tugas atau beban yang diberikan pada bawahan.
Fase terakhir pada manajemen komunikasi menurut Henri
Fayol (1959:107) ini merupakan tahap yang tidak kalah
pentingnya dengan empat fase sebelumnya karena pemimpin
perlu mengontrol aktivitas organisasi agar senantiasa tidak
menyalahi aturan dan tetap dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Tindakan pengendalian yang dimaksudkan bisa
berupa teguran verbal, fisik bahkan hingga tindakan
mengeluarkan pegawai jika dirasa melanggar peraturan. Selain
itu pemimpin dalam fase controlling ini juga berhak melakukan
pergantian pegawai atau penambahan jumlah pegawai agar
tidak mengganggu kegiatan organisasi atau komunitas untuk
mencapai tujuan bersama. Lebih lanjut lagi Henri Fayol
(1959:108-109) menambahkan pernyataan bahwa tindakan
menegur dan mengeluarkan pegawai juga biasa dilakukan
seorang atasan. Hal tersebut dilakukan pemimpin guna
meminimalisir konflik internal demi tetap berjalannya aktivitas
organisasi atau komunitas sesuai rencana awal.
Dikarenakan literature review/ tinjauan pustaka yang membahas
mengenai manajemen komunikasi fandom masih minim, peneliti mencoba
untuk memberikan benang merah agar lebih dapat memahami mengenai
manajemen komunikasi dalam konteks fandom dengan mengombinasikan
tiga elemen studi yang berbeda yaitu manajemen media, komunikasi
organisasi khususnya komunitas virtual dan studi budaya populer yaitu
fandom.
Elemen pertama yang menjadi pembuka bahasan ini adalah
manajemen media. Kung (2008:2-3) mendefinisikan manajemen media
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
30
sebagai strategi pengelolaan bisnis media. Konteks yang dimaksudkan
oleh Lucy Kung di sini adalah bagaimana perusahaan melakukan
pengaturan melalui sistem kelola pada media-media yang digunakan
sebagai saluran informasi. Sementara Rahayu (dalam Siregar et.al,
2010:35) menjelaskan manajemen media sebagai kajian yang mencakup
fungsi manajemen termasuk manajemen sumber daya manusia dan
teknologi, kepemimpinan, produksi konten, pemasaran bahkan budaya
organisasi. Manajemen media menjadi studi yang penting dipelajari untuk
membangun jembatan antara disiplin ilmu manajemen dan industri media
di mana era digital menjadikan kedua kajian tersebut semakin kompleks
(Kung, 2007:24).
Mierjewska dan Hollified (dalam Albarran, Sylvia & Michael,
2006) berpendapat bahwa studi manajemen media banyak mengadopsi
teori-teori organisasi. Masih dalam referensi yang sama Mierjewska dan
Hollified (dalam Albarran, Sylvia & Michael, 2006:39) membagi teori
manajemen menjadi dua sudut pandang organisasi yaitu teori struktural
dan teori agensi. Teori struktural berfokus pada faktor non human pada
organisasi termasuk struktur organisasi, kondisi pasar, teknologi dan
sebagainya. Sementara teori agensi berfokus pada pengaruh individu
dalam organisasi, kepemimpinan, power, gender, keberagaman ras,
pembuatan keputusan, budaya dan komunikasi. Dari dua sudut pandang
teori tersebut peneliti lebih mengerucut pada teori manajemen struktural
seperti yang dianjurkan Mierjewska dan Holliefied di mana penelitian ini
lebih berfokus pada bagaimana individu mengelola organisasi tersebut
melalui teknologi media yang tersedia salah satunya manajemen media itu
sendiri.
Peran pemilik media, manager media atau dalam konteks
organisasi adalah ketua organisasi memegang peran penting untuk dapat
melakukan pengaturan dan pengambilan keputusan pada manajemen
media. Jim Willis dan Diane B. Willis (1993:239) menjelaskan ada
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
31
delapan tugas penting yang sebaiknya dilakukan seorang manajer dalam
manajemen media yaitu:
a. Manajer media harus dapat mendefinisikan misi perusahaan
b. Menentukan tujuan mana yang dapat memudahkan pencapaian
misi perusahaan
c. Merancang strategi untuk membantu mencapai tujuan-tujuan
yang ditetapkan
d. Menyusun rencana tahunan untuk dapat mencapai tujuan
tersebut
e. Menyiapkan biaya untuk mengoperasikan sejumlah strategi
yang sebelumnya sudah dirancang
f. Membangun strategi pemasaran untuk dapat memastikan
bahwa informasi sampai pada audiens yang ditargetkan
g. Menggunakan bantuan iklan untuk dapat menjangkau audiens
dan atau konsumen lain yang berpotensial
h. Membuat informasi produk yang profesional, memiliki etika
dan memenuhi standar
Melalui kedelapan tugas penting seorang manajer media di atas
dapat digambarkan seorang manajer media memiliki peran yang
menentukan sekaligus bertanggung jawab atas visi, misi dan tujuan
perusahaan media. Manajer media atau seorang atasan harus peka
terhadap perubahan lingkungan sehingga jika suatu tujuan tidak lagi
relevan diperlukan pergantian atau pembaharuan. Selain bertanggung
jawab pada tujuan perusahaan, manajer media juga diharuskan untuk
membangun hubungan yang baik dengan karyawan yang bekerja sebagai
bawahannya untuk sama-sama mencapai tujuan perusahaan (Willis &
Diane, 1993:240).
Sebagai sebuah proses yang tidak mudah teori-teori manajemen
media sampai saat ini masih belum banyak menggunakan studi ilmu
komunikasi dalam pembelajarannya melainkan hanya berfokus pada
karakter organisasi, budaya organisasi juga konsep-konsep manajemen itu
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
32
sendiri. Mierjewska dan Hollified menganjurkan adanya perbaikan teori
manajemen media yang seharusnya memasukkan kajian komunikasi
seperti karakteristik industri media dan peran sosial politik budaya di
dalamnya (Rahmitasari, 2017: 47). Lebih dari sekedar karakteristik
industri media, permasalahan konten media juga menjadi isu utama pada
kajian manajemen media.
Sistem manajemen konten media adalah pengelolaan konten media
secara sistematis termasuk hal-hal yang berkaitan dengan perangkat
tekonologi media yang digunakan, konten yang menarik (pesan berupa
teks, gambar, suara) dan bagaimana cara menyampaikan konten media
tersebut kepada audiens yang ditargetkan (Tassel & Lisa, 2010:192).
Hartley (dalam Rahmitasari, 2017: 49) melihat konten media sebagai nilai
budaya karena produk media tidak sekedar berwujud fisiknya saja seperti
televisi, radio, DVD tetapi lebih kepada pesan yang disampaikan, narasi
yang dibawakan, visualisasi yang terlihat dan lain sebagainya yang tidak
hanya terlihat secara fisik.
Dari beberapa penjelasan di atas manajemen media dianggap
memiliki korelasi dalam konteks manajemen komunikasi di mana
komunikasi tidak hanya berlangsung secara tatap muka tetapi juga melalui
saluran media. Jika dalam konteks perusahaan, manajemen diperlukan
untuk menambah keuntungan sementara pada organisasi manajemen
digunakan untuk membangun loyalitas anggota (Kung, 2007:22). Poin
utama yang dapat digarisbawahi di sini adalah selain mengelola proses
komunikasi yang baik, manajemen komunikasi juga dituntut untuk dapat
melakukan pengaturan terhadap media utamanya konten media yang
digunakan sebagai sarana berkomunikasi. Penelitian ini menggunakan
analogi berpikir bahwa fandom sebagai sebuah komunitas secara mandiri
melakukan manajemen komunikasi untuk membangun loyalitas
penggemar melalui media yang digunakan. Orang yang paling
bertanggung jawab atas aktivitas manajemen komunikasi fandom termasuk
pengelolaan konten medianya adalah founder dari fandom tersebut.
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
33
Peneliti selanjutnya menganalisa bagaimana peran founder dalam
mengelola admin-admin yang bekerja dalam fandom tersebut termasuk
beberapa pertanyaan seperti bagaimana jalinan komunikasi di antara
mereka, apa media yang digunakan sebagai sarana informasi, bagaimana
mengolah konten media yang menarik supaya fans bisa dengan mudah
memahaminya.
Pembahasan selanjutnya untuk memberikan jembatan pemikiran
mengenai alur pemikiran manajemen komunikasi dalam fandom adalah
komunikasi organisasi khususnya pada komunitas virtual. Michael J. Papa,
Tom D. Daniels dan Barry K. Spiker (2008:3-5) menjelaskan pentingnya
studi komunikasi organisasi untuk membangun organisasi dalam mencapai
tujuan. Pengaruh lingkungan internal dan eksternal perlu diwaspadai oleh
seorang ketua organisasi karena dapat mempengaruhi dinamika organisasi.
Salah satu faktor eksternal yang dapat memberi dampaik baik buruk
keberadaan organisasi adalah teknologi atau dengan kata lain digitalisasi
yang melahirkan komunitas-komunitas di dunia virtual.
Memasuki era digital organisasi tidak hanya terbentuk di kehidupan
nyata tetapi juga pada platform-platform media yang kemudian melahirkan
istilah komunitas virtual. Komunitas virtual memungkinkan orang-orang
berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan mereka atas tujuan-tujuan seperti
pertukaran informasi, membagi cerita mengenai minat, memperoleh
layanan yang diinginkan serta menjalin pertemanan dengan orang yang
dikenal maupun tidak dikenal di kehidupan nyata (Baglieri & R. Consoli,
2009:354).
Wang, Yu dan Fesenmaier (2002) memetakan empat elemen
komunitas virtual yaitu:
a. Kumpulan individu yang berinteraksi dalam rangka
memuaskan mereka dan juga aktivitas menunjukkan
peran/eksistensi diri
b. Membagi informasi mengenai minat, keinginan, pertukaran
informasi dan ketersediaan layanan bagi masyarakat
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
34
c. Adanya kebijakan yang mengatur dan mengarahkan interaksi
sesama individu
d. Sistem komputer yang mendukung dan menjadi sarana
interaksi sosial serta memfasilitasi kebersamaan
Keempat elemen tersebut selanjutnya dimodifikasi oleh Kent D,
Miller, Frances Fabian dan Shu Jou Lin (2009) menjadi gambaran secara
umum mengenai karakteristik komunitas virtual yang mempermudah
pencarian informasi, menjalin hubungan ataupun memelihara keterikatan
dengan orang yang memiliki kesamaan pemikiran meskipun secara fisik
mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Luasnya jangkauan dan
efisiensi yang diciptakan komunitas virtual memudahkan pertumbuhan dan
perkembangan dinamika hubungan proses bersosialisasi individu melalui
media (Miller, Fabian & Lin, 2009).
Pengoperasian organisasi ataupun komunitas bergantung pada
bagaimana mereka memahami esensi organisasi secara komprehensif
(Baglieri & R. Consoli, 2009:357). Artinya kejelasan pembagian kerja,
sensitivitas pada pengaruh lingkungan menjadi dua hal yang paling
dibutuhkan. Selain itu sebagai sebuah komunitas yang dianggap bebas,
keberadaan komunitas virtual harus dapat mendefinisikan sekaligus
mengidentifikasi visi, misi, tujuan dan kebijakannya sendiri (Baglieri & R.
Consoli, 2009:357).
Verona dan Prandeli (2002) dalam jurnalnya berjudul “A dynamic
model of customer loyalty to sustain competitive advantage on the web”
memetakan dua tahap model dalam manajemen komunikasi virtual yaitu
tahap desain dan tahap pemeliharaan. Berikut penjelasan lebih lanjut
mengenai dua tahap pengembangan komunikasi virtual (Verona dan
Prandeli, 2002):
a. Manajemen komunikasi virtual tahap pertama: tahap desain
Strategi ini digunakan untuk menjalin hubungan yang baik
melalui pemberian layanan penyelesaian masalah,
menyediakan informasi yang komprehensif, menyajikan
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
35
konten yang menarik. Dasar utama pada tahap awal ini
adalah pada pemahaman organisasi terhadap teknologi yang
digunakan dalam rangka mengatur, mengumpulkan
individu yang ditargetkan untuk selanjutnya menjadi
anggota aktif sekaligus menumbuhkan loyalitas anggota-
anggota yang tergabung dalam komunitas virtual
b. Manajemen komunikasi virtual tahap kedua: tahap
pemeliharaan
Pada tahap kedua seorang atasan harus dapat menjalin dan
memelihara hubungan baik dengan individu-individu yang
berpotensi untuk dijadikan target. Mereka dituntut untuk
dapat memahami apa yang disukai individu sebagai bagian
dari target audiens yang disasar, apa yang menjadi tren,
konten apa yang disenangi sekaligus layanan apa yang
dibutuhkan. Strategi ini dapat meningkatkan loyalitas dan
menekan keinginan individu untuk terus bergabung dalam
komunitas virtual.
Selain berfokus pada membangun hubungan yang baik Carl
Shapiro dan Hal Varian (dalam Baglieri & R. Consoli, 2009:359)
menjelaskan dalam proses manajemen komunitas virtual juga disarankan
untuk dapat memberikan kepercayaan kepada individu dengan cara
merahasiakan identitas berikut informasi privasinya. Selain itu manajemen
komunitas virtual juga dilakukan melalui tahap membangkitkan ingatan
para individu atas keberadaan komunitas virtual tersebut dengan cara
menyajikan konten-konten yang diinginkan.
Adapun hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh komunitas
virtual adalah kehadiran logiro (Baglieri & R. Consoli, 2009:360). Logiro
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan desain komunikasi
virtual. Logiro sendiri membantu kaum muda menemukan cara dalam
mengembangkan komunitas virtualnya melalui penggunaan blog, gambar,
video dan konten media lainnya. Kehadiran logiro bermula dari pemikiran
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
36
bahwa internet secara bebas membangun dan mempertemukan hubungan
antar individu yang multikultural di dunia maya. D. Baglieri dan R.
Consoli (2009:360) menjelaskan ada empat keistimewaan logiro pada
komunikasi virtual yaitu fokus pada kesenangan atau hal-hal yang disukai
anggota, menyeimbangan konten dan penggunaan komunikasi yang
efektif, memberi kesempatan individu untuk memberikan masukan,
kemudian yang terakhir adalah komunitas harus mengetahui siapa
kompetitornya.
Melalui penjelasan di teori dan konsep komunitas virtual masih
seputar perusahaan dan organisasi pada umumnya sehingga peneliti
memberikan analogi komunitas virtual pada fandom sebagai obyek
penelitian melalui dua sudut pandang di atas. Sebagai kelompok yang
tidak memiliki badan hukum dan tidak berstruktur hierarkis layaknya
organisasi, fandom cenderung lebih bebas baik secara interaksi yang
terjalin maupun keanggotaannya. Fandom di media baru atau virtual
menjadikan analisa mengenai manajemen komunikasi semakin kompleks.
Seorang ketua fandom atau pada penelitian ini yang dimaksudkan
adalah founder-nya dituntut untuk dapat mendesain media yang digunakan
sekaligus memelihara hubungan yang baik dengan para anggota fans.
Selain diharuskan untuk pintar memilih media yang digunakan, founder
tersebut perlu juga memahami karakteristik komunitas virtual yang
cenderung lebih rentan minim loyalitas. Namun mengingat penelitian ini
bergerak di dua ranah yaitu virtual dan offline maka peneliti juga
menganalisa bagaimana manajemen komunikasi fandom secara online
melalui manajemen komunitas virtual dan offline melalui manajemen
komunikasi termasuk manajemen media seperti yang sudah disinggung
sebelumnya.
Pembahasan ketiga untuk memberikan jembatan pemikiran
mengenai manajemen komunikasi pada fandom adalah mengenai studi
budaya populer. Fandom merupakan fenomena baru yang lahir dari kajian
budaya dan media. Alan Mc Kee (dalam Gray, Cornel & C. Lee, 2007:91)
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
37
menjelaskan fandom merupakan sekumpulan fans yang secara aktif
membentuk perkumpulan antar fans dengan kesamaan ketertarikan,
kesenangan dan tentunya pemikiran.
Henry Jenkins (2006:5) dalam bukunya berjudul “Convergence
Culture” tidak sekedar menggambarkan budaya populer saat ini tetapi
lebih kepada analisa mengenai informasi baru apa yang orang cari dan
bagaimana mereka menjalin komunikasi atas ketertarikannya pada konten-
konten media. Melalui studinya pada fandom di media baru Jenkins
mengkaji budaya populer sebagai permasalahan yang dekat dengan
pendekatan budaya partisipasi di mana setiap orang berinteraksi (Jenkins,
2006:15).
Teori media partisipatif yang digagas oleh Henry Jenkins menjadi
basis dari penelitian ini di mana teori tersebut menjelaskan bahwa
kehadiran internet memungkinkan perubahan pada sikap audiens pasif
menjadi aktif. Individu atau pengguna media tidak hanya mengonsumsi
informasi di media tetapi kehadiran mereka turut membuat, berhubungan
dengan konten termasuk di dalamnya pada konteks fandom (Dutton,
2013:359). Pada penelitian ini, peneliti berasumsi individu atau fans yang
dimaksudkan di sini turut berpartisipasi dalam pembuatan dan pengelolaan
fandom di media baru juga di kehidupan nyata. Konten yang disajikan
fandom merupakan hasil karya para fans itu sendiri dan selanjutnya
dikemas untuk diinformasikan.
Lebih lanjut dalam penelitiannya pada kasus fans Harry Potter,
Henry Jenkins (Jenkins, 2006:169) mengeksplorasi adanya konflik yang
terjadi pada konten buku Harry Potter dan konflik pada fans Harry Potter
sendiri. Fans yang terdiri atas anak-anak berpartisipasi dalam dunia
imajinatif mereka dengan membaca dan reka ulang cerita melalui aegan
“The Daily Prophet”. Fans membentuk komunitas tersebut untuk
berangan-angan mengenai skenario adegan yang diharapkan oleh mereka
terjadi dalam serial Harry Potter (Jenkins, 2006:170).
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
38
Jenkins menjelaskan bahwa fandom yang terbentuk atas
keinginan imajinatif fans membuka pemikiran untuk mengeksplorasi lebih
dalam pada serial buku yang dimaksud termasuk cerita-cerita yang
dianggap menarik sekaligus memahami karakter (Jenkins, 2006:171).
Dengan membentuk fandom tersebut, para fans yang merupakan anak-
anak ini dapat belajar arti pentin serial cerita, belajar mandiri untuk
memahami karakternya masing-masing dengan peran yang dimainkan,
belajar berimajinasi dalam pembuatan konten alur cerita sesuai yang
mereka inginkan dan tentunya menjadi diri sendiri dan membangun
pertemanan yang erat dengan sesama fans lainnya (Jenkins, 2006:170-
172). Dari teori media partisipatif di atas peneliti mengeksplorasi bentuk
partisipasi fans dalam membentuk fandom-nya secara mandiri, kemudian
karakteristik unik pada fandom yang dibentuk atas dasar keinginan fans
untuk sama-sama ingin berimajinasi pada idolanya, kemudian bagaimana
mereka melakukan pengelolaan komunikasi dan medianya sendiri terhadap
fandom tersebut.
Sesuai dengan argumentasi awal peneliti bahwa kajian
manajemen komunikasi fandom yang diangkat sebagai tema penelitian
mengombinasikan tiga elemen studi yaitu manajemen media, komunikasi
organisasi khususnya komunitas virtual dan studi budaya populer yaitu
fandom. Maka untuk mempermudah paparan hasil penelitian nantinya,
jembatan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori
manajemen komunikasi Henri Fayol (1959: 43-107) yang terdiri atas lima
fase yaitu planning, organizing, commanding, coordinating dan
controlling. Kemudian konsep manajemen media milik Joan Van Tassel &
Lisa Poe Howfield (2010:192) yang menekankan pada pengelolaan konten
media secara sistematis, perangkat teknologi media yang digunakan,
konten yang menarik dan bagaimana menyampaikannya pada audiens.
Paduan studi lain yang digunakan sebagai pisau analisis dalam
kajian manajemen komunikasi fandom ialah konsep komunitas virtual G.
Verona & Prandelli, E (2002) yaitu pemahaman pada teknologi media
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
39
yang digunakan, menumbuhkan loyalitas dengan anggota, mengetahui
tren, memahami keinginan konten audiens yang ditargetkan. Sementara
dalam sudut pandang kajian budaya populer, peneliti mengambil konsep
fandom milik Henry Jenkins (2006:171) yang menjelaskan bahwa fandom
adalah sekumpulan penggemar aktif. Aktifnya para penggemar tersebut
terlihat dari munculnya kesamaan ketertarikan yang membuat mereka pada
akhirnya berkumpul menjadi satu kesatuan fandom. Selain itu konsep
fandom Henry Jenkins juga menjelaskan fandom aktif membentuk dan
mengelola fandom, mengonsumsi informasi terkait idola mereka sekaligus
memproduksi konten.
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
40
G. MODEL PENELITIAN
Bagan Model Penelitian
Manajemen Komunikasi Fandom “Boys Love” EXO’s OTP Offline danOnline
Manajemen komunikasifandom “boys love” EXO’s
OTP offline dan online
- Ketua: Visi, misi dan tujuan didirikannya fandom
EXO’s OTP Alasan penamaan fandom EXO’s OTP Awal mula menjalankan fandom EXO’s
OTP Kriteria pemilihan admin Pengetahuan terhadap kebiasaan bermedia
fans Pemilihan platform media yang digunakan
dalam menjalankan aktivitas fandomEXO’s OTP
Pemilihan waktu yang tepat untukmengunggah informasi di halamanberanda fandom EXO’s OTP
Rencana agenda kegiatan fandom baikonline maupun offline
Pembahasan agenda kegiatan fandom baikonline maupun offline
- Admin: Memahami cara kerja fandom EXO’s OTP Mengetahui media yang digunakan
anggota fans EXO’s OTP Kejelasan terhadap kegiatan/agenda
fandom EXO’s OTP online maupunoffline
-
Planning
Organizing
- Ketua: Membagi kerja pada tiap admin Informasi yang perlu diunggah admin
di halaman beranda fandom EXO’sOTP
- Admin: Mengetahui dan memahami
pembagian kerja yang diberikanketua fandom EXO’s OTP
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
41
Commanding - Ketua: Menghimbau admin untuk selalu
mengunggah informasi Apa saja yang harus dipatuhi admin
dalam hal mengunggah informasi,aturan tentang konten apa yg pantasdiunggah, syarat dan ketentuan kontenyang diunggah
Berkaitan dengan kegiatan offline,admin yang diminta menguruskegiatan tersebut
Berkaitan dengan kegiatan give away,admin yang diminta menguruskegiatan tersebut
- Admin: Memahami aturan informasi apa yang
hrus diunggah di halaman berandafandom EXO’s OTP
memahami informasi apa yang hrusdiberikan di halaman broadcastfandom EXO’s OTP
Memahami waktu, kapan info tersebutharus diberikan
Menjalankan dan bertugas dalampelaksanaan kegiatan gathering
- Ketua: Jika ada momen kebersamaan anggota
EXO, ketua mengkoordinasi siapaadmin yang mengunggah informasitersebut di halaman fandom
Jika ada momen kebersamaan anggotaEXO, ketua berkoordinasi apakahadmin telah mengunggah informasitersebut di halaman fandom sesuaiperaturan
Koordinasi informasi melalui groupchat LINE
- Admin: Informasi mengenai apakah ketua
memastikan admin menjalankanpekerjaan/tugas yang diberikan sesuaiinstruksi dalam pelaksanaan kegiatanfandom online
Informasi mengenai apakah ketuamemastikan admin menjalankanpekerjaan/tugas yang diberikan sesuaiinstruksi dalam pelaksanaan kegiatanfandom offline
Coordinating
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
42
- Ketua: Tindakan ketua pada admin yang
bermasalah/menyalahi aturan fandomEXO’s OTP
Tindakan yang dilakukan ketua jikakekurangan admin
Rapat untuk mengontrol para admin
Controlling
Perkembangan fandom “boyslove” EXO’s OTP
- Dinamika fandom “boys love” EXO’sOTP dari mulai awal didirikan sampaisaat ini: kendala mengelola, jumlahadmin fandom EXO’s OTP dulu sampaisaat ini
a. Platform media yang digunakanb. Intensitas mengunggah informasi di
halaman beranda fandomc. Variasi konten informasi “boys love”
yang diunggah di halaman berandafandom
d. Kegiatan offline/gathering fandomEXO’s OTP
Karakteristik fans dalamfandom “boys love” EXO’s
OTP
- Fans dari fandom “boys love”sebagai audiens aktif
- Sifat fans di dunia nyata/offline dandi dunia virtual fandom “boys love”EXO’s OTP
Ketua: Tanggapan pada fans yang lebih
aktif pada kegatan online fandomEXO’s OTP dibandingkan saatbertemu secara langsung
Langkah-langkah untukmenjadikan fans agar juga aktif dikegiatan offline fandom EXO’sOTPAdmin:
Langkah-langkah untukmenjadikan fans agar juga aktif dikegiatan offline fandom EXO’sOTP
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
43
Kondisi EXO’s OTP sebagaifandom “boys love” offline
dan online menurut anggotafans
- Tanggapan fans pada aktivitasonline fandom EXO’s OTP
Fans:: Kapan mulai mengikuti fandom
online EXO’s OTP Alasan mengikuti fandom online
EXO’s OTP Seberapa sering mengamati
informasi yang diberikan fandomonline EXO’s OTP
Kontribusi fans pada kegiatanfandom online EXO’s OTP
- Tanggapan fans pada aktivitasoffline fandom EXO’s OTP
Fans: Alasan mengikuti kegiatan
fandom offline EXO’s OTP Menceritakan kegiatan fandom
offline EXO’s OTP (bagianggota fans yang mengikuti )
Kehadiran fandom “boys love”EXO’s OTP di media baru dankeinginan fans penikmat konten
“boys love”
- Media yang digunakan/diakses olehpara fans yang tergabung dalamfandom “boys love” EXO’s OTP
Ketua: Mengetahui media yang
diakses fansAdmin: Mengetahui media yang
diakses fansFans: Media yang paling sering
digunakan untuk mencariinformasi mengenai“boys love” EXO
Intensitas dan waktumengakses media-mediatersebut
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
44
Sumber: Diolah oleh peneliti dari berbagai referensi bacaan
- Informasi atau konten media yangdiinginkan fans
Ketua: Mengetahui konten media
yang dinginkan fansAdmin Mengetahui konten media
yang dinginkan fansFans Perihal apakah konten
yang diunggah olehfandom EXO’s OTPsudah memenuhiinformasi mengenai“boys love” pada EXO
Harapan atau kontenyang diinginkan fansuntuk ditayangkan dandilaksanakan olehpengelola fandom EXO’sOTP
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
45
H. METODOLOGI PENELITIAN
a. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara memaparkan gambaran
sekaligus pemahaman tentang bagaimana dan juga mengapa suatu
fenomena terjadi (Pawito, 2007:36). Pada dasarnya ada banyak macam
jenis penelitian kualitatif dan salah satu bentuk penelitian dengan
pendekatan kualitatif yang dapat mengeksplorasi bagaimana
manajemen komunikasi fandom “boys love” EXO’s OTP offline dan
online adalah studi kasus.
Studi kasus merupakan metode penelitian yang digunakan
untuk menjawab pertanyaan seputar mengapa atau bagaimana namun
peneliti memiliki sedikit peluang untuk ikut andil mengontrol
fenomena yang akan diteliti (Yin, 2003). Selain itu studi kasus juga
digunakan untuk meneliti fenomena kontemporer atau yang terjadi saat
ini (Yin, 2003). Dalam konteks penelitian ini, peneliti menggunakan
studi kasus tunggal di mana metode tersebut dianggap dapat
menyajikan fenomena yang memiliki karakteristik unik dan ekstrim
(Yin, 2003). Dengan menggunakan studi kasus, peneliti menganalisa
sekaligus mengeksplorasi fenomena di lapangan mengenai manajemen
komunikasi fandom “boys love” EXO’s OTP offline dan online.
b. Obyek penelitian
Obyek dari penelitian ini ialah fandom K-Pop dengan genre
“boys love” bernama EXO’s OTP baik yang bergerak di ranah offline
maupun online.
c. Subyek penelitian
Subyek penelitian ini adalah manajemen komunikasi fandom
“boys love” EXO’s OTP offline dan online.
d. Informan penelitian
Untuk memperoleh analisa mengenai manajemen komunikasi
fandom “boys love” EXO’s OTP baik secara offline dan online, maka
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
46
informan dari penelitian ini adalah orang-orang yang bersangkutan
pada aktivitas fandom tersebut. Berdasarkan observasi singkat peneliti,
peneliti tidak menemukan adanya struktur komunitas tetap yang
diterapkan dalam fandom ini. Artinya pengurus dari fandom ini hanya
pemilik akun dan tujuh admin yang dipekerjakan. Oleh karenanya
peneliti memetakan ada sebelas informan penelitian yaitu satu founder/
penemu/ ketua dari fandom EXO’s OTP, tujuh admin yang bekerja
sebagai orang yang bertanggung jawab atas aktivitas fandom baik
event gathering secara offline maupun mengurus konten tampilan akun
LINE@ EXO’s OTP dan tiga anggota fans yang tergabung aktif dalam
fandom EXO’s OTP.
e. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta. Namun pemilihan
lokasi penelitian ini tentatif mengingat tidak semua informan berada di
Yogyakarta. Bagi informan yang berada di luar Yogyakarta, peneliti
melakukan wawancara mendalam dengan mendatangi secara langsung
para informan tersebut atau bisa juga menggunakan bantuan chat,
telepon maupun video call. Meskipun lokasi penelitian tergantung di
mana informan penelitian berada, pada dasarnya pengolahan dan
analisa data dilakukan oleh peneliti di Yogyakarta.
f. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh peneliti secara langsung dari hasil
wawancara mendalam pada informan penelitian mengenai manajemen
komunikasi fandom “boys love” EXO’s OTP offline dan online.
Sementara data sekunder didapat dari referensi penunjang penelitian
seperti jurnal, buku referensi dan portal website yang membahas studi
tentang manajemen komunikasi dalam fandom, fandom K-Pop,
aktivitas fandom offline dan online, dan fandom “boys love”. Adanya
data-data sekunder berupa studi kepustakaan yang berkaitan dengan
topik penelitian ini dimanfaatkan peneliti sebagai bahan bacaan
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
47
pelengkap sekaligus penunjang dari data primer yang diperoleh secara
langsung dari informan penelitian.
g. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan
dengan cara wawancara mendalam (in-depth interview) dan observasi.
Melalui in-depth interview, peneliti memperoleh data yang lebih
komprehensif dari para informan penelitian berkaitan dengan obyek
penelitian (West & Turner, 2007:83). Teknik pengumpulan data in-
depth interview dilakukan dengan dua cara yaitu bertatap muka secara
langsung dengan informan dan juga melalui aplikasi chat, telepon
maupun video call.
Adapun beberapa pertanyaan yang diajukan dalam proses in-
depth interview antara lain informasi basis mengenai identitas
informan, motivasi mengikuti fandom, bagaimana manajemen
komunikasi mereka dalam mengelola fandom secara offline dan online.
Selain melakukan in-depth interview peneliti juga mengobservasi
dokumentasi kegiatan gathering yang dilakukan fandom EXO’s OTP.
Event gathering dilaksanakan secara tidak pasti karena tergantung
keinginan fans untuk sekedar kumpul-kumpul atau jika ada event-event
tertentu saja. Pengamatan observasi pada event gathering juga
dilakukan dengan menganalisa mengenai bagaimana founder mengatur
para admin dengan prosi kerjanya masing-masing, bagaimana para
admin menggunakan media untuk menyalurkan informasi gathering,
bagaimana admin mengelola fans untuk tidak hanya mengikuti fandom
virtual saja tetapi juga aktif dalam event gathering, apa saja kegiatan
fandom EXO’s OTP, bagaimana evaluasi dilakukan untuk melihat
sejauh mana keberhasilan aktivitas fandom EXO’s OTP.
Di samping melakukan in-depth interview guna memperoleh
data primer, pengumpulan data juga dilakukan peneliti secara sekunder
melalui jurnal, buku, portal website yang membahas studi tentang
manajemen komunikasi dalam fandom, fandom K-Pop, aktivitas
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
48
fandom offline dan online, dan fandom “boys love”. Selain itu peneliti
juga menganalisa dokumentasi gathering EXO’s OTP termasuk juga
dokumen pertemuan para founder dan admin-adminnya.
h. Teknik analisis data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data interpretif
guna menganalisa manajemen komunikasi fandom “boys love” EXO’s
OTP offline dan online. Proses analisis data dimulai dengan melakukan
interpretasi pada hasil in-depth interview. Selanjutnya data yang
terkumpul melalui proses analisis data yang disebut teknik triangulasi
data.
Triangulasi data digunakan peneliti untuk menguji,
menganalisa sekaligus membandingkan konsistensi data di lapangan
dengan data yang diperoleh dari sumber lain seperti buku maupun
jurnal (Pawito, 2007: 99). Teknik ini penting dilakukan untuk
menguatkan temuan peneliti di lapangan (West & Turner, 2008:78).
Dalam penelitian ini teknik triangulasi data dilakukan dari sumber data
primer (hasil in-depth interview) yang sebelumnya sudah
diinterpretasikan dan juga data sekunder (jurnal, buku dan portal
website) yang membahas studi tentang manajemen komunikasi dalam
fandom, fandom K-Pop, aktivitas fandom offline dan online, dan
fandom “boys love”.
i. Limitasi penelitian
Limitasi pada penelitian ini ialah bagaimana manajemen
komunikasi fandom “boys love” EXO’s OTP offline dan online
MANAJEMEN KOMUNIKASI FANDOM "BOYS LOVE" EXO (Studi kasus manajemenkomunikasi fandom"boys love" EXO's OTP offline dan online )AWANIS AKALILIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/